• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterangan :

Yij = respons pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

i = perlakuan (biskuit kontrol, biskuit P9, biskuit P4, biskuit P1) j = ulangan (n=1,2)

µ = nilai tengah atau rataan umum pengamatan

= Pengaruh perbedaan jenis biskuit pada perlakuan ke-i = galat percobaan perlakuan ke-i, ulangan ke-j

Hipotesis yang di uji dari pembuatan biskuit sagu dengan penambahan KPI, Spirulina adalah sebagai berikut :

H0 : Penambahan konsentrat protein ikan dan Spirulina dengan berbagai konsentrasi tidak memberikan pengaruh terhadap karakteristik biskuit yang dihasilkan

H1 : Penambahan konsentrat protein ikan dan Spirulina dengan berbagai konsentrasi memberikan pengaruh terhadap karakteristik biskuit yang dihasilkan.

Data yang diperoleh diolah menggunakan analisis ragam (Anova), bila menunjukkan pengaruh yang beda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan, dengan selang kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Biskuit sagu dibuat dengan komposisi konsentrat protein ikan (KPI) dan Spirulina yang berbeda-beda. Formula biskuit terpilih ditentukan berdasarkan pengujian sensori berbasis Bayes. Formulasi terpilih dikarakterisasi fisik-kimia, dan dilakukan pendugaan umur simpan biskuit.

Karakteristik Konsentrat Protein Ikan, Spirulina,Sagu

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan KPI adalah ikan nila hitam (Oreochromis niloticus). Metode KPI yang digunakan diperoleh dari modifikasi Santoso et al. (2008) dengan pengulangan tahap ekstraksi sebanyak tiga kali menggunakan pelarut etanol food grade 96%, sehingga diperoleh KPI tipe A. Karakterisasi KPI meliputi daya serap air, daya serap minyak, densitas kamba, derajat putih, kadar air, kadar lemak, kadar protein dan dan daya cerna protein in vitro. Krakteristik fisik kimia KPI nila disajikan pada Lampiran 1.

Daya serap air merupakan sifat fungsional yang penting dalam menentukan sifat hidrasi, daya kembang produk, kelarutan, viskositas dan gelasi. Daya serap air KPI nila 0,68g/mL artinya setiap 0,68 g KPI nila mampu menyerap 1 mL air. Daya serap minyak pada tepung berkaitan dengan kadar lemak dan kadar protein. Nilai daya serap minyak KPI nila 0,49 g/g artinya setiap 0,49 g KPI mampu menyerap 1 g minyak. Derajat putih merupakan karakteristik fisik warna yang dapat mempengaruhi konsumen. Konsentrat protein ikan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki warna putih kekuningan dengan persentase nilai derajat

14

putih 58,36%. Nilai derajat putih berkaitan dengan adanya perbedaan kandungan lemak. Kamba merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume bahan itu sendiri. Densitas kamba menunjukkan kepadatan partikel yang menempati ruang pada volume tertentu. Nilai densitas kamba KPI nila 0,45 g/mL.

Konsentrat protein ikan nila yang ditambahkan memiliki kadar air 7,07%, kadar lemak 0,31% dan kadar protein 79,10%, sehingga KPI nila telah memenuhi standar mutu FAO (1976) untuk KPI tipe A. Daya cerna protein adalah kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim pencernaan. Konsentrat protein ikan nila yang ditambahkan memiliki nilai daya cerna protein 98%. Daya cerna protein in vitro KPI nila yang ditambahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan daya cerna protein in vitro KPI nila hitam hasil penelitian Santoso et al. (2008) yaitu 91,71%. Konsentrat protein ikan nila menghasilkan daya cerna protein in vitro yang lebih besar dibandingkan dengan daya cerna protein in vitro KPI standar FAO (1976) yaitu 92%. Suatu protein yang mudah dicerna menunjukkan bahwa jumlah asam-asam aminonya mudah diserap dan mampu digunakan secara maksimal oleh tubuh. Sebaliknya, suatu protein yang sukar dicerna berarti jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh rendah karena sebagian besar protein yang diasup dibuang kembali bersama feses (WNPG 2004).

Komposisi kimia Spirulina platensis kering yang ditambahkan memiliki kadar lemak dan kadar protein lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Chirasuwan et al. (2007). Vonshak et al. (2004) menyatakan bahwa perbedaan komposisi protein dan lemak pada mikroalga disebabkan oleh perbedaan komposisi biokimia pada tubuhnya, dimana unsur yang paling penting berupa C dan N. kadar abu dan kadar karbohidrat (by difference) yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitan Chirasuwan et al. (2007). Abu yang terukur dalam analisis merupakan mineral yang terkandung dalam bahan. Li et al. (2007) melaporkan bahwa mineral yang terkandung dalam Spirulina antara lain kalsium, magnesium, besi, seng, tembaga, mangan, nikel dan strontium. Perbedaan kandungan karbohidrat diduga karena jumlah kadar lemak dan kadar protein lebih kecil pada Spirulina platensis dibandingkan dengan kadar lemak dan kadar protein pada penelitian Chirasuwan et al. (2007), sehingga karbohidrat pada Spirulina platensis lebih tinggi. Komposisi kimia Spirulina platensis kering disajikan pada Lampiran 2.

Sagu kering yang digunakan memiliki kadar air dan kadar protein yang lebih tinggi dari hasil penelitian Jading et al. (2011). Kadar lemak dan kadar karbohidrat lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Jading et al. (2011), sedangkan kadar abu sagu sesuai dengan kadar abu sagu hasil penelitian Jading et al. (2011). Komposisi kimia sagu disajikan pada Lampiran 3.

Karakteristik Sensori Biskuit Fortifikasi KPI dan Spirulina Pengujian organoleptik adalah suatu cara penilaian terhadap suatu produk menggunakan indera dengan kemampuan sensorik. Salah satu jenis pengujian organoleptik adalah uji kesukaan (uji hedonik). Uji hedonik biasanya digunakan

15

untuk menilai hasil akhir produk (Soekarto 1985). Penilaian sensori merupakan parameter utama dalam menentukan formula terpilih. Nilai rataan hasil analisis sensori disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai rataan hasil analisis sensori biskuit

Kode Kenampakan Tekstur Warna Aroma Rasa

P1 6,60a 6,33a 6,53a 6,73a 6,33a P2 6,00a 5,53a 6,30a 6,37a 6,40a P3 5,73a 6,87b 5,63a 6,83a 6,23a P4 5,90a 6,40a 6,53a 6,73a 6,27a P5 6,13a 6,50a 6,23a 6,67a 6,00a P6 6,03a 6,43a 6,27a 6,43a 6,13a P7 5,80a 6,33a 6,03a 6,83a 5,70a P8 6,00a 6,90b 6,20a 6,50a 5,93a P9 6,30a 6,73b 6,43a 6,67a 6,47a

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata.

P1 : 10 g KPI dan 3 g Spirulina P6 : 15 g KPI dan 9 g Spirulina

P2 : 10 g KPI dan 6 g Spirulina P7 : 20 g KPI dan 3 g Spirulina

P3 : 10 g KPI dan 9 g Spirulina P8 : 20 g KPI dan 6 g Spirulina

P4 : 15 g KPI dan 3 g Spirulina P9 : 20 g KPI dan 9 g Spirulina

P5 : 15 g KPI dan 6 g Spirulina Kenampakan

Kenampakan adalah faktor utama atau faktor penentu dalam hal penerimaan konsumen, karena penilaian awal dari suatu produk adalah kenampakannya, sebelum faktor lain dipertimbangkan secara visual. Penilaian rataan panelis terhadap kenampakan biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina berkisar antara 5,73 hingga 6,60 (agak suka) (Tabel 2). Analisis dengan Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina dengan berbagai konsentrasi tidak berpengaruh terhadap kenampakan biskuit yang dihasilkan (P>0,05) (Lampiran 4). Penilaian panelis terhadap kenampakan biskuit menunjukkan hasil agak suka. Biskuit yang telah difortifikasi KPI dan Spirulina memiliki bentuk yang seragam dan warna hijau yang relatif sama, sehingga penilaian panelis terhadap biskuit cenderung sama, walaupun dengan penambahan konsentrasi KPI dan Spirulina yang berbeda. Spirulina mengandung pigmen alami berwarna hijau yang disebut klorofil. Hasil yang didapatkan sesuai dengan yang dilaporkan oleh Sari (2013) bahwa penambahan berbagai konsentrasi Spirulina tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kenampakan biskuit.

Tekstur

Tekstur merupakan faktor penting mutu makanan, sering kali lebih penting dari aroma, rasa dan warna, terutama pada makanan lunak dan makanan renyah. Penilaian rataan panelis terhadap tekstur biskuit sagu forifikasi KPI dan Spirulina berkisar antara 5,53 hingga 6,90 (agak suka) (Tabel 2). Analisis dengan Kruskal Wallis pada tekstur menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina dengan berbagai konsentrasi berpengaruh terhadap tekstur biskuit yang dihasilkan (P<0,05)(Lampiran 4). Hasil uji lanjut Dunn menunjukkan bahwa formula P1, P2, P4, P5, P6 dan P7 tidak berbeda, namun berbeda nyata dengan formula P3, P8 dan

16

P9. Tekstur biskuit banyak dipengaruhi oleh bahan-bahan pembentuk adonan biskuit. Proses pembuatan biskuit juga mempengaruhi tekstur biskuit yang dihasilkan. Metode pembentukan adonan seperti fermentasi, laminasi serta metode pemotongan adonan seperti datar atau timbul mempengaruhi tektur biskuit yang dihasilkan. Adanya tepung (pati) dalam pembuatan biskuit, selama pemanasan akan mengalami gelatinisasi yang menyebabkan biskuit memiliki tekstur yang sangat lembut (Menlay 2000). Tekstur biskuit diduga dipengaruhi oleh penambahan tepung KPI nila yang berbeda. Penambahan KPI nila pada adonan meningkatkan kepadatan adonan serta menghasilkan tekstur biskuit yang lebih padat dengan struktur kuat dan poros.

Warna

Faktor warna secara visual tampil lebih dahulu sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno 2008). Penilaian rataan panelis terhadap warna biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina berkisar antara 5,63 hingga 6,53 (agak suka) (Tabel 2). Analisis dengan Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina tidak berpengaruh terhadap warna biskuit yang dihasilkan (P>0,05) (Lampiran 4). Penilaian panelis terhadap warna biskuit menunjukkan hasil agak suka. Biskuit dengan penambahan KPI dan Spirulina menghasilkan biskuit berwarna hijau kecoklatan. Warna hijau disebabkan oleh kandungan pigmen pada Spirulina. Kandungan pigmen pada Spirulina dapat menjadi pewarna alami pada produk. Chauhan dan Pathak (2010) menyatakan bahwa Spirulina disarakan untuk dijadikan pewarna alami, karena mikroalga ini merupakan salah satu sumber klorofil terbesar di alam. Kabinawa (2006) melaporkan ahwa klorofil α pada Spirulina segar adalah 115 mg/10 g. Yudiati et al. (2011) menyatakan bahwa Spirulina platensis mengandung

β karoten, klorofil α, dan pigmen fikosianin.

Warna kecoklatan yang terdapat pada biskuit diduga karena adanya reaksi pencoklatan non enzimatis atau yang sering disebut dengan reaksi Maillard. Warna coklat yang dihasilkan karena adanya reaksi Maillard antara kandungan protein yang terdapat pada KPI dan Spirulina dengan gula pereduksi yang diduga berasal dari karbohidrat bahan-bahan pembuatan biskuit. Winarno (2008) menyatakan bahwa reaksi Maillard terjadi antara gugus aldehid dari gula pereduksi dengan gugus amina dari asam amino yang menyebabkan produk menjadi cokelat. Alvarenga et al. (2011) melaporkan bahwa pada Spirulina mengandung berbagai asam amino, antara lain glutamat, aspartat, serin, glisin, histidin, arginin, treonin, alanin, prolin, tirosin, valin, metionin, sistein, isoleusin, leusin, fenilalanin, dan lisin. Santoso et al. (2008) melaporkan bahwa KPI mengandung berbagai asam amino, antara lain isoleusin, lusin, valin, lisin, treonin, mentionin, sistem (AAS), tirosin, fenilalain (AAA) dan triptofan. Sunarya (2009) menyatakan bahwa semakin banyak tepung KPI yang ditambahkan, maka semakin coklat warna yang diakibatkan reaksi Maillard.

17

Aroma

Aroma adalah reaksi dari makanan yang akan mempengaruhi konsumen, dimana sebelum konsumen menikmati makanan, konsumen dapat mencium makanan tersebut (Tantrisna dan kaya 2006). Penilaian rataan panelis terhadap aroma biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina berkisar antara 6,37 hingga 6,83 (agak suka) (Tabel 2). Analisis dengan Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina tidak berpengaruh terhadap aroma biskuit yang dihasilkan (P>0,05) (Lampiran 4). Penilaian panelis terhadap aroma biskuit menunjukkan hasil agak suka. Aroma biskuit yang dihasilkan dipengaruhi oleh bahan pembuat biskuit tersebut seperti vanili, margarin, dan susu yang ditambahkan dalam adonan. Aroma yang dihasilkan cenderung sama. Hal ini diduga karena penambahan bahan pembuatan biskuit sama, sehingga aroma yang dihasilkan juga cenderung sama. Penambahan KPI dan Spirulina tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma produk akhir biskuit. Hal ini disebabkan KPI yang di ekstraksi dengan pelarut etanol dapat mengurangi lemak dan bau ikan karena sifat etanol yang non polar. Lemak dan bau ikan akan larut saat pengepresan ekstraksi.

Rasa

Rasa berbeda dengan bau dan lebih banyak melibatkan panca indera lidah. Penginderaan cecapan dapat dibagi menjadi empat cecapan utama yaitu asin, asam, manis dan pahit (Winarno 2008). Penilaian rataan panelis terhadap rasa biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina berkisar antara 5,70 hingga 6,47 (agak suka) (Tabel 2). Analisis dengan Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina tidak berpengaruh terhadap rasa biskuit yang dihasilkan (P>0,05) (Lampiran 4). Fortifikasi KPI dan Spirulina tidak mempengaruhi rasa biskuit. Penambahan bahan-bahan sumber lemak yang sama mengakibatkan rasa biskuit yang sama, konsentrat protein ikan dan spirulina tidak menghasilkan rasa yang berbeda. Hal ini disebabkan karena KPI dan Spirulina yang ditambahkan tidak memiliki rasa yang khas. Hasil yang didapatkan sesuai dengan yang dilaporkan oleh Sari (2013) bahwa penambahan berbagai konsentrasi Spirulina tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap rasa biskuit yang dihasilkan.

Hasil analisis sensori menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina yang berbeda-beda tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kesukaan panelis pada parameter kenampakan, warna, aroma dan rasa biskuit yang dihasilkan, hanya berbeda nyata terhadap parameter tekstur biskuit, sehingga dilanjutkan dengan uji lanjut indeks Kinerja (Metode Bayes) untuk menetukan biskuit terpilih.

Biskuit Sagu Fortifikasi KPI dan Spirulina Terpilih Berbasis Indeks Kinerja (Metode Bayes)

Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terpilih dari sejumlah alternatif

18

dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal. Pengambilan keputusan yang optimal akan tercapai bila mempertimbangkan berbagai kriteria (Marimin 2006). Karakteristik sensori merupakan penilaian penting dalam pemilihan formulasi biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina. Pemberian nilai kepentingan pada parameter tersebut diperoleh dari hasil survey dan pendapat ahli. Nilai bobot dikalikan dengan score akan menghasilkan total nilai. Total nilai tertinggi menunjukkan formulasi biskuit sagu KPI dan Spirulina terpilih. Hasil pembobotan parameter biskuit dengan metode Bayes disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil pembobotan parameter biskuit dengan metode Bayes

Parameter Parameter Nilai

bobot P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 Kenampakan 9 4 1 3 7 6 2 5 8 0,217 Tekstur 3 1 8 4 6 5 2 9 7 0,174 Warna 9 6 1 8 4 5 2 3 7 0,174 Aroma 7 1 9 6 4 2 8 3 5 0,217 Rasa 7 8 5 6 3 4 1 2 9 0,217 Total Nilai 7,09 4,04 4,83 5,35 4,78 4,35 3,09 4,26 7,22 Ranking 2 8 4 3 5 6 9 7 1

Tiga formulasi biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina terpilih ditentukan berdasarkan uji indeks kinerja (Lampiran 5). Formula terpilih berdasarkan perangkingan adalah penambahan KPI 20 g dan Spirulina 9 g (P9) diberi peringkat pertama, penambahan KPI 10 g dan Spirulina 3 g (P1) diberi peringkat kedua, dan penambahan KPI 15 g dan Spirulina 3 g (P4) diberi peringkat ketiga. Ketiga konsentrasi terpilih tersebut selanjutnya dianalisis proksimat, antioksidan, sifat fisik, dan aktivitas air.

Komposisi Fisiko-Kimia Biskuit Terpilih

Pengujian fisiko-kimia dilakukan terhadap biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina terpilih (formula P1, P4, P9 dan biskuit kontrol (P10)). Biskuit formula terbaik selanjutnya dibandingkan dengan biskuit komersial (cookies). Hasil analisis kimia disajikan pada Tabel 4.

Kerenyahan

Kerenyahan biskuit diukur secara objektif menggunakan alat Texture Analyzer TA-XT 2i, yang dinyatakan dengan besarnya gaya pada puncak pertama saat sampel mulai mengalami perubahan bentuk (deformasi), dengan satuan gaya gf. Analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina dengan berbagai konsentrasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap kerenyahan biskuit (p>0,05) (Lampiran 6). Hal ini diduga kerena pati yang ditambahkan ke dalam adonan jumlahnya sama. Tingkat kerenyahan merupakan salah satu sifat fisik dari bahan pangan. Kerenyahan biskuit merupakan faktor utama yang dipengaruhi oleh kadar lemak dan kadar air dalam adonan. Lemak ini melapisi pati dan glukosa dalam tepung dan memutuskan ikatannya. Fungsi dari pati sebagai bahan makanan menghasilkan kemampuan perekat (sifat amilopektin), hal ini membuat struktur biskuit menjadi lebih kokoh. Menurut Wardani (2012) perbandingan

19

antara amilosa dan amilopektin akan memberikan efek pati secara fungsional dalam penggunaannya pada makanan, kadar amilosa dan amilopektin berperan dalam pembentukan tekstur biskuit.

Tabel 4 Komposisi fisiko-kimia biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina Formula

P1 P4 P9 Kontrol (P10) SNI

Karakteristik Fisik

Kerenyahan (gf) 240,77±8,94a 243,30±4,72a 241,27±9,26a 237,00±16,47a

Karakteristik Kimia

Kadar Air (%) 2,73±0,11b 1,46±0,45a 1,13±0,30a 2,25±0,11b Max 5% Kadar Abu (%) 1,86±0,94a 2,33±0,10a 2,66±0,12a 2,25±0,11a Max 1,5% Kadar Lemak ( %) 15,05±0,42a 15,09±0,51a 15,21±0,26a 14,92±0,04a Min 9,5% Kadar Protein (%) 10,42±0,00b 11,69±0,00c 15,87±0,00d 5,87±0,24a Min 9% Kadar Karbohidrat (By difference) (%) 69,95±1,17 b 69,43±0,83b 65,14±0,39a 74,70±0,24c Min 70% Aktivitas Antioksidan (IC50,ppm) >1000 >1000 >1000 291,89 Aktivitas Air 0,30±0,02b 0,36±0,02c 0,40±0,00c 0,17±0,00a

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda pada baris yang sama (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata.

Kadar Air

Keberadaan air dalam pangan dapat dinyatakan sebagai kadar air. Nilai rataan kadar air keempat formulasi biskuit tersebut (Tabel 4) masih memenuhi standar maksimum SNI 2973-2011 yaitu 5%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina dengan berbagai konsentrasi berpengaruh nyata terhadap kadar air biskuit (P<0,05) (Lampiran 7). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar air biskuit kontrol dan biskuit P1 berbeda nyata dengan biskuit P4 dan biskuit P9. Penurunan kadar air biskuit yang difortifikasi KPI dan Spirulina diduga disebabkan adanya interaksi protein dan air. Semakin banyak KPI dan Spirulina yang ditambahkan maka kandungan protein biskuit semakin tinggi, sehingga protein yang bersifat hidrofilik akan lebih banyak berikatan dengan air. Menurut Sumaryanto et al. (1996) dalam Santoso et al. (2009) protein dapat berikatan dengan air karena adanya gugus asam amino yang bersifat polar. Protein akan bersifat hidrofilik bila rantai peptida mengandung sebagian gugus polar.

Kadar Abu

Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik (Anam dan Handajani 2010). Nilai rataan kadar abu keempat formulasi biskuit tersebut (Tabel 4) tidak memenuhi standar maksimum SNI 2973-2011 yaitu 1,5%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina dengan berbagai konsentrasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar abu biskuit (P>0,05) (Lampiran 7). Kandungan abu juga dikenal sebagai zat anorganik yang erat kaitannya dengan estimasi kandungan mineral produk pangan tertentu. Besarnya kandungan abu yang terdapat pada biskuit dapat dipengaruhi oleh bahan-bahan pembuat biskuit itu sendiri. Tingginya kadar abu seiring dengan

tingginya kandungan abu Spirulina sebesar 18,60%. Menurut Widianingsih et al. (2008) kandungan abu Spirulina dipengaruhi oleh komposisi

serta konsentrasi nutrien pada media kultur terutama keberadaan unsur mineral. Li et al. (2007) melaporkan bahwa mineral yang terkandung didalam Spirulina

20

antara lain kalsium, magnesium, besi, seng, tembaga, mangan, nikel, dan stronsium.

Kadar Lemak

Lemak adalah senyawa ester non-polar yang tidak larut dalam air (Kusnandar 2010). Lemak dapat memperbaiki struktur fisik seperti pengembangan, kelembutan, tekstur dan aroma (Manley 2000). Nilai rataan kadar lemak keempat formulasi biskuit tersebut (Tabel 4) memenuhi standar minimum SNI 2973-2011 yaitu 9,5%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina dengan berbagai konsentrasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar lemak biskuit (P>0,05) (Lampiran 7). Kandungan lemak yang tinggi pada biskuit berasal dari margarin dan telur yang memiliki kandungan lemak 81% dan 10,80% (Depkes 2005). Kandungan lemak pada biskuit sagu fortifikasi KPI dan Spirulina relatif tinggi, hal ini diduga karena penambahan lemak pada pembuatan biskuit relatif banyak, yaitu margarin 25 g dan telur 25 g.Yunawati (2002) menunjukkan bahwa penambahan mentega 25 g dan telur 50 g menghasilkan biskuit dengan kadar lemak 25,99% sedangkan Perkasa (2013) menunjukkan bahwa penambahan mentega 35 g dan kuning telur 10 g menghasilkan biskuit dengan kadar lemak 20,76%.

Kadar Protein

Protein merupakan molekul makro yang terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida (Almatsier 2006). Nilai rataan kadar protein biskuit P1, P4, P9 memenuhi standar minimum SNI 2011, sedangkan biskuit P10 tidak memenuhi standar minimum SNI 2973-2011 yaitu 9% (Tabel 4). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina dengan berbagai konsentrasi berpengaruh secara nyata terhadap kadar protein biskuit (P<0,05) (Lampiran 7). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa biskuit formula P1, P4, P9 dan P10 berbeda nyata. Tingginya kadar protein biskuit seiring dengan tingginya kandungan protein KPI dan Spirulina adalah 79,10% dan 41,25%, sehingga penambahan KPI dan Spirulina pada formulasi biskuit yang berbeda-beda dapat meningkatkan kadar protein biskuit secara proporsional.

Kadar Karbohidrat

Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan termasuk warna, rasa dan tekstur. Karbohidrat di dalam tubuh, berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno 2008). Kadar karbohidrat pada penelitian ini dihitung secara by difference yaitu hasil pengurangan 100% sampel terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina dengan berbagai konsentrasi berpengaruh secara nyata terhadap kadar karbohidrat (P<0,05) (Lampiran 7). Nilai rataan kadar karbohidrat biskuit P1, P4 P9 tidak memenuhi standar minimum SNI 2973-2011, sedangkan biskuit P10 memenuhi standar minimum SNI 2973-2011 yaitu 70% (Tabel 4). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa biskuit P9 berbeda nyata dengan biskuit P1, P4 dan P10.

21

Biskuit P10 berbeda nyata dengan biskuit P1, P4, dan P9, namun biskuit P1 dan P4 tidak berbeda nyata. Sumbangan karbohidrat pada biskuit berasal dari tepung sagu yang digunakan, sehingga pada biskuit kontrol penggunaan 100% bahan baku sagu tanpa adanya penambahan KPI dan Spirulina memiliki nilai kadar karbohidrat tertinggi. Penambahan KPI dan Spirulina pada biskuit akan menurunkan kadar karbohidrat biskuit seiring meningkatkan kadar protein, lemak dan abu secara proporsional.

Aktivitas Air

Aktivitas air adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan KPI dan Spirulina dengan berbagai konsentrasi berpengaruh secara nyata terhadap aktivitas air biskuit (P<0,05) (Lampiran 7). Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa aktivitas air pada biskuit P1 berbeda nyata dengan biskuit P4, P9, P10, namun biskuit P4 dan P9 tidak berbeda nyata. Biskuit P1, P4, P9 berbeda nyata dengan biskuit P10 (Tabel 4). Adanya penambahan KPI dan Spirulina mengakibatkan naiknya aktivitas air biskuit. Perbedaan nilai aktivitas air tersebut diduga karena adanya perbedaan kandungan protein dari biskuit. Pratama (2014) menyatakan bahwa semakin besar kandungan protein biskuit, maka jumlah air terikat semakin besar akibat adanya ikatan hidrogen.

Rentang aktivitas air yang dimiliki oleh biskuit sagu KPI dan Spirulina berada pada kisaran terjadinya reaksi oksidasi lemak, reaksi Browning nonenzimatis, aktivitas enzim, dan reaksi hidrolisis. Labuza (1971) menyatakan bahwa aktivitas air 0-0,2 (Daerah I) tidak ada reaksi yang terjadi pada produk, sedangkan pada selang aktivitas air 0,25-0,8 (Daerah II) reaksi yang dapat terjadi yaitu reaksi Browning nonenzimatis, oksidasi lemak, aktivitas enzim dan reaksi hidrolisis. Menurut Saenab et al. (2010) bahan yang mempunyai aktivitas air 0,7 atau pada kelembaban relatif dibawah 70% sudah dianggap cukup baik dan tahan selama penyimpanan.

Aktivitas Antioksidan

Antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat menunda atau mencegah oksidasi lemak atau molekul lain dengan cara menghambat terjadinya proses inisiasi atau propagasi reaksi rantai oksidatif. Beberapa reaksi biokimia dalam tubuh menghasilkan oksigen reaktif (reactive oxygen species) dan dapat menyebabkan penyakit. Bahaya radikal bebas dapat dicegah menggunakan antioksidan dengan cara mengikat radikal bebas dan mendetoksifikasi (Ebrahimzadeh et al. 2009). Yudiati et al. (2011) melaporkan bahwa semakin

Dokumen terkait