• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Dan Pendugaan Umur Simpan Biskuit Berbasis Sagu, Konsentrasi Protein Ikan Nila Serta Spirulina Sp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Dan Pendugaan Umur Simpan Biskuit Berbasis Sagu, Konsentrasi Protein Ikan Nila Serta Spirulina Sp"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN BISKUIT

BERBASIS SAGU, KONSENTRAT PROTEIN IKAN NILA

SERTA

Spirulina

sp.

ADE IMRIATI PULUNGAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi dan Pendugaan Umur Simpan Biskuit Berbasis Sagu, Konsentrat Protein Ikan Nila serta Spirulina sp. adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

(4)

ABSTRAK

ADE IMRIATI PULUNGAN. Formulasi dan Pendugaan Umur Simpan Biskuit Berbasis Sagu, Konsentrasi Protein Ikan Nila serta Spirulina sp. Dibimbing oleh IRIANI SETYANINGSIH dan WINI TRILAKSANI.

Ikan dan mikroalga khususnya Spirulina dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan konsumsi protein di masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan konsumsi gizi protein adalah melakukan diversifikasi dan formulasi produk. Biskuit merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang disukai masyarakat. Formulasi bahan kaya protein dapat meningkatkan gizi produk dan asupan gizi protein konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan formula terpilih biskuit sagu dengan penambahan KPI dan Spirulina serta membandingkan komposisi kimia, aktivitas antioksidan, kerenyahan, aktivitas air dan pendugaan umur simpannya. Biskuit terpilih berdasarkan karakteristik sensori adalah P9 (KPI 20 g dan Spirulina 9 g). Karakteristik kimia-fisik biskuit P9 diantaranya kadar air 1,13%, kadar abu 2,66%, kadar lemak 15,21%, kadar protein 15,87% dan kadar karbohidrat 65,14%, IC50>1000ppm,

kerenyahan 241,3 gf, aktivitas air 0,40. Biskuit yang disimpan menggunakan kemasan retort pouch pada suhu 25 mempunyai umur simpan 162 hari. Total energi yang disumbangkan pada 36 g takaran saji 165,92 kkal.

Kata kunci : biscuit, KPI, sagu, Spirulina, umur simpan ABSTRACT

ADE IMRIATI PULUNGAN. Formulation and Shelf Life Prediction of Sago Based Biscuit, Tilapia Fish Protein Concentrate and Spirulina sp. Supervised by IRIANI SETYANINGSIH and WINI TRILAKSANI.

Fish and microalgae especially Spirulina can be utilized to increase protein consumption level. One of the efforts to increase protein consumption is to diversification and formulation products. Biscuit is one of light meals or snack loved by most societies. Formulation of protein rich ingredients can improve products nutrition and nutritional intake of consumer. The objective of this research was to determine the selected formula of sago biscuit with addition of FPC and Spirulina as well as to compare chemical composition, antioxidant activity, crispness, water activity and estimation of their shelf life. The selected biscuit based characteristics sensory is P9 (20 g FPC and 9 g Spirulina). The selected chemical-physical formula characteristics were water content 1.13%, ash 2.66%, fat 15.21%, protein 15.87%, and carbohydrate 65.14%, IC50>1000ppm,

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)
(7)

FORMULASI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN BISKUIT

BERBASIS SAGU, KONSENTRAT PROTEIN IKAN NILA

SERTA

Spirulina

sp.

ADE IMRIATI PULUNGAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Formulasi dan Pendugaan Umur Simpan Biskuit Berbasis Sagu, Konsentrat Protein Ikan Nila serta Spirulina sp.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan karya ilmiah ini, terutama kepada:

1 Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS dan Dr Ir Wini Trilaksani, MSc selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.

2 Bambang Riyanto SPi, MSi selaku dosen penguji atas segala masukan yang diberikan kepada penulis.

3 Dr Eng Uju SPi, MSi selaku Wakil Komisi Pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan.

4 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.

5 Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) selaku lembaga yang telah mendanai penelitian ini.

6 Umak, ayah, kakak, adik dan uci yang telah mendoakan dan memberikan cinta, kasih sayang dan motivasi kepada penulis.

7 Teman-teman Tim KPI dan Spirulina (Ajeng, Susan, Vitha, Komti dan Mail), Laboratorium Diversifikasi, serta keluarga besar THP 47, 46, 48 dan 49 atas dukungannya selama ini kepada penulis.

8 Keluarga besar IMATAPSEL 47, IMATAPSEL BOGOR, dan IAS BOGOR (Ria As, RIA M, Jaka, Winda, Thaisir, Lili, Nurul, Lisna, Saleh, Eka dll) serta teman-teman kosan tercinta WBB atas segala dukungan dan motivasinya kepada penulis.

9 Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga terselesaikannya skripsi ini

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih memiliki kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Hipotesis Penelitian ... 3

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Ruang Lingkup Penelitian ... 3

METODE PENELITIAN ... 4

Bahan dan Alat ... 4

Prosedur Penelitian ... 4

Prosedur Analisis ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

Karakteristik Konsentrat Protein Ikan, Spirulina, Sagu ... 13

Karakteristik Sensori Biskuit Fortifikasi KPI dan Spirulina ... 14

Biskuit Sagu Fortifikasi KPI dan Spirulina Terpilih Berbasis Indeks Kinerja (Metode Bayes) ... 17

Komposisi Fisiko-Kimia Biskuit Terpilih ... 18

Perbandingan Biskuit Terbaik dengan Biskuit Komersial ... 22

Umur Simpan Biskuit Sagu Fortifikasi KPI dan Spirulina ... 24

Sumbangan Gizi dan Kalori Biskuit Sagu Fortifikasi KPI dan Spirulina Terpilih dan Biskuit Komersial ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

Kesimpulan ... 26

Saran ... 26

UCAPAN TERIMA KASIH ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 26

(14)

DAFTAR TABEL

1 Formula biskuit sagu KPI dan Spirulina ... 6

2 Nilai rataan hasil analisis sensori biskuit ... 15

3 Hasil pembobotan parameter biskuit dengan metode Bayes ... 18

4 Komposisi fisiko-kimia biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina ... 19

5 Komposisi fisiko-kimia pada biskuit ... 22

6 Umur simpan biskuit sagu KPI dan Spirulina pada suhu penyimpanan berbeda... 24

7 Informasi nilai gizi biskuit sagu KPI dan Spirulina dan biskuit komersial ... 25

DAFTAR LAMPIRAN

1 Karakteristik fisiko-kimia KPI nila ... 33

2 Komposisi kimia Spirulina platensis kering ... 33

3 Komposisi kimia sagu ... 33

4 Hasil uji Kruskal Wallis parameter sensori biskuit sagu ... 34

5 Penilaian indeks kinerja (metode Bayes) terhadap parameter sensori ... 35

6 Analisis ragam (Anova) kerenyahan biskuit sagu ... 36

7 Analisis ragam (Anova) dan uji lanjut Duncan karakteristik kimia biskuit sagu ... 36

8 Penentuan Umur Simpan ... 38

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang telah banyak dibudidayakan dan sebagai sumber protein. Data Direktorat Jendral Perikanan Budidaya (2013) menunjukkan produksi ikan nila pada tahun 2007 sebesar 206 906 ton dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 684 400 ton. Ikan nila hitam merupakan salah satu spesies ikan nila yang mudah dibudidaya, harga relatif murah, memiliki kadar protein tinggi serta kadar lemak yang tergolong rendah. Pemanfaatan ikan nila saat ini masih terbatas sebagai ikan konsumsi yang memiliki umur simpan singkat. Yakhin et al. (2008) menyatakan bahwa kandungan protein ikan nila sekitar 15,31%, sedangkan kandungan lemak ikan nila sekitar 0,98%. Tingginya kandungan protein pada ikan nila memungkinkan untuk dijadikan konsentrat protein ikan (KPI).

Konsentrat protein ikan mudah dimanfaatkan atau difortifikasi ke dalam bahan pangan yang mengandung karbohidrat tinggi. Konsentrat protein ikan adalah produk yang dihasilkan dengan menghilangkan kandungan lemak dan air, sehingga meningkatkan konsentrasi protein dan zat gizi lainnya (Ibrahim 2009). Spesifikasi KPI dibagi menjadi tiga tipe yaitu tipe A memiliki kandungan protein minimal 67,5%, kandungan lemak maksimal 0,75%, memiliki bau dan rasa yang lemah bila dibasahi air panas. Konsentrat protein ikan (KPI) tipe B memiliki kandungan protein minimum 65%, kandungan lemak maksimum 3% dan KPI tipe C memiliki kandungan protein minimum 60%, kandungan lemak maksimal 10% (FAO 1976 dalam Windsor 2008).

Sumberdaya perairan yang juga memiliki kandungan gizi tinggi adalah mikroalga. Salah satu mikroalga yang dapat dijadikan sebagai bahan pangan adalah Spirulina sp. Sánchez et al. (2003) melaporkan bahwa Spirulina platensis mempunyai kandungan gizi yang tinggi dengan kadar protein 55-70%, karbohidrat 15-25%, asam lemak esensial 18%, vitamin, mineral serta pigmen klorofil, karoten, xantofil dan fikosianin. Protein yang terkandung dalam Spirulina terdiri dari asam-asam amino isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptopan, valin, alanin, arginin, asam aspartat, sistein, asam glutamat, glisin, histidin, prolin, serin, tirosin. Alga ini juga kaya akan gamma-linolenic (GLA). Vitamin yang terkandung di dalamnya adalah vitamin B1, B2, B3, B6, B12, sumber antioksidan seperti vitamin C, vitamin A dan vitamin E, dan juga sebagai sumber potasium, kalsium, krom, tembaga, besi, magnesium, mangan, fosfor, selenium, sodium, seng, germanium (Henrikson 2009). Spirulina platensis

mengandung β-karoten, klorofil α dan pigmen fikosianin yang merupakan pewarna alami dan mempunyai aktivitas antioksidan tinggi (Yudiati et al. 2011), dengan komponen fenol sebanyak 4,997 μg/g Spirulina (Colla et al. 2007).

(16)

2

konsumsi biskuit diperkirakan meningkat 5%-8% (Saksono 2012). Biskuit yang beredar di pasaran umumnya dibuat dari tepung terigu yang merupakan bahan impor, memiliki kandungan karbohidrat tinggi, lemak tinggi, protein rendah.

Pemanfaatan konsentrat protein ikan sebagai sumber protein dalam formulasi biskuit telah dilakukan oleh Kusharto et al. (2005) yaitu pembuatan biskuit berbasis konsentrat protein ikan yang diperkaya probiotik sebagai makanan fungsional untuk balita; Dewita et al. (2011) menambahkan konsentrat protein ikan patin untuk pembuatan biskuit dan snack; Anugrahati et al. (2012) melakukan penelitian dengan memanfaatkan konsentrat protein ikan patin dalam pembuatan biskuit; sedangkan pemanfaatan Spirulina sp. sebagai sumber protein dalam biskuit terus dilakukan. Sharma dan Dunkwal (2012) melakukan pengembangan biskuit berbasis Spirulina; Sari (2013) melakukan formulasi biskuit kaya protein berbasis Spirulina. Bahan baku biskuit yang digunakan

adalah tepung terigu. Konsumsi tepung terigu tahun 2013 mencapai 1,25 kg/kapita/tahun (PSDIP 2014). Terigu memiliki komponen terpenting yang

berbeda dengan tepung lainnya yaitu protein gliadin dan glutenin yang membentuk protein gluten. Protein gluten tidak dapat dikonsumsi oleh semua kalangan seperti penderita autis dan seliak atau sering disebut celiac disease. Penderita penyakit tersebut memiliki alergi terhadap gluten, tubuhnya tidak toleran terhadap gluten (BBPPPPP 2010). Salah satu solusi yang dapat ditawarkan antara lain dengan menciptakan pangan baru yang menggunakan bahan baku non terigu yang didapat dari sumber karbohidrat lokal, antara lain sagu.

Sagu merupakan tanaman penghasil karbohidrat dari batang yang cukup potensial. Djoefrie et al. (2013) menyatakan tanaman sagu memiliki potensi produksi paling tinggi dibandingkan dengan tanaman lainnya. Satu batang sagu dapat menghasilkan 200-400 kg pati. Tingginya kandungan karbohidrat sagu, memungkinkan untuk dijadikan bahan pembuat biskuit dan difortifikasi dengan bahan pangan berprotein tinggi untuk pengkayaan gizi antara lain menggunakan KPI dan Spirulina. Biskuit berbasis sagu, KPI dan Spirulina belum banyak diteliti, sehingga perlu diketahui formulasi biskuit dan umur simpan untuk mengetahui masa kadaluwarsa produk.

Perumusan Masalah

(17)

3

sagu fortifikasi KPI, Spirulina serta daya terima dan umur simpannya untuk mengetahui waktu kadaluwarsa produk.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah :

1 Penambahan KPI nila dan Spirulina dengan konsentrasi berbeda-beda memberi pengaruh terhadap karakteristik sensori biskuit sagu fortifikasi.

2 Penambahan KPI nila dan Spirulina dengan konsentrasi berbeda-beda memberi pengaruh terhadap sifat fisik-kimia biskuit sagu fortifikasi.

3 Suhu dapat menyebabkan pertumbuhan mikroba biskuit.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah menciptakan produk biskuit kaya protein. Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:

1 Mendapatkan formula biskuit sagu berbasis KPI dan Spirulina.

2 Menentukan sifat fisiko dan kimia biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina terpilih dengan biskuit kontrol serta biskuit komersial.

3 Menentukan umur simpan biskuit terpilih dengan menggunakan metode Arrhenius.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini yaitu

1 Menghasilkan produk baru berbahan baku sagu sebagai alternatif pangan yang bergizi.

2 Meningkatkan nilai tambah ikan nila hitam sebagai bahan baku pembuatan konsentrat protein ikan.

3 Meningkatkan nilai gizi biskuit dengan penambahan KPI dan Spirulina sp. 4 Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya lokal sehingga tidak tergantung

terhadap negara lain.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi 1) penentuan formulasi biskuit terpilih berdasarkan analisis sensori (kenampakan, tekstur, warna, aroma dan rasa) dengan menggunakan metode Bayes, 2) pengujian karakteristik biskuit terpilih meliputi

analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat (by difference), analisis aktivitas antioksidan, analisis tekstur (kerenyahan),

(18)

4

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2013 sampai Desember 2014 di Laboratorium Diversifikasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia, Laboratorium Organoleptik dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Nutrisi dan Biologi Radiasi Pusat Antar Universitas (PAU), Laboratorium Terpadu Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu bahan untuk pembuatan biskuit dan bahan untuk analisis. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan biskuit adalah tepung sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari PT Fajar Sagu Serang, Banten, susu bubuk full cream, tepung gula, margarin, telur, garam, baking powder (NaHCO3), vanili, Spirulina sp. yang diperoleh dari

Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah, KPI nila yang diperoleh dari hasil penelitian pendahuluan. Bahan yang digunakan untuk analisis biskuit meliputi tablet kjeltab, H2SO4, akuades, NaOH 40%, asam

borat, HCl 0,1028 N, n-heksana 100%, DPPH (2,2-Diphenyln-1-Picryl-Hydrazyl), metanol 100%, Potato Dextrose Agar (PDA) oxoid CM0139, larutan KH2PO4, aluminium foil, biskuit komersial yang diperoleh dari pasar Bogor.

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan biskuit meliputi timbangan, plastik, loyang, oven (Kirin Electric Type kb0-190kaw), mixer (Philips hr1538-80), baskom, cetakan. Alat-alat digunakan untuk analisis biskuit meliputi timbangan analitik (Sartorius TE212-L), cawan porselen, oven (Yamato tipe DV41), desikator, kompor listrik (Maspion S-300), tanur (Yamato tipe FM 38), tabung kjeltec, labu destilasi, tabung reaksi, erlenmeyer, pipet mikro, labu lemak, kertas saring, tabung soxhlet, inkubator, spektro uv-vis RS spektrofotometer uv-2500, texture analyser TAXT-2i, dan cawan petri, autoklaf Yamato SM52, laminar, aw meter Novasina msl, vorteks Genie 2, inkubator thermolyne type

42000.

Prosedur Penelitian

(19)

5

Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) dengan metode Arrhenius. Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir penelitian. Formulasi Biskuit

(20)

6

Tabel 1 Formula biskuit sagu KPI dan Spirulina

Bahan Komposisi

Karakteristik biskuit berkaitan erat dengan bahan baku, bahan tambahan dan proses pengolahan serta berperan penting pada proses selanjutnya, termasuk pengemasan, penyajian dan umur simpan. Karakterisasi biskuit dilakukan dengan melakukan analisis fisik dan kimia. Analisis fisik yaitu tekstur yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kerenyahan produk. Analisis kimia meliputi proksimat (kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat (by difference)), analisis aktivitas antioksidan, analisis aktivitas air. Analisis proksimat bertujuan untuk mengetahui komposisi gizi yang terdapat pada produk sehingga dapat dibandingkan dengan standar biskuit (SNI 2973-2011). Analisis aktivitas antioksidan bertujuan untuk mengetahui kandungan antioksidan sedangkan analisis aktivitas air bertujuan untuk mengetahui jumlah air bebas dalam produk pangan.

Penentuan Umur Simpan (Rahayu dan Arpah 2003)

Penelitian lanjutan bertujuan untuk menentukan umur simpan biskuit sagu fortifikasi konsentrat protein ikan dan Spirulina dengan menggunakan metode Arrhenius. Penyimpanan dilakukan pada suhu 25 , 35 , 45 . Pengujian total kapang dilakukan setiap selang waktu 7 hari, 5 hari dan 3 hari. Sampel disimpan dengan menggunakan kemasan retort pouch. Pemilihan suhu 25 , 35 , dan 45 merupakan contoh penyimpanan yang akan menjadi model linear sederhana dari metode Arrhenius. Metode Arrhenius memiliki dua parameter ordo yaitu ordo nol dan ordo satu. Reaksi yang termasuk ordo nol, laju reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi pereaksinya, dengan kata lain reaksi berlangsung dengan laju yang tetap. Grafik hubungan waktu penyimpanan dengan perubahan mutu pada ordo nol adalah berupa garis lurus, dengan slope kemiringan k yang nilainya konstan. Grafik ordo satu berupa kurva (bukan garis lurus), namun akan membentuk garis lurus dalam persamaan logaritmanya, dengan slope kemiringan k yang nilainya tidak konstan.

Prosedur Analisis

(21)

7

aktivitas air dan perhitungan kontribusi gizi terhadap angka kecukupan gizi. Analisis pendugaan umur simpan yang dilakukan berdasarkan total kapang. Uji Organoleptik (BSN 2011)

Uji hedonik digunakan untuk uji organoleptik ini. Metode uji ini menggunakan kisaran angka antara 1 sampai 9, dimana : (1) amat sangat tidak suka; (2) sangat tidak suka; (3) tidak suka; (4) agak tidak suka; (5) netral; (6) agak suka; (7) suka; (8) sangat suka; (9) amat sangat suka. Pengujian organoleptik merupakan suatu cara penilaian terhadap suatu produk secara subyektif dengan menggunakan indera manusia dengan kemampuan sensorik. Uji ini dilakukan untuk menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap produk yang dihasilkan. Jumlah panelis yang menilai sebanyak 30 orang.

Kadar Air (BSN 1992)

Cawan porselen kosong dikeringkan pada suhu 105 selama 15 menit, kemudian cawan porselen tersebut didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang hingga konstan. Sampel 5 g dimasukkan dalam cawan porselen, kemudian dipanaskan menggunakan oven bersuhu 105 selama 6 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap. Kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Kadar air (%)

Kadar Abu (BSN 1992)

Cawan porselen dikeringkan pada suhu 105 selama 30 menit, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang hingga beratnya konstan. Sampel 5 g dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Cawan porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu sekitar 105 sampai tidak berasap. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 selama 6 jam. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih. Setelah itu cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya. Kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Kadar abu (%) =

Kadar Protein (BSN 1992)

Prinsip dari analisis protein yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri atas tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Sampel 1 g dimasukkan ke dalam tabung Kjeltec. Setengah butir Kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 mL H2SO4. Tabung yang berisi larutan

(22)

8

tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 250 mL berisi 10 mL larutan asam borat yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai asam borat yang berwarna merah menjadi warna biru. Larutan asam borat yang berwarna biru tersebut kemudian dititrasi dengan menggunakan HCl 0,1002 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah (warna asam borat semula). Perhitungan jumlah nitrogen dalam bahan dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Nitrogen (%) (m Cl sampel-mg sampelm Cl lanko) Cl 1 Kadar protein (%) = % Nitrogen x faktor konversi (6,25) Kadar Lemak (BSN 1992)

Labu lemak dikeringkan pada suhu 105 selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam desikator, setelah itu labu lemak ditimbang hingga beratnya konstan. Sampel 5 g dimasukkan ke dalam selongsong lemak. Tahap selanjutnya tabung soxhlet disambungkan dengan labu lemak yang telah di timbang beratnya, kemudian selongsong lemak dimasukkan ke dalam tabung soxhlet, setelah itu selongsong lemak disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40 dengan menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di tabung soxhlet, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 , lalu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan. Kadar lemak sampel dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Kadar lemak (%)

Kadar Karbohidrat (by difference)

Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein, sehingga kadar karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Analisis karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Kadar karbohidrat (%) = 100%-(kadar air+kadar abu+kadar lemak+kadar protein) Uji Aktivitas Antioksidan (Molynuex 2004)

(23)

9

Inhibisi (%) =

×100%

Nilai konsentrasi sampel (ppm) dan persen inhibisinya diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan regresi linear yang diperoleh dalam bentuk persamaan y = a + bx, digunakan untuk mencari nilai IC50 (Inhibitor Concentration 50%) dari masing-masing sampel,

dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh sebagai IC50. Nilai IC50 menyatakan besarnya konsentrasi larutan contoh yang dibutuhkan

untuk mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50%. Uji Aktivitas Air (aw) (AOAC 32.004-32.009 1980)

Prinsip dari analisis aw yaitu mengetahui air bebas yang terdapat di dalam

bahan atau sampel. Penentuan aw dari produk diukur dengan menggunakan alat

pengukur aw meter (Novasina msl). Alat tersebut terlebih dahulu dikalibrasi

dengan menggunakan garam jenuh MgCl2, Mg(NO3)2, NaCl, LiCl dan Ba(Cl)2.

Sejumlah sampel diletakkan ke dalam cawan plastik, kemudian cawan tersebut dimasukkan ke dalam cawan pengukur lalu ditutup dan dikunci. Alat aw meter

dioperasikan sampai menunjukkan tanda selesai, selanjutnya nilai aw akan terbaca.

Pengukuran Texture Profil Analysis (TPA) (AACC 66-50.01 1999)

Probe yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 35 mm. Pengaturan TAXT-2i yang digunakan adalah sebagai berikut : Speed 1,0 mm/s rupture test distance 50%, trigger Auto S9, mode TPA (Texture Profile Analysis). Sampel biskuit dengan ukuran yang melebihi diameter probe diletakkan di atas landasan lalu di tekan oleh probe. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara gaya yang diperlakukan untuk kompresi dan waktu. Satuan kernyahan adalah gram Force (gf).

Total Kapang (BSN 2009)

Pembuatan larutan stok KH2PO4 sebanyak 34 g dilarutkan dengan akuades

500 mL, kemudian atur pH 7,2 dengan 1 N NaOH. Volume larutan ditambahkan akuades hingga 1 L, selanjutnya disterilisasi selama 15 menit pada suhu 121 . Larutan stok diambil 10 mL lalu ditepatkan hingga 1L dengan penambahan akuades, sterilisasi selama 15 menit pada suhu 121 .

Pembuatan larutan contoh dilakukan dengan mencampurkan 10 g sampel dan 90 mL larutan KH2PO4 sampai homogen, sehingga diberikan seri

pengenceran 10-1. Pengenceran dilakukan dengan mengambil 1 mL larutan contoh dengan menggunakan pipet steril dimasukkan ke dalam 9 mL larutan KH2PO4 dan

(24)

10

suhu 22-25 dan diinkubasi selama 5 hari. Kemudian jumlah koloni kapang yang ada dalam cawan petri dihitung. Jumlah koloni yang dapat dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni kapang antara 25-250.

[ ]

Keterangan :

N = jumlah koloni produk

∑ = jumlah koloni pada jumlah cawan yang dihitung

= jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung = jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung d = pengenceran pertama yang dihitung

Penentuan Umur Simpan (Rahayu dan Arpah 2003)

Umur simpan biskuit ditentukan berdasarkan nilai kapang yang diperoleh dari perlakuan suhu yang diberikan. Persamaan yang digunakan untuk menentukan umur simpan biskuit adalah persamaan Arrhenius, sebagai berikut :

[ ]

Keterangan :

= konstanta kecepatan reaksi = konstanta pre-eksponensial = Energi aktivasi (kj/mol) T = suhu

R = Konstanta gas ideal (0,082)

Dengan mengubah persamaan di atas menjadi: lnk = ln

x

Data yang digunakan merupakan data hasil pengukuran objektif. Persamaan yang digunakan ada dua jenis yaitu persamaan ordo nol dan persamaan ordo satu. Untuk memutuskan persamaan ordo mana yang lebih baik digunakan maka terlebih dahulu data hasil pengamatan diplot. Grafik hubungan waktu penyimpanan dengan perubahan mutu pada ordo nol adalah berupa garis lurus, dengan slope kemiringan k yang nilainya konstan. Grafik ordo satu berupa kurva, namun akan berbentuk garis lurus dalam bentuk persamaan logaritmanya, dengan slope kemiringan k yang nilainya tidak konstan. Penggunaan plot ordo satu atau ordo nol bergantung dari nilai R2 yang dihasilkan dari masing-masing ordo. Ordo yang dipakai adalah ordo yang memiliki nilai R2 yang paling mendekati 1. Jika nilai R2 yang paling mendekati satu maka akan memberikan hasil perhitungan waktu kadaluwarsa yang lebih tepat.

(25)

11

memberi persamaan y = a + bx, dimana slope atau b akan sama dengan (Ea/RT) dan intersep atau a akan sama dengan ln . Berdasarkan persamaan Arrhenius diatas dapat ditentukan pula laju peningkatan total kapang biskuit pada suhu yang berbeda. Setelah mendapat laju peningkatan total kapang, maka umur simpan biskuit pada suhu penyimpanan yang berbeda. Penentuan umur simpan disajikan pada Lampiran 8. Persamaan reaksi ordo nol, waktu kadaluwarsa dapat dihitung sebagai berikut:

Persamaan ordo satu, waktu kadaluwarsa dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Keterangan:

= konsentrasi mula-mula dari kriteria kadaluwarsa = konsentrasi akhir dari kriteria kadaluwarsa

k = kecepatan perubahan kriteria tersebut selama penyimpanan t = umur simpan dari produk

Angka Kecukupan Gizi (AKG) (Almatsier 2006)

Angka kecukupan gizi (AKG) rata-rata yang dianjurkan adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, berat badan, dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Nilai energi makanan melalui perhitungan diperoleh menggunakan faktor atwater menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein serta nilai energi faali makanan tersebut. Faktor atwater merupakan angka konversi karbohidrat, lemak dan protein tiap gramnya dalam menghasilkan energi (Almatsier 2006). Faktor atwater untuk karbohidrat yaitu 4 kkal/g, lemak 9 kkal/g, protein 4 kkal/g dan alkohol 7 kkal/g.

Nilai energi = faktor atwater x gram gizi bahan pangan Rancangan Percobaan

Penentuan formulasi terpilih dilakukan berdasarkan uji organoleptik menggunakan uji Kruskal-Wallis. Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H0 : Perlakuan penambahan konsentrasi KPI dan Spirulina memberikan pengaruh

yang sama terhadap parameter biskuit.

H1 : Minimal ada satu perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap

parameter biskuit.

Analisis statistik mengacu pada Daniel (1990) dengan rumus sebagai berikut:

H

∑ Keterangan:

H = kriteria yang akan diuji n = banyaknya data

(26)

12

= jumlah peringkat dari perlakuan ke-i k = perlakuan

Hasil uji Kruskall-Wallis bila menunjukkan beda nyata, maka dilanjutkan uji Dunn untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Uji lanjut perbandingan berganda dapat dirumuskan sebagai berikut:

| ̅ ̅ |

Keterangan:

R1 = rata-rata ranking perlakuan ke-i

Rj = rata-rata ranking perlakuan ke-j

k = banyaknya ulangan n = jumlah data total

Bila hasil tidak beda nyata, maka dilakukan uji indeks kinerja dengan menggunakan metode Bayes (Marimin 2006). Penentuan formulasi biskuit terpilih dilakukan dengan menggunakan uji indeks kinerja. Persamaan Bayes yang digunakan untuk menghitung nilai alternatif sering disederhanakan menjadi :

Total nilaii = ∑

Keterangan :

Total nilaii = total nilai akhir dari alternatif ke –i

Nilaiij = Nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j

Kritj = tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j

i = 1,2,3,....n ; n jumlah alternatif j = 1,2,3,....n ; n jumlah kriteria

Adanya perlakuan merupakan kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan biskuit terbaik dengan uji indeks kinerja didasarkan pada total nilai yang paling tinggi dari setiap perlakuan. Parameter yang diberi bobot meliputi karakteristik sensori (kenampakan, tekstur, warna, aroma dan rasa). Nilai kepentingan parameter sensori yang digunakan terdiri dari 5 nilai numerik, dimana 1 mewakili tidak penting, 2 mewakili kurang penting, 3 mewakili biasa, 4 mewakili penting dan 5 mewakili sangat penting. Nilai kepentingan bias diperoleh dari hasil kuisioner panelis atau dari ahli. Bobot dari masing-masing parameter didapat dari hasil manipulasi matriks perbandingan nilai kepentingan antar parameter, kemudian matriks tersebut dikuadratkan. Hasil penjumlahan setiap baris matriks dibagi dengan total penjumlahan baris matriks tersebut hingga diperoleh nilai bobot.

(27)

13

Keterangan :

Yij = respons pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

i = perlakuan (biskuit kontrol, biskuit P9, biskuit P4, biskuit P1) j = ulangan (n=1,2)

µ = nilai tengah atau rataan umum pengamatan

= Pengaruh perbedaan jenis biskuit pada perlakuan ke-i = galat percobaan perlakuan ke-i, ulangan ke-j

Hipotesis yang di uji dari pembuatan biskuit sagu dengan penambahan KPI, Spirulina adalah sebagai berikut :

H0 : Penambahan konsentrat protein ikan dan Spirulina dengan berbagai

konsentrasi tidak memberikan pengaruh terhadap karakteristik biskuit yang dihasilkan

H1 : Penambahan konsentrat protein ikan dan Spirulina dengan berbagai

konsentrasi memberikan pengaruh terhadap karakteristik biskuit yang dihasilkan.

Data yang diperoleh diolah menggunakan analisis ragam (Anova), bila menunjukkan pengaruh yang beda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan, dengan selang kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Biskuit sagu dibuat dengan komposisi konsentrat protein ikan (KPI) dan Spirulina yang berbeda-beda. Formula biskuit terpilih ditentukan berdasarkan pengujian sensori berbasis Bayes. Formulasi terpilih dikarakterisasi fisik-kimia, dan dilakukan pendugaan umur simpan biskuit.

Karakteristik Konsentrat Protein Ikan, Spirulina,Sagu

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan KPI adalah ikan nila hitam (Oreochromis niloticus). Metode KPI yang digunakan diperoleh dari modifikasi Santoso et al. (2008) dengan pengulangan tahap ekstraksi sebanyak tiga kali menggunakan pelarut etanol food grade 96%, sehingga diperoleh KPI tipe A. Karakterisasi KPI meliputi daya serap air, daya serap minyak, densitas kamba, derajat putih, kadar air, kadar lemak, kadar protein dan dan daya cerna protein in vitro. Krakteristik fisik kimia KPI nila disajikan pada Lampiran 1.

(28)

14

putih 58,36%. Nilai derajat putih berkaitan dengan adanya perbedaan kandungan lemak. Kamba merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume bahan itu sendiri. Densitas kamba menunjukkan kepadatan partikel yang menempati ruang pada volume tertentu. Nilai densitas kamba KPI nila 0,45 g/mL.

Konsentrat protein ikan nila yang ditambahkan memiliki kadar air 7,07%, kadar lemak 0,31% dan kadar protein 79,10%, sehingga KPI nila telah memenuhi standar mutu FAO (1976) untuk KPI tipe A. Daya cerna protein adalah kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim pencernaan. Konsentrat protein ikan nila yang ditambahkan memiliki nilai daya cerna protein 98%. Daya cerna protein in vitro KPI nila yang ditambahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan daya cerna protein in vitro KPI nila hitam hasil penelitian Santoso et al. (2008) yaitu 91,71%. Konsentrat protein ikan nila menghasilkan daya cerna protein in vitro yang lebih besar dibandingkan dengan daya cerna protein in vitro KPI standar FAO (1976) yaitu 92%. Suatu protein yang mudah dicerna menunjukkan bahwa jumlah asam-asam aminonya mudah diserap dan mampu digunakan secara maksimal oleh tubuh. Sebaliknya, suatu protein yang sukar dicerna berarti jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh rendah karena sebagian besar protein yang diasup dibuang kembali bersama feses (WNPG 2004).

Komposisi kimia Spirulina platensis kering yang ditambahkan memiliki kadar lemak dan kadar protein lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Chirasuwan et al. (2007). Vonshak et al. (2004) menyatakan bahwa perbedaan komposisi protein dan lemak pada mikroalga disebabkan oleh perbedaan komposisi biokimia pada tubuhnya, dimana unsur yang paling penting berupa C dan N. kadar abu dan kadar karbohidrat (by difference) yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitan Chirasuwan et al. (2007). Abu yang terukur dalam analisis merupakan mineral yang terkandung dalam bahan. Li et al. (2007) melaporkan bahwa mineral yang terkandung dalam Spirulina antara lain kalsium, magnesium, besi, seng, tembaga, mangan, nikel dan strontium. Perbedaan kandungan karbohidrat diduga karena jumlah kadar lemak dan kadar protein lebih kecil pada Spirulina platensis dibandingkan dengan kadar lemak dan kadar protein pada penelitian Chirasuwan et al. (2007), sehingga karbohidrat pada Spirulina platensis lebih tinggi. Komposisi kimia Spirulina platensis kering disajikan pada Lampiran 2.

Sagu kering yang digunakan memiliki kadar air dan kadar protein yang lebih tinggi dari hasil penelitian Jading et al. (2011). Kadar lemak dan kadar karbohidrat lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Jading et al. (2011), sedangkan kadar abu sagu sesuai dengan kadar abu sagu hasil penelitian Jading et al. (2011). Komposisi kimia sagu disajikan pada Lampiran 3.

Karakteristik Sensori Biskuit Fortifikasi KPI dan Spirulina

(29)

15

untuk menilai hasil akhir produk (Soekarto 1985). Penilaian sensori merupakan parameter utama dalam menentukan formula terpilih. Nilai rataan hasil analisis sensori disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai rataan hasil analisis sensori biskuit

Kode Kenampakan Tekstur Warna Aroma Rasa

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata.

Kenampakan adalah faktor utama atau faktor penentu dalam hal penerimaan konsumen, karena penilaian awal dari suatu produk adalah kenampakannya, sebelum faktor lain dipertimbangkan secara visual. Penilaian rataan panelis terhadap kenampakan biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina berkisar antara 5,73 hingga 6,60 (agak suka) (Tabel 2). Analisis dengan Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina dengan berbagai konsentrasi tidak berpengaruh terhadap kenampakan biskuit yang dihasilkan (P>0,05) (Lampiran 4). Penilaian panelis terhadap kenampakan biskuit menunjukkan hasil agak suka. Biskuit yang telah difortifikasi KPI dan Spirulina memiliki bentuk yang seragam dan warna hijau yang relatif sama, sehingga penilaian panelis terhadap biskuit cenderung sama, walaupun dengan penambahan konsentrasi KPI dan Spirulina yang berbeda. Spirulina mengandung pigmen alami berwarna hijau yang disebut klorofil. Hasil yang didapatkan sesuai dengan yang dilaporkan oleh Sari (2013) bahwa penambahan berbagai konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kenampakan biskuit.

Tekstur

(30)

16

P9. Tekstur biskuit banyak dipengaruhi oleh bahan-bahan pembentuk adonan biskuit. Proses pembuatan biskuit juga mempengaruhi tekstur biskuit yang dihasilkan. Metode pembentukan adonan seperti fermentasi, laminasi serta metode pemotongan adonan seperti datar atau timbul mempengaruhi tektur biskuit yang dihasilkan. Adanya tepung (pati) dalam pembuatan biskuit, selama pemanasan akan mengalami gelatinisasi yang menyebabkan biskuit memiliki tekstur yang sangat lembut (Menlay 2000). Tekstur biskuit diduga dipengaruhi oleh penambahan tepung KPI nila yang berbeda. Penambahan KPI nila pada adonan meningkatkan kepadatan adonan serta menghasilkan tekstur biskuit yang lebih padat dengan struktur kuat dan poros.

Warna

Faktor warna secara visual tampil lebih dahulu sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno 2008). Penilaian rataan panelis terhadap warna biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina berkisar antara 5,63 hingga 6,53 (agak suka) (Tabel 2). Analisis dengan Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina tidak berpengaruh terhadap warna biskuit yang dihasilkan (P>0,05) (Lampiran 4). Penilaian panelis terhadap warna biskuit menunjukkan hasil agak suka. Biskuit dengan penambahan KPI dan Spirulina menghasilkan biskuit berwarna hijau kecoklatan. Warna hijau disebabkan oleh kandungan pigmen pada Spirulina. Kandungan pigmen pada Spirulina dapat menjadi pewarna alami pada produk. Chauhan dan Pathak (2010) menyatakan bahwa Spirulina disarakan untuk dijadikan pewarna alami, karena mikroalga ini merupakan salah satu sumber klorofil terbesar di alam. Kabinawa (2006) melaporkan ahwa klorofil α pada Spirulina segar adalah 115 mg/10 g. Yudiati et al. (2011) menyatakan bahwa Spirulina platensis mengandung

β karoten, klorofil α, dan pigmen fikosianin.

(31)

17

Aroma

Aroma adalah reaksi dari makanan yang akan mempengaruhi konsumen, dimana sebelum konsumen menikmati makanan, konsumen dapat mencium makanan tersebut (Tantrisna dan kaya 2006). Penilaian rataan panelis terhadap aroma biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina berkisar antara 6,37 hingga 6,83 (agak suka) (Tabel 2). Analisis dengan Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina tidak berpengaruh terhadap aroma biskuit yang dihasilkan (P>0,05) (Lampiran 4). Penilaian panelis terhadap aroma biskuit menunjukkan hasil agak suka. Aroma biskuit yang dihasilkan dipengaruhi oleh bahan pembuat biskuit tersebut seperti vanili, margarin, dan susu yang ditambahkan dalam adonan. Aroma yang dihasilkan cenderung sama. Hal ini diduga karena penambahan bahan pembuatan biskuit sama, sehingga aroma yang dihasilkan juga cenderung sama. Penambahan KPI dan Spirulina tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma produk akhir biskuit. Hal ini disebabkan KPI yang di ekstraksi dengan pelarut etanol dapat mengurangi lemak dan bau ikan karena sifat etanol yang non polar. Lemak dan bau ikan akan larut saat pengepresan ekstraksi.

Rasa

Rasa berbeda dengan bau dan lebih banyak melibatkan panca indera lidah. Penginderaan cecapan dapat dibagi menjadi empat cecapan utama yaitu asin, asam, manis dan pahit (Winarno 2008). Penilaian rataan panelis terhadap rasa biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina berkisar antara 5,70 hingga 6,47 (agak suka) (Tabel 2). Analisis dengan Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina tidak berpengaruh terhadap rasa biskuit yang dihasilkan (P>0,05) (Lampiran 4). Fortifikasi KPI dan Spirulina tidak mempengaruhi rasa biskuit. Penambahan bahan-bahan sumber lemak yang sama mengakibatkan rasa biskuit yang sama, konsentrat protein ikan dan spirulina tidak menghasilkan rasa yang berbeda. Hal ini disebabkan karena KPI dan Spirulina yang ditambahkan tidak memiliki rasa yang khas. Hasil yang didapatkan sesuai dengan yang dilaporkan oleh Sari (2013) bahwa penambahan berbagai konsentrasi Spirulina tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap rasa biskuit yang dihasilkan.

Hasil analisis sensori menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina yang berbeda-beda tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kesukaan panelis pada parameter kenampakan, warna, aroma dan rasa biskuit yang dihasilkan, hanya berbeda nyata terhadap parameter tekstur biskuit, sehingga dilanjutkan dengan uji lanjut indeks Kinerja (Metode Bayes) untuk menetukan biskuit terpilih.

Biskuit Sagu Fortifikasi KPI dan Spirulina Terpilih Berbasis Indeks Kinerja (Metode Bayes)

(32)

18

dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal. Pengambilan keputusan yang optimal akan tercapai bila mempertimbangkan berbagai kriteria (Marimin 2006). Karakteristik sensori merupakan penilaian penting dalam pemilihan formulasi biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina. Pemberian nilai kepentingan pada parameter tersebut diperoleh dari hasil survey dan pendapat ahli. Nilai bobot dikalikan dengan score akan menghasilkan total nilai. Total nilai tertinggi menunjukkan formulasi biskuit sagu KPI dan Spirulina terpilih. Hasil pembobotan parameter biskuit dengan metode Bayes disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil pembobotan parameter biskuit dengan metode Bayes

Parameter Parameter Nilai

Tiga formulasi biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina terpilih ditentukan berdasarkan uji indeks kinerja (Lampiran 5). Formula terpilih berdasarkan perangkingan adalah penambahan KPI 20 g dan Spirulina 9 g (P9) diberi peringkat pertama, penambahan KPI 10 g dan Spirulina 3 g (P1) diberi peringkat kedua, dan penambahan KPI 15 g dan Spirulina 3 g (P4) diberi peringkat ketiga. Ketiga konsentrasi terpilih tersebut selanjutnya dianalisis proksimat, antioksidan, sifat fisik, dan aktivitas air.

Komposisi Fisiko-Kimia Biskuit Terpilih

Pengujian fisiko-kimia dilakukan terhadap biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina terpilih (formula P1, P4, P9 dan biskuit kontrol (P10)). Biskuit formula terbaik selanjutnya dibandingkan dengan biskuit komersial (cookies). Hasil analisis kimia disajikan pada Tabel 4.

Kerenyahan

(33)

19

antara amilosa dan amilopektin akan memberikan efek pati secara fungsional dalam penggunaannya pada makanan, kadar amilosa dan amilopektin berperan dalam pembentukan tekstur biskuit.

Tabel 4 Komposisi fisiko-kimia biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina Formula

P1 P4 P9 Kontrol (P10) SNI

Karakteristik Fisik

Kerenyahan (gf) 240,77±8,94a 243,30±4,72a 241,27±9,26a 237,00±16,47a

Karakteristik Kimia

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda pada baris yang sama (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata.

Kadar Air

Keberadaan air dalam pangan dapat dinyatakan sebagai kadar air. Nilai rataan kadar air keempat formulasi biskuit tersebut (Tabel 4) masih memenuhi standar maksimum SNI 2973-2011 yaitu 5%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina dengan berbagai konsentrasi berpengaruh nyata terhadap kadar air biskuit (P<0,05) (Lampiran 7). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar air biskuit kontrol dan biskuit P1 berbeda nyata dengan biskuit P4 dan biskuit P9. Penurunan kadar air biskuit yang difortifikasi KPI dan Spirulina diduga disebabkan adanya interaksi protein dan air. Semakin banyak KPI dan Spirulina yang ditambahkan maka kandungan protein biskuit semakin tinggi, sehingga protein yang bersifat hidrofilik akan lebih banyak berikatan dengan air. Menurut Sumaryanto et al. (1996) dalam Santoso et al. (2009) protein dapat berikatan dengan air karena adanya gugus asam amino yang bersifat polar. Protein akan bersifat hidrofilik bila rantai peptida mengandung sebagian gugus polar.

Kadar Abu

Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik (Anam dan Handajani 2010). Nilai rataan kadar abu keempat formulasi biskuit tersebut (Tabel 4) tidak memenuhi standar maksimum SNI 2973-2011 yaitu 1,5%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina dengan berbagai konsentrasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar abu biskuit (P>0,05) (Lampiran 7). Kandungan abu juga dikenal sebagai zat anorganik yang erat kaitannya dengan estimasi kandungan mineral produk pangan tertentu. Besarnya kandungan abu yang terdapat pada biskuit dapat dipengaruhi oleh bahan-bahan pembuat biskuit itu sendiri. Tingginya kadar abu seiring dengan

tingginya kandungan abu Spirulina sebesar 18,60%. Menurut Widianingsih et al. (2008) kandungan abu Spirulina dipengaruhi oleh komposisi

(34)

20

antara lain kalsium, magnesium, besi, seng, tembaga, mangan, nikel, dan stronsium.

Kadar Lemak

Lemak adalah senyawa ester non-polar yang tidak larut dalam air (Kusnandar 2010). Lemak dapat memperbaiki struktur fisik seperti pengembangan, kelembutan, tekstur dan aroma (Manley 2000). Nilai rataan kadar lemak keempat formulasi biskuit tersebut (Tabel 4) memenuhi standar minimum SNI 2973-2011 yaitu 9,5%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina dengan berbagai konsentrasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar lemak biskuit (P>0,05) (Lampiran 7). Kandungan lemak yang tinggi pada biskuit berasal dari margarin dan telur yang memiliki Perkasa (2013) menunjukkan bahwa penambahan mentega 35 g dan kuning telur 10 g menghasilkan biskuit dengan kadar lemak 20,76%.

Kadar Protein

Protein merupakan molekul makro yang terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida (Almatsier 2006). Nilai rataan kadar protein biskuit P1, P4, P9 memenuhi standar minimum SNI 2011, sedangkan biskuit P10 tidak memenuhi standar minimum SNI 2973-2011 yaitu 9% (Tabel 4). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina dengan berbagai konsentrasi berpengaruh secara nyata terhadap kadar protein biskuit (P<0,05) (Lampiran 7). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa biskuit formula P1, P4, P9 dan P10 berbeda nyata. Tingginya kadar protein biskuit seiring dengan tingginya kandungan protein KPI dan Spirulina adalah 79,10% dan 41,25%, sehingga penambahan KPI dan Spirulina pada formulasi biskuit yang berbeda-beda dapat meningkatkan kadar protein biskuit secara proporsional.

Kadar Karbohidrat

Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan termasuk warna, rasa dan tekstur. Karbohidrat di dalam tubuh, berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno 2008). Kadar karbohidrat pada penelitian ini dihitung secara by difference yaitu hasil pengurangan 100% sampel terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein.

(35)

21

Biskuit P10 berbeda nyata dengan biskuit P1, P4, dan P9, namun biskuit P1 dan P4 tidak berbeda nyata. Sumbangan karbohidrat pada biskuit berasal dari tepung sagu yang digunakan, sehingga pada biskuit kontrol penggunaan 100% bahan baku sagu tanpa adanya penambahan KPI dan Spirulina memiliki nilai kadar karbohidrat tertinggi. Penambahan KPI dan Spirulina pada biskuit akan menurunkan kadar karbohidrat biskuit seiring meningkatkan kadar protein, lemak dan abu secara proporsional.

Aktivitas Air

Aktivitas air adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina dengan berbagai konsentrasi berpengaruh secara nyata terhadap aktivitas air biskuit (P<0,05) (Lampiran 7). Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa aktivitas air pada biskuit P1 berbeda nyata dengan biskuit P4, P9, P10, namun biskuit P4 dan P9 tidak berbeda nyata. Biskuit P1, P4, P9 berbeda nyata dengan biskuit P10 (Tabel 4). Adanya penambahan KPI dan Spirulina mengakibatkan naiknya aktivitas air biskuit. Perbedaan nilai aktivitas air tersebut diduga karena adanya perbedaan kandungan protein dari biskuit. Pratama (2014) menyatakan bahwa semakin besar kandungan protein biskuit, maka jumlah air terikat semakin besar akibat adanya ikatan hidrogen.

Rentang aktivitas air yang dimiliki oleh biskuit sagu KPI dan Spirulina berada pada kisaran terjadinya reaksi oksidasi lemak, reaksi Browning nonenzimatis, aktivitas enzim, dan reaksi hidrolisis. Labuza (1971) menyatakan bahwa aktivitas air 0-0,2 (Daerah I) tidak ada reaksi yang terjadi pada produk, sedangkan pada selang aktivitas air 0,25-0,8 (Daerah II) reaksi yang dapat terjadi yaitu reaksi Browning nonenzimatis, oksidasi lemak, aktivitas enzim dan reaksi hidrolisis. Menurut Saenab et al. (2010) bahan yang mempunyai aktivitas air 0,7 atau pada kelembaban relatif dibawah 70% sudah dianggap cukup baik dan tahan selama penyimpanan.

Aktivitas Antioksidan

Antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat menunda atau mencegah oksidasi lemak atau molekul lain dengan cara menghambat terjadinya proses inisiasi atau propagasi reaksi rantai oksidatif. Beberapa reaksi biokimia dalam tubuh menghasilkan oksigen reaktif (reactive oxygen species) dan dapat menyebabkan penyakit. Bahaya radikal bebas dapat dicegah menggunakan antioksidan dengan cara mengikat radikal bebas dan mendetoksifikasi (Ebrahimzadeh et al. 2009). Yudiati et al. (2011) melaporkan bahwa semakin kecil nilai IC50, maka semakin besar aktivitas antioksidannya. Menurut Molynuex

(2004) aktivitas antioksidan sangat kuat apabila nilai IC50<50 ppm, kuat apabila

nilai IC50 antara 50-100 ppm, sedang apabila nilai IC50 berkisar antara

150-200 ppm. Nilai IC50 (Inhibition Concentration 50) adalah konsentrasi

antioksidan (µg/mL) yang mampu meredam radikal bebas sebanyak 50%.

Hasil analisis antioksidan (Tabel 4) menunjukkan nilai IC50 yang terukur

pada biskuit P1, P4, P9 yaitu >1000 ppm dan biskuit P10 sebesar 291,890 ppm. biskuit P10 memiliki nilai IC50 lebih rendah jika dibandingkan dengan biskuit P1,

(36)

22

Biskuit sagu dengan penambahan KPI dan Spirulina memiliki nilai IC50<1000 ppm, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sari (2013) bahwa biskuit

dengan penambahan Spirulina 9 g memiliki nilai IC50 6108 ppm. Hal ini diduga

disebabkan karena Spirulina yang ditambahkan memiliki nilai IC50 yang besar.

Menurut Sari (2013) Spirulina komersial memiliki nilai IC50 sebesar 931 ppm.

Biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina serta biskuit sagu tanpa fortifikasi KPI dan Spirulina memiliki aktivitas antioksidan yang lemah.

Hasil analisis fisiko-kimia menunjukkan bahwa penambahan KPI 20 g dan Spirulina 9 gr merupakan formulasi terbaik, berdasarkan kadar air dan kadar protein. Penambahan KPI dan Spirulina tidak mempengaruhi kadar abu, lemak, antioksidan dan kerenyahan biskuit. Formulasi biskuit terbaik selanjutnya dibandingkan dengan biskuit komersial.

Perbandingan Biskuit Terbaik dengan Biskuit Komersial

Formulasi biskuit terbaik berdasarkan komposisi fisiko-kimia adalah formulasi P9 dengan penambahan KPI 20 g, Spirulina 9 g. Karakteristik fisiko-kimia biskuit terbaik dibandingkan dengan karakteristik biskuit komersial (cookies). Nilai rataan komposisi fisiko-kimia biskuit formulasi terbaik dan biskuit komersial dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Komposisi fisiko-kimia pada biskuit

Biskuit P9 Biskuit Komersial SNI

Karakteristik Fisik

Kerenyahan (gf) 241,27±9,26 218,4±11,86 -

Karakteristik Kimia

Kadar Air (%) 1,13±0,303 3,53±0,23 Max 5%

Kadar Abu (%) 2,66±0,12 0.86±0,11 Max 1,5%

Kadar Lemak ( %) 15,21±0,26 7,45±0,11 Min 9,5% Kadar Protein (%) 15,87±0,00 11,32±0,24 Min 9% Kadar Karbohidrat (By difference) (%) 65,14±0,39 76,84±0,54 Min 70% Aktivitas antioksidan (IC50, ppm) >1000 >1000 -

Aktivitas Air 0,40±0,00 0,41±0,00 -

Formulasi biskuit P9 dengan penambahan KPI 20 g dan Spirulina 9 g, memiliki nilai kadar air lebih kecil dari pada biskuit komersial, sehingga biskuit formulasi terbaik memiliki umur simpan yang lebih tahan lama dibandingkan dengan biskuit komersial. Kadar air kedua biskuit tersebut masih memenuhi standar maksimum SNI 2973-2011, yaitu 5% (Tabel 5). Perbedaan kadar air disebabkan oleh bahan baku yang digunakan. Bahan baku biskuit komersial

adalah tepung terigu, sedangkan bahan baku biskuit P9 adalah tepung sagu. Kurniawati et al. (2011) menyatakan bahwa protein gliadin dan glutenin

(37)

23

pangan. Pangan dengan kandungan air yang lebih besar umumnya lebih mudah ditumbuhi mikroba sehingga lebih beresiko dari segi keamanan pangan.

Kadar abu formulasi biskuit P9 lebih tinggi dibandingkan dengan biskuit komersial. Kadar abu biskuit P9 tidak memenuhi standar maksimum SNI 2973-2011, sedangkan kadar abu biskuit komersial memenuhi standar maksimum SNI 2973-2011 yaitu 1,5% (Tabel 5). Perbedaan kadar abu ini disebabkan oleh bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan. Biskuit terbaik memiliki kadar abu yang lebih tinggi, hal ini disebabkan karena Spirulina yang ditambahkan ke dalam formulasi biskuit mengandung kadar abu sebesar 18,60%. Mineral di dalam tubuh berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, namun apabila kebanyakan dapat mengakibatkan hipertensi, edema, batu ginjal, muntah, diare, denyut jantung meningkat, mempengaruhi metabolisme kolesterol, pembesaran kelenjar tiroid dan goiter (Almatsir 2006).

Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia, karena merupakan sumber energi, cita rasa, serta sumber vitamin A,D,E dan K. Biskuit P9 memiliki kadar lemak yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan biskuit komersial. Kadar lemak biskuit terbaik memenuhi standar minimum SNI 2973-2011, sedangkan kadar lemak biskuit komersial tidak memenuhi standar minimum SNI 2973-2011 yaitu 9,5% (Tabel 5). Perbedaan kadar lemak ini disebabkan bahan baku dan bahan tambahan pembuat biskuit yang berbeda. Fungsi lemak dalam adonan memberikan pengaruh shortening, elastis dan melunakkan tekstur, sehingga setelah proses pemanggangan tekstur biskuit tidak terlalu keras dan mudah lumat dimulut (Manley 2000).

Biskuit P9 memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan biskuit komersial, namun kadar protein kedua biskuit tersebut masih memenuhi standar minimun SNI 2973-2011 yaitu 9% (Tabel 5). Perbedaan kadar protein dipengaruhi oleh bahan pembuatan serta bahan tambahan yang digunakan pada formulasi biskuit. Biskuit P9 memiliki nilai kadar protein lebih tinggi karena adanya penambahan sumber protein ke dalam formulasi biskuit tepilih. Kadar KPI yang digunakan pada biskuit P9 adalah 79,10%, sedangkan kadar Spirulina yang digunakan ke dalam biskuit P9 adalah 41,25%. Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Kekurangan konsumsi protein pada anak kecil dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan badan anak, sedangkan pada orang dewasa dapat mengakibatkan busung lapar pada keadaan yang telah sangat parah.Protein dalam adonan biskuit berfungsi sebagai emulsifier, memperbaiki cita rasa, warna dan menahan penyerapan air serta menghasilkan sturuktur adonan yang kuat dan poros (Manley 2000) .

(38)

24

tidak berbeda jauh, biskuit komersial memiliki nilai aktivitas air yang lebih tinggi dari pada biskuit P9.

Umur Simpan Biskuit Sagu Fortifikasi KPI dan Spirulina

Produk terbaik dari formulasi biskuit digunakan sebagai formula tetap dalam pendugaan umur simpan biskuit dengan metode akselerasi model Arrhenius. Parameter yang di uji adalah total kapang. Secara umum pertumbuhan kapang dan khamir merupakan penyimpangan yang pertama kali dilihat dan dapat dideteksi secara visual pada produk.Menurut Syarief dan Halid (1993) beberapa faktor utama ysng berpengaruh terhadap pertumbuhan kapang antara lain kebutuhan nutrisi, suhu, kelembaban relatif atau aktivitas air, nilai pH, kondisi atmosfer, faktor kimia serta penyinaran. Suhu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Oleh karena itu dalam menduga umur simpan kecepatan penurunan mutu makanan selama penyimpanan, faktor suhu harus selalu diperhatikan. Umur simpan biskuit sagu KPI dan Spirulina pada suhu penyimpanan yang berbeda-beda dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Umur simpan biskuit sagu KPI dan Spirulina pada suhu penyimpanan berbeda

Suhu penyimpanan Umur simpan (bulan)

20 atau 293 K 10,1

25 atau 298 K 5,4

30 atau 303 K 2,9

35 atau 308 K 1,6

Biskuit sagu KPI dan Spirulina yang disimpan pada suhu 25 dengan kemasan retort pouch mempunyai umur simpan 5,4 bulan. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Riyadi (2015) yang melaporkan bahwa biskuit sagu KPI dan Spirulina yang disimpan dengan kemasan retort pouch mempunyai umur simpan 18,87-23,67 bulan berdasarkan pendekatan kadar air kritis. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka umur simpan biskuit semakin singkat. Hal ini diduga karena meningkatnya aktivitas air dan terjadinya oksidasi lemak selama penyimpanan, selain itu biskuit sagu KPI dan Spirulina kaya nutrien protein, lemak dan karbohidrat serta adanya kontaminasi spora kapang yang terjadi pada saat pembuatan dan pendinginan biskuit. Labuza dan Bilge (2007) menyatakan bahwa perbedaan kandungan air pada bahan dengan lingkungan menyebabkan transfer uap air dari lingkungan ke produk (adsorpsi) atau dari produk ke lingkungan (desorpsi). Riyadi (2015) melaporkan bahwa kurva sorpsi isotermis biskuit sagu KPI Spirulina menggambarkan proses adsorpsi dari bahan hidrofilik sampai batas hidrasi maksimum. Menurut Kilcast dan Subramaniam (2000) faktor yang mempengaruhi umur simpan yaitu ketersedian air atau aw, nutrisi, dan biokimia

(39)

25

Sumbangan Gizi dan Kalori Biskuit Sagu Fortifikasi KPI dan Spirulina

Terpilih dan Biskuit Komersial

Angka kecukupan gizi (AKG) adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencapai derajat yang optimal (Khomsan 2002). Kebutuhan energi untuk orang dewasa perhari yaitu 2000 kkal, yang terdiri dari karbohidrat 300 g (1200 kkal), protein 60 g (240 kkal), dan lemak 62 g (560 kkal) (BPOM 2007). Angka kecukupan gizi digunakan sebagai standar untuk mencapai status gizi optimal. Ahli gizi merekomendasikan snack seharusnya memenuhi 10% dari total kalori harian. Persentase sumbangan gizi terhadap Angka Kecukupan Gizi dari biskuit sagu KPI dan Spirulina terpilih dan biskuit komersial disajikan pada Tabel 7. Perhitungan komposisi dan persentase terhadap angka kecukupan gizi (AKG) biskuit disajikan pada Lampiran 9.

Tabel 7 Informasi nilai gizi biskuit sagu KPI dan Spirulina dan biskuit komersial Biskuit P9 Biskuit komersial

Takaran Saji (g) 36 36

Total energi (kkal) 165,92 151,49

AKG (%)

Protein 9,52 6,79

Lemak 8,83 4,33

Karbohidrat (By difference) 7,82 9,22

Keterangan : persen AKG berdasarkan kebutuhan energi per hari 2000 kkal

Takaran saji adalah jumlah atau takaran dalam satu kali konsumsi. Total energi biskuit sagu KPI dan Spirulina dalam satu takaran saji adalah 148,84 kkal yang artinya konsumsi sebanyak 36 g biskuit sagu KPI dan Spirulina menyumbangkan total energi sebesar 165,92 kkal. Biskuit sagu KPI dan Spirulina memiliki total energi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan biskuit komersial (Tabel 7). Perbedaan total energi ini disebabkan tingginya kandungan protein dan lemak yang terdapat pada biskuit P9 sehingga persen AKG protein dan lemak biskuit menjadi lebih tinggi dan berdampak pada peningkatan total energi. Kandungan protein tinggi pada biskuit P9 bersumber dari KPI dan Spirulina yang ditambahkan dalam pembuatan biskuit.

(40)

26

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Formula biskuit terpilih yaitu biskuit sagu fortifikasi 20 g KPI dan 9 g Spirulina (formula P9) yang memiliki kadar air 1,13%, kadar abu 2,66%, kadar lemak 15,21%, kadar protein 15,87 dan kadar karbohidrat 65,14%, IC50>1000 ppm, kerenyahan 241,3 gf, aktivitas air 0,40. Total energi yang

disumbangkan pada 36 g biskuit per takaran saji 165,92 kkal, AKG karbohidrat 7,82%, AKG protein 9,52%, AKG lemak 8,83%. Umur simpan biskuit formula terbaik adalah 5,4 bulan.

Saran

Perbaikan formula biskuit perlu dilakukan untuk mendapatkan biskuit dengan nilai kesukaan tinggi oleh panelis serta memperbaiki kandungan abu, lemak dan karbohidrat biskuit.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) - Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat - Institut Pertanian Bogor yang telah melibatkan penulis dalam penelitian melalui Riset Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi No. 335/SP2H/PL/DIT.LITABMAS/IX/2013 yang dibiayai Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat - Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi -

Kementerian Pendidikan dan Ke udayaan dengan judul “Rekayasa Proses Produk

Instan Kaya Protein dan Fitonutrien Berbasis Spirulina, Konsentrat Protein Ikan

dan Sum er Kar ohidrat okal untuk Mendukung Kemandirian Pangan”. Ucapan

terima kasih juga disampaikan kepada tim peneliti Prof. Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si, Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc dan Dr. Ir. Iriani Setyaningsih, MS atas kesempatan dan kepercayaan yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

[AACC] American Association of Cereal Chemists. 1999. International Approved Methods of Analysis, Eleventh Edition. Pasta and noodle cooking quality – firmness: 66- 50.01. St. Paul (USA): AACC International.

Gambar

Gambar 1 Diagram alir penelitian.
Tabel 2 Nilai rataan hasil analisis sensori biskuit
Tabel 4 Komposisi fisiko-kimia biskuit sagu fortifikasi KPI dan  Spirulina
grafik dari hubungan (lnk) sebagai ordinat y dengan (1/T) sebagai absis x,

Referensi

Dokumen terkait