• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Wisata Satwaliar Terhadap Pengetahuan Pengunjung Mengenai Konservasi Satwa Di Taman Nasional Bali Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Wisata Satwaliar Terhadap Pengetahuan Pengunjung Mengenai Konservasi Satwa Di Taman Nasional Bali Barat"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN WISATA SATWALIAR TERHADAP PENGETAHUAN

PENGUNJUNG MENGENAI KONSERVASI SATWA DI

TAMAN NASIONAL BALI BARAT

RIBKA KEZIA HAREFA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Wisata Satwaliar terhadap Pengetahuan Pengunjung mengenai Konservasi Satwa di Taman Nasional Bali Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

RIBKA KEZIA HAREFA. Peran Wisata Satwaliar terhadap Pengetahuan Pengunjung mengenai Konservasi Satwa di Taman Nasional Bali Barat. Dibimbing oleh E.K.S. HARINI MUNTASIB dan RESTI MEILANI.

Wisata satwaliar dapat berperan dalam konservasi karena memberi kesempatan untuk kontak langsung dengan alam serta memiliki dampak positif terhadap pembelajaran pengunjung mengenai lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah mengukur peran wisata satwaliar terhadap pengetahuan pengunjung mengenai konservasi satwa di Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Pengetahuan pengunjung dinilai berdasarkan hasil skor pertanyaan sebelum dan sesudah wisata, kemudian digolongkan menjadi beberapa kategori pengetahuan yaitu rendah, sedang, dan tinggi, serta dilakukan uji t berpasangan. TNBB memiliki wisata satwaliar jungle tracking, bird watching, dan safari dengan pengunjung yang berasal dari mancanegara. Setelah mengikuti wisata satwaliar di TNBB, skor pengetahuan pengunjung mengenai konservasi satwa meningkat sebesar 7%, dan hasil skor rata–rata meningkat dari 15.42 menjadi 17. Peningkatan pengetahuan ini terjadi karena pengunjung berinteraksi langsung dengan satwa dan didukung dengan peran pemandu wisata.

Kata kunci: konservasi, pengetahuan, taman nasional Bali Barat, wisata satwaliar.

ABSTRACT

RIBKA KEZIA HAREFA. The Role of Wildlife Tourism in Bali Barat National Park toward Visitors' Knowledge on Wildlife Conservation. Supervised by E.K.S. HARINI MUNTASIB and RESTI MEILANI.

Wildlife tourism can play a role in wildlife conservation because it gives an opportunity for direct contact with nature and has a positive impact to teach visitors about the environment. The purpose of this study was to measure the role of wildlife tourism toward visitor's knowledge on wildlife conservation in Bali Barat National Park. Visitor's knowledge was assessed based on the scores of questions given before and after the tour. The scores were then classified into several categories of knowledge, i.e. low, medium, and high categories. Afterwards, the score was verified using paired t-test. Bali Barat National Park has wildlife tourism program, i.e. jungle tracking, bird watching, and safari. The tourists came from foreign countries. After the tour, the score of visitor's knowledge about wildlife conservation increased by 7% and the average score increased from 15.42 to 17. The increase of knowledge was due to visitors’ having direct interaction with animals and being supported by the tour guide.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

PERAN WISATA SATWALIAR TERHADAP PENGETAHUAN

PENGUNJUNG MENGENAI KONSERVASI SATWA DI

TAMAN NASIONAL BALI BARAT

RIBKA KEZIA HAREFA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah wisata satwaliar (wildlife tourism), dengan judul Peran Wisata Satwaliar terhadap Pengetahuan Pengunjung mengenai Konservasi Satwa.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr E.K.S. Harini Muntasib, MS dan Ibu Resti Meilani, SHut, MSi selaku dosen pembimbing atas arahan, bimbingan, dan saran selama penelitian serta penyusunan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pihak Balai Taman Nasional Bali Barat (Bapak I Gede Mahendra, Bapak I Putu Gede Arya, Bapak Seno Pramudita, Bapak Kuat Wahyudi dan Bapak Arie Subagja), para pemandu wisata (Bapak Bardiyanto, Mas Iwan, Bapak Made Lau, Bapak Komang, Bapak Nanang, Bapak Putu, dan Bapak Parno), serta Polisi Hutan di Resort Teluk Terima yang telah membantu selama pengumpulan data.

Ungkapan terima kasih disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala kasih sayang, doa dan dukungannya. Selain itu ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman seperjuangan penelitian (Detiara dan Annisa), kelompok PKLP Bali Barat 2015 (Aristyo, Agung, Fajar, Juli, Shindy, dan Rizka), teman-teman dream world (Rama, Rinda, Jaya, dan Eri), Vicha Arisandhi, Erviana Kristia, dan keluarga besar KSHE 48 atas doa serta dukungannya selama proses penyususan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Manfaat 2

METODE 2

Lokasi dan waktu 2

Alat dan Instrumen 2

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data 2

Analisis Data 4

Sintesis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 6

Wisata Satwaliar (wildlife tourism) di Taman Nasional Bali Barat

(TNBB) 9

Karakteristik Pengunjung 13

Peran Wisata Satwaliar terhadap Pengetahuan Pengunjung mengenai

Konservasi Satwa 14

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 20

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data dan metode pengumpulan data 2

2 Data jumlah pengunjung wisata satwaliar (wildlife tourism) Taman

Nasional Bali Barat tahun 2012 sampai 2014 4

3 Kategori pengetahuan 5

4 Persentase responden yang menjawab pertanyaan dengan benar 15

DAFTAR GAMBAR

1 Pusat informasi di TNBB: (a) Cekik, (b) Labuan Lalang 7 2 Sign dan label interpretasi: (a) penunjuk arah, (b) papan interpretasi 8 3 Jalur menyusuri hutan di Teluk Terima: (a) hutan mangrove, (b) hutan

hujan dataran rendah, (c) sungai, (d) bukit 8

4 Aktivitas menyusuri hutan (jungle tracking): (a) pengamatan satwa, (b)

mendengar penjelasan di hutan mangrove 10

5 Jenis satwaliar yang terlihat pada saat tracking: (a) lutung jawa (Trachypithecus auratus), (b) monyet ekor panjang panjang (Macaca fascicularis), (c) jelarang (Ratufa bicolor), (d) ular viper pohon hijau

(Trimeresurus albolabris) 12

6 Lokasi kegiatan pengamatan burung: (a) Teluk Gilimanuk, (b) Cekik 12

7 Asal negara responden 13

8 Latar belakang pekerjaan responden 14

9 Persentase kenaikan pengetahuan pengunjung jungle tracking dan bird

watching 16

10 Kategori skor pengetahuan pengunjung mengenai konservasi satwa sebelum dan sesudah mengikuti wisata satwaliar 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil perhitungan penentuan kategori pengetahuan 22

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu permasalahan mengenai satwaliar adalah jumlah populasinya yang semakin berkurang di habitat alaminya sehingga banyak spesies berada dalam status langka dan bahkan punah. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap lingkungan hidup menjadi salah satu penyebab timbulnya permasalahan tersebut. Masyarakat hanya mementingkan kehidupannya sendiri dengan mengeksploitasi secara berlebihan tanpa mempedulikan keseimbangan alam dan kelestarian lingkungan dalam jangka panjang. Di sisi lain masyarakat tidak memiliki kepekaan terhadap masalah-masalah yang terjadi pada satwaliar. Bagi masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan, hubungan interaksi dengan alam semakin jarang terjadi. Diperlukan suatu cara yang dapat menghubungkan masyarakat dengan lingkungan alam sehingga pada akhirnya masyarakat dapat berperan dalam konservasi lingkungan.

Wisata satwaliar (wildlife tourism) memiliki peluang aktif untuk berperan dalam konservasi. Wisata satwaliar menjadi semakin populer dalam beberapa tahun terakhir ini. Banyak wisatawan yang memiliki minat khusus melakukan perjalanan untuk melihat satwaliar di lingkungan alaminya. Wisata satwaliar menawarkan pengalaman sekaligus kesempatan unik bagi wisatawan untuk berhubungan kembali dengan alam. Perjalanan ini dapat menimbulkan pengalaman baru yang berbeda dari sekedar melihat di televisi atau media elektronik lainnya.

Pengalaman wisata yang memberi kesempatan untuk kontak langsung dengan alam dapat menyampaikan pesan pendidikan yang kuat dan positif bagi pengunjung (Ballantyn et al. 2011). Tanpa hubungan yang kuat dengan alam sulit bagi seseorang untuk memahami masalah-masalah dari pemanfaatan sumber daya yang berlebihan. Wisata satwaliar memiliki dampak positif jangka pendek dan jangka panjang terhadap pembelajaran pengunjung mengenai lingkungan, dengan mengembangkan rasa hormat dan penghargaan untuk satwaliar maupun alam. Selain itu dapat meningkatkan kesadaran akan masalah lingkungan, mempromosikan sikap dan tindakan lingkungan yang berkelanjutan, dan membangun kapasitas pengunjung untuk penerimaan jangka panjang dari praktek hidup yang berkelanjutan (Ballantyne et al. 2009).

(12)

2

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah mengukur peran wisata satwaliar terhadap pengetahuan pengunjung mengenai konservasi satwa di Taman Nasional Bali Barat.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi yang bermanfaat dalam pengembangan dan pengelolaan wisata satwaliar berbasis konservasi bagi pihak Taman Nasional Bali Barat umumnya dan bagi kepentingan pengunjung wisata satwaliar khususnya.

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bali Barat, Kabupaten Buleleng dan Jembrana, Provinsi Bali. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Maret 2015.

Alat dan Instrumen

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat tulis, kamera dan laptop. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu kuesioner.

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dan hasil kuisioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai literatur sebagai penunjang data primer. Data dikumpulkan melalui studi pustaka, wawancara terstruktur dengan kuesioner, wawancara semi terstruktur, dan observasi lapang (Tabel 1).

Tabel 1 Jenis data dan metode pengumpulan data

Jenis data Metode pengumpulan data

Program wisata satwaliar di Taman Nasional Bali Barat

Studi pustaka, wawancara semi terstruktur, dan observasi lapang Materi kegiatan dari jenis wisata

satwaliar di TNBB

Studi pustaka dan wawancara semi terstruktur

Pengetahuan pengunjung mengenai konservasi satwa

(13)

3

Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data mengenai kondisi umum lokasi penelitian, program wisata satwaliar yang ada di Taman Nasional Bali Barat, pengelolaan wisata, lokasi dan cara mengunjungi lokasi kegiatan wisata, dan data pengunjung wisata. Pustaka yang digunakan berupa buku, jurnal, dan hasil penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian dengan penelitian ini..

Observasi lapang

Observasi lapang dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara langsung kegiatan wisata satwaliar di Taman Nasional Bali Barat, peran serta petugas bagian wisata dalam pelaksanaan kegiatan wisata, dan media interpretasi yang digunakan dalam wisata.

Wawancara

1. Wawancara kepada pengelola

Wawancara semi terstruktur dilakukan kepada key informant, yaitu petugas yang menangani bagian wisata, untuk mendapatkan data mengenai pelaksanaan/program kegiatan wisata satwaliar di TNBB.

2. Wawancara kepada pengunjung

Wawancara kepada pengunjung dilakukan dengan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner untuk mengetahui data pribadi dan pengetahuan mengenai konservasi satwaliar sebelum dan setelah mengikuti program wisata satwaliar melalui pre-test dan post-test. Pre-test dan post-test terdiri dari dua tipe soal dengan total 20 pertanyaan. Tipe pertama merupakan soal pilihan ganda berjumlah 15 soal, setiap soal terdiri dari lima pilihan jawaban dan hanya ada satu jawaban yang benar. Tipe kedua merupakan pilihan ganda berjumlah lima soal dengan lima pilihan jawaban, namun jawaban yang benar dapat lebih dari satu. Wawancara kepada responden dilakukan selama tujuh hari, yaitu hari Senin – Minggu. Pemilihan waktu pengambilan sampel berdasarkan waktu kegiatan optimal wisata satwaliar.

Pemilihan responden sebagai unit contoh dilakukan terhadap pengunjung yang mengikuti kegiatan wisata satwaliar, dan pengunjung tersebut bersedia mengisi kuesioner, baik sebelum mengikuti kegiatan wisata dan sesudah mengikuti kegiatan wisata. Penentuan jumlah responden menggunakan rumus Slovin (Sugiyono 2006), yaitu berdasarkan rata-rata jumlah pengunjung per bulan yang didapatkan dari data pengunjung tiga tahun terakhir pada tahun 2012 – 2014 (Tabel 2).

N = rata-rata jumlah pengunjung per bulan

(14)

4

Tabel 2 Data jumlah pengunjung wisata satwaliar (wildlife tourism) Taman Nasional Bali Barat tahun 2012 sampai 2014

Bulan Tahun

Rata-rata pengunjung per tahun 382

Rata-rata pengunjung per bulan 32

Rata-rata pengunjung per bulannya (N) adalah 32 orang, sehingga didapatkan jumlah responden (n) sebanyak 24 pengunjung, dengan perhitungan sebagai berikut:

n =

= 24

Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif serta statistik deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis program wisata satwaliar yang ada di TNBB, materi yang diberikan ketika kegiatan wisata satwaliar, dan media yang digunakan dalam wisata. Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis pengetahuan pengunjung tentang konservasi satwa dan peran wisata satwa liar terhadap pengetahuan pengunjung yang diolah dan dianalisis sebagai berikut:

Pengetahuan pengunjung

(15)

5 Skor pengetahuan pengunjung dikelompokkan dalam tiga kategori skor, yaitu:

Rendah : jika skor jawaban responden berada pada selang bawah Sedang : jika skor jawaban responden berada selang tengah Tinggi : jika jawaban skor responden berada pada selang atas

Penentuan selang dilakukan dengan cara sebagai berikut: ST : (skor minimum + SK max - SK min) ± SD

SK min : Penjumlahan skor terendah dari semua item jawaban kuisioner SK max : Penjumlahan skor tertinggi dari semua item jawaban kuisioner SA : Selang atas

SB : Selang bawah

SD : Standar deviasi/simpangan baku = √s2

Berdasarkan penentuan selang didapatkan hasil kategori rendah, sedang, tinggi dengan selang 9 (Tabel 3).

Tabel 3 Kategori pengetahuan

Kategori Selang skor pengetahuan

Rendah <10

Sedang 10 – 19

Tinggi >19

Peran wisata satwaliar terhadap pengetahuan pengunjung

Peran wisata satwaliar terhadap pengetahuan pengunjung mengenai konservasi satwa diketahui dengan membandingkan hasil skor pre-test dan post-test. Kemudian dilakukan uji terhadap perbedaan pengetahuan responden mengenai konservasi satwa sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan wisata satwaliar. Uji yang digunakan adalah uji t, yaitu uji perbedaan nilai rata-rata dua populasi berpasangan (Walpole 1995). Uji statistik ini digunakan karena sampel merupakan subjek yang sama namun mengalami dua perlakuan yang berbeda. Rumus yang digunakan sebagai berikut:

H0: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pengetahuan pengunjung

mengenai konservasi satwa sebelum dan sesudah mengikuti wisata satwaliar H1: Terdapat perbedaan yang signifikan antara pengetahuan pengunjung

(16)

6

Kriteria uji pada pada taraf nyata 5 %: Jika ˃ , maka tolak H0

Jika , maka terima H0

Jika nilai t hitung lebih besar dari t tabel, maka H0 ditolak, artinya terdapat

perbedaan yang signifikan antara pengetahuan pengunjung mengenai konservasi satwa sebelum dan sesudah mengikuti wisata satwaliar. Perbedaan pengetahuan ini menunjukkan bahwa wisata satwaliar memiliki peran terhadap pengetahuan pengunjung mengenai konservasi satwa.

Sintesis Data

Hasil analisis data kemudian dibandingkan dengan penelitian atau pustaka lain, terkait dengan pendidikan konservasi dari berbagai jurnal, buku, dan karya ilmiah, untuk mendapat gambaran peran wisata satwaliar terhadap pengetahuan pengunjung mengenai konservasi satwa, sehingga wisata satwaliar di TNBB dapat dikembangkan pada arah pendidikan konservasi yang dapat menambah pengetahuan pengunjung mengenai konservasi, dan diharapkan dapat menimbulkan kepedulian pengunjung terhadap lingkungan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Secara administrasi pemerintahan, Taman Nasional Bali Barat (TNBB) terletak dalam 2 kabupaten yaitu Kabupaten Buleleng dan Jembrana, Provinsi Bali. Secara geografis TNBB terletak antara 8º05’20” LS dan 144º25’00” sampai dengan 114º56’30” BT. Luas kawasan TNBB yaitu 19 002.89 Ha yang terdiri dari 15 587.89 Ha berupa wilayah daratan dan 3 415 Ha berupa perairan. Bentuk topografi bergelombang mulai dari ringan sampai berat dengan lereng landai/rata hingga curam dengan ketinggian tempat antara 0 – 1 414 mdpl. Kondisi iklim TNBB berdasarkan klasifikasi Schmidt-Ferguson memiliki kelas iklim D (Sedang), E (Agak Kering), dan F (Kering). Curah hujan berkisar dari 1 500 – 1 050 mm/tahun dengan curah hujan tertinggi terjadi di bagian timur kawasan dan terendah berada di bagian barat. Suhu udara rata-rata pada beberapa lokasi di TNBB yaitu 33°C. Kelembaban udara kawasan berkisar antar 55% sampai 85% atau kelembaban tinggi antara bulan Mei, Juni, dan Juli (BTNBB 2013a).

Objek wisata

(17)

7 speciosa), sawo kecik (Manilkara kauki), keruing bunga (Dipterocarpus haseltii), kesambi (Scheleichera oleosa), cendana (Santalum album) (BTNBB 2013b).

Taman Nasional Bali Barat memiliki satwa langka yaitu jalak bali (Leucopsar rothschildi) yang juga merupakan burung endemik pulau Bali dan termasuk ke dalam apendik I CITES. Burung yang terdapat di TNBB melebihi 160 jenis burung. Jenis burung yang diindungi undang-undang dan langka diantaranya jalak putih (Sturnus melanopterus), paok biru (Pitta guajana), cekakak (Halcyon cyanoventris), kuntul (Egretta sp.), kangkareng (Anthracoceros albirostris), elang ular bido (Spilornis cheela). Fauna lain yang dapat ditemukan di TNBB terdiri dari jenis mamalia dan reptilia, diantaranya adalah rusa timor (Cervus timorensis), kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulus javanicus), trenggiling (Manis javanica), landak (Hystrix brachyura), kuwuk (Felis marmorata), lutung jawa (Trachypithecus auratus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), jelarang (Ratufa bicolor), babi hutan (Sus scrofa), biawak (Varanus salvator), ular piton (Malayopython reticulatus), dan penyu ridel (Lepidochelys olivacea).

Objek wisata alam yang menjadi daya tarik TNBB berupa pantai, terumbu karang, makam Jayaprana, hutan mangrove, hutan musim, hutan evergreen, hutan savana, air panas, bumi perkemahan, dan monumen lintas laut. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan yaitu snorkeling, menyelam (diving), menelusuri hutan, pengamatan burung, safari, berkemah, dan mandi air panas (BTNBB 2013a).

Sarana dan prasarana wisata

Taman Nasional Bali Barat memiliki pusat informasi yang terletak di Cekik dan Labuan Lalang (Gambar 1). Kedua lokasi tersebut sering dikunjungi pengunjung untuk mendapatkan informasi mengenai kawasan TNBB dan untuk membeli tiket masuk kawasan. Pengunjung dilayani oleh petugas Taman Nasional Bali Barat. Apabila ada pengunjung yang tertarik melakukan jungle tracking dan bird watching maka dapat menghubungi petugas tersebut untuk menentukan waktu kegiatan wisata dan pemandu wisata alam (guide).

Gambar 1 Pusat informasi di TNBB: (a) Cekik, (b) Labuan Lalang

Selain pusat informasi, di dalam kawasan terdapat tanda administrasi berupa tanda penunjuk arah (Gambar 2a). Salah satu fungsi tanda administrasi adalah untuk menghubungkan pengunjung dengan program wisata yang ada di TNBB. Letak penunjuk arah berada di pinggir jalan untuk memudahkan pengunjung melihat. Penunjuk arah terletak di beberapa tempat seperti di Cekik dekat BTNBB, di pinggir jalan menuju SPTN 2, dan Labuan Lalang. Kemudian terdapat tanda

(18)

8

interpretasi berupa label untuk menjelaskan suatu objek (Gambar 2b). Pada beberapa jenis pohon terdapat label yang menjelaskan nama dari jenis pohon tersebut, namun tidak semua pohon diberi label.

Gambar 2 Sign dan label interpretasi: (a) penunjuk arah, (b) papan interpretasi

Kawasan TNBB memiliki jalur khusus untuk wisata jungle tracking, yaitu di Teluk Terima. Teluk terima merupakan zona pemanfaatan untuk kegiatan menelusuri hutan dan merupakan jalur terbaik di TNBB (BTNBB 2013b). Jalur ini menghubungkan pengunjung dengan objek-objek wisata dan memudahkan pengunjung dalam perjalanan wisata. Pada jalur di hutan mangrove pengunjung akan melewati tanah berpasir dengan jenis-jenis tumbuhan mangrove di sekitar pantai (Gambar 3a). Jalur yang ada di hutan hujan dataran rendah merupakan jalan setapak (Gambar 3b). Jalur tersebut melewati sungai (Gambar 3c) dan bukit (Gambar 3d).

Gambar 3 Jalur menyusuri hutan di Teluk Terima: (a) hutan mangrove, (b) hutan hujan dataran rendah, (c) sungai, (d) bukit

(a) (b)

(c) (d)

(19)

9

Pengelolaan wisata

Pengelolaan wisata alam di kawasan Taman Nasional Bali Barat sudah melibatkan masyarakat sekitar, salah satunya untuk menjadi pemandu wisata. Pemandu wisata yang sudah mendapatkan Surat Keputusan dari Kepala Balai TNBB berjumlah 40 orang dan tergabung ke dalam forum pemandu. Setiap tahun TNBB melakukan kegiatan pembinaan pemandu wisata alam. Dasar pelaksanaan kegiatan pemandu wisata alam ini adalah Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang organisasi dan tata kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional, Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), Surat Keputusan Kepala Balai TN Bali Barat, dan Surat Perintah Tugas Kepala Balai TN Bali Barat. Kegiatan pembinaan pemandu wisata alam di TNBB bertujuan untuk:

1. menanamkan pengetahuan dan peningkatan wawasan tentang tatacara, prosedur serta kaidah-kaidah dalam rangka kepemanduan di dalam kawasan konservasi, terutama kawasan Taman Nasional Bali Barat

2. mewujudkan pemandu wisata alam yang memiliki dedikasi dan rasa tanggung jawab terhadap pengelolaan kawasan pelestarian alam, khususnya terhadap usaha-usaha perlindungan dan pelestarian sumber daya alam, pengawetan keanekaragaman hayati dan pemanfaatan secara lestari Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

3. untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam menguasai potensi yang ada di kawasan TNBB

Pelaksanaan kegiatan pembinaan pemandu wisata setiap tahunnya dilakukan selama dua hari. Materi yang diberikan setiap tahun berbeda-beda. Pada tahun 2013 materi yang disampaikan yaitu kebijakan pengembangan pariwisata alam di Indonesia, kebijakan pengelolaan kawasan Taman Nasional, dan teknik promosi dalam interpretasi. Pada tahun 2014 materi yang diberikan adalah aturan tentang pemanduan wisata alam, pengenalan jenis-jenis burung di kawasan TNBB, dan pengenalan jenis-jenis mangrove di kawasan TNBB. Pengajar atau pemberi materi adalah instruktur lokal Balai Taman Nasional Bali Barat yang memiliki kompetensi sesuai dengan materi pelatihan Pemandu Wisata Alam. TNBB juga mengundang pihak lain untuk menjadi pemateri seperti Dinas Pariwisata. Metode pembinaan dilakukan dengan pemberian materi secara teori di ruangan, dengan berdiskusi mengenai apa yang sudah diajarkan dan hal-hal lain yang masih belum jelas, sedangkan kegiatan praktek dilakukan dengan pengamatan dan mencoba langsung di dalam kawasan TNBB (BTNBB 2014).

Wisata Satwaliar (wildlife tourism) di Taman Nasional Bali Barat (TNBB)

(20)

10

Wisata jungle tracking dan bird watching tidak hanya ditawarkan di pusat informasi tetapi ditawarkan juga oleh hotel atau penginapan yang berada di dekat Taman Nasional Bali Barat. Pengunjung yang ingin melakukan wisata tracking atau bird watching akan dibantu oleh pegawai hotel atau penginapan untuk mendapatkan seorang pemandu. Jika sudah mendapatkan pemandu maka pengunjung dapat menentukan waktu untuk melakukan kegiatan wisata. Kemudian pengunjung akan diantar oleh pegawai hotel atau penginapan ke lokasi kegiatan wisata dan bertemu langsung dengan pemandu. Biaya yang dikeluarkan untuk wisata jungle tracking atau bird watching adalah tiket masuk kawasan dan pemandu wisata. Pengunjung akan membayar tiket masuk kawasan Taman Nasional Bali Barat sebesar Rp 200 000 untuk wisatawan mancanegara dan Rp 10 000 untuk wisatawan nusantara. Kemudian biaya pemandu wisata adalah Rp 250 000 – Rp 300 000 per jam.

1. Menyusuri hutan (jungle tracking)

Pada kegiatan wisata menyusuri hutan, pengunjung akan berjalan melewati hutan mangrove sampai hutan hujan dataran rendah melalui jalur yang ada di Teluk Terima. Pada jalur tracking dijumpai beragam jenis tumbuhan dan atraksi satwa yang menarik. Atraksi satwa yang dapat dilihat yaitu burung yang sedang terbang, hinggap di pohon, atau menangkap ikan di laut. Kemudian atraksi satwa lainnya seperti bersuara, bergantungan di pohon, makan, istirahat, berjalan di sekitar hutan, dan berkumpul bersama kelompoknya. Aktivitas yang dilakukan pengunjung selama menyusuri hutan adalah mengamati satwa yang mereka lihat maupun dengar (Gambar 4a), mengamati tumbuhan yang ada di sekitar mereka (Gambar 4b), dan fotografi. Selain itu pengunjung diajak melihat pemandangan hutan di TNBB dan laut yang indah dari atas bukit.

Gambar 3 Aktivitas menyusuri hutan (jungle tracking): (a) pengamatan satwa, (b) mendengar penjelasan di hutan mangrove

Waktu pelaksanaan wisata ditentukan oleh pengunjung, yang umumnya meminta satu hingga tiga jam untuk menyusuri hutan. Selama menyusuri hutan metode penyampaian yang dilakukan pemandu adalah dengan bercerita. Pemandu menjelaskan mengenai objek yang ada di sekitar jalur. Materi wisata yang diberikan pemandu selama menyusuri hutan yaitu manfaat hutan bagi manusia dan satwa, tipe hutan di Taman Nasional Bali Barat, jenis tumbuhan yang berada di jalur tracking, tipe mangrove, dan jenis satwa yang terlihat selama tracking, dengan rincian sebagai berikut:

(21)

11 1) Tipe hutan yang ada di Taman Nasional Bali Barat yaitu hutan pantai, hutan

musim, hutan mangrove, hutan hujan dataran rendah, hutan savana.

2) Tumbuhan yang berada di jalur tracking yaitu jenis Ficus sp yang mempunyai sifat pencekik, kayu pahit yang apabila dirasakan terasa pahit, liana, ki hujan, kerasi, tumbuhan yang dapat dijadikan obat.

3) Pengelompokkan mangrove menjadi tiga elemen yaitu mangrove mayor, mangrove minor, dan mangrove asosiasi. Mangrove mayor memiliki ciri-ciri tidak ditemukan di komunitas teresterial/darat, memiliki mekanisme fisiologis untuk pengeluaran garam sehingga beberapa jenis vegetasi mangrove dapat tumbuh pada tempat dengan kadar garam rendah sampai tinggi. Mangrove minor tidak membentuk elemen vegetasi yang mencolok tetapi hanya dijumpai di tepian habitat dan tidak pernah membentuk suatu tegakan murni. Mangrove asosiasi tidak memiliki akar nafas, tidak memiliki mekanisme pengeluaran garam dan dijumpai pada tepi mangrove yang lebih dekat ke daratan. Mangrove memiliki akar pensil, lutut, dan tunjang.

4) Satwa yang terlihat selama jalur tracking seperti lutung jawa, monyet ekor panjang, jelarang, ular viper pohon, biawak.

a. Lutung jawa (Trachypithecus auratus)

Lutung jawa hidup di strata pohon atas, biasanya terlihat di pohon ki hujan dan memakan bagian pucuk daun yang masih muda (Gambar 5a). Lutung jawa memiliki perubahan warna bulu dari anakan menuju dewasa dan merupakan satwa yang hidupnya bekelompok.

b. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)

Monyet ekor panjang hidup di strata pohon tengah terkadang turun ke tanah (Gambar 5b). Terdapata perbedaan sifat liar antara monyet yang di dalam hutan dan di jalan. Monyet ekor panjang yang dijalan biasanya sudah memiliki kebiasaan meminta makan pada manusia dan tidak takut bila bertemu dengan manusia. Monyet ekor panjang mempunyai memori bagus mengenai makanan.

c. Jelarang (Ratufa bicolor)

Jelarang menyerupai tupai namun memiliki ukuran yang lebih besar dan berwarna hitam (Gambar 5c). Biasanya memiliki sarang yang terbuat dari ranting-ranting pohon yang berada di strata pohon atas.

d. Ular viper pohon hijau (Trimeresurus albolabris)

Ular viper pohon hijau merupakan hewan yang berbisa (Gambar 5d).

e. Biawak (Varanus salvator)

Biawak adalah hewan reptil yang memangsa ayam, mamalia kecil seperti tikus atau bangkai. Biasanya ditemukan di dalam pohon yang sudah tumbang.

f. Suara dan jejak satwa

Suara satwa yang terdengar seperti suara ayam hutan sedangkan jejak satwa yang terlihat berupa sarang, feses, dan jejak kaki.

g. Burung jalak bali (Leucopsar rothschildi)

Burung jalak bali merupakan burung endemik di Bali yang terancam punah.

(22)

12

Gambar 4 Jenis satwaliar yang terlihat pada saat tracking: (a) lutung jawa (Trachypithecus auratus), (b) monyet ekor panjang panjang (Macaca fascicularis), (c) jelarang (Ratufa bicolor), (d) ular viper pohon hijau (Trimeresurus albolabris)

2. Pengamatan burung (bird watching)

Pengamatan burung (bird watching) merupakan kegiatan wisata melihat burung di habitat alaminya. Kegiatan wisata bird watching dilakukan di Teluk Gilimanuk dan Cekik karena lokasi yang lebih terbuka sehingga mudah dilakukan pengamatan (Gambar 6). Pengunjung dapat melakukan kegiatan wisata dengan dipandu seorang pemandu.

Gambar 5 Lokasi kegiatan pengamatan burung: (a) Teluk Gilimanuk, (b) Cekik Metode penyampaian yang dilakukan pemandu saat wisata bird watching adalah dengan bercerita. Selama kegiatan wisata pengunjung diajak melihat

(a) (b)

(c) (d)

(23)

13 burung-burung yang terlihat selama tracking. Jika ada pengunjung yang tertarik dengan jenis tertentu, maka pemandu dapat mengantar pengunjung untuk menemukan burung tersebut. Pemandu menyediakan binokuler dan membawa field guide burung untuk membantu pengunjung dalam melihat dan mengidentifikasi burung.

Materi yang diberikan selama kegiatan bird watching adalah pengenalan jenis burung yang terlihat selama pengamatan berupa nama jenis burung, ciri-ciri, dan habitat. Beberapa jenis yang terlihat selama tracking adalah cucak kutilang, ayam hutan, takur ungkut-ungkut, raja udang biru, jalak putih, srigunting, takur bultok, burung pelatuk, dan kuntul. Selain itu pengunjung diajak melihat burung endemik Bali yaitu burung jalak bali. Burung jalak bali merupakan satwa andalan di Taman Nasional Bali Barat. Pengunjung yang mengikuti bird watching tertarik untuk melihat burung jalak bali yang berada di alam liar secara langsung. Ketertarikan pengunjung terhadap satwa andalan atau ikonik suatu lokasi wisata juga ditemukan di Australia. Fredline dan Faulkner (2001) menemukan bahwa di Australia, banyak wisatawan yang tertarik melihat spesies ikonik seperti koala (Phascolarctos cinereus) dan kangguru (Dipodomys spp.) pada kunjungan pertama. Moscardo et al. (2001) menyatakan bahwa status kelangkaan, ukuran, status simbolik, dan status terancam punah dari jenis satwa dapat mempengaruhi kepuasan pengunjung dalam berwisata.

3. Safari

Wisata safari di TNBB ditawarkan pada musim kemarau yaitu pada bulan Juni hingga September. Lokasi untuk melakukan safari berada di Prapat Agung yang dapat dicapai dengan menggunakan mobil atau berjalan kaki. Pada musim ini persediaan air mulai terbatas sehingga banyak satwa berkumpul di area yang masih terdapat sumber air untuk aktivitas minum. Hal ini dijadikan peluang bagi wisata safari untuk mengajak pengunjung melihat satwa secara langsung di habitat alaminya. Satwa yang biasanya terlihat adalah babi hutan, rusa, kijang, monyet ekor panjang, dan lutung jawa. Selain itu, pengunjung diajak melihat hutan musim dan hutan savana yang ada di Prapat Agung.

Karakteristik Pengunjung

Pengunjung yang melakukan wisata satwaliar di TNBB pada saat penelitan adalah wisatawan mancanegara. Total responden berjumlah 24 orang berasal dari negara Jerman (21%), Swiss (17%), Denmark (13%), Belanda (13%), Inggris (8%), Belgia (8%), Perancis (8%), Finlandia (8%), dan Yunani (4%) (Gambar 7).

Gambar 6 Asal negara responden

(24)

14

Seluruh responden melakukan kunjungan wisata satwaliar dengan frekuensi kunjungan satu kali. Lebih dari setengah jumlah responden (58%) didominasi oleh umur 50 tahun ke atas. Responden termuda berusia 20 tahun, sedangkan yang tertua 70 tahun. Minat responden berbeda-beda dalam melakukan wisata satwaliar, yaitu melihat pemandangan alam, melihat tumbuhan, melihat berbagai satwa, melihat burung, dan fotografi. Responden yang mengikuti jungle tracking berjumlah 18 orang sedangkan bird watching berjumlah 6 orang. Wisatawan yang merupakan kelompok umur tua lebih senang melihat burung dan pemandangan di alam terbuka. Hal ini sesuai dengan temuan Lindsey et al. (2007) bahwa di Afrika Selatan wisatawan yang lebih tua cenderung menunjukkan minat yang lebih besar terhadap burung, keanekaragaman tanaman, pemandangan, dan spesies yang mudah diamati.

Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki 13 orang dan perempuan 11 orang dengan perbandingan 1:1. Sebanyak 22 pengunjung yang mengikuti wisata satwaliar adalah berpasangan, sedangkan 2 pengunjung lainnya seorang diri. Latar belakang pekerjaan pengunjung beragam yaitu pegawai swasta, wiraswasta, konsultan lingkungan, peneliti (biologi), mahasiswa biologi, mahasiswa ekonomi, mahasiswa teknik, ahli teknologi informasi, engineering, dokter, physioterapist, dosen psikologi, anggota DPR, pengacara, sekretaris, musisi, freelance, fotografer, dan akuntan (Gambar 8).

Gambar 7 Latar belakang pekerjaan responden

Peran Wisata Satwaliar terhadap Pengetahuan Pengunjung mengenai Konservasi Satwa

(25)

15 Peningkatan persentase ini menunjukkan bahwa dalam wisata satwaliar terdapat beberapa materi yang berkaitan dengan konservasi satwa sehingga meningkatkan pengetahuan pengunjung. Namun terdapat juga beberapa pengetahuan yang tidak mengalami peningkatan dan memiliki persentase dibawah 50% yaitu bentuk pemanfaatan satwaliar oleh manusia (21%), ancaman utama penurunan populasi satwa (42%), aspek kegiatan utama dalam konservasi (42%), motif konservasi (38%), dan kriteria spesies-spesies yang rentan punah (42%). Hal ini menunjukkan bahwa materi terkait pertanyaan tersebut belum dijelaskan dalam wisata jungle tracking maupun bird watching.

Tabel 4 Persentase responden yang menjawab pertanyaan dengan benar

No Pertanyaan Pre-test

3 Faktor-faktor yang dapat menyebabkan

terjadinya perubahan habitat 63 71 8

4 Peran satwaliar bagi ekosistem 58 58 0

5 Bentuk pemanfaatan satwaliar oleh manusia 21 21 0 6 Ancaman utama penurunan populasi satwa 42 42 0

14 Kriteria spesies-spesies yang rentan punah 42 42 0 15 Nama perdagangan internasional spesies

tumbuhan dan satwaliar terancam 54 58 4

16 Bentuk-bentuk lembaga konservasi satwa di

luar habitat aslinya 56 58 2

(26)

16

di luar habitat aslinya (4%), program kegiatan pemulihan populasi liar jalak bali (1%), bentuk kegiatan pengelolaan satwa secara ex situ (3%) dan in situ (2%). Pengetahuan pengunjung bird watching bertambah mengenai pengertian satwaliar (17%), nama ilmiah burung jalak bali (83%), jenis satwa dilindungi di TNBB (18%), program kegiatan pemulihan populasi liar jalak bali (4%), dan bentuk kegiatan pengelolaan satwa secara ex situ (8%). Perbedaan peningkatan pengetahuan ini menunjukkan terdapat perbedaan materi yang disampaikan pada saat wisata jungle tracking dan bird watching.

Gambar 8 Persentase kenaikan pengetahuan pengunjung jungle tracking dan bird watching

Jika dilihat dari kategori pengetahuan, terdapat perubahan kategori pengetahuan sebelum dan sesudah pengunjung melakukan wisata satwaliar (Gambar 10). Sebelum mengikuti wisata satwaliar, sebanyak 4 responden (17%) memiliki pengetahuan yang tergolong dalam kategori rendah, 17 responden (71%) tergolong dalam kategori sedang, dan 3 responden (12%) tergolong dalam kategori tinggi. Sesudah mengikuti wisata satwaliar, 1 responden (4%) memiliki pengetahuan yang tergolong dalam kategori rendah, 15 responden (63%) tergolong dalam kategori sedang, dan 8 responden (33%) tergolong dalam kategori tinggi.

(27)

17 Pada kategori rendah dan sedang terjadi penurunan persentase jumlah responden namun pada kategori tinggi terjadi peningkatan presentase jumlah responden. Responden yang tergolong dalam kategori pengetahuan rendah memiliki latar belakang pekerjaan sebagai mahasiswa ekonomi, fisioterapis, pengacara, dan akuntan. Responden yang tergolong dalam kategori pengetahuan tinggi memiliki latar belakang pekerjaan sebagai konsultan lingkungan, peneliti di bidang biologi, dan dokter. Jika dilihat dari latar belakang pekerjaan, jenis pekerjaan tersebut tidak memiliki keterkaitan dengan permasalahan lingkungan terutama mengenai konservasi satwa. Perbedaan tingkat pengetahuan responden dapat disebabkan oleh aktivitas mereka yang berhubungan dengan lingkungan. Beberapa responden pernah mengikuti wisata satwaliar di negara lain dan menyukai kegiatan wisata yang berhubungan dengan alam. Hal ini sesuai dengan penelitian National Environmental Education and Training Foundation (1997) yang menemukan fakta bahwa keanggotaan dalam organisasi lingkungan atau alam dan keterlibatan dalam kegiatan di luar ruangan mempengaruhi pengetahuan lingkungan, kepedulian, dan perilaku seseorang.

Peningkatan skor setiap responden berbeda-beda dengan kisaran 1 hingga 4 skor tetapi terdapat juga responden yang tidak mengalami peningkatan skor. Hasil skor rata-rata pengetahuan responden sebelum mengikuti wisata satwaliar adalah 15,42 namun sesudah mengikuti wisata satwaliar menjadi 17. Skor tersebut tergolong dalam kategori sedang dengan skor berkisar 11 – 19. Berdasarkan hasil uji t pada taraf nyata 5%, nilai t hitung adalah 7,62 sedangkan t tabel adalah 1,71 sehingga t hitung lebih besar dari t tabel, maka terdapat perbedaan yang signifikan antara pengetahuan pengunjung mengenai konservasi satwa sebelum dan sesudah mengikuti wisata satwaliar. Hal ini menunjukkan bahwa dengan mengikuti kegiatan wisata satwaliar, pengetahuan responden mengenai konservasi satwa dapat bertambah. Peningkatan pengetahuan pengunjung dapat bertambah karena dalam wisata satwaliar pengunjung dapat melihat satwa secara langsung sehingga menimbulkan rasa ingin tahu terhadap objek yang mereka lihat atau dengar. Milson (1990) diacu dalam Ballantyne et al. (2007) menyatakan bahwa wisata satwaliar dapat menawarkan pertemuan dengan satwa yang hidup dan memiliki potensi yang cukup besar untuk meningkatkan pengetahuan dan apresiasi pengunjung terhadap satwa yang mungkin hanya dapat dilihat melalui buku-buku atau televisi.

(28)

18

Peran wisata satwaliar terhadap pengunjung tidak terlepas dari keterlibatan pemandu wisata. Sepanjang kegiatan wisata berlangsung, pemandu wisata TNBB merupakan satu-satunya orang yang berhubungan langsung dengan pengunjung. Selain memandu perjalanan, penting bagi seorang pemandu wisata untuk dapat menginterpretasikan suatu objek, agar wisata tidak hanya berdampak untuk memberikan kepuasan namun memberikan pengetahuan baru bagi pengunjung. Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat menimbulkan kesadaran mengenai konservasi satwa. Peningkatan pengetahuan pengunjung di TNBB dapat bertambah karena selama wisata pemandu mengangkat permasalahan-permasalahan mengenai satwa seperti kelangkaan burung jalak bali, perilaku satwaliar yang sudah tidak alami karena terbiasa diberi makan manusia, pemburuan satwa, maupun pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh manusia. Sesuai dengan penelitian Ballantyne et al. (2009), bahwa dampak positif wisata satwaliar terhadap pengetahuan lingkungan dan sikap pengunjung dapat terjadi dengan meningkatkan kesadaran pengunjung mengenai permasalahan lingkungan, mengembangkan rasa hormat dan penghargaan mereka terhadap alam dan satwaliar serta mempromosikan sikap dan tindakan yang ramah lingkungan. Kemudian Ballantyne et al. (2010) menyatakan bahwa dampak jangka panjang dari pengalaman wisata satwaliar dapat dioptimalkan melalui dorongan kepada pengunjung untuk menghubungkan emosional mereka dengan hewan yang diamati, menanggapi secara serius ancaman yang dihadapi satwa-satwa tersebut, merefleksikan ide-ide dan mendiskusikannya dengan orang lain.

Penelitian Powel dan Ham (2008) membuktikan terjadi peningkatan pengetahuan pengunjung di Taman Nasional Galapagos sebesar 10% mengenai biologi laut, burung, sejarah alam dan konservasi lingkungan dari skor jawaban sebelum memulai perjalanan dan setelah mengakhiri perjalanan wisata. Bertambahnya pengetahuan ini didukung dengan strategi interpretasi yang kuat di Taman Nasional Galapagos yaitu menyenangkan (enjoyable), relevan (relevant), terorganisir (organized), dan tematik (thematik) yang disingkat EROT. Strategi interpretasi ini tidak hanya mempengaruhi pengetahuan pengunjung mengenai situs wisata tetapi juga mempengaruhi sikap dan niat pengunjung yang berkaitan dengan perilaku pro-konservasi.

(29)

19 Pada aspek tematik, pemandu belum menerapkan tema khusus dalam wisata, pemandu hanya memandu perjalanan wisata dan hanya menyampaikan informasi mengenai objek yang mereka lihat. Tidak banyak pemandu yang berkomunikasi dengan moral cerita atau pesan yang mempromosikan hubungan intelektual dan emosional. Menurut Ham (1992), tema menjadi hal yang penting karena dapat memberi arahan yang jelas serta pemahaman yang lebih mendalam, sehingga pengunjung dapat lebih mudah dalam memahami materi yang diberikan selama wisata dan pengalaman wisata menjadi lebih berkesan.

Media dapat menjadi alat komunikasi yang kuat dalam menyampaikan informasi. Dampak media pada pengetahuan lingkungan tidak boleh diabaikan karena media menyediakan aliran informasi lingkungan yang kadang kompleks atau sederhana (Coyle 2005). Media interpretasi dapat berupa sign/label, brosur, leaflet atau papan interpretasi. Selama mengikuti jalur tracking hanya ditemukan dua papan interpretasi yang menjelaskan nama lokal dan nama ilmiah sebuah tumbuhan pada jalur tracking, namun tidak ada papan interpretasi yang berkaitan dengan satwa. Pengelola wisata perlu mempertimbangkan pembuatan papan interpretasi mengenai satwa pada jalur tracking untuk menunjang kegiatan wisata satwaliar di TNBB. Moscardo et al. (2004) menyatakan bahwa tanda-tanda interpretasi berguna di tempat-tempat seperti taman nasional untuk menunjukkan lokasi satwaliar yang sering terlihat, sehingga pengunjung memiliki akses informasi mengenai satwaliar dan dapat memberikan peringatan apapun yang diperlukan untuk mendekati, memberi makan atau berinteraksi dengan satwa liar. Informasi yang dicantumkan dalam papan interpretasi dapat berupa nama jenis satwa, nama latin satwa, ciri-ciri, habitat, waktu aktif, pakan, status konservasi, dan informasi-informasi lainnya yang berkaitan dengan satwa. Disamping mendengar penjelasan lisan yang diberikan pemandu, papan interpretasi ini dapat merangsang indra penglihatan pengunjung dalam menerima informasi sehingga pengunjung akan lebih mudah paham.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(30)

20

Saran

Materi yang perlu ditambahkan dalam pemanduan wisata satwaliar di TNBB adalah bentuk pemanfaatan satwaliar oleh manusia, ancaman utama penurunan populasi satwa, aspek kegiatan utama dalam konservasi, motif konservasi, dan kriteria spesies-spesies yang rentan punah. Pemandu wisata perlu meningkatkan kemampuan interpretasi terkait pengetahuan mengenai konservasi satwaliar. Kemudian dalam wisata satwaliar dapat dikembangkan program kegiatan dengan tema-tema tertentu yang dapat meningkatkan kepedulian pengunjung terhadap satwa seperti monitoring burung jalak bali, kegiatan pemberian pakan satwa, memelihara sarang satwa atau kegiatan pengelolaan habitat satwa. Selain itu, pengelola wisata perlu mempertimbangkan pembuatan papan interpretasi mengenai satwa pada jalur tracking.

DAFTAR PUSTAKA

Ballantyne R, Packer J, Hughes K, Dierking L. 2007. Conservation learning in wildlife tourism setting: lessons from research in zoos and aquariums. Environmental Education Research 13(3): 367-383.

Ballantyne R, Packer J, Hughes K. 2009. Tourists’ support for conservation messages and sustainable management practices in wildlife tourism experiences. Tourism Management 30(5): 658-664.

Ballantyne R, Packer J, Falk J. 2010. Visitors’ learning for environmental sustainability: testing short- and long-term impacts of wildlife tourism experiences using structural equation modelling. Tourism Management (32)6: 1243-1252.

Ballantyne R, Packer J, Sutherland LA. 2011. Visitors’ memories of wildlife tourism: implications for the design of powerful interpretive experiences. Tourism Management 32(4): 770-779.

[BTNBB] Balai Taman Nasional Bali Barat. 2013a. Evaluasi Review Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bali Barat. Bali (ID): BTNBB.

[BTNBB] Balai Taman Nasional Bali Barat. 2013b. Profil Taman Nasional Bali Barat. Bali (ID): BTNBB.

[BTNBB] Balai Taman Nasional Bali Barat. 2014. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Pembinaan Pemandu Wisata Alam Taman Nasional Bali Barat. Bali (ID): BTNBB.

Coyle K. 2005. Enviromental Literacy in America. Washington (US): The National Environmental Education and Training Foundation.

Fredline L, Faulkner B. 2001. International Market Analysis of Wildlife Tourism. Gold Coast (AU): CRC Sustainable Tourism.

Ham SH. 1992. Environmental Interpretation: A Practical Guide for People with Big Ideas and Small Budgets. Colorado (US): North American Press. Heywood VH. 1995. Global biodiversity assessment. Cambridge (US):

Cambridge University Press.

(31)

21 implications for the role of ecotourism in conservation. Ecotourism 6(1): 19-33.

Moscardo G, Woods B, Greenwood T. 2001. Understanding Visitor Perspectives on Wildlife Tourism. Gold Coast (AU): CRC Sustainable Tourism.

Moscardo G, Woods B, Saltzer R. 2004. The Role of Interpretation in Wildlife Tourism. Di dalam: Higginbottom K, editor. Wildlife tourism: Impacts, management and planning. Victoria (AU): Common Ground Publishing in Association with the Cooperative Research Centre for Sustainable Tourism. hlm 231-251.

National Environmental Education and Training Foundation. (1997). The National Report Card on Environmental Knowledge, Attitudes and Behaviors. Washington (US): Roper Starch Worldwide.

Newsome D, Dowling R, Moore S. 2005. Wildlife Tourism. Clevedon (UK): Channel View Publications.

Powell RB, Ham SH. 2008. Can ecotourism interpretation really lead to pro-conservation knowledge, attitudes and behaviour? evidence from the Galapagos Islands. Sustainable Tourism 16(4): 467-489.

(32)

22

Lampiran 1 Hasil perhitungan penentuan kategori pengetahuan

s2 = [ 162 + 92 + 152 + . . . − ( 370 )2 ] n = 6092 – 136900

24 = 6092 – 5704,17 = 387,83

SD = √

= √ = 4,12

Selang Tengah (ST) = (SK min + SK max-SK min) ± SD 2

= ( 8 + 21 – 8 ) ± 4,12 2

= 14,5 ± 4,12

(33)

23 Lampiran 2 Rekapitulasi pengetahuan pengunjung

No Jenis

kelamin Asal Umur Pekerjaan

Pre test

Post

test Selisih

1 F Denmark 34 Pegawai swasta 16 18 2

2 F Jerman 23 mahasiswa ekonomi 9 10 1

3 M Swiss 63 Photografer 15 17 2

4 F Swiss 56 Wiraswasta 18 18 0

5 F Inggris 60 Konsultan lingkungan 17 20 3

6 M Inggris 64 Konsultan lingkungan 20 22 2

7 F Jerman 23 Mahasiswa biologi 19 22 3

8 F Belgia 57 Pegawai swasta 14 15 1

9 M Belgia 62 Musisi 15 17 2

10 F Perancis 34 Wiraswasta 17 19 2

11 M Perancis 34 Freelance 13 14 1

12 M Denmark 65 Dosen Psikologi 19 20 1

13 F Denmark 67 DPR (pensiun) 19 19 0

14 F Swiss 70 Peneliti (biologi) 21 22 1

15 M Swiss 70 Peneliti (biologi) 19 21 2

16 M Jerman 23 Mahasiswa teknik 17 18 1

17 M Jerman 20 Mahasiswa biologi 18 20 2

18 F Jerman 54 Fisioterapis 8 12 4

19 M Yunani 60 Pengacara (pensiun) 9 11 2

20 M Finlandia 30 Engineering 11 14 3

21 M Finlandia 30 Dokter 21 22 1

22 M Belanda 48 Akuntan 8 9 1

23 M Belanda 68 Ahli teknologi

informasi 15 16 1

(34)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 15 Maret 1994 dari ayah T.B. Harefa dan ibu Maria Sirait. Penulis adalah putri kedua dari dua bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur Undangan dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Penulis pernah menjadi asisten praktikum Pendidikan Konservasi pada tahun ajaran 2013/2014 dan Rekreasi Alam dan Ekowisata pada tahun ajaran 2014/2015. Penulis juga pernah mengikuti praktik lapang antara lain Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur Cilacap − Baturaden tahun 2013, Praktik Pengelolaan Hutan (PEH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat tahun 2014, dan Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Balai Taman Nasional Bali Barat pada bulan Februari tahun 2015.

Penulis aktif pada organisasi kemahasiswaan sebagai anggota Biro Sosial dan Lingkungan periode 2012/2013, anggota Biro Informasi dan Komunikasi periode 2013/2014, dan anggota Kelompok Pemerhati Kupu-kupu (KPK) Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) periode 2011/2012 dan 2012/2013. Penulis pernah mengikuti kegiatan Eksplorasi Flora, Fauna dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Bojonglarang Jayanti 2014.

Gambar

Tabel 1  Jenis data dan metode pengumpulan data
Tabel 2  Data jumlah pengunjung wisata satwaliar (wildlife tourism) Taman Nasional Bali Barat tahun 2012 sampai 2014
Gambar 2 Sign dan label interpretasi: (a) penunjuk arah, (b) papan
Gambar 5  Lokasi kegiatan pengamatan burung: (a) Teluk Gilimanuk, (b) Cekik
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data melalui wawancara kuesioner kepada ibu pasien anak DBD dan ditunjang dengan data rekam medis pasien selama periode 3

Judul : model pengembangan infrastruktur dan sistem administrasi kelembagaan jurusan teknik sipil ft unnes menggunakan geographic information system. Program : penelitian kelembagaan

Saya mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini, dimana akan dilakukan pengambilan data yang meliputi rata-rata waktu penyerahan obat, obat yang terlayani, obat

2. Kebutuhan lanjut usia terlantar secara biologis yaitu makanan yang dikonsumsi kurang tercukupi dan tidak bergizi sehingga berpengaruhi terhadap

Faktor yang mempengaruhi tingkat keanekaragaman adalah kondisi fisika–kimia lingkungan yang mencakup suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan kecepatan angin. Data kondisi

Tujuan penelitian ini adalah (1) menga- nalisis besarnya biaya yang digunakan untuk konsumsi balita setiap harinya pada keluarga nelayan miskin, (2) menganalisis kebiasaan

Dan rumusan ini PADA HAKEKATNYA, INTINYA, adalah sama dengan rumusan PKI setengah jajahan setengah feudal (elemen-elemen feudal, artinya tidak sepenuhnya feudal

Hasil pengamatan dengan pemberian pakan perlakuan terhadap domba yang sedang tumbuh menun- jukkan bahwa untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi, maka pakan tersebut harus