• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kinerja Persimpangan Bersinyal Akibat Perubahan Fase (Studi Kasus : Jln. Brigjend. Katamso – Jln. Jend. AH Nasution)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kinerja Persimpangan Bersinyal Akibat Perubahan Fase (Studi Kasus : Jln. Brigjend. Katamso – Jln. Jend. AH Nasution)"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS

KINERJA

PERSIMPANGAN BERSINYAL

AKIBAT PERUBAHAN FASE

( Studi Kasus : Jln. Brigjend. Katamso – Jln. Jend. AH Nasution )

TUGAS AKHIR

RICKY EDRIAN

060424001

DISETUJUI OLEH :

PEMBIMBING

Ir. JONI HARIANTO NIP. 19591110 198701 1 002

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI TEKNIK SIPIL DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Bismillahirahmanirrahim, saya sampaikan sara syukur

kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia_nya saya dapat

menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan

pendidikan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara Medan.

Berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak , akhirnya Tugas Akhir ini

dapat diselesaikam. Untuk itu, perkenankanlah penulis meyampaikan ucapan terima

kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Yang Mulia dan tercinta Ayahanda Ediwarman D. S.Pd. Mat. dan Ibunda

Inda Sumarni S.Pd.SD, ananda sampaikan rasa hormat dan terima kasih

yang tak terhingga serta penghargaan yang setinggi-tingginya atas kasih

sayang yang telah diberikan dan dilimpahkan kepada ananda sejak dalam

kandungan, dilahirkan, dibesarkan dan diberi pendidikan yang baik serta

diberikan suri tauladan yang baik hingga menjadi landasan kokoh dalam

menghadapi kehidupan.

2. Yang tercinta Ayah mertua dr. H. Irson Nur Piliang, Sp.OG dan Ibu

mertua Hj. Nurainun Manurung yang selama ini telah memberikan kasih

sayang, bimbingan dan restu untuk selalu menuntut ilmu

setinggi-tingginya.

3. Kepada Istri tercinta, dr. Suri Anita dan buah hati kami Zikri Akbarri

Edrian yang sangat kusayangi, tiada kata yang lebih indah yang dapat

bunda sampaikan selain ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya atas

pengorbanan tiada tara, cinta dan kasih sayang, kesabaran, ketabahan,

pengertian, doa dan dorongan semangat yang tiada henti-hentinya

sehingga selesainya pendidikan ini.

4. Kepada adik- adik tercinta, Ricka Indrianingsih, S.sos , dr. Irwansyah

Putra, M.Ked(OG), Sp.OG; drg. Liony Alda; dr. Kartika Sari; Ledy Sinaga,

(3)

penulis mengucapkan terima kasih atas limpahan kasih sayang dan tak

henti-hentinya memberikan doa, bantuan serta dorongan semangat kepada

penulis selama menjalani pendidikan ini.

5. Kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan Selaku Ketua Jurusan

Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

6. Kepada Bapak Ir. Zulkarnaen A.Muis,M.Eng.Sc selaku Koordinator PPSE

fakultas Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Ir. Joni Harianto selaku pembimbing dan telah memberikan bantuan

yang sangat membantu penulis.

8. Terima Kasih Kepada Seluruh Bapak/Ibu dosen Jurusan Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

9. Kawan-kawan mahasiswa Teknik Sipil angkatan 2006-2012 yang telah

banyak membantu, memberi motivasi dan semangat kepada penulis

Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang setulus-tulusnya atas segala

kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala doa,

bantuan, dorongan, petunjuk yang diberikan kepada saya selama mengikuti

pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Yang

Pemurah, Maha Pengasih dan Maha Penyayang, amin amin amin ya robbal alamin

Medan, Mei 2013

(4)

ABSTRAK

Sejalan dengan pesatnya perkembangan kota serta meningkatnya aktifitas masyarakat di segala bidang merupakan salah satu penyebab tingginya kemacetan pada jalan khususnya pada persimpangan. Kinerja persimpangan menjadi kebutuhan mendesak dalam kaitannya dengan menejemen lalu lintas yang diterapkan.

Untuk mengetahui kinerja persimpangan, penulis melakukan evaluasi terhadap pengaturan fase pada persimpangan bersinyal dan melihat penyebab-penyebab terjadinya kemacetan pada persimpangan. Adapun data-data yang didapatkan dari hasil survey di lapangan dievaluasi dengan menggunakan Metode Kapasitas Jalan Indonesia 1997.

Hasil dari evaluasi hasil perhitungan dan analisa data menunjukkan persimpangan Jl. Brigjen.Katamso - Jl. Jend. A.H Nasution menghasilkan derajat kejenuhan yang tinggi mencapai 1,25( DS > 0,75 ), dan tingginya tingkat antrian dan tundaan.

Setelah didapat hasil dari evaluasi data di lapangan, maka dilakukan analisa lanjut yaitu dengan merubah fase persimpangan Jl.Brigjen.Katamso – Jl.Jend.A.H.Nasution yang menggunakan 4 fase menjadi 2 fase dan 3 fase. 2 Fase ini memberikan derajat kejenuhan yang stabil ( DS < 0,75 ), antrian serta tundaan yang lebih rendah.

Untuk persimpangan Jalan Brigjend. Katamso dan Jalan AH. Nasution fase yang lebih baik digunakan adalah dengan menggunakan sistim 2 fase dimana nilai derajat kejenuhannya masih di bawah 0,75 yaitu 0,74 yang nantinya dapat mengurangi kemacetan yang terjadi di persimpangan.

Untuk mengurangi kemacetan, panjang antrian dan tundaan yang terjadi pada persimpangan jalan Brigjend.Katamso – jalan AH. Nasution perlu adanya perubahan dari median jalan dan melakukan pelebaran jalan.

(5)

DAFTAR ISI

1.3. Maksud dan Tujuan... 3

1.4. Permasalahan... 3

1.5. Pembatasan Masalah... 3

1.6. Ruang Lingkup Permasalahan…………...…………...………...4

1.7. Metodologi………..………..…4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Persimpangan Jalan…... 7

2.2. Gerakan Pada Persimpangan... 7

2.3. Konflik Lalu Lintas Pada Persimpangan... 11

2.4. Lampu Lalu Lintas... 13

2.4.1. Kegunaan Lampu Lalu Lintas... 13

2.4.2. Pengaturan Lampu Lalu Lintas... 14

2.4.3. Parameter Pengaturan Sinyal... 15

(6)

2.4.3.7. Arus Lalu Lintas Jenuh ... 23

2.4.3.8. Kapasitas Persimpangan Bersinyal...27

2.4.3.9. Perilaku Lalu Lintas...28

BAB III DESKRIPSI WILAYAH DAN PENGAMBILAN DATA 3.1. Metodologi Peneitian... 32

3.2. Pengambilan Data... 35

3.2.1 Lokasi Pengambilan data...35

3.2.2 Waktu Pengambilan data...39

3.2.3 Prosedur Pengambilan Data di Lapangan...39

3.2.3.1 Kondisi Sinyal dan Data Geometrik Simpang...39

3.2.3.2 Arus Lalu Lintas Jenuh...40

3.3. Surveyor dan Perlengkapan... 40

BAB IV Analisa Data 4.1. Umum... 41

4.2. Parameter-Parameter Persimpangan... 41

4.3. Perhitungan Data Lapangan... 42

4.4. Usulan Penanganan...57

4.4.1 Sistem 2 Fase...57

4.4.2 Sistem 3 Fase...72

BAB V KESIMPULAN dan SARAN 5.1. Kesimpulan...88

5.2. Saran...89

DAFTAR PUSTAKA

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Waktu siklus ... 20

Tabel 2.2 Waktu antar hijau Indonesia ... 22

Tabel 2.3 Faktor penyesuaian ukuran kota ... 24

Tabel 2.4 Faktor penyesuaian hambatan samping ... 24

Tabel 3.1 Nilai ekivalen mobil penumpang (emp) ... 33

Tabel 3.2 Komposisi lalu lintas normal suatu kota ... 33

Tabel 3.3 Data sinyal lampu lalu lintas Jl. Katamso-Jl.A.H. Nasution ... 34

Tabel 4.1 Hasil pengolahan data primer 4 Fase... 56

Tabel 4.2 Hasil pengolahan data primer 4 Fase... 87

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tipe dasar gerakan memisah ... 8

Gambar 2.2 Tipe dasar gerakan bergabung ... 9

Gambar 2.3 Tipe dasar gerakan berpotongan ... 10

Gambar 2.4 Tipe dasar gerakan menyilang ... 11

Gambar 2.5 Titik konflik pada persimpangan sebidang ... 12

Gambar 2.6 Persimpangan dengan 4 fase ... 15

Gambar 2.7 Persimpangan dengan 3 fase ... 16

Gambar 2.8 Persimpangan dengan 3 fase ... 16

Gambar 2.9 Persimpangan dengan 3 fase ... 17

Gambar 2.10 Persimpangan dengan 4 fase ... 17

Gambar 2.11 Persimpangan dengan 4 fase ... 18

Gambar 2.12 Persimpangan dengan 4 fase ... 18

Gambar 2.13 Persimpangan dengan 4 fase ... 19

Gambar 2.14 Tampilan waktu hijau aktual ... 21

Gambar 2.15 Arus jenuh dasar untuk pendekat Tipe P ... 23

Gambar 2.16 Faktor penyesuaian untuk kelandaian (FG) ... 25

Gambar 2.17 Faktor penyesuaian untuk belok kanan (FRT) ... 26

Gambar 2.18 Faktor penyesuaian untuk belok kiri (FLT) ... 26

Gambar 3.1 Gambar Persimpangan Jl. Brigjen Katamso - Jl. AH Nasution ... 36

Gambar 3.2 Gambar Peta Sumatera Utara ... 37

(9)

DAFTAR NOTASI

C : Kapasitas ( smp/jam )

Cs : Ukuran Kota

Com : Komersial

D : Tundaan ( det/smp )

Dt : Tundaan Lalu Lintas ( det/smp )

Dg : Tundaan Geometri ( det/smp )

Ds : Derajat Kejenuhan

E : Waktu Siklus

Emp : Ekivalensi Mobil Penumpang

F : Faktor Penyesuaian

Fr : Rasio Arus

G : Waktu Hijau ( det )

G max : Waktu Hijau Maksimum ( det )

G min : Waktu Hijau Minimum ( det )

Gr : Rasio Hijau ( g/c )

Grad : Landai Jalan

I : Fase

Ig :Antar Hijau

Ifr : Rasio Arus Simpang

(10)

Lt : Belok Kiri

Psv : Rasio Kendaraan Terhenti

Pr : Rasio Fase

Q : Arus Lalu Lintas ( smp/jam )

Qo : Arus Melawan

Qrto : Arus Melawan Belok Kanan

(11)

Wa : Lebar Pendekat ( m )

Wmasuk : Lebar Masuk ( m )

(12)

ABSTRAK

Sejalan dengan pesatnya perkembangan kota serta meningkatnya aktifitas masyarakat di segala bidang merupakan salah satu penyebab tingginya kemacetan pada jalan khususnya pada persimpangan. Kinerja persimpangan menjadi kebutuhan mendesak dalam kaitannya dengan menejemen lalu lintas yang diterapkan.

Untuk mengetahui kinerja persimpangan, penulis melakukan evaluasi terhadap pengaturan fase pada persimpangan bersinyal dan melihat penyebab-penyebab terjadinya kemacetan pada persimpangan. Adapun data-data yang didapatkan dari hasil survey di lapangan dievaluasi dengan menggunakan Metode Kapasitas Jalan Indonesia 1997.

Hasil dari evaluasi hasil perhitungan dan analisa data menunjukkan persimpangan Jl. Brigjen.Katamso - Jl. Jend. A.H Nasution menghasilkan derajat kejenuhan yang tinggi mencapai 1,25( DS > 0,75 ), dan tingginya tingkat antrian dan tundaan.

Setelah didapat hasil dari evaluasi data di lapangan, maka dilakukan analisa lanjut yaitu dengan merubah fase persimpangan Jl.Brigjen.Katamso – Jl.Jend.A.H.Nasution yang menggunakan 4 fase menjadi 2 fase dan 3 fase. 2 Fase ini memberikan derajat kejenuhan yang stabil ( DS < 0,75 ), antrian serta tundaan yang lebih rendah.

Untuk persimpangan Jalan Brigjend. Katamso dan Jalan AH. Nasution fase yang lebih baik digunakan adalah dengan menggunakan sistim 2 fase dimana nilai derajat kejenuhannya masih di bawah 0,75 yaitu 0,74 yang nantinya dapat mengurangi kemacetan yang terjadi di persimpangan.

Untuk mengurangi kemacetan, panjang antrian dan tundaan yang terjadi pada persimpangan jalan Brigjend.Katamso – jalan AH. Nasution perlu adanya perubahan dari median jalan dan melakukan pelebaran jalan.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Umum

Transportasi memegang peranan penting dalam perkotaan dan salah satu

indikator kota yang baik, yang dapat ditandai dengan sistim transportasinya. Sektor

transportasi harus mampu memberikan kemudahan bagi seluruh masyarakat dengan

segala kegiatannya di semua lokasi yang berbeda yang tersebar dengan karakteristik

fisik yang berbeda pula.

Transportasi merupakan subsektor yang paling dekat dan langsung

berhubungan dengan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai alat

penghubung kota. Oleh karena itu, setiap pengelolaan transportasi akan langsung

dirasakan oleh masyarakat pengguna.

Kelancaran lalu lintas ditandai dengan waktu tempuh yang pendek dan

kecepatan yang tinggi sesuai dengan klasifikasi jalannya. Oleh karena itu

penanganan jalan pada umumnya bertujuan untuk mencapai kondisi seperti di atas

dengan mengurangi tingkat kemacetan dan kecelakaan di jalan raya sehingga dapat

diharapkan waktu tempuh dan tentunya biaya transportasi yang rendah pula.

Peningkatan permintaan lalu lintas akan menambah masalah kemacetan yang

mengakibatkan antrian yang panjang dan waktu tunda yang besar. Dalam sistim

(14)

merupakan tempat terjadinya pertemuan kendaraan yang datang dari berbagai

lengan simpang.

I.2. Latar Belakang

Kemajuan dan perkembangan teknologi di kota Medan telah menimbulkan

peningkatan dan perkembangan dalam berbagai sektor kehidupan manusia. Salah

satu sektor yang berkembang adalah sektor transportasi yang terdiri dari angkutan

darat, angkutan udara, dan angkutan air. Kalau ditinjau pada angkutan darat,

peningkatan penggunaan kendaraan tidak terlepas dari peningkatan taraf hidup dan

pendapatan masyarakat.

Salah satu penyebab dasar masalah transportasi di kota Medan adalah

meningkatnya pertumbuhan dan perekonomian penduduk. Dengan meningkatnya

pertumbuhan penduduk dan diimbangi dengat pesatnya pertumbuhan perekonomian

kota, maka akan semakin besar pergerakan dan aktifitas penduduk. Inilah yang

menyebabkan kebutuhan akan transportasi semakin besar.

Peningkatan kebutuhan akan transportasi menyebabkan masalah kemacetan

pada persimpangan jalan Brig. Jend. Katamso – jalan Jend. AH Nasution. Kemacetan

ini ditandai dengan antrian ( delay ) yang sangat panjang. Hal ini disebabkan karena

persimpangan merupakan tempat kendaraan dari berbagai arah bertemu dan

merupakan tempat bagi kendaraan yang hendak merubah arah.

Guna mengatasi kemacetan ini sebaiknya dilakukan evaluasi kembali

(15)

diperlukan karena volume kendaraan pada saat penentuan fase yang terdahulu

tentunya berbeda dengan volume kendaraan yang ada sekarang ini. Sehingga dari

studi ini diharapkan fase yang diperoleh dapat mengatasi kemacetan di setiap lengan

persimpangan. Penentuan fase yang optimum berpengaruh besar dalam

meningkatkan kapasitas persimpangan dan sedapat mungkin menghindari terjadinya

konflik-konflik lalu-lintas, sehingga diperoleh kelancaran,kenyamanan dan

keselamatan bagi kendaraan yang akan melintasi persimpangan ini.

I.3. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud penulisan Tugas akhir ini adalah untuk mengurangi panjang

antrian serta tundaan yang terjadi pada setiap lengan persimpangan pada saat jam

puncak. Sedangkan tujuannya adalah untuk menentukan suatu sistem pengaturan

lampu lalu-lintas yakni penentuan fase yang optimum pada persimpangan sehingga

dapat meningkatkan kapasitas persimpangan. Oleh karena adanya kemacetan yang

cukup sering terjadi, maka penulis ingin membahas permasalahan ini guna mencapai

suatu solusi untuk mengantisipasi kemacetan lalu-lintas pada persimpangan tersebut.

Solusi dimaksudkan sebagai pemecahan awal dari masalah kemacetan lalu-lintas di

persimpangan jalan Brig. Jend. Katamso – jalan Jend. AH Nasution.

I.4. Permasalahan

Sejalan dengan tingginya tingkat kemacetan yang ditandai dengan antrian dan

tundaan yang sangat panjang maka perlu diadakan evaluasi yang berhubungan

(16)

I.5. Pembatasan Masalah

Untuk mendapatkan suatu sistem pengaturan pada persimpangan jalan,

banyak faktor-faktor yang harus dipertimbangkan untuk menyelesaikan masalah.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis membatasi pokok permasalahan yaitu :

• Kondisi geometrik persimpangan

• Data sinyal simpang lalu – lintas

• Volume lalu – lintas

• Peninjauan kapasitas jalan, antrian dan tundaan.

I.6. Ruang Lingkup Permasalahan

Pada tugas akhir ini mempunyai ruang lingkup sebagai berikut :

a. Daerah yang ditinjau adalah persimpangan jalan Brig. Jend. Katamso

– jalan Jend. AH Nasution.

b. Hari yang ditinjau adalah hari Senin, Sabtu, Minggu

c. Waktu yang ditinjau adalah pagi (07.00-09.00), siang (12.00-14.00)

dan sore (16.00-18.00)

d. Perhitungan dilakukan per 15 menit

(17)

Adapun metode yang dipakai adalah studi perencanaan dengan mengambil

langsung data dari lapangan. Dalam pengumpulan data, penulis membuat beberapa

tahapan kerja yaitu:

A. Tahap Pengambilan Data

Data dan informasi dapat berupa :

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari pengamatan di lokasi

penelitian pada kedua simpang, yang meliputi:

i. Volume kendaraan yang melewati setiap lengan simpang, di mana

dalam hal ini dilakukan pencatatan kendaraan berdasarkan jenis dan

arah pergerakan.

ii. Jumlah Fase dan waktu sinyal pada masing-masing simpang.

iii. Kondisi geometrik, pembagian jalur, dan jarak antar simpang.

iv. Lingkungan simpang yang diamati secara visual

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari beberapa instansi terkait dan

dari beberapa penelitian tentang ruas jalan yang distudi sebelumnya.

Data-data sekunder tersebut berupa Data-data geometrik jalan sebagai pembanding

dengan hasil survey lapangan dan data jumlah penduduk kota. Salah satu

instansi yang dapat dijadikan sumber data sekunder adalah Dinas

(18)

B. Tahap Penganalisaan Data

Terdapat 2 (dua) hal yang akan dilakukan pada bab ini. Pertama, menganalisa

kondisi eksisting apakah kedua simpang sudah terkoordinasi. Selanjutnya, akan

dianalisa kinerja semua simpang pada peak hour pagi dan peak hour sore. Data

Kinerja terjenuh akan digunakan sebagai dasar semua perencanaan. Parameter –

parameter yang digunakan adalah total arus lalu lintas (Q), arus jenuh (S), kapasitas

(C) dan derajat kejenuhan.

• Total arus lalu lintas (Q)

Didapat dari penjumlahan dari jumlah seluruh kendaraan yang melewati

persimpangan.

• Kapasitas (C)

C = S x g/c (smp/jam)

dengan :

C = kapasitas

S = arus jenuh

g = waktu hijau

c = waktu siklus

(19)

Apabila simpang memiliki :

• Ds < 0,75 → fase itu masih aman untuk digunakan

• Ds > 0,75 → fase itu tidak layak lagi digunakan

Apabila Ds > 1 maka dilakukan evaluasi kembali penentuan fase. Pada hal ini,saya

akan mencoba menggunakan 2 fase,3 fase dan 4 fase yang berbeda. Dan pada

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Persimpangan Jalan

Persimpangan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) adalah dua

buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

Persimpangan adalah suatu bagian yang penting dari jalan perkotaan sebab sebagian

besar dari efisiensi, kapasitas lalu-lintas, kecepatan, biaya operasi,waktu perjalanan,

kenyamanan dan keamanan akan tergantung pada perencanaan persimpangan

tersebut. Pengoperasian suatu persimpangan jalan sangat berpengaruh oleh volume

total jenis kendaraan dan gerakan membelok yang terdapat pada arus yang terpisah.

Perencanaan, perancangan dan pengaturan lalu-lintas perlu diadakan terhadap

persimpangan yang mempunyai volume lalu-lintas besar seperti penggunaan lampu

lalu-lintas. Untuk melintasi suatu persimpangan, masing-masing aliran kendaraan

harus saling bergantian sehingga terjadi tundaan dan antrian.

Tujuan utama dari perencanaan persimpangan adalah untuk mengatasi

konflik-konflik potensial antara kendaraan bermotor, pejalan kaki, sepeda dan

fasilitas angkutan lainnya agar pada saat melewati persimpangan didapatkan tingkat

kemudahan dan kenyamanan.

II.2 Gerakan Pada Persimpangan

Dari berbagai bentuk, sifat dan tujuan gerakan kendaraan di daerah

persimpangan dikenal 4 (empat) tipe dasar pergerakan lalu-lintas pada persimpangan

(21)

1. Memisah ( Diverging )

Peristiwa berpencarnya peregerakan kendaraan yang melewati suatu ruas jalan

ketika kendaraan tersebut sampai pada titik persimpangan.

Gambar 2.1 : Tipe dasar gerakan memisah Multiple

(22)

2. Bergabung ( Merging )

Peristiwa bergabungnya kendaraan yang bergerak dari beberapa ruas jalan ketika

sampai pada titik persimpangan.

Gambar 2.2 : Tipe dasar gerakan bergabung

Kanan Kiri

(23)

3. Berpotongan ( Crossing )

Peristiwa berpotongan antara arus kendaraan dari satu lajur ke lajur lain pada

persimpangan, biasanya keadaan demikian akan menimbulkan titik konflik pada

persimpangan.

Gambar 2.3 : Tipe dasar gerakan berpotongan

Direct Oblique

(24)

4. Menyilang ( Weaving )

Pertemuan dua arus lalu-lintas atau lebih yang berjalan menurut arah yang sama

sepanjang suatu lintasan di jalan raya tanpa bantuan rambu lalu-lintas. Gerakan

ini sering terjadi pada suatu kendaraan yang berpindah dari suatu jalur ke jalur

lain, misalnya pada saat kendaraan masuk ke suatu jalan raya dari jalan masuk

kemudian bergerak ke jalur lain untuk mengambil jalan keluar dari jalan raya

tersebut. Kendaraan ini akan menimbulkan titik konflik pada persimpangan

tersebut.

Gambar 2.4 : Tipe dasar gerakan menyilang

II.3 Konflik Lalu-Lintas Pada Persimpangan

Keberadaan persimpangan pada suatu jaringan jalan ditunjukkan agar

kendaraan bermotor, pejalan kaki, dan kendaraan tidak bermotor dapat bergerak

dalam arah yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Dengan demikian pada

persimpangan akan terjadi suatu keadaan yang menjadi karekteristik yang unik dari

persimpangan yaitu munculnya konflik yang berulang sebagai akibat dari pergerakan

(25)

Konflik lalu-lintas adalah pertemuan dua lintasan kendaraan pada sebuah

persimpangan sebidang. Terdapat 2 ( dua ) macam konflik lalu-lintas menurut

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) yang ditimbulkan oleh pergerakan

kendaraan dan keberadaan pejalan kaki yaitu :

1. Konflik primer, yaitu konflik yang terjadi antara lalu-lintas yang sedang

memotong.

2. Konflik sekunder, yaitu konflik yang terjadi antara lintas kanan dengan

lalu-lintas arah lainnya dan atau lalu-lalu-lintas belok kiri dengan pejalan kaki.

(26)

Usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi konflik pada persimpangan

adalah :

a. Memperlebar jalan-jalan pada kaki persimpangan tersebut.

Tetapi cara ini tidak mudah dilaksanakan karena akan mengalami hambatan

seperti susahnya pembebasan tanah pada masyarakat setempat seperti ganti rugi

bangunan pada lokasi pelebaran jalan.

b. Merubah jumlah arus kendaraan pada jalan tersebut.

c. Membuat jalan alternatif lain bagi kendaraan yang akan menuju persimpangan

tersebut sehingga volume kendaraan pada persimpangan tersebut akan

berkurang.

d. Melarang kendaraan untuk berhenti pada persimpangan tersebut sehingga tidak

terjadi tundaan yang lama pada persimpangan tersebut.

II.4 Lampu Lalu-Lintas

II.4.1 Kegunaan lampu lalu-lintas

Kegunaan lampu lalu-lintas pada persimpangan dapat dievaluasi dari seberapa

jauh suatu sistim lampu lalu-lintas dapat memenuhi fungsi yang diharapkan yaitu:

• Mengurangi waktu tundaan

Dengan tidak adanya lampu lalu-lintas maka akan terjadi banyak titik konflik

di persimpangan sehingga menimbulkan kemacetan dan waktu tundaan akan

bertambah.

• Meningkatkan kapasitas

(27)

• Mengontrol kecepatan

• Fasilitas penyebrangan bagi pejalan kaki

• Meningkatkan keselamatan

II.4.2 Pengaturan lampu lalu-lintas

Cara-cara pengaturan lampu lalu-lintas yang akan dijelaskan berikut ini hanya

menyangkut lampu lalu-lintas yang berfungsi untuk mengendalikan lalu-lintas pada

persimpangan, bukan lampu lalu-lintas yang digunakan untuk memberi peringatan

pada ruas jalan yang rawan kecelakaan.

Secara umum terdapat 3 (tiga) cara pengaturan waktu lampu lalu-lintas yaitu:

• Lampu lalu-lintas waktu tetap

Cara pengaturan lampu lalu-lintas ini adalah mengendalikan lalu-lintas untk

berhenti dan bergerak berdasarkan satu atau serangkaian jadwal waktu yang

telah ditentukan sebelumnya. Dengan cara ini lampu lalu-lintas diatur untuk

menyalakan lampu hijau, merah, dan kuning secara berurutan, teratur dan

berulang-ulang.

• Lampu lalu-lintas waktu tidak tetap

Dengan cara ini pengaturan lampu lalu-lintas diatur berdasarkan tuntutan

lalu-lintas yang ditangkap oleh sejumlah detector yang ditempatkan pada satu

atau lebih kaki persimpangan, baik untuk gerak kendaraan maupun pejalan

kaki.

• Lampu lalu-lintas berdasarkan penyesuaian waktu

Cara pengaturan lampu-lintas ini dikendalikan secara terpusat, misalnya

dengan computer digital. Pengaturan waktu disesuaikan dengan hasil terbaru

(28)

II.4.3 Parameter Pengaturan Sinyal

Parameter-parameter yang biasa digunakan dalam perencanaan lampu

lalu-lintas pada persimpangan adalah :

a. Fase

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( 1997 ), fase adalah bagian dari

siklus sinyal dengan lampu hijau bagi kombinasi tertentu dari gerakan lalu-lintas.

Sedangkan pengertian lain menurut Soejono (1996), fase itu adalah suatu alat

pemberi isyarat dalam satu waktu siklus yang memberikan hak jalan pada satu atau

lebih gerakan lalu-lintas untuk memperlancar arus kendaraan.

 Pengendalian dua fase

Pengaturan sinyal lampu lalu-lintas dengan pengendalian dua fase

merupakan yang paling sederhana dan paling mudah. Masing-masing jalan

dari 2 (dua) jalan yang berpotongan diberikan fase bagi kendaraan untuk

bergerak melewati persimpangan. Seluruh gerakan belok kanan dan kiri

dilakukan menurut gerakan membelok terlawan terhadap arus dari arah yang

berlawanan maupun jalan kaki.

(29)

Gambar 2.7 Persimpangan dengan 3 fase

 Pengendalian Multi Fase

Pengendalian multi fase digunakan pada persimpangan dimana satu atau lebih

gerakan membelok ke kiri dan ke kanan memerlukan fase tersendiri. Secara

umum gerakan membelok ke kanan dengan fase tersendiri baik secara sebagian

atau penuh.

• Pengendalian 3 Fase

i. Pengaturan 3 Fase dengan pemutusan paling akhir pada pendekat utara

agar menaikkan kapasitas belok kanan dari arah dini.

Gambar 2.7 Persimpangan dengan 3 fase

ii. Pengaturan 3 fase dengan start dini dari pendekat utara agar menaikkan

(30)

Gambar 2.8 Persimpangan dengan 3 fase

iii. Pengaturan 3 fase dengan belok kanan terpisah pada satu jalan

Gambar 2.9 Persimpangan dengan 3 fase

• Pengendalian 4 Fase

i. Pengaturan 4 fase dengan arus berangkat satu per satu pendekat pada saatnya

masing-masing

Fase A Fase B

(31)

ii. Pengaturan 4 fase dengan belok kanan terpisah pada kedua jalan Fase D Fase C

Fase A Fase B

(32)

Gambar 2.13 Persimpangan dengan 4 fase

b. Waktu Siklus

Waktu siklus (cyclus time) adalah waktu total dari sinyal lampu lalu-lintas untuk

menyelesaikan satu siklus.

Waktu siklus yang disesuaikan berdasarkan pada waktu hijau yang telah

diperoleh dan telah dibulatkan, dapat ditentukan dari rumus :

c = ∑g + LTI ………..………...…(2.1)

dimana:

g = waktu hijau (detik )

LTI = waktu hilang total per siklus ( detik )

Menaikkan waktu siklus dari suatu sistem operasional sinyal lampu lalu-lintas

dengan waktu tetap (fixed time) merupakan salah satu cara yang paling mudah untuk

meningkatkan kapasitas persimpangan. Semakin tinggi waktu siklus maka kapasitas

(33)

persimpangan semakin tinggi, tetapi semakin tinggi pula antrian dan tundaan yang

terjadi. Di Indonesia, menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), waktu

siklus maksimal sebesar 130 detik dan waktu siklus minimal sebesar 40 detik. Angka

ini diambil untuk menghindari antrian dan tundaan yang tinggi. Walaupun demikian,

untuk kota-kota dengan kemacetan yang tinggi seperti Jakarta, waktu siklus dapat

diambil lebih dari 130 detik untuk menaikkan kapasitas persimpangan.

Tipe Pengaturan Waktu siklus yang disarankan (detik)

Pengaturan dua fase

Waktu hijau ( green time ) adalah waktu aktual dari suatu fase hijau yang mana

pada waktu tersebut lau-lintas mendapat hak jalan melintasi persimpangan.

Waktu hijau efektif dihitung berdasarkan :

- Pada waktu lampu kuning ( sesudah lampu hijau ), maka arus lalu-lintas masih

akan terus menyebrangi jalan.

- Walaupun demikian, pada saat lampu kuning arus lau-lintas yang lewat tidak

sebanyak pada saat lampu masih hijau, karena sebagian pengemudi sudah

ragu-ragu apakah akan terus atau akan berhenti.

- Pada saat awal lampu hijau, pengemudi masih perlu waktu untuk bereaksi untuk

(34)

Oleh karena itu, waktu hijau yang ada masih perlu dikoreksi sehingga besar

waktu hijau efektif adalah :

Waktu hijau efektif = Tampilan waktu hijau aktual – kehilangan awal + tambahan

akhir

Melalui analisa data lapangan dari seluruh simpang yang telah disurvei telah

ditarik kesimpulan bahwa rata-rata besarnya kehilangan awal dan tambahan akhir,

keduanya mempunyai nilai sekitar 4,8 detik. Sesuai rumus yang di atas, untuk kasus

standard besarnya waktu hijau efektif menjadi sama dengan waktu hijau yang

ditampilkan. Kesimpulan dari analisa ini adalah bahwa tampilan waktu hijau dan

besar arus jenuh puncak yang diamati di lapangan untuk masing-masing lokasi, dapat

digunakan pada rumus di atas untuk menghitung kapasitas pendekat tanpa

penyesuaian dengan kehilangan awal dan tambahan akhir.

(35)

d. Waktu Antar Hijau

Penentuan waktu antar hijau diambil dari perbedaan antara akhir waktu hijau

suatu fase dengan awal waktu hijau pada fase berikutnya. Tujuan penentuan waktu

hijau ini supaya pada saat fase berikutnya mulai hijau, maka arus lalu-lintas yang

bergerak pada fase tersebut semuanya telah melewati persimpangan, sehingga tidak

terjadi konflik antara arus lalu-lintas pada fase tersebut dengan arus lalu-lintas pada

fase berikutnya. Maka lamanya waktu antar hijau tergantung pada kecepatan

minimum kendaraan untuk melintasi persimpangan tersebut.

Pada analisa yang dilakukan bagi keperluan perancangan, waktu antar hijau dapat

dianggap sebagai nilai normal seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut :

Ukuran Simpang Lebar Jalan Rata-rata Nilai normal waktu antar hijau

Kecil 6 – 9 m 4 detik / fase

Sedang 10 – 14 m 5 detik / fase

Besar ≥ 15 m ≥ 6 detik / fase

Tabel 2.2 Waktu Antar Hijau Indonesia

e. Waktu Kuning

Waktu kuning (amber) adalah waktu dimana lampu kuning dinyalakan setelah

lampu hijau dalam sebuah pendekat. Waktu kuning pada umumnya diambil 3 detik.

f. Rasio Hijau

Rasio hijau adalah perbandingan antara waktu hijau dengan waktu siklus dalam

suatu pendekat. Rasio hijau dapat ditentukan dengan rumus :

(36)

Dimana:

GR = Rasio hijau

g = waktu hijau

c = waktu siklus

g. Arus Lalu-Lintas Jenuh

Arus lalu-lintas jenuh adalah arus lalu-lintas maksimum yang dapat melewati

persimpangan persimpangan bersinyal. Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil

perkalian dari arus jenuh dasar (So) dengan faktor penyesuaian (F) untuk

penyimpangan dari kondisi sebenarnya. Dapat dituliskan sebagai berikut:

S = SO x FCS x FSF x FG x FLT x FRT ………..……..……….……(2.3)

Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar

efektif pendekat :

So = 600 x We ………..………...(2.4)

(37)

G Gambar 2.15 Arus Jenuh Dasar Untuk Pendekat Tipe P

Penyesuaian kemudian dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut :

1. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (Cs)

Tabel 2.3 Faktor Penyesuaian Ukuran kota

2. Faktor Penyesuaian Hambatan Samping

(38)

Komersial Sedang Terlawan 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 o,71

(COM) Sedang Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82

Rendah Terlawan 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,72

Rendah Terlindung 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,83

Tinggi Terlawan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72

Tinggi Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,89 0,86 0,84

Pemukimam Sedang Terlawan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73

(RES) Sedang Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85

Rendah Terlawan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,74

Rendah Terlindung 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,86

Akses

Terbatas Tinggi/Sedang/Ringan Terlawan 1,0 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75 (RA) Tinggi/Sedang/Ringan Terlindung 1,0 0,98 0,95 0,93 0,90 0,88

Tabel 2.4 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping

3. Faktor Penyesuaian Kelandaian

Gambar 2.16 Faktor Penyesuaian Untuk Kelandaian (FG)

4. Faktor Penyesuaian Parkir

Faktor penyesuaian parkir ditentukan sebagai fungsi jarak dari garis henti sampai

(39)

dengan panjang lajur belok kiri terbatas. Faktor ini tidak perlu diterapkan jika lebar

efektif ditentukan oleh lebar keluar. FP dapat juga dihitung dari rumus berikut :

5. Faktor Penyesuaian Belok Kanan

Faktor penyesuaian belok kanan ditentukan sebagai fungsi dari rasio kendaraan

belok kanan. Faktor penyesuaian belok kanan hanya untuk tipe pendekat P, tanpa

median, jalan dua arah dan lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk. Rumus faktor

penyesuaian belok kanan:

FRT = 1,0 + PRT x 0,26 ……….…(2.6)

Atau nilainya dapat diperoleh dari gambar berikut ini:

6. Faktor Penyesuaian Belok Kiri

(40)

Faktor penyesuaian belok kiri ditentukan sebagai fungsi dari rasio kendaraan

belok kiri. Faktor penyesuaian belok kiri hanya untuk tipe pendekat P tanpa LTOR,

dan lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk. Rumus faktor penyesuaian belok kiri :

FLT = 1,0 – PLT x 0,16 ………...……….……….. (2.7)

Atau nilainya dapat diperoleh dari gambar berikut ini:

Gambar 2.18 Faktor Penyesuaian Untuk Belok Kiri (FLT)

h. Kapasitas Persimpangan Bersinyal

Pada umumnya dalam penganalisaan kapasitas, kondisi umum belum

memastikan bahwa kondisi tersebut merupakan kondisi yang ideal. Kondisi ideal

untuk jalan persimpangan bersinyal adalah sebagai berikut:

1. Memiliki lebar lajur 10 – 12 ft

2. Memiliki kelandaian yang datar

3. Tidak adanya parkir di jalan pada persimpangan

4. Dalam aliran lalu-lintas semuanya terdiri dari mobil penumpang, bus-bus

transit lokal tidak boleh berhenti pada areal persimpangan

(41)

6. Persimpangan bukan berada di daerah distrik usaha bersama ( central

business destrict )

7. Indikasi sinyal hijau ada sepanjang waktu

8. Kondisi-kondisi umum yang ada biasanya mencakup kondisi jalan, kondisi

lalu-lintas serta kondisi pengontrolan.

Kapasitas untuk tiap lengan simpang dihitung dengan rumus berikut ini :

Dimana:

C = Kapasitas ( smp/jam)

S = Arus jenuh (smp/jam hijau)

G = Waktu hijau (det)

c = Waktu siklus

Dari hasil perhitungan kapasitas di atas maka derajat kejenuhan dapat ditentukan.

Derajat kejenuhan ( degree of saturation ) adalah perbandingan arus kedatangan

dengan kapasitas dan dinyatakan dengan rumus berikut ini :

Dimana:

DS = Derajat kejenuhan

Q = Arus lalu-lintas

C = Kapasitas

…..……….….. (2.8)

(42)

i. Perilaku Lalu-Lintas

• Panjang Antrian

Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai

jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp

yang datang selama fase merah (NQ2) :

NQ = NQ1 + NQ2 ...(2.10)

dengan

Jika DS > 0,5 ; selain dari itu NQ1 = 0

dimana :

NQ1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya

NQ2 = Jumlah smp yang dating selama fase merah

DS = Derajat kejenuhan

GR = Rasio hijau

c = Waktu siklus (det)

C = Kapasitas (smp/jam)

Q = Arus lalu-lintas pada pendekat tersebut (smp/jam)

(43)

Untuk keperluan perencanaan manual memungkinkan untuk penyesuaian

dari nilai rata-rata ini ke tingkat peluang pembebanan lebih yang dikehendaki.

Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas rata-rata

yang dipergunakan per smp (20m2) dan pembagian lebar masuk.

• Angka Henti

Angka henti (NS) yaitu jumlah berhenti rata-rata per kendaraan (termasuk

berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang,dihitung sebagai :

Dimana :

c = waktu siklus (det)

Q = Arus lalu-lintas (smp/jam) dari pendekat yang ditinjau

• Tundaan (Delay)

Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal :

1. Tundaan Lalu-Lintas (DT) karena interaksi lalu-lintas dengan gerakan

lainnya pada suatu simpang.

2. Tundaan Geometri (DG) karena perlambatan dan percepatan saat membelok

pada suatu simpang dan atau terhenti karena lampu merah.

Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai :

Dj = DTj + DGj ………….………..……(2.15)

……… (2.13)

(44)

dimana:

Dj = Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp)

DTj = Tundaan lalu-lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp)

DGj = Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp)

Tundaan lalu-lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus

berikut (didasarkan pada Akcelik 1988) :

Dimana:

DTj = Tundaan lalu-lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp)

GR = Rasio hijau (g/c)

DS = Derajat kejenuhan

C = Kapasitas

NQ1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya

Hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang dipengaruhi oleh

faktor-faktor luar seperti terhalangnya jalan keluar akibat kemacetan pada bagian

hilir, pengaturan oleh polisi secara manual, dan sebagainya.

Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan sebagai

berikut:

DGj = ( 1-Psv ) x PT x 6 + ( Psv x 4 ) ……….….. ( 2.17)

Dimana:

DGj = Tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp)

Psv = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat

(45)

BAB III

DESKRIPSI WILAYAH DAN PENGAMBILAN DATA

III.1. Metodologi Penelitian

Metodelogi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara sebagai

berikut:

A. Data Primer

• Pencatatan volume lalu-lintas sesuai dengan klasifikasi kendaraan yang telah

ditetapkan. Jenis kendaraan yang merupakan unsur lalu-lintas di atas roda

sesuai klasifikasi Bina Marga dapat dibedakan sebagai berikut :

- Kendaraan ringan ( LV ), meliputi kendaraan bermotor as dua dengan

4 roda dan dengan as 2,0 – 3,0 m. Termasuk mobil penumpang, oplet,

mikrobis, pick up, dan truk kecil.

- Kendaraan berat ( HV ), meliputi kendaraan bermotor dengan lebih

dari 4 roda dan dengan as lebih dari 3,5 m. Termasuk bis, truk 2 as,

truk 3 as, dan truk kombinasi.

- Sepeda motor ( MC ), meliputi kendaraan bermotor dengan 2 atau 3

roda. Termasuk sepeda motor dan becak mesin.

- Kendaraan tak bermotor ( UM ), merupakan kendaraan dengan roda

yang digerakkan oleh orang atau hewan.Termasuk sepeda, becak

(46)

Jenis Kendaraan Emp untuk tipe pendekat

Rasio jumlah kendaraan yang membelok ke kiri dan ke kanan bernilai sama

untuk pendekat terlawan dan terlindung yang dapat dihitung dengan rumus :

PLT = QLT (smp/jam) / Qtotal (smp/jam)

PRT = QRT (smp/jam) / Qtotal (smp/jam)

Rasio kendaraan tak bermotor ( PUM ) dapat diperoleh dengan membagi arus

kendaraan tak bermotor QUM dengan arus kendaraan bermotor total QMV.

PUM = QUM (kend/jam) / QMV (kend/jam)

Nilai-nilai normal untuk komposisi lalu-lintas berikut dapat digunakan jika

tidak ada taksiran yang lebih baik.

(47)

Data Sinyal Lampu Lalu-Lintas

- Persimpangan jalan Brigjen Katamso - jalan A.H.Nasution menggunakan

sistem pengaturan lampu lalu-lin

- tas dengan 4 fase dan waktu siklus sebesar 205 detik.

Jalan Pendekat Waktu

Jalan Brigjen Katamso (utara )

Jalan A.H Nasution (barat)

Sumber : Hasil survey di lapangan (2012)

B. Data Sekunder

Data sekunder didapatkan melalui asumsi-asumsi dan teori yang diperoleh

melalui buku-buku literatur yang berhubungan dengan transportasi, lalu-lintas dan

persimpangan. Data sekunder ini juga diperoleh dari instansi terkait mengenai data

jumlah penduduk kota medan.

C. Rancangan Analisa

Untuk mengetahui hasil perhitungan yang dilakukan pada persimpangan maka

digunakan rumus-rumus perhitungan mengenai kapasitas, derajat kejenuhan, panjang

antrian, kendaraan henti dan tundaan dimana penganalisaan perhitungan didasarkan

(48)

III.2. Pengambilan Data

Dalam menyelesaikan masalah lau-lintas di persimpangan, diperlukan

data-data yang berkaitan dengan masalah tersebut yang dapat digunakan sebagai dasar

perhitungan dan analisa lebih lanjut, sehingga didapatkan penyelesaian yang tepat.

Adapun tujuan dalam pengambilan data di dalam studi ini adalah untuk

mendapatkan data primer dari kedua persimpangan, sehingga didapatkan gambaran

yang jelas mengenai kondisi geometrik, kondisi lalu-lintas maupun kondisi

lingkungan di sekitar persimpangan. Data- data yang didapatkan nantinya berguna

untuk menganalisa tingkat kebutuhan lampu sinyal pada persimpangan tersebut

sebagai alternatif pengoptimalan fungsi persimpangan.

III.2.1. Lokasi Pengambilan Data

Lokasi pengambilan data dilakukan pada kedua persimpangan. Sesuai dengan

tujuan dari tugas akhir ini yaitu mengavaluasi kondisi persimpangan dengan

operasional sinyal lampu lalu-lintas, maka untuk pemilihan lokasi persimpangan

adalah persimpangan yang mengalami kendala antrian panjang pada saat jam sibuk.

Jam sibuk yang dimaksud adalah periode dimana arus lalu-lintas yang mengalir

adalah tinggi sehingga mengakibatkan arus lalu-lintas tersendat ( congestion ). Hal

tersebut memungkinkan kondisi arus lalu-lintas jenuh pada persimpangan sehingga

apabila kendaraan yang melintasi persimpangan tersebut mengalami lampu merah

tidak hanya satu kali.

Peninjauan arus lalu-lintas pada kondisi jenuh bertujuan untuk mendapatkan

(49)

persinyalan. Dengan demikian lokasi pengamatan diusahakan pada persimpangan

yang dilengkapi dengan marka jalan selain instalasi sinyal lampu-lintas yang ada.

Sesuai dengan kriteria di atas, maka pemilihan lokasi persimpangan yang

diambil yaitu persimpangan Jl.Brigjen Katamso - Jl.A.H.Nasution, dimana terdapat 4

(empat) lengan percabangan

Gambar 3.1 Persimpangan Jl. Brigjend. Katamso – Jl. AH Nasution Sumber : Hasil survey di lapangan (2012)

( Utara )

15 m

11,5 m 10 m

2 m Jln. AH Nasution

Jln. Brigjen. Katamso ( Selatan ) Jln. Brigjen. Katamso

Jln. AH Nasution ( Timur )

11 m 12 m

1,6 m

7,5 m

(50)

PETA SUMETERA UTARA

(51)

PETA LOKASI

Gambar 3.3 Gambar Persimpangan Jl. Brigjend. Katamso – Jl. AH Nasution Sumber : Google Earth

(52)

III.2.2. Waktu Pengambilan Data

Pelaksanaan pengambilan data persimpangan dilakukan dalam 3( tiga ) hari. Pada

persimpangan Jl.Brigjend. Katamso – Jl.A.H Nasution dilakukan pada hari Senin

(02 April 2012 ), Sabtu ( 07 April 2012 ) dan Minggu ( 08 April 2012 ).

Pengambilan data tersebut berguna untuk mengetahui total volume lalu-lintas

persimpangan yang maksimum.

Volume lalu-lintas diambil pada saat jam-jam sibuk untuk masing-masing

kaki persimpangan yakni :

• Pagi hari antara pukul 07.00 WIB sampai pukul 09.00 WIB

• Siang hari antara pukul 12.00 WIB sampai pukul 14.00 WIB

• Sore hari antara pukul 16.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB

III.2.3. Prosedur Pengambilan Data di Lapangan

Metode yang digunakan untuk pengambilan data volume lalu-lintas

persimpangan dilakukan dengan cara manual atau pencacahan langsung di lapangan.

III.2.3.1 Kondisi Sinyal dan Data Geometrik Simpang

Keadaan simpang yang perlu diamati selanjutnya adalah kondisi sinyal lampu

lalu-lintas yan meliputi satu siklus yakni periode merah, kuning dan hijau untuk

setiap fase, demikian juga dengan jenis operasional sinyal lampu lalu-lintas dan

jumlah fase.

Pelaksanaan pengukuran waktu sinyal yang terdiri dari waktu merah, hijau

(53)

Pelaksanaan pengukuran kondisi geometrik persimpangan berupa lebar

efektif jalan dan median dengan menggunakan meteran dan dilakukan pada saat dini

har untuk menghindari terganggunya arus lalu-lintas.

III.2.3.2 Arus Lalu-Lintas Jenuh

Pengamatan arus jenuh pada persimpangan adalah pada saat arus mengalir

melewati garis berhenti pada saat lampu hijau sampai akhir hijau. Selama masa

tersebut jumlah arus lalu-lintas dihitung berdasarkan setiap jenis kendaraan dan

dilaksanakan pada setiap kaki persimpangan dalam waktu yang bersamaan pada saat

jam sibuk ( peak hour ).

III.3 Surveyor dan Perlengkapan

Untuk pelaksanaan pengambilan data pada persimpangan, dibentuk tim yang

ditugaskan pada persimpangan Jalan Brigjend. Katamso – Jalan A.H Nasution yang

terdiri dari 8 orang. Setiap surveyor bertugas mencatat volume kendaraan yang

melewati setiap lengan persimpangan sesuai dengan klasifikasi kendaraan pada

formulir yang telah tesedia.

Peralatan yang digunakan selama pelaksanaan pengambilan data volume

lalu-lintas dan geometrik persimpangan adalah formulir data, alat tulis, meteran gulung,

(54)

BAB IV

ANALISA DATA

4.1. Umum

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan merupakan data yang

digunakan dalam analisa pengaturan fase pada persimpangan bersinyal yang hasil

perhitungannya berupa kriteria tingkat pelayanan yang dimiliki oleh persimpangan.

Hasil dari data yang ada akan ditentukan arus lalu-lintas maksimum, arus

jenuh, kapasitas dan derajat kejenuhan. Nilai derajat kejenuhan ini merupakan nilai

yang menyatakan waktu siklus yang optimum pada persimpangan yang diteliti.

Sebagaimana tujuan tugas akhir ini untuk menentukan fase yang optimum pada

persimpangan, namun data-data yang ada juga dapat dipakai untuk perhitungan

tundaan yang terjadi serta panjang antrian pada masing-masing lengan simpang.

Pengelolaan data yang diperoleh dilakukan berdasarkan metode Manual Kapasitas

Jalan Indonesia ( 1997 ).

4.2. Parameter-Parameter Persimpangan

Parameter-parameter persimpangan yang dihitung secara manual adalah total

arus lalu-lintas ( QV ), ekivalen mobil penumpang (smp/jam), arus jenuh, kapasitas

(c) dan derajat kejenuhan.

Kesemua parameter yang ada ini diolah dengan rumus-rumus yang ada sesuai

dengan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia untuk mendapatkan angka derajat

(55)

4.3. Perhitungan Data Lapangan

Dari bab sebelumnya telah diketahui arus maksimum sebanyak 3 kali

pengamatan selama seminggu untuk masing-masing simpang. Arus tersebut masih

dalam satuan kendaraan per jam. Agar dapat dihitung dengan menggunakan rumus

Manual Kapasitas Jalan Indonesia maka terlebih dahulu arus maksimum

dikonversikan kedalam smp/jam.

4.3.1 Persimpangan Jl.A.H Nasution ( Timur )

Arus lalu-lintas dalam kondisi arus berangkat terlindung.

Belok Kiri (LT) → LV = 112 kend/jam ( x 1,0 = 112 smp/jam )

HV = 22 kend/jam ( x 1,3 = 28,6 smp/jam )

MC = 278 kend/jam ( x 0,2 = 55,6 smp/jam )

Total = 412 kend/jam ( 196 smp/jam )

Lurus (ST) → LV = 816 kend/jam ( x 1,0 = 816 smp/jam )

HV = 116 kend/jam ( x 1,3 = 151 smp/jam )

MC = 1094 kend/jam ( x 0,2 = 219 smp/jam )

Total = 2026 kend/jam ( 1186 smp/jam )

Belok Kanan (RT) → LV = 143 kend/jam ( x 1,0 = 143 smp/jam )

HV = 13 kend/jam ( x 1,3 = 17 smp/jam )

MC = 239 kend/jam ( x 0,2 = 48 smp/jam )

Total = 395 kend/jam ( 208 smp/jam )

Sehingga jumlah kendaraan seluruhnya adalah 2883 kend/jam (1590 smp/jam)

Maka didapat PLT = 196 / 1590 = 0,12

(56)

Kendaraan tak bermotor ( UM )

Belok kiri = 1 kend/jam

Lurus = 1 kend/jam

Belok kanan = -

Total UM = 2 kend/jam

Rasio UM = UM / MV = 2 / 2833 = 0,0006

We (lebar efektif), berdasarkan survei geometrik jalan raya We = 9 meter

Dimana So = 600 x We

= 600 x 9 = 5400 smp/jam

Maka :

S = So x FCS x FSF x FG x FLT x FRT

S = 5400 x 1,00 x 0,95 x 1,00 x 1,00 x 1,00

S = 5130 smp/jam hijau

Rasio arus :

Q = 1394 smp/jam

S = 5130 smp/jam hijau

FR = Q / S= 1394 / 5130 = 0,27

Kapasitas (C) = S x g/c

Dimana : g = waktu hijau = 45 detik

(57)

Rasio hijau (GR) = g / c

= 45 / 205 = 0,22

Jadi C = 5130 x 0,2

= 1115

Derajat kejenuhan ( DS ) = Q / C

= 1394 / 1115

= 1,25

Jumlah kendaraan antri :

NQ1 = 0.25 x C x {( DS-1 ) + [( DS-1 )2 + 8 x ( DS - 0,5 ) / C]1/2 }

= 0,25 x 1115 x {(1,25-1) + [(1,25-1)2 + 8 x (1,25 - 0,5) / 1115]1/2}

= 142,33 smp

NQ2 = c x [( 1 – GR ) / ( 1 – GR x DS )] x (Q / 3600)

= 205 x [( 1 - 0,22 ) / ( 1 – 0,22 x 1,25)] x (1394/3600)

= 86,14 smp

NQ = NQ1 + NQ2

= 142,33 + 86,14

= 228,47 smp

Rasio kendaraan ( NS) = 0,9 x NQ x 3600 / (Q x c )

= 0,9 x 228,47 x 3600 / (1394 x 205)

(58)

Tundaan :

Tundaan lalu-lintas rata-rata

DT = c x A + ( NQ1 x 3600 )/ C

Dimana A = [ 0,5 x ( 1 – GR)2 ] / ( 1 – GR x DS )

= [ 0,5 x ( 1 – 0,22)2] / ( 1 – 0,22 x 1,25 )

= 0,419

Maka DT = 205 x 0,419 + ( 142,33 x 3600 ) / 1115

= 546,49 det/smp

Tundaan geometrik rata-rata ( DG )

DG = ( 1 – PSV ) x PT x 6 + ( PSV x 4 )

Dimana,

PSV = minimum dari nilai NS pada masing-masing pendekat = 2,565

PT = rasio kendaraan berbelok = (PLT + PRT) = ( 0,12 + 0,13 ) = 0,25

DG = ( 1 – PSV ) x PT x 6 + ( PSV x 4 )

= ( 1 – 2,565 ) x 0,25 x 6 + ( 2,565 x 4 )

= 7,87 det/smp

Tundaan rata-rata ( D) = DT + DG

= 546,49 + 7,87

= 554,37det/smp

(59)

= 554,37 x 1394

= 772.790 det/smp

4.3.2. Persimpangan Jl. A.H Nasution ( Barat )

Arus lalu-lintas dalam kondisi arus berangkat terlindung.

Belok Kiri (LT) → LV = 540 kend/jam ( x 1,0 = 540 smp/jam )

HV = 21 kend/jam ( x 1,3 = 27 smp/jam )

MC = 1029 kend/jam ( x 0,2 = 206 smp/jam )

Total = 1590 kend/jam ( 773 smp/jam )

Lurus (ST) → LV = 612 kend/jam ( x 1,0 = 612 smp/jam )

HV = 163 kend/jam ( x 1,3 = 212 smp/jam )

MC = 1217 kend/jam ( x 0,2 = 243 smp/jam )

Total = 1992 kend/jam ( 1067 smp/jam )

Belok Kanan (RT) → LV = 186 kend/jam ( x 1,0 = 186 smp/jam )

HV = 19 kend/jam ( x 1,3 = 25 smp/jam )

MC = 498 kend/jam ( x 0,2 = 100 smp/jam )

Total = 703 kend/jam ( 310 smp/jam )

Sehingga jumlah kendaraan seluruhnya adalah 4285 kend/jam ( 2151 smp/jam ).

Maka didapat PLT = 773 / 2151 = 0,36

PRT = 310 / 2151 = 0,14

Kendaraan tak bermotor ( UM )

Belok kiri = 2 kend/jam

Lurus = -

(60)

Total UM = 2 kend/jam

Rasio UM = UM / MV = 2 / 4385 = 0,0004

We (lebar efektif), berdasarkan survei geometrik jalan raya We = 8 meter

Dimana So = 600 x We

= 600 x 8 = 4800 smp/jam

Maka :

S = So x FCS x FSF x FG x FLT x FRT

S = 4800 x 1,00 x 0,95 x 0,96 x 1,00 x 1,00

S = 4378 smp/jam hijau

Rasio arus :

Q = 1377 smp/jam

S = 4378 smp/jam hijau

FR = Q / S= 1377 / 4378 = 0,31

Kapasitas (C) = S x g/c

Dimana :

g = waktu hijau = 60 detik

c = waktu siklus = 205 detik

Rasio hijau (GR) = g / c

= 60 / 205 = 0,29

Jadi, C = 4378 x 0,29

(61)

Derajat kejenuhan ( DS ) = Q / C

Tundaan geometrik rata-rata ( DG )

DG = ( 1 – PSV ) x PT x 6 + ( PSV x 4 )

(62)

PSV = minimum dari nilai NS pada masing-masing pendekat = 1,617

PT = rasio kendaraan berbelok = (PLT + PRT) = ( 0,36 + 0,14 ) = 0,5

DG = ( 1 – PSV ) x PT x 6 + ( PSV x 4 )

= ( 1 – 1,617 ) x 0,5 x 6 + ( 1,617 x 4 )

= 4,6 det/smp

Tundaan rata-rata ( D) = DT + DG

= 247,03+ 4,6

= 251,63 det/smp

Tundaan total = D x Q

= 251,63 x 1377

= 346.500 det/smp

4.3.3. Persimpangan Jl. Brigjend. Katamso ( Utara )

Arus lalu-lintas dalam kondisi arus berangkat terlindung.

Belok Kiri (LT) → LV = 617 kend/jam ( x 1,0 = 617 smp/jam )

HV = 11 kend/jam ( x 1,3 = 14,3 smp/jam )

MC = 784 kend/jam ( x 0,2 = 156,8 smp/jam )

Total = 1412 kend/jam ( 788 smp/jam )

Lurus (ST) → LV = 254 kend/jam ( x 1,0 = 254 smp/jam )

HV = 8 kend/jam ( x 1,3 = 10,4 smp/jam )

MC = 868 kend/jam ( x 0,2 = 173,6 smp/jam )

Total = 1130 kend/jam ( 438 smp/jam )

Belok Kanan (RT) → LV = 60 kend/jam ( x 1,0 = 60 smp/jam )

(63)

MC = 118 kend/jam ( x 0,2 = 23,6 smp/jam )

Total = 200 kend/jam ( 112 smp/jam )

Sehingga jumlah kendaraan seluruhnya adalah 2742 kend/jam ( 1338 smp/jam ).

Maka didapat PLT = 788 / 1338 = 0,59

PRT = 112 / 1338 = 0,08

Kendaraan tak bermotor ( UM )

Belok kiri = 3 kend/jam

Lurus = 1 kend/jam

Belok kanan = -

Total UM = 4 kend/jam

Rasio UM = UM / MV = 4 / 2742 = 0,001

We (lebar efektif), berdasarkan geometrik jalan raya We = 5,5 meter

Dimana So = 600 x We

= 600 x 5,5

= 3300 smp/jam

Maka :

S = So x FCS x FSF x FG x FLT x FRT

S = 3300 x 1,00 x 0,95 x 1,00 x 1,00 x 1,00

S = 3135 smp/jam hijau

Rasio arus :

Q = 550 smp/jam

(64)

FR = Q / S= 550 / 3135 = 0,18

Kapasitas C = S x g/c

Dimana :

g = waktu hijau = 30 detik

c = waktu siklus = 205 detik

Rasio hijau (GR) = g / c

= 30 / 205

= 0,14

Jadi C = 3135 x 0,14

= 454

Derajat kejenuhan ( DS ) = Q / C

= 550 / 454

= 1,21

Jumlah kendaraan antri :

NQ1 = 0.25 x C x {( DS-1 ) + [( DS-1 )2 + 8 x ( DS – 0,5 ) / C]1/2 }

= 0,25 x 454 x {(1,21-1) + [(1,21-1)2 + 8 x (1,21-0,5) / 454]1/2}

= 50,99 smp

NQ2 = c x [( 1 – GR ) / ( 1 – GR x DS )] x (Q / 3600)

= 205 x [( 1 – 0,14 ) / ( 1 – 0,14 x 1,21)] x (550/3600)

= 32,80 smp

(65)

= 50,99 + 32,80

= 83,79 smp

Rasio kendaraan ( NS) = 0,9 x NQ x 3600 / (Q x c )

= 0,9 x 83,79 x 3600 / (550 x 205)

= 2,384 stop/smp

Tundaan :

Tundaan lalu-lintas rata-rata

DT = c x A + ( NQ1 x 3600 )/ C

Dimana A = [ 0,5 x ( 1 – GR)2 ] / ( 1 – GR x DS )

= [ 0,5 x ( 1 – 0,14)2] / ( 1 – 0,14 x 1,21 )

= 0,44

Maka, DT = 205 x 0,44 + ( 50,99 x 3600 ) / 454

= 495,8 det/smp

Tundaan geometric rata-rata ( DG )

DG = ( 1 – PSV ) x PT x 6 + ( PSV x 4 )

Dimana,

PSV = minimum dari nilai NS pada masing-masing pendekat = 2,384

PT = rasio kendaraan berbelok = (PLT + PRT) = ( 0,59 + 0,08 ) = 0,67

DG = ( 1 – PSV ) x PT x 6 + ( PSV x 4 )

= ( 1 – 2,384 ) x 0,67 x 6 + ( 2,384 x 4 )

(66)

Tundaan rata-rata ( D) = DT + DG

= 495,8 + 3,95

= 499,75 det/smp

Tundaan total = D x Q

= 499,75 x 550

= 274.864 smp.det

4.3.4. Persimpangan Jl. Brigjend. Katamso ( Selatan )

Arus lalu-lintas dalam kondisi arus berangkat terlindung.

Belok Kiri (LT) → LV = 122 kend/jam ( x 1,0 = 122 smp/jam )

HV = 7 kend/jam ( x 1,3 = 9 smp/jam )

MC = 208 kend/jam ( x 0,2 = 42 smp/jam )

Total = 337 kend/jam ( 173 smp/jam )

Lurus (ST) → LV = 264 kend/jam ( x 1,0 = 264 smp/jam )

HV = 6 kend/jam ( x 1,3 = 8 smp/jam )

MC = 683 kend/jam ( x 0,2 = 137 smp/jam )

Total = 953 kend/jam ( 409 smp/jam )

Belok Kanan (RT) → LV = 220 kend/jam ( x 1,0 = 220 smp/jam )

HV = 10 kend/jam ( x 1,3 = 13 smp/jam )

MC = 539 kend/jam ( x 0,2 = 108 smp/jam )

Total = 769 kend/jam ( 341 smp/jam )

Sehingga jumlah kendaraan seluruhnya adalah 2059 kend/jam ( 923 smp/jam ).

Maka didapat PLT = 173 / 923 = 0,19

(67)

Kendaraan tak bermotor ( UM )

Belok kiri = 1 kend/jam

Lurus = 6 kend/jam

Belok kanan = -

Total UM = 7 kend/jam

Rasio UM = UM / MV = 7 / 2059 = 0,003

We (lebar efektif), berdasarkan survei geometrik jalan raya We = 5,5 meter

Dimana So = 600 x We

= 600 x 5,5

= 3300 smp/jam

Maka :

S = So x FCS x FSF x FG x FLT x FRT

S = 3300 x 1,00 x 0,95 x 1,00 x 1,00 x 1,00

S = 3135 smp/jam hijau

Rasio arus :

Q = 750 smp/jam

S = 3135 smp/jam hijau

FR = Q / S= 750 / 3135 = 0,24

Kapasitas (C) = S x g/c

Dimana :

g = waktu hijau = 50 detik

(68)

Rasio hijau (GR) = g / c

= 50 / 205

= 0,24

Jadi C = 3135 x 0,24 = 757

Derajat kejenuhan ( DS ) = Q / C

= 750 / 757

= 0,99

Jumlah kendaraan antri :

NQ1 = 0.25 x C x {( DS-1 ) + [( DS-1 )2 + 8 x ( DS - 0,5 ) / C]1/2 }

= 0,25 x 757 x {(0,99-1) + [(0,99-1)2 + 8 x (0,99-0,5) / 757]1/2}

= 11,94 smp

NQ2 = c x [( 1 – GR ) / ( 1 – GR x DS )] x (Q / 3600)

= 205 x [( 1 - 0,24 ) / ( 1 – 0,24 x 0,99)] x (750/3600)

= 42,99 smp

NQ = NQ1 + NQ2

= 11,94 + 42,99

= 54,93 smp

Rasio kendaraan ( NS) = 0,9 x NQ x 3600 / (Q x c )

= 0,9 x 54,93 x 3600 / (750 x 205)

= 1,146 stop/smp

Tundaan :

(69)

DT = c x A + ( NQ1 x 3600 )/ C

Tundaan geometrik rata-rata ( DG )

PSV = minimum dari nilai NS pada masing-masing pendekat = 1,146

PT = rasio kendaraan berbelok = (PLT + PRT) = ( 0,19 + 0,37 ) = 0,56

Tabel 4.1 Hasil pengolahan data primer

(70)

Kendaraan

Sumber : Hasil perhitungan dari survey (2012)

IV.4. Usulan Penanganan

Untuk mengoptimalkan fungsi dan kinerja simpang di daerah studi kasus

perlu dilakukan beberapa langkah-langkah penanganan. Pada tahap ini beberapa

skenario perbaikan disimulasikan untuk mencari alternatif penanganan yang terbaik

dan realistis. Alternatif yang digunakan adalah merubah sinyalisasi dari

persimpangan tersebut.

Dalam hal ini dicoba dengan menerapkan pengaturan 2 fase dan 3 fase sebagai

bahan pembanding dari kondisi yang sudah ada di lapangan yang menerapkan 4 fase.

IV.4.1. Sistim2 fase

Fase pertama dimana pendekat dari arah utara dan selatan (Jl.Brigjen Katamso)

berangkat bersama-sama, sedangkan fase kedua dimana pendekat dari arah

timur dan barat (Jl.Jend AH Nasution).

a. Jl. Brigjen Katamso ( Utara )

Arus lalu-lintas dalam kondisi arus berangkat terlawan.

Belok Kiri (LT) → LV = 617 kend/jam ( x 1,0 = 617 smp/jam )

(71)

MC = 784 kend/jam ( x 0,4 = 314 smp/jam )

Total = 1412 kend/jam ( 945 smp/jam )

Lurus (ST) → LV = 254 kend/jam ( x 1,0 = 254 smp/jam )

HV = 8 kend/jam ( x 1,3 = 10,4 smp/jam )

MC = 868 kend/jam ( x 0,4 = 347 smp/jam )

Total = 1130 kend/jam ( 612 smp/jam )

Belok Kanan (RT) → LV = 60 kend/jam ( x 1,0 = 60 smp/jam )

HV = 22 kend/jam ( x 1,3 = 28,6 smp/jam )

MC = 118 kend/jam ( x 0,4 = 47,2 smp/jam )

Total = 200 kend/jam ( 136 smp/jam )

Sehingga jumlah kendaraan seluruhnya adalah 2742 kend/jam ( 1692 smp/jam ).

Maka didapat PLT = 945 / 1692 = 0,59

PRT = 112 / 1338 = 0,08

Kendaraan tak bermotor ( UM )

Belok kiri = 3 kend/jam

Lurus = 1 kend/jam

Belok kanan = -

Total UM = 4 kend/jam

Rasio UM = UM / MV = 4 / 2742 = 0,001

(72)

= 600 x 5,5

= 3300 smp/jam

S = So x F1 x F2 x F3 x F4 x F5

S = 3300 x 1,00 x 0,95 x 1,00 x 1,00 x 1,00

S = 3135 smp/jam hijau

Rasio arus :

Q = 748 smp/jam

S = 3135 smp/jam hijau

FR = Q / S= 748 / 3135 = 0,24

Kapasitas (C) = S x g/c

Dimana :

g = waktu hijau = 40 detik

c = waktu siklus = 100 detik

Rasio hijau (GR) = g / c

= 40 / 100

= 0,40

Jadi C = 3135 x 0,40

= 1254

Derajat kejenuhan ( DS ) = Q / C

= 748 / 1254

= 0,60

Jumlah kendaraan antri :

(73)

= 0,25 x 1254x {(0,60-1) + [(0,60-1)2 + 8 x (0,60-0,5) / 1254]1/2}

= 0,24 smp

NQ2 = c x [( 1 – GR ) / ( 1 – GR x DS )] x (Q / 3600)

= 100 x [( 1 - 0,40 ) / ( 1 – 0,40 x 0,60)] x (748/3600)

= 16,37 smp

NQ = NQ1 + NQ2

= 0,24+ 16,37

= 16,61 smp

Rasio kendaraan stop / smp ( NS) = 0,9 x NQ x 3600 / (Q x c )

= 0,9 x 16,61 x 3600 / (748 x 100)

= 0,720

Tundaan :

Tundaan lalu-lintas rata-rata

DT = c x A + ( NQ1 x 3600 )/ C

Dimana A = [ 0,5 x ( 1 – GR)2 ] / ( 1 – GR x DS )

= [ 0,5 x ( 1 – 0,40)2] / ( 1 – 0,40 x 0,60 )

= 0,21

Maka, DT = 100 x 0,21 + ( 0,24 x 3600 ) / 1254

= 24,33 det/smp

Tundaan geometrik rata-rata ( DG )

(74)

Dimana :

PSV = minimum dari nilai NS pada masing-masing pendekat = 0,679

PT = rasio kendaraan berbelok = (PLT + PRT) = ( 0,59 + 0,08 ) = 0,67

DG = ( 1 – PSV ) x PT x 6 + ( PSV x 4 )

= ( 1 – 0,679 ) x 0,67 x 6 + ( 0,679 x 4 )

= 3,95 det/smp

Tundaan rata-rata ( D) = DT + DG

= 24,33 + 3,95

= 28,28 det/smp

Tundaan total = D x Q

= 28,28 x 748

= 21,153 smp.det

b. Jl. Jend. AH Nasution (Timur)

Arus lalu-lintas dalam kondisi arus berangkat terlawan.

Belok Kiri (LT) → LV = 112 kend/jam ( x 1,0 = 112 smp/jam )

HV = 22 kend/jam ( x 1,3 = 28,6 smp/jam )

MC = 278 kend/jam ( x 0,4 = 111,2 smp/jam )

(75)

Lurus (ST) → LV = 816 kend/jam ( x 1,0 = 816 smp/jam )

HV = 116 kend/jam ( x 1,3 = 151 smp/jam )

MC = 1094 kend/jam ( x 0,4 = 438 smp/jam )

Total = 2026 kend/jam ( 1404 smp/jam )

Belok Kanan (RT) → LV = 143 kend/jam ( x 1,0 = 143 smp/jam )

HV = 13 kend/jam ( x 1,3 = 17 smp/jam )

MC = 239 kend/jam ( x 0,4 = 96 smp/jam )

Total = 395 kend/jam ( 256 smp/jam )

Sehingga jumlah kendaraan seluruhnya adalah 2833 kend/jam ( 1912

smp/jam).

Maka didapat PLT = 252 / 1912 = 0,12

PRT = 256 / 1912 = 0,13

Kendaraan tak bermotor ( UM )

Belok kiri = 1 kend/jam

Lurus = 1 kend/jam

Belok kanan = -

Total UM = 2 kend/jam

Rasio UM = UM / MV = 2 / 2833 = 0,0006

Dimana So = 600 x We

= 600 x 9 = 5400 smp/jam

S = So x F1 x F2 x F3 x F4 x F5

(76)

S = 5130 smp/jam hijau

Rasio arus :

Q = 1660 smp/jam

S = 5130 smp/jam hijau

FR = Q / S= 1660 / 5130 = 0,32

Kapasitas (C) = S x g/c

Dimana :

g = waktu hijau = 50 detik

c = waktu siklus = 100 detik

Rasio hijau (GR) = g / c

= 50 / 100 = 0,50

Jadi C = 5130 x 0,50

= 2565

Derajat kejenuhan ( DS ) = Q / C

= 1660 / 2565

= 0,65

Jumlah kendaraan antri :

NQ1 = 0.25 x C x {( DS-1 ) + [( DS-1 )2 + 8 x ( DS - 0,5 ) / C]1/2 }

= 0,25 x 2565 x {(0,65-1) + [(0,65-1)2 + 8 x (0,65 - 0,5) / 2565]1/2}

= 0,42 smp

NQ2 = c x [( 1 – GR ) / ( 1 – GR x DS )] x (Q / 3600)

= 100 x [( 1 - 0,50 ) / ( 1 – 0,50 x 0,65)] x (1660/3600)

(77)

NQ = NQ1 + NQ2

= 0,42 + 34,09

= 34,50 smp

Rasio kendaraan stop / smp ( NS) = 0,9 x NQ x 3600 / (Q x c )

= 0,9 x 34,50 x 3600 / (1660 x 100)

= 0,673

Tundaan :

Tundaan lalu-lintas rata-rata

DT = c x A + ( NQ1 x 3600 )/ C

Dimana A = [ 0,5 x ( 1 – GR)2 ] / ( 1 – GR x DS )

= [ 0,5 x ( 1 – 0,50)2] / ( 1 – 0,50 x 0,65 )

= 0,15

Maka DT = 100 x 0,15 + ( 0,42 x 3600 ) / 2565

= 19,06 det/smp

Tundaan geometrik rata-rata ( DG )

DG = ( 1 – PSV ) x PT x 6 + ( PSV x 4 )

Dimana,

PSV = minimum dari nilai NS pada masing-masing pendekat = 0,621

PT = rasio kendaraan berbelok = (PLT + PRT) = ( 0,12 + 0,13 ) = 0,25

DG = ( 1 – PSV ) x PT x 6 + ( PSV x 4 )

(78)

= 3,21 det/smp

Tundaan rata-rata ( D) = DT + DG

= 19,06 + 3,21

= 22,27 det/smp

Tundaan total = D x Q

= 22,27 x 1660

= 36,982 smp.det

c. Jl. Brigjen Katamso ( Selatan )

Arus lalu-lintas dalam kondisi arus berangkat terlawan.

Belok Kiri (LT) → LV = 122 kend/jam ( x 1,0 = 122 smp/jam )

HV = 7 kend/jam ( x 1,3 = 9 smp/jam )

MC = 208 kend/jam ( x 0,4 = 83 smp/jam )

Total = 337 kend/jam ( 214 smp/jam )

Lurus (ST) → LV = 264 kend/jam ( x 1,0 = 264 smp/jam )

HV = 6 kend/jam ( x 1,3 = 8 smp/jam )

MC = 683 kend/jam ( x 0,4 = 273 smp/jam )

Total = 953 kend/jam ( 545 smp/jam )

Belok Kanan (RT) → LV = 220 kend/jam ( x 1,0 = 220 smp/jam )

HV = 10 kend/jam ( x 1,3 = 13 smp/jam )

Gambar

Gambar 2.1 : Tipe dasar gerakan memisah
Gambar 2.2 : Tipe dasar gerakan bergabung
Gambar 2.4 : Tipe dasar gerakan menyilang
Gambar 2.6 Persimpangan dengan 2 fase
+7

Referensi

Dokumen terkait