• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mineral dan Logam Berat Ikan Buntal Pisang (Lagochepalus lunaris) dari Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mineral dan Logam Berat Ikan Buntal Pisang (Lagochepalus lunaris) dari Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

MINERAL DAN LOGAM BERAT IKAN BUNTAL PISANG

(Lagochepalus lunaris) DARI PERAIRAN GEBANG,

KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT

SITI MARHAMAH ASREN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Mineral dan Logam Berat Ikan Buntal Pisang (Lagochepalus lunaris) dari Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Siti Marhamah Asren

(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

SITI MARHAMAH ASREN. Mineral dan Logam Berat Ikan Buntal Pisang (Lagochepalus lunaris) dari Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Dibimbing oleh NURJANAH dan AGOES M. JACOEB.

Ikan buntal pisang ini secara empiris sangat digemari oleh nelayan-nelayan di daerah Gebang, Kabupaten Cirebon. Tujuan penelitian ini adalah menentukan komposisi kimia, residu logam berat dan mineral daging, jeroan dan kulit ikan buntal pisang. Daging memiliki kandungan protein dan kadar air yang lebih besar daripada kulit dan jeroannya. Kandungan lemak dan karbohidrat tertinggi dimiliki jeroaan, yaitu sebesar 36,83% (bk) dan 20,27% (bk). Jeroan memiliki kadar abu 11,66% (bk) dan nilai tersebut lebih besar daripada kadar abu daging dan kulit. Kandungan mineral makro tertinggi pada daging dan kulit adalah K (1.469,34 ppm dan 495,32 ppm), sedangkan pada jeroan adalah Mg (13.607,48 ppm). Secara umum, jeroan memiliki kandungan mineral makro lebih tinggi daripada daging dan kulit. Mineral mikro yang dominan pada daging dan kulit adalah Zn (73,63 ppm dan 41,80 ppm), sedangkan pada jeroan adalah Fe (167,03 ppm). Daging dan jeroan mengandung Pb yang melebihi batas yang diperbolehkan, demikian juga Cd pada jeroannya.

Kata kunci: ikan buntal pisang, logam berat, mineral, proksimat

ABSTRACT

SITI MARHAMAH ASREN. Minerals and Heavy Metals of Banana Puffer Fish (Lagochepalus lunaris) from sea of region Gebang, Cirebon, West Java. Supervised by NURJANAH and AGOES M. JACOEB.

Banana puffer fish emperically is liked by the fisherman in the Gebang area. The purpose of this study was to determine the chemical composition and to identifiy heavy metals and minerals of its meat, viscera and skin. The meat had greater contain of protein and moisture than that of the skin and viscera. The fat and carbohydrate content were hightest in viscera, amounting to 36.83% (db) and 20.27% (db). The viscera had ash content of 11.66% (db) and the value was greater than that of meat and skin. The highest macro mineral content in the meat and the skin was K (1,469.34 ppm and 495.32 ppm), while the viscera was Mg (13,607.48 ppm). In general, the viscera macro mineral content was higher than meat and skin. Micro mineral dominant in the meat and the skin was Zn (73.63 ppm and 41.80 ppm), while the viscera was Fe (167.03 ppm). The meat and viscera contained Pb which exceeds the allowable limit, as well Cd in the viscera.

(7)
(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)
(10)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

MINERAL DAN LOGAM BERAT IKAN BUNTAL PISANG

(Lagochepalus lunaris) DARI PERAIRAN GEBANG,

KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(11)
(12)

Judul Skripsi : Mineral dan Logam Berat Ikan Buntal Pisang (Lagochepalus lunaris) dari Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat Nama : Siti Marhamah Asren

NIM : C34098002

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Nurjanah, MS Pembimbing I

Dr Ir Agoes M. Jacoeb, Dipl-Biol Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi Ketua Departemen

(13)
(14)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, karunia dan nikmat-Nya, sehingga penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Mineral dan Logam Berat Ikan Buntal Pisang (Lagochepalus lunaris) dari Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini, yaitu:

1. Dosen pembimbing Prof Dr Ir Nurjanah, MS dan Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl–Biol selaku dosen pembimbing yang telah memberi bimbingan dan arahan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Dr Mala Nurilmala, SPi, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini. Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan atas bantuannya selama ini.

6. Mama, abah, dan keluarga kandung saya serta saudara-mara yang sudah memberikan doa, semangat dan dukungan kepada penulis.

7. Keluarga besar THP 47(Isna, Hardiyana, Ridhatulfahmi, Ukhti, Dewi Ulfa, Reza F, Rizki, Nurhidayah dkk.), keluarga besar PKPMI Bogor (Zura, Sutriani, Mayah, Zati, Asrang, Marul dkk.) atas segala bantuan, doa, semangat, dan dukungan yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

(15)
(16)
(17)

DAFTAR ISI

Komposisi Mineral dan Logam Berat... 11

(18)

2

DAFTAR TABEL

1 Data rata-rata bobot dan morfometrik ikan buntal pisang………... 2 Komposisi kimia ikan buntal pisang (L. lunaris) .………...

7 9

3 Komposisi kimia ikan buntal Takifugu rubripes... 9

4 Kandungan mineral dan logam berat ikan buntal pisang.…....………. 12

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian...………... 2 Ikan buntal pisang (L. lunaris).………...………...

4 7

DAFTAR LAMPIRAN

(19)

1

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ikan buntal pisang (Lagochepalus lunaris) merupakan jenis ikan perenang lambat yang bersifat karnivora. Ikan ini dapat hidup di laut, muara sungai dan perairan tawar serta menyebar hampir di seluruh perairan Indonesia (Wahyuni et al. 2004). Ikan tersebut merupakan ikan yang terkenal di Jepang dengan nama

dokusabafugu dan merupakan salah satu ikan buntal yang sering dikonsumsi di Jepang selain ikan buntal Takifugu rubripes. Ikan buntal pisang ini secara empiris sangat digemari oleh nelayan-nelayan di daerah Gebang, Kabupaten Cirebon (Nurjanah et al. 2014).

Noguchi dan Arakawa (2008) menyatakan, ikan tersebut mempunyai kandungan racun yang tinggi pada jaringan ototnya yaitu lebih dari 1000 MU/g, sedangkan pada kulit ikan ini mempunyai kandungan racun antara 100-1000 MU/g. Tingkat toksisitas yang rendah terdapat pada hati ikan yaitu kurang dari 10 MU/g dan darah ikan buntal pisang tidak mengandung tetrodotoksin. Satu MU (mouse unit) didefinisikan sebagai jumlah toksin yang dibutuhkan untuk membunuh tikus jantan (berat 20 g) dalam waktu 30 menit setelah pemberian intraperitoneal, dan dosis minimum yang mematikan (MLD) bagi manusia

diperkirakan menjadi sekitar 10000 MU (≈ 2 mg).

Nilai ekonomi ikan buntal pisang di Indonesia belum cukup tinggi karena keterbatasan pengetahuan mengenai cara pengelolaan dan pemanfaatannya karena dianggap sebagai ikan beracun yang mematikan. Sebagian masyarakat telah memanfaatkannya karena memiliki daging yang enak dan bergizi bahkan di negara Jepang ikan buntal pisang ini merupakan komoditi dengan harga yang sangat tinggi (Noviyanti 2004). Nelayan pada umumnya di daerah Gebang, Kabupaten Cirebon mengkonsumsi ikan buntal pisang dengan cara digoreng.

Mineral merupakan kebutuhan tubuh manusia yang mempunyai peran penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, misalnya untuk pengaturan kerja enzim-enzim, pemeliharaan keseimbangan asam-basa, membantu pembentukan ikatan yang memerlukan mineral misalnya pembentukan hemoglobin (Almatsier 2004). Unsur-unsur mineral esensial dalam tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro diperlukan untuk membentuk komponen organ dalam tubuh, sedangkan mineral mikro yaitu mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil (Arifin 2008).

(20)

2

Perumusan Masalah

Penelitian mengenai komposisi kimia, mineral, dan logam berat yang terkandung pada ikan buntal pisang belum diketahui.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Menentukan komposisi kimia daging, jeroan dan kulit ikan buntal pisang. 2. Menentukan kadar mineral makro (Ca, Mg, Na, K) dan mikro (Fe, Zn, Cu)

pada daging, jeroan, dan kulit ikan buntal pisang.

3. Menentukan residu logam berat (Hg, Pb, Cd, As) pada daging, jeroan, dan kulit ikan buntal pisang.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah pengambilan sampel, pengukuran morfometrik, preparasi sampel, perhitungan rendemen, analisis proksimat (kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat), analisis mineral dan logam berat, pengolahan data, serta penulisan laporan.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2014. Sampel diambil dari Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Proses preparasi dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor. Analisis logam berat dan mineral dilakukan di Laboratorium Pengujian Nutrisi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan.

Bahan Penelitian

(21)

3

Peralatan Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu pisau, talenan, plastik,

trash bag, tisu, wadah, blender, box styrofoam, timbangan analitik, bulb, pipet tetes, pipet volumetrik, pipet mohr, cawan porselen, oven, desikator, tabung reaksi, erlenmeyer, labu takar, labu kjeldahl, labu sokhlet, kapas, kertas saring, corong kaca, kompor listrik, destilator, buret dan tanur. Analisis mineral dan logam berat menggunakan alat atomic absorption spectrophotometer (AAS) Shimadzu tipe AA-7000.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap meliputi pengambilan sampel ikan buntal pisang dari perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, preparasi, pengukuran morfometrik (berat total, panjang total, panjang baku, lebar, tinggi), rendemen tubuh (daging, jeroan, kulit). Kemudian dilakukan pengujian proksimat, logam berat dan mineralnya. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Pengambilan Sampel

Sampel ikan buntal pisang dikirim melalui nelayan dari perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, di dalam box styrofoam berisi es dan ditrasportasikan ke Bogor (IPB) sekitar 5 jam. Sampel tiba di laboratorium dalam keadaan segar dan langsung diukur morfometrik dan dipreparasi. Pengambilan sampel Ikan buntal pisang ini dari tangkapan hasil samping dengan menggunakan payang oleh nelayan pada pukul 03.00 sampai pukul 14.00 WIB. Ukuran dari ikan buntal pisang diambil sebanyak 9 ekor sampel dan dilakukan 3 kali ulangan, dengan panjang 13 sampai 15,5 cm yang berukuran juvenil.

Preparasi Sampel

Preparasi sampel ikan buntal pisang dilakukan dengan menggunting bagian anus sampai batas ekor kemudian dilakukan penarikan kulit secara hati-hati agar jeroannya tidak rusak. Setelah itu, isi jeroan dikeluarkan dan dilakukan fillet untuk memisahkan daging dan tulang serta kepala.

Pengukuran Rendemen

(22)

4

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Analisis Proksimat (AOAC 2005)

Analisis proksimat yang dilakukan terhadap ikan buntal pisang dalam penelitian ini meliputi kadar air, abu, protein, dan lemak. Karbohidrat dihitung secara by different.

1) Analisis kadar air (AOAC 2005)

Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan atau jumlah air yang terdapat pada suatu bahan. Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah pengeringan cawan porselen dalam oven pada suhu 100-105˚C selama 30 menit hingga diperoleh berat konstan. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit). Sampel daging, jeroan dan kulit seberat 5 g ditimbang. Cawan yang telah diisi sampel dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100-105˚C selama 6 jam. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan dibiarkan hingga dingin kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air sampel ikan buntal pisang adalah sebagai berikut:

Keterangan : A = Berat cawan kosong (g)

B = Berat cawan dengan sampel (g)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g) Analisis kimia:

-uji proksimat -uji logam berat -uji mineral

Penimbangan Pencacahan

Morfometrik Ikan buntal pisang

Preparasi Rendemen

(23)

5

2) Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui jumlah bahan anorganik yang terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis. Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersushu 105˚C selama 30 menit, lalu didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam cawan abu porselen, dan dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap, kemudian cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur pada 600˚C selama 2-3 jam. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih, setelah itu cawan abu porselen didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang. Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut:

Keterangan : A = Berat cawan abu porselen kosong (g)

B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (g)

C = Berat cawan abu porselen dan sampel setelah dikeringkan (g) 3) Analisis kadar protein

Analisis protein dilakukan untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.

(a) Tahap destruksi

Sampel ditimbang seberat 1 g, kemudian dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl. Setengah butir selenium dimasukkan ke dalam tabung dan ditambahkan 10 mL H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410˚C. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi hijau bening.

(b) Tahap destilasi

Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu labu dibilas dengan dengan akuades (50 mL). Air bilasan dimasukkan ke dalam alat destilasi kemudian ditambah ke larutan NaOH 40-60% sebanyak 20 mL. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 125 mL berisi H3BO3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan bromcresol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 mL destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmenyer.

(c) Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N hingga warna larutan dalam erlenmeyer berubah warna menjadi merah muda kembali. Perhitungan kadar protein adalah sebagai berikut:

Keterangan: FP = Faktor pengencer 4) Analisis kadar lemak (AOAC 2005)

(24)

6

(W2) kemudian disambungkan dengan tabung Soxhlet. Selonsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak heksana. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi Soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40˚C dengan menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Proses destilasi membuat pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105˚C. Labu kemudian

Analisis Mineral dan Logam Berat (AOAC 2005)

Mineral yang diuji adalah mineral (K, Na, Ca, Mg, Fe, Zn, dan Cu), sedangkan logam berat yang diuji adalah (Pb, Cd, As dan Hg). Sampel yang akan diuji kadar mineralnya dilakukan pengabuan basah terlebih dahulu. Proses pengabuan basah dilakukan dengan sampel sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam hingga warna menjadi kuning muda. Sampel didinginkan kemudian ditambah 2 mL akuades dan 0,6 mL HCl pekat. Larutan contoh kemudian diencerkan menggunakan akuades menjadi 100 mL dalam labu takar.Sejumlah larutan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan dengan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam.

(25)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Ikan Buntal Pisang (L. lunaris)

Ikan buntal pisang memiliki ciri-ciri tubuh lonjong seperti pisang, mempunyai gurat sisi tak terputus, berwarna kuning kecokelatan pada bagian atas badan, dan putih pada bagian bawahnya. Ikan ini mempunyai duri-duri halus pada bagian dorsal dan ventralnya, mempunyai dua pasang gigi, dan dapat mengembang sebagai alat pertahanan diri (Nurjanah et al. 2014).

Ikan buntal pisang yang digunakan pada penelitian ini memiliki ciri-ciri yang membulat, warna abu kecokelatan dari ujung kepala sampai sirip ekor, pada bagian perut berwarna putih. Ikan tersebut memiliki satu sirip punggung, satu sirip ekor, satu sirip dubur, dan sepasang sirip dada. Ikan buntal pisang dari perairan Gebang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Ikan buntal pisang (L. lunaris)

Ikan buntal pisang yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 9 ekor sampel dan 3 kali ulangan yang memiliki panjang total rata-rata 14,07±1,08 cm, panjang baku rata-rata 11,83±1,04 cm, tinggi rata-rata 4,6±0,12 cm, lebar rata-rata 2,50±0,20 cm dan bobot rata-rata 67,67±1,53 gram. Data rata-rata bobot dan morfometrik ikan buntal pisang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Data rata-rata bobot dan morfometrik ikan buntal pisang

Parameter Ukuran Satuan

Panjang baku 11,83±1,04 cm

Panjang total 14,07±1,08 cm

Tinggi 4,63±0,12 cm

Lebar 2,50±0,20 cm

Bobot 67,67±1,53 gram

(26)

8

merupakan faktor yang dapat dikontrol sedangkan faktor dalam sukar untuk dikontrol misalnya keturunan.

Ikan buntal yang telah diukur morfometriknya kemudian dipreparasi dengan memisahkan daging, jeroan, kulit, tulang dan kepala agar dapat menghitung rendemen. Ikan buntal pisang yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bagian daging, jeroan dan kulit, kemudian ketiga sampel ini dicacah halus untuk memudahkan analisis kimia.

Rendemen

Rendemen bagian tubuh ikan buntal pisang hasil penelitian ini berupa daging, jeroan dan kulit. Perhitungan rendemen dilakukan sebanyak tiga kali untuk masing-masing sampel. Hasil perhitungan rendemen bagian ikan buntal pisang dapat disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Grafik rendemen ikan buntal pisang

Gambar 3 menunjukkan bahwa rendemen tulang dan kepala pada ikan buntal pisang memiliki nilai tertinggi dibandingkan yang lainnya yaitu sebesar 45,52%. Tulang dan kepala ikan buntal bisa dimanfaatkan dan dijadikan sebagai olahan tepung tulang ikan dan gelatin yang bernilai ekonomis tinggi. Menurut Kaya et al.

(2007), pemanfaatan tulang ikan menjadi tepung tulang ikan memiliki berbagai keunggulan yaitu tepung tulang ikan memiliki kandungan mineral terutama kalsium dan fosfor yang tinggi sehingga dapat dijadikan sumber pemenuhan kebutuhan mineral. Tulang ikan dapat dijadikan alternatif pengganti sumber pembuatan gelatin yang umumnya berasal dari kulit babi (Astawan et al. 2002).

Rendemen daging ikan buntal pisang adalah 30,79%. Daging ikan buntal mempunyai rasa yang lezat dan gurih, sehingga mampu memikat para penggemar daging ikan buntal pisang bagi yang mengkonsumsinya. Rendemen kulit ikan ini sebesar 13,68% dan rendemen jeroan ikan buntal pisang yaitu sebesar 10,02%. Kulit ikan buntal pisang ini bisa dijadikan kerupuk kulit serta digunakan sebagai bahan baku pembuatan kolagen. Kulit ikan ini biasanya dimanfatkan menjadi kerupuk kulit ikan oleh masyarakat Desa Gebang, Kabupaten Cirebon (Nurjanah

(27)

9

ikan dapat digunakan untuk mensubstitusikan tepung ikan dalam penyusunan formulasi pakan melalui pembuatan silase (Putra 2001).

Komposisi Kimia

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi secara kasar (crude) yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Kandungan karbohidrat dihitung secara by different. Komposisi kimia yang diuji adalah sampel daging, kulit dan jeroan ikan buntal pisang dapat disajikan pada Tabel 2. Perbandingan komposisi kimia ikan buntal pisang (L. lunaris) dan Takifugu rubripes dapat dilihat pada Tabel 3. Contoh perhitungan komposisi kimia dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 2 Komposisi kimia ikan buntal pisang (L. lunaris)

Komposisi Daging Kulit Jeroan

Kimia Bb(%) Bk (%) Bb (%) Bk (%) Bb (%) Bk (%)

Air 79,39±0,70 - 74,00±0,50 - 74,10±0,33 -

Abu 0,62±0,01 3,01±0,00 1,81±0,56 6,96±0,02 3,02±0,36 11,66±0,01

Lemak 0,15±0,03 0,73±0,00 0,49±0,05 1,88±0,00 9,56±0,31 36,83±0,01

Protein 18,92±0,41 91,8±0,02 23,08±0,41 88,78±0,02 8,07±0,32 31,15±0,01

Karbohidrat* 0,92±0,52 4,46±0,03 0,61±0,85 2,35±0,03 5,25±1,10 20,27±0,04 *by different

Tabel 3 Komposisi kimia ikan buntal Takifugu rubripes (g/100 g)

Sampel Air Protein Lemak Karbohidrat Abu

Wild 78,9 16,5 0,7 2,5 1,4

Cultured 78,7 16,5 0,9 2,7 1,3

Sumber: Saito dan Kunisaki (1998)

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar air memiliki nilai tertinggi, sedangkan protein memiliki nilai kedua tertinggi setelah kadar air untuk sampel daging dan kulit, tetapi untuk jeroan kadar lemak yang kedua tinggi.

Kadar Air

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur, serta citarasa makanan. Air dalam bahan makanan biasanya terbagi dua yaitu air kristal dan air imbibisi. Air kristal merupakan air yang terikat dalam semua bahan, baik pangan maupun non pangan yang berbentuk kristal, yaitu gula, garam, CuSO4, dan lain-lain. Air imbibisi adalah air yang masuk ke dalam bahan pangan dan menyebabkan pengembangan volume, tetapi air ini bukan merupakan komponen penyusun bahan tersebut (Winarno 2008).

(28)

10

74,10±0,33% serta yang terendah terdapat pada kulit 74,00±0,50%. Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan bahan pangan tersebut. Semakin tinggi kadar air suatu bahan maka bahan tersebut akan cepat mengalami kemunduran mutu, serta menjadi sumber kehidupan mikroorganisme. Oleh karena itu, perlu dilakukan penanganan segera untuk mempertahankan mutu produk dengan cara cepat, hati-hati dan tetap menjaga rantai dinginnya. Menurut Ayas dan Ozugul (2011), bahwa perbedaan kadar air dapat disebabkan oleh jenis, umur biota, perbedaan kondisi lingkungan hidup, dan tingkat kesegaran organisme tersebut.

Kadar Abu

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat dalam suatu bahan pangan. Pengabuan adalah tahap persiapan sampel yang harus dilakukan pada analisis mineral. Hasil analisis kadar abu ikan buntal pisang memiliki nilai tertinggi pada sampel jeroan yaitu 3,02±0,36% (bb) dan 11,66±0,01% (bk). Kandungan abu yang tinggi pada jeroan ikan buntal pisang mengindikasikan kandungan mineral yang tinggi pula pada jeroannya. Bila bahan biologis dibakar, maka semua senyawa organik akan rusak dan sebagian besar karbon berubah menjadi gas karbondioksida (CO2), hidrogen menjadi uap air, dan nitogen menjadi uap nitrogen (N2). Setelah itu, sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu, bentuk senyawa anorganik sederhana, dan akan terjadi penggabungan antar individu atau dengan oksigen sehingga terbentuk garam anorganik (Arifin 2008).

Kadar Lemak

Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif jika dibandingkan dengan karbohidrat dan protein, karena 1 gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal. Nilai tersebut lebih besar berbanding dengan energi yang dihasilkan oleh 1 gram protein dan karbohidrat, yaitu 4 kkal. Lemak juga dapat digunakan sebagai sumber asam lemak esensial dan vitamin (A, D, E, K) (Winarno 2008). Berdasarkan hasil analisis kadar lemak didapati sampel jeroan memiliki nilai tertinggi yaitu 9,56±0,31% (bb) dan 36,83±0,01% (bk). Bagian-bagian jeroan ikan, misal hati merupakan tempat penimbunan lemak. Selain itu, dalam jeroan juga terdapat lambung dan usus, yang keduanya berfungsi untuk menyimpan makanan sebelum dicerna. Hal ini menyebabkan terakumulasinya lemak sehingga mempengaruhi tingginya kadar lemak pada jeroan. Sedangkan kadar lemak pada daging segar ikan buntal yaitu 0,15±0,03% (bb) lebih tinggi dibanding dengan ikan buntal

Takifugu rubripes hasil penelitian dari Saito dan Kunisaki (1998), yang sebesar 0,7%. Oleh karena ikan buntal Takifugu rubripes merupakan ikan buntal yang berbeda jenis, maka kandungan lemak yang terdapat pada tubuhnya pun bisa sama dan juga berbeda. Menurut Jacoeb et al. (2008), kadar lemak pada ikan tidak hanya dipengaruhi oleh jenis ikan tetapi dipengaruhi oleh kebiasaan makan (feeding habit), jenis makanan, umur, lingkungan, musim, dan TKG.

Kadar Protein

(29)

11

unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki olek lemak dan karbohidrat (Winarno 2008). Hasil analisis protein dapat dilihat bahwa nilai tertinggi pada sampel daging basis kering (bk) lebih tinggi yaitu 91,8±0,02%, kulit 88,78±0,02% dan jeroan 31,15±0,01% yang makin menurun kadar proteinnya. Penentuan basis kering dimaksudkan untuk mengetahui besar penurunan sesungguhnya yang terjadi pada protein sampel daging, kulit dan jeroan ikan buntal pisang dengan mengabaikan kadar airnya. Sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen setelah air. Separuh atau 50% dari berat kering sel dalam jaringan yaitu hati dan daging terdiri dari protein (Winarno 2008).

Struktur protein pada umumnya labil sehingga dalam larutan mudah berubah bila mengalami perubahan pH, radiasi, cahaya, suhu tinggi, dan sebagainya. Protein yang berubah ini dinamakan protein yang telah terdenaturasi, yang mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan protein semula (Nurhidajah et al.

2009). Penurunan kadar protein ini karena pemanasan protein dapat menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Reaksi yang terjadi pada saat pemanasan protein tersebut dapat merusak protein sehingga kadar protein menurun. Reaksi-reaksi tersebut diantaranya denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna, derivatisasi residu asam amino, cross-linking, pemutusan ikatan peptida, dan pembentukan senyawa yang secara sensori aktif (Ulma 2014).

Kadar Karbohidrat

Karbohidrat yang dihitung secara by different menunjukkan bahwa jeroan ikan buntal pisang memiliki nilai yang paling tinggi sebesar 20,27±0,04% (bk) dan 5,25±1,10% (bb). Sedangkan karbohidrat terendah yaitu pada sampel kulit sebesar 2,35±0,03% (bk) dan 0,61±0,85% (bb). Daging ikan buntal pisang memiliki karbohidrat 4,46±0,03% (bk) dan 0,92±0,52% (bb). Hasil yang didapatkan tidak jauh berbeda dengan penelitian Nurjanah et al. (2014), yakni kandungan karbohidrat ikan buntal pisang yang segar adalah 4,42%. Karbohidrat dalam daging ikan merupakan polisakarida yaitu glikogen. Glikogen yang terkandung pada produk perikanan kurang lebih sebesar 1%. Kandungan karbohidrat dalam daging ikan dapat berupa glikogen 0,05-0,85%, glukosa 0,038%, dan asam laktat 0,006-0,43% (Adawyah 2007).

Komposisi Mineral dan Logam Berat Ikan Buntal Pisang

Analisis mineral dilakukan terhadap 7 mineral yang terdiri dari 4 mineral makro (Ca, Mg, Na dan K) dan 3 mineral mikro (Cu, Fe, dan Zn) serta logam berat (Hg, Pb, Cd dan As). Kandungan mineral dan logam berat ikan buntal pisang dapat dilihat pada Tabel 4. Contoh perhitungan kandungan mineral dan logam berat ikan buntal pisang dapat dilihat pada Lampiran 2.

(30)

12

Na, Cl, S, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn, Co, I dan Se. Logam non esensial adalah logam yang tidak berguna, atau belum diketahui kegunaannya dalam tubuh hewan, sehingga adanya unsur tersebut lebih dari normal dapat menyebabkan keracunan. Logam tersebut bahkan sangat berbahaya bagi makhluk hidup, misal Pb, Hg, As, Cd dan Al (Darmono 1995; Permatasari 2006; Arifin 2008).

Logam berat dikenal sebagai elemen dengan daya racun yang sangat potensil dan memiliki kemampuan terakumulasi dalam tubuh manusia. Beberapa logam berat yang berbahaya adalah timbal (Pb), merkuri (Hg), Arsen (As) dan Kadmium (Cd). Menurut Darmono (1995), daya toksisitas logam ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kadar logam berat yang termakan, lamanya konsumsi, umur, spesies, jenis kelamin, kondisi fisik dan kemampuan jaringan tubuh untuk mengakumulasi logam.

Tabel 4 Kandungan mineral dan logam berat ikan buntal pisang

Jenis Daging Kulit Jeroan Batas max.

Hasil penelitian ini menunjukkan kandungan mineral makro kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan natrium (Na) yang tertinggi yaitu pada sampel jeroan ikan buntal pisang, sedangkan untuk kandungan kalium (K) tinggi pada sampel daging. Hal ini disebabkan oleh jenis makanan ikan buntal pisang yang memiliki kandungan mineral tinggi. Menurut Noviyanti (2004), makanan utama ikan buntal pisang adalah ikan dan krustasea. Jenis makanan yang ditemukan di lambung ikan buntal pisang terdiri atas delapan jenis yaitu ikan (famili Sciaenidae dan Silaginidae), kerang (famili Trigonidae), gastropoda (Famili Phasianellidae), udang (famili Peneidae, genus Penaeaus), kepiting (famili Ocypodidae) dan cumi-cumi (famili Loliginidae).

(31)

13

diproses didalam perut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Brown et al. (2004) yang menjelaskan bahwa sebagian besar Fe disimpan dalam hati, limpa, dan sumsum tulang. Kandungan Fe dalam tubuh hewan bervariasi, bergantung pada nutrisi, umur, jenis kelamin dan spesies. Kandungan seng (Zn) yang tertinggi pada dagingnya yaitu sebesar 73,63±0,60 ppm. Hal ini disebabkan oleh sifat mineral Zn yang esensial bagi organisme. Menurut Darmono (1995), bahwa logam Zn memiliki batasan kadar maksimum lebih tinggi dari logam Cu karena Zn banyak terdapat di dalam enzim yang digunakan dalam proses metabolisme dan membantu pertumbuhan. Sedangkan untuk kandungan tembaga (Cu) nilai tertinggi pada jeroan sebesar 5,03±0,02 ppm dan nilai terendah pada kulit sebesar 0,25±0,01 ppm. Tingginya kandungan mineral Cu pada jeroan ikan buntal pisang didukung pendapat Winarno (2008) bahwa tembaga banyak terdapat pada hati,

ginjal, dan otak. Konsentrasi tembaga pada kulit yang rendah ini bisa disebabkan

oleh kandungan Cu yang ada di lingkungan perairan Gebang, Kabupaten Cirebon tersebut konsentrasinya lebih rendah. Tembaga (Cu) dibutuhkan manusia sebagai kompleks Cu protein yang berfungsi dalam pembentukkan hemoglobin, kolagen, pembuluh darah, dan meylin otak. Meskipun demikian logam Cu akan sangat berbahaya bila dikonsumsi dalam jumlah berlebih (Palar 1994). Kandungan Cu yang terdapat pada ikan buntal pisang jika dikonsumsi manusia secara terus-menerus akan membawa pengaruh buruk bagi kesehatan manusia tersebut. Jika tubuh kekurangan tembaga maka akan terjadi peningkatan peroksida lipid (Nurjanah et al. 2005).

Kandungan logam berat non esensial timbal dan kadmium yang terdapat pada ikan buntal pisang memiliki nilai Pb tertinggi pada jeroan dan dagingnya yaitu sebesar 0,57±0,02 ppm dan 0,51±0,01 ppm, sedangkan Cd tertinggi pada jeroannya sebesar 0,19±0,01 ppm. Sampel kulit ikan buntal memliliki nilai Pb dan Cd terendah. Logam berat Pb dan Cd merupakan limbah bahan beracun dan berbahaya, sehingga apabila dosisnya melebihi normal maka dapat mengakibatkan keracunan. Menurut SNI 7387:2009 batasan Pb maksimum dalam pangan sebesar 0,3 ppm, dan batasan cemaran Cd maksimum dalam pangan sebesar 0,1 ppm. Logam Pb dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, makanan, dan minuman. Manusia tidak membutuhkan logam Pb, sehingga bila makanan tercemar logam tersebut tubuh akan mengeluarkan sebagian. Sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu yakni ginjal, hati, kuku, jaringan lemak dan rambut. Logam berat Cd dalam ekosistem air dapat terakumulasi pada kupang, tiram, udang laut dan ikan. Organisme air asin diketahui lebih resisten terhadap keracunan kadmium daripada organisme air tawar (Agustina 2010).

(32)

14

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Jeroan memiliki kadar abu 11,66% (bk) dan nilai tersebut lebih besar daripada kadar abu daging dan kulit. Kandungan mineral makro tertinggi pada daging dan kulit adalah kalium (1.469,34 ppm dan 495,32 ppm), sedangkan pada jeroan adalah Magnesium (13.607,48 ppm). Secara umum, jeroan memiliki kandungan mineral makro lebih tinggi daripada daging dan kulit. Mineral mikro yang dominan pada daging dan kulit adalah seng (73,63 ppm dan 41,80 ppm), sedangkan pada jeroan adalah Fe (167,03 ppm). Daging dan jeroan mengandung Pb yang melebihi batas yang diperbolehkan, demikian juga Cd pada jeroannya.

Saran

Penelitian selanjutnya diharapkan melakukan penentuan metode pengolahan

terbaik dalam memanfaatkan kandungan gizi ikan buntal pisang. Selain itu,

dilakukan analisis kadar abu tidak larut asam untuk mengetahui adanya kontaminan atau bahan pengotor pada bahan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Agustina T. 2010. Kontaminasi logam berat pada makanan dan dampaknya pada

kesehatan. TEKNUBUGA 2(2):53-65.

Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical of Chemist. Arlington, Virginia, USA (US): The Association of Official Analytical Chemist,Inc. Arifin Z. 2008. Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi dan

metode analisisnya. Jurnal Litbang Pertanian 27(3):88-105.

Astawan M, Hariyadi P, Mulyani A. 2002. Analisis reologi gelatin dari kulit ikan cucut. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 13(1):38-46.

Auawithoothij W, Noomhorm. 2012. Shewanella putrefaciens, a major microbial species related to tetraodotoxin (TTX)- accumulations of puffer fish Lagochepalus lunaris. Journal of Applied Microbiology 113: 459-465. Ayas D, Ozugul Y. 2011. The chemical composition of carapace meat of sexually

mature blue crab (Callinectes sapidus, Rathbun 1896) in the Mersin Bay.

Fisheries Sciences 5(3): 262-269.

(33)

15

[BSN] Badan Standar Nasional. 2009. SNI 7387:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Makhluk Hidup. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Jacoeb AM, Cakti NW, Nurjanah. 2008. Perubahan komposisi protein dan asam amino daging udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) akibat perebusan.

Buletin Teknologi Hasil Perikanan 6(1): 1-20.

Kaya AOW, Santoso J, Salamah E. 2007. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius sp.) sebagai sumber kalsium dan fosfor dalam pembuatan biskuit. Ichthyos 7 (1):9-14.

Leung, KMY, IJ Morgan, RSSS Wu, TC Lau, J Svavarson and RW Furness. 2001. Growth rate as a factor confounding the use of the dogwelk Nurcella lapillus as biomonitor of heavy metal contamination. Marine Ecology Progress Series 221: 145-159.

Noguchi T, Arakawa O. 2008. Tetrodotoxin-distribution and accumulation in aquatic organisms, and cases of human intoxication. Marine Drugs 6:220-242.

Noviyanti H. 2004. Studi kebiasaan makanan ikan buntal pisang (Tetraodon lunaris) di Perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Nurhidajah, Anwar S, Nurrahman. 2009. Daya terima dan kualitas protein in vitro tempe kedelai hitam (Glycine soja) yang diolah pada suhu tinggi. Jurnal Gizi Indonesia 1(9):1-11.

Nurjanah, Zulhamsyah, Kustiyariyah. 2005. Kandungan mineral dan proksimat kerang darah (Anadara Granosa) yang diambil dari Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 8(2):15-24.

Nurjanah, Suwandi R, Pratama G. 2014. Perubahan karakteristik asam amino ikan buntal pisang (Tetraodon lunaris) Perairan Cirebon akibat penggorengan.

Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan 3(2): 76-82.

Palar H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta (ID): Rineka Cipata.

Permatasari SI. 2006. Penentuan Kandungan Logam Hg dan As pada Ikan dengan Metode Analisis Pengaktifan Neutron [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Putra RM. 2001. Pemanfaatan silase limbah jeroan ikan nila sebagai bahan substitusi tepung ikan dalam pakan ikan nila (Oreochromis sp.) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Saito M, Kunisaki N. 1998. Proximate composition, fatty acid composition, free amino acid contents, mineral contents, and hardness of muscle fromwild and cultured puffer fish Takifugu Rubripes. Nippon Suisan Gakkaishi

(34)

16

Ulma RZ. 2014. Komposisi kimia, asam amino, mineral dan residu logam berat (Hg, Pb) kupang merah (Musculista senhausia) segar dan rebus [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Wahyuni T, Sulistiono, Affandi R. Kebiasaan makanan ikan buntal pisang (Tetraodon lunaris) di Perairan Mayang, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia 4(1): 25-30.

(35)

17

(36)
(37)

19

Lampiran 1. Contoh perhitungan komposisi kimia dan rendemen ikan buntal pisang

a). Kadar air

Kadar air daging ikan buntal pisang ulangan 1

Diketahui :Berat cawan kosong (g) : 29,13 gram (A) Berat cawan dan sampel (g) : 1,05 gram (B) Berat cawan dan sampelsetelah dikeringkan (g) : 29,34 gram (C)

% kadar air = 100% = 79,82%

b). Kadar abu

Kadar abu daging ikan buntal pisang ulangan 1

Diketahui : Berat cawan kosong (g) : 27,83 gram (A) Berat cawan dengan sampel (g) : 1,51 gram (B) Berat cawan dan sampel setelah tanur (g) : 27,83 gram (C)

%kadar abu = 100% = 0,62%

c). Kadar protein

Kadar protein daging ikan buntal pisang ulangan 1 Diketahui : ml HCL : 8,25 ml

N HCl : 0,135 N FP : 24

Bobot sampel : 0,20 gram

% kadar protein = 100% = 19,03%

d). Kadar lemak

Kadar lemak daging ikan buntal pisang ulangan 1

(38)

20

% kadar lemak = 100% = 0,19%

e). Kadar karbohidrat

% karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar protein + kadar lemak) % karbohidrat = 100% - (79,82 + 0,62 + 19,03 + 0,19) = 0,34 %

f). Contoh perhitungan rendemen ulangan 1

Diketahui : bobot awal : 1200 gram bobot daging setelah preparasi : 390 gram bobot kulit setelah preparasi : 170 gram bobot jeroan setelah preparasi : 140 gram bobot tulang dan kepala setelah preparasi: 500 gram

% rendemen daging = 100%= 32,50 %

% rendemen kulit = 100% = 14,17 %

% rendemen jeroan = 100% = 11,67 %

% rendemen tulang dan kepala = 100% = 41,67 %

Lampiran 2. Contoh perhitungan kandungan mineral dan logam berat

Hasil analisis mineral Kalsium (Ca)

(λ 422,7 nm)

ppm standar absorbansi stadar

0 0

2 0,1183

4 0,2363

8 0,4454

12 0,6642

(39)
(40)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia. Lahir pada tanggal 9 Augustus 1989. Penulis merupakan anak kesembilan dari sebelas bersaudara dari pasangan Bapak Mohd Syuaib Asren dan Ibu Mutmainah Rahman.

Penulis memulai jenjang pendidikan formal TK di Tadika Sunshine (1995-1996) kemudian SD di SRJK(C) Chung Hwa tahun (1997-2001) selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SM Shan Tao tahun (2002-2004) dan Pendidikan Vokasional SM Teknik Likas tahun (2005-2006). Pada tahun 2009, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor dengan mayor Teknologi Hasil Perairan. Penulis aktif dalam kegiatan organisasi Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia di Indonesia (PKPMI) cawangan Bogor dan International Students Forum (ISF).

Gambar

Gambar 1 Diagram alir penelitian
Gambar 2 Ikan buntal pisang (L. lunaris)
Gambar 3 Grafik rendemen ikan buntal pisang
Tabel 3 Komposisi kimia ikan buntal Takifugu rubripes (g/100 g)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pengambilan sampel ikan batak (Neolissochillus sumatranus) dilakukan di setiap stasiun dengan menggunakan electrofishing dengan kekuatan 24 volt dan arus 18 ampere,

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar Zn dan Cu di dalam perairan Waduk Cirata dan di dalam organ ikan nila (hati dan daging) yang dibudidayakan

Dari ukuran panjang tubuh sampel ikan, baik untuk bulan Oktober maupun November, dapat dikategorikan ikan tenggiri yang ditangkap di perairan Semarang berukuran

Sedang kepadatan relatif jenis makanan ikan buntal pisang betina yang tertinggi adalah dari jenis makanan alami, antara lain fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae 27,47 %,

Pentingnya kualitas suatu perairan, khususnya perairan di Waduk Saguling Jawa Barat oleh masyarakat dimanfaatkan sebagai sumber air, maka berdasarkan penjabaran latar

Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa kerang darah yang hidup di perairan Tanjung Pasir pada saat pengambilan contoh pada bulan Juni dan Oktober

Dari ukuran panjang tubuh sampel ikan, baik untuk bulan Oktober maupun November, dapat dikategorikan ikan tenggiri yang ditangkap di perairan Semarang berukuran

Penelitian ini akan mengkaji fish assemblages sumberdaya ikan dasar di pantai utara Cirebon, yang meliputi komposisi, diversitas dan produktivitas ikan dasar di pantai utara