• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Kebijakan Antidumping Tariff dan Free Trade Agreement Terhadap Permintaan Impor Udang Amerika Serikat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Kebijakan Antidumping Tariff dan Free Trade Agreement Terhadap Permintaan Impor Udang Amerika Serikat"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK KEBIJAKAN ANTIDUMPING TARIFF DAN FREE

TRADE AGREEMENT TERHADAP PERMINTAAN IMPOR

UDANG AMERIKA SERIKAT

NOVADE NUR ARIF SIREGAR

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Kebijakan Antidumping Tariff dan Free Trade Agreement Terhadap Permintaan Impor Udang Amerika Serikat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

NOVADE NUR ARIF SIREGAR. Dampak Kebijakan Antidumping Tariff dan Free Trade Agreement Terhadap Permintaan Impor Udang Amerika Serikat. Dibimbing oleh AMZUL RIFIN.

Amerika Serikat menjadi importir udang utama di dunia karena tingginya konsumsi dan permintaan akan udang impor. Perdagangan udang di Amerika Serikat mengancam pasokan industri domestik Amerika sehingga pemerintah Amerika membuat kebijakan berupa antidumping tariff dan free trade agreement. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana dampak kebijakan antidumping tariff dan free trade agreement yang dilihat dari dayasaing dan faktor-faktor permintaan impor. RCA dan Gravity Model digunakan dalam penelitian yang dilakukan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa Indonesia memiliki nilai RCA tertinggi dibandingkan negara eksporter lain. Antidumping tariff menurunkan permintaan impor udang sesusai dengan teori. Free Trade Agreement menurunkan permintaan impor udang namun tidak sesuai dengan teori. Kata kunci: Amerika Serikat, bea masuk antidumping, dampak kebijakan

perdagangan, perjanjian perdagangan bebas, udang

ABSTRACT

NOVADE NUR ARIF SIREGAR. The Impact of Antidumping Tariff and Free Trade Agreement Policies Towards Shrimp Import Demand in the United States. Supervised by AMZUL RIFIN.

The United States became the major shrimp importer caused by high consumption and demand of shrimp import. Shrimp industry domestic suffered by shrimp import therefore the government set the trade policies such as Antidumping Tariff and Free Trade Agreement. The purpose of this study is to analyze the impact of the United States Antidumping Tariff and Free Trade Agreement. Revealed Comparative Advantage (RCA) and Gravity Model approach was used in the analysis. The result is Indonesia has the highest RCA compared other exporters. Based on the theory, Antidumping Tariff has decreased shrimp import demand. Free Trade Agreement has decreased shrimp import demand however it is not relevant with theory.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DAMPAK KEBIJAKAN ANTIDUMPING TARIFF DAN FREE

TRADE AGREEMENT TERHADAP PERMINTAAN IMPOR

UDANG AMERIKA SERIKAT

NOVADE NUR ARIF SIREGAR

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Dampak Kebijakan Antidumping Tariff dan Free Trade Agreement Terhadap Permintaan Impor Udang Amerika Serikat

Nama : Novade Nur Arif Siregar NIM : H34100156

Disetujui oleh

Dr Amzul Rifin, SP MA Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah Perdagangan Internasional, dengan judul Dampak Kebijakan Antidumping Tariff dan Free Trade Agreement Terhadap Permintaan Impor Udang Amerika Serikat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Amzul Rifin SP MA selaku pembimbing skripsi yang telah membimbing dan membantu saya menyelesaikan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada para dosen Departemen Agribisnis dan Ibu Ida dari staf Departemen Agribisnis yang telah membantu selama penyelesaian keperluan skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga yaitu Arifin Siregar, Artha Hidayah Siagian, Novient Nur Arif Siregar, dan Nisaul Arif Siregar yang telah memberikan dukungan tiada henti baik secara moral dan materi dalam tahap penyelesaian karya ilmiah ini. Terima kasih disampaikan kepada teman-teman tersayang dari keluarga IMMAM yaitu Amalia Aldina Thoha, Winda Anggraini Harahap, Yulita Farisa Harahap, Muhammad Iqbal Syahputra Siregar, Muhammad Irfan Miraza, Muhammad Haris, Muhammad Dahri Zikri, Muhammad Hilman, Melly Sari Ramadhani Nasution, Adilla Ahmad, Ega Aprindah Aladin, Kartika Jayamurti, dan Rita Astuti Ritonga yang selalu memberi dukungan moral dan spirit dalam penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Agribisnis yaitu Sabila Mumtaz Khandari, Feby Rizky Hadiyanti, Ayutyas Sayekti, Revina Febby Rotua Sianipar, Syarifah Nurul Arumi Shahab, Wuri Tri Handayani, Aditya Maulana, Ryan Fajar Novarianto, serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Penelitian Terdahulu 6

KERANGKA PEMIKIRAN 9

Kerangka Teoritis 9

Kerangka Operasional 20

METODE PENELITIAN 21

Waktu dan Tempat Penelitian 21

Jenis dan Sumber Data 22

Metode Analisis dan Pengolahan Data 22

GAMBARAN UMUM 27

Pangsa Pasar Perdagangan Udang di Amerika Tahun 2012 27

Pasar Udang Domestik Amerika Serikat 28

Kebijakan Antidumping Tariff Amerika Terhadap Negara Eksportir Udang 31

Kebijakan Perdagangan Bebas di Amerika Serikat 33

HASIL DAN PEMBAHASAN 37

Analisis Daya Saing Komoditi Udang Negara Eksportir di Pasar Amerika

Serikat Tahun 1992 – 2012 37

Dampak Kebijakan Terhadap Perdagangan Impor Udang di Amerika Serikat 38 Implikasi Kebijakan Pemerintah Amerika Serikat Terhadap Indonesia 45

SIMPULAN DAN SARAN 45

Kesimpulan 45

Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

LAMPIRAN 49

(10)

DAFTAR TABEL

1 Produksi Udang Berdasarkan Produsen Utama (MT) 1

2 Jumlah Impor Udang Negara Importir Terbesar 2

3 Konsumsi Produk Makanan Laut per Kapita di Amerika Serikat Tahun

2011 2

4 Nilai Perdagangan Impor Udang di Amerika Tahun 2008 – 2012 3 5 Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian 22 6 Produksi Udang Dalam Negeri dan Udang Impor Amerika Serikat

Tahun 1997 – 2010 31

7 Bea Antidumping Untuk Produk Udang Beku 33

8 Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika dengan Mitra 35 9 Hasil Estimasi Faktor-Faktor Permintaan Impor Amerika 42

DAFTAR GAMBAR

1 Dampak Kebijakan Tarif 13

2 Tahap-Tahap Integrasi Ekonomi 15

3 Kerangka Pemikiran Operasional 21

4 Pangsa Pasar Negara Eksportir Udang di Pasar Amerika 28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai RCA Sepuluh Negara Eksportir Udang 49

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pasar udang dunia telah berkembang secara signifikan sejak tahun 1980-an. Peningkatan perdagangan udang telah dikaitkan terutama peningkatan produksi, hasil dari ekspansi dalam operasi akuakultur (terutama Asia dan Amerika Selatan). Hampir 80 persen udang yang dibudidaya berasal dari Asia seperti Thailand, China, Indonesia, dan India sebagai produsen udang utama. Produksi udang Asia memiliki kualitas udang yang baik sehingga memiliki nilai daya saing yang tinggi di pasar dunia. Produsen utama komoditas udang yaitu Thailand yang juga menjadikan Thailand sebagai salah satu pengekspor udang terbesar bagi negara importir seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Total produksi udang berdasarkan wilayah produksi utama di dunia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi udang berdasarkan produsen utama (MT)

Wilayah 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Asia

Tenggara 1 357 155 1 462 992 1 342 629 1 449 440 1 574 876 1 716 346 China 1 265 636 1 268 074 1 181 130 899 600 962 000 1 048 000 India/

Bangladesh 171 265 153 797 181 261 204 190 222 737 236 103 Amerika 451 244 474 344 478 716 465 644 499 250 527 750 Afrika/

Timur Tengah

26 641 30 067 25 000 27 500 30 000 34 000 Lainnya 9 502 9 725 15 000 16 000 16 000 16 000 Total 3 281 443 3 398 999 3 223 736 3 062 330 3 304 863 3 578 199

Sumber: FAO (2010), GOAL (2009)

Impor udang dari dunia yang dilakukan oleh beberapa negara mengalami peningkatan, terkecuali tahun 2012. Pada tahun 2012, penurunan impor udang dikarenakan adanya wabah penyakit yang menurunkan produksi udang di beberapa negara penghasil udang di dunia, seperti Thailand, China, dan Malaysia. Negara utama importir udang yaitu Jepang, USA, dan Uni Eropa dengan Amerika mengambil alih sebagai negara importir nomor satu di dunia. Hal ini dikarenakan meningkatnya permintaan udang impor dengan harga yang rendah, sedangkan impor udang ke Jepang mengalami penurunan dikarenakan rendahnya permintaan akibat ketidakpastian ekonomi Jepang.

(12)

Tabel 2. Jumlah impor udang negara importir terbesar

2009 2010 2011 2012

Amerika Serikat 406 727 814 415 212 558 430 169 378 419 702 785 Jepang (Frozen

Shrimp only) 197 573 829 205 344 682 205 216 286 200 501 829 Spanyol 159 654 680 166 237 831 174608716 149 650 391 Perancis 91 686 890 95 537 400 92 572 175 92 925 666 Inggris 39 521 848 40 531 494 43 840 704 38 895 536 Italia 61 683 554 63 982 366 64 966 992 58 067 248

Sumber: UN Comtrade, 2012

Udang merupakan produk makanan laut terkemuka dijual di setiap wilayah Amerika Serikat. Sebagian besar pembelian udang di Amerika dilakukan oleh restaurant dan lembaga-lembaga seperti industry perikanan. Sebanyak 80 persen dari semua udang yang dimakan di Amerika dikonsumsi di restaurant yang merupakan 20 persen dari seluruh penjualan makanan laut. Udang juga meningkatkan penjualan ikan di pasar sekitar 50 persen.. Sejak tahun 2000, produksi udang Amerika mengalami penurunan 26 persen. Konsumsi udang yang meningkat dapat diakibatkan juga oleh stabilnya harga tuna kaleng dengan jumlah ketersediaan yang terbatas, sedangkan ketersediaan udang semakin lama semakin meningkat dengan harga yang murah terutama harga udang impor di pasar Amerika. Konsumsi per kapita udang pada tahun 2011 mencapai £ 4,2 terhitung sekitar 25 persen dari total makanan laut yang dikonsumsi Amerika Serikat (Tabel 2). Meskipun konsumsi udang menyumbang lebih dari 20 persen dari total makanan laut yang dikonsumsi, jumlah pasokan domestik udang jauh dibawah permintaan dan hampir 90 persen dari udang yang dibutuhkan merupakan udang yang diimpor. Walaupun terjadi beberapa masalah seperti waktu pengiriman dan inkonsistensi pada penawaran (pasokan), namun impor udang tambak memiliki banyak keuntungan sehingga menjadikan produk perikanan utama yang diimpor.

Tabel 3. Konsumsi produk makanan laut per kapita di Amerika Serikat tahun 2011

Jenis atau Produk Jumlah Konsumsi Tahun 2011

Udang 4.2

Tuna Kaleng 2.6

Salmon 1.9

Nila 1.29

Alaska Pollock 1.3

Lele 0.56

Kepiting 0.52

Ikan Kod 0.50

Pangasius 0.63

Remis 0.33

Total 15.0

Sumber: NMFS, 2011

(13)

menyumbang sebagian besar impor tersebut seperti China, Ekuador, India, Indonesia, Meksiko, Thailand, dan Vietnam. Pada tahun 2012, impor udang dari tujuh negara tersebut menyumbang 88 persen dari nilai total impor udang Amerika Serikat. Thailand merupakan pemasok terbesar di Amerika Serikat terhitung sekitar 25 persen dari impor tahun 2012. Konsumen udang di Amerika Serikat sangat bergantung pada impor yang menyediakan 93 persen dari total pasokan pada tahun 2011.

Peningkatan impor udang Amerika telah ditopang oleh peningkatan konsumsi udang perkapita Amerika. Udang telah menjadi makanan laut paling banyak dikonsumsi di Amerika Serikat semenjak tahun 2001 yang diikuti oleh tuna kaleng dan salmon. Pada tahun 1999, konsumsi udang per kapita adalah 3 pon sementara konsumsi udang per kapita Amerika pada tahun 2011 sebesar 4.2 pon (National Marine Fisheries Services, 2012). Untuk terus meningkat secara signifikan, impor udang Amerika terkonsentrasi di beberapa negara pemasok udang. Pada tahun 2004 enam negara pengekspor udang memasok lebih dari 70 persen dari total impor Amerika yang lebih dari 1 milliar pound. Negara-negara tersebut meliputi Brazil, China, Ekuador, India, Thailand, dan Vietnam. Eksportir utama udang yang lainnya ke Amerika yaitu Meksiko, Bangladesh, dan Indonesia.

Namun, negara-negara eksportir tersebut tidak selalu mengekspor udang ke Amerika dari tahun 1992 hingga 2012. Beberapa negara pasokan impor udang Amerika dari tahun 1992 hingga 2012 yaitu Thailand, Indonesia, Peru, Ekuador, India, Canada, Mexico, Malaysia, China, Colombia, dan Singapore. Tabel 3 menjelaskan jumlah udang yang diperdagangkan oleh beberapa negara yang selalu menjadi pasokan udang Amerika.

Tabel 4. Nilai perdagangan impor udang di Amerika tahun 2008 – 2012

Eksportir Tahun

2008 2009 2010 2011 2012

Thailand 110 781 417 112 471 821 122 060 992 106 476 758 79 449 840 Indonesia 72 612 314 57 538 803 51 846 753 59 434 068 64 227 712 Peru 48 187 426 48 208 981 49 277 614 63 748 902 63 602 958 India 13 586 191 16 946 797 27 941 764 44 914 829 62 560 354 Mexico 34 457 262 41 095 285 23 492 680 30 622 934 26 238 119 Malaysia 26 662 603 15 429 501 22 628 092 27 560 180 22 585 762 China 17 214 098 11 188 693 14 986 761 12 704 938 9 192 047

Sumber: UN Comtrade, 2012

Karena peningkatan impor, produksi udang dalam negeri mengalami penurunan hampir setengahnya, dari 463 781 ribu dollar pada tahun 2002 menjadi 240 976 ribu dollar pada tahun 2011. Udang pendaratan di Amerika Serikat pada tahun 2011 hampir sebesar 312,7 juta pon dengan nilai hampir 518 juta dollar. Kawasan Teluk pendaratan memiliki pangsa terbesar diantara semua daerah, terhitung hampi 68 persen dari total nasional sebesar 212 juta pon. Petambak udang Teluk dipaksa menurunkan harga akibat persaingan dari impor udang yang dijual dibawah harga seharusnya. Sementara itu para petambak udang harus menggunakan biaya operasional yang tinggi terutama untuk bahan bakar diesel.

(14)

dari nelayan udang di Amerika yang harus menghadapi risiko pengangguran dan profitabilitas yang rendah. Akibatnya, pada Desember 2003 nelayan dan pengolahan bisnis udang di Texas, Louisiana, Mississippi, Alabama, Georgia, Florida, North Carolina, dan South Carolina State membentuk Aliansi Southern Shrimps Alliance (SSA) dan menyerahkan petisi kepada Komisi Perdagangan Internasional Amerika Serikat terhadap impor udang (Fishery 2005).

Permintaan impor udang dari Amerika yang semakin meningkat pesat membuat pemerintah Amerika menetapkan kebijakan untuk mengontrol jumlah impor udang. Kebijakan yang ditetapkan berupa kebijakan antidumping tariff dimana Amerika membatasi impornya pada negara-negara eksportir yang memberikan subsidi terhadap harga udangnya di pasar Amerika sehingga harga tersebut menjadi lebih murah dibandingkan harga domestik. Beberapa negara yang terkena kebijakan anti-dumping adalah China, Malaysia, India, dan Thailand. Namun, Thailand membuktikan bahwa dengan diberlakukannya kebijakan tersebut impor udang dari Thailand tetap dalam jumlah yang besar.

Amerika Serikat juga menerapkan kebijakan free trade agreements yaitu perjanjian dengan mitra dalam hal perdagangan bebas. Hal ini dikarenakan Amerika Serikat menerapkan perdagangan multilateral serta sering melakukan perdagangan ekspor impor. Free trade agreements Amerika Serikat telah dilakukan dengan 34 negara yang masing-masing menerapkan keuntungan untuk negaranya. FTA Amerika Serikat memberikan toleransi atau keleluasaan dalam hal hambatan perdagangan sehingga meringankan beban untuk melakukan perdagangan dan meningkatkan keuntungan pada setiap negara. FTA menyangkut semua komoditi yang masuk dalam perjanjian untuk diperdagangkan sehingga menaikkan nilai impor atau ekspor masing-masing negara.

Perumusan Masalah

Ocean shrimp mendominasi pasokan udang dalam negeri di Amerika Serikat, sementara produksi udang kurang dari 2 persen dari pasokan udang domestik (Keithly 2008). Daerah utama penghasil udang adalah daerah pesisir New England, pantai Atlantik Selatan, Teluk Meksiko, dan di sepanjang pantai Pasifik barat Amerika Serikat. Total impor udang Amerika pada tahun 2010 menyumbang pangsa pasar 88 persen (VSTM 2011), Sumber impor udang tersebut termasuk Asia yang menyumbang 49 persen, Amerika Utara 22 persen, Amerika Selatan 18 persen, Eropa 6 persen, Oceania 4 persen, dan Afrika 1 persen. Sumber utama negara tujuan impor udang di Amerika yaitu Thailand, China, Viet Nam, India, Indonesia, dan Bangladesh yang merupakan bagian Asia. Meksiko dan Kanada pada bagian Amerika Utara, sedangkan Ekuador, Brazil, Venezuela, dan Guyana merupakan sumber utama di Amerika Selatan.

(15)

persen di tahun 1991 menjadi 38 persen dan 21 persen di tahun 2012, bila dibandingkan, pangsa udang dengan produk lain (shell-on berukuran besar, medium, dan kecil) menurun. Udang kupas yang beku dan segar memiliki pangsa terbesar diantara semua jenis impor udang.

Amerika mengimpor udang lebih dari lima puluh negara di seluruh dunia. Negara-negara tersebut termasuk Asia, Amerika Selatan, dan negara-negara Amerika Tengah. Negara-negara Asia adalah eksportir utama udang ke Amerika Serikat dengan pangsa lebih dari 75 persen pada tahun 2011. Amerika Selatan dan Amerika Tengah memiliki pangsa 17 persen dan 6 persen dari impor udang Amerika Serikat pada tahun 2011. Sedangkan semua negara termasuk Eropa dan Afrika hanya memiliki pangsa sebesar 1 persen dari total impor Amerika Serikat.

Tingginya permintaan Amerika Serikat atas impor udang terhadap beberapa negara penghasil udang menimbulkan persaingan untuk meningkatkan pangsa pasar. Dengan memiliki pangsa pasar yang besar dapat meningkatkan trade value atas ekspor udang pada negara eksportir ke Amerika yangmana bertujuan untuk meningkatkan devisa negaranya. Oleh karena itu, setiap negara eksportir terus berusaha untuk memperbaiki mutu udang yang akan diekspor guna meningkatkan kepercayaan Amerika untuk menjadikan negara tujuan impornya sebagai sumber utama impor udang. Sehingga terjadilah persaingan antar negara yang mana udang di setiap negara eksportir harus memiliki daya saing atau keunggulan.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, impor dilakukan didasarkan pada faktor GDP negara importir, GDP negara eksportir, kurs, cadangan devisa, harga impor, harga substitusi komoditi, produksi domestik. Impor udang dari Amerika didukung oleh beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi naik turunnya permintaan impor udang. Faktor-faktor tersebut dapat berupa GDP per kapita Amerika, GDP per kapita negara eksportir, kurs yang berlaku setiap tahunnya, jarak ekonomi antar negara eksportir dan importir, harga, dan variabel dummy yang digunakan untuk melihat pengaruh nyatanya terhadap naik turunnya permintaan impor udang dari Amerika.

Pada tahun 2008 Amerika Serikat mengalami krisis keuangan, sedikit dari masyarakat awam (terutama Indonesia) yang benar-benar menyadari dampaknya di negara adidaya tersebut. Hal ini karena krisis yang dialami Amerika Serikat imbasnya tidak sejelas krisis ekonomi moneter yang pernah terjadi di Asia pada tahun 1997-1998. Padahal, krisis yang dialami Amerika juga memiliki imbas besar bagi penduduknya, walaupun tidak berujung pada penjarahan dan pembakaran atau bahkan pemberontakan. Paling tidak, seperti data yang dikeluarkan oleh PEW Financial Reform Project, pertumbuhan ekonomi Amerika melambat dibuktikan dengan anjloknya GDP sebesar 5.4 persen di kuarter 2008 dan 6.4 persen di kuarter pertama 2009 (tahun ke tahun) dimana ini merupakan periode enam bulan terburuk untuk pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat. Selain itu, angka pengangguran meningkat pesat dan tingkat kepercayaan terhadap pemerintah menurun.

(16)

udang yang berlaku di pasar Amerika sehingga menurunkan permintaan impor domestik Amerika. Kebijakan perdagangan lainnya yang secara tidak langsung mempengaruhi perdagangan impor udang di Amerika yaitu free trade agreements yangmana bertujuan untuk mengurangi bahkan menghapus hambatan perdagangan bilateral yang terjadi antara Amerika Serikat dengan negara lainnya sehingga dapat meningkatkan nilai ekspor dan impor baik di Amerika maupun di negara mitra. FTA Amerika Serikat dengan mitra terjadi kepada beberapa negara eksportir udang di Amerika namun belum tentu berdampak terhadap perdagangan impor udang yang dilakukan Amerika.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bagaimana dayasaing sepuluh negara eksportir udang ke Amerika di pasar Amerika

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor udang dari Amerika pada sepuluh negara eksportir udang

3. Mengetahui dampak dari kebijakan perdagangan yang disahkan Amerika

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian Terdahulu

(17)

Iwan Hermawan (2012) telah meneliti dampak kebijakan pemerintah atas perdagangan internasional dengan judul Analasis Dampak Kebijakan Tarif Impor Serat Kapas Terhadap Kesejahteraan Petani Serat Kapas di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan tariff impor serat kapas ternyata belum mampu meningkatkan produksi kapas, khususnya sesuai dengan target produksi serat kapas yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian sebesar 63 ribu ton pada tahun 2014. Namun demikian kebijakan ini masih memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan petani serat kapas di dalam negeri. Kombinasi kebijakan tariff impor dengan ekstensifikasi luas lahan tanaman kapas memberikan dampak positif terhadap peningkatan produksi serat kapas dalam negeri, meskipun dampaknya relatif kecil terhadap kesejahteraan petani serat kapas dibandingkan kebijakan lainnya pada masa mendatang.

Reni Kustiarti, Atien Priyanti, dan Erwidodo (2008) telah meneliti Kebijakan Impor Susu: Melindungi Peternakan dan Konsumen. Hasil analisis menunjukkan bahwa semakin tinggi tariff impor, semakin tinggi harga konsumen susu di pasar domestic, dan semakin tinggi beban yang harus ditanggung oleh konsumen susu terutama yang berpendapatan rendah (kelompok miskin) dan semakin tinggi biaya social neto. Akan tetapi, penerapan tariff bukanlah satu-satunya cara untuk melindungi peternak susu sehingga perlu kebijakan lain yang dapat memberikan insentif bagi peternak untuk berproduksi dan meningkatkan kegiatan usahanya. Penerapan tariff impor yang tinggi justru menyebabkan inefisiensi alokasi sumberdaya pertanian serta membebani konsumen dan perekonomian nasional. Harga bukan satu-satunya peubah penentu pertumbuhan produksi susu nasional, dan harga juga bukan satu-satunya peubah penentu keuntungan petani. Untuk meningkatkan keuntungan (dan kesejahteraan) petani, kebijakan perlu diarahkan untuk memacu produktivitas dengan meningkatkan investasi untuk penelitian dan pengembangan, mengurangi distorsi pasar dan pasar masukan produksi, serta memperluas kesempatan kerja di pedesaan.

Birgitta Dian Saraswati, Sotya F., dan Yayuk A. (2011) telah meneliti Simulasi Dampak Kebijakan ACFTA (ASEAN-China Free Trade Agreements) dengan Menggunakan Angka Pengganda Social Accounting Matrices. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan FTA ASEAN-China memberikan dampak negatif maupun positif. Pada kasus Indonesia, dampak negative pemberlakuan ACFTA paling besar dirasakan oleh pemerintah. Dengan bebasnya tariff barang impor dari negara anggota ACFTA maka sumber penerimaan pemerintah dari sisi penerimaan pajak juga berkurang. Selain itu, dampak negatif juga dirasakan pada sektor jasa karena menurunnya pendapatan dari semua sektor produksi maka akan berdampak pada pendapatan perbankan yang merupakan bagian dari sektor jasa. Sedangkan dampak positif diberlakukannya ACFTA dirasakan oleh pelaku ekonomi perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah perusahaan importir di Indonesia cukup besar sehingga penghapusan tariff impor akan berdampak pada peningkatan keuntungan yang diperoleh perusahaan importir. Penerapan ACFTA juga mendorong munculnya perusahaan-perusahaan importir baru di Indonesia. Oleh karena itu, trade creation hasil penerapan ACFTA hanya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek karena hanya meningkatkan konsumsi dan tidak meningkatkan ekspor.

(18)

Kristyantoadi (2012). Hasil analisis dampak perdagangan bebas ASEAN terhadap pengembangan produk pangan Indonesia menunjukkan hanya produksi (output) padi saja yang mengalami penurunan (negatif) sedangkan kedua komoditas lainnya, komoditas jagung dan kedelai, mengalami peningkatan (positif). Dampak terhadap ASEAN penurunan terjadi pada komoditas kedelai. Penurunan ini bisa diakibatkan meningkatnya penanaman tanaman padi dan jagung sehingga menyebabkan tanaman kedelai mengalami penurunan. Pola tersebut tidak saja terjadi pada indikator output, namun juga terjadi yang sama pada penggunaan faktor produksi : lahan, tenaga kerja baik terampil maupun tidak terampil, modal dan sumberdaya alam lainnya.

Analisis Pengaruh Kebijakan Free Trade WTO Terhadap Terciptanya

Ketimpangan Ekonomi Global: Perbandingan Perekonomian India dan Amerika Serikat juga telah diteliti oleh Dewi Andita Sari, dkk (2012). Hasil analisis menjelaskan bahwa keberadaan globalisasi dan WTO di dunia internasional tidak dapat dipungkiri dapat mengubah tatanan ekonomi kearah yang lebih baik, namun ternyata tidak semua negara dapat menikmati hal tersebut. India sebagai negara yang menjadi anggota WTO merasakan benar dampak diberlakukannya kebijakan

Free Trade oleh WTO, beberapa sektor perekonomian di India mengalami

kemajuan yang sangat pesat terutama bidang jasa. Namun ternyata keberadaan

Free Trade tidak dapat memberikan keuntungan yang sama di semua lini

perekonomian India, dimana sektor perekonomian riil belum dapat berjalan secara semestinya. Seperti kebanyakan negara-negara berembang lainnya, ketimpangan sosial yang disebabkan oleh adanya globalisasi sangatlah terasa bila dibandingkan daerah urban dengan daerah rural di India. Hal berbeda dirasakan oleh Amerika dimana mereka mendapatkan keuntungan yang lebih maksimal dari proses perdagangan bebas, terlepas dari adanya krisis ekonomi yang menimpa Amerika baru-baru ini. WTO yang mempromosikan perdagangan bebas ternyata juga meinmbulkan efek negative bagi negara berkembang dan mempersulit untuk mengejar kemampuan negara yang lebih maju dalam mengimplementasikan kebijakan WTO. Hal tersebut kemudian berdampak kepada terjadinay situasi ketimpangan global.

Analisis daya saing telah diteliti oleh Kusumastanto (2007) dengan judul Kebijakan dan Strategi Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan Nasional dengan menggunakan analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) yang bertujuan untuk menunjukkan bagaimana pangsa produk atau komoditas perikanan dalam keseluruhan ekspor Indonesia dibandingkan dengan pangsa produk sejenis pada pasar ekspor dunia. Berdasarkan hasil penelitian pada komoditas udang atau jenis Crustacea nilai RCA mengalami penurunan yaitu sebesar 2.2 pada tahun 2002 menjadi 2.1 pada tahun 2003, dan 1.4 pada tahun 2004. Jadi dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan kontribusi jenis udang crustacea di perdagangan internasional mengalami penurunan tetapi masih berdaya saing kuat karena nilai RCAnya lebih besar dari satu (RCA>1).

(19)

variabel- variabel bebas dalam model berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. Dengan kata lain, semua variabel bebas dapat menjelaskan variasi perubahan volume ekspor biji kakao Indonesia ke negara-negara tujuan. Variabel-variabel yang berpengaruh besar terhadap aliran perdagangan biji kakao Indonesia adalah populasi negara tujuan, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan, nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dolar Amerika dan kualitas biji kakao Indonesia. Sedangkan untuk GDP per kapita negara tujuan tidak menjadi faktor utama yang menjadi pertimbangan bagi negara importir untuk mengimpor biji kakao Indonesia.

Handayani (2008) telah meneliti mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan dan strategi pengembangan ekspor kertas Indonesia. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata adalah PDB per kapita negara tujuan, populasi negara tujuan, jarak antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor dan harga kertas Indonesia di negara tujuan. Variabel dummy yaitu tuduhan dumping terhadap produk kertas Indonesia memberikan pengaruh negatif dan tidak nyata terhadap aliran perdagangan kertas Indonesia.

Alternatif strategi yang menjadi pertimbangan bagi pengembangan ekspor kertas Indonesia adalah peningkatan ekspor kertas Indonesia khususnya ke negara tujuan ekspor, peningkatan produksi bahan baku kertas, membuka peluang masuknya investor asing dalam industry kertas Indonesia, peningkatan keamanan dan hukum oleh pemerintah, kerjasama antara pemerintah dan para pengusaha untuk membentuk peraturan hukum yang lebih pasti serta pemerintah dan asosiasi pulp dan kertas Indonesia (APKI) membuat program promosi industri kertas Indonesia.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Teoritis

Teori Permintaan Impor

Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antara subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain, baik mengenai barang ataupun jasa. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor, perusahaan industry, perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan (Sobri 2000).

Sebagaimana diketahui dalam statistik perdagangan internasional, yang dimaksud dengan ekspor adalah suatu perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam ke luar wilayah pabean suatu negara misalkan ke luar wilayah pabean negara Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Sedangkan yang dimaksud dengan impor adalah suatu perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean misalnya ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku. (Bank Indoneisa, 1994)

(20)

1. Harga

Teori ekonomi mengatakan bahwa sesuai hokum permintaan, kurva permintaan mempunyai kemiringan negatif yang dijelaskan sebagai berikut: “When the price of a commodity is raides (and the other things are held constant), buyer tend to buy less of the commodity. Similarly, when the price is lowered, other things equal, quantity demanded increased” (Samuelson, 1983). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah permintaan sangat tergantung pada harga barang tersebut. Dengan kata lain harga barang akan menentukan jumlah permintaan terhadap suatu barang.

2. Tingkat Pendapatan

Penekanan kurva permintaan biasanya selalu diletakkan pada keterkaitan antara jumlah dan harga dengan syarat ceteris paribus. Namun demikian sesungguhnya masih banyak faktor lain di luar harga yang turut mempengaruhi permintaan akan suatu barang tersebut. Paul A Samuelson dan William D. Nordhaus, ahli-ahli ekonomi mengatakan bahwa permintaan akan suatu barang juga dipengaruhi oleh “…average level of income, the size of the population, the prices and availability of related goods, individual tasted…” (Samuelson, 1983). Selanjutnya juga dinyatakan bahwa “the average income of consumers is a key determinated of demand. As people’s income rise, they tend to buy more of almost everything…” (Samuelson, 1983). Dalam analisis selanjutnya, faktor-faktor seperti besarnya pasar yang tercermin dari banyak penduduk, tersedianya barang substitusi dan cita rasa yang sifatnya sangat subyektif bagi setiap individu akan ditiadakan dan diperlakukan sebagai variabel pengganggu.

Ahli ekonomi lainnya, Lindert dan Kindleberger juga menyatakan adanya hubungan antara permintaan dengan tingkat pendapatan nasional suatu bangsa, khususnya permintaan akan barang dan jasa dari luar negeri atau impor. Ia mengatakan bahwa “the volume of nation’s imports depend positively on the level of real national product” (Lindert dan Kindleberger, 1981)

3. Nilai Tukar Mata Uang Asing

Seperti telah diketahui bahwa dalam kegiatan perdagangan yang dilakukan antarnegara di seluruh dunia atau yang disebut sebagai perdagangan internasional meliputi ekspor dan impor. Dengan perdagangan domestis yang tidak melakukan hubungan dengan luar negeri digunakan mata uang negara itu sendiri sebagai alat pembayarannya. Sedangkan dalam perdagangan internasional sedikitnya akan melibatkan dua negara yang berbeda. Maka dalam hal ini alat pembayaran yang digunakan adalah suatu mata uang yang daoat diterima di kedua negara baik negara yang mengekspor maupun negara yang mengimpor barang dan jasa tersebut.

(21)

buku International Economics menyatakan bahwa “Importing goods and services correspondingly tends to cause the home currency to be sold in order to buy foreign currency” (Lindert dan Kindleberger, 1981).

Kebijakan Perdagangan Internasional

Antidumping Tariff

Dumping adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh produsen atau pengekspor yang melaksanakan penjualan barang/komoditi di luar negeri atau negara lain dengan harga yang lebih rendah dari harga barang sejenis baik di dalam negeri pengekspor maupun di negara pengimpor, sehingga mengakibatkan kerugian bagi negara pengimpor. Untuk mengantisipasi adanya praktik dumping diperlukan suatu tindakan yang disebut antidumping yaitu suatu tindakan balasan yang diberikan oleh negara pengimpor terhadap barang dari negara pengekspor yang melakukan dumping. Pengenaan bea masuk antidumping adalah pungutan yang dikenakan terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian industri negara pengimpor.

Kemudian yang dikatakan dengan anti-dumping adalah kebijakan yang dibuat atau diciptakan oleh pemerintah dalam suatu negara untuk mencegah timbulnya berbagai kegiatan curang oleh pelaku usaha asing melalui produk impor yang berkaitan dengan aspek harga dan produk. Mekanisme anti-dumping ini selanjutnya menciptakan safeguard yaitu suatu upaya perlindungan dari pemerintah suatu negara untuk melindungi produk dalam negeri yang dihasilkan pelaku usaha domestiknya. Tindakan balasan atas politik dumping dapat diwujudkan dalam bentuk Bea Masuk Anti Dumping. Kebijakan anti dumping menjadi hal yang kontroversial dan paling sering digunakan oleh negara-negara maju untuk melindungi perusahaannya yang kurang efisien. Kebijakan antidumping itu diterapkan tidak boleh lebih lama daripada 5 tahun sejak kebijakan antidumping diterapkan, namun pihak pemerintah yang mengeluarkan kebijakan antidumping di suatu negara bisa menerapkan jangka waktu yang lebih lama jika melihat bahwa kelanjutan pengenaan kebijakan antidumping mencegah timbulnya kembali atau mengurangi kerugian yang terus berlanjut pada suatu industri domestiknya.

Pada awalnya ketentuan GATT yang mengatur mengenai tata cara dan prosedur pelaksanaan antidumping (Article VI) dirasakan masih bersifat tidak jelas dan perlu dipertegas serta diperluas sehingga perlu penyempurnaan melalui berbagai perundingan multilateral yang menghasilkan Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994 atau yang dikenal dengan Antidumping Code (1994). Article 2,1 dari Antidumping Code (1994) mengatur tentang determinasi dumping yaitu:

For the purpose of this Agreement, a product is to be considered as being dumped, i.e. introduced into the commerce of another country at less than its normal value, if the export price of the product exported from one country to another is less than the comparable price, in the ordinary course of trade for the like product when destined for consumption in the exporting country.”

(22)

jual dalam negeri lebih rendah, maka eksportir dianggap sudah melakukan dumping.

Untuk mengkounter praktik dumping yang dilakukan produsen negara pengekspor maka pemerintah negara pengimpor dapat melakukan pengenaan dan penarikan bea masuk antidumping. Pengertian antidumping menurut konsep GATT 1994 adalah bea masuk yang dikenakan kepada barang-barang yang diketahui sebagai barang dumping dengan tujuan menghilangkan unsur dumping pada barang tersebut, dan agar harga barang tersebut tidak terlalu tinggi perbedaannya dengan harga barang sejenis di negara importir. Tindakan antidumping sebagai upaya untuk mengkounter praktik dumping perlu dilakukan secara adil dan proporsional sehingga dapat mengakomodir kepentingan masyarakat dan dunia usaha. Dengan demikian apabila suatu perusahaan di luar negeri menjual produknya ke negara lain dengan harga dumping dan menyebabkan kerugian terhadap industry dalam negeri importir, maka negara importir tersebut dibenarkan mengenakan bea masuk antidumping sebesar margin dumpingnya.

GATT bertujuan menunjang perdagangan semakin terbuka dengan berkurangnya hambatan dalam bentuk tariff dan non-tarif dan sekaligus menyebabkan negara pesertanya berkewajiban untuk membatasi diri dalam melangkah, kegiatan dan kebijaksanaan yang dapat menghambat perdagangan internasional. Untuk dapat dilarangnya suatu dumping harus memenuhi unsur-unsur dalam pasal VI GATT. Walaupun rumusannya sangat sederhana namun dalam prakteknya membutuhkan suatu perlindungan dan kajian yang cukup kompleks untuk menentukan sudah terjadi atau tidaknya suatu dumping yang dilarang dan dapat dikenakan bea masuk antidumping.

Pasal VI GATT dinyatakan bahwa dumping yang dapat melahirkan tindakan antidumping haruslah:

a. Harga produk ekspor tersebut dibawah harga normal b. Tindakan tersebut:

1. Menyebabkan kerugian material; atau

2. Mengancam timbulnya kerugian material bagi industry domestik produk tersebut dan;

3. Secara material menghalangi pengembangan industry dalam negeri. Ketentuan yang menyatakan bahwa suatu produk dijual dalam perdagangan dibawah harga normal bilamana harga produk tersebut:

1. Lebih rendah dari harga pembanding produk tersebut dalam perdagangan yang normal atau umumnya ordinary course dari produk sejenis yang ditujukan untuk konsumsi di negara pengekspor.

2. Bila harga domestic tersebut tidak ada, maka harga tersebut harus lebih rendah dari:

a. Harga pembanding tertinggi dari produk sejenis untuk diekspor ke negara ke-tiga dalam atau perdagangan normal; atau

(23)

Gambar 1. Dampak kebijakan tarif Sumber: Aritonang, 2013

Berdasarkan Gambar 1 dampak kebijakan antidumping tariff dapat dilihat pada tiga keadaan, yaitu: 1) Tanpa Perdagangan. Harga dan jumlah komoditi yang diperdagangkan ditentukan oleh supply dan demand sehingga harga yang harus dikeluarkan sebesar 3Px untuk memperoleh jumlah komoditi sebesar 30X; 2) Dengan Perdagangan. Perdagangan mengakibatkan harga turun menjadi 1Px akibatnya konsumsi naik menjadi 70X sedangkan produksi domestik turun menjadi 10X sehingga mengakibatkan pasar domestik harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan domestik sebesar 60X (selisih antara besarnya konsumsi dan produksi); 3) Perdagangan dengan Kebijakan. Penurunan jumlah produksi akibat impor mengharuskan dibuatnya kebijakan untuk melindungi pasar domestik. Kebijakan tarif membuat harga meningkat menjadi 2Px yang mengakibatkan peningkatan produksi domestik menjadi 20X (meningkat sebesar 10X) dan penurunan konsumsi menjadi 50X (menurun sebesar 20X) sehingga impor yang dilakukan berkurang sebesar 30X. Penerimaan yang diterima pemerintah akibat kebijakan tarif sebesar selisih harga perdagangan tanpa kebijakan dan perdagangan dengan kebijakan dikali jumlah komoditi impor yaitu 1Px dikalikan dengan 30X.

(24)

Keputusan untuk mengenakan bea masuk antidumping atau tidak terhadap kasus-kasus yang persyaratannya telah terpenuhi dan berapa jumlah bea masuk anti dumping yang akan dikenakan merupakan kewenangan pihak yang berwenang dari negara pengimpor.

Integrasi Ekonomi

Integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian

internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua pembatasan-pembatasan (barriers) yang dibuat terhadap bekerjanya perdagangan bebas dan dengan jalan mengintroduksi semua bentuk-bentuk kerjasama dan unifikasi. Integrasi dapat dipakai sebagai alat untuk mengakses pasar yang lebih besar, menstimulasi pertumbuhan ekonomi sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan nasional.

Integrasi ekonomi memiliki prinsip dan mekanisme yang sama dengan perdagangan bebas. Secara teoritis, integrasi ekonomi mengacu pada suatu kebijakan komersial atau kebijakan perdagangan yang secara diskriminatif menurunkan atau menghapuskan hambatan-hambatan perdagangan hanya diantara negara-negara anggota yang sepakat akan membentuk suatu integrasi ekonomi. Semua bentuk hambatan perdagangan baik tarif maupun non tarif sengaja diturunkan atau bahkan dihapuskan diantara negara anggota. Sedangkan bagi negara-negara yang bukan anggota, maka pemberlakuan tarif dan non tarif tergantung dari kebijakan negara masing-masing. Dalam integrasi ekonomi terjadi perlakuan diskriminatif antara negara-negara anggota dengan negara-negara diluar anggota dalam melakukan perdagangan, sehingga dapat memberikan dampak kreasi dan dampak diversi bagi negara-negara anggota (Salvatore, 1997). Krugman (1991) memperkenalkan suatu angapan bahwa secara alami blok perdagangan didasarkan pada pendekatan geografis yang dapat memberikan efisiensi dan meningkatkan kesejahteraan bagi anggotanya.

Griffin dan Pustay (2002), membentuk susunan atau hirarki dari integrasi ekonomi regional yang mungkin terjadi. Ada lima tingkatan yaitu, kawasan perdagangan bebas, persekutuan pabean, pasaran bersama, uni ekonomi, dan uni politik.

Secara teoritis Salvatore (1997) menguraikan integrasi ekonomi menjadi beberapa bentuk:

1. Pengaturan perdagangan Preferensial (preferential trade arrangements) dibentuk oleh negara-negara yang sepakat menurunkan hambatan-hambatan perdagangan yang berlangsung diantara mereka dan membedakannya dengan negara-negara yang bukan anggota.

2. Kawasan perdagangan bebas (free trade area) adalah bentuk integrasi ekonomi yang lebih tinggi dimana semua hambatan perdagangan baik tarif maupun non-tarif diantara negara-negara anggota telah dihilangkan sepenuhnya, namun masing-masing negara anggota tersebut masih berhak menentukan sendiri apakah tetap mempertahankan atau menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan yang diterapkan terhadap negara-negara diluar anggota.

(25)

4. Pasar bersama (common market) yaitu suatu bentuk integrasi dimana bukan hanya perdagangan barang saja yang dibebaskan, namun arus faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal juga dibebaskan dari semua hambatan.

5. Uni Ekonomi (economic union) yaitu dengan menyeragamkan

kebijakan-kebijakan moneter dan fiskal dari masing-masing negara anggota yang berada dalam suatu kawasan atau bagi negara-negara yang melakukan kesepakatan.

Perjanjian perdagangan preferensial (PTAs) adalah kesepakatan antara dua negara atau lebih yang mana tarif yang dikenakan pada barang yang diperdagangkan bagi negara anggota lebih rendah dibanding dengan tarif yang diperdagangkan dengan negara diluar anggota. PTAs dapat diartikan secara luas meliputi Regional Trading Arrangement (RTAs) yang merupakan kesepakatan yang dibentuk dalam satu kawasan, kesepakatan perdagangan antar negara-negara berkembang, kesepakatan perdagangan antar kawasan dan bentuk kesepakatan lainnya yang bertujuan untuk memperlancar arus barang dan jasa.

Gambar 2. Tahap-tahap integrasi ekonomi Sumber: Hill, 2000

Bentuk kesepakatan perdagangan yang telah dibentuk telah mengarah pada perdagangan bebas, seperti World Trade Organization (WTO), Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) and South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC), ASEAN Free Trade Area (AFTA), SAARC Preferential Trading Agreement (SAPTA), Australian and New Zealand yaitu Closer Economic Relation Trade Agreement (CER), South Pacific Regional Trade and Economic Cooperation Agreement (SPARTECA), Asian Pacific Economic Cooperation (APEC), European Union (EU), North American Free Trade Area

(NAFTA), Latin American Free Trade Area (LAFTA), European Free Trade Area (EFTA), Andean Pact, Economic Cooperation Organization (ECO),

Southern Common Market (Mercosur) dan lainnya (Lapipi, 2005).

(26)

yaitu menurunkan atau menghilangkan semua bentuk hambatan perdagangan, baik tarif maupun non tarif. Cakupan integrasinya mulai dari integrasi untuk perdagangan barang dan jasa sampai pada pasar tunggal bersama yang meliputi semua aspek ekonomi, seperti perdagangan barang dan jasa, perdagangan faktor produksi, integrasi dalam moneter dan integrasi kebijakan ekonomi secara menyeluruh.

Tujuan yang paling mendasar dari integrasi ekonomi ini adalah untuk meningkatkan volume perdagangan barang dan jasa, meningkatkan mobilitas kapital dan tenaga kerja, meningkatkan produksi, meningkatkan efisiensi produksi serta meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan. Pembentukan integrasi ekonomi pada akhirnya akan menciptakan dampak meningkatnya kesejahteraan negara-negara anggota secara keseluruhan karena akan mengarah pada peningkatan spesialisasi produksi, yang didasarkan pada keuntungan komparatif (Lapipi, 2005).

Perdagangan bebas sebagaimana dikemukakan kaum liberalis merupakan keadaan dimana melalui perdagangan tanpa halangan kebijakan proteksi negara kesejahteraan dapat disebarluaskan, karena dengan menganut konsep keuntungan komparatif setiap negara akan mampu memastikan keuntungannya masing-masing dalam perdagangan. (Holsti, 1992)

David Balaam dan Michael Veseth (1996) mengidentifikasikan free trade areas lebih lanjut sebagai salah satu derajat menuju integrasi ekonomi. Di dalam integrasi ekonomi sekelompok negara setuju untuk mengindahkan batasan-batasan negara mereka untuk tujuan ekonomi tertentu sehingga membentuk sistem pasar yang lebih besar dan lebih terikat. Integrasi ekonomi terdiri atas:

a. Level pertama, pembentukan free trade area, dimana negara-negara anggota setuju untuk menghapus hambatan tariff terhadap perdagangan barang dan jasa dari luar kawasan tersebut belum ditentukan.

b. Level berikut dari integrasi ekonomi adalah custom union, dimana selain negara-negara anggota setuju untuk berdagang secara bebas tariff dalam batasan kolektif mereka, suatu set tariff yang seragam juga diberlakukan untuk produk-produk dari luar free trade area tersebut. Dalam tingkat ini, eliminasi hambatan-hambatan non tariff masih belum ditentukan.

c. Setelah custom union, maka economic union adalah tingkat terakhir dari integrasi politik dan ekonomi, dimana integrasi penuh pasar telah dapat tercapai. Pada tingkat ini hambatan non tariff sudah dieliminasi, sebagaimana hambatan tariff pun telah dihilangkan.

Kerjasama ekonomi dan keuangan khususunya dibidang perdagangan internasional mengarah kepada pembentukan kerjasama guna mewujudkan integrasi ekonomi dan keuangan regional. Perjanjian Perdagangan Bebas Bilateral (FTA) merupakan perkembangan dari pengecualian perdagangan bebas regional, karena tidak ada spesifikasi ukuran minimum untuk jarak dua negara secara geografis.

Dayasaing

(27)

perdagangan internasional ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage). Lebih lanjut, faktor keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai faktor yang bersifat alamiah dan faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai faktor yang bersifat acquired atau dapat dikembangan/diciptakan (Tambunan, 2001).

a. Keuntungan Absolut

Teori keunggulan Absolut dikemukakan oleh Adam Smith pada abad ke 18. Di dalam perdagangan bebas Adam Smith menginginkan tidak adanya campur tangan pemerintah dalam perdagangan bebas, karena perdagangan bebas akan membuat orang bekerja keras untuk kepentingan negaranya sendiri dan sekaligus mendorong terciptanya spesialisasi. Dengan terciptanya spesialisasi maka negara akan menghasilkan suatu produk yang memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage).

Adam Smith mengemukakan bahwa teori keunggulan mutlak (absolute advantage) tersebut, dimana negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara ini memiliki keunggulan mutlak tersebut dan akan mengimpor barang bila tidak memiliki keunggulan mutlak. Walaupun negara yang satu dengan negara yang lain sama-sama dapat menghasilkan dua jenis barang yang berbeda, tetapi salah satu dari kedua jenis barang tersebut harus dipilih. Barang yang dipilih adalah barang yang lebih menguntungkan bagi suatu negara untuk menghasilkan sendiri yang didasarkan pada keuntungan mutlak (absolute advantage).

Teori keunggulan mutlak (Absolut) didasarkan pada asumsi pokok, antara lain:

i. Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja ii. Kualitas barang yang diproduksi kedua Negara sama iii. Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang iv. Biaya angkut diabaikan

b. Kuntungan Kompetitif

Teori ini dikemukakan oleh Michael E. Porter. Menurut Porter dalam era persaingan global saat ini, suatu bangsa atau Negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional bila memiliki empat faktor penentu yakni Human resources (Sumber Daya Manusia), Physical resources (Sumber daya alam), knowledge resources (IPTEK), capital resources (permodalan), infrastructure resources (prasarana).

Permintaan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keunggulan daya saing atau competitive advantage suatu bangsa/perusahaan produk atau jasa yang dihasilkannya. Adapun yang dimaksud dengan ”demand conditions” tersebut terdiri atas:

1. Composition of home demand (komposisi permintaan domestik)

2. Size and pattern of growth of home demand (pola dan ukuran pertumbuhan domestic)

(28)

Untuk menjaga dan memelihara kelangsungan keunggulan daya saing, maka perlu selalu dijaga kontak dan koordinasi dengan pemasok (supplier), terutama dalam menjaga dan memelihara value chain. Strategi perusahaan, struktur organisasi dan modal perusahaan, serta kondisi persaingan di dalam negeri merupakan faktor-faktor yang akan menentukan dan mempengaruhi competitive advantage perusahaan. Rivalry yang berat di dalam negeri biasanya justru akan lebih mendorong perusahaan untuk melakukan pengembangan produk dan teknologi, peningkatan produktivitas, efesiensi dan efektivitas, serta peningkatan kualitas produk dan layanan.

c. Keuntungan Komparatif

Teori perdagangan internasional yang lain diperkenalkan oleh David Ricardo. Teori tersebut dikenal sebagai teori keunggulan komparatif. Berbeda dengan teori keunggulan absolut yang mengutamakan keunggulan absolut dalam produksi tertentu yang dimiliki oleh suatu negara dibandingkan dengan negara lain, teori ini berpendapat bahwa perdagangan internasional dapat terjadi walaupun satu negara tidak mempunyai keunggulan absolut, asalkan harga komparatif di kedua negara berbeda. Ricardo berpendapat sebaiknya semua negara lebih baik berspesialisasi dalam komoditi-komoditi di mana ia mempunyai keunggulan komparatif dan mengimpor saja komoditi-komoditi lainnya. Teori ini menekankan bahwa perdagangan internasional dapat saling menguntungkan jika salah satu negara tidak memiliki keunggulan absolut atas suatu komoditi seperti yang diungkapkan oleh Adam Smith, namun cukup memiliki keunggulan komparatif di mana harga untuk suatu komoditi di negara yang satu dengan negara lainnya relatif berbeda.

Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut yang lebih besar (kerugian komparatif).

Dalam konteks dua negara dan dua komoditi, jika salah satu negara telah ditetapkan memiliki keunggulan komparatif dalam satu komoditi, maka negara satunya harus dianggap memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi lainnya. Gravity Model

(29)

(GDP), populasi masing-masing negara, dan jarak antarnegara (Bergstrand dalam Setyo, 2009). Rumus model ini didasari oleh hukum gravitasi Newton yang menyebutkan bahwa gaya gravitasi antara dua benda dipengaruhi secara proporsional oleh massa kedua benda tersebut dan dipengaruhi secara proporsional tetapi berbanding terbalik dengan jarak kedua benda tersebut. Secara ekonomi dapat diartikan bahwa perdagangan antarnegara berhubungan positif dengan pendapatan dan populasi namun berbanding terbalik dengan jarak antar kedua negara.

1. Jarak

Jarak menjadi variabel utama gravity model dalam aliran perdagangan. Variabel jarak adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan ekspor dan/atau impor. Biaya transportasi meliputi ongkos pengapalan, biaya bongkar muat di pelabuhan, premi asuransi, serta aneka pungutan pada saat komoditi yang diperdagangkan itu disimpan di suatu tempat sementara (Salvatore, 1997). Semakin jauh jarak maka biaya transportasi semakin mahal sehingga volume impor semakin kecil.

2. Product Domestic Bruto

Menurut Mankiw (2003), Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Bruto/GDP) menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total maksimal nasional atas output barang dan jasa. GDP terdiri dari GDP nominal dan GDP riil. GDP nominal mengukur nilai uang yang berlaku dari output perekonomian. GDP riil mengukur output yang dinilai pada harga konstan. Komponen GDP terdiri dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan net ekspor yang dapat dituliskan dalam persamaan berikut:

Gross Domestic Product (GDP) sebagai salah satu variabel utama dalam analisis aliran perdagangan gravity model menunjukkan besarnya kemampuan perekonomian suatu negara. Semakin besar GDP yang dihasilkan suatu negara semakin besar pula kemampuan negara tersebut untuk melakukan perdagangan. Nilai Tukar

Menurut Mankiw (2003) kurs atau exchange rate antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua, yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara sedangkan kurs riil (riil exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Tingkat harga dimana kita memperdagangkan barang domestik dengan barang luar negeri tergantung pada harga barang dalam mata uang lokal pada tingkat kurs yang terjadi. Maka kurs riil dapat dituliskan seperti berikut:

( )

Dimana:

= kurs riil e = kurs nominal

(30)

Kurs riil diantara dua negara dihitung dari kurs nominal dan tingkat harga di kedua negara. Jika kurs riil tinggi, barang-barang di luar negeri relative lebih murah dan barang-barang domestik relative lebih mahal. Jika kurs riil rendah, barang-barang luar negeri relative lebih mahal dan barang-barang domestic relative lebih murah. Maka hubungan antara kurs riil dan ekspor neto adalah:

Kerangka Operasional

Amerika merupakan salah satu dari tiga negara pengimpor udang terbesar di dunia selain Jepang dan Uni Eropa. Hal ini disebabkan oleh tidak mampunya negara Amerika Serikat memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakatnya yang tinggi. Negara-negara eksportir terbesar ke Amerika berada pada negara kawasan Asia dengan tingkat produksi dan kualitas yang baik sehingga mampu memberikan pasokan dalam jumlah yang besar ke Amerika Serikat. Negara-negara eksportir lainnya seperti India, Amerika Utara, dan Amerika Latin juga memberikan pasokan udang yang cukup besar baik itu sebagai substitusi ataupun komplementer atas komoditi udang di negara kawasan Asia. Oleh karena itu, negara-negara eksportir udang ke Amerika harus memiliki produk udang yang berdaya saing tinggi dilihat dari keuntungan komparatifnya. Negara yang memiliki jumlah ekspor udang lebih tinggi memungkinkan untuk mendapatkan pangsa pasar yang besar di Amerika.

Tingginya permintaan impor udang oleh Amerika didorong oleh faktor-faktor permintaan seperti Produk Domestik Bruto (PDB) riil negara Amerika pada tahun 1992 – 2012, GDP perkapita negara eksportir, indeks harga consume negara eksportir, nilai tukar yang terjadi antar setiap negara dengan Amerika, serta jarak ekonomi antara Amerika dan negara-negara eksportir. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya impor udang dari Amerika juga dilihat pengaruhnya atas kebijakan-kebijakan perdagangan yang dibuat oleh Amerika.

Impor udang dari Amerika yang semakin meningkat mengancam industri udang dalam negeri Amerika. Industri Amerika mencurigai beberapa neegara eksportir udang bahwa negara-negara tersebut mengekspor udang ke Amerika dengan harga murah dikarenakan udang produksi negara mereka hasil sisa ekspor ke negara-negara lain. Oleh karena itu, USITC sepakat untuk membentuk kebijakan berupa antidumping tariff kepada beberapa negara eksportir udang untuk melindungi industri Amerika.

(31)

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini berupa studi deskriptif dan kuantitif. Penelitian menggunakan data yang berupa data sekunder dari tahun 1992 hingga 2012 yang meliputi data GDP, nilai tukar, jarak, dan harga barang tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Mei 2014 yang dilakukan di Institut Pertanian Bogor.

Amerika Konsumen Udang Terbesar di Dunia

Analisis Daya Saing Impor Udang dari Amerika terhadap 10 Negara Eksportir

Kebijakan Perdagangan Amerika:

- Antidumping Tariff - Free Trade Agreements

Metode Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA)

Gravity Model:

- GDP Riil Negara Amerika

- GDP per Kapita Negara Eksportir - Nilai Tukar Terhadap

Amerika - Jarak Ekonomi - Indeks Harga

Konsumen - Krisis Ekonomi

Amerika

(32)

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi terkait seperti World Bank, UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development), Distant Cepii, UnComtrade (United Nations Comodity Trade) serta studi kepustakaan melalui pengumpulan data yang bersumber dari buku-buku dan literature.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel yang merupakan penggabungan antara data time series dan cross section. Time series yang digunakan merupakan data sekunder tahunan periode 1992-2012. Cross section yang digunakan adalah negara tujuan ekspor sebanyak 10 negara yaitu Thailand, Indonesia, Peru, India, Vietnam, Mexico, Malaysia, China, Peru, dan Honduras. Jenis data meliputi data volume impor udang dari Amerika, GDP per kapita riil negara eksportir (US$), data nilai tukar riil setiap negara dengan Amerika, data jarak ekonomi setiap negara dengan Amerika (km), serta indeks harga konsumen negara eksportir negara eksportir (US$/kg).

Tabel 5. Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian

Data yang Digunakan Sumber Data

Nilai dan volume impor udang dari

Amerika tahun 1992-2012 UN Comtrade GDP riil Amerika periode 1992 - 2012 World Bank GDP perkapita negara eksportir pada

periode 1992-2012 World Bank Nilai tukar riil setiap negara dengan

Amerika UNCTAD

Jarak geografis antara negara-negara

eksportir dengan Amerika Distant Cepii

Indeks Harga Konsumen IMF, World Economic Outlook

Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Metode kuantitatif dengan menggunakan analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) yang bertujuan untuk menganalisis daya saing negara-negara eksportir udang dari Amerika. Selain itu, digunakan juga analisis regresi panel data dengan menggunakan Gravity Model untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor udang dari Amerika. Data sekunder diolah dengan menggunakan program computer Microsoft Excel dan Eviews 7 yang kemudian outputnya diinterpretasikan.

Revealed Comparative Advantage (RCA)

(33)

mengetahui daya saing komoditi udang Indonesia dan negara lainnya di dunia pada negara Amerika. Pendekatan RCA dapat dirumuskan sebagai berikut:

dimana:

RCA = tingkat daya saing komoditi i (udang) dari 10 negara

Xij = nilai ekspor komoditi i (udang) Amerika dari negara j tahun ke t (US$)

Xt = nilai ekspor (total komoditi ekspor termasuk udang) Amerika dari negara

j tahun ke t (US$)

Wij = nilai ekspor komoditi i (udang) negara j dari dunia tahun ke t (US$)

Wt = nilai total ekspor (total komoditi ekspor termasuk udang) negara j dari

dunia tahun ke t (US$)

Jika nilai RCA lebih dari satu (RCA>1), maka negara tersebut mempunyai keunggulan komparatif dalam komoditi yang diekspor. Sedangkan jika nilai RCA kurang dari 1 (RCA<1) maka negara tersebut mempunyai kerugian komparatif dalam komoditi yang diekspor.

Analisis Gravity Model dengan Data Panel

Model data panel atau pooled data merupakan data ekonometrika yang mengkombinasikan data time series dan cross section. Karena data panel merupakan gabungan dari data cross section dan time series, maka jumlah pengamatan atau observasi menjadi lebih banyak (Nachrowi, 2006). Pada dasarnya penggunaan metode data panel memiliki beberapa keunggulan yaitu:

1. Panel data mampu memperhitungkan heterogenitas individu secara eksplisit.

2. Kemampuan mengontrol heterogenitas individu menjadikan data panel dapat digunakan untuk menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks.

3. Data panel merupakan observasi cross section yang berulang-ulang (time series), sehingga metode data panel cocok digunakan sebagai study of dynamic adjustment.

4. Banyaknya jumlah observasi memiliki implikasi pada data yang lebih informative, lebih variatif, kolinearitas antar variabel yang semakin berkurang, dan peningkatan derajat bebas sehingga dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih efisien.

5. Data panel dapat digunakan untuk mempelajari model-model perilaku yang kompleks.

6. Data panel dapat meminimalkan bias yang mungkin ditimbulkan oleh agregasi data individu.

Dalam analisis model data panel dikenal tiga macam pendekatan yang terdiri dari pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), pendekatan efek tetap (fixed effect), pendekatan efek acak (random effect). Ketiga pendekatan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Pooled Least Square

(34)

yang berbentuk pool. Data pool ini merupakan gabungan data time series dan cross section. Pendugaan regresi yang dihasilkan dalam penggabungan data ini lebih akurat jika dibandingkan dengan regresi biasa karena mempunyai jumlah observasi data yang lebih banyak. Kelemahan dalam pendekatan pooled least square adalah asumsi intersep untuk setiap individu yang diobservasi dianggap sama.

2. Pendekatan Fixed Effect

Kelemahan pada pendekatan pooled least square dapat diatasi dengan memasukkan dummy variable agar terjadi perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik cross section maupun time series. Pendekatan dengan memasukkan variabel dummy disebut dengan metode fixed effect atau Least Square Dummy Variable atau bisa juga disebut Covariance Model. Sebanyak (N-1) variabel dummy ditambahkan ke dalam model dan menghilangkan satu sisanya untuk menghindari kolinearitas sempurna antar variabel penjelas. Dengan menggunakan pendekatan ini akan terjadi degree of freedom sebesar NT-N-K. Keputuasan memasukkan variabel dummy ini harus didasarkan pertimbangan statistic. Akan tetapi, dengan melakukan penambahan variabel dummy akan mengurangi degree of freedom yang mengurangi keefisienan dari parameter yang diestimasi.

3. Pendekatan Random Effect

Jika dalam metode fixed effect perbedaan karakteristik individu dan waktu dicerminkan lewat intercept, maka pada metode random effect perbedaan karakteristik individu dan waktu dicerminkan lewat error dari model. Dikarenakan ada dua komponen yang berkontribusi pada pembentukan eror, yaitu individu dan waktu maka error pada metode random effect juga perlu diurai menjadi error untuk komponen individu, error komponen waktu, dan error gabungan.

Dalam pendekatan random effect, diasumsikan bahwa error secara individual tidak saling berhubungan begitu juga dengan error kombinasinya. Dengan menggunakan model random effect, maka dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti pada model fixed effect. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien. Keputusan penggunaan model fixed effect ataupun model random effect ditentukan dengan menggunakan spesifikasi yang dikembangkan oleh Hausman. Spesifikasi ini memberikan penilaian dengan menggunakan Chi Square Statistic sehingga keputusan pemilihan model akan dapat ditentukan secara statistik.

Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel 1. Chow Test

Chow test disebut sebagai pengujian F statistik adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan menggunakan model Pooled Least Square atau Fixed Effect. Dalam pengujian ini dilakukan hipotesa sebagai berikut:

H0 : Model Pooled Least Square

H1 : Model Fixed Effect

Dasar penolakan terhadap hipotesa nol (H0) adalah dengan menggunakan

Gambar

Tabel 1. Produksi udang berdasarkan produsen utama (MT)
Tabel 4. Nilai perdagangan impor udang di Amerika tahun 2008 – 2012
Gambar 1.  Dampak kebijakan tarif
Gambar 2. Tahap-tahap integrasi ekonomi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Komponen kriteria pendidikan yang bermutu, antara lain: (1) materi pelajaran dirasakan manfaatnya oleh peserta didik baik dirasakan langsung maupun dikemudian, memberi

[r]

Selain daripada gudang, Pelabuhan Cirebon juga memiliki lapangan penyimpanan yang cukup luas untuk pelabuhan ekspor impor.. Lapangan di pelabuhan ini terbagi ke

Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis, yang dikembangkan oleh Kiranawati (2007).

Hasil penelitian terhadap responden baik di Puskesmas Pati I maupun Puskesmas Dukuhseti memang telah menjelaskan bahwa biaya pengobatan gratis dan responden yang memang sebagian

Metode ini berfokus pada perangkingan dan memilih dari satu set alternatif, dan menentukan solusi kompromi untuk masalah kriteria yang bertentangan, yang dapat

• Harga  anak  ayam  atau  day  old  chicken  (DOC)  menurun.  Kondisi  tersebut  telah  terjadi  sejak  November  2014.  Harga  DOC  bahkan  sempat  Rp  500 

Dalam konteks Hotel Grand Puteri, MAIDAM adalah pemilik bagi tapak bangunan tersebut, justeru MAIDAM perlu mewakafkan fizikal bangunan ini kerana binaan bangunan ini