• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Antimikrob Kombinasi Ekstrak Daun Henna (Lawsonia inermis L.) dan Rifampisin terhadap Mycobacterium tuberculosis secara In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas Antimikrob Kombinasi Ekstrak Daun Henna (Lawsonia inermis L.) dan Rifampisin terhadap Mycobacterium tuberculosis secara In Vitro"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIMIKROB KOMBINASI EKSTRAK DAUN HENNA

(

Lawsonia inermis

L.) DAN RIFAMPISIN TERHADAP

Mycobacterium tuberculosis

SECARA

IN VITRO

AMAR MUSLIM

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antimikrob Kombinasi Ekstrak Daun Henna (Lawsonia inermis L.) dan Rifampisin terhadap Mycobacterium tuberculosis secara In Vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

AMAR MUSLIM. Aktivitas Antimikrob Kombinasi Ekstrak Daun Henna (Lawsonia inermis L.) dan Rifampisin terhadap Mycobacterium tuberculosis secara In Vitro. Dibimbing oleh SYAMSUL FALAH dan SITI SA’DIAH.

Lawsonia inermis L. yang dikenal dengan nama henna adalah tanaman obat yang banyak digunakan dalam mengobati berbagai penyakit, termasuk penyakit tuberkulosis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas kombinasi ekstrak daun henna dalam membunuh M. tuberculosis dengan menentukan Konsentrasi Hambatan Minimum (KHM) ekstrak daun henna terhadap M. tuberculosis. Serbuk daun kering dimaserasi dengan etanol 96% kemudian dievaporasi untuk mendapatkan ekstrak pekat. Ekstrak, larutan antibiotik rifampisin, dan suspensi M. tuberculosis dihomogenkan kemudian diinokulasikan pada media Ogawa dengan konsentrasi 10.000 ppm, 20.000 ppm, 40.000 ppm, 80.000 ppm dan diinkubasi pada suhu 37oC. Setelah dua pekan, diamati konsentrasi terendah ekstrak dan kombinasi ekstrak antibiotik yang dapat membunuh M. tuberculosis. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi minimum ekstrak daun henna yang efektif dalam membunuh M. tuberculosis adalah sebesar 20.000 ppm. Sedangkan konsentrasi minimum kombinasi ekstrak daun henna dan rifampisin 4.000 ppm adalah kurang dari 10.000 ppm, sehingga kombinasi ekstrak daun henna dengan rifampisin terbukti lebih efektif dalam membunuh M. tuberculosis dibandingkan dengan perlakuan ekstrak.

Kata kunci: Tuberkulosis, daun henna, M. tuberculosis, media Ogawa, KHM

ABSTRACT

AMAR MUSLIM. Antimicrobial Activity of Henna’s Leaves Extract (Lawsonia inermis L.) and Rifampicin Combination against Mycobacterium tuberculosis by In Vitro. Supervised by SYAMSUL FALAH and SITI SA’DIAH.

Lawsonia inermis L. known as henna in Indonesia is widely used as herbal medicinal plant to treat various diseases, including tuberculose. The objective of this research is to analyze combination of henna leaves extract activity against M. tuberculosis by evaluate the mininum inhibitory concentration (MIC). Dry leaves were macerated by using ethanol 96%. Then, the leaves went through filtration and evaporation process to gain concentrated extract. The extract was mixed with M. tuberculosis suspension and antibiotic solution at concentration of 10.000 ppm, 20.000 ppm, 40.000 ppm, 80.000 ppm and incubated 37oC. After two weeks the MIC of leaves extract and combination extract and antibiotic that inhibit the growth of M. tuberculosis was observed. The result showed MIC of henna leaves extract is 20.000 ppm, while MIC henna leaves extract and rifampicin 4.000 ppm less than 10.000 ppm. Combination of henna leaves extract and rifampisin treatment is more effective than extract treatment to kill M.tuberculosis.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biokimia

AKTIVITAS ANTIMIKROB KOMBINASI EKSTRAK DAUN HENNA

(

Lawsonia inermis

L.) DAN RIFAMPISIN TERHADAP

Mycobacterium tuberculosis

SECARA

IN VITRO

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Aktivitas Antimikrob Kombinasi Ekstrak Daun Henna (Lawsonia inermis L.) dan Rifampisin terhadap Mycobacterium tuberculosis secara In Vitro

Nama : Amar Muslim NIM : G84090019

Disetujui oleh

Dr Syamsul Falah, S.Hut, M.Si Pembimbing I

Siti Sa’diah, M.Si, Apt Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, M.App.Sc Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas kesempatan yang telah diberikan untuk mempelajari sebagian kecil dari ilmu-Nya, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Penulis memilih judul Aktivitas Antimikrob Kombinasi Ekstrak Daun Henna (Lawsonia inermis L.) dan Antibiotik Rifampisin terhadap Mycobacterium tuberculosis secara In Vitro.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Syamsul Falah, S.Hut, M.Si. selaku pembimbing utama dan Siti Sa’diah, M.Si, Apt selaku pembimbing kedua, yang telah memberikan ilmu, bimbingan serta kritik kepada penulis. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada drh. Rahmat Setya Adji, M.Si, Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor yang telah memberikan isolat Mycobacterium tuberculosis dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) yang telah mendanai penelitian ini dalam Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) yang berjudul Optimalisasi Aktivitas Tuberkulostatik Ekstrak Daun Henna (Lawsonia inermis L.) dengan Variasi Konsentrasi dan Antibiotik untuk Menghambat Pertumbuhan M. tuberculosis secara In Vitro. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga, teman satu tim PKMP, Satriaji Hartamto, star5, dan teman-teman Biokimia angkatan 46 yang telah memberikan dukungan moril dan materil.

Penulis menyadari bahwa sebagai manusia penulis tidak luput dari kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak serta berguna untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan dan Alat 2

Prosedur Analisis Data 2

HASIL 4

Karakteristik Simplisia dan Ekstrak Henna 4

Fitokimia Ekstrak Daun Henna 4

Efektivitas Penghambatan Mycobacterium tuberculosis seluruh Perlakuan 5

PEMBAHASAN 6

Karakteristik Simplisia 6

Rendemen Ekstrak Daun Henna 7

Fitokimia Ekstrak Daun Henna 8

Aktivitas Penghambatan M. tuberculosis 8

SIMPULAN 10

DAFTAR PUSTAKA 10

LAMPIRAN 12

(11)

DAFTAR GAMBAR

1 Daun henna 4

2 Pertumbuhan pelet M. tuberculosis. (a). Kontrol positif rifampisin (b).

Kontrol negatif DMSO 5

3 Pertumbuhan pelet M. tuberculosis pada media Ogawa yang

mengandung ekstrak daun henna 5

4 Pertumbuhan pelet M. tuberculosis pada 4 varian konsentrasi ekstrak yang masing-masing ditambahkan rifampisin 4.000 ppm 6

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji fitokimia ekstrak daun henna (Lawsonia inermis L.) 14

(12)

PENDAHULUAN

Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit berbahaya di dunia. Sampai saat ini belum ada satu negara pun yang terbebas dari TB. Insidensi TB meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Badan kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2009 menyatakan jumlah penderita TB di Indonesia sekitar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah kasus terbesar pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika selatan, Nigeria dan Indonesia (WHO 2010).

Penyakit TB disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang, bersifat tahan asam, non motil, obligat aerob, dan dapat hidup dalam rongga paru-paru yang kaya akan oksigen. Mycobacterium tuberculosis tidak tahan panas, akan mati pada suhu 60oC selama 15 – 20 menit. Biakan M. tuberculosis akan mati jika terkena sinar matahari langsung selama dua jam. Bakteri ini dapat bertahan di dalam dahak selama 20-30 jam. Basil dalam percikan bahan dapat bertahan hidup selama 8-10 hari. Biakan basil ini pada suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari pendingin pada suhu -20oC selama dua tahun (Elgert 1996; Roitt 1991).

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya kasus TB di Indonesia adalah waktu pengobatan TB yang relatif lama (6 – 8 bulan) menjadi penyebab penderita TB sulit sembuh karena pasien TB berhenti berobat (drop) setelah merasa sehat. Selain itu, masalah TB diperberat dengan munculnya permasalahan TB-MDR (Multi Drugs Resistant = kebal terhadap bermacam obat). Masalah lain adalah penggunaan lebih dari satu macam obat menyebabkan penderita malas untuk memakan obat sehingga memperbesar peluang meningkatnya kasus TB (WHO 2010).

Tuberkulosis dapat diobati secara total menggunakan obat lini pertama meliputi isoniazid, rifampisin, etambutol, streptomisin, dan pirazinamid selama 6-8 bulan (Ganiswara et al. 1995). Salah satu sumber obat TB lain yang potensial adalah tanaman obat tradisional. Tanaman obat yang berkhasiat sebagai obat antituberkulosis adalah daun henna (Lawsonia inermis L.) (Sharma 1990). Senyawa metabolit sekunder 2-hydroxy-1:4-napthoquinone (Lawson) pada henna kemungkinan berkontribusi terhadap aktivitas antituberkulosis tersebut (Habbal et al. 2007). Selain itu, L. inermis L. memiliki khasiat sebagai antibakteri, antiiritan, antioksidan, antikarsinogenik, antiinflamasi.

Berdasarkan informasi tersebut, daun henna memiliki potensi yang sangat besar dalam bidang farmakologi terutama sebagai obat anti tuberkulosis yang sampai saat ini masih sangat dibutuhkan. Pemilihan kombinasi ekstrak daun henna dan rifampisin diharapkan dapat mengurangi jumlah antibiotik yang digunakan untuk pengobatan TB yang terbukti memiliki efek negatif terhadap fungsi hati dan ginjal.

(13)

2

METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun henna (Lawsonia inermis L.) dalam bentuk sediaan simplisia yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah, Bogor, dan telah dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bahan lainnya adalah alkohol 96%, akuades, bahan kimia untuk penapisan fitokimia, parafin, antibiotik rifampisin produksi Armoxindo Farma Cipanas Cianjur, isolat Mycobacterium tuberculosis sensitif obat anti tuberkulosis (OAT) yang diperoleh dari Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor, potassium dihydrogen phosphate (KH2PO4), standar McFarland 3, 7H9 broth, monosodium glutamat, gliserol, Malachite Green 2%, NaCl fisiologis, dan telur ayam.

Alat-alat yang digunakan adalah alat–alat gelas, shaker, penguap putar, neraca analitik, autoklaf, oven, corong pemisah, tabung Eppendorf 1.5 mL, lemari pendingin, rak miring, glass homogenizer, grinder, mixer, penangas air, laminar airflow, jarum ose, lampu bunen, sentrifuse, vortex, kapas steril, kertas saring, cawan porselin, desikator.

Prosedur Analisis Data

Ekstraksi Daun Henna

Daun henna dicuci bersih kemudian ditiriskan lalu dikeringkan dengan oven suhu 40oC hingga kering selama 48 jam. Setelah kering sampel dihaluskan dengan saringan ukuran 80 mesh hingga menjadi serbuk halus dan ditentukan kadar airnya dengan metode gravimetri. Simplisia daun henna kemudian diekstraksi dengan teknik maserasi menggunakan pelarut etanol 96% selama 3 x 24 jam dengan bantuan shaker kecepatan 150 rpm. Ekstrak etanol daun henna selanjutnya dikeringkan dengan penguap putar pada suhu 50oC hingga menjadi ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh ditentukan rendemennya dan kandungan fitokimianya secara kualitatif. Ekstrak yang diperoleh digunakan untuk tahap selanjutnya.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun henna yang dibuat 4 konsentrasi yaitu 10.000 ppm, 20.000 ppm, 40.000 ppm, 80.000 dalam pelarut DMSO 20.000 ppm. Selain itu, dibuat juga 4 perlakuan kombinasi ekstrak dengan konsentrasi yang sama (10.000 ppm, 20.000 ppm, 40.000 ppm, 80.000 ppm) tapi masing-masing ditambahkan rifampisin 4.000 ppm dalam pelarut DMSO 20.000 ppm dengan perbandingan volume ekstrak dan rifampisin sebesar 1:1.

Media Ogawa

(14)

3 100oC selama 30 menit, setelah itu didinginkan. Sebanyak 12-16 butir telur ayam segar yang telah direndam dalam alkohol 95% selama 10 menit dipecah satu per satu kemudian dikocok dengan mixer lalu disaring dan dituangkan ke dalam labu Erlenmeyer. Selanjutnya ditambahkan 18 mL gliserol dan 18 mL Malachite green 2%. Setelah dihomogenkan, bahan ditempatkan ke dalam tabung reaksi masing-masing sebanyak 6 mL, setelah itu tabung reaksi ditempatkan di atas penangas air (diuapkan dengan suhu 90oC selama 1 jam) dalam posisi miring hingga menjadi sediaan padat yang siap untuk digunakan.

Larutan Stok Bakteri

Larutan stok bakteri dibuat mengacu pada metode Murray et al. (2007) modifikasi. Perbanyakan kultur bakteri M. tuberculosis dilakukan dengan cara penyegaran kultur bakteri sebanyak 1 ose ke dalam media cair 7H9 broth 5 mL, kemudian diagitasi kuat menggunakan vortex sampai homogen dan diinkubasi selama 7 hari. Setelah 7 hari, dilakukan pengukuran konsentrasi suspensi bakteri M. tuberculosis sensitif OAT dengan konsentrasi standar 3 McFarland (setara dengan 9x108 CFU/mL). Penyetaraan konsentrasi bakteri dilakukan dengan menambahkan 7H9 broth sedikit demi sedikit pada media yang berisi bakteri M. tuberculosis sampai tingkat kekeruhan suspensi bakteri sama dengan kekeruhan standar McFarland 3.

Pengujian Efektivitas Ekstrak Daun Henna dan Antibiotik terhadap Bakteri

M. tuberculosis

Uji efektivitas kombinasi ekstrak dan antibiotik mengacu pada metode Fatimah (2009) modifikasi. Pengujian ini dilakukan terhadap 10 perlakuan. Perlakuan 1-4 adalah ekstrak konsentrasi 10.000 ppm, 20.000 ppm, 40.000 ppm, 80.000 ppm sebanyak 250 µ l, perlakuan 5-8 adalah 250 µ l ekstrak konsentrasi 10.000, 20.000, 40.000, 80.000 yang masing-masing ditambahkan rifampisin 4.000 ppm. Perlakuan 9 adalah kontrol positif rifampisin 4.000 ppm sebanyak 250 µ l, dan perlakuan 10 adalah kontrol negatif DMSO 20.000 ppm sebanyak 250 µ l.

(15)

4

HASIL

Karakteristik Simplisia dan Ekstrak Henna

Karakteristik daun henna segar berwarna hijau tua (Gambar 1a). Setelah dilakukan pengeringan menggunakan oven suhu 40oC selama 48 jam, daun henna menjadi berwarna hijau kecoklatan dengan tekstur sangat kering, lebih gelap, dan tampak keriput (Gambar 1b). Penghalusan dilakukan untuk membuat daun kering menjadi serbuk simplisia. Serbuk yang didapat berwarna hijau kecoklatan dan bertekstur halus (Gambar 1c). Simplisia daun henna memiliki rata-rata kadar air sebesar 3.64%. Ekstrak etanol daun henna kental diperoleh dengan cara maserasi, lalu dipekatkan dengan penguap putar menghasilkan ekstrak berwarna hijau tua pekat menyerupai pasta (Gambar 1d). Nilai rendemen ekstrak etanol daun henna sebesar 18.62%.

Fitokimia Ekstrak Daun Henna

Hasil penapisan fitokimia secara kualitatif terhadap ekstrak menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun henna mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, dan fenol. Uji triterpenoid dan saponin menunjukkan hasil negatif artinya tanaman henna tidak mengandung metabolit sekunder golongan terpenoid, seperti tampak pada Tabel 1.

Gambar 1 Daun henna. (a) Daun basah, (b) Daun kering, (c) Serbuk, dan (d) Ekstrak kental

Tabel 1Analisis fitokimia (kualitatif) ekstrak daun henna

Parameter fitokimia Hasil

Saponin -

Alkaloid +

Polifenol +

Triterpenoid -

Tanin +

Flavonoid +

a b

(16)

5 Efektivitas Penghambatan Mycobacterium tuberculosis Seluruh Perlakuan

Bakteri M. tuberculosis tidak tumbuh pada kontrol positif rifampisin. Hal tersebut ditandai dengan tidak terbentuknya warna kuning pada permukaan media Ogawa (Gambar 2a). Hal ini membuktikan bahwa isolat M. tuberculosis di dalam penelitian ini sangat sensitif terhadap rifampisin. Pada kontrol negatif DMSO terlihat adanya M. tuberculosis melapisi hampir seluruh permukaan media, ditandai dengan terbentuknya lapisan kuning, bertekstur kasar, dan kering (Gambar 2b). Pertumbuhan M. tuberculosis pada perlakuan DMSO menandakan bahwa DMSO sebagai pelarut ekstrak dan antibiotik tidak berpotensi untuk membunuh M. tuberculosis.

Ekstrak dengan konsentrasi 10.000 ppm tampak adanya lapisan kuning di atas permukaan media yang menunjukkan adanya aktivitas pertumbuhan M. tuberculosis (Gambar 3a), sedangkan pada ekstrak konsentrasi 20.000 ppm, 40.000 ppm, dan 80.000 ppm lapisan tidak ditemukan (Gambar 3b, 3c, dan 3d) sehingga terbukti efektif dalam membunuh M. tuberculosis. Kombinasi ekstrak daun henna dan rifampisin 4.000 ppm mulai dari konsentrasi 10.000 ppm hingga 80.000 ppm dapat membunuh M. tuberculosis (Gambar 4). Hal ini ditunjukan dengan tidak adanya lapisan kuning yang terlihat di atas permukaan media. Hal tersebut membuktikan semua konsentrasi kombinasi ekstrak daun henna dengan rifampisin terbukti efektif dalam membunuh M. tuberculosis.

Gambar 2 Pertumbuhan pelet M. tuberculosis. (a). Kontrol positif rifampisin 4.000 ppm

(b). Kontrol negatif DMSO 20.000 ppm

Gambar 3 Pertumbuhan pelet M. tuberculosis pada media Ogawa yang mengandung

ekstrak daun henna. (a). Konsentrasi 10.000 ppm, (b). Konsentrasi 20.000 ppm, (c). Konsentrasi 40.000 ppm , dan (d). Konsentrasi 80.000 ppm

a b c d

(17)

6

Gambar 4 Pertumbuhan pelet M. tuberculosis pada 4 varian konsentrasi ekstrak yang

masing-masing ditambahkan rifampisin 4.000 ppm (a). Konsentrasi 10.000 ppm, (b). Konsentrasi 20.000 ppm, (c). Konsentrasi 40.000 ppm, dan (d). Konsentrasi 80.000 ppm

PEMBAHASAN

Karakteristik Simplisia

Karakterisasi yang dilakukan terhadap simplisia dan ekstrak etanol daun tanaman henna (Lawsonia inermis L.) meliputi penetapan kadar air dan penetapan rendemen. Langkah awal yang harus dilakukan untuk menentukan kadar air adalah pengeringan sampel. Sampel daun henna dikeringkan untuk mengurangi kadar air dalam bahan. Kadar air yang rendah (kurang dari 10%) dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pembusukan. Berbagai metode pengeringan digunakan untuk berbagai jenis daun yaitu pengeringan dianginkan, pengeringan oven, serta pengeringan di bawah sinar matahari. Pengeringan dengan sinar matahari dan oven lebih cepat daripada pengeringan angin. Hal ini disebabkan suhu pengeringan matahari dan oven lebih tinggi dibandingkan suhu pengeringan angin (Kadir 1978).

Sampel daun henna dalam penelitian ini dikeringkan menggunakan oven suhu 40oC. Pengeringan pada suhu 40oC merupakan pengeringan paling optimum untuk mendapatkan rendemen dan senyawa fenolat tertinggi dibandingkan oven suhu 60oC, cahaya matahari, dan kering angin suhu kamar (Rivai 2011). Suhu 50oC tidak akan membuat kandungan fitokimia yang terdapat pada daun henna rusak akibat pemanasan. Kadir (1978) juga menyatakan pengeringan suhu diatas 70oC akan menyebabkan kehilangan kandungan kimia penyusun bahan tersebut.

Pengeringan yang dilakukan selama 48 jam secara terus menerus akan menghasilkan daun berwarna hijau kecoklatan, lebih kecil, dan tampak keriput dibandingkan dengan sebelumnya. Hal ini diakibatkan oleh perbedaan kandungan klorofil antara daun basah dan daun kering setelah pemanasan. Klorofil dalam daun basah berikatan dengan protein. Setelah pemanasan, protein yang terdapat pada daun kering terdenaturasi lalu berubah menjadi pheophitin yang menyebabkan hilangnya warna hijau (Fennema 1985).

Sampel yang telah kering kemudian dihaluskan dan disaring dengan saringan berukuran 80 mesh. Tujuan dari penghalusan ini untuk meningkatkan luas permukaan sampel sehingga kontak dengan pelarut pengekstraksi

(18)

7 menjadilebih besar dan ekstraksi bisa berlangsung lebih optimal. Sampel daun henna yang siap untuk diesktraksi memilliki kadar air sebesar 3.64%. Hal ini sudah sesuai dengan kriteria Badan Pengawas Obat Makanan (POM) (2002).

Rendemen Ekstrak Daun Henna

Hasil perhitungan rendemen ekstrak daun henna dengan teknik maserasi didapat sebesar 18.62%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan rendemen yang dihasilkan oleh Jain et al. (2010), ekstrak etanol 70% daun henna dengan teknik soxhletasi memiliki rendemen sebesar 12.34%. Hal ini membuktikan rendemen yang didapat dengan metode maserasi sudah cukup baik karena menghasilkan rendemen yang lebih tinggi. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan jumlah rendemen adalah lama waktu ekstraksi, jumlah pelarut, temperatur pada proses ekstraksi, dan ukuran simplisia (Retno 2000). Rendemen ekstrak dihitung dengan cara membandingkan jumlah ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal yang digunakan.

Penetapan rendemen diawali dengan ekstraksi simplisia daun henna. Metode ekstraksi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah maserasi. Maserasi merupakan perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel. Metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut (Ansel 1989).

Pelarut organik yang digunakan di dalam penelitian ini adalah etanol 96%, pemilihan pelarut etanol 96% karena pelarut tersebut bersifat polar, sebab umumnya senyawa aktif di dalam tanaman daun henna bersifat polar, selain itu etanol juga dapat menghambat pertumbuhan kapang, absorbsinya baik, memerlukan panas yang lebih sedikit untuk pemekatan (penguapan pelarut).

Proses maserasi suatu bahan dipengaruhi oleh lamanya perendaman. Semakin lama waktu perendaman maka kesempatan untuk penarikan kandungan fitokimia makin besar sehingga hasilnya juga bertambah sampai titik jenuh larutan. Adapun lama waktu perendaman sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah 3x24 jam. Kontak antara sampel dan pelarut dapat ditingkatkan apabila dibantu dengan pengadukan. Pada penelitian ini dilakukan pengadukan dengan menggunakan shaker dengan kecepatan 150 rpm agar kontak antara sampel dan pelarut semakin sering terjadi, sehingga proses ekstraksi lebih sempurna.

(19)

8

berfungsi sebagai pelarut senyawa polar dan non polar. Pemilihan DMSO 20.000 ppm sebagai pelarut ekstrak karena DMSO tidak akan membunuh M. tuberculosis (Grange dan Snell 1996).

Fitokimia Ekstrak Daun Henna

Penapisan fitokimia dilakukan pada ekstrak daun henna mengandung senyawa alkaloid, polifenol, flavonoid, dan tanin. Senyawa tannin, flavonoid dan fenolik merupakan golongan senyawa polifenol bersifat antibakteri yang diharapkan bisa membunuh bakteri M. tuberculosis. Pada penelitian yang dilakukan Zubardiah (2006), ekstrak etanol 30% daun henna yang berasal dari Depok memiliki kandungan fitokimia berupa tanin, alkaloid, dan saponin. Perbedaan kandungan fitokimia diduga karena perbedaan pemilihan konsentrasi pelarut dan lokasi asal daun henna. Etanol 96% terbukti lebih banyak menarik kandungan fitokimia pada daun henna dibandingkan dengan etanol 30%.

Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan kandungan metabolit sekunder ekstrak daun henna dipengaruhi oleh kesuburan tanah tempat tumbuh (kandungan zat hara), ketinggian tanah, faktor fisik lingkungan (iklim, cahaya, kelembaban), waktu panen, faktor stress lingkungan (logam berat, sinar uv, elicitor), umur tanaman, dan gen (Heldt 2005).

Uji fitokimia merupakan pemeriksaan kimia secara kualitatif terhadap senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak. Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda-beda antara spesies yang satu dan lainnya. Metabolit sekunder berfungsi untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya untuk mengatasi hama dan penyakit, menarik polinator, dan sebagai molekul sinyal. Senyawa ini diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama, yaitu terpenoid (sebagian besar senyawa ini mengandung karbon dan hidrogen), fenilpropanoid (senyawa ini terbuat dari gula sederhana dan memiliki cincin benzen), dan alkaloid (senyawa yang mengandung nitrogen) (Hanson 2011).

Aktivitas Penghambatan M. tuberculosis

Kombinasi ekstrak daun henna dan rifampisin dapat menghambat pertumbuhan M. tuberculosis pada konsentrasi 10.000 ppm, sedangkan ekstrak daun henna sebesar 20.000 ppm. Hal tersebut menunjukkan daya hambat perlakuan kombinasi ekstrak daun henna dan rifampisin lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan ekstrak saja. Namun jika mengacu uji efektivitas pada kontrol positif rifampisin, KHM kombinasi ekstrak daun henna dan rifampisin belum bisa ditentukan. Hal tersebut karena rifampisin masih bisa membunuh M. tuberculosis sehingga khasiat dari ekstraknya sendiri tidak terlihat. Proses penghambatan M. tuberculosis oleh rifampisin mengindikasikan isolat M. tuberculosis di dalam penelitian ini sangat sensitif terhadap rifampisin. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengujian lebih lanjut dengan konsentrasi rifampisin yang paling rendah yang dapat menumbuhkan M. tuberculosis atau pengujian dilakukan pada konsentrasi yang sama pada bakteri yang resistan OAT.

(20)

9 terbukti lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan M. tuberculosis. Ekstrak daun henna dapat membunuh M. tuberculosis diduga karena adanya pengaruh metabolit sekunder berupa 2-hydroxy-1,4-napthoquinone (Lawson). Efek fitofarmaka dari Lawson telah dideskripsikan sebagai anti inflamasi, bakterisidal, fungisidal, virusidal, tripanosidal, anti Plasmodium falciparum, anti malaria, anti Schistosoma mansoni, anti kanker, dan anti M. tuberculosis (Habbal et al. 2007). ekstrak etanol dan air pada daun henna menunjukkan efek analgesik, antipiretik, dan efek anti inflamasi pada tikus percobaan (Ali et al. 1995).

Mekanisme kerja Lawson dalam membunuh M. tuberculosis dengan cara menghambat girase DNA bakteri. Enzim girase merupakan enzim yang mutlak diperlukan dalam proses replikasi bakteri M. tuberculosis. Enzim ini bekerja pada perubahan struktur DNA dari bakteri, yaitu perubahan dari struktur double helix menjadi super coil. Pada proses tersebut enzim girase berikatan dengan DNA dan memotong salah satu rantai DNA dan kemudian menyambung kembali. Lawson memiliki kemampuan untuk berikatan dengan komplek girase DNA. Hal tersebut mengakibatkan bakteri akan mati (Shantanu et al. 2012).

Pemilihan media pertumbuhan merupakan salah satu kriteria yang sangat penting untuk uji efektivitas antibakteri. Media pertumbuhan M. tuberculosis yang digunakan dalam penelitian ini adalah media Ogawa. Media Ogawa adalah media berbasis telur yang saat ini banyak digunakan di beberapa laboratorium negara berkembang untuk pemeriksaan spesimen dari pasien TB dengan efikasi setara dengan media standar Lowenstein Jensen (Ang et al. 2001; Hasegawa et al. 2002). Metode lain untuk uji efektivitas antibakteri adalah dengan mengukur masa sel bakteri menggunakan spektrofotometer (turbidimetri). Keuntungan menggunakan spektrofotometer adalah kepekaan lebih tinggi dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Namun karena bakteri yang digunakan sangat patogen, uji efektivitas menggunakan spektrofotometer tidak bisa digunakan karena faktor keamanan laboratorium.

Masa inkubasi M. tuberculosis pada media Ogawa relatif lebih lama dibandingkan dengan masa inkubasi bakteri lainnya, yakni selama 14 hari. Hal tersebut karena aktivitas metabolik M. tuberculosis sangat rendah apabila dibandingkan dengan bakteri lainnya. Menurut Jindal (2011) Mycobacterium tuberculosis membelah diri setiap 15 sampai 20 jam, berbeda dengan bakteri lain seperti Escherichia coli membelah setiap 20 menit.

Penggunaan kombinasi OAT rifampisin dengan obat lini pertama lainnya seperti etambutol, isoniazid, pirazinamid, dan streptomisin (lini pertama) biasa digunakan untuk pengobatan penyakit TB yang disebabkan oleh bakteri M. tuberculosis. Antibiotik yang digunakan sebagai kontrol positif dalam penelitian ini adalah OAT dosis tunggal rifampisin. Mekanisme kerja dari rifampisin dalam membunuh M.tuberculosis adalah dengan cara memblok sintesis mRNA dan menghambat RNA polymerase dari M. tuberculosis sehingga bakteri akan mati (Zhang dan Yew 2009).

(21)

10

SIMPULAN

Konsentrasi minimum ekstrak daun henna yang efektif dalam membunuh kuman M. tuberculosis adalah sebesar 20.000 ppm. Sedangkan konsentrasi minimum kombinasi ekstrak daun henna dan rifampisin 4.000 ppm adalah kurang dari 10.000 ppm, sehingga kombinasi ekstrak daun henna dengan rifampisin terbukti lebih efektif dalam membunuh M. tuberculosis dibandingkan dengan perlakuan ekstrak saja.

DAFTAR PUSTAKA

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2002. Petunjuk Operasional

Cara Pengolahan Obat yang Baik. Jakarta (ID): Badan POM.

[WHO] World Health Organization. 2010. Global tuberculosis control 2010. Geneva (CH) : WHO.

Aditama TY, Erna L. 2002. Buku Petunjuk Teknik Pemeriksaan Laboratorium Tuberkulosis ed ke-3. Jakarta (ID) : Laboratorium Bakteriologi RS. Persahabatan.

Ali BH, Bashir, Taniram, 1995. Anti-inflammatory, antipyretic and analgesic effects of Lawsonia inermis L. (henna) in rats. J. Pharmacology. 51: 356-363.

Ang CF et al. 2001. Isolation rates of Mycobacterium tuberculosis from smear negative and smear positive sputum specimen using the Ogawa culture technique and the standar Löwenstein-Jensen culture technique. Phil J Microbiol Infect Disc. 30:37-39.

Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta (ID) : UI press.

Davidson PM, Hover. 1993. Antimicrobial Component from Lactic Acid Bacteria. New York (US): Marcel Dekker Inc.

Elgert KD. 1996. Immunology: Understanding the immune system. New York (US): Wiley Liss Inc.

Fatimah. 2009. Uji aktivitas antituberkulosis ekstrak daun picisan (Drymoglossum piloselloides .L) dibandingkan dengan rifampisin dan etambutol terhadap bakteri Mycobacterium tuberculosis. J Kultura. 10:1.

Fennema OR. 1985. Principles of Food Science. New York (US): Marcel Dekker Ganiswara et al. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta (ID): FK UI.

Grange JM, Snell NJC. 1996. Activity of bromohexine and ambroxol semi synthetic development of vacisine from the indian shurb Adhatoda vasica against Mycobacterium Tuberculosis in Vitro. J Ethnopharmacol. 50:49-53

Habbal OA, Jabri AA, Hag. 2007. Antimicrobial properties of Lawsonia inermis L. (Henna) (review). J Medical Herbalism. 19:3.

Hanson JR. 2011. Natural Products: The Secondary Metabolites. London (GB): University of Sussex.

(22)

11 Heldt H. 2005. Plant Biochemistry Third Edition. San Diego (US): Elsevier

Academic Press Inc.

Jain et al. 2010. Antioxidant and antimicrobial acvtivities of Bryophyllum Calycinum leaf. J Pharmacology. 1: 393-405

Jindal. 2011. Textbook of pulmonary and critical care medicine. New Delhi (IN): Jaypee Brothers Medical Publishers.

Kadir K. 1978. Pengeringan Alami Beberapa Jenis Kayu Indonesia. Bogor (ID): Lembaga Penelitian Hasil Hutan.

Rivai H. 2011. Asas Pemeriksaan Kimia. Depok (ID): UI Press.

Roitt IM. 1991. Essential Imnnunology. Oxford (GB) : Blackwell Scientific Publications.

Shadmani, Azhar I, Mazhar F, Hassan MM, Ahmed SW, Ahmad I, Usmanghani K, Shamin S. 2004. Kinetic studies on Zingiber Officinale. Pakistan Juounal Pharm Sciences. 17:47-54.

Shari R. 2008. Efek ekstrak daun ketepeng cina (Senna alata) dan bunga tahi ayam (Lantana camara) terhadap pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis [tesis]. Makasar (ID): Universitas Hasanuddin.

Shantanu K, Terence THC, Frederic C, Lesley A, Mitchennall, Adam RM, Sandra JG, Jacobus JMM, Namrita L, Anthony M. 2012. The napthoquinone diospyrin is an inhibitor of DNA gyrase with a novel mechanism of action. J Biol Chem. 288(7):5149-5156.

Sharma VK. 1990. Tuberculostatic activity of henna (Lawsonia inermis L.). Tubercle. 71(4):293-5.

Zhang Y, Yew WW. 2009. Mechanisms of drug resistance in Mycobacterium tuberculosis. Int J Tuberc Lung Dis. 13(11):1320-1330

Zubardiah L. 2006. Efek antibakteri daun Lawsonia inermis L. terhadap Actinobacillus actinomycetemcomitans secara in vitro. J Kedokteran Gigi. 21(2): 47-53.

(23)

12

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil uji fitokimia ekstrak daun henna (Lawsonia inermis L.)

Uji Fitokimia Hasil Gambar

Flavonoid +

Saponin -

Alkaloid +

Polifenol dan Tanin -

(24)
(25)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 16 Februari 1991 dari ayah Asep Saepudin dan ibu Sariningsih. Penulis merupakan putra bungsu dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cianjur dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima di Program Biokimia, Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti program S1 di IPB penulis pernah bergabung dengan organisasi Paduan Suara Mahasiswa IPB Agria Swara, Forum for Scientific Studies (FORCES) dan Paguyuban Mojang Jajaka Kota Bogor. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Biokimia Klinis di Departemen Biologi FMIPA IPB. Pada tahun 2012 penulis melaksanakan praktik lapangan di Laboratorium Biokimia Balai Besar Biogen

Gambar

Tabel 1Analisis fitokimia (kualitatif) ekstrak daun henna
Gambar 2  Pertumbuhan pelet  M. tuberculosis. (a). Kontrol positif rifampisin 4.000 ppm
  Gambar 4 Pertumbuhan pelet M. tuberculosis pada 4 varian konsentrasi ekstrak yang
Hasil  Gambar +

Referensi

Dokumen terkait

Coleman, Self-Efficacy and Parenting Quality:Findings and Future Applications (Journal International, 1997) NO. European Journal of Psychological Assessment, Vol..

SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian kascing pada media tanam kangkung darat adalah lebih baik dari pada tanpa

Your firm has acted for this client since its incorporation 20 years ago and, in addition to the statutory audit, provides a range of non-audit services including tax planning

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir berjudul " AKTIVITAS MEDIA MONITORING FERRARI JAKARTA OLEH PUBLIC RELATIONS CONSULTANT PT QUANTUM ASIA CORPORA

RUMUSAN, PERBINCANGAN, IMPLIKASI DAN CADANGAN KAJIAN 5.1 Rumusan Kajian 5.2 Perbincangan Dapatan Kajian 5.2.1 Pengetahuan Pedagogi, Kandungan, dan Teknologi, Gabungan

Pemberian probiotik dengan carrier zeolit sebanyak 5mg/L dapat menekan konsentarsi amonia (0,17-0,22 ppm) dan dapat meningkatkan laju pertumbuhan serta kelangsungan

Tantangan yang paling nyata terhadap keberadaan lembaga-lembaga pendidikan Islam adalah: 1 Pendidikan diselenggarakan dengan manajemen seadanya, 2 Kurang adanya publikasi

The features of digital library software include: support for different document types and formats, metadata support, online/batch content updating, indexing and storage, search