• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Boron dan Perendaman terhadap Perkecambahan dan Pengaruh Arang Sekam dan Boron terhadap Pertumbuhan Bibit Cendana (Santalum album Linn.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Boron dan Perendaman terhadap Perkecambahan dan Pengaruh Arang Sekam dan Boron terhadap Pertumbuhan Bibit Cendana (Santalum album Linn."

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

SELLY MAURINA AMIN. Pengaruh Boron dan Perendaman terhadap Perkecambahan dan Pengaruh Arang Sekam dan Boron terhadap Pertumbuhan Bibit Cendana (Santalum album Linn.). Dibimbing oleh SUPRIYANTO dan BENNY SUBANDI.

Cendana memiliki sifat perkecambahan benih yang sangat lamban dan tergolong jenis pohon lambat tumbuh. Tujuan penelitian ini adalah menguji efektivitas pemberian unsur boron pada berbagai konsentrasi dalam rangka mempercepat perkecambahan benih dan mempelajari pengaruh kombinasi boron dan arang sekam terhadap pertumbuhan semai cendana. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan awal benih cendana dengan perendaman boron konsentrasi 400 ppm dapat mempercepat perkecambahan benih cendana 1 minggu lebih awal dengan persentase kecambah 42% sedangkan kontrol hanya 34.6%. Waktu optimal untuk perendaman benih cendana adalah 24 jam. Pemberian arang sekam 7.5% (w/w) dan boron konsentrasi 400 ppm pada media tumbuh menghasilkan indeks mutu bibit (IMB) cendana terbaik dengan nilai IMB 30 dan 29 poin, sedangkan interaksi keduanya mendapat nilai IMB 26 poin sedang kontrol hanya mendapatkan IMB 9 poin.

Kata kunci: arang sekam, boron, cendana, perkecambahan, pertumbuhan

ABSTRACT

SELLY MAURINA AMIN. The Effect of Boron and Soaking on Germination and the Effect of Rice Husk Carchoal and Boron on the Growth of Sandalwood (Santalum album Linn.) Seedlings. Supervised by SUPRIYANTO and BENNY SUBANDI.

Characteristic of sandalwood germination is very slow and it is belong to slow growing tree spesies. The aim of this research was to test the effectiveness of boron on various concentrations and period of soaking to speed up the seed germination and to study the effect of combination treatment between boron and rice husk charcoal on the growth of sandalwood seedlings. The experimental design of research was factorial in Completely Randomized Design (CRD). The results of this research showed that the initial treatment of sandalwood seed in boron soaking on 400 ppm concentration could accelerate the sandalwood seed germination one weeks earlier with 42% germination percentage while control was 34.6%. The optimal Soaking of sandalwood seeds was 24 hours. Rice husk charcoal addition on 7.5% (w/w) in the growing medium and boron on 400 ppm concentration produced the best seedling quality index (SQI) of sandalwood seedling with the SQI value of 30 and 29 points, while the interaction of both got SQI at 26 points and 9 points for control.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cendana (Santalum album Linn.) adalah tumbuhan asli Provinsi Nusa Tenggara Timur yang tergolong kayu mewah. Kayu teras cendana menghasilkan minyak dengan aroma wangi yang mengandung tiga komponen senyawa utama yaitu santalol, santalyl acetate, dan santalene. Ekstrak minyak tersebut dibutuhkan oleh industri farmasi sebagai bahan obat-obatan (aromaterapi, antiseptic, diaphoretic, dan diurit) dan industri komestik sebagai bahan pembuat parfum. Hal tersebut menjadikan cendana memiliki nilai ekonomi tinggi sehingga keberadaannya di lapangan menjadi terancam (Damayanti dan Kurniaty 2008). Hal yang sama dinyatakan oleh Sukmadjaja (2005) bahwa cendana merupakan salah satu komoditas yang bernilai tinggi dan banyak terdapat di Nusa Tenggara Timur, namun populasinya cenderung menurun akibat tidak seimbangnya antara eksploitasi dan upaya pelestariannya. Menurut Rahayu et al. (2002) kepemilikan dan perdagangan cendana diatur dalam Peraturan Daerah No. 11/PD/1966 Pasal 1(1) karena nilai ekonominya yang tinggi. Peraturan tersebut dianggap sangat merugikan dan memberatkan masyarakat setempat, sehingga masyarakat enggan untuk menanam maupun memelihara anakan cendana di lahannya. Keengganan masyarakat menanam cendana menjadi salah satu penyebab lain menurunnya populasi cendana di NTT, bahkan dapat dikatakan cendana di NTT hampir punah. Menurut International Union for Conservation of Natural Resource (IUCN) cendana spesies Santalum album Linn. masuk ke dalam kategori spesies yang hampir punah (vulnerable) atau terancam mengalami kepunahan di alam liar dan menurut Convention on International Trade for Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) cendana dimasukkan ke dalam spesies Appendix II. Oleh karena itu untuk mengatasi kepunahan atau kelangkaan akibat eksploitasi tersebut perlu dilakukan teknik silvikultur pembudidayaan cendana salah satunya budidaya secara generatif.

(3)

2 Tanaman memerlukan kondisi tanah yang subur untuk menunjang pertumbuhannya. Penambahan arang sekam ke tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah karena arang sekam mampu mengikat dan menyerap unsur hara. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehmann et al. (2006) yang menyatakan bahwa aplikasi pemberian arang ke tanah akan memberikan manfaat langsung terhadap peningkatan kesuburan tanah dan produksi tanaman. Menurut Komarayanti et al.

(2003) dalam Supriyanto dan Fiona (2010) arang sekam berfungsi sebagai pengikat unsur hara ketika terjadi kelebihan dan penyerap unsur hara ketika kekurangan, unsur hara dilepas secara perlahan sesuai kebutuhan semai atau slow release. Hasil penelitian Heriyanto dan Siregar (2004) menunjukkan bahwa penambahan arang 10% ke dalam media tanam mampu meningkatkan pertambahan tinggi dan diameter anakan Acacia mangium. Hasil penelitian Supriyanto dan Fiona (2010) juga menunjukkan bahwa penambahan arang sekam sebanyak 5% (v/v) pada media tumbuh dapat menghasilkan pertumbuhan semai jabon terbaik. Cendana termasuk ke dalam slow growing spesies dan sifat perkecambahan benihnya relatif lamban yang disebabkan oleh ketebalan kulitnya (dormansi kulit). Dormansi kulit tersebut menghambat masuknya air secara imbibisi sehingga proses perkecambahannya membutuhkan waktu yang relatif lama atau lamban. Permasalahan lain yaitu cendana hidup secara semiparasit dengan membentuk houstoria karena sistem perakarannya yang sederhana. Pemanfaatan arang sekam diharapkan dapat meningkatkan porositas media untuk memperbaiki sistem perakarannya yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan bibit cendana. Berkaitan dengan masalah-masalah yang terjadi pada cendana maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai pengujian efektivitas boron dan arang sekam untuk mempercepat perkecambahan benih dan meningkatkan pertumbuhan semai cendana.

Perumusan Masalah

Populasi pohon cendana cenderung menurun akibat tidak seimbangnya eksploitasi dan upaya pelestariannya, perkecambahan benihnya pun membutuhkan waktu yang cukup lama, dan cendana termasuk ke dalam slow growing tree spesies. Solusi untuk mempercepat perkecambahan benih dan meningkatkan pertumbuhan cendana perlu dilakukan sebagai salah satu usaha budidaya cendana secara generatif dengan menggunakan perendaman boron sebagai katalisator untuk mempercepat perkecambahan benih serta kombinasi boron dan arang sekam untuk meningkatkan pertumbuhan cendana. Hasil yang diharapkan dengan terserapnya boron cair ke dalam benih cendana mampu membantu dalam mengaktivasi hormon giberelin serta enzim α dan β amilase untuk mempercepat perkecambahan benih cendana. Boron berperan penting untuk pertumbuhan akar cendana dan arang sekam berfungsi untuk menyuburkan tanah dan meningkatkan porositas media tumbuh. Akar yang tumbuh dengan baik akan membantu penyerapan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dan banyak terkandung di dalam tanah yang subur. Kombinasi boron dan arang sekam diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan semai cendana.

(4)

3

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ada dua, yaitu:

1. Menguji efektivitas pemberian unsur boron pada berbagai konsentrasi dalam rangka mempercepat perkecambahan benih cendana.

2. Mempelajari pengaruh kombinasi boron dan arang sekam terhadap pertumbuhan semai cendana.

Manfaat Penelitian

Penggunaan boron untuk mempercepat perkecambahan benih serta kombinasi boron dan arang sekam untuk meningkatkan pertumbuhan semai cendana dapat direkomendasikan untuk diterapkan sebagai salah satu teknologi benih dan pembibitan di bidang kehutanan dalam memperbanyak produksi bibit cendana yang berkualitas. Penggunaan boron diharapkan menjadi salah satu teknik untuk meningkatkan daya berkecambah cendana dan perakaran akar bibit cendana, sehingga luas bidang akar untuk menyerap air dan nutrisi menjadi lebih luas, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pertumbuhan semai maupun bibit cendana.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup aspek silvikultur cendana yang dititik beratkan pada perkecambahan dan pembibitan tanaman cendana dengan menggunakan benih yang berasal dari hutan rakyat di Kabupaten Sumba Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur dan induknya telah disertifikasi oleh Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Denpasar. Boron sebagai salah satu unsur mikro digunakan sebagai katalisator untuk mempercepat perkecambahan benih dan pertumbuhan akar cendana. Arang sekam diperoleh dari proses pembakaran tidak sempurna dari sekam padi, yang ditambahkan ke dalam media tanam yang berfungsi untuk menyuburkan tanah dan meningkatkan porositas media tumbuh.

Pengujian perkecambahan benih cendana dilakukan di Propagation House

sedangkan pengujian pertumbuhan semai cendana dilakukan di Shading House

(5)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Boron

Unsur hara esensial adalah unsur hara yang sangat diperlukan oleh tanaman dan fungsinya dalam tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain. Unsur hara esensial ini dapat berasal dari udara, air, atau tanah (Hardjowigeno 2003). Menurut Cambell et al. (2000) unsur hara esensial ada 17 yaitu unsur makro (C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan unsur mikro (Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Ni, dan Cl). Boron termasuk ke dalam unsur mikro yang diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit oleh tanaman. Boron banyak tersedia pada pH 5–6. Boron termasuk unsur mikro jenis anion, diambil tanaman dalam bentuk anion terlarut seperti B3-. Lahan yang terlalu banyak mengandung kapur akan menghambat penyerapan unsur boron (Hardjowigeno 2003). Menurut Hanafiah (2010) boron juga dapat diserap dalam bentuk senyawa (HBO3).

Fungsi Boron dan Akibat Kekurangan Unsur Boron

Boron merupakan salah satu unsur hara esensial mikro yang dibutuhkan oleh tanaman untuk proses pertumbuhan dan produksi tanaman. Pertumbuhan, perkembangan, dan produksi suatu tanaman ditentukan oleh dua faktor utama yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang sangat menentukan lajunya pertumbuhan, perkembangan, dan produksi suatu tanaman adalah tersedianya unsur-unsur hara yang cukup di dalam tanah. Unsur boron mempunyai dua fungsi fisiologis utama yaitu membentuk ester dengan sukrosa sehingga sukrosa yang merupakan bentuk gula terlarut dalam tubuh tanaman lebih mudah diangkut dari tempat fotosintesis ke tempat pengisian buah dan boron juga memudahkan pengikatan molekul glukosa dan fruktosa menjadi selulosa untuk mempertebal dinding sel sehingga tanaman akan lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Jika tanaman kekurangan unsur boron maka dinding sel yang terbentuk sangat tipis, sel menjadi besar yang diikuti dengan penebalan suberin atau terbentuk ruang-ruang reksigen karena sel menjadi retak dan pecah akibat tidak terbentuk selulosa untuk mempertebal dinding sel. Pertumbuhan vegetatif akan terhambat karena boron berfungsi sebagai aktivator maupun inaktivator hormon auksin dalam pembelahan dan pembesaran sel serta laju proses fotosintesis akan menurun, hal ini disebabkan gula yang terbentuk dari karbohidrat hasil fotosintesis akan tertumpuk di daun (Wijaya 2009).

Fungsi Boron bagi tanaman selain yang telah dijelaskan di atas, menurut hasil rangkuman Fageria dan Gheyi (1999) dalam Fageria (2009) dikelompokkan sebagai berikut: (1) boron adalah unsur penting yang diperlukan dalam proses pengecambahan dari pollen grains dan tabung pollen, (2) boron sangat diperlukan benih dan pembentukan dinding sel, (3) boron penting dalam pembentukan protein, (4) apabila kandungan boron rendah, sintesis dari sitokinin akan menurun, (5) boron dianggap penting dalam sintesis asam nukleid, (6) tanaman yang kurang persediaan boron menyebabkan NO3-N yang terkumpul di akar, daun, dan batang

(6)

5 peningkatan jumlah polong dalam setiap proses pembungaan pada jenis legum, (11) boron mempengaruhi perkembangan dan perpanjangan sel, (12) boron larut dalam metabolisme N dan P, (13) boron meningkatkan perkecambahan benih dan vigor benih, dan (14) boron sangat menyatu atau berasosiasi dengan pektin dinding sel dan karakteristik fisik dari pertumbuhan dinding sel berubah di bawah pengaruh penurunan boron.

Unsur boron diperlukan tanaman bagi proses pertumbuhan dalam jumlah yang sedikit, namun jika unsur ini tidak tersedia bagi tanaman gejalanya cukup serius. Gejala tersebut dapat terjadi pada bagian daun dan buah. Daun-daun yang masih muda mengalami klorosis, secara setempat-setempat pada permukaan daun bagian bawah, yang selanjutnya menjalar ke bagian tepi daun. Jaringan-jaringan daun mati. Daun-daun baru yang masih kecil-kecil tidak dapat berkembang sehingga menyebabkan pertumbuhan selanjutnya menjadi kerdil, kuncup-kuncup yang mati berwarna hitam atau coklat. Buah akan mengalami penggabusan, sedangkan pada tanaman yang menghasilkan umbi, umbinya kecil-kecil yang kadang-kadang penuh dengan lubang-lubang kecil berwarna hitam, demikian pula pada bagian akar-akarnya (Setiawan 2010).

Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa jenis-jenis pupuk unsur mikro masih belum banyak dikenal. Penggunaan jenis pupuk atau senyawa kimia sebagai pupuk mikro terutama unsur boron yaitu: borax (mengandung 10.6% B, berwarna putih, larut dalam air), asam borat (cairan H3BO3) dengan B 17%, dan

solubor (dapat dilarutkan di air kemudian disemprotkan melalui daun, kadar B 20%). Menurut Wijaya (2009) saat ini pupuk boron yang beredar di pasaran adalah fitomik, pupuk borax (Na2BO4O10H2O), dan datolit (Ca(OH)2BOSiO4).

Arang Sekam

Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85–95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi (Sembiring dan Sinaga 2003). Aplikasi pemberian arang ke tanah akan memberikan manfaat langsung terhadap peningkatan kesuburan tanah dan produksi tanaman (Lehmann et al. 2006). Arang dapat bertindak sebagai kondisioner tanah, meningkatkan pertumbuhan tanaman dan mempertahankan nutrisi serta meningkatkan sifat fisik tanah dan biologi (Glaser et al. 2002, Lehmann et al. 2003a, Lehmann dan Rondon 2005 dalam Lehmann et al. 2006). Menurut Heriyanto dan Siregar (2004) arang dapat merangsang aktivitas dan merupakan tempat berkembang biak mikroorganisme, arang juga mempunyai kemampuan untuk mengikat dan menyimpan hara tanah melalui porinya sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan.

(7)

6 air dan akan sangat mudah dilepaskan ketika dibutuhkan atau diambil oleh akar tanaman, sehingga dengan demikian arang sekam berfungsi seperti zeolit. Arang sekam bersifat porous, ringan, tidak kotor, dan cukup dapat menahan air. Penggunaan arang sekam cukup meluas dalam budidaya tanaman hias maupun sayuran terutama budidaya secara hidroponik (Maspary 2011).

Cendana (Santalum album Linn.)

Menurut Rudjiman (1987) dalam Suhaendi (2007) secara morfologis tanaman cendana memiliki ciri-ciri seperti berikut: pohon kecil sampai sedang, menggugurkan daun, dapat mencapai tinggi 20 m dan diameter 40 cm, tajuk ramping atau melebar, batang bulat agak berlekuk-lekuk, akar tanpa banir. Cendana memiliki daun tunggal, berhadapan, agak bersilangan, bertangkai daun, bentuk elips, tepi rata, ujung runcing tetapi kadang-kadang tumpul atau bulat.

Pembungaan cendana terminal atau axiler, recimus paniculatus, bunga pedikel 3–5 cm, gundul, tabung perigonium berbentuk campanulatus, panjang 3 mm dan diameter ± 2 mm, memiliki 4 cupingperigonium, bentuk segitiga, tumpul pada bagian ujung, dan kedua permukaan gundul. Cendana memiliki buah batu dan bulat, waktu masak daging kulit buah berwarna hitam dan mempunyai lapisan eksokarp, mesokarp berdaging, endokarp keras dengan garis dari ujung ke pangkal. Pohon cendana mempunyai ciri-ciri arsitektur sebagai berikut: cabang dan batang monopodial, arthotropis (mengarah ke atas), pertumbuhan kontinyu. Perbuangaan di ujung dan atau di ketiak daun. Berdasarkan ciri-ciri ini, Rudjiman (1987) dalam Suhaendi (2007) menyimpulkan bahwa cendana termasuk model arsitektur ROUX.

Klasifikasi Cendana

Cendana yang tumbuh di NTT dikenal sebagai pohon asli daerah setempat yang mempunyai nama ilmiah Santalum album Linn. Pohon cendana di daerah asalnya dikenal dengan nama hau meni atau ai nitu (Pulau Timor) dan sendana

dalam bahasan melayu. Cendana dikenal di dunia perdagangan dengan nama sandalwood. Spesies cendana di Indonesia hanya satu yaitu Santalum album.

Klasifikasi cendana menurut Rudjiman (1987) dalam Suhaendi (2007) adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta (Magnoliophyta) Sub divisi : Angiospermae (Magnoliophytina) Kelas : Dicotylodonae

(8)

7 membutuhkan tanah subur, sarang, drainase baik, reaksi tanah alkalis solum tanah tipis dalam untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik. Cendana di NTT tumbuh di daerah batuan induk berkapur-vulkanis, tanah dangkal berbatu, tekstur tanah lempung, pH tanah netral-sedikit alkalis, kadar N sedang, P2O5 sedang sampai

dengan tinggi, warna tanah merah-coklat, di tanah hitam atau putih pertumbuhan cendana kurang baik, jenis tanah pada umumnya litosol, red mediteran (Hamzah 1976). Spesies pohon ini tumbuh di Pulau Timor pada ketinggian tempat 0–1200 m dpl. Cendana secara alami tumbuh pada ketinggian tempat 400 m dpl dengan pertumbuhannya lebih baik (Surata 2006).

Sifat Umum Benih

Buah berbentuk bulat berwarna ungu kehitaman dengan benih keras yang dibalut daging buah. Buah cendana berdiameter sekitar satu cm bila telah masak berwarna ungu hingga hitam, dan berbenih tunggal. Kuncup bunga di India muncul pada bulan Maret sampai April dan buah masak pada musim dingin. Bunga cendana di Australia muncul pada bulan Desember sampai Januari dan bulan Juni sampai Agustus, dan buah masak antara bulan Juni sampai September. Pengunduhan dan pengumpulan benih yang baik diambil dari pohon yang telah berumur lebih dari 20 tahun (Dephut 2002). Di Pulau Timor, NTT musim bunga pertama terjadi pada bulan Mei sampai Juni dengan musim buah pada bulan September sampai Oktober, sedangkan musim bunga kedua jatuh pada bulan Desember sampai Januari dan musim berbuah jatuh pada bulan Maret sampai April, yang merupakan musim berbuah utama (BPK Kupang 1992).

Perkecambahan

Perkecambahan benih adalah muncul dan berkembangnya kecambah sampai kecambah tersebut dapat berkembang menjadi semai sehat pada kondisi optimal dalam periode tertentu (Dephut 2002). Perkecambahan benih dapat dibagi menjadi dua yaitu benih berkecambah dan benih tidak berkecambah. Benih berkecambah dapat dibedakan menjadi dua yaitu kecambah normal dan abnormal. Kecambah normal adalah kecambah yang memiliki semua struktur kecambah penting yang berkembang baik, panjang kecambah harus paling tidak dua kali panjang benihnya, dan kecambah harus dalam keadaan sehat. Kecambah abnormal adalah kecambah yang tidak memperlihatkan potensi untuk berkembang menjadi kecambah normal, kriteria kecambah tidak normal antara lain: kecambah rusak, kecambah cacat atau tidak seimbang, kecambah busuk dan kecambah lambat. Benih yang tidak berkecambah adalah benih yang tidak berkecambah sampai akhir masa pengujian dan digolongkan menjadi benih keras, benih segar tidak tumbuh, benih mati, benih hampa, dan benih terserang hama (Dephut 2002).

(9)

8 Aleuron merespon dengan cara mensintesis dan mensekresikan enzim pencernaan yang menghidrolisis makanan yang tersimpan dalam endosperma, yang menghasilkan molekul kecil yang larut dalam air, contohnya adalah α dan β amilase, suatu enzim yang menghidrolisis pati (c). Gula dan zat-zat makanan lain yang diserap dari endosperma oleh skutelum (kotiledon) dikonsumsi dan dihabiskan selama pertumbuhan embrio menjadi sebuah bibit (d). Mobilisasi zat-zat makanan pada benih selama proses perkecambahan tersaji pada Gambar 1.

Gambar 1 Mobilisasi zat-zat makanan pada benih selama proses perkecambahan

Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan hasil perkembangan dari siklus kehidupan setiap tanaman dan berubah dalam bentuk volume dan massa (Oldeman 1990; Hopkins 1995) dalam Omon (2006). Menurut Zaede (1993) dalam Omon (2006) bahwa pertumbuhan tanaman merupakan hasil dua faktor yang berlawanan, yaitu faktor pertama merupakan hasil dari naiknya potensial biotik yang tidak terbatas dan kedua pertumbuhan merupakan hasil penyesuaian terhadap lingkungan dan umur (ekofisiologis). Pertumbuhan diawali dari pembelahan dan perbanyakan sel yang diikuti dengan pembentukan jaringan dan organ tanaman. Perubahan fungsi struktural menyebabkan setiap organ tanaman mewakili fungsi yang diadaptasikan dengan lingkungannya, misal perakaran akan berubah, arsitektur dan jumlahnya ketika berhadapan dengan media yang porous atau padat. Pertumbuhan dibagian atas tanah akan mengikuti arsitektur pohonnya yang disatukan oleh faktor genetik yaitu genetik dari setiap pohon.

METODE

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu benih tanaman cendana yang berasal dari Hutan Rakyat di Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dimana induknya telah disertifikasi Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Denpasar dan benih cabe (Capsicum frutescens) yang telah lulus uji mutu Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH). Bahan lainnya yang digunakan dalam penelitian ini yaitu asam borat (H3BO3) yang mengandung boron 11%, arang sekam, pasir,

(10)

8 Aleuron merespon dengan cara mensintesis dan mensekresikan enzim pencernaan yang menghidrolisis makanan yang tersimpan dalam endosperma, yang menghasilkan molekul kecil yang larut dalam air, contohnya adalah α dan β amilase, suatu enzim yang menghidrolisis pati (c). Gula dan zat-zat makanan lain yang diserap dari endosperma oleh skutelum (kotiledon) dikonsumsi dan dihabiskan selama pertumbuhan embrio menjadi sebuah bibit (d). Mobilisasi zat-zat makanan pada benih selama proses perkecambahan tersaji pada Gambar 1.

Gambar 1 Mobilisasi zat-zat makanan pada benih selama proses perkecambahan

Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan hasil perkembangan dari siklus kehidupan setiap tanaman dan berubah dalam bentuk volume dan massa (Oldeman 1990; Hopkins 1995) dalam Omon (2006). Menurut Zaede (1993) dalam Omon (2006) bahwa pertumbuhan tanaman merupakan hasil dua faktor yang berlawanan, yaitu faktor pertama merupakan hasil dari naiknya potensial biotik yang tidak terbatas dan kedua pertumbuhan merupakan hasil penyesuaian terhadap lingkungan dan umur (ekofisiologis). Pertumbuhan diawali dari pembelahan dan perbanyakan sel yang diikuti dengan pembentukan jaringan dan organ tanaman. Perubahan fungsi struktural menyebabkan setiap organ tanaman mewakili fungsi yang diadaptasikan dengan lingkungannya, misal perakaran akan berubah, arsitektur dan jumlahnya ketika berhadapan dengan media yang porous atau padat. Pertumbuhan dibagian atas tanah akan mengikuti arsitektur pohonnya yang disatukan oleh faktor genetik yaitu genetik dari setiap pohon.

METODE

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu benih tanaman cendana yang berasal dari Hutan Rakyat di Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dimana induknya telah disertifikasi Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Denpasar dan benih cabe (Capsicum frutescens) yang telah lulus uji mutu Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH). Bahan lainnya yang digunakan dalam penelitian ini yaitu asam borat (H3BO3) yang mengandung boron 11%, arang sekam, pasir,

(11)

9

Alat

Peralatan yang digunakan dalam membantu pelaksanaan penelitian yaitu bak tabur berukuran 40 cm x 25 cm x 10 cm, kantong polibag dengan ukuran 20 cm x 20 cm, alat sangrai, traktor pick-up, kaliper, dan mistar ukur. Alat-alat lainnya yang juga diperlukan dalam penelitian yaitu plastik ukuran 1 kg, gunting, timbangan digital, timbangan 60 kg, alat penyiram (gembor/sprayer), oven, gelas ukur, alat pelarut zat kimia (magnetic stirrer), kertas koran, spidol permanen, label, kamera digital, dan alat tulis.

Prosedur Percobaan

Prosedur penelitian “Pengaruh Boron dan Perendaman terhadap Perkecambahan Benih dan Arang Sekam terhadap Pertumbuhan Bibit Cendana (Santalum album Linn.)” meliputi seleksi benih, pembuatan media tabur, penaburan benih, pembuatan media sapih dan penyapihan kecambah cendana, pemberian pupuk boron, pemeliharaan, serta pengamatan dan pengambilan data. Pelaksanaan dan penjelasan dari prosedur penelitian ini sebagai berikut:

Seleksi Benih

Seleksi benih dilakukan dengan cara memisahkan terlebih dahulu benih dari kotoran yang terbawa benih serta benih yang rusak, kurang, dan tidak bagus. Benih dipilih yang berwarna cokelat dan padat, berbentuk bulat, dan tidak keriput. (Surata 2006). Kondisi benih sebelum, sesudah diseleksi, dan diberi perlakuan awal dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Seleksi dan perlakuan awal benih cendana; A) benih cendana sebelum diseleksi, B) setelah diseleksi, dan C) yang diberi perlakuan awal

A B

(12)

10

Pembuatan Media Tabur

Pembuatan media tabur dilakukan dengan menggunakan bahan campuran antara pasir dan arang sekam dengan perbandingan 3:1 (v/v), pasir disaring terlebih dahulu supaya diperoleh butiran pasir yang halus dan terbebas dari kotoran yang terbawa pasir. Pasir disterilkan terlebih dahulu dengan cara disangrai selama kurang lebih empat jam untuk mencegah terjadinya serangan hama dan penyakit yang terbawa oleh media. Pasir yang telah disangrai kemudian dimasukkan ke dalam bak tabur berukuran 40 cm x 25 cm x 10 cm yang sebelumnya telah dicuci bersih dengan menggunakan air sabun dan dicampur dengan arang sekam. Arang sekam yang digunakan berasal dari proses pembakaran tidak sempurna sekam padi. Pasir yang sedang disangrai, pencucian bak tabur, dan media tabur yang siap digunakan tersaji pada Gambar 3.

Gambar 3 Persiapan dan pembuatan media tabur untuk perkecambahan benih cendana; A) pasir yang sedang disangrai, B) pencucian bak tabur, dan C) media tabur

Penaburan Benih

Benih cendana yang sudah diseleksi, diberi perlakuan perendaman dengan asam borat yang sudah dilarutkan dalam air dengan kandungan boron sebesar 11%. Boron ditimbang masing-masing 0 g, 0.2 g, 0.4 g, dan 0.6 g dengan menggunakan timbangan digital untuk masing-masing konsentrasi yaitu 0 ppm, 200 ppm, 400 ppm, dan 600 ppm. Penggunaan konsentrasi 200 ppm, 400 ppm, dan 600 ppm diacu dari penelitian Munir (2000). Benih cendana kemudian direndam dengan waktu 3 jam, 6 jam, 12 jam, dan 24 jam. Benih cendana ditaburkan ke media tabur. Benih cendana ditaburkan pada media tabur dengan teknik menabur dalam larikan dan dikecambahkan pada bak yang berisi media tabur. Benih cendana yang sudah ditabur selanjutnya ditutup dengan lapisan pasir

A B

(13)

11 tipis namun menutupi seluruh benih. Bak kecambah disiram air secukupnya dengan menggunakan sprayer atau gembor agar kelembaban media perakaran terjaga, kemudian ditutup dengan plastik putih transparan. Proses penaburan benih cendana hingga bak tabur yang telah ditutup dengan menggunakan plastik putih transparan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Proses penaburan benih cendana; A) penaburan benih, B) penutupan benih dengan lapisan tipis pasir setelah selesai penaburan, dan C) bak tabur yang telah ditutup plastik putih transparan

Pembuatan Media Sapih dan Penyapihan Kecambah Cendana

Media sapih yang digunakan adalah tanah latosol yang diperoleh dari belakang areal kantor Rumpin Seed and Nursery Center (RSSNC) dan pasir. Tanah latosol dan pasir disebut sebagai media dasar dengan perbandingan 3:1 (v/v) dan untuk perlakuan digunakan arang sekam serta boron. Konsentrasi pemberian arang sekam ke dalam media diberikan sebanyak 0%, 2.5%, 5%, 7.5%, dan 10% dihitung berdasarkan berat isi dalam wadah (w/w). Menurut Heriyanto dan Siregar (2004) penambahan arang 10% ke dalam media tanam mampu meningkatkan pertambahan tinggi dan diameter anakan akasia mangium. Konsentrasi boron yang diberikan dalam penelitian ini yaitu 0 ppm, 200 ppm, 400 ppm, dan 600 ppm. Menurut hasil penelitian Munir (2000) konsentrasi boron 400 ppm menghasilkan mutu bibit sengon terbaik. Boron diberikan sebagai pupuk mikro cair pada tanaman. Media sapih selanjutnya dimasukkan ke dalam polibag berukuran 20 cm x 20 cm. Kecambah cendana yang telah memiliki dua sampai dengan empat helai daun dapat dipindahkan ke media sapih (polibag). Proses persiapan media sapih hingga penyapihan dapat dilihat pada Gambar 5.

A B

(14)

12

Gambar 5 Pembuatan media sapih dan penyapihan cendana; A) proses pencampuran tanah latosol dan pasir (media dasar), B) proses pencampuran media dasar dan arang sekam, C) media sapih, D) dan E) penyapihan, dan F) selesai penyapihan

Pemberian Pupuk Boron

Konsentrasi garam organik hara mikro yaitu boron pada asam borat (H3BO3) sebesar 11%. Pemberian pupuk boron tersebut dilakukan dengan

membuat larutan dengan masing-masing konsentrasi 0 ppm, 200 ppm, 400 ppm, dan 600 ppm, dengan cara menimbang asam borat (H3BO3) masing-masing 0 g,

0.2 g, 0.4 g, dan 0.6 g, kemudian masing-masing hasil timbangan boron dilarutkan dalam satu liter air. Pupuk boron diberikan sebanyak empat kali yaitu dua kali pada bulan pertama, selanjutnya diberikan setiap satu bulan sekali. Pemberian pupuk dilakukan selama tiga bulan setelah disapih atau dipindahkan ke dalam polibag. Dosis pemberian pupuk boron adalah 10 ml/semai setiap kali pemupukan. Proses pembuatan pupuk dan pemberian pupuk boron cair dapat dilihat pada Gambar 6.

C

A B

D

(15)

13

Gambar 6 Proses pembuatan pupuk boron cair dan pemupukan: A) proses memasukkan serbuk asam borat ke dalam air; B) proses pelarutan asam borat dan air dengan menggunakan magnetic stirer; dan C) pemberian pupuk boron cair

Pemeliharaan

Pemeliharaan terdiri dari kegiatan penyiraman, pengendalian hama, dan pengendalian fungi. Kegiatan penyiraman air dilakukan secara rutin sebanyak dua kali setiap pagi dan sore hari dan disesuaikan dengan kondisi kelembaban media. Kegiatan pengendalian hama dilakukan dengan menyemprotkan insektisida langsung ke tanaman yang terserang hama dan dilakukan pula cara manual yaitu mematikan langsung hama yang meyerang semai, mencabut langsung gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan semai cendana, dan melakukan pemangkasan pada cabang inang atau mengurangi jumlah daunnya supaya tidak mengganggu pertumbuhan semai cendana. Kegiatan pengendalian fungi dilakukan dengan menyemprotkan fungisida pada seluruh semai dan media yang terserang fungi.

Pengamatan dan Pengambilan Data

Parameter-parameter yang diamati dalam penelitian ini ada 14 parameter. Parameter tersebut meliputi: daya kecambah (DB), kecepatan tumbuh (KT), nilai perkecambahan (NP), laju perkecambahan (LP), tinggi semai, diameter semai, kekokohan semai (KS), pengukuran berat kering pucuk semai (BKP), pengamatan akar (panjang akar, berat kering akar (BKA), dan jumlah akar sekunder), nisbah pucuk akar (NPA), berat kering total, dan perhitungan Indeks Mutu Bibit (IMB).

Daya Berkecambah (DB)

Daya kecambah merupakan kemampuan benih untuk tumbuh dan berkembang menjadi kecambah normal yang akan tercapai secara maksimal apabila sudah mencapai masak fisiologis (Copeland 1972 dalam Atmoko 2010).

A B

(16)

14 Menurut Bramasto et al. (2002) daya berkecambah diukur dalam presentase kecambah normal terhadap jumlah benih yang ditanam atau dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Jumlah benih yang berkecambah normal

Daya berkecambah = x 100%

Jumlah benih yang ditanam

Kecepatan Tumbuh (KT)

Menurut Sutopo (2002), secara umum vigor atau uji kekuatan tumbuh diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang suboptimal, ada kemungkinan benih memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi semai normal meskipun keadaan biofisik lapangan produksi suboptimum. Kekuatan tumbuh atau vigor benih dapat diungkapkan oleh tiga parameter salah satunya parameter kecepatan tumbuh (KT) benih (Sadjad et al.

1999). Kecepatan tumbuh benih dihitung dengan menggunakan rumus 80% dikalikan dengan jumlah benih yang berkecambah selama 12 minggu setelah tabur (12 MSTb). Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali, sehingga satuan kecepatan tumbuh benih pada penelitian ini adalah %/minggu.

Nilai Perkecambahan (NP)

Nilai perkecambahan merupakan indeks yang menyatakan kecepatan dan kesempurnaan benih untuk berkecambah. Nilai perkecambahan benih dapat dihitung berdasarkan rumus Czabator (1962) dalam Bramasto et al. (2002) sebagai berikut.

GV (%) = PV x MDG

% Perkecambahan tertinggi

PV = x 100%

Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapainya % Perkecambahan pada akhir pengamatan

MDG = x 100%

Jumlah hari uji seluruhnya Keterangan: GV (germination value) = nilai perkecambahan

PV(peak value) = nilai puncak

MDG (mean daily germination) = rata-rata perkecambahan harian

Laju Perkecambahan (LP)

Laju perkecambahan adalah jumlah hari yang diperlukan benih untuk pemunculan radikel atau plumula. Laju perkecambahan benih dapat dihitung berdasarkan rumus (Bramasto et al. 2002).

N1 T1 + N2 T2 + ... + Nx Tx Rata-rata hari =

Jumlah total benih yang berkecambah

Keterangan: N = jumlah benih yang berkecambah pada satuan waktu tertentu T = menunjukkan jumlah waktu antara awal pengujian dengan

(17)

15

Tinggi Semai

Pengukuran tinggi semai cendana dilakukan selama tiga bulan setelah penyapihan, dengan interval waktu pengamatan seminggu sekali. Tinggi semai cendana diukur dari titik penandaan batang 1.5 cm di atas permukaan media tanam dengan menggunakan spidol permanen sampai titik tumbuh tunas muda dengan menggunakan mistar ukur. Pertumbuhan tinggi semai cendana dihitung dengan cara tinggi akhir dikurangi dengan tinggi awal. Nilai tinggi semai cendana dinyatakan dalam satuan cm.

Diameter Semai

Pengukuran diameter dilakukan setiap satu minggu sekali selama tiga bulan. Pengukuran diameter dilakukan pada titik 1.5 cm di atas permukaan media tanam dengan menggunakan kaliper. Laju pertumbuhan diameter dihitung dengan mengurangi diameter akhir dengan diameter awal semai. Nilai diameter semai dinyatakan dalam satuan mm.

Kekokohan Semai (KS)

Kekokohan semai merupakan nilai perbandingan antara tinggi dengan diameter semai. Nilai kekokohan semai dihitung dengan menggunakan rumus:

Tinggi semai (cm)

Kekokohan semai (KS) =

Diameter semai (mm)

Pengukuran Berat Kering Pucuk (BKP)

Pengukuran berat kering pucuk semai dilakukan setelah semai dipanen (12 MSTn). Bagian pucuk semai kemudian dibungkus dengan menggunakan kertas koran dan diturunkan kadar airnya pada suhu 70 oC dalam waktu 72 jam, selanjutnya berat kering pucuk semai ditimbang. Nilai berat kering pucuk dinyatakan dalam satuan gram (g).

Pengamatan Akar

Kegiatan pengamatan akar dilakukan pada bibit yang berusia tiga bulan setelah penyapihan. Pengamatan arsitektur akar meliputi menghitung jumlah akar sekunder, pengukuran panjang akar, dan berat kering akar (BKA). Semai yang diberi perlakuan boron dibandingkan dengan semai kontrol (tanpa boron).

Nisbah Pucuk Akar (NPA)

Nisbah pucuk akar (NPA) menggambarkan perbandingan antara berat kering bagian pucuk dengan bagian akar bibit yang dilakukan pada akhir pengamatan. Nisbah pucuk akar diperoleh dengan rumus sebagai berikut.

Berat kering bagian pucuk (g)

NPA =

(18)

16

Berat Kering Total (BKT)

Pengukuran berat kering total semai dilakukan setelah semai dipanen atau ketika tiga bulan disapih dalam polibag. Semai dipisahkan antara bagian akar dengan pucuknya kemudian dibungkus dengan menggunakan kertas koran dan diturunkan kadar airnya pada suhu 70 oC selama 72 jam, selanjutnya berat kering pucuk dan akar semai ditimbang. Nilai berat kering total diperoleh dari penjumlahan berat kering pucuk dan akar yang dinyatakan dalam satuan gram (g).

Perhitungan Indeks Mutu Bibit (IMB)

Indeks mutu bibit dapat dihitung berdasarkan parameter penduga kunci penentu pertumbuhan semai dengan cara scoring. Parameter penduga kunci penentu pertumbuhan semai di antaranya parameter tinggi, diameter, dan berat kering total (BKT) semai (Supriyanto dan Fiona 2010).

Analisis Data

Perkecambahan

Perkecambahan benih cendana diamati selama 12 minggu setelah tabur (12 MSTb). Rancangan percobaan yang digunakan untuk pengujian perkecambahan benih cendana adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, dengan dua faktor yaitu faktor konsentrasi boron (B) dengan empat taraf dan faktor lama waktu perendaman (W) dengan empat taraf. Jumlah ulangan sebanyak empat, tiap ulangan terdiri dari 25 benih. Total benih yang dibutuhkan untuk pengujian perkecambahan sebanyak 1600 benih. Faktor percobaan tersebut sebagai berikut: Faktor konsentrasi boron dalam ppm (B)

B0 = boron 0 ppm B1 = boron 200 ppm B2 = boron 400 ppm B3 = boron 600 ppm

Faktor lama waktu perendaman dalam jam (W) W1 = 3 jam

W2 = 6 jam W3 = 12 jam W4 = 24 jam

Menurut Matjik dan Sumertajaya (2002) model linier aditif yang secara umum digunakan pada rancangan percobaan acak lengkap dua faktor adalah sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + βj +(αβ)ij + εijk

Yijk = respon/nilai pengamatan pada faktor konsentrasi boron ke-i, faktor lama waktu perendaman ke-j, pada ulangan ke-k

µ = nilai rata-rata umum

αi = pengaruh utama faktor konsentrasi boron taraf ke-i βj = pengaruh utama faktor lama waktu perendaman taraf ke-j

(19)

17

εijk = pengaruh kesalahan percobaan yang disebabkan oleh taraf ke-i faktor konsentrasi boron dengan taraf ke-j faktor lama waktu perendaman pada ulangan ke-k

untuk i = 0, 1, 2, 3 j = 0, 1, 2, 3 k = 1, 2, 3, 4

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam uji F untuk mengetahui nilai Fhitung (Sugandi dan Sugiarto 1994). Sidik ragam dapat disebut juga dengan

ANOVA.ANOVA adalah suatu metode analisis data pada suatu eksperimen atau observasi dari kelompok sampel lebih dari dua untuk menyimpulkan variasi yang terjadi pada objek (Siregar 2004). Nilai Fhitung digunakan untuk pengujian

perlakuan dengan kriteria uji F sebagai berikut: 1. Jika Fhitung≥ Ftabel, maka tolak H0

2. Jika Fhitung < Ftabel, maka terima H0

Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) bentuk hipotesis yang diuji dalam rancangan acak lengkap dua faktor adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh utama faktor konsentrasi boron:

H0 : α1 =…= αa = 0 (Faktor konsentrasi boron tidak berpengaruh).

H1: paling sedikit ada satu i dengan αi≠ 0

2. Pengaruh utama faktor lama waktu perendaman:

H0 : β1 =…= βb = 0 (Faktor lama waktu perendaman tidak berpengaruh).

H1: paling sedikit ada satu j dengan βj≠ 0

3. Pengaruh interaksi faktor konsentrasi boron dengan faktor lama waktu perendaman:

H0 : (αβ)11 = (αβ)12 = …= (βα)ab = 0 (Interaksi faktor konsentrasi boron dan

faktor lama waktu perendaman tidak berpengaruh) H1: paling sedikit ada sepasang (i, j) dengan (αβ)ij≠ 0

Hasil sidik ragam yang menunjukkan pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test/DMRT) pada taraf 5%. DMRT digunakan untuk menentukan variabel mana yang memiliki perbedaan cukup berarti terhadap variabel lainnya (Siregar 2004). Pengolahan dan analisis data hasil penelitian menggunakan software Microsoft Office Excel 2007, SPSS 16, dan SAS 9.0.

Pertumbuhan

Pertumbuhan semai cendana diamati selama 12 minggu setelah tanam (12 MSTn). Rancangan percobaan yang digunakan untuk pengujian pertumbuhan cendana adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, dengan dua faktor yaitu faktor penggunaan komposisi penambahan arang (A) dengan lima taraf dan faktor konsentrasi pupuk boron (B) dengan empat taraf. Jumlah ulangan sebanyak lima kali, tiap ulangan terdiri dari empat bibit. Total semai yang dibutuhkan untuk pengujian pertumbuhan cendana sebanyak 400 semai. Faktor percobaan tersebut sebagai berikut:

Faktor konsentrasi arang dalam % w/w (A) A0 = penambahan arang 0%

(20)

18 Faktor konsentrasi pupuk boron dalam ppm (B)

B0 = pupuk boron 0 ppm B1 = pupuk boron 200 ppm B2 = pupuk boron 400 ppm B3 = pupuk boron 600 ppm

Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) model linier aditif yang secara umum digunakan pada rancangan percobaan acak lengkap dua faktor adalah sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + βj +(αβ)ij + εijk

Yijk = respon/nilai pengamatan pada faktor penambahan arang sekam ke-i faktor pupuk boron ke-j, pada ulangan ke-k

µ = nilai rata-rata umum

αi = pengaruh utama faktor penambahan arang taraf ke-i βj = pengaruh utama faktor pupuk boron taraf ke-j

(αβ)ij = pengaruh faktor interaksi percobaan faktor penambahan arang taraf ke-i dan faktor pupuk boron taraf ke-j

εijk = pengaruh kesalahan percobaan yang disebabkan oleh taraf ke-i faktor penambahan arang sekam dengan taraf ke-j faktor pupuk boron pada ulangan ke-k

untuk i = 0, 1, 2, 3, 4 j = 0, 1, 2, 3 k = 1, 2, 3, 4, 5

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam uji F untuk mengetahui nilai Fhitung (Sugandi dan Sugiarto 1994). Sidik ragam dapat disebut juga dengan

ANOVA.ANOVA adalah suatu metode analisis data pada suatu eksperimen atau observasi dari kelompok sampel lebih dari dua untuk menyimpulkan variasi yang terjadi pada objek (Siregar 2004). Nilai Fhitung digunakan untuk pengujian

perlakuan dengan kriteria uji F sebagai berikut: 3. Jika Fhitung≥ Ftabel, maka tolak H0

4. Jika Fhitung < Ftabel, maka terima H0

Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) bentuk hipotesis yang diuji dalam rancangan rancangan acak lengkap dua faktor adalah sebagai berikut :

1. Pengaruh utama faktor A:

3. Pengaruh interaksi faktor A dengan faktor B:

H0: (αβ)11 = (αβ)12 = …= (βα)ab = 0 (Interaksi faktor konsentrasi arang sekam

dan faktor konsentrasi boron tidak berpengaruh) H1: paling sedikit ada sepasang (i, j) dengan (αβ)ij≠ 0

(21)

19

HASIL

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dengan judul “Pengaruh Boron dan Perendaman terhadap Perkecambahan dan Pengaruh Arang Sekam dan Boron terhadap Pertumbuhan Bibit Cendana (Santalum album Linn.)” dilaksanakan pada 30 April-5 Oktober 2012. Penelitian dilakukan di Pusat Sumber Benih dan Pembibitan Semai Hutan Rumpin (Rumpin Seed Sources and Nursery Center) RSSNC yang berada pada ketinggian ± 140 m dpl. Kondisi tanah di wilayah Rumpin umumnya tanah latosol, yang telah mengalami pelapukan intensif dan berlanjut dengan ciri morfologi teksturnya lempung, struktur tanahnya remah, dan konsistensinya gembur. Sifat-sifat dominan dari tanah latosol yaitu kadar liat lebih dari 60%, remah sampai gumpal, warna tanah seragam dengan batas-batas horison yang kabur, solum dalam (lebih dari 150 cm), kejenuhan basa kurang dari 50%, dan umumnya mempunyai epipedon umbrik. Nilai pH masam hingga agak masam (pH berkisar antara 4.5–5). Warna tanah umumnya merah, coklat hingga kuning. Kandungan hara rendah hingga sedang, semakin merah tanah semakin miskin hara tanah (Dephut 2009).

Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah latosol merah yang diambil di belakang kantor RSSNC, struktur remah hingga gumpal, dan memiliki pH KCl rata-rata sebesar 4.04 dan pH H2O rata-rata sebesar 5.10. Hasil

pengukuran suhu di propagation house lokasi pengujian perkecambahan benih cendana pada kondisi cuaca cerah tercatat rata-rata berkisar antara 25.4–35.8 °C dengan kelembaban udara rata-rata berkisar antara 39–84% dan hasil pengukuran suhu di shading house lokasi pengujian pertumbuhan semai cedana pada kondisi cuaca cerah tercatat rata-rata berkisar antara 25.7–37.9 °C dengan kelembaban udara rata-rata berkisar antara 38–81%.

Analisis Tanah

Analisis tanah terutama kandungan boron tersedia di dalam tanah dilakukan untuk mengetahui pengaruh boron dan kaitannya dengan arang sekam dalam penelitian ini. Tanah yang dianalisis adalah tanah yang telah digunakan pada pertumbuhan semai cendana (12 MSTn). Analisis boron tersedia dilakukan di Laboratorium Services SEAMEO BIOTROP dan hasilnya tersaji pada Tabel 1.

(22)

20 Tabel 1 Hasil analisis boron tersedia pada berbagai media sapih

Perlakuan

Boron tersedia (ppm) dengan metoda

Morgan Wolf-Azomethine Rata-rata (ppm)

B0 B1 B2 B3

A0 1.20 2.00 2.50 3.20 2.23

A1 0.70 1.20 1.40 4.40 1.90

A2 0.70 1.20 0.80 2.40 1.28

A3 0.80 0.90 1.80 2.30 1.45

A4 1.00 1.60 1.30 4.50 2.10

Rata-rata (ppm) 0.88 1.38 1.56 3.36

Perkecambahan

Benih terdiri dari tiga bagian yaitu dormansi embrio, jaringan penyimpan makanan (endosperma), dan kulit benih (Ross dan Koning 1994). Hal tersebut juga nampak pada Gambar 7 mengenai penampang benih cendana. Menurut Cambell et al. (2000)perkecambahan benih bergantung pada imbibisi, penyerapan air akibat potensial air yang rendah pada biji yang kering. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan metabolik pada embrio yang menyebabkan biji tersebut melanjutkan pertumbuhan. Setelah benih mengimbibisi air, embrio membebaskan hormon yang disebut giberelin (GA) sebagai sinyal kepada aleuron, yaitu bagian tipis bagian luar endosperma. Aleuron merespon dengan cara mensintesis dan mensekresikan enzim pencernaan yang menghidrolisis makanan yang tersimpan dalam endosperma, yang menghasilkan molekul kecil yang larut dalam air. Salah satu contohnya adalah α amilase, suatu enzim yang menghidrolisis pati. Gula dan zat-zat makanan lain yang diserap dari endosperma oleh skutelum (kotiledon) dikonsumsi dan dihabiskan selama pertumbuhan embrio menjadi sebuah bibit. Proses perkecambahan benih cendana tersaji pada Gambar 8.

Gambar 7 Penampang benih cendana

1 minggu 1 minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu Gambar 8 Proses perkecambahan benih cendana

Kulit benih Endosperma

Embrio

(23)

21 Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan konsentrasi boron, lama waktu perendaman, dan interaksi keduanya terhadap parameter perkecambahan benih cendana

Parameter perkecambahan F-Hitung

Boron (B) Waktu perendaman (W) B X W Daya berkecambah (DB) 1.32tn 4.08* 6.56** Nilai perkecambahan (NP) 1.90tn 4.25** 4.43** Laju perkecambahan (LP) 1.12tn 3.06* 0.31tn tn

Tidak berbeda nyata; *Berbeda nyata pada taraf uji 5%; **Berbeda sangat nyata pada taraf uji 1%

Pengamatan perkecambahan benih cendana dilakukan selama 12 minggu setelah tabur (MSTb). Parameter yang diamati pada penelitian perkecambahan benih cendana adalah daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KT), nilai perkecambahan (NP), dan laju perkecambahan (LP). Pengaruh pemberian boron, lama waktu perendaman, dan interaksi keduanya dapat diketahui melalui sidik ragam. Rekapitulasi sidik ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa perlakuan lama waktu perendaman memberikan pengaruh nyata pada parameter daya berkecambah dan laju perkecambahan, serta pengaruh yang sangat nyata pada parameter nilai perkecambahan. Perlakuan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata pada parameter daya berkecambah dan nilai perkecambahan.

Daya Berkecambah (DB)

Daya berkecambah merupakan kemampuan benih untuk berkecambah normal pada kondisi yang optimum, atau dapat disebut persentase kecambah normal terhadap jumlah benih yang ditanam. Nilai persentase tersebut selanjutnya ditransformasikan ke dalam rumus arcsin (% X)1/2. Daya berkecambah tertinggi diperoleh pada benih cendana yang direndam selama 24 jam yaitu sebesar 46.61% atau meningkat 16.12% dibandingkan dengan kontrol (3 jam) dengan daya berkecambah 40.14% (Tabel 3). Tabel 3 menunjukkan kecenderungan bahwa semakin lama waktu perendaman akan berpengaruh semakin baik terhadap daya berkecambah benih cendana. Hal ini dikarenakan proses imbibisi dapat berjalan dengan baik.

Tabel 3 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan lama waktu perendaman terhadap daya berkecambah (DB) benih cendana

Lama waktu perendaman (jam) Daya berkecambah (%) Peningkatan (%)

3 40.14b* -

6 41.24b 2.74

12 43.43ab 8.20

24 46.61a 16.12

(24)

22 benih tanpa boron hanya dapat dilakukan pada lama waktu perendaman 12 dan 24 jam dengan peningkatan sebesar 50.19–63.12%. Perendaman benih dengan menggunakan boron yang dilakukan pada berbagai waktu perendaman dapat meningkatkan daya berkecambah sebesar 19.04–59.27%.

Tabel 4 Hasil uji Duncan pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi boron dan lama waktu perendaman terhadap daya berkecambah (DB) benih cendana

B x W Daya berkecambah (%) Peningkatan (%)

**Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 1%; B : konsentrasi boron, W : lama waktu perendaman

Kecepatan Tumbuh (KT)

Persentase perkecambahan cendana relatif kecil dan membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai persentase perkecambahan 80%. Kecepatan tumbuh dihitung dengan menggunakan rumus kumulatif persentase perkecambahan persatuan waktu pengamatan dikalikan dengan 80%. Batas 80% merupakan batas normal perkecambahan, benih yang berkecambah di atas 80% dapat dikatakan benih yang perkecambahannya kurang normal dan biasanya jika ditanam di lapangan akan cepat mati. Perlakuan konsentrasi boron, lama waktu perendaman, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh terhadap parameter kecepatan tumbuh benih cendana yang diamati.

Tabel 5 Hasil analisis pengaruh perlakuan konsentrasi boron dan arang sekam terhadap kecepatan tumbuh (KT) benih cendana

Perlakuan Kecepatan tumbuh (%/minggu) Peningkatan (%)

B0 (0 ppm) 34.60 -

(25)

23 Hasil analisis kecepatan tumbuh benih cendana menunjukkan bahwa faktor tunggal boron dan lama waktu perendaman memberikan pengaruh peningkatan terhadap parameter kecepatan tumbuh benih cendana Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian boron terbaik terdapat pada konsentrasi 400 ppm (B2) dengan kecepatan tumbuh 42.00%/minggu atau meningkat sebesar 21.39% dibandingkan dengan kontrol (tanpa boron) yang memiliki kecepatan tumbuh 34.60%/minggu. Lama waktu perendaman terbaik pada 24 jam (W4) dengan kecepatan tumbuh 44.00%/minggu atau meningkat sebesar 20.22% dibandingkan dengan kontrol (perendaman selama 3 jam) yang memiliki kecepatan tumbuh 36.60%/minggu.

Tabel 6 Hasil analisis pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi boron dan lama waktu perendaman terhadap kecepatan tumbuh (KT) benih cendana Interaksi Kecepatan tumbuh

B : konsentrasi boron, W : lama waktu perendaman

Perlakuan interaksi konsentrasi boron dan lama waktu perendaman berpengaruh terhadap kecepatan tumbuh benih cendana. Perlakuan interaksi terbaik terdapat pada interaksi B2W4 diikuti dengan perlakuan B0W4, B2W1, dan B1W2, hasil terendah terdapat pada perlakuan B0W2 (Tabel 6). Hal ini berarti jika benih direndam tanpa boron maka lama waktu perendaman selama 24 jam tetapi jika ditambah boron pada konsentrasi 200 dan 400 ppm maka lama waktu perendaman menjadi lebih cepat yaitu 3 dan 6 jam. Perendaman benih tanpa boron selama 12 dan 24 jam meningkatkan kecepatan tumbuh benih sebesar 83.33– 106.67%. Perendaman benih dengan boron pada berbagai waktu perendaman meningkatkan kecepatan tumbuh sebesar 36.67–113.33%.

(26)

24

Gambar 9 Grafik persentase perkecambahan benih cendana pada berbagai kombinasi perlakuan konsentrasi boron (B) dan lama waktu perendaman (W)

Nilai Perkecambahan (NP)

(27)

25 Tabel 7 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan lama waktu perendaman terhadap

nilai perkecambahan (NP) benih cendana

Lama waktu perendaman (jam) Nilai perkecambahan Peningkatan (%)

3 0.15c** -

6 0.18bc 20.00

12 0.21ab 40.00

24 0.23a 53.33

**Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 1%

Tabel 8 Hasil uji Duncan pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi boron dan lama waktu perendaman terhadap nilai perkecambahan (NP) benih cendana

**Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 1%; B : konsentrasiboron, W : lama waktu perendaman

Perlakuan interaksi B0W4, B0W3, B1W2, dan B2W4 merupakan interaksi terbaik dengan nilai perkecambahan 0.27–0.28 atau meningkat 350.00–366.67% dibandingkan dengan interaksi B0W1 dengan nilai perkecambahan 0.06 (Tabel 8). Penambahan konsentrasi boron (200 ppm, 400 ppm, dan 600 ppm) pada berbagai lama waktu perendaman dapat meningkatkan nilai perkecambahan benih sebesar 133.33–366.67%, sedangkan yang tanpa boron (0 ppm) dengan lama waktu perendaman (6 jam, 12 jam, dan 24 jam) dapat meningkatkan nilai perkecambahan benih sebesar 16.67–366.67%.

Laju Perkecambahan (LP)

(28)

26 mengalami peningkatan 7.59–10.43% dibandingkan dengan lama waktu perendaman 3 jam (kontrol) yang memiliki laju perkecambahan 55.73 hari.

Tabel 9 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan lama waktu perendaman terhadap laju perkecambahan (LP) benih cendana

Lama waktu perendaman (jam) Laju perkecambahan (hari) Peningkatan (%)

3 55.73b -

6 50.72a 9.88

12 51.50a 7.59

24 49.92a* 10.43

*Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan hasil perkembangan dari bagian siklus kehidupan setiap tanaman dan berubah dalam bentuk volume dan massa (Oldeman 1990; Hopkins 1995) dalam Omon (2006). Parameter pertumbuhan cendana yang diuji dalam penelitian ini yaitu tinggi, diameter, kekokohan semai, berat kering pucuk, berat kering total, pengamatan akar (panjang akar, jumlah akar sekunder, dan berat kering akar), nisbah pucuk akar, dan indeks mutu bibit.

Tabel 10 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan konsentrasi boron, arang sekam, dan interaksi keduanya terhadap parameter pertumbuhan semai cendana

Parameter F-Hitung

Boron (B) Arang (A) B X A

Tinggi semai 2.47tn 3.51* 1.36tn

Diameter semai 0.07tn 2.28tn 1.22tn

Kekokohan Semai (KS) 1.96tn 0.14tn 1.13tn Berat Kering Pucuk (BKP) 3.71* 1.45tn 0.85tn Jumlah Akar Sekunder 1.11tn 1.07tn 0.66tn

Panjang Akar 0.57tn 0.42tn 0.10tn

Berat Kering Akar (BKA) 2.56tn 0.42tn 1.08tn Berat Kering Total (BKT) 3.66* 1.08tn 0.93tn Nisbah Pucuk Akar (NPA) 1.39tn 0.90tn 0.47tn tn

Tidak berbeda nyata; *Berbeda nyata pada taraf uji 5%

(29)

27

Tinggi Semai

Tinggi semai merupakan ukuran semai yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan (Sitompul dan Guritno 1995). Pertumbuhan tinggi merupakan nilai selisih dari tinggi akhir dengan tinggi awal. Hasil uji Duncan pada Tabel 11 menunjukkan bahwa penambahan arang sekam meningkatkan pertumbuhan tinggi semai secara nyata. Perlakuan arang sekam terbaik terdapat pada 2.5% (A1), 5% (A2), 7.5% (A3), dan 10% (A4) dengan tinggi 8.20–8.62 cm atau meningkat 11.11–16.80% (Tabel 11). Sifat arang sekam yang slow release dan akar inang membantu semai cendana dalam penyerapan unsur boron. Arang sekam mampu memperbaiki sifat fisik, biologi, dan kimia tanah sehingga tanah menjadi subur. Tanaman akan tumbuh dengan baik pada tanah yang subur.

Tabel 11 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan konsentrasi boron dan arang sekam terhadap tinggi semai rata-rata (cm) semai cendana

Perlakuan Tinggi rata-rata (cm) Peningkatan (%)

A0 (0%) 7.38b* - konsentrasi ternyata mampu meningkatkan tinggi semai cendana 6.09–11.53% walau tidak berpengaruh nyata. Perlakuan konsentrasi boron yang memiliki rata-rata tinggi terbaik terdapat pada konsentrasi 400 ppm (B2) dengan tinggi 8.61 cm atau meningkat 11.53%. Menurut Wijaya (2009) boron berfungsi sebagai aktivator dan inaktivator hormon auksin dalam tanaman. Menurut Cambell et al.

(2000) lokasi produksi hormon auksin salah satunya terdapat di meristem tunas apikal. Fungsi utama hormon auksin di antaranya membantu merangsang terjadinya perpanjangan batang, dominansi apikal, dan fototropisme. Boron dalam hal ini sebagai alat aktivator hormon auksin yang ada di meristem tunas apikal, sehingga secara tidak langsung mampu membantu pemanjangan batang, dominansi apikal, dan fototropisme yang secara tidak langsung terkait dengan pertumbuhan tinggi semai. Hal ini menunjukkan penambahan boron bermanfaat bagi pertumbuhan tinggi semai cendana.

(30)

28 memberikan peningkatan lebih besar terhadap pertumbuhan tinggi rata-rata semai cendana dibandingkan dengan pemberian pupuk boron cair. Hal ini sesuai dengan Tabel 11 yang menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi rata-rata semai yang diberi arang sekam mengalami peningkatan sebesar 11.11–16.80% dan semai yang diberi pupuk boron cair mengalami peningkatan sebesar 6.09–11.53%.

(31)

29

Diameter Semai

Pertumbuhan diameter semai adalah selisih dari nilai diameter akhir dengan nilai diameter awal. Tabel 12 menunjukkan bahwa pemberian arang dapat meningkatkan diameter semai 7.14–57.14% walaupun tidak berpengaruh nyata. Penambahan arang sekam persentase 7.5% ke dalam media tanam merupakan perlakuan terbaik dengan pertumbuhan diameter 0.22 mm atau meningkat 57.14% dibandingkan dengan kontrol dengan pertumbuhan diameter 0.14 mm.

Tabel 12 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan arang sekam terhadap diameter semai rata-rata (mm) semai cendana

Arang sekam (%) Diameter rata-rata (mm) Peningkatan (%)

0 0.14 -

2.5 0.17 21.43

5 0.15 7.14

7.5 0.22 57.14

10 0.17 21.43

(32)

30 Gambar 11 menunjukkan grafik pertumbuhan diameter semai cendanamulai dari umur 0 MSTn-12 MSTn. Rata-rata diameter cendana mengalami penurunan pada umur 0 MSTn-4 MSTn. Hal ini dikarenakan batang kecambah saat disapih berwarna hijau kekuningan, banyak mengandung air, dan mengkilat (vitrifikasi). Batang mengalami proses lignifikasi (pengerasan batang) yang menyebabkan batang berwarna hijau tua hingga kecoklatan sehingga diameter batang pada empat minggu pertama pengamatan mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa semai cendana sedang mengalami pertumbuhan primer (batang dan akar bertambah tinggi atau panjang). Rata-rata diameter mulai tumbuh normal dan meningkat mulai umur 4 MSTn-12 MSTn, yamg menunjukkan semai cendana mengalami pertumbuhan sekunder (batang dan akar bertambah lebar).

Kekokohan Semai (KS)

Kekokohan semai (KS) merupakan nilai perbandingan antara tinggi dengan diameter semai. Rekapitulasi sidik ragam (Tabel 10) menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi boron, arang sekam, dan interaksi keduanyanya tidak berpengaruh nyata terhadap parameter KS dikarenakan tidak berpengaruh nyatanya parameter diameter semai cendana.

Berat Kering Pucuk (BKP)

Tabel 13 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi boron pada konsentrasi 400 ppm (B2) dan 600 ppm (B3) memiliki nilai rata-rata berat kering pucuk tertinggi sebesar 0.16–0.17 g atau meningkat 33.33–41.67% dibandingkan dengan 0 ppm (B0) dengan berat 0.12 g. Pemberian boron dengan konsentrasi minimal 200 ppm sampai dengan 600 ppm mampu meningkatkan nilai rata-rata berat kering baik pucuk sebesar 16.67–41.67%. Rata-rata berat kering pucuk bibit cendana meningkat apabila konsentrasi boron yang diberikan semakin tinggi. Tabel 13 juga menunjukkan, walaupun faktor perlakuan arang sekam tidak memberikan berpengaruh nyata namun penambahan arang sekam mampu meningkatkan rata-rata berat kering pucuk semai cendana sebesar 7.69–23.08%. Tabel 13 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan konsentrasi boron dan perlakuan

arang sekam terhadap berat kering pucuk (BKP) semai cendana Perlakuan BKP rata-rata (g) Peningkatan (%)

A0 (0%) 0.13 -

(33)

31 mampu meningkatkan jumlah akar sekunder sebesar 5.45–21.79% dan BKA rata-rata semai cendana sebesar 50–100% walaupun tidak berpengaruh nyata.

Tabel 14 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan konsentrasi boron terhadap berat kering akar (BKA) dan jumlah akar sekunder semai cendana

Boron (ppm) BKA rata-rata (g)

Peningkatan (%)

Jumlah akar sekunder Peningkatan (%)

0 0.02 - 10.28 -

200 0.03 50.00 10.84 5.45

400 0.04 100.00 12.52 21.79

600 0.04 100.00 10.96 6.62

Gambar 12 menunjukkan hubungan parasitisme semai cendana dengan semai inangnya yaitu tanaman cabe. Hasil pengamatan akar semai cendana setelah dipanen Gambar 12A, menunjukkan adanya titik sambung akar atau disebut dengan haustorium (Gambar 12B). Hubungan antara akar semai cendana dengan akar inangnya ditunjukkan dengan munculnya haustorium (tunggal) dan haustoria (jamak), semakin banyak hautorium akan menguntungkan bagi pertumbuhan semai cendana karena penyerapan unsur hara (zat makanan) semakin tinggi.

Gambar 12 Houstoria yang terbentuk antara akar cendana dan cabe; A) titik sambung akar yang terbentuk antara semai cendanadengan cabe dan B) haustorium yang dibentuk oleh akar cendana dalam memarasit semai cabe

Gambar 13 memperlihatkan semai cendana secara morfologi setelah 3 bulan pengamatan. Panjang akar dan jumlah akar sekunder secara visual terlihat relatif seragam. Hal ini sesuai dengan sidik ragam yang menunjukkan bahwa panjang akar dan jumlah akar sekunder tidak berpengaruh nyata, namun boron ternyata mampu meningkatkan jumlah akar sekunder 5.45–21.79% (Tabel 14). Gambar

B A

Cabe Cendana

Houstoria

Akar Cendana Akar

(34)

32 yang akarnya diberi tanda lingkaran hitam adalah semai cendana yang memiliki jumlah percabangan akar (akar sekunder) lebih banyak dibandingkan dengan lainnya yang ternyata terdapat pada interaksi konsentrasi boron (200 ppm, 400 ppm, dan 600 ppm) pada berbagai perlakuan arang sekam.

Gambar 13 Keragaan semai cendana secara morfologi 3 bulan setelah

pengamatan pada berbagai perlakuan (A : arang sekam, B : konsentrasi boron)

Nisbah Pucuk Akar (NPA)

Hubungan perbandingan pertumbuhan ujung dan pertumbuhan akar, biasanya dinyatakan sebagai rasio pucuk-akar (rasio S-R atau shot-root ratio), yang mempunyai kepentingan fisiologis, karena dapat menggambarkan salah satu tipe toleransi terhadap kekeringan (Gardner et al. 2008). Tabel 15 menunjukkan bahwa pemberian boron sebagai pupuk cair pada berbagai konsentrasi ternyata mampu meningkatkan nisbah pucuk akar (NPA) semai cendana (12 MSTn) sebesar 4.69–19.68%, walaupun menurut sidik ragam tidak berpengaruh nyata. Semakin meningkat konsentrasi boron yang diberikan akan memberikan pengaruh yang semakin baik pula pada NPA tanaman cendana.

Tabel 15 Pengaruh perlakuan konsentrasi boron terhadap nisbah pucuk akar (NPA) semai cendana

Boron (ppm) Nisbah pucuk akar Peningkatan (%)

0 5.54 -

200 5.28 4.69

400 4.81 13.18

(35)

33

Berat Kering Total (BKT)

Berat kering total atau biomassa semai merupakan nilai kumulatif dari berat kering pucuk dan berat kering akar. Biomassa semai merupakan indikator pertumbuhan yang paling mewakili untuk mendapatkan penampilan keseluruhan pertumbuhan semai karena mudah diukur dan merupakan integrasi dari hampir semua peristiwa yang dialami semai sebelumnya (Sitompul dan Guritno 1995). Tabel 16 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan konsentrasi boron dan perlakuan

arang sekam terhadap berat kering total (BKT) semai cendana

Perlakuan BKT rata-rata (g) Peningkatan (%)

A0 (0%) 0.16 -

*Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%; A : arang sekam, B : konsentrasi boron

Hasil uji Duncan Tabel 16 menunjukkan bahwa konsentrasi boron 400 ppm (B2) dan 600 ppm (B3) merupakan perlakuan terbaik dengan berat kering total sebesar 0.20–0.21 g atau mengalami peningkatan 33.33–40% dibandingkan dengan kontrol (B0) yang menghasilkan berat kering total sebesar 0.15 g. Pemberian arang sekam ke dalam media mampu meningkatkan berat kering total semai cendana sebesar 6.25–25.00% walaupun tidak berpengaruh nyata.

Indeks Mutu Bibit (IMB)

Penentuan indeks mutu bibit dilakukan untuk menentukan perlakuan terbaik dari seluruh perlakuan dengan memperhatikan parameter-parameter kunci yang menentukan kualitas mutu bibit, seperti tinggi, diameter, dan berat kering total dengan cara scoring nilai rata-rata pertumbuhan (Munir 2000). Nilai score total yang paling tinggi menunjukkan kualitas bibit cendana yang paling baik.

Tabel 17 Hasil scoring terhadap tinggi, diameter, dan berat kering total (BKT) semai cendanadari berbagai perlakuan arang sekam

Arang sekam (%) Score tinggi Score diameter Score BKT Score total

(36)

34 terendah terdapat pada bibit tanpa boron (B0) dan tanpa arang sekam (A0) dengan nilai IMB masing-masing 3 poin. Perlakuan interaksi yang menghasilkan peringkat indeks mutu bibit cendana tertinggi adalah A3B2 (arang sekam 7.5% dan konsentrasi boron 400 ppm) dengan nilai IMB 26 poin sedangkan interaksi A0B0 memperoleh nilai IMB 9 poin (Tabel 19).

Tabel 18 Hasil scoring terhadap tinggi, diameter, dan berat kering total (BKT) semai cendanadari berbagai perlakuan konsentrasi boron

Boron (ppm) Score tinggi Score diameter Score BKT Score total semai cendana pada interaksi perlakuan arang sekam dan konsentrasi boron

A : arang sekam, B : konsentrasi boron

(37)

35

Gambar 14 Semai cendana tanpa inang (A) dan dengan inang cabe (B)

Gambar 15 Keragaan beberapa semai cendana pada berbagai perlakuan (A : arang sekam, B : konsentrasi boron)

A B

Gambar

Gambar 10 Grafik laju pertumbuhan tinggi (cm) semai cendana pada berbagai
Tabel 12  Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan arang sekam terhadap diameter semai rata-rata (mm) semai cendana
Tabel 13 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan konsentrasi boron dan perlakuan arang sekam terhadap berat kering pucuk (BKP) semai cendana
Gambar 12  Houstoria yang terbentuk antara akar cendana dan cabe; A) titik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data hasil analisa sidik ragam peubah yang diukur pada perbanyakan Cendana dengan pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh Sitokinin yaitu BAP, Kinetin dan kombinasinya terhadap

Persentase kumulatif perkecambahan cendana dengan perlakuan gibberellin dibandingkan dengan kontrol selama 9 minggu setelah penyemaian.. Tanda pagar menunjukkan nilai SEM

Perlakuan arang sekam memberikan pengaruh nyata terhadap variabel C-organik, serapan N, berat volum (BV), panjang tanamanan, sedangkan perlakuan slurry

Kombinasi Pengaruh Media Tanam Akar Pakis dan Arang Sekam Terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Bibit Eucalyptus..

Hasil sidik ragam (Anova) menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara takaran arang sekam padi dan takaran bokashi cair terhadap suhu tanah 35 HST dimana suhu tanah pada

pertumbuhan bibit kakao, hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan berat benih dan media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit umur 60

Secara interaksi perlakuan arang sekam padi dan gandasil B memberikan pengaruh nyata terhadap umur berbunga tanaman cabai rawit, dimana perlakuan terbaik dosis arang sekam padi 75

3.3 Nilai Perkecambahan Tabel 3 Tabel Analisis Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan pada Nilai Berkecambah yang Tumbuh Selama 90 Hari Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Air Kelapa Terhadap