KARAKTERISTIK SAPI PASUNDAN BERDASARKAN STUDI
MORFOMETRIK DAN KRANIOMETRIK
S U L A S M I
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik Sapi Pasundan berdasarkan Studi Morfometrik dan Kraniometrik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Sulasmi
RINGKASAN
SULASMI. Karakteristik Sapi Pasundan berdasarkan Studi Morfometrik dan Kraniometrik. Dibimbing oleh ASEP GUNAWAN, RUDI PRIYANTO dan CECE SUMANTRI.
Sapi pasundan merupakan ternak lokal Jawa barat yang telah ditetapkan sebagai rumpun ternak lokal Indonesia berdasarkan SK Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 1051/Kpts/RI/SR.10/2014. Sapi pasundan merupakan ternak penghasil daging dengan kualitas reproduksi yang baik. Informasi tentang karakteristik ukuran tubuh dan asal-usul sapi pasundan masih terbatas. Karakterisasi sapi pasundan dan perbandingannya dengan sapi lokal lainnya di Indonesia perlu dikaji.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik ukuran tubuh dan asal-usul sapi pasundan dengan sapi bali, madura dan peranakan ongole. Ternak yang diukur adalah sapi jantan dan betina kondisi dewasa tubuh pada kisaran 2– 3 tahun (I2). Jumlah ternak yang diukur adalah 142 ekor sapi jantan dan 328 ekor sapi betina. Variabel ukuran tubuh yang diukur diantaranya tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, tinggi pinggang, lebar pinggul dan panjang kelangkang sedangkan bobot badan diestimasi menggunakan pendekatan model regresi. Nilai indeks morfometrik didapatkan menggunakan rasio dari beberapa ukuran tubuh. Variabel ukuran kranium yang diukur meliputi
Profile length, median frontal length, length of the nasals, foramen gums length, condilo basal length, greatest breath of the skull, least breadth between the basses of the horn cores, least frontal breadth, least breadth between supraorbital foramina, least breadth between the orbits dan breadth between supraorbital foramina.
Ukuran tubuh dan kranium sapi pasundan di wilayah subpopulasi maupun jika dibandingkan dengan sapi bali, madura dan PO relatif lebih beragam. Nilai indeks sapi pasundan terlihat lebih kecil dibandingkan dengan sapi bali, madura dan PO dengan nilai 2.64 pada sapi pasundan jantan dan 2.73 pada sapi pasundan betina. Penciri ukuran tubuh sapi pasundan adalah panjang badan sedangkan penciri bentuk adalah lingkar dada. Penciri kranium sapi pasundan yaitu least breadth between the orbits (penciri ukuran) dan profile length serta candilo bassal length (penciri bentuk). Jarak genetik sapi pasundan berdasarkan ukuran tubuh memiliki hubungan kekerabatan lebih dekat dengan sapi PO sedangkan berdasarkan ukuran kranium terlihat lebih dekat dengan sapi madura.
SUMMARY
SULASMI. Characteristics of Pasundan cattle based on Morphometric and Craniometric Study. Supervised by ASEP GUNAWAN, CECE SUMANTRI and RUDI PRIYANTO.
Pasundan cattle is a local livestock western Java which has been designated as the local livestock clumps Indonesia based on the Minister of Agriculture of the Republic of Indonesia No. 1051/Kpts/RI/SR.10/2014. Pasundan cattle is a meat producer local livestock in west Java. Information about characterizatics of body measurements and origin of pasundan cattle is very limited. Characterizations between pasundan cattle and comparing with local cattle in Indonesian need to be studied.
This research aims to study the characteristics of pasundan cattle as the identifier of body size and shapes and compered by bali, madura and peranakan ongole cattle. As many as 470 adult of cattle at 2–3 year (I2) awere used which 72 bulls and 242 cows of pasundan cattle, 30 bulls and 30 cows of bali cattle, 30 bulls and 30 cows of madura cattle and 10 cows and 30 of peranakan ongole cattle. Eigth body measurements namely height at withers, rumpt heigth, body length, hearth girth, chest width, rumpt heigth, hip width and crotch length. Body weight estimation using regression model approach. Morphometric index values obtained using ratios of some body size. Variable size cranium measured include Profile length, median frontal length, length of the nasals, foramen gums length, condilo basal length, greatest breath of the skull, the least breadth between the basses of the horn cores, least frontal breadth, least breadth between supraorbital foramina, least breadth between the orbits and breadth between supraorbital foramina.
The statistical analysis used descriptive analysis statistics, analysis of variance, tukey test, Principal Component Analysis (PCA) and discriminant analysis. The body size and cranium of pasundan cattles in subpopulation are diverse. The diversity of body sizes and cranium sizes in pasundan is higher and have lower body weight along the morphometric index value is smaller than bali, madura and PO cattle. The indentifier of pasundan cattle have a longer body size and shape higher and the identifier of cranium are longer resembles of PO cattle and greater than bali and madura cattle. The results of genetic distance analysis showed that pasundan cattle have a closer distance with madura cattle.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
KARAKTERISTIK SAPI PASUNDAN BERDASARKAN
STUDI MORFOMETRIK DAN KRANIOMETRIK
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga Tesis dengan judul “Karakteristik Sapi Pasundan berdasarkan Studi Morfometrik dan Kraniometrik” ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tesis. Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Dr agr Asep Gunawan SPt MSc, Dr Ir Rudi Priyanto dan Prof Dr Ir Cece Sumantri selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penyusunan Tesis ini. Kepada Johar Arifin SPt MP, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk ikut dalam penelitian Konservasi Sapi Pasundan di Jawa Barat, sehingga sebagian data dapat penulis jadikan sebagai bahan penulisan Tesis.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua yang sangat penulis cintai, papa Kisman Minggu SP MSi, mama yang tersayang Kasehati P Nittisastro terimakasih atas segalanya. Doa terbaik untuk kalian sepanjang hayat. Kepada adik-adik yang tersayang Zamrud M Sangaji, Eny Anggraeni Kisman, Dinda, Isah, Masida, Hasna, Hasni dan segenap keluarga serta Rajif Duchlun terimakasih atas motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama melangsungkan studi.
Kepada Bapak Dr Ir Salundik MSi selaku Ketua Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan dan Dr Ir Niken Ulupi MSi selaku Sekretaris Program Studi serta seluruh staf Dosen Pengajar di Pascasarjana di Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan IPB. Dr. Ir Sri Darwati MSi selaku penguji pada ujian tesis, terimakasih atas kritik dan saran serta arahan yang sangat konstruktif. Kepada Prof Muladno dan Dr Ir Jakaria MSi serta seluruh staf Dosen Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan IPB. Tenaga Administrasi di Prodi IPTP, terimakasih Bu Ade dan Mba Okta atas pelayanan terbaik dan kebaikannya selama ini.
Segenap Dosen di Fakultas Pertanian Universitas Khairun khususnya Prodi Peternakan Universitas Khairun. Teman-teman Dosen Muda Universitas Khairun dan Staf Pegawai Birokrat serta Laboran Lingkup Universitas Khairun. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, BP3IPTEK Jawa Barat, Dinas Peternakan di 11 Kabupaten Jawa Barat, BPPT Sapi Potong Ciamis, Dinas Peternakan Denpasar Bali, Dinas Peternakan Kabupaten Pamekasan dan Kelompok-kelompok Ternak di VBC (Village Breeding Center) Pengembangan Sapi Pasundan di Jawa Barat serta Tim Penelitian yang solid. Teman-teman seperjuangan Pascasarjana IPTP Angkatan 51, ABG Sci-IPB (Animal Breeding and Genetics Student Community
IPB), HIMAWIPA-IPB (Himpuan Mahasiswa Pascasarjana IPB) dan FORPAS-MU (Forum Mahasiswa Pascasarjana Maluku Utara).
Semoga Tesis ini dapat memberikan kebermanfaatan.
Bogor, November 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 3
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 4
2 METODE 4
Waktu dan Lokasi 4
Prosedur Penelitian 5
Analisis Data 8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 13
Karakteristik Morfometrik Ukuran Tubuh 16
Indeks Morfometrik Sapi Pasundan, Bali, Madura dan PO 34
Karakteristik Ukuran Kranium 39
Jarak Genetik 52
4 PEMBAHASAN UMUM 59
5 SIMPULAN DAN SARAN 63
Simpulan 63
Saran 63
DAFTAR PUSTAKA 64
LAMPIRAN 71
DAFTAR TABEL
1 Deskripsi ukuran tinggi pundak, panjang badan dan tinggi pinggul sapi
pasundan berdasarkan wilayah subpopulasi 17
2 Deskripsi ukuran lebar dada, lebar pinggul dan panjang kelangkang sapi
pasundan berdasarkan wilayah subpopulasi 19
3 Deskripsi ukuran dalam dada dan lingkar dada sapi pasundan berdasarkan
wilayah subpopulasi 21
4 Deskripsi bobot badan sapi pasundan berdasarkan wilayah subpopulasi 23 5 Deskripsi ukuran tinggi pundak, panjang badan dan tinggi pinggul sapi
pasundan, bali, madura dan PO 25
6 Deskripsi ukuran lebar pinggul dan panjang kelangkang sapi pasundan,
bali, madura dan PO 27
7 Deskripsi ukuran dalam dada dan lingkar dada sapi pasundan, bali,
madura dan PO 28
8 Deskripsi bobot badan sapi pasundan, bali, madura dan PO 29 9 Hasil analisis statistik T2-Hotelling variabel ukuran tubuh sapi pasundan,
bali, madura dan PO 30
10 Persamaan penciri ukuran kranium dan bentuk serta nilai korelasi pada
sapi pasundan, bali, madura dan PO 30
11 Rekapitulasi penciri ukuran kranium dan bentuk serta nilai korelasi pada
sapi pasundan, bali, madura dan PO 31
12 Deskripsi nilai indeks heigth slope, length index dan balance sapi
pasundan, bali, madura dan PO 34
13 Deskripsi nilai indeks width slope, depth index dan foreleg length (cm)
sapi pasundan, bali, madura dan PO 36
14 Deskripsi nilai cumulative index sapi pasundan, bali, madura dan PO 37 15 Deskripsi ukuran kranium profile length, median frontal length, dan
length of the nasals sapi pasundan berdasarkan wilayah subpopulasi 39 16 Deskripsi ukuran kranium foramen gums length, candilo bassal length
dan greatest breadth of the skulls sapi pasundan berdasarkan wilayah
subpopulasi 40
17 Deskripsi ukuran kranium least breadth between the basses of the horn cores, least breadth dan least breadth between supraorbital foramina sapi
pasundan berdasarkan wilayah subpopulasi 40
18 Deskripsi ukuran kranium least breadth between the orbits dan breadth between supraorbital foramina sapi pasundan berdasarkan wilayah
subpopulasi 42
19 Deskripsi ukuran profile length (x1), median frontal length (x2), length of the nasals (x3) dan foramen gums length (x4) sapi pasundan, bali,
madura dan PO 44
20 Deskripsi ukuran candilo bassal length (x5), greatest breadth of the skull (x6), least breadth between supraorbital foramina (x7), dan least breadth between the orbits (x8) sapi pasundan, bali, madura dan PO 46 21 Deskripsi ukuran kranium breadth between the infraorbital foramina (x9),
least breadth between the orbits (x10), breadth between the infraorbital
22 Hasil analisis T2-Hotelling ukuran kranium sapi pasundan, bali, madura
dan PO 48
23 Persamaan, keragaman total dan nilai eigen ukuran kranium dan bentuk
sapi pasundan, bali, madura dan PO 49
24 Rekapitulasi penciri ukuran kranium dan bentuk serta nilai korelasi pada
sapi pasundan, bali, madura dan PO 49
25 Persentase nilai kesamaan dan campuran sapi pasundan, bali, madura
dan PO berdasarkan ukuran tubuh 52
26 Matriks jarak genetik sapi pasundan, bali, madura dan PO berdasarkan
ukuran tubuh 53
27 Persentase nilai kesamaan dan campuran sapi pasundan, bali, madura
dan PO berdasarkan ukuran kranium 54
28 Matriks jarak genetik sapi pasundan, bali, madura dan PO berdasarkan
ukuran kranium 54
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran Penelitian 2
2 Peta lokasi penelitian 5
3 Ukuran tubuhsapi yang diukur 6
4 Ilustrasi nama titikukuran dari arah dorsal dan ventral kranium sapi
(Hayashi et al. 1982 dan Saparto 2004) 7
5 Ilustrasi ukuran kranium sapi yang diukur 7
6 (a) Sapi pasundan di wilayah hutan saat pengembalaan (b) sapi pasundan
di lokasi kandang pada kelompok ternak 13
7 (a) Pemeliharaan sapi pasundan di BPPT Ciamis (b) Gudang pakan di
BPPT Ciamis 13
8 (a) Sapi bali indukan di balai pembibitan (b) Sapi bali di Simantri 14 9 (a) Sapi jantan madura di peternakan rakyat (b) Kondisi pemeliharaan sapi
madura di Kabupaten Pamekasan 15
10 (a) Sapi PO di BPPT sapi potong Ciamis (b) sapi PO di peternakan rakyat
Kabupaten Indramayu 16
11 Diagram kerumunan sapi pasundan, bali, madura dan PO berdasarkan
ukuran tubuh 32
12 Diagram kerumunan sapi pasundan, bali, madura dan PO berdasarkan
ukuran kranium 51
DAFTAR LAMPIRAN
1 Lokasi dan jumlah ternak sapi dalam penelitian 72 2 Letak geografi dan iklmim wilayah subpopulasi sapi pasundan 73 3 Luas lahan dan jenis penggunaannya di lokasi penelitian 75 4 Analisis sidik ragam ukuran tubuh dan bobot badan sapi pasundan
5 Analisis sidik ragam ukuran tubuh dan bobot badan sapi pasundan
betina di wilayah subpopulasi 79
6 Analisis sidik ragam ukuran tubuh dan bobot badan sapi pasundan,
bali, madura dan PO jantan 79
7 Analisis sidik raga, ukuran tubuh dan bobot badan sapi pasundan, bali,
madura dan PO betina 80
8 Analisis sidik ragam indeks morfometrik sapi pasundan, bali, madura
dan PO jantan 79
9 Analisis sidik ragam indeks morfometrik sapi pasundan, bali, madura
dan PO betina 80
10 Analisis sidik ragam ukuran kranium sapi pasundan jantan di wilayah
subpopulasi 81
11 Analisis sidik ragam ukuran kranium sapi pasundan betina di wilayah
subpopulasi 82
12 Analisis sidik ragam ukuran kranium sapi pasundan, bali, madura dan
PO jantan 84
13 Analisis sidik ragam ukuran kranium sapi pasundan, bali, madura dan
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi pasundan ditetapkan sebagai kekayaan sumberdaya genetik ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051/Kpts/SR.120/10/2014. Sapi pasundan merupakan ternak hasil adaptasi lebih dari sepuluh generasi antara Bos sundaicus dengan sapi Jawa, madura dan sumba ongole. Sebaran asli sapi pasundan terdapat di Provinsi Jawa Barat meliputi Kabupaten Pangandaran, Tasikmalaya, Garut, Cianjur, Sukabumi, Ciamis, Kuningan, Majalengka, Sumedang, Indramayu dan Purwakarta. Sapi pasundan dipelihara secara turun-temurun dan telah menyatu dengan kehidupan masyarakat peternak selama ratusan tahun serta dijadikan sebagai sumber modal (Kementan 2014).
Secara kualitatif sapi pasundan memiliki warna tubuh dominan merah bata, terdapat warna putih bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan
carpus) dengan batasan tidak kontras. Terdapat garis belut atau garis punggung sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan. Beberapa sapi pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna dari merah bata menjadi hitam sesuai dengan dewasa kelamin (perubahan hormon anderogen). Secara kuantitatif sapi pasundan memiliki ukuran tinggi pundak jantan 115.74+8.40 cm dan betina 109.74+6.30 cm, panjang badan jantan 120.09+9.80 cm dan betina 110.09+9.68 cm serta lingkar dada jantan 150.22+11.76 dan betina 138.22+11.85 cm. Bobot badan sapi pasundan jantan 240.40+34.00 kg dan 220.30 kg (Baharun 2015).
Sapi pasundan memiliki tubuh yang kecil, tahan terhadap penyakit tropis dan perubahan lingkungan yang ekstrim termasuk kondisi pakan yang berkualitas rendah (Arifin et al. 2015). Badan Pusat Statistik Jawa Barat tahun 2015 melaporkan bahwa populasi sapi pasundan mengalami penurunan pada tahun 2013 sebanyak 50 000 ekor menjadi 40 000 ekor pada tahun 2015 (Dwitresnadi et al. 2015). Penurunan ini diduga karena adanya seleksi negatif dalam populasi, yang mana sapi-sapi berukuran besar terkuras melalui pemotongan dan pengeluaran yang tidak terkontrol. Introduksi inseminasi buatan (IB) yang cukup intensif mengakibatkan pengurasan sumberdaya genetik ternak lokal (Hilmia 2013).
Karakterisasi sifat kuantitatif ukuran tubuh dan kranium ternak dapat dilakukan dengan menggunakan metode sederhana melalui pengukuran. Penelitian tentang karakteristik ternak lokal telah berdasarkan ukuran tubuh telah dilakukan pada sapi bali (Hikmawaty et al. 2015), sapi katingan (Utomo et al. 2010) dan sapi aceh (Sarbaini et al. 2004). Sedangkan penelitian tentang pengukuran ukuran kranium telah dilakukan untuk menyelediki asal-usul beberapa tipe sapi Asia Timur termasuk sapi asli Indonesia (Hayashi et al. 1980 dan 1982) dan beberapa sapi lokal diantaranya sapi jawa, madura dan PO (Saparto 2004).
Perumusan Masalah
Rumpun sapi pasundan ditetapkan sebagai ternak lokal Provinsi Jawa Barat berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051/Kpts/SR.120/10/2014. Informasi karakteristik sangat penting sebagai upaya pelestarian sumberdaya genetik ternak lokal. Informasi karakteristik sapi pasundan sangat terbatas sehingga diperlukan eksplorasi tentang :
1 Bagaimana keragaman ukuran tubuh dan kranium sapi pasundan di wilayah subpopulasi?
2 Bagaimana keragaman, penciri ukuran dan bentuk, nilai indeks morfometrik serta jarak genetik antara sapi pasundan dengan sapi bali, madura dan PO berdasarkan ukuran tubuh?
3 Bagaimana keragaman, penciri ukuran dan bentuk serta jarak genetik berdasarkan ukuran kranium antara sapi pasundan dengan sapi bali, madura dan PO berdasarkan ukuran kranium?
Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1 Mengkaji keragaman ukuran tubuh dan kranium sapi pasundan di wilayah subpopulasi.
2 Mengidentifikasi keragaman, penciri ukuran dan bentuk, nilai indeks morfometrik serta jarak genetik sapi pasundan dibandingkan dengan sapi bali, madura dan PO berdasarkan ukuran tubuh.
3 Mengidentifikasi keragaman, penciri ukuran dan bentuk serta jarak genetik sapi pasundan dibandingkan dengan sapi bali, madura dan PO berdasarkan ukuran kranium.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1 Mendapatkan informasi keragaman ukuran tubuh dan kranium sapi pasundan di wilayah subpopulasi.
2 Mendapatkan informasi perbandingan keragaman, penciri ukuran dan bentuk, indeks morfometrik serta hubungan kekerabatan antara sapi pasundan dengan sapi bali, madura dan PO berdasarkan ukuran tubuh.
3 Mendapatkan informasi perbandingan keragaman, penciri ukuran dan bentuk serta hubungan kekerabatan antara sapi pasundan dengan sapi bali, madura dan PO berdasarkan ukuran kranium.
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODE
Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan September 2015 sampai Januari 2016. Penelitian dilaksanakan di lokasi pemeliharaan sapi pasundan meliputi Kabupaten Sumedang, Majalengka, Ciamis, Kuningan, Purwakarta, Indramayu, Tasikmalaya, Cianjur, Garut, Pangandaran dan Sukabumi. Lokasi sapi bali di Kabupaten Jembrana Provinsi Bali dan Balai Veteriner Denpasar Provinsi Bali. Sapi madura di Kabupaten Pamekasan Pulau Madura. Sapi PO di Balai Pengembangan dan Pembibitan Sapi Potong Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Indramayu. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.
Bahan
Ternak yang diukur dalam penelitian ini sapi pasundan, bali, madura dan PO dengan jumlah 162 ekor sapi jantan dan 310 ekor sapi betina. Adapun jumlah ternak di masing-masing lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 2.
Alat
Peralatan yang digunakan adalah pita meteran, tongkat ukur (FHK Stainless steel), kaliper, alat tulis dan kamera digital. Alat bantu analisis data menggunakan
Microsoft Excel 2013 dan Software MINITAB16.1.1.0.
Prosedur
Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dari data primer dan sekunder. Data primer pada penelitian ini terdiri atas data ukuran tubuh dan kranium sapi. Data diperoleh menggunakan metode survei yaitu dengan melakukan pengukuran secara langsung pada variabel ukuran tubuh maupun kranium pada sapi yang akan diamati. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari penelusuran laporan/dokumen hasil studi/penelitian, peraturan perundang-undangan dan data pendukung lainnya. Data pendukung dari masing-masing lokasi penelitian bersumber dari Dinas Peternakan, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geografi (BMKG).
Pemilihan Lokasi.
Pemilihan ternak.
Sampel ternak dipilih secara random (acak) pada jenis kelamin jantan dan betina. Sapi yang dipilih untuk diukur adalah yang memiliki kondisi dewasa tubuh pada umur 2–3 tahun, kondisi gigi (I2) dan tidak bunting untuk sapi betina. Pendugaan umur dilakukan dengan melihat kondisi gigi seri bawah, mengacu pada data recording dan melakukan wawancara langsung kepada peternak. Pemilihan ternak sapi pasundan mengacu pada SK penetapan rumpun sapi pasundan tahun 2014 (Kementerian Pertanian 2014) sedangkan sapi bali, madura dan PO berdasarkan SNI (BSN 2013 dan 2015).
Metode Pengukuran Tubuh.
Pengukuran terhadap ukuran-ukuran tubuh dilakukan ketika ternak dalam kondisi berdiri normal dan bobot badan bertumpu pada kedua kakinya dalam kondisi seimbang. Metode pengukuran ukuran tubuh berdasarkan Amano et al. (1981) yang dimodifikasi, disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Ukuran tubuh sapi yang diukur
Adapun bagian-bagian permukaan tubuh yang diukur meliputi ukuran : 1 Tinggi gumba, titik tertinggi diantara bahu (withers) sampai tanah dengan
menggunakan tongkat ukur. Posisi sapi tegak dan tempat pijakan rata. Apabila terdapat punuk (gumba) maka pengukuran tinggi badan dilakukan tepat di punuk.
2 Panjang badan, tinggi tertinggi pinggul secara tegak lurus ke tanah dengan menggunakan tongkat ukur.
3 Lingkar dada diukur melingkar di sekeliling rongga dada melalui belakang punuk dan di belakang sendi bahu (Os scapula) dengan menggunakan pita ukur.
4 Lebar dada, jarak antara penonjolan sendi bahu (tuber humerus) kiri dan kanan dengan menggunakan kaliper.
6 Tinggi pinggul, titik tertinggi pinggul secara tegak lurus ke tanah dengan menggunakan tongkat ukur.
7 Lebar pinggul, jarak antara tuber coxae kiri dan kanan dengan menggunakan kaliper.
8 Panjang kelangkang, jarak antara tuber coxae dan tuber ischii dengan menggunakan pita ukur.
Metode Pengukuran Kranium
Pengukuran kranium dilakukan ketika ternak dalam kondisi tenang. Variabel yang diamati berdasarkan jarak titik-titik tulang pada kranium yang telah ditetapkan oleh Hayashi et al. (1982) sebagaimana yang disajikan pada Gambar 4.
Arah ventral : Arah dorsal :
Keterangan :
A : Akrokranium Eu : Euryon
N : Nasion Sp : Supraorbitale
P : Prosthion Ft : Fossotemporale
Ent : Entorbitale If : Infraorbitale
Rh : Rhinion Zy : Zygion
Gambar 4 Ilustrasi nama titik ukuran dari arah dorsal dan ventral kranium sapi (Hayashi et al. 1982 dan Saparto 2004)
Metode pengukuran berdasarkan Hayashi et al. (1982) yang telah dimodifikasi tersaji pada Gambar 5.
Adapun bagian-bagian permukaan kranium yang diukur meliputi variabel : 1 Profile length yaitu jarak Akrokranion (A) sampai Prosthion (P).
2 Median frontal length yaitu jarak akrokranion (A) sampai Nasion (N). 3 Length of the nasals yaitu jarak Nasion (N) sampai Rhinion (Rh). 4 Foramen gums length yaitu jarak Rhinion (Rh) sampai Prosthion (P). 5 Condilo basal length yaitu jarak Basion (B) sampai Prosthion (P). 6 Greatest breath of the skull yaitu jarak Zygon (Zy).
7 Least Breadth between the basses of the horn cores yaitu jarak antar
Fossotemporale (Ft).
8 Least frontal breadth yaitu jarak antar Euryon (Eu).
9 Least breadth between supraorbital foramina yaitu jarak antar Supraorbitale
(Sp).
10 Least breadth between the orbits yaitu jarak antar Entorbitale (Ent).
11 Breadth between supraorbital foramina yaitu jarak antar Infraorbitale (If). Analisis Data
Standarisasi Umur Sapi
Data ukuran tubuh dan kranium kelompok sapi dengan umur berbeda distandarisasi ke data kelompok sapi umur terbanyak yaitu kelompok umur 2 tahun. Standarisasi ini dilakukan sebelum dilakukan analisis lebih lanjut. Standarisasi diperoleh dengan pendekatan perhitungan sebagai berikut :
Keterangan :
Pi-terkoreksi = nilai pengamatan ukuran tubuh/kranium tertentu yang terkoreksi ke umur 2 tahun
ppengamatan ke – i = nilai pengamatan awal ukuran/kranium tubuh tertentu pada kelompok umur tertentu
p2 = rataan nilai pengamatan ukuran tubuh/kranium tertentu pada kelompok umur 2 tahun
px = rataan nilai pengamatan awal ukuran tubuh/kranium tertentu pada
kelompok umur ke-x Standarisasi Jenis Kelamin
Sebelum melakukan analisis diskriminan, data ukuran tubuh dan kranium pada sapi jantan diseragamkan dengan koreksi ke betina menggunakan pendekatan perhitungan sebagai berikut :
Keterangan :
qpengamatan ke – i = nilai pengamatan awal ukuran tubuh/kranium tertentu pada kelompok betina
q2 = rataan nilai pengamatan ukuran tubuh/kranium tertentu pada kelompok betina
qx = rataan nilai pengamatan awal ukuran tubuh/kranium tertentu pada kelompok jantan
Estimasi Bobot Badan
Bobot badan diduga dengan menggunakan model regresi Gunawan (2015). Estimasi bobot badan ini menggunakan ukuran lingkar dada. Pendekatan model regresi ini telah diaplikasikan pada sapi PO menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
BB = Bobot badan (kg) ld = lingkar dada (cm) Analisis Statistik Deskriptif
Deskripsi ukuran tubuh, nilai indeks morfometrik dan kranium hasil pengukuran dan bobot badan hasil estimasi regresi (Gunawan et al 2015) dianalisis secara deskriptif dengan menentukan nilai rataan (�̅), standar deviasi (sd) dan koefisien keragaman (KK) berdasarkan Walpole (1992).
Rataan ( �̅ ) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: �̅ ∑ �
Keterangan :
�̅ = Rataan ukuran tubuh (cm)/indeks morfometrik/ukuran kranium (cm)/bobot badan (kg)
∑ � = jumlah keseluruhan ukuran tubuh (cm)/bobot badan (kg) Indeks morfometrik/ukuran kranium (cm)
n = jumlah ternak yang diamati, jantan/betina (ekor) Standar deviasi (sd) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
√∑ ∑
Keterangan :
= standar deviasi
∑ = jumlah ukuran-ukuran tubuh (cm)/indeks
Koefisien keragaman (KK) dihitung menggunakan rumus:
�̅
Keterangan :
= Koefisien Keragaman (%) s = standar deviasi
�̅ = nilai rata-rata ukuran tubuh (cm)/bobot badan (kg)/indeks morfometrik/ukuran kranium (cm)
Indeks Morfometrik
Indeks morfometrik dapat digunakan sebagai alternatif dalam penilaian ternak sebagai indikator tipe (pedaging, perah atau dwiguna) dan fungsi ternak Indeks morfometrik menggunakan rasio dari beberapa ukuran tubuh berdasarkan Alderson (1999), Salako dan Ngere (2002) dan Takaendengan (2011) dengan rumus sebagai berikut:
Heigth slope = tinggi pinggul – tinggi pundak
Length index =
Balance =
Width slope = lebar pinggul – lebar dada
Depth Index =
Foreleg length = tinggi pundak – dalam dada
Cumulative Index =
+ length index + balance Analisis Ragam (ANOVA)
Analisis Ragam (ANOVA) digunakan untuk mempelajari pengaruh dari perbedaan wilayah subpopulasi maupun rumpun sapi terhadap ukuran tubuh, bobot badan, indeks morfometrik dan ukuran kranium pada selang kepercayaan 95%.
Model matematika ANOVA (Mattjik dan Sumertajaya 2002) dengan persamaan matematis sebagai berikut:
Keterangan :
Yij = Respon ukuran tubuh (cm)/bobot badan (kg)/ Indeks morfometrik/ukuran kranium (cm) µ = pengaruh lokasi/rumpun sapi
τi = pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j εij = galat
Jika perlakuan berpengaruh nyata, dilakukan uji lanjut tukey (Steel and Torrie 1993).
Statistik T2-Hotelling
T2-Hotelling digunakan untuk menentukan perbedaan antara morfometrik ukuran tubuh atau ukuran kranium berdasarkan antara rumpun sapi yang diamati.
Hipotesis dalam pengujian tersebut adalah:
H0 : U1= U2: berarti bahwa vektor nilai rataan dari kelompok pertama sama dengan kelompok kedua
H0 : U1 U2 : berarti bahwa vektor nilai rataan dari kelompok pertama berbeda dengan kelompok kedua
Statistik T2-Hottelling digunakan untuk menguji hipotesis (Gaspersz 1992) : T2 =
� ( -Selanjutnya besaran:
F= T
2
Akan berdistribusi dengan derajat bebas:
V1 = p V2 = n1 + n2 – p 1 Keterangan:
T2 = hasil uji statistik T2-Hotelling
F = nilai hitung untuk T2-Hotelling n1 = ukuran sampel sapi dari kelompok 1
n2 = ukuran sampel sapi dari kelompok 2 P = banyaknya variabel yang digunakan
= invers dari matriks kovarian (SG)
X1 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 X2 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2
Hasil statistik T2-Hottelling yang berbeda dilanjutkan dengan Analisis Komponen Utama (AKU) dan analisis diskriminan.
Analisis Komponen Utama (AKU)
Data ukuran tubuh dan kranium dianalisis menggunakan AKU untuk mengidentifikasi penciri ukuran dan bentuk. Persamaan ukuran dan bentuk diturunkan dari matriks kovarian (Gasperz 1992) dengan model matematis:
γ1= α11χ1+ α21χ2+ α31χ3...+ α111χ11 ; γ2= α12χ1+ α22χ2 + α32χ3…+ α112χ11
Keterangan :
γ1 = komponen utama ke-1
χ1 –χ11 = variabel ke 1,2,3,…8...11 (variabel ukuran tubuh/kranium) α11 –α111 = vektor eigen ke-1,2,3 ,…8...11 untuk persamaan ukuran γ2 = komponen utama ke-2
χ1 –χ11 = variabel ke 1,2,3,…8...11 (variabel ukuran tubuh/kranium) α12–α112 = vektor eigen ke-1,2,3,..8...11 untuk persamaan bentuk
Penciri Ukuran dan Bentuk. Penciri ukuran diperoleh berdasarkan vektor eigen
tertinggi pada persamaan komponen utama pertama atau persamaan ukuran. Penciri bentuk diperoleh berdasarkan vektor eigen tertinggi pada persamaan komponen utama kedua atau persamaan bentuk (Hayashi 1982).
Korelasi Ukuran dan Bentuk. Vektor dan nilai eigen digunakan untuk perhitungan korelasi antara ukuran, bentuk dan peubah ukuran-ukuran tubuh maupun kranium yang berasal dari persamaan analisis komponen utama. Keeratan hubungan (korelasi antara ukuran atau bentuk) dari peubah yang diamati dihitung dengan rumus Gaspersz (1992):
√
Keterangan :
= nilai koefisien korelasi antara peubah ke-x (1,2,3..,..,8....11) dan komponen
utama ke-y
= vektor eigen variabel ke-i (1,2,3..,..,8,....11) pada persamaan ukuran/bentuk
= nilai eigen (akar penciri) ke-j
Si = simpangan baku variabel ke-j (1,2,3..,..,8,...11)
Komponen utama I dapat diterima sebagai faktor ukuran (size factor) dan komponen utama II sebagai faktor bentuk (shape factor). Skor pada persamaan ukuran (sumbu X) dan bentuk (sumbu Y) divisualisasikan dalam bentuk diagram kerumunan (Nishida et al. 1983).
Analisis Diskriminan
Penentuan hubungan kekerabatan antar rumpun sapi menggunakan fungsi diskriminan sederhana melalui pendekatan jarak Mahalanobis (Nei 1987). Jarak Mahalanobis sebagai ukuran jarak kuadrat genetik minimum digunakan dengan perhitungan :
Keterangan :
D (i, j) = nilai statistik Mahalanobis sebagai ukuran jarak kuadrat antar rumpun sapi ke-i dan antar rumpun sapi sapi ke-j kelompok betina
C-1 (X i - X j) = kebalikan matriks gabungan ragam peragam antar peubah Xi = vektor nilai rataan pengamatan dari antar sapi ke-i dari masing-masing peubah
Xj = vektor nilai rataan pengamatan dari antar sapi ke-j dari masing-masing peubah
Jarak Genetik. Hasil perhitungan jarak kuadrat kemudian diakarkan terhadap hasil kuadrat jarak untuk membuat jarak genetik (tidak dalam bentuk kuadrat). Data hasil analisis diskriminan dideskripsikan, nilai terkecil merupakan representasi dari hubungan genetik dekat sedangkan nilai terbesar, hubungan genetik yang berjauhan.
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kondisi Umum Lokasi Pemeliharaan Sapi Pasundan
Sebaran populasi sapi pasundan terdapat di dua wilayah yaitu buffer zone
hutan dan pesisir selatan. Wilayah pesisir selatan terdapat di Kabupaten Pangandaran, Tasikmalaya, Garut, Cianjur dan Sukabumi, sedangkan wilayah
buffer zone di Kabupaten Kuningan, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Purwakarta dan Ciamis. Pemeliharaan sapi pasundan secara umum masih bersifat tradisional dengan secara pola semi intensif dan ekstensif. Kedua pola ini mengandalkan vegetasi alam sebagai daya dukung pakan (Arifin et al. 2015). Sapi pasundan biasanya digembalakan di sekitar hutan maupun sepanjang pesisir pantai.
(a) (b)
Gambar 6 (a) Sapi pasundan di wilayah hutan saat pengembalaan (b) Sapi pasundan di lokasi kandang pada kelompok ternak
(a) (b)
Gambar 7 (a) Pemeliharaan sapi pasundan di BPPT Ciamis (b) Gudang pakan di BPPT Ciamis
Pemeliharan sapi pasundan di di Balai Perbibitan dan Pengembangan Ternak Sapi Potong Ciamis (BPPT-SP) dilakukan secara intensif. Sapi pasundan dikonsentrasikan pemeliharaannya untuk produksi semen sedangkan sapi betina sebagai calon indukan. Hal ini merupakan program pemerintah sebagai upaya pelestarian dan pengembangan ternak sapi pasundan sebagai plasma nutfah Jawa Barat. Lahan di sekitar Balai Perbibitan dan Pengembangan Ternak Sapi Potong Ciamis (BPPT-SP) dimanfaatkan sebagai lahan penanaman hijauan.
Kondisi Umum Lokasi Pemeliharaan Sapi Bali
Pemeliharan sapi bali di Balai Veteriner Denpasar dilakukan secara semi intensif. Sapi bali dikandangkan di pedok-pedok atau kandang koloni. Pemeliharaan sapi bali di Balai Veteriner dikonsentrasikan untuk bibit sedangkan di Simantri diarahkan ke final stock. Simantri memiliki program mengintegrasikan usaha budidaya tanaman, ternak dan limbah tanaman.
(a) (b)
Lokasi pengambilan sampel sapi bali bertempat di Balai Veteriner Denpasar Bali dan Simantri di Kabupaten Jembrana. Denpasar terletak di 08o36’56’LS – 115o16’27oBT dengan suhu 27.6oC–30.7oC dengan kelembaban udara 75% (BPS Provinsi Bali 2015). Sedangkan Kabupaten Jembrana secara geografis berada pada 08o09’58’LS–115o51’–28oBT. Suhu udara di 20oC sampai 39oC dan kelembaban udara antara 74 dan 87% (Bappeda Jembrana 2011). Curah hujan di Kabupaten Jembrana 1 428.5 dengan suhu 26.5oC serta kelembaban 75%. Ketinggian tempat berada pada 12 mdpl (BMKG Kabupaten Jembrana 2015). Kondisi Umum Lokasi Pemeliharaan Sapi Madura
Pulau Madura terletak pada 113o19’–113o58 Bujur Timur dan 6o51– 7o31’Lintang Selatan. Suhu udara berada 28 sampai 30oC dengan kelembaban 80% termasuk cuaca yang cukup panas dengan tingkat curah hujan berada pada kisaran 4.1–11.1 mm dan berada 6–350 mdpl (BPS Kabupaten Pamekasan 2016).
(a) (b)
Gambar 9 (a) Sapi jantan madura di peternakan rakyat (b) Kondisi pemeliharaan sapi madura di Kabupaten Pamekasan
Pemeliharaan sapi madura di lokasi penelitian ini dilakukan secara semi intensif. Pengembalaan terhadap sapi madura dilakukan pada pagi sampai sore hari. Pakan yang diberikan hijauan dan konsentrat. Hijauan diperoleh dari rumput lapang sekitar wilayah pemeliharaan sedangkan konsentrat diperoleh secara komersial. Secara umum pemeliharaan sapi madura di lokasi penelitian diorientasikan sebagai ternak potong penghasil daging.
Kondisi Umum Lokasi Pemeliharaan Sapi PO
Lokasi pemeliharaan sapi PO dalam penelitian ini berada di Balai Perbibitan dan Pengembangan Ternak Sapi Potong (BPPT-SP) Ciamis dan peternakan rakyat Kabupten Indramayu Kecamatan Terisi. Sapi PO di BPPT dipelihara secara intensif sedangkan pemeliharaan di Kabupaten Terisi dipelihara secara semi intensif dengan tipe kandang koloni.
dan suhu 27–34°C serta kelembaban udara 70–80% (BMKG Kabupaten Indramayu 2015).
(a) (b)
Gambar 10 (a) Sapi PO di BPPT sapi potong Ciamis (b) Sapi PO di peternakan rakyat Kabupaten Indramayu
Pemeliharaan sapi PO di BPPT Ciamis mengembangkan sapi PO sejak tahun 2012. Pemberian pakan rumput raja dan konsentrat dilakukan pada pagi dan sore hari. Silase, hay dan wafer diberikan pada musim kemarau. Pemeliharaan sapi PO di Kabupaten Indramayu dilakukan secara semi intensif, dikandangkan secara koloni. Sapi digembalakan pada siang sampai sore hari dan diorientasikan untuk penggemukkan.
Karakteristik Morfometrik Ukuran Tubuh
Morfometrik merupakan studi yang berhubungan dengan variasi dan perubahan bentuk dan ukuran dari suatu organisme, meliputi pengukuran panjang dan analisa kerangka (Komariah 2016). Karakteristik morfometrik ukuran tubuh ternak dapat digunakan untuk mendeskripsikan potensi ternak secara kuantitatif. Ukuran-ukuran biometrik atau morfometrik dapat digunakan untuk membedakan pertumbuhan antar ternak (Pundir et al. 2011).
Deskripsi Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan berdasarkan Wilayah Subpopulasi
Tabel 1 Deskripsi morfometrik ukuran tinggi pundak, panjang badan dan tinggi pinggul sapi pasundan berdasarkan wilayah subpopulasi
n = jumlah sampel, JK = jenis kelamin (♂ = jantan, ♀ = betina), min = nilai minimum, max = nilai maksimum, �̅ = rataan Sd = standar deviasi, a,b..dstAngka dengan huruf yang
berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK = Koefisien keragaman (%)
Wilayah n JK Tinggi pundak (cm) Panjang badan (cm) Tinggi pinggul (cm)
Min Max �̅+Sd KK Min Max �̅+Sd KK Min Max �̅+Sd KK
Ukuran tinggi pundak sapi pasundan jantan tertinggi terdapat di wilayah Kuningan dengan rataan 133.14 cm terlihat berbeda nyata (P<0.05) dengan wilayah Cianjur, Majalengka, Sukabumi, Ciamis, Purwakarta, Garut dan Pangandaran. Tinggi pundak terendah terdapat di wilayah Pangandaran dengan rataan 120.80 cm. Tinggi pundak tertinggi sapi pasundan betina terdapat di wilayah Kuningan yaitu 125.16 cm, berbeda nyata (P<0.05) dengan wilayah Ciamis, Sukabumi, Majalengka dan Sumedang. Ukuran tinggi pundak di wilayah Majalengka dan Sumedang memiliki perbedaan tidak nyata (P>0.05) dengan rataan terendah masing-masing yaitu 114.07 cm dan 112.87 cm.
Ukuran panjang badan tertinggi sapi pasundan jantan terdapat di wilayah Kuningan dengan rataan 143.86 cm, berbeda nyata (P<0.05) dengan wilayah subpopulasi lainnya. Wilayah Cianjur berbeda nyata (P<0.05) dengan Garut. Panjang badan di wilayah Garut terlihat lebih kecil dibandingkan wilayah subpopulasi lainnya dengan rataan 107.60 cm. Panjang badan tertinggi pada sapi pasundan betina terdapat di wilayah Kuningan dengan rataan 135.92 dan terlihat berbeda nyata (P<0.05) dengan Purwakarta, Pangandaran, Indramayu, Tasikmalaya, Majalengka, Sumedang, Sukabumi dan Ciamis. Ukuran panjang badan di wilayah Purwakarta berbeda nyata (P<0.05) dengan wilayah Ciamis. Panjang badan di wilayah Ciamis terlihat lebih rendah (104.70 cm).
Ukuran tinggi pinggul tertinggi sapi pasundan jantan terdapat di wilayah Kuningan dengan rataan 135.29 cm, berbeda nyata (P<0.05) dengan wilayah Majalengka, Sukabumi, Ciamis, Garut dan Purwakarta. Sedangkan wilayah Indramayu, Tasikmalaya, Sumedang dan Cianjur menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0.05). Hal yang sama terdapat pada wilayah Majalengka, Sukabumi, Ciamis, Garut, Purwakarta dan Pangandaran. Rataan tinggi pinggul terendah terdapat di wilayah Pangandaran yaitu 122.80 cm. Tinggi pinggul tertinggi sapi pasundan betina terdapat di wilayah Kuningan (127.40 cm) terlihat berbeda nyata (P<0.05) dengan wilayah Pangandaran, Indramayu, Sukabumi, Majalengka, Ciamis dan Sumedang. Wilayah Majalengka dan Ciamis berbeda nyata (P<0.05) dengan Sumedang dan memiliki rataan lebih rendah yaitu 116.13 cm.
Secara umum ukuran tinggi pundak, panjang badan dan tinggi pinggul tertinggi sapi pasundan jantan dan betina terdapat di wilayah Kuningan. Koefisien keragaman ukuran tinggi pundak, panjang badan dan tinggi pinggul sapi pasundan jantan dan betina di wilayah subpopulasi memiliki keragaman yang kecil. Tinggi pundak sapi pasundan jantan berada pada kisaran 0.90–6.73%, panjang badan (0.66–6.51%) dan tinggi pinggul (0.68–6.53%). Sapi pasundan betina memiliki keragaman tinggi pundak, panjang badan dan tinggi pinggul masing-masing berada pada kisaran 2.82–5.67%; 3.93–7.90% dan 2.17–5.55 %.
Keragaman ukuran tinggi pundak, panjang badan dan tinggi pinggul hasil penelitian ini relatif rendah tetapi rataan ukuran tubuh menyerupai ukuran tubuh sapi Ciamis (Hilmia 2014). Hasil penelitian Hilmia (2014) menunjukkan bahwa rataan koefisien keragaman sapi Ciamis pada ukuran tinggi pundak, panjang badan dan tinggi pinggul yaitu 3.80%, 5.19% dan 4.05%. Selanjutnya dijelaskan bahwa sampel sapi lokal Ciamis pada penelitian Hilmia (2014) secara fenotipik tidak memiliki tanda persilangan dengan Bos taurus dan berada di wilayah Ciamis dengan sistem pemeliharaan intensif.
Tabel 2 Deskripsi morfometrik lebar dada, lebar pinggul dan panjang kelangkang sapi pasundan berdasarkan wilayah subpopulasi
n = jumlah sampel, JK = jenis kelamin (♂ = jantan, ♀ = betina), min = nilai minimum, max = nilai maksimum, �̅ = rataan , Sd = standar deviasi, a,b..dstAngka dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK = Koefisien keragaman (%)
Min Max �̅+Sd KK Min Max �̅+Sd KK Min Max �̅+Sd KK Kuningan 7 ♂ 23.50 31.00 30.80+1.70a 5.60 29.00 30.00 32.00+2.08b 6.51 28.00 34.00 30.43+2.37ab 7.79
Ukuran lebar dada tertinggi sapi pasundan jantan terdapat di wilayah Pangandaran yaitu 30.80 cm dan terlihat berbeda nyata (P<0.05) dengan Garut tetapi tidak berbeda (P>0.05) dengan Pangandaran, Kuningan, Sukabumi, Majalengka, Indramayu, Cianjur, Tasikmalaya, Ciamis, Sumedang dan Purwakarta. Wilayah Garut memiliki rataan lebar dada terendah yaitu 24.75 cm. Pada sapi pasundan betina lebar dada tertinggi terdapat di wilayah Kuningan (31.60 cm), berbeda nyata (P<0.05) dengan Pangandaran, Sumedang, Purwakarta, Indramayu, Tasikmalaya, Majalengka Cianjur dan Sukabumi. Lebar dada terendah terdapat di wilayah Sukabumi (25.82 cm).
Ukuran lebar pinggul tertinggi sapi pasundan jantan terdapat di wilayah Indramayu dengan rataan 36.50 cm dan berbeda nyata (P<0.05) dengan semua wilayah subpopulasi kecuali Pangandaran. Wilayah Pangandaran dan Sukabumi tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan seluruh wilayah subpopulasi kecuali wilayah Garut. Wilayah Garut memiliki lebar pinggul terendah dengan rataan 26.10 cm. Lebar pinggul sapi pasundan betina tertinggi terdapat di wilayah Pangandaran dengan rataan 35.17 cm, tidak berbeda nyata dengan wilayah Sumedang, Majalengka, Cianjur dan Sukabumi. Lebar pinggul terendah terdapat di wilayah Sukabumi dengan rataan 28.09 cm.
Panjang kelangkang tertinggi sapi pasundan jantan terdapat di wilayah Cianjur (31.10 cm) berbeda nyata (P<0.05) dengan wilayah Sumedang, Pangandaran, Tasikmalaya, Garut, Majalengka, Sukabumi dan Purwakarta. Wilayah Kuningan terlihat berbeda nyata (P<0.05) dengan Garut, Majalengka, Sukabumi, Purwakarta dan Ciamis. Wilayah Sumedang, Pangandaran dan Tasikmalaya terlihat berbeda nyata (P<0.05) dengan Garut, Majalengka, Sukabumi, Purwakarta dan Ciamis. Rataan panjang kelangkang sapi pasundan jantan di wilayah Ciamis lebih rendah (24.81 cm) namun pada sapi betina memiliki panjang kelangkang tertinggi yaitu 38.38 cm berbeda nyata (P<0.05) dengan wilayah subpopulasi lainnya. Ukuran panjang kelangkang wilayah Garut berbeda (P<0.05) dengan Cianjur, Sumedang, Majalengka dan Sukabumi. Panjang kelangkang terendah terdapat di wilayah Sukabumi dengan rata-rata 26.25 cm.
Tabel 3 Deskripsi morfometrik ukuran dalam dada dan lingkar dada sapi pasundan berdasarkan wilayah subpopulasi
Ukuran dalam dada sapi pasundan jantan tertinggi terdapat di wilayah Ciamis dengan rataan 45.34 cm, berbeda nyata (P<0.05) dengan Garut dan Kuningan. Dalam dada di wilayah Indramayu tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan Pangandaran, Cianjur, Tasikmalaya, Purwakarta, Sukabumi, Sumedang, Majalengka dan Garut. Ukuran dalam dada terendah terdapat di wilayah Kuningan (24.98 cm). Dalam dada sapi pasundan betina tertinggi terdapat di wilayah Ciamis (49.96 cm) dan terlihat berbeda nyata (P<0.05) dengan wilayah subpopulasi lainnya. Dalam dada sapi pasundan betina di wilayah Cianjur, Garut, Purwakarta, Indramayu, Sumedang, Pangandaran, Kuningan, Tasikmalaya dan Sukabumi berbeda nyata (P<0.05) dengan wilayah Majalengka. Ukuran dalam dada terendah pada sapi pasundan betina terdapat di Majalengka (32.15 cm).
Ukuran lingkar dada tertinggi sapi pasundan jantan terdapat di wilayah Indramayu dengan rataan 142.00 cm, ukuran lingkar dada sapi pasundan di wilayah Indramayu berbeda nyata (P<0.05) dengan Garut, Sumedang dan Sukabumi. Wilayah Indramayu tidak berbeda nyata dengan (P<0.05) dengan Tasikmalaya, Majalengka, Ciamis, Kuningan, Cianjur, Pangandaran dan Purwakarta. Wilayah Garut tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan Sumedang dan Sukabumi. Rataan terendah lingkar dada sapi pasundan jantan terdapat di wilayah Sukabumi (126.40 cm). Rataan tertinggi terdapat di wilayah Indramayu (142 cm)
dan terendah di Sukabumi (126.40 cm). Lingkar dada sapi pasundan betina wilayah Ciamis dan Cianjur berbeda nyata dengan wilayah Pangandaran, Garut, Indramayu, Sumedang, Purwakarta, Sukabumi, Majalengka, Tasikmalaya dan Kuningan. Wilayah Garut tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan Indramayu, Sumedang, Purwakarta, Sukabumi, Majalengka, Tasikmalaya tetapi berbeda nyata dengan Kuningan. Rataan tertinggi sapi pasundan betina terdapat di wilayah Cianjur dengan rataan 137.16 dan terendah di Kuningan yaitu 125.15 cm.
Keragaman ukuran dalam dada sapi pasundan jantan berada pada kisaran 1.04–26.23% sedangkan pada sapi pasundan betina 9.14–16.43%. Sapi pasundan betina memiliki keragaman ukuran dalam dada sebesar 2.34–5.93% sedangkan sapi pasundan jantan 3.65–11.5%. Rataan ukuran dalam dada dan lingkar dada sapi pasundan berdasarkan hasil penelitian ini terlihat lebih kecil dibandingkan penelitian Hilmia (2014), namun memiliki koefisien keragaman yang lebih besar. Hasil penelitian Hilmia (2014) menunjukkan bahwa rataan dalam dada dan lingkar dada sapi Ciamis berturut-turut yaitu 54.70+4.39 cm dan 152.61+7.25 cm sementara koefisien keragaman sapi Ciamis pada dua ukuran tersebut yaitu 8.03% dan 4.75%. Hal ini menginterpretasikan bahwa ukuran tubuh sapi pasundan khususnya dalam dada dan lingkar dada lebih beragam.
Deskripsi Bobot Badan Sapi Pasundan
Bobot badan merupakan salah satu indikator produktivitas ternak yang didapatkan selama ternak dipelihara. Performa bobot badan dapat menjadi standarisasi kondisi lingkungan pemeliharaan peternakan di suatu wilayah. Bobot badan merupakan salah satu sifat yang memiliki nilai ekonomis dan bersifat kuantitiatif yang dikendalikan oleh banyak gen (Warwick et al. 1995). Deskripsi bobot badan sapi pasundan jantan dan betina di wilayah subpopulasi disajikan pada Tabel 4.
Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wilayah subpopulasi memberikan pengaruh terhadap bobot badan sapi pasundan jantan dan betina. Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan bobot badan sapi pasundan jantan tertinggi terdapat di wilayah Indramayu yaitu 234.06 kg dan terlihat berbeda nyata (P<0.05) dengan Garut, Sumedang dan Sukabumi. Rataan ukuran bobot badan sapi pasundan jantan terkecil terdapat di wilayah Sukabumi (186.59 kg) dan tidak berbeda nyata (P<0.05) dengan Tasikmalaya, Ciamis, Majalengka, Kuningan, Cianjur, Pangandaran, Purwakarta, Garut dan Sumedang namun terlihat berbeda (P<0.05) dengan Indramayu.
Tabel 4 Deskripsi bobot badan sapi pasundan berdasarkan wilayah subpopulasi
Keragaman bobot badan sapi pasundan jantan dan betina di wilayah subpopulasi terlihat cenderung beragam. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien keragaman antara 10 sampai mendekati 30%. Koefisien keragaman tertinggi sapi pasundan jantan terendah terdapat di wilayah Indramayu (10.03%) dan tertinggi di Purwakarta (25.87%). Sapi pasundan betina memiliki keragaman tertinggi 28.01% terdapat di wilayah Sukabumi sedangkan terendah di Ciamis yaitu 10.24%. Nilai koefisien keragaman bobot badan sapi pasundan terlihat sama dengan yang dilaporkan pada sapi pesisir dan sapi katingan.
Tingginya tingkat keragaman bobot badan sapi pasundan diduga dipengaruhi oleh tingginya keragaman lingkungan pemeliharaan. Keragaman yang tinggi diduga karena belum adanya program pemuliaan yang terarah (Adrial 2010 dan Utomo 2016). Namun keragaman yang tinggi pada ternak ini dapat dimanfaatkan untuk pemuliabiakan dan seleksi. Sebagaimana Sodiq et al. (2009) menjelaskan bahwa keragaman yang tinggi memberikan peluang dilakukan seleksi “dalam bangsa” untuk memperoleh ternak dengan tingkat produktivitas yang tinggi.
Bobot badan pada hasil penelitian ini lebih kecil dibandingkan sapi lokal Ciamis berdasarkan penelitian Hilmia (2014). Rataan bobot badan sapi Ciamis mencapai 267.68 kg dan terlihat lebih tinggi dibandingkan sapi aceh dan katingan. Sapi lokal Ciamis diduga merupakan hasil persilangan antara sapi lokal di wilayah Ciamis yang merupakan keturunan dari sapi bali dengan sapi PO, hasil program
n=jumlah sampel, JK=jenis kelamin (♂=jantan, ♀=betina), min=nilai minimum, max=nilai maksimum, �̅ = rataan, Sd=standar deviasi, a,b..dstAngka dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK = Koefisien keragaman (%)
Ongolisasi di Indonesia. Wilayah pemeliharaan sapi lokal Ciamis berada di wilayah pedesaaan dengan pemeliharaan secara tradisional. Pemeliharaan dilakukan seadanya dengan pemberian pakan yang terbatas secara kuantitas dan kualitas (hanya diberikan rumput) dengan kondisi kandang semi permanen. Kondisi lingkungan pemeliharaan yang dikategorikan wilayah tropik, memiliki suhu udara relatif panas dengan kelembaban relatif tinggi (Hilmia 2014).
Secara umum lokasi pemeliharaan sapi pasundan di seluruh wilayah subpopulasi bersifat semi intensif sampai ekstensif kecuali pada BPPT Ciamis. Terlihat adanya integrasi secara alamiah antara sapi pasundan yang dipelihara di wilayah sekitar hutan atau lahan perkebunan karet dan kayu jati. Sapi pasundan digembalakan dari pagi sampai sore hari. Hal serupa terjadi di wilayah pemeliharaan sepanjang pesisir pantai, dengan mengandalkan tanaman hijauan di area timbunan pasir. Hal ini diduga mempengaruhi performa sapi pasundan yang relatif kecil. Sebagaimana hasil penelitian Andiwinarti (2011) bahwa pemeliharaan sapi PO yang bersifat tradisional yaitu digembalakan pada siang hari selanjutnya dikandangkan pada sore hari menyebabkan pertumbuhan yang tidak optimal.
Deskripsi Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan, Bali, Madura dan PO
Deskripsi morfometrik ukuran tubuh sapi pasundan, bali, madura dan PO jantan dan betina disajikan pada Tabel 5, 6 dan 7. Deskripsi ukuran tinggi pundak, panjang badan dan tinggi pinggul disajiikan pada Tabel 5. Deskripsi ukuran lebar pinggul dan panjang kelangkang disajikan pada Tabel 6. Tabel 7 menyajikan deskripsi ukuran lebar dada, dalam dada dan lingkar dada. Hasil menunjukkan bahwa secara umum perbedaan rumpun memberikan pengaruh terhadap ukuran tubuh sapi baik jantan maupun betina.
Hasil pada Tabel 5 menunjukkan bahwa secara umum ukuran tinggi pundak sapi PO jantan dan betina berbeda nyata (P<0.05) dengan sapi bali namun tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan sapi pasundan dan madura. Rataan ukuran tinggi pundak sapi PO jantan dan betina terlihat lebih tinggi dibandingkan sapi pasundan, bali dan madura dengan rataan 127.23 cm dan 124.54 cm. Rataan ukuran tinggi pundak terendah pada sapi bali jantan dan betina yaitu 123.20 cm dan 120.18 cm.
Data SNI menunjukkan bahwa sapi madura memiliki ukuran tinggi pundak tertinggi dan selanjutnya diikuti oleh sapi PO, pasundan dan bali. Rataan berturut-turut pada sapi jantan yaitu 132.00 cm; 130.00 cm; 124.00 cm dan 120.00 cm sedangkan pada sapi betina yaitu 126.00 cm; 125.00 cm; 121.00 cm dan 106.00 cm (BSN tahun 2013 dan 2015b,c). Hasil penelitian ini sesuai dengan Putra et al. (2016) yang melaporkan bahwa sapi PO memiliki kerangka lebih besar dibandingkan sapi bali. Selanjutnya dijelaskan bahwa tinggi badan, tinggi hips
dan tinggi pinggang sapi PO berturut-turut yaitu 117.44 cm, 124.25 cm dan 120.38 cm.
Ukuran Tubuh Sapi n JK Min Max �̅/Sd KK
n=jumlah sampel, JK=jenis kelamin (♂=jantan, ♀=betina), min=nilai minimum (cm), max=nilai maksimum (cm), �̅ = rataan (cm), Sd=standar deviasi, a,b..dstAngka dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK = Koefisien keragaman (%)
dan betina tidak berbeda nyata (P>0.05) namun sapi PO terlihat memiliki rataan panjang badan lebih tinggi dibandingkan sapi pasundan dan bali. Rataan panjang badan sapi bali lebih rendah, sapi bali jantan memiliki rataan yaitu 127.024 cm sedangkan betina 121.38 cm.
Tabel 5 Deskripsi ukuran tinggi pundak, panjang badan dan tinggi pinggul sapi
pasundan, bali, madura dan PO
Hasil penelitian ini serupa dengan rataan ukuran panjang badan sapi madura namun lebih tinggi dibandingkan sapi bali dan PO (BSN 2015 b,c) pada kelas II serta pada sapi pasundan (Kementan 2014). Selanjutnya dilaporkan bahwa rataan panjang badan sapi madura jantan dan betina masing-masing yaitu 142.00 cm dan 130.00 cm. Sedangkan pada sapi bali, PO dan pasundan yaitu 124.00 cm dan 110.00 cm; 133.00 cm dan 129.00 cm; serta 127.00 cm dan 124.00 cm.
Ukuran Tubuh Sapi n JK Min Max �̅/Sd KK
n=jumlah sampel, JK=jenis kelamin (♂=jantan, ♀=betina), min=nilai minimum, max=nilai maksimum, �̅ = rataan (cm), Sd=standar deviasi, a,b..dstAngka dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK = Koefisien keragaman (%)
rataan yang lebih rendah masing-masing yaitu 126.05 cm dan 122.20 cm. Secara umum terlihat bahwa sapi pasundan memiliki tinggi pinggul yang hampir sama dengan sapi madura dan PO tetapi lebih tinggi jika dibandingkan dengan sapi bali.
Tabel 5 menyajikan koefisien keragaman sebagai representasi dari keragaman ukuran tubuh tinggi pundak, panjang badan maupun tinggi pinggul sapi pasundan, bali, madura dan PO. Hasil menunjukkan bahwa keragaman ukuran tinggi pundak, panjang badan dan tinggi pinggul sapi pasundan lebih tinggi dibandingkan sapi bali, madura dan PO. Hal ini mengindikasikan bahwa ukuran tubuh tersebut cukup beragam. Koefisien keragaman sapi pasundan jantan dan betina berturut-turut pada ukuran tinggi pundak yaitu 14.40% dan 19.78%, panjang badan (12.97% dan 29.18%) serta tinggi pinggul (14.18% dan 15.99%). Tingginya keragaman dapat dimanfaatkan dalam upaya seleksi.
Tabel 6 Deskripsi ukuran lebar pinggul dan panjang kelangkang sapi pasundan, bali, madura dan PO
Hasil pada Tabel 5 menunjukkan bahwa ukuran lebar pinggul sapi bali jantan nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan sapi PO dan pasundan namun terlihat tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan sapi madura. Sapi madura terlihat tidak berbeda dengan sapi PO. Rataan ukuran lebar pinggul tertingi terdapat pada sapi bali jantan yaitu 40.21 cm dan sapi pasundan memiliki rataan terendah yaitu 30.34 cm. Sedangkan pada sapi betina terlihat bahwa rataan ukuran lebar pinggul sapi bali, madura dan PO tidak berbeda nyata (P<0.05) namun nyata lebih tinggi dibandingkan sapi pasundan. Rataan lebar pinggul sapi pasundan betina terlihat lebih rendah yaitu 32.31 cm.
Ukuran Tubuh Sapi n JK Min Max �̅/Sd KK
n=jumlah sampel, JK=jenis kelamin (♂=jantan, ♀=betina), min=nilai minimum, max=nilai maksimum, �̅ = rataan, Sd=standar deviasi, a,b..dstAngka dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK = Koefisien keragaman (%)
panjang kelangkang terdapat pada sapi pasundan jantan maupun dengan rataan masing-masing yaitu 27.76 cm dan 30.90 cm.
Keragaman ukuran lebar pinggul sapi pasundan, bali, madura dan PO jantan berkisar antara 1.86%–10.88%. Sedangkan pada sapi pasundan, bali, madura dan PO betina memiliki keragaman antara 1.38% sampai 9.48%. Keragaman ukuran panjang kelangkang sapi pasundan, bali, madura dan PO jantan yaitu 2.02% sampai 9.48%. Sedangkan pada betina berkisar antara 4.01%–15.19%. Secara umum hasil menunjukkan bahwa keragaman ukuran lebar pinggul dan panjang kelangkang sapi pasundan lebih tinggi dibandingkan sapi bali, madura dan PO jantan maupun betina.
Tabel 7 Deskripsi ukuran dalam dada dan lingkar dada sapi pasundan, bali, madura dan PO
Sapi JK n Min Max �̅+Sd KK
n=jumlah sampel, JK=jenis kelamin (♂=jantan,♀=betina), min=nilai minimum, max=nilai maksimum, �̅ = rataan, Sd=standar deviasi, a,b..dstAngka dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05), KK = Koefisien keragaman (%)
ukuran yang tidak berbeda nyata (P>0.05). Sapi pasundan jantan dan betina memiliki rataan terendah masing-masing yaitu 28.62 cm dan 29.24 cm.
Tabel 7 menunjukkan bahwa dalam dada sapi bali jantan dan betina memiliki rataan tertinggi yaitu 59.36 cm dan 55.97 cm. Rataan dalam dada sapi bali jantan terlihat berbeda nyata (P>0.05) dengan dengan sapi madura, PO dan pasundan. Sedangkan rataan dalam dada sapi jantan bali dan madura berbeda nyata (P<0.05) dengans api PO dan pasundan. Rataan terendah dalam dada terdapat pada sapi pasundan jantan yaitu 38.03 cm dan pada sapi pasundan betina yaitu 38.08 cm. Hasil penelitian ini didukung oleh Putra et al. (2016) bahwa sapi bali memiliki dalam dada yang lebih besar dibandingkan dengan sapi PO dengan rataan 56.00 cm. Hal ini sesuai dengan Rollinson dan Payne (1999) yang menyatakan bahwa sapi bali memiliki bagian dada yang dalam.
Rataan lingkar dada sapi bali, madura dan PO jantan tidak berbeda nyata (P>0.05) namun berbeda nyata (P>0.05) jika dibandingkan dengan sapi pasundan. Ukuran sapi pasundan jantan memiliki rataan lebih rendah dibandingkan sapi bali, madura dan PO yaitu 140.88 kg. Sedangkan rataan ukuran lingkar dada sapi bali betina terlihat nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan sapi pasundan, madura dan PO. Sapi madura dan PO betina tidak berbeda nyata (P<0.05) namun nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan sapi pasundan betina. Rataan lingkar dada sapi pasundan betina yaitu 129.99 kg. Rataan tertinggi ukuran lingkar dada terdapat pada sapi bali jantan dengan rataan 145.45 cm dan sapi madura betina yaitu 141.76 cm.
Keragaman ukuran lebar dada dan dalam dada tertinggi terdapat pada sapi pasundan jantan maupun betina dengan rataan koefisien keragaman masing-masing yaitu 10.24% dan 18.68% serta 17.59% dan 12.94%. Sedangkan keragaman ukuran lingkar dada tertinggi terdapat pada sapi bali jantan yaitu 6.83%. Pada sapi betina, keragaman tertinggi ukuran lingkar dada terdapat pada sapi pasundan 5.08%. Tingginya nilai koefisien keragaman menunjukkan bahwa ukuran tubuh lebar dada, dalam dada dan lingkar dada pada sapi pasundan jantan dan betina sangat bervariasi dan cenderung beragam.
Deskripsi Bobot Badan Sapi Pasundan, Bali, Madura dan PO
Bobot badan merupakan salah satu indikator produktivitas ternak yang dapat diduga berdasarkan ukuran linear tubuh lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan (Kadarsih 2003). Deskripsi bobot badan sapi pasundan, bali, madura dan PO jantan dan betina disajikan pada Tabel 8.
Bobot badan sapi bali, madura dan PO jantan berbeda nyata (P<0.05) dan terlihat lebih tinggi dibandingkan sapi pasundan. Sapi bali betina terlihat berbeda nyata (P<0.05) dan memiliki bobot badan lebih berat dibandingkan sapi madura, PO dan pasundan. Rataan bobot badan sapi pasundan terlihat lebih kecil pada jantan maupun betina dengan rataan masing-masing yaitu 203.38 kg dan 199.40 kg. Hasil penelitian ini terlihat sama dengan Abdullah et al. (2007) yang melaporkan bahwa pada tingkatan umur yang sama, sapi Aceh terlihat memiliki bobot badan lebih rendah dibandingkan sapi bali, madura dan PO. Utomo et al. (2010) juga menyatakan bahwa bobot badan sapi bali dan PO terlihat lebih tinggi daripada sapi katingan.
Bobot badan ternak merupakan representasi dari kondisi pemeliharaan ternak. Berdasarkan hasil penelitian ini, bobot badan sapi pasundan jantan dan betina terlihat lebih rendah dibandingkan sapi bali, madura dan PO. Rendahnya bobot badan sapi pasundan diduga karena perbedaan sistem pemeliharaan dan arah seleksi. Sebagaimana Sumantri (2007) dan Gunawan et al. (2008) bahwa mengungkapkan bahwa selain faktor genetik, ukuran-ukuran tubuh dapat dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan. Sapi pasundan dipelihara secara semi intensif sampai ekstensif. Peternak di wilayah subpopulasi sapi pasundan memiliki kebiasaan mengembalakan di wilayah sekitar hutan maupun di pesisir pantai. Sebelum ditetapkan sebagai rumpun, pemerintah belum merumuskan kebijakan dalam pelestarian dan pengembangan sapi pasundan. Sehingga diduga belum adanya kebijakan terhadap arah seleksi sapi pasundan. Kemungkinan terjadi seleksi negatif, yaitu penjulan terhadap ternak dengan ukuran yang lebih besar dan produktif tanpa adanya upaya perbaikan mutu genetik sehingga yang tersisa adalah sapi dengan performa kecil dan bobot badan rendah.
Tawaf dan Kuswaryan (2006) menyatakan bahwa kebijakan pemerintah dalam pembangunan peternakan masih bersifat top-down. Sebelum adanya penetapan rumpun terhadap sapi pasundan, pemeliharaan atau budidaya masih dilakukan oleh peternak kecil dengan orientasi sebagai tabungan. Hal ini berbeda dengan sapi bali, madura dan PO yang telah diorientasikan arah pengembangannya ke ternak penghasil daging. Adanya upaya pemerintah terlihat dengan adanya penetapan rumpun maupun penentuan wilayah sumber bibit pada sapi bali, madura dan PO (Kementrian Pertanian 2010 dan 2012). Implikasi dari adanya orientasi tersebut ditandai dengan tingginya bobot badan pada sapi bali, madura maupun pasundan. bobot badan dapat mencerminkan bobot karkas yang dihasilkan suatu ternak. Semakin tinggi bobot badan ternak akan menghasilkan persentase bobot karkas yang tinggi.
variasi genotipe dalam populasi, semakin besar perbaikan mutu bibit yang diharapkan.
Penciri Ukuran Tubuh dan Bentuk Sapi Pasundan, Bali, Madura dan PO Hasil analisis T2-Hotelling menunjukkan bahwa sapi pasundan vs bali, pasundan vs madura, pasundan vs PO, bali vs madura dan bali vs PO jantan dan betina memiliki ukuran tubuh dan bentuk yang berbeda nyata (P<0.05). Persamaan ukuran dan bentuk tubuh sapi pasundan, bali, madura dan PO jantan dan betina disajikan pada Tabel 9.
Keragaman total komponen ke-1 terendah yaitu 36.00% dan tertinggi 88.80% masing-masing terdapat pada sapi madura jantan dan betina. Keragaman total komponen ke-2 yang disetarakan dengan bentuk terendah yaitu 8.20% terdapat pada sapi madura betina dan tertinggi 35.30% terdapat pada sapi bali jantan. Nilai eigen ukuran dan bentuk tertinggi yaitu 373.93 dan 224.71 terdapat pada sapi pasundan betina, sedangkan nilai eigen ukuran dan bentuk terendah masing-masing yaitu 41.44 terdapat pada sapi madura betina dan 3.816 pada sapi bali betina.
Tabel 9 Persamaan penciri ukuran tubuh dan bentuk serta nilai korelasi pada sapi pasundan, bali, madura dan PO jantan dan betina
Sapi JK Persamaan KT Λ
Pasundan ♂ Ukuran 0,351x1+0,648x2+0,493x3+0,113x4+0,209x5
+0,364x6+0,158x7-0,004x8
51,70 204,73
Bentuk 0,137x1+0,507x2-0,528x3+0,022x4
-0,650x5+0,054x6-0,013x7+0,137x8
25,90 102,51
♀ Ukuran 0,137x1+0,507x2+0,528x3+0,022x4
-0,650x5+0,054x6-0,013x7+0,137x8
48,00 373,93
Bentuk 0,137x1+0,507x2-0,528x3+0,022x4
-0,650x5+0,054x6-0,013x7-0,137x8
28,90 224,71
0,311x5+0,319x6+0,274x7+0,011x8
36,00 48,13
Bentuk 0,146x1+0,444x2+0,282x3+0,578x4+0,095x5
+0,134x6+0,569x7+0,131x8
24,20 32,34
♀ Ukuran 0,249x1-0,015x2+0,929x3-0,009x4
-0,002x5+0,254x6+0,037x7+0,092x8
88,80 41,44
Bentuk 0,956x1-0,161x2-0,161x3+0,046x4-0,165x5
-0,053x6+0,046x7+0,003x8
21,70 9,31
♀ Ukuran 0,746x1+0,060x2+0,577x3+0,168x4+0,122x5
+0,059x6+0,173x7+0,173x8
48,90 158,98