(STUDI KASUS PPAIW KECAMATAN KEBAYORAN BARU)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SH.I)
OLEH RIZAL ANSHOR NIM: 205040100581
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
(STUDI KASUS PPAIW KECAMATAN KEBAYORAN BARU)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SH.I)
Oleh
RIZAL ANSHOR NIM: 205040100581
Di Bawah Bimbingan
Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH, MH.
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
IKRAR WAKAF (PPAIW) TERHADAP PENDAFTARAN TANAH WAKAF. (STUDI KASUS PPAIW KECAMATAN KEBAYORAN BARU). Telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SH.I) pada program studi Ahwal Syaksiyyah/Peradilan Agama.
Jakarta 20 Juni 2011 Dekan
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,MA, MM NIP. 195505051982031012
Sidang Munaqasyah
1. Ketua
Drs. H. Ahmad Yani, MA. NIP. 196404121994031004
2. Seketaris
Moch Syafii, SE.I
3. Penguji I
Dr. Djawahir Hejazziey, MA. NIP. 195510151979031002
4. Penguji II
Dr. Moch. Ali Wafa, S.Ag. M.Ag NIP. 150321584
5. Pembimbing
Puji sukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah kepada
hamba-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Fungsi
dan Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) Terhadap Pendaftaran Tanah Wakaf (Studi Kasus PPAIW Kecamatan Kebayoran
Baru)”. Sholawat serta salam atas nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian skripsi ini bukan semata-mata hasil usaha penulis sendiri, melainkan berkat bimbingan, dukungan, dan bantuan yang tidak ternilai harganya dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma,SH, MA, MM. Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta.
2. Drs. H. Asep Sarifuddin Hidayat, SH.,MH. Dosen pembimbing atas pendapat
dan saran yang diberikan kepada penulis.
3. Dr. A. Sudirman Abbas, S.Ag, MH. sebagai pembimbing akademik penulis
selama menimbah ilmu di Fakultas Syariah dan Hukum.
4. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah membantu dalam proses
pembelajaran.
5. Staf administrasi yang ada di akademik Fakultas Syariah dan Hukum.
6. Pegawai perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayahtullah
Jakarta.
7. Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru (H. AH.
yang kekuatan doanya selalu menyertai penulis yang tanpa henti memberikan dukungan moril dan materil, hanya Allah yang bisa membalas jasa yang tak terhingga yang telah kalian berikan kepada penulis.
9. Saudara-saudaraku yang ku sayangin, ke empat adikku (Amsal Arfah Hsb, Tuti
Chairani Hsb, Juni Dawati Hsb, dan Erwin Syahputra Hsb), terima kasih atas motivasi, perhatian dan kasih sayang yang telah kalian berikan, dan bersedia direpotkan oleh penulis selama proses penyelaisaian tugas akhirni ini. Terima kasih buat adik ipar (Joni) telah banyak juga memberikan semangat dan motivasinya untuk penulis.
10. Ade Irma Suryana Hrp, yang selalu memberikan Motivasi, semangat, dan
perhatiannya, telah memberikan/menambah warna baru dalam perjalanan hidupku, terimakasih atas nasihat dan udah mau berbagi atas pengalaman hidup.
11. Sahabat sejatiku di kampus yang sudah saya anggap saudara dekat (Riswanto
SH.I beserta keluarga), yang juga salah satu Motivator dalam penyelesaian skripsi ini, dan terima kasih atas nasihat dan masukan-masukan yang sangat baik sekali untu penulis.
12. Teman-teman sekelas dan seperjuangan selama menimba ilmu dikampus, yang
tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, terima kasih yang telah menemani penulis selama berkuliah di fakultas syariah dan hukum.
13. Saudara-saudara seperantauan, teman-teman di IKAPDH, SEMARI Banten, febri
kasrilah, imam syafi’i, hambali, bayu musfofa arif, dan sadar rukmana, yang
tidak mungkin saya sebutkan satu persatu terimakasih atas persaudaraan yang terjalin dari semenjak lulus dari pesantren sampai sekarang.
14. Teman-teman seperantauan satu daerah di IPEMAROHIL Jakarta, Thamri,
penulis mengetahui masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.
Akhirnya, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Jakarta Mei 2011
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR BAGAN ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Metode Penelitian... 10
E. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II WAKAF MENURUT FIQIH DAN HUKUM POSITIF A. Pengertian Wakaf dan Dasar Hukum Wakaf ... 12
B. Rukun dan Syarat Perwakafan ... 20
C. Peruntukan Tanah Wakaf ... 25
BAB III GAMBARAN UMUM MENGENAI MEKANISME PENDAFTARAN TANAH WAKAF A. Pengertian Pendaftaran Tanah... 28
E. Proses Tanah Hak Milik yang Belum Bersertifikat (Bekas Tanah Hak Milik Adat) ... 46
F. Tanah yang Belum Ada Haknya (yang Dikuasai/Tanah Negara) 51
BAB IV FAKTOR DAN PENGHAMBAT PENCATATAN TANAH
WAKAF
A. Profil KUA Kecamatan Kebayoran Baru ... 55
B. Fungsi dan Kewenangan PPAIW Terhadap Pendaftaran Tanah
Wakaf Pada PPAIW Kecamatan Kebayoran Baru... 63
C. Faktor-faktor yang Menjadi Keberhasilan dan Hambatan Bagi
Mekanisme Pendaftaran Tanah Wakaf ... 78 D. Analisis Penulis ... 81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 84 B. Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 90
2006 tentang pelaksanaan UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf ... 71 Bagan : Dalam hal pembuatan akta pengganti akta ikrar wakaf (APAIW) ... 72 Bagan : Tata cara pendaftaran harta benda wakaf ... 73 Bagan : Tata cara pendaftaran sertifikat harta benda wakaf berdasarkan AIW atau
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan
sebagian hartanya yang berupa tanah milik, dan melembagakan untuk
selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya, sesuai dengan
ajaran Islam.1
Bila dicermati, pengertian wakaf yang dimaksud dalam PP No. 28 Tahun 1977
tersebut di atas, tentulah sangat sempit dan hanya terbatas pada wakaf tanah saja, dan
tidak mengherankan jika sebagian masyarakat mengangap bahwa seolah-olah hanya
tanah saja yang boleh diwakafkan.
Melalui undang-undang No.41 Tahun 2004 pasal (1) angka 1 disebutkan wakaf
adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingan guna keperluan ibadah dan kesejahteraan umum
menurut syari‟ah.2
Sementara dalam undang-undang No.41 Tahun 2004 juga disebutkan dalam
pasal (1) angka 5, harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan
lama atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syari‟ah
yang diwakafkan oleh wakif.3
Dari hal tersebut di atas dapat disebutkan bahwa uang, logam mulia, surat
berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa dan benda bergerak lainnya yang sesuai dengan ketentuan syari‟ah dan peraturan perundang-undangan
termasuk bagian dari benda wakaf.4
Sebagai sebuah tradisi, wakaf telah dikenalkan serta dipraktekkan masyarakat
dunia semenjak zaman Romawi Kuno, sebelum datangnya islam. Dalam sejarah
islam wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW berhijrah ke Madinah, pada tahun
kedua Hijriah. Sebagaian ulama berpendapat bahwa yang pertama kali melaksanakan
wakaf adalah Rasulullah SAW, yakni wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun
mesjid.5
Di Indonesia, wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama
Islam masuk Indonesia. Sebagai salah satu institusi keagamaan yang erat
hubungannya dengan sosial ekonomi, wakaf telah banyak membantu pembangunan
secara menyeluruh di Indonesia, baik dalam pembangunan sumber daya manusia
maupun dalam pembangunan sumberdaya sosial. Tak dapat dipungkiri, bahwa
3
Ibid. hal. 2 4
Murat Cizakca, Awqaf in History And Its Implications For Modern Islamic
Econoies, Islamic Economi Studies, (Jakarta : terjemahan, 1999), hal. 48 5
John L.Esposito, The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World,
sebagian besar rumah ibadah, perguruan islam, dan lembaga-lembaga islam lainnya
dibangun diatas tanah wakaf.6
Pengelolaan wakaf mengalami masa yang cukup panjang, paling tidak ada tiga
periode besar pengelolaan wakaf di Indonesia. Pertama, periode tradisional yaitu
dimana pada periode ini wakaf masih ditempatkan sebagai ajaran murni yang
dimasukkan dalam kategori ibadah mahdhoh (pokok) dimana hampir semua
benda-benda wakaf diperuntukkan untuk kepentingan pembangunan fisik. Kedua, periode
semi professional. Yaitu di mana pengelolaan wakaf yang kondisinya relative sama
dengan periode tradisional, namun pada masa ini sudah mulai dikembangkan pola
pemberdayaan wakaf secara produktif, meskipun belum maksimal. Ketiga, periode
professional, yaitu periode di mana potensi wakaf di Indonesia sudah mulai dilirik
untuk diberdayakan secara professional-produktif.7
Untuk memajukan dunia perwakafan di Indonesia, pemerintah melalui
Depertemen Agama berupaya menjalankan fungsi dan perannya memfasilitasi
pengembangan administrasi perwakafan di Indonesia sesuai dengan ketentuan
perkembangan masyarakat.8
6
Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Bunga Rampai Perwakafan, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, (tahun 2006), hal. 19
7
Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Bunga Rampai Perwakafan, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, (tahun 2006), hal. 20
8
Pada awalnya berdasarkan keputusan menteri agama Nomor 18 Tahun 1975
tentang susunan organisasi dan tata kerja depertemen agama bahwa urusan wakaf
merupakan bagian tugas sub direktorat pada direktorat urusan agama Islam. Pada
tahun 2001 berdasarkan keputusan menteri agama Nomor 1 tahun 2001 tentang
kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja
departemen agama yang tadinya wakaf termasuk zakat merupakan sub direktorat
urusan agama Islam kedudukannya diwakaf menjadi direktorat pengembangan zakat
dan wakaf dengan sub-sub direktorat: sub direktorat pemberdayaan zakat sub
direktorat bina lembaga pengelolaan zakat, sub Direktorat pemberdayaan wakaf, sub
direktorat bina lembaga pengelolaan wakaf, sub direktorat pengendalian dan evaliasi,
dan bagian tata usaha.9
Setelah disahkannya UU No.41 tahun 2004 oleh Presiden Republik Indonesia
DR. Susilo Bambang Yodhoyono Pada Tanggal 27 Oktrober 2004 dan pada tahun
2006 pemerintah memecah Direktorat Zakat dan Wakaf menjadi dua direktorat yang
berdiri sendiri, dilingkungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan
Peneyelenggaraan Haji yang didasarkan pada Peraturan Menteri Agama Nomor 3
tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama.10
Dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah No, 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik telah diatur bahwa
9
Departemen Agama RI, Peraturan Perwakafan Depag RI Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji Direktorat Urusan Agama Islam, (Jakarta : 1998), hal. 51
10
Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf (PPAIW), dan administrasi perwakafan diselenggarakan oleh Kantor Urusan
Agama Kecamatan.
Melihat kewenangan penyelenggaraan administrasi wakaf terdapat pada Pejabat
Pembuat Akta Ikrar Wakaf tingkat Kecamatan. Hal ini menjadi sebuah peninjauan
terhadap salah satu wilayah di Jakarta Selatan yaitu wilayah Kecamatan Kebayoran
Baru.
Melihat kondisi tanah perwakafan di Kecamatan Kebayoran Baru yang cukup
baik dengan jumlah 85 lokasi tanah wakaf, namun masih adanya kendala mengenai
tanah wakaf sehingga memunculkan sengketa tanah wakaf yang beberapa tahun ini
terjadi seperti pada wilayah tanah wakaf di Kelurahan Senayan, Kelurahan Petogogan
terhadap tanah wakaf Wan Syarifah, hal ini menarik perhatian terhadap tugas, peran
serta implementasi kewenangan PPAIW di Wilayah Kecamatan Kebayoran Baru
terhadap mekanisme pendaftaran tanah wakaf yang ada.
Tugas, Peran, Fungsi dan Kewenangan PPAIW dibebankan oleh Kepala Kantor
Urusan Agama Kecamatan, yang memiliki tugas Tugas dan fungsi Kantor Urusan
Agama Kecamatan, sesuai dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 517 tahun 2001
sebagai upaya meningkatkan kinerja dan pelayanan masyarakat dibidang perkawinan
dan pengembangan keluarga sakinah dipandang perlu melaksanakan penataan
Sesuai dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 517 tahun 2001, Kantor
Urusan Agama Kecamatan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kantor
Departemen Agama Kabupaten/Kota di bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah
kecamatan.(Bab I, Pasal 2)
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kantor Urusan
Agama Kecamatan menyelenggarakan fungsi:
a. Menyelenggarakan statistik dan dokumentasi;
b. Menyelenggarakan surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan, pengetikan
dan rumah tangga Kantor Urusan Agama Kecamatan;
c. Melaksanakan pencatatan nikah dan rujuk, mengurus dan membina masjid,
zakat, wakaf, baitul maal dan ibadah sosial, kependudukan dan
pengembangan keluarga sakinah sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan
Haji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.11
PPAIW adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat
Akta Ikrar Wakaf, hal ini lah yang tertuang dalam Pasal 1 angka 6 dalam UU No.41
tahun 2004.12
Melihat dari uraian tersebut menunjukan adanya suatu bentuk pendelegasian
Menteri kepada PPAIW terhadap sistem permulaan dari perwakafan, tentunya sangat
11
KMA 517 tahun 2001 Pasal 3 12
memiliki kewenangan yang cukup besar terhadap pendataan, maupun pengawasan
terhadap tanah wakaf yang telah di Ikrarkan.
Melihat kondisi ini jika dikatakan PPAIW hanya sebagai Pembuat Akta Ikrar
Wakaf lalu bagaimana sistem yang diterapkan oleh PPAIW dalam melaksanakan
Kewenangannya menurut Undang-undang atau hukum positif yang berlaku di
Indonesia terhadap tanah wakaf yang terletak di wilayah Kecamatan Kebayoran Baru.
Dari uraian di atas menarik perhatian penulis untuk dapat melakukan uji analisis
terhadap fungsi dan kewenangan yang telah dilaksanakan oleh PPAIW pada wilayah
Kecamatan Kebayoran Baru, dengan mengangkat judul skripsi Fungsi dan
Kewenangan PPAIW Terhadap Pendaftaran Tanah Wakaf (Studi Kasus PPAIW Kecamatan Kebayoran Baru)
B. Rumusan Masalah
Pemilikan harta benda mengandung prinsip atau konsep bahwa semua benda
hakikatnya milik Allah SWT. Kepemilikan dalam ajaran Islam disebut juga amanah
(kepercayaan), yang mengandung arti, bahwa harta yang dimiliki harus dipergunakan
sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Allah.
Untuk menjaga harta wakaf berupa benda tidak bergerak yaitu tanah. Tanah
tersebut harus didaftarkan kepada Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW),
sesuai dengan Undang-undang perwakafan, yang menyebutkan bahwa tugas PPAIW
Hal ini bertujuan agar tanah wakaf yang telah diserahkan oleh wakif atau pemilik
tanah kepada nadzir (pengelola tanah wakaf, dapat memiliki sebuah payung hukum
terhadap status tanah wakaf tersebut maupun setiap kegiatan yang berkaitan dengan
tanah wakaf tersebut agar dapat sesuai dengan syari'ah dan hukum positif yang
berlaku.
Namun dalam kenyataannya masyarakat masih sangat minim dalam pemahaman
terhadap sistem pendaftaran tanah wakaf yang telah diwakafkan oleh siwakif
sehingga ketika muncul sengketa tanah wakaf sulit menemukan payung hukum yang
dapat melindungi keberadaan tanah wakaf tersebut.
Adapun seharusnya tanah wakaf yang akan diwakafkan sebelumnya harus
didaftarkan kepada Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) sesuai dengan
dimana letak tanah wakaf tersebut berada. Hal ini bertujuan untuk menjaga dan
melakukan pengawasan dengan menerbitkan Akta Ikrar Wakaf (AIW) yang dibuat
oleh PPAIW.
Sehingga memunculkan suatu rumusan masalah yang menurut penulis perlu
untuk diketahui secara komprehensif.
1. Bagaimana fungsi dan kewenangan PPAIW terhadap pendaftaran tanah
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi PPAIW dalam melaksanakan
fungsi dan kewenangannya tehadap pendaftaran tanah wakaf di wilayah
Kecamatan Kebayoran Baru?
C. Tujuan Penelitian
Harapan dalam penggalian suatu analisis terhadap pejabat pembuat akta ikrar
Wakaf (PPAIW) khususnya pada wilayah kecamatan kebayoran baru, penulis
berusaha untuk mendapat mencapai suatu tujuan penelitian, yaitu:
1. Berusaha untuk menyelesaikan tugas akhir dan menggapai gelar sarjana S1 di
Universitas Islam Negeri pada fakultas syariah dan hukum.
2. Berusaha memberikan suatu sosialisasi secara umum kepada masyarakat
untuk dapat mengetahui:
a. Tugas, fungsi dan kewenangan PPAIW terhadap mekanisme pendaftaran
tanah wakaf.
b. Mengetahui mekanisme dan tata cara pendaftaran tanah wakaf.
3. Berupaya menemukan solusi terbaik terhadap factor-factor yang dapat
memberikan peningkatan terhadap tanah wakaf dan menemukan solusi
penanganan terhadap faktor-faktor penghambat dalam mekanisme pendaftaran
D. Metode penelitian
Karya tulis ini disusun dengan menggunakan suatu metode penelitian untuk
dapat mendukung keakurasian data serta keobjektifan mengenai masalah-masalah
yang akan penulis coba analisis terkait dengan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf.
Metode penelitian yang digunakan dengan metode Kuantitatif yaitu pengolahan
data dengan mengedepankan data statistik yang tersaji, adapun dalam melengkapi
karya tulis ini penulis menggunakan metode kutipan yang terambil dari beberapa
buku referensi, selain dari metode tersebut penulisan juga menggunakan metode
wawancara.
E. Sistematika Penulisan
Untuk dapat membantu dalam memudahkan penulis menyajikan analisis, sekripsi
ini tersusun dengan sistematika sebagai berikut:
Bab pertama berisikan : pendahuluan, latar belakang, rumusan masalah tujuan
penelitian, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan
Bab kedua menjelaskan : Wakaf menurut Fiqih dan Hukum Positif, Pengertian
Wakaf dan dasar Hukum Wakaf, Rukun dan Syarat Perwakafan, Peruntukan Tanah
Wakaf .
Bab ketiga menjelaskan : Mekanisme pendaftaran tanah wakaf, pengertian
bersertifikat yang berstatus hak guna bangunan dan hak pakai, proses pendaftaran
tanah yang sudah bersertifikat, proses tanah hak milik yang belum bersertifikat (bekas
tanah hak milik) ,tanah yang belum ada haknya (yang dikuasai/tanah negara)
Bab empat menjelaskan : Profil KUA kecamatan kebayoran baru, Faktor dan
penghambat pencatatan tanah wakaf, fungsi dan kewenangan PPAIW terhadap
pendaftaran tanah wakaf pada PPAIW kecamatan kebayoran baru, faktor-faktor yang
menjadi keberhasilan dan hambatan sebagai mekanisme pendaftaran tanah wakaf,
analisis penulis
BAB II
WAKAF MENURUT FIQIH DAN HUKUM POSITIF
A. Pengertian Wakaf Dan Dasar Hukum Wakaf
1. Pengertian Wakaf
Kata wakaf atau “waqf” berasal dari bahasa arab “waqafa”. Asal kata waqafa
berarti “menahan”. Kata “waqafa-yaqifu-waqfan” sama artinya dengan “habasa
-yahbisu-tahbisan.13
Istilah wakaf didalam syarah, yaitu menahan suatu harta yang boleh
dimanfaatkannya dengan syarat kekal zatnya, yang dilarang tasharuf (tindakan) pada
zatnya itu, dibelanjakannya pada jalan kebijakan untuk tujuan taqarrub (pendekatan
diri) kepada Allah ta‟ala.14
1. Menurut istilah ahli fiqih
Para ahli fikih berpendapat mendefinisikan wakaf menurut istilah, sehingga
mereka berbeda dalam memandang hakikat wakaf itu sendiri.berbagai pandangan
tentang wakaf menurut istilah sebagai berikut:
13
Drs. H. Suparman usman,SH. Hukum Perwakafan di Indonesia, (Darul
ulum press, 1999), hal. 7 14
Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf, Fiqih Wakaf, Direktorat
a. Abu Hanifah
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap miliki siwakif
dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan.
b. Mazhab Maliki
Mazhab maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang di
wakafkan dari pemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif
melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta
tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan
manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya.
c. Mazhab Syafi‟i dan Ahmad bin Hambal
Syafi‟I dan ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan.
Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan.
Seperti : perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya kepada yang lain, baik
dengan tukaran ataupun tidak.
d. Mazhab Lain
Mazhab lain sama dengan mazhab ketiga namun berbeda dari segi
kepemilikan atas benda yang diwakafkan yaitu menjadi milik mauquf „alaih
suatu tindakan atas benda wakaf tersebut, baik menjual atau
menghabiskannya.15
Definisi wakaf menurut etimologis atau lughat yang bermakna menahan harta
dan memanfaatkan hasilnya dijalan Allah atau ada juga yang bermaksud
menghentikan seperti telah d sebutkan di atas. Menghentikan manfaat keuntungan
dan diganti untuk amal kebaikan sesuai dengan tujuan wakaf. Menghentikan segala aktifitas yang pada mulanya diperbolehkan terhadap harta („ain benda itu), seperti
menjual, mewariskan menghibahkan mentransaksikanya, maka setelah dijadikan
harta wakaf, tidak boleh tidak, hanya untuk keperluan agama semata, bukan untuk
keperluan siwakif atau individual lainnya.
2. Menurut hukum positif
Ada beberapa pengertian tentang wakaf yang dirumuskan oleh hukum positif
yang mengatur masalah perwakafan, baik itu berupa UU, PP, maupun Kompilasi
Hukum Islam atau KHI.
a. Menurut PP No. 28 tahun 1977 pasal 1 (1)
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan
15
melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan peribadatan atau
keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam16
b. Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Perbuaatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk
selama-lamanya guna kepentingan ibadah dan keperluan umum lainnya sesuai
dengan ajaran Islam.17
c. Menurut undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna
kepentingan ibadah dan / atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Diuraikan dalam hukum positif Indonesia yang mengatur masalah wakaf
khususnya, seperti redaksional dari pengertian wakaf itu tidak jauh berbeda, baik itu
yang ada di PP, Inpres, KHI, maupun UU No.41 tahun 2004 itu sendiri, baik itu dari
segi makna dan tujuan dari wakaf itu sendiri.
16
Idijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek,
(Jakarta : PT Raja Grapindo persada, 2002), hal. 26
17
Hal ini terjadi dikarenakan sumber pengambilan rujukan mengenai wakaf
memang berasal kitab-kitab klasik ulama mazhab, dan memang semua peraturan
mengenai perwakafan yang ada di Indonesia sumber pengambilan rujukannya
bersumber dari Hukum Islam yang terpetakan dalam berbagi mazhab fiqih.
Dapat disimpulkan dari defenisi diatas pada dasarnya mengandung makna yang
sama yaitu eksistensi benda wakaf itu harus bersifat tetap, artinya biarpun faedah atau
manfaat benda itu diambil, zat benda itu masih tetap ada selamanya, sedangkan hak
pemiliknya berakhir, tidak di jual, di wariskan, di hibahkan.
2. Dasar Hukum Wakaf
a. Al-Qur‟an
“ Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan
Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”(QS : Ali imran : 92)
“ Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu
Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”. (QS : Al An‟am : 165).
b. Hadits
ع
با
ر ر
ا
ل سر
ها
ص
ها
س
لاق
:
ا ا
ا
با
ا
عطق ا
ع
اا
اث
:
ق ص
راج
,
ا
ع
ع
ب
,
ا
ل
حلاص
ل ع
(
ا ر
س
.)
“Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya kecuali tiga perkara, shadaqah jariyah,
ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya” (HR. Muslim).18
ع
با
ر ع
لاق
:
لاق
ر ع
ل
ص
ها
ع
س
ا
ئاا لا
س
لا
ر ب
ل
بصا
اا
طق
بجعا
لا
ا
را ق
ا
صتا
ا ب
,
لاقف
لا
ص
ها
ع
س
:
س حا
ا صا
ل س
ا تر ث
(
ا ر
را لا
س
)
18Artinya : Dari Ibnu Umar, Ia berkata : “Umar mengatakan kepada Nabi Muhammad saw,
saya mempunyai seratus dirham saham di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta
yang paling saya kagumi seperti itu, tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi saw,
mengatakan kepada Umar : tahanlah (jangan di jual, hibah atau wariskan) asal (pokok) dan
jadikan buahnya sedekah untuk sabilillah. (HR. Bukhari dan Muslim).19
c. Dasar hukum yang mengatur perwakafan di Indonesia
Peraturan wakaf di Indonesia diatur dalam berbagai peraturan dalam Perundang-undangan.
1. Undang-undang pokok agraria nomor 5 tahun 1960, pada pasal 5, pasal 14 ayat 1 dan
pasal 49 memuat rumusan-rumusan antara lain sebagai berikut.
a. Pasal 5 UUPA menyatakan bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan
ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan
kepentingan Nasional dan Negara.
Segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum
agama.
Dalam rumusan pasal ini telah jelas bahwa hukum adat yang menjadi dasar
hukum agraria Indonesia, yaitu hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam
bentuk undang-undang republik Indonesia bahwa di sana sini mengandung unsur
agama yang di revisi dalam lembaga hukum adat, khusus nya lembaga wakaf.
b. Pasal 14 ayat 1 menyatakan bahwa pemerintah dalam rangka sosialisme
Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan, dan
penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung
19
di dalamnya untuk keperluan Negara, untuk keperluan peribadatan dan keperluan
suci lainya sesuai dengan dasar ketuhanan yang maha Esa.
c. Pasal 49 UUPA menyatakan bahwa hak tanah-tanah badan keagamaan dan sosial
sepanjang dipergunakan untuk dalam usaha dalam bidang keagamaan sosial telah
diakui dan di lindungi. Badan-badan tersebut di jamin akan memperoleh tanah
yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.
Oleh karena itu, perwakafan tanah di atur dalam PP No. 28 tahun 1977.
2. Peraturan pemerintah Nomor 28. Tahun 1977.
Peraturan ini dikeluarkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum mengenai
tanah wakaf secara pemanfaatannya sesuai dengan tujuan wakaf.
3. Peraturan mentri agama Nomor 1 Tahun 1978
Peraturan ini dikeluarkan sebagai perincian terhadap PP No.28 tahun 1977 tentang
tata cara perwakafan tanah milik, antara lain akta ikrar wakaf, hak dan kewajiban
nazir, perubahan perwakafan tanah milik, pengawasan dan bimbingan, penyelesaian
perselisihan wakaf, serta biaya perwakafan tanah milik.
4. Intruksi bersama mentri agama Republik Indonesia dan kepala badan pertanahan
nasional nomor 4 tahun 1990 , nomor 24 tahun 1990 tentang sertifikasi tanah wakaf.
5. Badan pertahanan Nasional Nomor 630.1-2782 tentang pelaksanaan pensertifikasian
tanah wakaf.
6. Intruksi presiden Nomor 1 tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam
Hukum mengenai perwakafan sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam
pada dasarnya sama dengan hukum perwakafan yang telah diatur dalam
pengembangan dan penyempurnaan terhadap materi perwakafan yang ada pada
perundang-undangan sebelumnya.20
B. Rukun Dan Syarat Wakaf
1. Rukun Wakaf
Meskipun para pakar Hukum Islam berbeda pendapat dalam merumuskan defenisi
wakaf, namun mereka sepakat dalam menentukan rukun wakaf, tanpa ada nya rukun-rukun
sesuatu tidak akan berdiri tegak. Wakaf sebagai satu lembaga Islam mempunyai beberapa
rukun. Tanpa ada rukun-rukun yang ditetapkan, wakaf tidak dapat berdiri atau tidak sah.
Adapun unsur-unsur atau rukun wakaf menurut sebagian besar ulama dan fiqih Islam,
telah dikenal ada 6 (enam) rukun atau unsur wakaf adalah seperti diuraikan dibawah ini:
a. Orang yang berwakaf
Yang di maksud dengan wakif adalah pemilik harta benda yang melakukan perbuatan
hukum (yang menyerahkan harta bendanya).menurut para pakar hukum Islam, suatu
wakaf dianggap sah dan dapat dilaksanakan apabila wakif kecakapan untuk
melakukan (tabarru) yakni melepas hak milik dengan ikhlas tanpa mengharapkan
imbalan materil. Artinya mereka telah dewasa (baligh), berakal sehat, tidak dibawah
pengampuan dan tidak karena terpaksa berbuat.
b. Benda yang diwakafkan (mauquf)
20
Mauquf dipandang sah apabila merupakan harta bernilai, tahan lama dipergunakan,
dan hak milik wakif murni. Benda yang dwakafkan dipandang sah apabila memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut, pertama: Benda harus memiliki nilai guna, tidak sah
hukumnya sesuatu yang bukan benda. Kedua: Benda tetap atau benda bergerak,
secara garis besar yang dijadikan sandaran golongan syafi‟iyyah dalam mewakafkan
hartanya dilihat dari kekekalan fungsi atau manfaat dari harta tersebut,baik berupa
barang tak bergerak, barang bergerak maupun barang kongsi (milik bersama). Ketiga:
benda yang diwakafkan harus tertentu (diketahui) ketika terjadi akad wakaf.
Keempat: benda yang diwakafkan benar-benar telah menjadi milik tetap (al-milk
at-tamm) si wakif (orang yang mewakafkan) ketika terjadi wakaf.
c. Tujuan/tempat di wakafkan harta itu adalah penerima wakaf (mauquf‟ alaih)
Mauquf‟ alaih tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah, hal ini disesuaikan
dengan sifat amalan wakaf sebagai salah satu bagian dri ibadah.
d. Pernyataan /lafaz penyerahan wakaf (sighat) ikrar wakaf
Sighat lafaz atau pernyataan wakaf dapat dikemukakan dengan tulisan, lisan atau
dengan suatu isyarat yang dapat dipahami maksudnya. Setiap pernyataan /ikrar wakaf
dilaksanakan oleh wakif kepada nazir dihadapan pejabat pembuat ikrar wakaf
(PPAIW) dengan dilaksakan oleh 2 (dua) orang saksi. Pejabat pembuat ikrar wakaf
(PPAIW) berdasarkan peraturan mentri agama No. 1 tahun 1979 maka kepada kantor
urusan agama (KUA) ditunjuk sebagai PPAIW untuk administrasi perwakafan
diselenggarakan oleh kantur urusan agama kecamatan. Ada pengelola wakaf (Nazhir)
Nazir wakaf adalah orang yang memegang amanat untuk memelihara dan
Undang-Undang No. 41 tahun 2004, tugas dari nazir meliputi. Pertama: melakukan
pengadministrasian harta benda wakaf. Kedua: mengelola dan mengembangkan harta
benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan keperuntukannya. Ketiga: mengawasi
dan melindungi harta harta benda wakaf. Keempat: melaporkan pelaksanaan tugas
kepada Badan Wakaf Indonesia.
e. Ada jangka waktu yang tak terbatas
Dalam pasal 215 Kompilasi Hukum Islam bahwa wakaf adalah perbuatan hukum
seseorang atau kelompok orang yang memisahkan sebagian benda miliknya dan
melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan
umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Maka berdasarkan pasal diatas wakaf
sementara adalah tidak sah, sedangkan dalam pasal 1 Undang-undang no 41 tahun
2004 dinyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan
atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan kesejahteraan umum menurut syariah maka berdasarkan pasal diatas wakaf
sementara diperbolehkan asalkan sesuai dengan kepentingannya.21
2. Syarat-Syarat Wakaf
Pelaksanaan wakaf dianggap sah bila terpenuhi syarat-syarat wakif pada pewakaf,
benda yang diwakafkan, pihak penerima wakaf, dan perkataan yang diucapkan saat wakaf.
a. Wakif
21
Orang yang mau memberikan harus memiliki kecakapan hukum dan dia bisa
dikatakan memiliki kecakapan hukum jika memenuhi 4 syarat yaitu:
1. Berakal
Tidak sah jika wakaf diberikan oleh orang gila, karena dia tidak berakal tidak
pula dapat membedakan sesuatu dan dia tidak layak untuk melakukan
kesepakatan (akad) dan aturan. Demikian juga wakaf orang lemah mental (idiot),
berubah akal, karena faktor usia, sakit atau kecelakaan, hukumnya tidak sah
karena akalnya tidak sempurna dan tidak cakap menggugurkan hak miliknya.
2. Merdeka
Wakaf yang dilakukan oleh seorang budak (hamba sahaya) tidak sah, karena
wakaf adalah pengguguran hak hak milik itu kepada orang lain.
3. Dewasa (baliqh)
Wakaf yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa (baliqh), hukumnya tidak
sah karena ia dipandang tidak cakap melakukan akad dan tidak cakap pula untuk
menggugurkan hak milik.
4. Tidak berada di bawah pengampuan (boros/lalai)
Orang yang berada di bawah pengampuan dipandang tidak cakap untuk membuat
kebaikan (tabarru‟), maka wakaf yang dilakukan hukumnya tidak sah.22
b. Mauquf (benda diwakafkan)
22
Harta wakaf diisyaratkan merupakan harta yang mempunyai nilai, milik wakif dan
dapat tahan lama dalam peggunaannya. Selain itu, objek wakaf harus kepunyaan
yang mewakafkan, walaupun musya (bercampur dan tidak dapat dipisahkan dengan
lain).
Adapun Syarat-syarat harta yang diwakafkan diantaranya adalah:
1. Benda yang diwakafkan harus bernilai ekonomis, tetap zatnya dan boleh
dimanfaatkan menurut ajaran Islam dalam kondisi apapun.
2. Benda yang diwakafkan harus jelas wujudnya dan pasti batas-batasnya.
3. Harta yang diwakafkan itu harus benar-benar kepunyaan wakif secara sempurna,
artinya bebas dari segala beban.
4. Benda yang diwakafkan harus kekal.
c. Mauquf „ alaih (yang diberikan wakaf)
Syarat Mauquf „ alaih adalah Qurbat atau mendekatkan dari pada allah SWT.
d. Sighat (pernyataan pemberi wakaf)
Adapun syarat-syarat sighat antara lain adalah:
1. Sighat wakaf itu harus mengandung kepastian
2. Sighat itu harus tidak diikat sebagai syarat yang batil
3. Sighat itu harus mengandung arti tegas dan tidak boleh ditinggalkan untuk masa
yang akan datang, sebab wakaf itu mengandung ketentuan pemindahan dalam
C. Peruntukan Tanah Wakaf
Pembentukan wakaf dan pertumbuhannya yang berkembang sangat pesat dalam
Islam serta pemeliharaannya yang baik, telah menjadikan aset wakaf berlimpah.
Wakaf yang jumlahnya melimpah ini berasal dari berbagai jenis wakaf, berbagai
macam bentuk, tujuan dan targetnya, substansi ekonominya, serta bentuk wakaf
berdasarkan jenis wakifnya atau bentuk manajemennya.
Dalam sejarah pelaksanaan wakaf, yang terpenting dalam macam-macam wakaf
adalah wakaf berdasarkan tujuannya. Sejak dulu, umat Islam dikenal kreatif dalam
menciptakan tujuan-tujuan baru wakaf yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Kemudian setelah itu, wakaf berkembang sangat luas, sekalipun pertamanya
untuk tujuan kekerabatan, namun tidak berapa lama berkembang menjadi wakaf
social atau umum. Realita ini telah menjadikan wakaf sebagai lembaga sosial yang
sangat besar dan turut membantu pemerintah dalam merealisasikan agenda
kemasyarakatan baik di perkotaan maupun di pedesaan. Adapun wakaf ditinjau
dalam tujuannya adalah sebagai berikut;23
1. Wakaf air minum. Wakaf ini termasuk di antara tujuan wakaf yang pertama
dalam Islam dan tercermin dalam wakaf Usman bin Affan Radhiyallahu anhu
yang berupa sumur Raumah.
23
DR. Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif”Khalifa, (Jawa Timur :
2. Wakaf sumur dan sumber mata air dijalan-jalan yang biasa menjadi lalu lintas
jamaah haji yang datang dari Iraq, Syam, Mesir dan Yaman, serta kafilah yang
berpergian menuju India dan Afrika.
3. Wakaf Jalan dan jembatan untuk memberi pelayanan umum kepada
masyarakat.
4. Wakaf khusus bantuan fakir miskin dan orang-orang yang sedang bepergian.
5. Wakaf pembinaan sosial bagi mereka yang membutuhkan.
6. Wakaf sekolah dan universitas serta kegiatan Ilmiah lainnya.
7. Wakaf asrama pelajar dan mahasiswa.
8. Wakaf pelayanan kesehatan.
9. Wakaf pelestarian lingkungan.
Dalam perkembangan dinamika saat ini yang lebih mengenalkan terhadap fungsi
wakaf yang lebih baik, dengan mengedepankan system wakaf produktif, peruntukan
wakaf yang terlihat saat ini di Indonesia, wakaf digunakan sebagai24;
1. Penggunaan wakaf sebagai sarana ibadah sepeti Musholla dan masjid.
2. Penggunaan wakaf sebagai sarana sosial umum, seperti, yayasan pendidikan
dari tingkat Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah dasar hingga perguruan
tinggi, yayasan sosial seperti yatim-piatu, panti jompo dan fungsi umum
lainnya.
24
Direktorat Pengembangan Zakat dan wakaf “Fiqih Wakaf” (Jakarta :
Dengan demikian, wakaf dan segala manfaatnya, telah memainkan peranan yang
sangat penting dalam pembangunan masyarakat muslim sepanjang sejarah. Hal
tersebut tidak terlepas dari inti ajaran yang terkandung dalam wakaf itu sendiri, yakni
semakin banyak manfaat harta wakaf dinikmati orang, maka semakin besar pula
pahala yang mengalir kepada pihak yang berwakaf (wakif).25
25
BAB III
GAMBARAN UMUM MENGENAI MEKANISME PENFTARAN TANAH
WAKAF
A. Pengertian Pendaftaran Tanah
Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu
permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali. Pengertian tanah diatur dalam pasal 4 UUPA dinyatakan sebagai berikut.”atas dasar hak menguasai dari Negara
sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas
permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh
orang-orang, baik sendri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan
hukum”.
Maka permukaan bumi sebagai bagian dari tanah yang dapat dihaki oleh setiap
orang atau badan hukum. Persoalan hukum yang dimaksud adalah persoalan yang
berkaitan dengan dianutnya asas-asas yang berkaitan dengan hubungan antara tanah
dengan tanaman dan bangunan yang terdapat diatasnya.26
Pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan, yang dilakukan oleh Negara/
pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau
data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada diwilayah-wilayah tertentu,
pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka
memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, termaksud penerbitan
tanda buktinya dan pemeliharaannya.
Penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam masyarakat modern merupakan tugas
Negara yang dilaksanakan oleh pemerintah bagi kepentingan rakyat, dalam rangka
memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Sebagian kegiatan yang
berupa pengumpulan data fisik tanah yang haknya didaftar, dapat ditugaskan kepada
swasta. Tetapi untuk memperoleh kekuatan hukum, hasilnya memerlukan pengesahan
pejabat pendaftaran yang berwenang, karena akan digunakan sebagai data bukti.27
Pendaftaran tanah merupakan persoalan yang sangat penting dalam UUPA,
karena pendaftaran tanah merupakan awal dari proses lahirnya sebuah bukti
kepemilikan hak atas tanah. Pentingnya persoalan pendaftaran tanah tersebut
sehingga UUPA memerintahkan kepada pemerintah untuk melakukan pendaftaran
tanah diseluruh wilayah Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 19
UUPA dinyatakan sebagai berikut.
a. Untuk menjamin kepastian hukum, oleh pemerintah diadakan pendaftaran
tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan
yang diatur dengan peraturan pemerintah.
b. Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah
Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
Pemberian surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat
c. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan demikian dengan mengingat
keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas social ekonomi
serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Mentri
Agraria.
d. Dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan
pendaftaran tanah termaksud dalam ayat (1) diatas dengan ketentuan
bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya
tersebut.28
Kegiatan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama
kali dan kegiatan pemeliharaan data yang tersedia. Pendaftaran tanah yang pertama
kali (initial registration) meliputi 3 (tiga) bidang kegiatan yaitu:
1. Bidang fisik atau teknis kadastral
2. Bidang yuridis dan
3. Penerbitan dokumen tanda bukti hak
Pendaftaran untuk pertama kali adalah kegiatan mendaftar utuk pertama kalinya
sebidang tanah yang semula belum didaftar menurut ketentuan peraturan pendaftaran
28
tanah yang bersangkutan. Pendaftaran tanah menggunakan sebagai dasar obyek
satuan-satuan bidang tanah yang d sebut persil, yang merupakan bagian-bagian
permukaan bumi tertentu yang berbatas dan berdimensi dua, dengan ukuran luas yang
umumnya dinyatakan dalam mater persegi.
Kegiatan Pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration) dapat
dilakukan 2 (dua) cara yaitu:
1. Secara sistematik
Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak, yang meliputi semua
obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian
wilayah suatu desa atau kelurahan.
2. Secara sporadik
Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah
dalam wilayah atau bagian wilayah satu desa atau kelurahan secara
individual atau missal, yang dilakukan atas permintaan pemegang atau
penerima hak atas tanah yang bersangkutan.
Tanah yang diwakafkan harus merupakan tanah hak milik atau tanah milik yang
sengketa, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 4 peraturan pemerintah No.
28/1977
Pendaftaran dan pencatatan perwakafan tanah hak milik:
1. Semua Tanah yang diwakafkan sebagaimana yang dimaksud dalam
pengertian tanah yang diwakafkan diatas harus di daftarkan kepada kantor sub
direktorat agraria kabupaten/kotamadya setempat.
2. PPAIW berkewajiban untuk mengajukan permohonan pendaftaran kepada
kantor sub direktorat agraria kabupaten/kotamadya setempat atas tanah-tanah
yang telah dibuatkan akta ikrar wakaf.
3. Permohonan pendaftaran perwakafan tanah hak milik tersebut pada pengetian
diatas harus disampaikan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 bulan
sejak dibuatnya akta ikra wakaf.
Permohona pendaftaran perwakafan tanah-tanah milik yang belum terdaftar
dikantor sub direktorat agraria kabupaten/kotamadya atau belum ada sertifikatnya,
dilakukan bersama-sama dengan permohonan pendaftaran haknya kepada kantor sub
dorektorat agraria kabupaten/kotamadya setempat menurut ketentuan peraturan
pemerintah No. 10 tahun 1961.29
29
B. Fungsi dan Tujuan Pendaftaran Tanah
Pendaftaran yang berisikan sejumlah dokumen yang berkaitan merupakan
sejumlah rangkaian dari proses dari yang mendahuluinya sehingga sesuatu bidang
tanah terdaftar, dan demikian pula prosedur apa yang harus dilaksanakan dan
demikian pula hal-hal yang menghalangi pendaftaran tersebut ataupun
larangan-larangan bagi para pejabat yang bertanggung jawab dalam pendaftaran tanah tersebut.
Pendaftaran ini melalui sesuatu ketentuan yang sangat teliti dan terarah sehingga
tidak mungkin asal saja, lebih-lebih lagi bukan tujuan pendaftaran pendaftaran
tersebut untu sekedar diterbitkannya bukti pendaftaran tanah saja. (sertifikat hak atas
tanah)
Dalam ketentuan dari PP 24 tahun 1997 maka dikatakan adanya panitia ajudikasi
yang akan menilai dilapangan bukti-bukti hak dari yang dipegang oleh pemiliknya.
Pendaftaran tanah menurut PP 24 tahun 1997 pasal 3 menyatakan sebagai berikut:
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak
lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.30
Fungsi dibidang pendaftaran tanah, Sesuai dengan pasal 22 keputusan kepala
badan pertahanan Nasional, No, 1 tahun 1989 tertanggal 31 januari 1989, maka badan
pengukuran dan pendaftaran tanah mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Menyiapkan dan melakukan identifikasi dan pengukuran untuk keperluan
kerangka dasar kadasteral pendaftaran desa demi desa pengukuran sporadis
dan pemeliharaan peralatan.
b. Menyiapkan dan melaksanakan analisa perhitungan penggambaran dan
pemetaan berdasarkan hasil pengukuran kerangka dasar kadasteral,
pendaftaran desa demi desa dan pengukuran sporadis serta memberikan
bimbingan analisa perhitungan dan pemetaan.
c. Mengumpulkan bahan-bahan untuk penyusunan sistem informasi pertanahan,
memberikan bimbingan pelaksanaan tata pendaftaran dan tata usaha
pendaftara tanah dan menyiapkan surat
d. keputusa pengakuan hak atas tanah adat.
e. Memberikan bimbingan dalam pelaksanaan peralihan hak pembedaan hak,
petunjuk penyelesaian permasalahan Pendaftaran Tanah dan penyiapan saran
30
yang berhubungan dengan tugas pendaftaran serta memberikan mimbingan
dan menyiapkan bahan penelitian pelaksanaan tugas pejabat pembuat akta
tanah (PPAT).
Maka bimbingan pengukuran dan pendaftaran tanah, mempunyai tugas kordinasi,
menyusun program dan memberikan bimbingan, pengendalian dan pelayanan di
bidang pengukuran dan pendaftaran tanah.31
C. Proses Pendaftaran Tanah yang Bersetifikat yang Bersetatus Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai
1. Hak guna bangunan
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas
tanah yang bukan miliknya sendri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
Dengan demikian hak guna bangunan adalah suatu hak memberikan wewenang
kepada pemegangnya untuk dapat mendirikan bangunan diatas tanah yang bukan
miliknya sendri. Hak guna bangunan diatur dalam pasal 35-40 UUPA. Yaitu:
a. Pendaftaran hak guna bangunan
Hak guna bangunan termasuk syarat-syarat pemberiannya juga setiap
peralihan dan hapusnya hak guna bangunan harus di daftarkan menurut
ketentuan pemerintah. Pendaftaran ini merupakan alat pembukti yang kuat
mengnai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan hakguna
31
bangunan, kecuali dalam hal hak guna bangunan tersebut hapus karena
jangka waktunya berakhir.32
Hak guna bangunan merupakan salah satu hak-hak atas tanah yang bersifat
primer, selain hak milik, hak guna usaha, dan hak pakai atas tanah. Perkembangan
hak guna bangunan merupakan hak primer yang mempunyai peranan penting kedua,
setelah hak guna usaha setelah hak guna usaha.
Begitu pentingnya hak guna bangunan, maka pemerintah mengaturnya lebih
lanjut dalam peraturan pemerintah No 40 tahun 1996 mengatur hak guna bangunan
ini, seiring dengan pesatnya pembangunan perumahan , baik yang dibangun oleh
pemerintah maupun pihak suwasta. Oleh karena itu, dalam perkembangan
pembangunan perumahan atau gedung yang semakin marak akhir-akhir ini, objek
tanah yang dijadikan sasaran ada tiga, yaitu: Tanah Negara, Tanah Hak Pengelolaan,
dan Tanah Hak Milik (Pasal 21).
Salah satu yang paling mendasar dalam memberikan hak guna bangunan adalah
menyangkut adanya kepastian hukum mengenai jangka waktu pemberiannya.
Sehubungan dengan pemberian perpanjangan jangka waktu apabila hak guna
bangunan telah berakhir, maka hak guna bangunan atas tanah Negara, atas
permintaan pemegang haknya dapat diperpanjang atau diperbaharui, dengan
memenuhi syarat-syarat sebagai mana yang diatur dalam pasal 26 sebagai berikut:
32
a. Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan
tujuan pemberian hak tersebut.
b. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang
hak.
c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagaimana disebutkan dalam pasal
19.
d. Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang
bersangkutan.33
Dari berbagai masalah yang menyangkut tentang hak yang berada di atas tanah
terdapat hak guna bangunan. Dalam pemberian hak guna bangunan ini, dapat saja
tanah ini milik orang lain atau dengan kata lain, bangunan ini berdiri bukan di atas
tanah yang secara yuridis miliknya.
b. Pemegang hak guna bangunan
Dan suatu pemilikan hak di atas tanah orang lain yang bukan untuk usaha
pertanian. Dalam kaitan hak guna bangunan ini yang dapat mempunyai atau
siapa yang berhak mempunyai hak guna bangunan ini adalah sebagai berikut:
a. Warga Negara Indonesia.
33
b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia(pasal 36 ayat 1 undang-undang pokok
agraria)
Hanya warga Negara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak guna bangunan
ini, dan disini terlihat bahwa prinsip nasional tetap dipertahankan, sehingga orang
yang bukan warga Negara Indonesia hanya dapat mempunyai hak seperti yang
ditentukan pada huruf b diatas yaitu badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, oleh karena orang atau badan hukum yang
mempunyai hak guna bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai
pemegang hak, dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan
hak guna bangunan itu kepada orang lain yang memenuhi syarat. Dan ketentuan itu
juga berlaku terhadap pihak yang memperoleh hakguna bangunan, jika dia tidak
mempunyai syarat tersebut. Jika hak guna bangunan yang bersangkutan tidak
dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut di atas, hak itu hapus karena
hokum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah (pasal 36 ayat 2
undang-undang pokok agraria).
Dalam rangka pemberian hak dapat saja terjadi, karena konversi yang telah di
keluarkan, yaitu peraturan mentri dalam negeri nomor 1 tahun 1977 tentang tata cara
permohonan dan pemberian hak atas bagian-bagian tanah hak pengelohaan serta
BTU. 3/692/3/1977 yang ditunjukkan kepada Gubernur kepala daerah Tk. 1 seluruh
Indonesia sebagai pedoman pelaksanaan atas peraturan mentri dalam negeri No. 1
tahun1977 diatas, tentang tata cara permohonan dan penyelesaian pemberian hak atas
bagian-bagian tanah hak pengolahaan serta pendaftaran. Karena pemerintah
menyadari sepenuhnya bahwa pengembangan hasil-hasil pembangunan yang telah
dicapai akan memerlukan penyediaan tanah yang sangat luas, oleh karena setiap
jengkal tanah harus dimanfaatkan secara efisien dengan dilandasi asas-asas tata guna
tanah.34
2. Hak pakai
Hak pakai adalah hak untuk mengunakan dan/atau memungut hasil dari tanah
yang langsung dikuasai oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang member
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam putusan pemberiannya oleh pejabat
yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya,
yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala
sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA.35 Hak pakai diatur
dalam pasal 41-43 UUPA. Yaitu:
34
[image:49.612.108.534.56.424.2]Soedharyo Soimin, SH,. Status Hak dan Pembebasan Tanah,(Jakarta: Sinar Grafika. 2008), hal. 23
35
1. Ciri-ciri hak pakai
Pemberian atas hak tentuan melihat status, sejauh manakah hak itu akan
diberikan dengan melihat kegunaan dan manfaat dari pada penerimaan hak itu,
walupun kita tahu bahwa hak-hak atas tanah apa pun yang melekat diatasnya
mempunyai fungsi sosial, hak pakai misalnya adalah merupakan salah satu hak yang
diatur dalam hukum agraria yang juga mempunyai fungsi sosial, yang artinya apabila
kepentingan umum lebih menghendakidapat saja haknya dicabut. Pengertian hak
pakai dalam rangka pemilikan tanah yang dikenal di dalam undang-undang pokok
agararia, dimana Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil
dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain yang
memberikan wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian
sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah. Segala sesuatu asal tidak
bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang pokok agraria
(pasal 41 ayat 1 undang-undang pokok agraria). Maka pemberian hak pakai atas tanah
itu hanya dapat diberikan:
a. Selama jangkau waktu yang tertentu dan selama tanahnya dipergunakan untuk
keperluan yang tertentu.
b. Dengan Cuma-Cuma dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apa
pun.
d. Hak pakai diberikan atas tanah yang dikuasai oleh Negara maupun tanah milik
seseorang atau badan hukum
e. Pemberian Hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung
unsur-unsur pemerasa.
2. Pemegang hak pakai
Dengan pengertian hak pakai atas tanah, kepada siapa saja dapat diberikan
akan tetapi secara tegas hak pakai ini hanya dapat diberikan kepada:
a. Warga Negara Indonesia
b. Orang-orang yang berkedudukan di Indonesia
c. Badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia
d. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia
Maka jelas bahwa hak pakai ini hanya boleh dipunyai oleh warga Negara
Indonesia saja atau orang-orang asing yang menjadi penduduk Indonesia atau badan
hukum yang mempunyai perwakilan di Indonesia serta perwakilan-perwakilan
Negara-negara sahabat dapat pula diberikan hak pakai.36
36
[image:51.612.114.539.57.461.2]3. Terjadinya hak pakai
Terjadinya hak pakai terbagi 2 sesuai dengan siapa yang memberikan hak
pakai tersebut, yaitu:
a. Diatas tanah Negara yaitu terjadi sesuai dengan keputusan pejabat yang
berwenang untuk memberikan hak pakai atas tanah Negara
b. Diatas tanah milik orang lain yaitu terjadi karena perjanjian yang bersifat
autentik, yang bermaksud menimbulkan hak pakai, antara pemilik tanah
dan orang yang akan memperoleh hak pakai itu
4. Peralihan dan berakhirnya hak pakai
Peralihan hak pakai atas tanah yang dikuasai langsung oleh Negara hanya
dapat dilakukan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang. Sedangkan
hak pakai atas tanah hak milik hanya dapat diliahatkan kepada pihak lain jika hal itu
dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkuta. Karena jangka waktu
berlangsungnya hak pakai adalah tertentu, maka hak pakai berakhir sesuai dengan
waktu yang ditentukan dalam surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan
hak pakai ataupun perjanjian yang dilakukan antara pemilik tanah dengan pihak yang
memproleh hak pakai.37
37
D. Proses Pendaftaran Tanah yang Sudah Bersertifikat.
Hal yang sangat penting dalam hukum untuk membuktikan adanya suatu hak atas
tanah adalah dengan melakukan pendaftaran atas tanah tersebut. Pendaftaran tanah
maksudnya adalah meminta kepada kantor badan pertahan nasional agar tanah yang
dimiliki atau dikuasai oleh seseorang atau badan hukum dicatat identitasnya dikantor
badan pertanahan nasional dan kepada pemegang hak yang sah diberikan sertifikat
tanah. Dalam pendaftaran tanah yang penting adalah adanya catatan identitas atas
tanah yang dimiliki dan dikuasai. Identitas tanah adalah keterangan-keterangan
mengenai sebidang tanah tersebut jelas jenis haknya, luasnya, batasa-batasanya,
keadaannya, siapa yang memiliki dan menguasai, dan cirri-ciri khas lainnya.
Sertifikat hak atas tanah adalah tanda bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal
19 ayat 2 huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolahan, tanah wakaf,
hakmilik atas sesuatu rumah susun, dan hak tanggungan, yang masing-masing sudah
dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Sertifikat atas tanah diberikan
kepada setiap pemegang hak atas tanah dengan maksud untuk memberikan kepastian
hokum dan perlindungan hokum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah,
satuan rumah susun, dan hak-hak lain yang terdaftar.
Surat tanah terdiri dari 2 bagian yaitu, pertama: salinan surat ukur, kedua: buku
tanah. Salinan surat ukur merupakan salinan dari hasil pengukuran yang dilakukan
maupun pendaftaran tanah secara sporadik. Hasil pengukuran yang asli tersimpan
dikantor BPN setempat sebagai arsip sehingga kepada pemegang hak atas tanah
hanya diberikan salinan surat ukur yang sama dengan surat ukur asli yang ada di
BPN. Buku tanah merupakan dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data
yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.
Identitas tanah merupakan suatu hal yang penting karena berfungsi agar setiap
tanah mempunyai “keperibadian” sendri, sehingga setiap bidang tanah dapat dikenal
dan dibedakan dengan bidang tanah lainya. Sertifikat tanah memiliki nilai praktis.
Yang sangat penting dan menguntungkan bagi setiap pihak yang memiliki atau
menguasai sebidang tanah. Nilai praktis dari sertifikat tanah adalah:
a. Dengan sertifikat tanah maka dapat dibuktikan secara meyakinkan akan hak
milik atas sebidang tanah
b. Sertifikat tanah sangat perlu dalam pengajuan kredit bank sebab pihak bank
berpendapat bahwa sertifikat tanah adalah jaminan yang aman
c. Bagi ahli waris maka sertifikat tanah atas harta berupa tanah yang diwariskan
oleh pewaris akan menjamin hak-hak yang akan diperoleh ahli waris atas
tanah yang diwariskan tersebut
d. Biasanya dalam transaksi jual beli pembeli tanah akan menawar harga tanah
lebih tinggi apabila tanah yang diperjual belikan telah memiliki sertifikat
e. Selain itu biasanya pula penjualan tanah yang telah bersertifikat akan lebih
mudah
Karena begitu banyak fungsi sertifikat tanah bagi masyarakat pemegang hak atas
tanah maka sudah selayaknya setiap pemegang atas tanah mendaftarkan tanahnya
untuk memproleh sertifikat tanah. Setiap pemegang hak atas tanah yang telah
bersertifikat akan lebih tenang karena memiliki kepastian hukum dengan adanya
pengakuan Negara atas haknya tersebut dan dapat dipertahankan secara mutlak
terhadap siapa pun.38
Kendala di dalam pensertifikatan tanah wakaf umumnya berkisar pada masalah
biaya, yang juga pernah dialami oleh muhammadiyah sehingga pempinan pusat
muhammadiyah meminta kepada dirjen agraria depdagri untuk ikut mempronakan
pensertifikatan tanah muhammadiyah. Sehubungan dengan hal tersebut, mentri dalam
negri telah mengeluarkan telah mengeluarkan keputusan mentri dalam negri Nomor
348 yang dicantumkan pertama menyatakan:
Dalam melaksanakan pensertifikatan tanah secara masal, maka tanah yang
dikuasai/dipunyai oleh Badan Hukum Keagamaan, Badan Hukum Sosial dan
Lembaga Pendidikan yang dipergunakan secara langsung unuk kepentingan
38
di bi