• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Elektrokardiogram selama Rekrutmen Manuver Cedera Paru Akut pada Anak Babi (Sus scrofa)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Elektrokardiogram selama Rekrutmen Manuver Cedera Paru Akut pada Anak Babi (Sus scrofa)"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN ELEKTROKARDIOGRAM SELAMA

REKRUTMEN MANUVER CEDERA PARU AKUT PADA

ANAK BABI (

Sus scrofa

)

SHINE RANI DIANSARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Gambaran Elektrokardiogram selama Rekrutmen Manuver Cedera Paru Akut pada Anak Babi (Sus Scrofa) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir di skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

SHINE RANI DIANSARI. Gambaran Elektrokardiogram selama Rekrutmen Manuver Cedera Paru Akut pada Anak Babi (Sus Scrofa). Di bawah bimbingan GUNANTI dan RIKI SISWANDI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran elektrokardiografi (EKG) dari perlakuan rekrutmen maneuver pada cedera paru akut. Sepuluh ekor anak babi berumur 1-1.5 bulan dan bobot 4.4-8.0 kg dibagi menjadi dua kelompok rekrutmen manuver. Kelompok pertama terdiri atas 5 ekor babi yang tidak dilakukan pembebatan dinding dada (RB) dan kelompok kedua terdiri atas 5 ekor babi yang dilakukan pembebatan dinding dada (RBp). Rekrutmen manuver dilakukan setelah paru dikumbah dengan menggunakan NaCl 0.9% hangat kedalam parenkim paru sehingga paru mengalami cedera akut. Pengambilan sampel dilakukan dua kali yaitu sebelum rekrutmen manuver dan setelah rekrutmen manuver untuk kedua kelompok. Amplitudo bifasik ditemukan pada kelompok RB dengan prevalensi 20.00%. Rekrutmen manuver berpengaruh signifikan (p<0.05) terhadap amplitudo P pada kelompok RB. Peningkatan amplitudo P disebabkan oleh edema pulmonum sehingga terjadi dilatasi atrium kanan dan kegagalan jantung kiri.

(6)

ABSTRACT

SHINE RANI DIANSARI. Representation of Electrocardiogram During Maneuver Recruitment of Acute Lung Injury Case in Piglet (Sus scrofa). Under supervision of GUNANTI and RIKI SISWANDI.

The aim of this study was to evaluate electrocardiograms (ECG) of two maneuver recruitment protocols in case of acute lung injury. Ten piglets 1.0-1.5 months in age and 4.4-8.0 kgs body weight were divided into two groups of maneuver recruitment protocol whereas each group consisted of five pigs. The first group received maneuver recruitment without chest bandaging (RB). The second group received maneuver recruitment with chest bandaging (RBp). Maneuver recruitment was initiated after induced acute lung injury by lavage of prewarmed 0.9% saline into lung parenchymal. ECGs were taken at pre-recruitment and after maneuver pre-recruitment for both groups. Biphasic of amplitude P was found in RB group with prevalence 20.00%. There were significant differences (p<0.05) in P amplitude of RB group. Increased of P amplitude was caused by pulmonum oedema which induced dilatation of right atrium and left congestive heart failure.

(7)

SHINE RANI DIANSARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

GAMBARAN ELEKTROKARDIOGRAM SELAMA

REKRUTMEN MANUVER CEDERA PARU AKUT PADA

(8)
(9)

Judul Skripsi : Gambaran Elektrokardiogram selama Rekrutmen Manuver Cedera Paru Akut pada Anak Babi (Sus scrofa)

Nama : Shine Rani Diansari

NIM : B04100040

Disetujui oleh

Dr Drh Gunanti, MS Pembimbing I

Drh Riki Siswandi, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan FKH-IPB

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun skripsi. Tema yang dipilih dalam penelitian adalah “Gambaran Elektrokardiogram selama Rekrutmen Manuver Cedera Paru Akut pada Anak Babi (Sus Scrofa)”. Penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan.

Bimbingan dan arahan sangat diharapkan demi hasil penelitian yang lebih baik. Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr Drh Gunanti, MS selaku pembimbing I dan Drh Riki Siswandi, MSi selaku pembimbing II, serta Dr Drh Eko S Pribadi, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Mama (Drh Sri Mulyati), Papa (Dedih Hermawan, SP, MM), kakak (Junita Naditia, SE, MM), bang Harris Darmawan, keluarga,

“mousters” (Shovia, Dini dan Amanda), Chiko, Intan, Abid dan Nafisatul atas segala doa dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih terima kasih kepada Ririe Fachrina Malisie, MspA(K) dan rekan-rekan satu tim penelitian (Riena, Hafizha, Nunu, Ardi, Ryan dan Hanif) atas kerja samanya. Semoga penulis dapat menghasilkan laporan yang bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi pembaca.

Bogor, September 2014

(11)
(12)

DAFTAR TABEL

1 Rata-rata durasi P 9

2 Rata-rata amplitudo P 10

3 Rata-rata interval PR 11

4 Rata-rata amplitudo R 12

5 Rata-rata interval QRS 13

6 Rata-rata interval QT 14

7 Rata-rata segmen ST 15

8 Rata-rata gelombang T 16

9 Rata-rata frekuensi jantung 17

DAFTAR GAMBAR

1 Gambar 1 Grafik EKG 4

2 Gambar 2 Mesin elektrokardiografi (EKG) 6

3 Gambar 3 Mesin ventilator AVEA® bicore 7

4 Gambar 4 Babi (Sus scrofa) saat pembebatan 8

5 Gambar 5 Rekaman durasi P 10

6 Gambar 6 Rekaman amplitudo P 10

7 Gambar 7 Rekaman interval PR yang mengalami perpanjangan interval PR pada kelompok RBp

12

8 Gambar 8 Rekaman amplitudo R 13

9 Gambar 9 Rekaman interval QRS 13

10 Gambar 10 Rekaman perpanjang interval QT pada

kelompok RB 14

11 Gambar 11 Rekaman elevasi segmen ST pada kelompok

RBp 15

12 Gambar 12 Rekaman depresi gelombang T pada kelompok

RBp 16

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Paru-paru merupakan organ penting bagi tubuh dengan fungsi utama sebagai alat pernapasan (respirasi). Respirasi adalah suatu proses pertukaran gas antara organisme dengan lingkungan yaitu pengambilan oksigen dan eliminasi karbondioksida (Djojodibroto 2009). Salah satu penyakit pada organ respirasi yang banyak menimbulkan kematian yaitu cedera paru akut. Kasus penderita cedera paru akut dilaporkan sebanyak 17-34 orang dari 100 000 orang per tahun (Lycock dan Rajah 2004). Cedera paru akut memiliki tingkat kematian yang tinggi pada pediatric intensive care unit (PICU). Sebanyak 190 000 kasus cedera paru akut per tahun dengan kematian diantaranya mencapai 75 000 kasus dan 3.6 juta hari rawatan di rumah sakit (Rubenfeld et al. 2005).

Menurut Laycock dan Rajah (2010), cedera paru akut adalah sebuah perubahan klinis dan radiografi yang berlanjut serta mempengaruhi paru-paru, ditandai dengan onset hipoksia akut, tidak berhubungan dengan hipertensi atrium kiri dan terjadi pada usia berapapun. Menurut Anatriera (2009), hipoksia merupakan keadaan terjadinya defisiensi oksigen, yang mengakibatkan kerusakan sel akibat penurunan respirasi oksidatif aerob sel, sehingga menjadi penyebab penting dan umum dari cedera dan kematian sel. Cedera paru akut menyebabkan suatu respon inflamasi yang ditandai dengan kerusakan sel-sel epitel alveolar dan pembuluh darah, gangguan pertukaran gas dan dapat mengakibatkan kegagalan beberapa organ. Sebagian besar penderita meninggal disebabkan gagal multiorgan dan bukan karena gagal pernapasan. Salah satu organ yang dipengaruhi akibat cedera paru akut adalah jantung sehingga kerja jantung akibat hipoksia akan tergangggu.

Ventilasi mekanik pada cedera paru akut berperan penting dalam upaya pemenuhan pasokan oksigen ke berbagai organ dan merupakan satu-satunya tatalaksana yang sudah terbukti dapat menurunkan mortalitas cedera paru akut atau acute respiratory distress syndrome (CPA/ARDS) (Esteban et al. 2000; Goh et al. 1998). Penggunaan rekrutmen manuver bertujuan mencegah kolaps alveoli, dilakukan dengan meningkatkan tekanan transpulmoner (Sarget dan Talmor 2009). Konsep rekrutmen paru adalah untuk meningkatkan sebesar mungkin alveoli yang terbuka dan mempertahankannya sehingga pertukaran gas pada permukaan alveoli berlangsung efektif. Penggunaan ventilasi mekanik yang tidak tepat dan seringkali iatrogenik dapat memperburuk kerusakan unit paru yang sudah terjadi karena akan meningkatkan aktivitas sitokin dan mencetuskan rangkaian kaskade sel inflamasi yang merusak struktur paru. Kondisi di atas ternyata serupa dengan patogenesis cedera paru akut sehingga dinamakan kerusakan paru yang diinduksi oleh ventilator (ventilatory-associated lung injury/VALI). Ventilatory-associated lung injury (VALI) pada hewan eksperimental dinamakan ventilatory-induced lung injury (VILI).

(14)

2

2004). Elektrokardiografi digunakan untuk melihat fungsi jantung melalui aktivitas listrik jantung anak babi. Interpretasi elektrokardiogram terhadap hewan model ditujukan untuk melihat perubahan grafik yang terjadi saat hewan model diberikan kondisi cedera paru akut, seperti grafik PR, QRS, QT dan ST pada hasil EKG.

Penelitian ini menggunakan hewan percobaan babi domestik (Sus scrofa) dengan berbagai alasan. Salah satunya karena babi memiliki struktur anatomi yang tidak jauh berbeda dengan manusia. Selain itu, babi juga mudah dijumpai sehingga pemeliharaan dan pelaksanaan suatu tindakan mudah dilakukan oleh seorang dokter hewan.

Perumusan Masalah

Dengan latar belakang diatas, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah dampak perlakuan rekrutmen manuver dan pembebatan dinding dada atau tidak dilakukan pembebatan dinding dada pada babi cedera paru akut terhadap gambaran EKG jantung?

2. Bagaimanakah fungsi jantung cedera paru akut?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan aktivitas listrik jantung yang mengkonduksi otot jantung (miokardium) pada hewan model cedera paru akut saat diberi perlakuan pembebatan dinding dada atau tidak dilakukan pembebatan dinding dada dan rektrutmen manuver.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan memberikan pengetahuan akan dampak rekrutmen manuver pada penderita cedera paru akut terhadap kerja fungsi jantung yang digambarkan oleh elektrokardiografi.

TINJAUAN PUSTAKA

Cedera Paru Akut

(15)

3 permeabilitas, onset akut, yang memenuhi kriteria fisiologik dan radiologik dan tidak disertai dengan hipertensi pulmoner (Johnson dan Matthay 2010). Tanda-tanda terjadinya cedera paru akut dapat berupa hipoksia (PaO2/FIO2<300mmHg), infiltrasi bilateral pada bagian thoraks saat X-Ray dan perubahan tekanan kapiler <18 mm atau tidak adanya gejala klinis akibat peningkatan tekanan atrium kiri. Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan bentuk komplikasi cedera paru akut dimana hipoksia yang terjadi lebih buruk yaitu PaO2/FIO2<200 mmHg (Mahajan 2005). Sepsis dan pneumonia dapat memicu terjadinya CPA/ARDS. Insiden sepsis menyebabkan ARDS berkisar antara 30-50% (Susanto dan Fitrie 2012). Adapun penyebab langsung CPA/ARDS antara lain aspirasi asam lambung, tenggelam, kontusio paru, pneumonia berat, emboli lemak, emboli cairan amnion, inhalasi bahan kimia dan keracunan oksigen. Sedangkan penyebab tidak langsung CPA/ARDS terdiri dari sepsis, trauma berat, shock hipovolemik, transfusi darah berulang, luka bakar, pankreatitis, koagulasi intravaskular diseminata dan anafilaksis (Kisara et al 2012).

Jantung

Sistem kardiovaskular terdiri atas jantung sebagai pompa darah ke seluruh tubuh, pembuluh darah dan darah. Kerja sistem kardiovaskular diatur oleh syaraf otonom. Jantung sebagai pemompa darah ke seluruh tubuh mempunyai peranan yang sangat penting dalam menyalurkan oksigen, nutrisi dan mengekskresikan hasil metabolisme yang tidak terpakai. Jantung terletak di dalam rongga thorax sebelah kiri. Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan, dari superfisial ke profundal yaitu epikardium, miokardium dan endokardium. Jantung mempunyai 4 ruang yaitu atrium kanan yang dipisahkan oleh septum intraatrial dan ventrikel kiri-kanan yang dipisahkan oleh septum interventrikular. Dinding atrium lebih tipis dibandingkan dengan dinding ventrikel. Atrium kanan berfungsi menerima darah dari seluruh tubuh melalui vena cava, sedangkan atrium kiri berfungsi menerima darah dari paru-paru melalui vena pulmonalis yang berisi darah mengandung O2. Ventrikel memiliki dinding yang lebih tebal dibandingkan dengan atrium yang berfungsi untuk memompa darah dari ventrikel kiri ke seluruh tubuh melalui aorta. Sedangkan ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan, lalu mengalirkan darah berisi CO2 ke paru-paru melalui arteri pulmonalis (Sloane 2004).

(16)

4

fascikulus anterior dan posterior. Selanjutnya, cabang-cabang fascikulus berjalan subendokardial menuruni septum dan berhubungan dengan serabut Purkinje sehingga impuls akan tersebar ke seluruh miokardium ventrikel dan jantung berkontraksi.

Elektrokardiografi (EKG)

Elektrokardiografi (EKG) adalah grafik yang mencatat aktivitas elektrik jantung (Kabo 2008). Kegunaan elektrokardiografi antara lain untuk memonitor fungsi jantung pasien dan bentuk gelombang yang dihasilkan akan digunakan sebagai diagnosis abnormalitas yang spesifik. Grafik EKG terdiri dari beberapa gelombang yaitu diawali oleh gelombang P dan diikuti dengan gelombang QRST, sesuai dengan perjalanan impuls elektrofisiologi jantung. Pada hasil EKG normal, gelombang P menunjukkan proses depolarisasi atrium, gelombang QRS menunjukkan depolarisasi ventrikel, gelombang T menunjukkan repolarisasi ventrikel, interval PR menunjukkan jarak antara gelombang P dan gelombang R, serta interval QRS menunjukkan denyut jantung yang normal (Ronny dan Fatimah 2010). Menurut Sloane (2004), depolarisasi dan polarisasi otot jantung menghasilkan daya potensial pada permukaan kulit yang dapat direkam melalui sebuah polligraf atau osiloskop setelah melekatkan elektroda permukaan pada lokasi yang tepat. Adapun posisi elektroda berhubungan satu sama lain dan terhadap jantung disebut lead. Ada 12 lead konvensional yang dipakai untuk merekam EKG, yaitu 3 lead tungkai standar meliputi lengan kanan terhadap lengan kiri, lengan kanan terhadap tungkai kiri dan lengan kiri terhadap tungkai kiri. Lead ini bipolar karena dapat mendeteksi variasi gelombang listrik sebagai dua titik dan memperlihakan perbedaannya. Tiga lead tungkai modifikasi diperkuat dengan hubungan listrik yang mengakibatkan defleksi peningkatan amplitudo. Lead ini unipolar karena dapat mendata perubahan voltase disalah satu titik (lengan kanan, lengan kiri atau tungkai kiri). Lead prekordial unipolar merekam data pada 6 posisi di dada, yaitu V1 sampai V6.

(17)

5 Elektrokardiografi terdiri atas dua elemen yaitu kompleks dan interval. Kompleks terdiri atas gelombang, kompleks QRS, gelombang T dan gelombang U. Interval terdiri atas interval PR, interval QRS dan interval QT, sedangkan segmen terdiri atas segmen PR dan segmen ST (Gambar 1). Gelombang terjadi pada awal setiap kontraksi atrium atau merupakan defleksi positif pertama sebelum kompleks QRS. Gelombang P terdiri atas durasi P dan amplitudo P. Interval PR diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan defleksi garis isoelektrik berikutnya. Interval adalah waktu yang diperlukan impuls listrik dikonduksikan melalui atrium dan simpul AV mulai timbul depolarisasi ventrikel. Kompleks QRS terdiri atas gelombang Q, R dan S. Gelombang R merupakan defleksi positif pertama sesudah gelombang P. Gelombang S adalah defleksi negatif yang menyertai gelombang R. Pengukuran kompleks QRS dimulai dari permulaan gelombang Q (atau gelombang R jika Q tidak ada) sampai gelombang S mencapai garis isoelektrik (atau tempat gelombang S akan mencapai garis isoelektrik jika garis ini tidak melengkung ke dalam segmen ST). Gelombang QRS terjadi pada awal setiap kontraksi ventrikel. Gelombang T yang normal terlihat pada EKG yaitu ketika ventrikel secara elektris kembali ke keadaan semula dan siap melakukan kontraksi berikutnya. Segmen ST adalah bagian garis yang berlanjut dari ujung gelombang S sampai permulaan gelombang T. Gelombang T adalah defleksi (dapat positif atau negatif) yang mengiringi segmen ST. Gelombang U diperkirakan menggambarkan repolarisasi serabut Purkinje

(Shirley 2007; O’Keefe et al. 2008)

Anak Babi

Babi sebagai mamalia seringkali digunakan sebagai hewan coba dalam bidang penelitian biomedik untuk beberapa kondisi dan penyakit manusia. Persamaan antara manusia dan babi adalah sama-sama monogastrik dan omnivora. Oleh karena itu, fungsi fisiologi gastrointestinal babi lebih mirip dengan manusia dibandingkan dengan spesies lainnya. Selain itu, babi mempunyai struktur anatomi kardiovaskular yang hampir sama dengan manusia. Adapun klasifikasi babi sebagai berikut:

(18)

6

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian berlangsung dari tanggal 6 sampai dengan 16 Februari 2013. Penelitian dilakukan di Laboratorium Divisi Bedah dan Radiologi Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Pemeriksaan jantung dilakukan dengan menggunakan alat Elektrokardiografi (EKG) Cardisuny D300 Fukuda ME, peralatan dan bahan bedah minor, endo tracheal tube (ETT), infus set, suction pump, mesin ventilator mekanik AVEA® bicore (Carefusion, Yorba Linda-Amerika), bahan pembebatan menggunakan manset yang tersambung dengan selang pompa, manometer air raksa (spigmomanometer) dan larutan infus NaCl 0.9%. Induksi anastesi yang digunakan yaitu ketamin (Ketamil inj., Ilium) dan xylazin (ilium xylazyl-20 10%, Ilium). Premedikasi yang digunakan pada anak babi yaitu Atropine Sulphate (Atropine, PT. Ethica). Maintenance menggunakan anastesi pompa mekanik dan obat bius yang terdiri atas Propofol (Propofol-Lipuro 1%, PT. B. Braun Medical Indonesia), Midazolam (Midazolam-hameln, Hameln) dan Fentanyl (Fentanyl dihydrogenum citrate, Janssen Pharmaceutica Belgium). Paralitikum yang diberikan selama rekrutmen manuver adalah Vecuronium (Ecron 10, Korean United Pharm. Inc).

(19)

7

Gambar 3 Mesin Ventilator AVEA® bicore

Adaptasi Hewan Terhadap Lingkungan Baru

Adaptasi babi dilakukan dalam lingkungan dan pakan baru untuk membiasakan hewan dan mengurangi tingkat stres bagi babi. Hewan diberikan pakan dan air minum pada pagi dan sore hari. Kandang hewan dibersihkan setiap pagi dan sore hari. Anak babi juga menjalani skrining pra-penelitian meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiografi (EKG), pemberian antibiotik oksitetrasiklin 6-11 mg/kg BB (im) dan pemberian obat cacing oxfendazol 5 mg/kg BB (oral).

Tahap Perlakuan

Populasi target penelitian ini adalah 10 ekor model hewan anak babi (Sus scrofa) jantan atau betina berumur 1-1.5 bulan dengan berat badan 4.8-8.0 kg. Anak babi (Sus scrofa) telah dinyatakan sehat oleh dokter hewan dan menjalani fase isolasi selama 2 minggu. Anak babi dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok pertama terdiri atas 5 ekor babi yang tidak dilakukan pembebatan dinding dada (RB) dan 5 ekor babi yang dilakukan pembebatan dinding dada (RBp). Anak babi ditempatkan di 2 kandang yang berbeda berdasarkan berat badannya.

Anak babi (Sus scrofa) yang digunakan pada penelitian jika memenuhi syarat yaitu tidak mengalami komplikasi mekanik seperti pneumothoraks atau emfisema pulmonum, memiliki hemodinamik yang stabil sehingga layak untuk diberi perlakuan dan tidak mati sebelum seluruh prosedur penelitian selesai. Anak babi diambil secara acak dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang tidak diberi perlakuan pembebatan dinding dada (RB) dan kelompok perlakuan diberi perlakuan pembebatan dinding dada (RBp).

(20)

8

semimembranosus dan m. semitendinosus. Maintenance menggunakan anastesi pompa mekanik dan obat bius yang terdiri atas Propofol (Propofol-Lipuro 1%, PT. B. Braun Medical Indonesia) 4 mg/kg/jam dan Midazolam (Midazolam-hameln 5 mg/ml, Hameln) 0.5mg/kg/jam, dan Fentanyl 2 ml (Fentanyl dihydrogenum citrate, Janssen Pharmaceutica Belgium) 0.005 mg/kg/jam. Paralitikum yang diberikan selama rekrutmen manuver adalah Vecuronium (Ecron 10, Korean United Pharm. Inc) secara intravena (IV) 2-10µg/kg BB/menit. Selanjutnya, hewan coba diberi perlakuan dasar berupa pemasangan kateter vena perifer (vena aurikularis), akses vaskular di jalur arteri dan pemasangan ETT ukuran 4.5-5.5 dengan menggunakan laryngoscope. Kemudian, model hewan dikondisikan cedera paru akut dengan cara dikumbah bronkus menggunakan larutan NaCl 0.9% sebanyak 300 ml dan cairan tersebut diisap kembali menggunakan suction pump. Anak babi yang sudah dikondisikan cedera paru akut dilakukan rekrutmen maneuver menggunakan ventilator mekanik dengan modus pengaturan pressure control. Pada kelompok anak babi RBp diberikan pembebatan pada dinding dada selama proses rekrutmen. Pada akhir penelitian, model hewan dieuthanasi dalam keadaan tetap teranastesi dengan tujuan memerhatikan animal welfare. Pengambilan sampel 1 dilakukan pada saat proses sedasi dan intubasi dengan menggunakan alat EKG. Pengambilan sampel 2 dilakukan pada saat rekrutmen manuver untuk kelompok RB dan saat pembebatan dinding dada untuk kelompok RBp.

Empat buah lead elektrokardiografi dipasangkan pada anak babi babi yaitu RA untuk kaki depan kanan, LA untuk kaki depan kiri, RL untuk kaki belakang kiri dan LL untuk kaki belakang kanan. Sebelum dipasang pada anak babi, EKG dinyalakan terlebih dahulu dengan menekan tombol on/off, lalu diatur identitas hewan coba, dipilih B CVR-R view dan ditunggu selama 30 detik lalu tombol start ditekan untuk mencetak kertas elektrokardiogram.

(21)

9

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati berupa amplitudo, interval, durasi, segmen dan gelombang. Amplitudo terdiri atas amplitudo P dan R. Interval terdiri atas interval PR, QT dan RR (denyut jantung). Durasi terdiri atas durasi P dan QRS. Segmen terdiri atas segmen ST. Gelombang terdiri atas gelombang T.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dinyatakan dalam rataan dan simpangan baku. Data diolah menggunakan IBM SPSS Statistic 20 dan Microsoft Excel 2010. Data variabel dianalisis secara statistik menggunakan metode one-way analyse of variant (ANOVA), kemudian dilanjutkan dengan Duncan pada selang kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Durasi P

Pengukuran durasi P dilakukan untuk mengetahui waktu depolarisasi atrium (Conville dan Bassert 2002). Pengukuran durasi P pada EKG tidak menunjukkan perbedaan nyata (p>0.05) pada kelompok RB dan RBp (Tabel 1). Menurut Richig dan Sleeper (2014), rata-rata durasi P normal pada anak babi adalah 0.020-0.040 detik. Perbedaan yang tidak nyata pada durasi P menunjukkan tidak adanya gangguan pada aktivitas atrium dan tanda-tanda hipertrofi atrium akibat pembebatan dinding dada dan rekrutmen manuver (Widjaja 1990). Berdasarkan kertas rekaman EKG pada sadapan II juga tidak ditemukan adanya kelainan bentuk durasi P (Gambar 5), sehingga perbedaan nilai tersebut diduga sebagai variasi normal.

Tabel 1 Rata-rata durasi P (detik)

Waktu pengamatan Kelompok perlakuan

RB RBp

Sebelum kumbah 0.0448 ± 0.0118ax 0.0442 ± 0.0085ax

Setelah kumbah dan rekrutmen 0.0500 ± 0.0045ax 0.0496 ± 0.0214ax

Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya

perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y)

(22)

10

Gambar 5 Rekaman durasi P

Amplitudo P

Menurut Conville dan Bassert (2002), pengukuran amplitudo P bertujuan mengetahui besarnya depolarisasi atrium. Depolarisasi atrium menyebabkan atrium berkontraksi sebagai pompa primer. Pompa primer berarti atrium akan kontraksi terlebih dahulu sebelum ventrikel kontraksi. Atrium sebagai pompa primer berfungsi mengalirkan darah ke dalam ventrikel (Haryati 2010). Amplitudo P dapat menunjukkan kejadian pembesaran atrium pada jantung (Widjaja 1990). Pembesaran atrium kanan mengakibatkan besarnya impuls nodus SA yang dikeluarkan dan menjalar dari atrium ke nodus AV (Guyton dan Hall 2006). Menurut Richig dan Sleeper (2014), nilai amplitudo P normal anak babi yaitu 0.1-0.3 mV.

Tabel 2 Rata-rata amplitudo P (mV)

Waktu pengamatan

Kelompok perlakuan

RB RBp

Sebelum kumbah 0.1308 ± 0.0206ax 0.1746 ± 0.0465ax

Setelah kumbah dan rekrutmen 0.2250 ± 0.1588bx 0.0954 ± 0.0565ax

Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya

perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y)

yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) dalam kelompok perlakuan.

Gambar 6 Rekaman Amplitudo P

(23)

11 (congestive heart failure/CHF). Cedera paru akut dapat menimbulkan edema pulmonum. CHF kiri menyebabkan penurunan cardiac output (CO) sehingga terjadi penurunan tekanan darah yang menstimulasi baroreceptor. Stimulasi pada baroreceptor akan menurunkan perfusi ginjal yang berakibat pada konstriksi arteriol efferen sehingga terjadi peningkatan absorpsi natrium dan H2O. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan vena dan peningkatan volume darah sebelum dipompa oleh jantung (preload) yang menyebabkan terjadinya edema dan efusi pada tubuh. Selain itu, sinyal yang dikirim baroreceptor ke otak akan meningkatkan pelepasan vasopresin sehingga terjadi vasokontriksi dan mengakibatkan peningkatan volume darah setelah dipompa oleh jantung (afterload) dan gangguan distribusi darah tubuh. Menurut Nelson dan Couto (1998), kegagalan jantung kiri dapat disebabkan oleh volume aliran darah yang berlebihan ke jantung dan biasa terjadi akibat gangguan primer pada pembuluh darah dan katup seperti kebocoran katup dan abnormalitas sistemik jantung dan paru, dimana dalam penelitian ini dapat berupa edema pulmonum. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan akibat ventrikel bekerja lebih daripada sistolik normal untuk memompa darah. Kondisi ini dapat menimbulkan terjadinya kegagalan jantung kiri yang berimplikasi pada dilatasi atrium kanan.

Pada kelompok RBp setelah rekrutmen, nilai amplitudo yang sedikit mengalami penurunan. Hal ini dapat menunjukkan mulai berkurangnya kemampuan depolarisasi atrium jantung. Pada rekaman EKG hewan model babi kelompok bebat setelah kumbah, ditemukan amplitudo P yang berbentuk bifasik atau prevalensi sebesar 20.00% (Gambar 6). Amplitudo bifasik terjadi akibat adanya atrioventricular (AV) block 1, sehingga gelombang P menyatu dengan gelombang T.

Interval PR

Pengukuran interval PR dimulai dari permulaan gelombang P sampai permulaan kompleks QRS. Interval PR menggambarkan perjalananan impuls listrik dari nodus sinoatrium (nodus SA) melalui nodus atrioventrikular (nodus AV), turun ke berkas His, cabang berkas dan berkas Purkinje. Interval PR berfungsi mengukur waktu dari permulaan depolarisasi atrium sampai mulai depolarisasi ventrikel

Tabel 3 Rata-rata interval PR (detik)

Waktu pengamatan Kelompok perlakuan

RB RBp

Sebelum kumbah 0.1048 ± 0.0189ax 0.1552 ± 0.1344ax

Setelah kumbah dan rekrutmen 0.1246 ± 0.0127ax 0.1018 ± 0.0684ax

Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya

perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y)

(24)

12

Gambar 7 Rekaman interval PR yang mengalami perpanjangan interval PR pada kelompok RBp

Pada penelitian ini interval PR tidak menunjukkan perbedaan nyata (p>0.05) pada kelompok RB dan RBp (Tabel 3). Menurut Bharati et al. (1991), rata-rata interval PR anak babi yaitu 94 ± 27 milidetik (rataan ± standar deviasi) (50-120 milidetik). Pada rekaman EKG tampak pemanjangan interval PR yang ditandai dengan gelombang P yang bersatu dengan gelombang T (Gambar 7). Apabila terjadi pemanjangan interval PR maka dipertimbangkan terjadi first-degree atrioventricular (AV) block (O’Keefe et al. 2008; Thaler 2009). Pemanjangan interval PR pada rekaman EKG merupakan akibat dari lamanya konduksi dari atrium, nodus AV atau sistem His-Purkinje. First-degree AV block ditandai dengan gelombang P dan kompleks QRS yang normal. Hal ini disebabkan oleh gangguan pada nodus AV yang diinduksi oleh obat-obatan, meningkatnya tonus vagal, myocarditis, ketidakseimbangan elektrolit, hipotermia dan hipoksia (Vogler et al. 2012). Pada penelitian ini pemanjangan interval PR diduga akibat ketidakseimbangan elektrolit, hipotermia dan hipoksia.

Percepatan interval PR dapat dilihat pada kelompok RBp sebelum dan setelah kumbah, namun percepatan interval PR masih dalam batas rata-rata normal interval PR. Percepatan interval PR dapat terjadi karena adanya aritmia yang berhubungan dengan gangguan impuls pada jantung. Hal ini dapat terjadi karena aktivitas prematur sebagian ventrikel jantung akibat perlakuan (Martin 2007).

Amplitudo R

Amplitudo R merupakan defleksi positif pertama dari kompleks QRS (Gambar 8). Pengukuran amplitudo menggambarkan fase depolarisasi ventrikel. Menurut Widjaja (1990), nilai amplitudo R dapat menandakan adanya hipertrofi ventrikel dan gambaran amplitudo R menunjukkan tanda-tanda Bundle-Branch Block (BBB). Nilai amplitudo R normal pada anak babi yaitu 0.0-1.0 mV (Richig dan Sleeper 2014). Berdasarkan hasil penelitian, tidak ada perbedaan nyata (p>0.05) pada kelompok RB dan RBp akibat pembebatan dinding dada (Tabel 4).

Tabel 4 Rata-rata amplitudo R (mV)

Waktu pengamatan Kelompok perlakuan

RB RBp

Sebelum kumbah 0.4960 ± 0.4068ax 0.4486 ± 0.1517ax

Setelah kumbah dan rekrutmen 0.3942 ± 0.3380ax 0.3714 ± 0.1580ax

Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya

(25)

13

yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) dalam kelompok perlakuan.

Gambar 8 Rekaman amplitudo R

Interval QRS

Interval QRS diukur mulai dari onset gelombang Q atau R (bila Q tidak terlihat) sampai akhir gelombang S. Interval QRS menunjukkan jumlah waktu yang diperlukan untuk depolarisasi ventrikel (Sastradipraja et al. 1989). Pengukuran interval QRS dapat menunjukkan terjadinya hipertrofi jantung dan Bundle-Branch-Block (BBB). Pemanjangan penyebaran impuls melalui berkas cabang dikenal sebagai BBB akan melebarkan kompleks QRS. Hipertrofi ventrikel akan meningkatkan amplitudo kompleks QRS karena penambahan massa otot jantung (Sari 2005). Pada penelitian ini tidak ditemukan perbedaan nyata (p>0.05) interval QRS pada kelompok RB dan RBp baik sebelum dan setelah kumbah (Tabel 9). Menurut Richig dan Sleeper (2014), nilai normal interval QRS pada anak babi yaitu 0.030-0.050 detik.

Tabel 5 Rata-rata interval QRS (detik)

Waktu pengamatan Kelompok perlakuan

RB RBp

Sebelum kumbah 0.0488 ± 0.0079ax 0.0498 ± 0.0119ax

Setelah kumbah dan rekrutmen 0.0532 ± 0.0102ax 0.0574 ± 0.0205ax

Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya

perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y)

yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) dalam kelompok perlakuan.

(26)

14

Interval QT

Interval QT merupakan jarak antara permulaan gelombang Q sampai akhir gelombang T yang menggambarkan periode dari awal depolarisasi ventrikel sampai repolarisasi ventrikel (Akers dan Denbow 2008). Kelainan pada interval QT dapat berupa pemanjangan dan pemendekan interval QT. Menurut Mozkovitz et al. (2013), pemanjangan interval QT seringkali disebabkan oleh kongenital, induksi obat-obatan (seperti procainamid, quinidin dan phenothiazin), antihistamin (terfenadin dan astemizol), peningkatan aktivitas sistem syaraf simpatis dan abnormalitas elektrolit seperti hipokalsemia, hipokalemia dan hipomagnesemia. Hipokalemia seringkali terjadi pada penderita dengan hipomagnesemia.

Tabel 6 Rata-rata interval QT (detik)

Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan

RB RBp

Sebelum kumbah 0.2882 ± 0.0394ax 0.2698 ± 0.0236ax

Setelah kumbah dan rekrutmen 0.3766 ± 0.0602ax 0.3540 ± 0.1135ax

Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya

perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y)

yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) dalam kelompok perlakuan.

Gambar 10 Rekaman perpanjang interval QT pada kelompok RB

(27)

15

Segmen ST

Segmen ST merupakan garis lurus (isoelektrik) akhir kompleks QRS dengan bagian awal gelombang T. Segmen ST menunjukkan ukuran waktu antara akhir depolarisasi ventrikel sampai pada mulainya repolarisasi ventrikel. Kelainan pada segmen ST merupakan kunci indikator terjadinya iskemik miokard, infark dan nekrosis atau hipotermia apabila terjadi peningkatan (elevasi) atau penurunan

(depresi) segmen ST. Menurut O’Keefe et al. (2008) dan Thaler (2009), elevasi

adalah defleksi positif garis segmen ST dari baseline, sedangkan depresi adalah defleksi negatif garis segmen ST dari baseline kertas rekaman EKG. Elevasi segmen ST dapat disebabkan oleh terjadinya perikarditis akut, hipotermia, hiperkalemia, cardiomyopathy, BBB (kiri dan kanan), hipertrofi ventrikel kiri, repolarisasi dini dan aneurisme ventrikel kiri. Pada anjing, elevasi segmen ST disebabkan oleh hipoksia miokardial, infark miokardial transmural dan efusi perikardial. Depresi segmen ST disebabkan oleh BBB, hipertrofi ventrikel kiri, efek digitalis, takikardia dan metabolisme (Brady 2006).

Tabel 7 Rata-rata segmen ST (mV)

Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan

RB RBp

Sebelum kumbah 0.1946 ± 0.0523ax 0.1702 ± 0.0435ax

Setelah kumbah dan rekrutmen 0.2614 ± 0.0629ax 0.2044 ± 0.1387ax

Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya

perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y)

yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) dalam kelompok perlakuan.

Gambar 11 Rekaman elevasi segmen ST pada kelompok RBp

(28)

16

Gelombang T

Gelombang T pada rekaman gambar EKG terjadi karena repolarisasi ventrikel setelah kontraksi. Gelombang T berbentuk panjang tetapi voltasenya rendah. Kepentingan gelombang T antara lain untuk menandakan adanya iskemik, infark, kelainan elektrolit dan lain-lain (Widjaja 1990). Dalam keadaan normal, gelombang T agak asimetris dan melengkung ke atas. Hiperkalium akan meninggikan dan mempertajam puncak gelombang T (Sari 2005).

Tabel 8 Rata-rata gelombang T

Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan

RB RBp

Sebelum kumbah 0.0674 ± 0.0132ax 0.0730 ± 0.0131ax

Setelah kumbah dan rekrutmen 0.0854 ± 0.0479ax 0.1214 ± 0.0529ax

Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya

perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y)

yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) dalam kelompok perlakuan.

Gambar 12 Rekaman depresi gelombang T pada kelompok RBp

Rata-rata nilai gelombang T pada kelompok RB dan RBp tidak menunjukkan perbedaan nyata (p>0.05) (Tabel 8). Pada rekaman EKG (Gambar 12) dari empat anak babi kelompok RBp ditemukan beberapa gelombang yang berbentuk negatif atau melengkung ke bawah, yaitu dengan prevalensi sebesar 80.00%. Namun, secara normal gelombang T pada anak babi dapat berbentuk positif dan negatif (Richig dan Sleeper 2014).

Frekuensi Jantung

(29)

17 Tabel 9 Rata-rata frekuensi jantung

Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan

RB RBp

Sebelum kumbah 111.56 ± 22.0024ax 127.33 ± 18.2583ax

Setelah kumbah dan rekrutmen 103.87± 28.2419ax 93.38 ± 32.6469ax

Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya

perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y)

yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) dalam kelompok perlakuan.

Gambar 13 Rekaman frekuensi jantung pada EKG

KESIMPULAN

Pada rekaman EKG, kelompok RB menunjukkan amplitudo berbentuk bifasik dengan prevalensi 20.00%. Rekrutmen manuver yang dilakukan setelah kumbah hanya menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap amplitudo P. Pada kelompok RB setelah rekrutmen terjadi peningkatan nilai amplitudo P diduga disebabkan oleh edema pulmonum yang mengakibatkan dilatasi atrium kanan dan kegagalan jantung kiri.

SARAN

Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut menggunakan anak babi dengan bobot dan jenis kelamin yang seragam. Penelitian disarankan untuk menggunakan anak babi yang lebih banyak. Selain itu, disarankan untuk menggunakan hewan coba jenis lain selain babi.

DAFTAR PUSTAKA

Abedin Z, Conner R. 2008. ECG Intrepretation the Self-Assessment Approach. Iowa (UK): Blackwell Publ.

(30)

18

Anatriera RA. 2009. Aktivitas spesifik katalase jaringan ginjal tikus yang diinduksi hipoksia hipobarik akut berulang. [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Bharati S, Levine M, Huang SK, Handler B, Parr GV, Bauernfeind, Lev M. 1991. The conduction system of the swine heart. Chest. 100(1): 207-12.

Brady WJ. 2006. ST segment and T wave abnormalities not caused by acute coronary syndromes. Emerg Med Clin North Am. 24: 91-111.

Conville T, Bassert J. 2002. Clinical Anatomy and Physiology. Philadelphia (US): Saunders.

Djojodibroto RD. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta (ID): Kedokteran EGC.

Esteban A, Anzueto A, Alia I. 2000. How is mechanical ventilation employed in the intensive care unit? an international utilization review. Am J Respir Crit Care Med. 161:1450-8.

Goh AYT, Chan PWK, Lum LCS, Roziah M. 1998. Incidence of acute respiratory distress syndrome: a comparison of two definitions. Archieves of Disease in Childhood. 79: 256-9.

Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology. Ed ke-7. Philadelphia (US): Saunders.

Haryati RAD. 2010. Profil Elektrokardiogram Pada Domba Lokal (Ovis Aries) Setelah Penanaman Implan Semen Tulang Hidroksiapatit-Kitosan dan Hidroksiapatit-Trikalsium Fosfat Pada Tulang Tibia. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Johnson ER, Matthay MA. 2010. Acute lung injury: epidemiology, pathogenesis, and treatment. J Aerosol Med Pulm Drug Deliv. 23(4): 243-252.

Kabo P. 2008. Mengungkap Pengobatan Penyakit Jantung Koroner Kesaksian Seorang Ahli jantung dan Ahli Obat. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Kisara A, Mohamad SH, Uripno B. 2012. Heparin intravena terhadap rasio PF pada pasien acute lung injury (ALI) dan acute respiratory distress syndrome (ARDS). JAI. 4(3): 135-144.

Laycock H, Rajah A. 2010. Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome: a review article. Bjmp. 3(2).

Mahajan. 2005. Acute lung injury: options to improve oxygenation. Contin Educ Anaesth Crit Care Pain. 5(2): 52-55.

Martin MWS. 2007. Small Animal ECGs: An Introductory Guide. Ed ke-2. UK: Blackwell Pub.

McGill. 2013. Electrocardiography [internet]. [diunduh 2013 Jan 23]. Tersedia pada: http://www.medicine.mcgill.ca/physio/vlab/cardio/introecg.htm. Faiz O, Moffat D. 2004. At A Glance Anatomi. Jakarta (ID): Erlangga.

Mozkovitz JB, Bryan DH, Joseph PM, Amal M, William JD. 2013. Electrocardiographic implications of the prolonged QT interval. Am J Emerg Med. 31: 866-871.

Nelson RW, Couto CG. 1998. Small Animal Internal Medicine. Ed ke-2. Philadelphia (US): Mosby.

O’Keefe JH, Hammill SC, Freed MS, Pogwidz SM. 2008. The Complete Guide to

(31)

19 Richig JW, Sleeper MM. 2014. Electrocardiography of Laboratory Animals. San

Diego (US): Elsevier.

Ronny S, Fatimah S. 2010. Fisiologi Kardiovaskuler: Berbasis Masalah Keperawatan. Jakarta (ID): EGC.

Rubenfeld GD, Caldwell E, Peabody E, Weaver J, Martin DP, Neff M, Stern EJ, Hudson LD. 2005. Incidence and Outcomes of Acute Lung Injury. N Engl J Med. 353: 1553-64.

Sarget T, Talmor D. 2009. Targetting Transpulmonary Pressure To Prevent Ventilator Induced Lung Injury. Minerva anastesiol. 75293-9.

Sari SI. 2005. Nilai diagnostik beberapa kriteria hipertrofi ventrikel kiri secara elektrokardiografik pada penderita hipertensi dibanding dengan ekokardiografi. [tesis]. Semarang (ID): Undip.

Sastradipraja D, Sri HSS, Reviany W, Tonny U, Achmad M, Hamdani N, Regina S, Razak H. 1989. Fisiologi Veteriner. Bogor (ID): IPB.

Shirley AJ. 2007. ECG Success: Exercise In ECG Intrepretation. Philadelphia (US): FA David Company.

Sloane E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta (ID): EGC.

Smith AC, Swindle MM. 2006. Preparation of swine for the laboratory. Ilar J. 47(4): 358-363.

Susanto YS, Fitrie RS. 2012. Penggunaan ventilasi mekanis invasif pada acute respiratory distress syndrome (ARDS). J Resp Ind. 32(1): 44-52.

Thaler MS. 2009. Satu-satunya Buku EKG yang Anda Perlukan. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran.

Thrall MA, Baker DC, Campbell TW, De Nicola D, Fettman MJ, Lassen ED, Rebar A, Weiser G. 2004. Veterinary Hematology and Clinical Chemistry. Philadelphia (US): Lippincot Williams dan Wilkins.

Vogler J, Breithardt G, Eckaerdt L. 2012. Bradyarrythmias and Conduction Blocks. Rev Esp Cardiol. 65(7): 656-67.

(32)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Pekanbaru, Riau pada tanggal 31 Agustus 1992 dari Ayah yang bernama Dedih Hermawan dan Ibu bernama Sri Mulyati. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Penulis pernah bersekolah di SDN 019 Pekanbaru, SMPN 4 Pekanbaru, lulus dari SMAN 8 Pekanbaru tahun 2010 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1 Grafik EKG
Gambar 1  Grafik EKG (McGill 2013)
Gambar 4  Babi (Sus scrofa) saat pembebatan
Gambar 5  Rekaman durasi P
+3

Referensi

Dokumen terkait

diagnosis penyakit tanaman cengkih dengan metode inferensi forward chaining, telah sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh

1.1 Kondisi penilaian merupakan aspek dalam penilaian yang sangat berpengaruh atas tercapainya kompetensi ini terkait dengan menentukan kebutuhan sarana yang

Area penyimpanan, persiapan, dan aplikasi harus mempunyai ventilasi yang baik , hal ini untuk mencegah pembentukan uap dengan konsentrasi tinggi yang melebihi batas limit

Buatlah struct RECTANGLE untuk membuat persegi panjang yang berisi informasi dua titik yaitu titik 1 adalah titik ujung kiri atas, titik 2 adalah titik ujung kanan bawah..

Untuk mematikan krustasea yang telah dikumpulkan dari lapangan, jika sampel tersebut berukuran besar dapat dilakukan secara langsung yaitu dimasukan ke dalam cairan fiksatif

[r]

Berdasarkan observasi, maka dapat disimpulkan bahwa dalam penerapan metode yang digunakan oleh bapak Afifudin menggunakan metode tahap ulangi dan rayakan untuk memberi