EFEKTIVITAS PELET NPK ORGANIK BERBAHAN AMPAS
TAHU, TEPUNG DARAH SAPI DAN ARANG SABUT KELAPA
DALAM BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG MANIS
(
Zea mays
saccharata
S.) DI TANAH REGOSOL
SKRIPSI
Disusun oleh : Wisnu Kuntoro Aji
20120210098
Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA
EFEKTIVITAS PELET NPK ORGANIK BERBAHAN AMPAS
TAHU, TEPUNG DARAH SAPI DAN ARANG SABUT KELAPA
DALAM BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG MANIS
(
Zea mays
saccharata
S.) DI TANAH REGOSOL
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhmmadiyah Yogyakarta untuk memenuhi syarat sebagai Derajat Sarjana Pertanian
Disusun oleh : Wisnu Kuntoro Aji
20120210098
Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA
MOTTO
Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S. Al-Insyirah : 5-6)
“Pertolongan Allah tidak akan datang terlalu cepat, tetapi juga tidak akan terlambat. Pertolongan Allah akan datang tepat pada waktunya.”
(Gatot Supangkat)
“Gaco teteg.”
(Mulyono)
Keterbatasan hanyalah faktor pembatas milik orang-orang yang merasa kalah, kita diciptakan olehNya Yang Maha Adil dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Berusahalah maka kita akan menjadi pemenang, walaupun kemenangan
kita dalam wujud yang berbeda-beda.
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu memberi nikmat berupa kesehatan, kekuatan, petunjuk kemudahan dan bantuan sehingga saya dapat menyelesaikan amanah dan menghasilkan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang pertanian berkelanjutan.
Saya persembahkan skripsi ini untuk :
Kedua orangtua saya (Bapak Kenti Sudaryono dan Ibu Alami).
Segenap keluarga saya di Kabupaten Kendal (Keluarga Puryono Junaedi, Keluarga Puji Prapsilo, Keluarga Arif Wijayano dan Heri Priantoko).
Kedua dosen pembimbing (Ir. Mulyono, M.P. dan Ir. Sukuriyati Susilo Dewi, M.S.).
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Semua teman-teman yang membantu dan memberi dukungan.
DAFTAR ISI
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 16
B. Bahan dan Alat Penelitian ... 16
C. Metode Penelitian... 16
D. Cara Penelitian ... 17
E. Parameter yang Diamati ... 22
F. Analisis Data ... 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis ... 27
B. Hasil Jagung Manis ... 34
A. Kesimpulan... 38
B. Saran ... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
DAFTAR TABEL
Tabel : Halaman
1. Jenis Bahan, Kandungan dan Perbandingan Bagian di Dalam Pelet ... 10
2. Kebutuhan Pupuk Tanaman Jagung Manis ... 21
3. Kebutuhan Unsur NPK Tanaman Jagung Manis ... 21
4. Kandungan Unsur pada Pelet NPK Organik yang Dibuat ... 21
5. Kandungan Unsur NPK dari Masing-Masing Perlakuan ... 21
6. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis ... 27
DAFTAR GAMBAR
Gambar : Halaman
1. Grafik Perubahan Tinggi Tanaman Setiap Minggu ... 28
2. Grafik Perubahan Jumlah Daun Setiap Minggu... 29
3. Grafik Bobot Segar Brangkasan dan Bobot Kering Brangkasan ... 31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran : Halaman
1. Skema Penelitian ... 42
2. Layout Penelitian ... 43
3. Kebutuhan Pupuk Urea, SP-36 dan KCl serta Kebutuhan Unsur N, P dan K Tanaman Jagung Manis ... 44
4. Kandungan N, P, dan K (%) dari Pelet NPK Organik ... 45
5. Jumlah Pelet NPK Organik yang Dibutuhkan Tanaman Jagung Manis ... 46
6. Kandungan Unsur NPK dari Masing-Masing Perlakuan ... 47
7. Hasil Sidik Ragam... 48
8. Deskripsi Jagung Manis Varietas Gendis... 52
INTISARI
Penelitian ini berjudul Efektivitas Pelet NPK Organik Berbahan Ampas Tahu, Tepung Darah Sapi dan Arang Sabut Kelapa dalam Budidaya Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata S.) di Tanah Regosol. Bertujuan untuk mengetahui peran pelet NPK organik dalam menggantikan NPK anorganik pada pemupukan Jagung Manis di tanah Regosol. Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Maret sampai dengan Juni 2016.
Penelitian ini menggunakan metode percobaan lapangan, yang disusun dalam Rancangan Lingkungan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan rancangan perlakuan faktor tunggal yaitu dosis pelet NPK organik. Perlakuan tersebut meliputi : A = Pelet NPK organik 50 gram/tanaman (3,3 ton/hektar), B = Pelet NPK organik 60 gram/tanaman (4 ton/hektar), C = Pelet NPK organik 70 gram/tanaman (4,7 ton/hektar) dan D = Pupuk Urea 5,25 gram + SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman (Urea 350 kg + SP-36 100 kg + KCl 100 kg/hektar). Semua perlakuan diulang 3 kali dan diaplikasikan dengan metode placement. Parameter yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar brangkasan, bobot kering brangkasan, bobot segar akar, bobot kering akar, panjang tongkol, bobot segar tongkol, diameter tongkol, jumlah larik biji per tongkol, rerata jumlah biji per larik dan potensi hasil panen (ton/hektar). Data hasil pengamatan dianalisis sidik
ragam (ANOVA) pada taraf α 5 %, bila terdapat pengaruh nyata dari perlakuan
yang diberikan, maka dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan (UJGD) pada taraf α 5 %.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut kelapa mampu menggantikan peran pupuk Urea, SP-36 dan KCl pada budidaya tanaman Jagung Manis di tanah Regosol. Pemberian pelet NPK organik dengan dosis 50 gram/tanaman (3,3 ton/hektar) merupakan dosis paling efisien bagi tanaman Jagung Manis di tanah Regosol. Kata kunci: pelet NPK organik, Jagung Manis, tanah Regosol
ABSTRACT
The research entitled Effectiveness of Organic Fertilizer Pellets from Soybean Curd Waste, Cow Blood Meal and Charcoal of Coconut Husks for
Cultivation of Sweet Corn (Zea mays saccharata S.) In Regosol Soil. The aim of
this research was studying the role of organic fertilizer pellets which contained Nitrogen (N), Phosphorous (P), and Potassium (K) to substitute inorganic fertilizer (Urea, SP-36 and KCl) on fertilization of Sweet Corn in Regosol soil. This research was conducted during March until June, 2016 at Research Field, Faculty of Agriculture, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
The research was designed by using a Completely Randomized Block Design with single factor that vary in the dose of organic fertilizer pellets, consist of 4 variations of dose which repeated 3 times. The treatments were A = 50 grams of organic fertilizer pellets/plant (3,3 tons/hectare); B = 60 grams of organic fertilizer pellets/plant (4 tons/hectare); C = 70 grams of organic fertilizer pellets/plant (4,7 tons/hectare); and D = Urea 5,25 grams + SP-36 1,5 grams + KCl 1,5 grams (Urea 350 kilograms + SP-36 100 kilograms + KCl 100 kilograms/hectare). The measured parameters were plant height, number of leaves, fresh weight of shoot, dry weight of shoot, fresh weight of root, dry weight of root, lenght of cob, fresh weight of cob, diameter of cob, number of cob rows, number of seed per row and production per hectare. The collected data were analyzed with
Analysis of Variance (ANOVA) α 5 % and for the advance test Duncan’s Multiple
Range Test (DMRT) α 5 % was used.
The results of this research showed that organic fertilizer pellets could replaced the use of Urea, SP-36 and KCl for Sweet Corn cultivation in Regosol soil. The application of organic fertilizer pellets with dose 50 grams/plant (3,3 tons/ha) is the most efficient dose Sweet Corn cultivation in Regosol soil.
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jagung adalah tanaman pangan terpenting nomor tiga di dunia setelah
gandum dan padi. Biji Jagung menjadi makanan pokok sebagian penduduk Afrika
dan beberapa daerah di Indonesia, misalnya di pulau Madura dan Nusa Tenggara
(Academia, 2015). Menurut Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
(BAPPEBTI) (2014), rata-rata kenaikan konsumsi Jagung nasional adalah 8 % per
tahun, sementara angka peningkatan produksi Jagung hanya 6 % per tahun. Dari
beberapa jenis Jagung yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat, Jagung Manis
merupakan salah satu jenis Jagung yang paling digemari.
Jagung Manis (Zea mays saccharata S.) merupakan jenis Jagung yang
khusus dipanen saat muda (65-70 hari setelah tanam) untuk dikonsumsi.
Kandungan gula pada biji Jagung Manis lebih tinggi bila dibandingkan dengan
jenis Jagung lainnya, yaitu antara 13 – 140 brix, selain itu tekstur biji Jagung Manis juga lebih lunak. Komoditi ini dikonsumsi oleh masyarakat berupa jagung
rebus, jagung bakar, sayur dan berbagai olahan Jagung Manis modern lainnya
seperti puding dan awetan Jagung Manis dalam kemasan kaleng, yang
kesemuanya memiliki nilai ekonomi lebih tinggi bila dibandingkan dengan
Jagung yang dipanen saat tua. Selain memiliki keunggulan dari aspek umur
panen, rasa dan nilai ekonomis, hijauan sisa panen tanaman Jagung Manis juga
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Hal di atas menjadikan Jagung Manis
lebih prospektif untuk dikembangkan dan memiliki peluang pasar yang besar
2
semua jenis tanah termasuk di tanah Regosol, yaitu jenis tanah yang tergolong
kurang subur .
Luas lahan Regosol di Indonesia adalah 3,3 juta hektar yang tersebar di
Pulau Jawa, Sumatera dan Nusa Tenggara. Dengan luasan lahan Regosol tersebut,
sehingga berpotensi untuk pengembangan budidaya Jagung Manis. Tanah
Regosol merupakan jenis tanah yang masih muda, kandungan unsur pada tanah ini
cukup lengkap namun karena mudanya umur tanah, menjadikan unsur yang
terkandung di dalam tanah Regosol masih berupa mineral primer, sehingga belum
tersedia bagi tanaman. Kandungan N dan bahan organik pada tanah Regosol
umumnya rendah. Rendahnya kandungan bahan organik dan lempung
menyebabkan tanah Regosol mempunyai kapasitas pertukaran kation yang
rendah. Secara fisika tanah Regosol didominasi oleh fraksi pasir sehingga
kemampuan mengikat air dan unsur hara rendah. Untuk memperbaiki daya ikat
tanah Regosol terhadap air dan unsur hara, dapat dilakukan penambahan bahan
organik. Bahan organik berperan dalam memperbaiki sifat fisika, kimia serta
biologi tanah (Pauji, 2014).
Selama ini petani selalu menggunakan pupuk NPK buatan seperti Urea,
SP-36 dan KCl dalam budidaya Jagung Manis. Penggunaan pupuk tersebut secara
terus-menerus akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang berdampak pada
penurunan kualitas lahan, misalnya kemampatan tanah akibat penggunaan pupuk
anorganik P secara terus-menerus. Selain itu, penggunaan pupuk Urea, SP-36 dan
KCl pada tanah Regosol juga mempunyai efisiensi yang rendah karena mudah
3
meningkatkan efisiensi pemupukan pada tanah Regosol adalah dengan
menggunakan pupuk organik yang bersifat lepas lambat (slow release). Pupuk
organik tersebut bisa dibuat dengan bahan-bahan yang dapat diperoleh dari limbah
misalnya ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut kelapa.
Dalam praktik, penggunaan bahan-bahan di atas mengalami kendala dalam
hal pengangkutan maupun aplikasinya pada tanaman, sehingga perlu dicari
formulasi yang praktis dan mudah diaplikasikan. Salah satunya dengan dibuat
bentuk pelet. Bahan organik yang dibuat dalam bentuk pelet akan semakin bersifat
lepas lambat (slow release). Pelet yang dibuat dengan perekat dari lempung
Grumusol juga mampu mengikat lebih banyak air karena sebagian besar tanah
Grumusol terdiri dari fraksi lempung, sehingga cocok bila diaplikasikan pada
tanaman Jagung Manis di tanah Regosol yang memiliki daya ikat air rendah.
Menurut Asmoro dkk., (2008) ampas tahu mengandung sisa protein dari
kedelai yang tidak tergumpal. Umumnya masyarakat memanfaatkan ampas tahu
sebagai pakan ternak, namun setelah 12 jam ampas tahu akan berbau menyengat
dan tidak bisa digunakan sebagai pakan ternak, maka dari itu ampas tahu perlu
diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat seperti pupuk organik. Dalam ampas tahu
terkandung unsur N 1,24 %, P2O5 5,54 ppm dan K2O 1,34 %. Selain ampas tahu,
darah sapi adalah limbah yang mencemari lingkungan di sekitar rumah potong
hewan. Menurut Kompas (2013) setiap hari lebih dari 1000 ekor sapi disembelih
di Indonesia untuk dikonsusi dagingnya. Berat total darah sapi adalah 7,7 % dari
berat tubuh sapi. Darah sapi dapat diolah menjadi pupuk organik dalam bentuk
4
13,25 %, P 1,00 % dan K 0,60 %, sedangkan menurut Jamila (2016) darah sapi
juga mengandung Fe 2782 ppm dan Zn 3 %. Limbah lainnya adalah sabut kelapa.
Penelitian Waryanti, dkk (2014) menyatakan bahwa sabut kelapa mengandung
10,25 % K2O.
Pemberian pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan
arang sabut kelapa diharapkan mampu meningkatkan efisiensi pemupukan yang
selanjutnya berdampak pada peningkatan pertumbuhan dan hasil tanaman Jagung
Manis serta memperbaiki sifat tanah Regosol. Penggunaan pelet NPK organik
dengan bahan-bahan tersebut juga diharapkan mampu mengurangi penggunaan
pupuk anorganik berserta dampak lingkungan yang diakibatkannya serta dapat
mengurangi pencemaran lingkungan akibat limbah.
B. Perumusan Masalah
Semakin terbatasya ketersediaan lahan subur untuk budidaya tanaman,
menjadikan lahan Regosol sebagai salah satu tempat alternatif untuk
pengembagan usaha tani Jagung Manis. Dalam siklus hidupnya, tanaman Jagung
Manis memerlukan unsur hara makro berupa Nitrogen, Phospor dan Kalium
(NPK). Pada umumnya petani memenuhi kebutuhan usur NPK tanaman Jagung
Manis dengan pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Seiring dengan dampak lingkungan
yang disebabkan oleh penggunaan pupuk anorganik secara terus-menerus serta
rendahnya efisiensi pemupukan dengan pupuk Urea, SP-36 dan KCl di tanah
Regosol, maka kebutuhan unsur NPK tanaman Jagung Manis digantikan oleh
pupuk pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut
5
Bahan-bahan terserbut dipilih karena murah, mudah didapatkan serta
memanfaatkan limbah yang dapat mencemari lingkungan, dan yang terpenting
bahan-bahan tersebut mengandung unsur Nitrogen, Phospor dan Kalium yaitu
unsur hara makro yang diperlukan selama proses budidaya tanaman Jagung
Manis.
Formulasi pelet dipilih karena bersifat lepas lambat, mudah dibuat dan
diaplikasikan, sedangkan lempung Grumusol dipilih sebagai perekat karena
mudah didapatkan dan mampu mengikat air dan unsur hara dalam waktu lama,
sehingga cocok bila diaplikasikan di tanah Regosol yang mudah mengalami
pelindian unsur hara.
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui peran pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah
sapi dan arang sabut kelapa dalam menggantikan pupuk Urea, SP-36 dan
KCl pada budidaya tanaman Jagung Manis di tanah Regosol.
2. Mendapatkan dosis pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah
sapi dan arang sabut kelapa yang paling efisien untuk pemupukan tanaman
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Jagung Manis
Jagung Manis (Zea mays saccharata S.) termasuk dalam keluarga
rumput-rumputan. Dalam sistematika (Taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman Jagung
Manis diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Graminae
Famili : Graminaeae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays saccharata S.
Menurut Dalmadi (2015) Jagung Manis dapat dipanen ketika berumur
65-70 HST. Dengan umur panen yang pendek, penanaman Jagung Manis dapat
meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) jagung dari 1-2 kali setahun menjadi 3-4
kali dengan sistem tanam sisip. Jagung Manis varietas Gendis dipilih karena
beberapa keunggulan, antara lain umurnya yang genjah dan memiliki ukuran
tongkol yang lebih berat (Dwi Puspitasari, 2016). Deskrispi Jagung Manis varietas
Gendis dapat dilihat pada lampiran 8. Untuk mencapai umur panen genjah serta
hasil yang maksimal, tanaman Jagung Manis memerlukan pemupukan yang sesuai
dengan kebutuhannya, yaitu pupuk yang mengandung unsur Nitrogen, Phospor
7
adalah : Urea 350 kg/hektar, SP-36 100−150 kg/hektar dan KCI 100 kg/hektar (Fachrista dan Isuukindarsyah, 2012).
Adapun manfaat pemupukan bagi tanaman Jagung Manis adalah :
1. Menjadikan daun tanaman lebih hijau, segar dan banyak mengandung butir
hijau daun yang penting bagi proses fotosintesis.
2. Mempercepat pertumbuhan tanaman.
3. Memacu pertumbuhan akar.
4. Menjadikan batang lebih tegak, kuat dan mengurangi risiko rebah.
5. Meningkatkan daya tahan terhadap serangan hama penyakit tanaman dan
kekeringan.
6. Memacu pembentukan bunga, mempercepat pemasakan biji sehingga panen
lebih cepat.
7. Menambah kandungan protein.
8. Memperlancar proses pembentukan gula dan pati.
9. Memperbesar jumlah buah/biji tiap tangkai.
10. Memperbesar ukuran buah.
Namun penggunaan pupuk anorganik yang terus-menerus pada budidaya
tanaman Jaung Manis akan memberi dampak buruk bagi lingkungan dan tanaman,
misalnya pencemaran air tanah karena penggunaan pupuk urea, pupuk anorganik
dengan kandungan N dan kemampatan tanah oleh pupuk anorganik dengan
kandungan P yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas. Penggunaan
pupuk organik dalam usaha tani Jagung Manis sangat direkomendasikan dan
8
memperbaiki sifat kimia, fisika, dan biologi tanah yang digunakan untuk budidaya
tanaman Jagung Manis.
B. Tanah Regosol
Tanah merupakan media tanam utama yang digunakan untuk budidaya
tanaman. Selain paling banyak keberadaannya, bercocok tanam dengan tanah
merupakan tradisi yang telah berlangsung sejak waktu lama. Tanah digunakan
sebagai media tanam utama karena di dalam tanah terkandung banyak unsur hara
yang diperlukan oleh tanaman. Di Indonesia terdapat beberapa jenis tanah yang
digunakan untuk budidaya tanaman, diantaranya adalah tanah Latosol, Grumusol
dan Regsol. Ketiga jenis tanah tersebut dapat dibedakan berdasarkan warna,
tekstur, serta kandungan unsur hara di dalamnya. Tanah Regosol merupakan hasil
erupsi gunung berapi yang berbutir kasar dan merupakan salah satu tanah marjinal
di daerah beriklim tropika basah yang mempunyai produktivitas rendah (Munir,
1996). Di Yogyakarta, jenis tanah ini mendominasi karena tanah Regosol di
Yogyakarta terbentuk dari sisa abu vulkanik Gunung Merapi yang mengalami
pelapukan. Tanah Regosol kurang subur bagi tanaman karena memiliki
kandungan hara yang rendah. Struktur tanah yang didominasi oleh fraksi pasir
menyebabkan daya ikat tanah Regosol akan air menjadi rendah. Menurut
Hardjowigeno (2007) tanah Regosol memiliki tekstur kasar dengan kadar pasir
lebih dari 60 %, pH sekitar 6-7. Butiran kasar pada tanah Regosol biasanya
berasal dari pasir sisa letusan gunung berapi.
Perbaikan Regosol perlu dilakukan untuk memperkecil faktor pembatas
9
baik bila digunakan sebagai lahan pertanian. Untuk menghindari kerusakan lebih
lanjut dan meluas diperlukan usaha konservasi tanah. Salah satu upaya
pengelolaan untuk meningkatkan produktivitas sumber daya lahan, perlu
diberikan bahan-bahan organik kepada lahan. Aplikasi pupuk organik pada tanah
Regosol merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sifat fisika, kimia dan
biologi tanah Regosol, sehingga tanah Regosol menjadi lebih subur dan dapat
memacu peningkatan produktivitas tanaman yang ditanam di tanah Regosol.
C. Pupuk Pelet
Pupuk pelet merupakan pupuk dengan formulasi padat yang berbentuk
butiran-butiran dan sedikit memanjang. Menurut Isori (2009) pembuatan pupuk
dalam bentuk pelet bertujuan untuk memudahkan aplikasinya. Pupuk pelet
memiliki sifat slow release atau memiliki waktu terlarut yang relatif lama. Pupuk
pelet dapat terbuat dari campuran beberapa bahan yang memiliki kandungan
tertentu dengan perekat untuk menyatukan bahan-bahan yang dicampurkan.
Perekat yang biasa digunakan pada pupuk pelet organik adalah dari lempung
Grumusol.
Jenis perekat ditentukan berdasarkan beberapa aspek, yaitu 1) aspek
ekonomi bahwa lempung tanah Grumusol lebih murah daripada perekat lainnya
misalnya putih telur dan tepung tapioka, 2) aspek fisika, bahwa lempung tanah
Grumusol mampu mengikat air karena sebagian tanah Grumusol tersusun akan
fraksi lempung, 3) aspek kimia, bahwa lempung tanah Grumusol mempunyai
kadar bahan organik yang tinggi dan sebagian besar terdiri atas kadar anion (ion-)
10
Adapun jenis bahan, kandungan unsur dan perbandingan komposisi bagian
di dalam pelet yang akan dibuat disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1. Jenis Bahan, Kandungan dan Perbandingan Bagian di Dalam Pelet
Sumber : Asmoro, dkk., (2008), Sri Wahyuni (2014), Waryanti, dkk., (2014).
Tujuan penggunaan bahan-bahan di atas adalah untuk memenuhi
kebutuhan unsur N, P dan K dari tanaman Jagung Manis guna menggantikan
penggunaan pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Bahan-bahan di atas dicampur dan
dibuat dalam formulasi pelet agar bersifat lepas lambat (slow release) sehingga
mampu melepas unsur N, P dan K secara perlahan ketika diaplikasikan pada
tanaman Jagung Manis yang ditanam di tanah Regosol. Pelepasan unsur hara dari
pelet secara slow release sangat bermanfaat bagi tanaman Jagung Manis karena
unsur Nitrogen, Phospor dan Kalium dari bahan penyusun pelet dapat diserap
secara perlahan dalam waktu lama dan dimanfaatkan dengan maksimal oleh
tanaman Jagung Manis.
D. Ampas Tahu
Industri tahu merupakan salah satu industri pengolah berbahan baku
kedelai yang penting di Indonesia. Keberadaan industri tahu hampir tidak dapat
dipisahkan dengan adanya suatu pemukiman (Pusteklin, 2002). Disamping
keberadaannya yang sangat penting, industri tahu juga mempunyai dampak yang
11
Industri tahu menghasilkan limbah berupa ampas yang masih mengandung
gizi. Dalam keadaan baru ampas tahu ini tidak berbau, namun setelah kurang lebih
12 jam akan timbul bau busuk secara berangsur-angsur yang sangat mengganggu
lingkungan. Bau busuk dari degradasi sisa-sisa protein menjadi amoniak, dapat
menyebar ke seluruh penjuru hingga mencapai radius beberapa kilometer
(Pramudyanto dan Nurhasan, 1991).
Pada umumnya, ampas tahu digunakan sebagai pakan ternak, namun
setelah 12 jam ampas tahu akan berbau menyengat sehingga tidak dapat
digunakan sebagai pakan ternak. Dalam hal ini ampas tahu perlu dimanfaatkan
menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat serta dapat mengurangi pencemaran
lingkungan. Salah satu rekomendasi pemanfaatan ampas tahu adalah sebagai
pupuk organik pada tanaman budidaya.
Berdasarkan penelitian Asmoro dkk., (2008) ampas tahu mengandung N
sebesar 1,24 %, 5,54 ppm P2O5 serta K2O sebesar 1,34 %. Selain mengandung
Nitrogen, Phospor dan Kalium, ampas tahu juga mengandung unsur-unsur mineral
mikro yaitu : Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1
ppm dan Zn lebih dari 50 ppm (Dijaya, A.S., 2003). Berasarkan kandungan unsur
dari ampas tahu, maka ampas tahu dapat dijadikan sebagai pupuk organik yang
dapat menggantikan kebutuhan unsur N, P, K serta unsur mikro dari pupuk
anorganik yang biasa digunakan oleh petani.
Untuk mengurangi bau menyengat yang disebabkan oleh degradasi
sisa-sisa protein menjadi amoniak dari ampas tahu, maka ampas tahu perlu dikering
12
sinar matahari selama 1-2 hari. Setelah ampas tahu kering, dilakukan pengukuran
kadar air dengan mengoven ampas tahu hingga bobotnya konstan. Setelah kadar
air ampas tahu diketahi, maka dapat ditentukan jumlah ampas tahu yang dihitung
dalam berat kering mutlak yang selanjutnya digunakan sebagai pedoman takaran
pembuatan pelet NPK organik.
E. Tepung Darah Sapi
Darah sapi banyak dijumpai di rumah potong hewan (RPH). Menurut
Kompas (2013) setiap hari lebih dari 1000 ekor sapi disembelih di Indonesia
untuk dikonsusi dagingnya dan sekitar 10.000.000 ekor sapi disembelih di
Indonesia saat Hari Raya Idul Adha. Menurut Sri Wahyuni (2014) Berat total
darah sapi adalah 7,7 % dari berat tubuh sapi. Biasanya darah sapi di RPH
ditampung dalam ember dan digumpalkan menjadi “didih/saren” untuk dijual dan
dikonsumsi oleh sebagian orang. Konsumen makanan berbahan dasar darah sapi
di Indonesia relatif sedikit karena haram dalam ajaran Islam yang merupakan
agama mayoritas di Indonesia. Menurut Agus (2012) Kehalalan produk (baik
dipakai atau dimakan) yang diedarkan dan dipasarkan di Indonesia merupakan
masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Sehingga
tak heran apabila biasanya darah sapi dari RPH hanya dialirkan ke parit dan
menjadi limbah yang mencemari lingkungan.
Limbah darah sapi dapat diolah menjadi tepung darah dan dijadikan
sebagai pupuk organik. Metode pengolahan tepung darah sapi ada 2, yaitu metode
cooked dried blood meal (perebusan dan pengeringan) dan metode fermented
13
dipakai dalam pembuatan tepung darah sapi adalah cooked dried blood meal
karena prosesnya lebih mudah dan dapat dikerjakan dalam waktu yang lebih
singkat.
Cara membuat tepung darah dengan metode cooked dried blood meal
mula-mula darah segar dimasak selama 2 jam dengan suhu 800C, selanjutnya
dikeringkan dengan sinar matahari selama 2-3 hari, setelah kering lalu darah
digiling hingga menjadi tepung darah. Pembuatan tepung darah dengan metode
fermented dried blood meal mula-mula darah segar + 20 % molasses, disimpan
14 hari, dikeringkan sinar matahari selama 3-5 hari, digiling hingga menjadi
tepung darah. Tepung darah sapi mengandung N 13,25 %, P 1,00 % dan K 0,60
%. Protein yang terkandung pada tepung darah sapi akan cepat diuraikan oleh
mikroorganisme dalam tanah, sehingga tepung darah sapi sangat baik apabila
dijadikan pupuk organik (Sri Wahyuni, 2014). Sedangkan menurut Jamila (2016)
darah sapi juga mengandung Fe 2782 ppm dan Zn 3 %.
F. Arang Sabut Kelapa
Belakangan ini sabut kelapa menjadi limbah yang sangat umum bagi
masyarakat Indonesia. Bagian dari buah kelapa yang diambil untuk dimanfaatkan
sebagai bahan masakan adalah daging buah dan air kelapanya, sehingga sabut
kelapa dibuang begitu saja dan kurang dimanfaatkan. Oleh karena itu, studi
pemanfaatan sabut kelapa perlu dilakukan agar lebih memiliki nilai guna,
sehingga dapat mereduksi jumlah sabut kelapa dalam timbunan sampah.
Pemanfaatan sabut kelapa yang paling mudah, namun belum banyak
14
pupuk organik dari sabut kelapa. Tanaman membutuhkan berbagai macam unsur
hara untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya. Salah satu unsur hara
yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah besar (unsur hara makro) adalah
Kalium (K). Dalam penelitian Waryanti dkk., (2014) menyatakan bahwa sabut
kelapa mengandung unsur karbon (C) sehingga dapat dijadikan bahan karbon
aktif. Selain mengandung karbon, sabut kelapa juga mengandung K2O sebesar
10,25 %.
Kandungan K2O dalam sabut kelapa dapat digunakan sebagai pupuk organik
untuk memenuhi kebutuan unsur hara makro Kalium dalam budidaya tanaman
Jagung Manis. Untuk mempermudah proses pencampuran dengan bahan organik
lain dalam pembuatan pupuk organik, maka sabut kelapa diajdikan arang.
Pembuatan arang sabut kelapa dilakukan dengan metode pengarangan terkontrol
(pirolisis). Adapun langkah kerjanya adalah memotong sabut kelapa menjadi
bagian-bagian kecil. Untuk mengurangi kandungan tanin, sabut kelapa direndam
dalam air yang dicampuri tawas dengan perbandingan 1 sendok tawas/20 liter air.
Kemudian diamkan selama 1 hari, selanjutnya pisahkan sabut dan larutan air
tawas. Rendam kembali sabut kelapa ke dalam air bersih, dilakukan pengulangan
beberapa kali sampai air rendaman tidak berwarna merah. Setelah proses
perendaman selesai, sabut kelapa dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar
matahari selama 1-2 hari dan dimasukkan ke dalam drum bekas. Bakar potongan
sabutu kelapa hingga menjadi bara. Setelah semua bagian menjadi bara, maka
tutup rapat drum bekas yang digunakan sebagai tempat pembakaran sabut kelapa.
15
kelapa. Pembuatan arang sabut kelapa juga akan menambah unsur Karbon (C)
yang baik untuk tanaman budidaya khusunya tanaman Jagung Manis. Arang sabut
kelapa juga baik digunakan untuk media tanam sayuran dan tanaman hias
(Waryanti, dkk., 2014).
G. Hipotesis
Pelet NPK Organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang
sabut kelapa mampu menggantikan peran pupuk Urea, SP-36 dan KCl pada
budidaya tanaman Jagung Manis di tanah Regosol. Perlakuan A (Pelet 50
gram/tanaman (3,3 ton/hektar)) merupakan dosis pemupukan paling efisien bagi
16
III. TATA CARA PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian
dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2016.
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tahu,
tepung darah sapi, arang sabut kelapa, tawas, tanah Regosol, benih Jagung Manis
varietas Gendis, lempung Grumusol, pupuk Urea, pupuk SP-36, pupuk KCl dan
air.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari mesin pembuat
pelet, drum bekas, karung, cangkul, sekop, tali rafia, gembor, mika label
timbangan analitik, penggaris, jangka sorong, sabit, oven, cupu, gunting, spidol
dan pensil.
C. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental. Percobaan disusun
dalam Rancangan Lingkungan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dan
menggunakan rancangan perlakuan faktor tunggal yaitu dosis pelet NPK organik
yang terbuat dari campuran ampas tahu, tepung darah sapi, arang sabut kelapa dan
perekat dari lempung Grumusol dengan perbandingan komposisi masing-masing
17 Adapun perlakuannya terdiri dari :
A = Pelet NPK organik 50 gram/tanaman (3,3 ton/hektar).
B = Pelet NPK organik 60 gram/tanaman (4 ton/hektar).
C = Pelet NPK organik 70 gram/tanaman (4,7 ton/hektar).
D = Urea 5,25 gram + SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman (Urea 350 kg +
SP-36 100 kg + KCl 100 kg/hektar).
Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 12 unit percobaan.
Setiap unit percobaan terdiri dari 28 tanaman Jagung Manis, yaitu 5 tanaman
sampel dan 23 tanaman barrier. Dari 12 unit percobaan terdapat 336 tanaman
Jagung Manis, yaitu 60 tanaman sampel dan 276 tanaman barrier (Lampiran 2).
D. Cara Penelitian
1. Persiapan Bahan Pelet NPK Organik
a. Pengeringan Ampas Tahu
Ampas tahu diperas lalu dikering anginkan dengan cara dijemur di
bawah sinar matahari selama 1-2 hari. Setelah kering angin, dilakukan
pengukuran kadar lengas ampas tahu dengan cara :
i. Menimbang cupu kosong dan tutupnya (a gram).
ii. Mengambil sampel ampas tahu kering angin sebanyak setengah
volume cupu lalu ditimbang (b gram).
iii. Cupu berisi ampas tahu dimasukkan ke dalam oven pada suhu 1100
C selama 4 jam, setelah itu didinginkan dalam desikator lalu
ditimbang lagi (c gram). Kemudian dihitung kadar lengasnya
dengan rumus : −
18
b. Pembuatan Tepung Darah Sapi dengan Metode Cooked Dried Blood Meal
(Perebusan dan Pengeringan)
Cara membuat tepung darah dengan metode cooked dried blood
meal mula-mula darah segar dimasak selama 2 jam dengan suhu 800C
hingga mengantal, selanjutnya dikeringkan dengan sinar matahari selama
2-3 hari, setelah kering dan terbentuk gumpalan-gumpalan keras,
selanjutnya ditumbuk hingga menjadi tepung darah dan diayak
menggunakan mata saring 0,02 mm.
c. Pembuatan Serbuk Arang Sabut Kelapa
Pembuatan arang sabut kelapa dilakukan dengan metode pirolisis
(pengarangan terkontrol). Mula-mula sabut kelapa dipotong menjadi
bagian-bagian kecil, selanjutnya direndam dalam air yang dicampuri tawas
dengan perbandingan 1 sendok tawas/20 liter air. Kemudian diamkan
selama 1 hari, selanjutnya pisahkan sabut dan larutan air tawas. Rendam
kembali sabut kelapa kedalam air bersi, dilakukan pengulangan beberapa
kali sampai air rendaman tidak berwarna merah. Setelah proses
perendaman selesai, sabut kelapa dikeringkan dengan cara dijemur di
bawah sinar matahari selama 1-2 hari. Setelah kering, sabut kelapa
dimasukkan ke dalam drum bekas lalu dibakar hingga menjadi bara.
Ketika semua bagian sabut kelapa telah menjadi bara, drum ditutup rapat
dan ditunggu selama 60 menit hingga bara sabut kelapa menjadi arang.
19 2. Pembuatan Pelet NPK Organik
a. Komposisi Pelet NPK Organik
Pelet NPK organik dibuat dengan bahan ampas tahu, tepung darah
sapi, arang sabut kelapa dan perekat dari lempung Grumusol dengan
perbandingan berturut-turut 2:1:1:1.
b. Cara Pembuatan Pelet NPK Organik
Ampas tahu, tepung darah sapi, arang sabut kelapa dan perekat dari
lempung Grumusol dimasukkan ke dalam nampan dan dicampur hingga
homogen. Bahan yang sudah tercampur kemudian digiling dengan mesin
pembuat pelet. Pupuk pelet yang sudah digiling diletakkan dalam wadah
secara terurai kemudian dikering anginkan dalam suhu ruangan.
3. Persiapan Media Tanam
Lahan dengan jenis tanah Regosol dibajak menggunakan traktor, setelah
tanah gembur dan rata, biarkan selama 1 minggu, lalu dibuat blok dengan tali
rafia. Setelah terbentuk blok-blok tanaman, dibuat bedengan dengan tinggi 30
cm dan lebar 40 cm untuk setiap barisan tanaman. Langkah terakhir adalah
pembuatan saluran drainase mengelilingi lahan dengan menggunakan cangkul.
4. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang pada tanah dengan
tugal sedalam 5 cm, lalu masukkan 1 benih Jagung Manis ke dalam setiap
lubang tanam, setalah itu tutup kembali lubang tanam dengan tanah. Jarak
20 5. Pemeliharaan
a. Penyulaman
Penjarangan dilakukan pada 7 hari setelah tanam dengan cara
mengganti tanaman Jagung Manis yang mati atau tidak normal.
b. Penyiraman
Peyiraman dilakukan saat sore hari ketika tanaman Jagung Manis
membutuhkan tambahan air. Jumlah dan intensitas penyiraman
disesuaikan dengan melihat kondisi tanah agar jumlah air yang disiramkan
menjadi efektif. Penyiraman dilakukan dengan gembor.
c. Aplikasi Pelet NPK Organik
Pemberian pupuk pelet NPK organik dilakukan pada saat tanaman
Jagung berumur 14 hari. Pupuk pelet NPK organik diberikan dengan
metode placement atau lebih spesifiknya adalah ring placement. Caranya
dengan menugal tanah berbentuk melingkar sedalam 5 cm dengan jarak 5
cm dari batang tanaman Jagung Manis, pupuk dimasukkan dan ditutup
kembali dengan tanah. Dosis pelet NPK organik pada tanaman Jagung
diberikan sesuai dengan masing-masing perlakuan, yaitu : A = Pelet 50
gram/tanaman (3,3 ton/hektar), B = Pelet 60 gram/tanaman (4 ton/hektar),
C = Pelet 70 gram/tanaman (4,7 ton/hektar), dan D = Urea 5,25 gram +
SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman (Urea 350 kg + SP-36 100 kg +
21
Kebutuhan pupuk tanaman Jagung Manis adalah :
Tabel 1. Kebutuhan Pupuk Tanaman Jagung Manis No Jenis Pupuk Per Hektar Kebutuhan unsur NPK tanaman Jagung Manis adalah :
Tabel 2. Kebutuhan Unsur NPK Tanaman Jagung Manis
Kandungan unsur pada pelet NPK organik yang dibuat adalah :
Tabel 3. Kandungan Unsur pada Pelet NPK Organik
No Jenis Unsur Persentase dalam pelet
1 Nitrogen 3,15 %
2 Phospor 0,20 %
3 Kalium 2,71 %
Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 4.
Sedangkan kandungan unsur NPK dari masing-masing perlakuan adalah :
22
d. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
Pengendalian terhadap hama dilakukan secara teknis dan juga
secara kimiawi tergantung pada jenis hama dan tingkat kerusakannya.
Pengendalian gulma dilakukan secara teknis dengan cangkul dan
mencabut gulma dengan tangan. Pengendalian terhadap penyakit
dilakukan secara kimiawi yang menyesuaikan pada penyakit yang
menyerang.
6. Panen
Jagung Manis dipanen dengan cara dipetik menggunakan tangan. Panen
dilakukan ketika tanaman Jagung Manis berumur 70 hari, ditandai dengan
tongkol yang sudah terisi penuh serta rambut Jagung telah berubah warna
menjadi kecokelatan.
E. Parameter yang Diamati
1. Parameter Pertumbuhan Vegetatif Tanaman :
a. Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur setiap 7 hari sekali sejak tanaman berumur
7 hari sampai tanaman berumur 70 hari. Pengukuran dilakukan dengan
cara mengukur pangkal batang hingga titik tumbuh tanaman Jagung Manis
menggunakan penggaris.
b. Jumlah Daun (helai)
Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung
semua helai daun tanaman Jagung Manis, dilakukan setiap 7 hari sekali
23 c. Bobot Segar Brangkasan (gram)
Brangkasan adalah bagian tajuk tanaman Jagung Manis setelah
diambil tongkolnya (batang + daun). Bobot segar brangkasan diukur pada
saat tanaman Jagung Manis berumur 70 hari. Berat segar brangkasan yang
ditimbang adalah brangkasan dari tanaman korban. Pengamatan ini
dilakukan dengan menimbang bagian brangkasan tanaman Jagung Manis
ketika baru dicabut, namun sudah dibersihkan dari kotoran yang menempel
seperti tanah, pasir, dll.
d. Bobot Kering Brangkasan (gram)
Penimbangan bobot kering brangkasan dilakukan saat tanaman
Jagung Manis berumur 70 hari dengan cara mengeringkan brangkasan di
bawah sinar matahari, selanjutnya brangkasan dibungkus dengan kertas
dan dioven pada suhu 700 C hingga bobotnya konstan, selanjutnya
brangkasan ditimbang dengan timbangan analitik.
e. Bobot Segar Akar (gram)
Bobot segar akar diukur dengan cara mencabut secara perlahan
tanaman Jagung Manis agar akarnya tidak putus dan tertinggal di dalam
tanah, setelah dicabut, akar dicuci dan dibersihkan dari tanah atau kotoran
yang masih menempel. Setelah bersih, akar Jagung Manis dipisahkan dari
bagian tanaman dengan cara dipotong, selanjutnya akar Jagung Manis
ditimbang. Penimbangan berat segar akar dilakukan ketika tanaman Jagung
24 f. Bobot Kering Akar (gram)
Pengukuran bobot kering akar dilakukan saat tanaman Jagung
Manis berumur 70 hari dengan cara mencabut tanaman Jagung Manis,
mencuci akarnya hingga bersih, dikeringkan di bawah sinar matahari lalu
membungkusnya dengan kertas, selanjutnya akar dioven pada suhu 700 C
hingga beratnya konstan. Penimbangan berat kering, baik brangkasan
maupun akar bertujuan untuk mengetahui berapa banyak akumulasi bahan
kering hasil dari proses fotosintesis tanaman Jagung Manis, karena ketika
masih segar, akumulasi bahan hasil fotosintesis masih bercampur dengan
air yang terkandung dalam tubuh tanaman.
2. Parameter Hasil Jagung Manis :
a. Panjang Tongkol (cm)
Pengamatan panjang tongkol dilakukan pada saat tanaman berumur
70 hari dengan cara mengukur panjang tongkol berkelobot menggunakan
penggaris.
b. Bobot Segar Tongkol (gram)
Pengamatan bobot segar tongkol dilakukan pada saat tanaman
Jagung Manis berumur 70 hari dengan cara menimbang tongkol
masing-masing tanaman percobaan dengan timbangan analitik.
c. Diameter Tongkol (cm)
Pengukuran diameter tongkol dilakukan pada saat tanaman
25
Manis yang paling menggembung (diasumsikan yang diameternya paling
besar) dengan jangka sorong.
d. Jumlah Larikan Biji Per Tongkol
Pengamatan jumlah larikan biji per tongkol dilakukan setalah
panen dengan cara mengupas kelobot Jagung dari tongkolnya. Setelah
kelobot dikelupas, selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah larikan biji
per tongkol.
e. Rerata Jumlah Biji Per Larik
Pengamatan rerata jumlah biji per larik dilakukan setelah panen
dengan cara mengupas kelobot Jagung dari tongkolnya. Setelah kelobot
dikelupas, selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah biji per larik. Hasil
perhitungan jumlah biji dari beberapa larik selanjutnya direrata.
f. Potensi Hasil Panen (ton/hektar)
Penghitungan potensi hasil panen dilakukan dengan cara
mengkonversi hasil panen dari 4 tanaman Jagung Manis yang ditanam
dengan jarak tanam 75 cm × 20 cm. Dengan jarak tanam tersebut, maka
dapat dihitung potensi hasil panen (ton/hektar) dengan rumus :
Keterangan :
10000 : luas lahan 1 hektar (dalam m2).
26
F. Analisis Data
Data hasil pengamatan selanjutnya dianalisis sidik ragam pada taraf
kesalahan 5 % untuk mengetahui pengaruh dari setiap perlakuan yang diberikan.
Jaika ada pengaruh nyata antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan
menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan (UJGD) pada taraf kesalahan 5 %
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting
dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung
sepanjang daur hidup tanaman, proses ini bergantung pada tersedianya air, nutrisi
dan subtansi pertumbuhan lain serta lingkungan yang mendukung (Gardner dkk,
1991). Hasil pertumbuha vegetatif tanama Jagung Manis tersaji dalam tabel 6.
Tabel 1. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Perlakuan
(gram/ tanaman)
Tinggi Jumlah Bobot Bobot Bobot Bobot
Tanaman Daun Segar Kering Segar Kering
Brangkasan Brangkasan Akar Akar
(cm) (helai) (gram) (gram) (gram) (gram) menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan hasil UJGD pada
taraf α 5%.
1. Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan
sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan
atau perlakuan yang diberikan (Sitompul dan Guritno, 1995). Berdasarkan data
pada tabel di atas, pemberian pelet NPK organik dengan berbagai dosis dan
pemberian pupuk NPK anorganik (Urea, SP-36 dan KCl) memberikan pengaruh
28
unsur Nitrogen berperan merangsang pertumbuhan batang yang akhirnya dapat
memacu pertumbuhan tinggi tanaman. Berdasarkan hal tersebut, maka dari semua
perlakuan yang diberikan, baik perlakuan pupuk pelet NPK organik di semua
dosis maupun perlakuan pupuk Urea + SP-36 + KCl dengan dosis anjuran
pemupukan tanaman Jagung Manis dapat mencukupi kebutuhan unsur Nitrogen
pada tanaman Jagung Manis. Unsur Nitrogen dari semua perlakuan yang
diberikan digunakan oleh tanaman Jagung Manis untuk merangsang pertumbuhan
dan pemanjangan batang. Pemanjangan batang tanaman Jagung Manis
berlangsung selama masa vegetatif yang diakhiri dengan munculnya bunga jantan.
Grafik pertumbuhan tinggi tanaman dari minggu ke-2 hingga minggu ke-10 dapat
dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman Setiap Minggu
Berdasarkan gambar di atas, tanaman Jagung Manis di semua perlakuan
mengalami pertumbuhan tinggi tanaman yang normal yaitu menyerupai huruf “S” atau sering disebut dengan Kurva Sigmoid. Pada minggu 2 hingga minggu
29
ke-5 hingga minggu ke-8 terjadi pertumbuhan tinggi tanaman eksponensial,
sedangkan dari minggu ke-8 hingga minggu ke-10 tanaman Jagung manis tidak
mengalami pertumbuhan tinggi tanaman karena masa vegetatif telah berakhir
yang ditandai dengan munculnya bunga jantan. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa unsur Nitrogen dari perlakuan pelet maupun Urea dapat mencukupi
kebutuhan N tanaman Jagung Manis, setelah unsur N tercukupi, maka tinggi
tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dari tanaman Jagung Manis.
2. Jumlah Daun
Selain berperan penting dalam pemanjangan batang, unsur Nitrogen juga
berperan dalam pembentukan daun. Kegiatan pertumbuhan dan hasil tanaman
dipengaruhi oleh jumlah daun, karena sebagai tempat fotosintesis yang
menghasilkan energi untuk proses pertumbuhan tanaman. Berdasarkan tabel 6,
semua perlakuan memberi pengaruh yang sama terhadap jumlah daun tanaman
30
Berdasarkan grafik pada gambar 2, dapat dilihat bahwa terjadi pertambahan
jumlah daun secara stabil (linear) dari minggu ke-2 hingga minggu ke-8. Hal
tersebut terjadi karena setelah kebutuhan unsur Nitrogen terpenuhi, maka
pertambahan jumlah daun lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik. Dari
semua dosis pelet NPK organik yang diberikan telah mampu mencukupi
kebutuhan unsur N bagi Tanaman Jagung Manis dan mampu meggantikan peran
pupuk Urea. Sama halnya dengan pertumbuhan tinggi tanaman, pertambahan
jumlah daun pada tanaman Jagung Manis juga terhenti setelah munculnya bunga
jantan. Hal tersebut dapat dilihat pada minggu ke-7 hingga minggu ke-10 tanaman
Jagung Manis tidak mengalami pertambahan jumlah daun.
3. Bobot Segar dan Bobot Kering Tanaman
Selain tinggi tanaman dan jumlah daun, bobot segar dan bobot kering
tanaman merupakan parameter pertumbuhan tanaman yang sering digunakan
untuk mengetahui besarnya fotosintat yang dibentuk dan disimpan oleh tanaman.
Sacara umum tanaman dibagi menjadi 2 bagian yaitu tajuk dan akar. Tajuk
tanaman Jagung Manis yang telah diambil tongkolnya biasa disebut dengan istilah
brangkasan. Menurut Lakitan (2003), bobot segar tanaman merupakan berat
tanaman saat masih hidup dan ditimbang langsung setelah panen sebelum
tanaman menjadi layu karena kehilangan kadar air. Syarat berlangsungnya
fotosintesis bagi tanaman yaitu tercukupinya air bagi tanaman yang diserap
melalui akar. Bobot segar suatu tanaman tergantung pada air yang terkandung
31
brangkasan disajikan pada gambar 3, sedangkan grafik bobot segar akar dan bobot
kering akar disajikan dalam gambar 4.
Gambar 3. Grafik Bobot Segar Brangkasan dan Bobot Kering Brangkasan
Gambar 4. Grafik Bobot Segar Akar dan Bobot Kering Akar
Semua perlakuan memberikan pengaruh yang sama terhadap bobot segar
brangkasan dan bobot segar akar. Pada parameter bobot segar tanaman, unsur
Nitrogen berperan dalam pembentuka klorofil dan protoplasma. Nitrogen pada
umumnya diserap tanaman dalam bentuk NH4+ atau NO3-, yang dipengaruhi oleh
262,12 284,38
303,86
275,24
64,94 62,09 68,36 57,26
A B C D
Bobot Segar Brangkasan (gram) Bobot Kering Brangkasan (gram)
55,55
69,20
43,38
52,76
13,78 18,09
10,60 12,32
A B C D
32
sifat tanah. Pada tanah dengan pengatusan baik seperti lahan Regosol yang
digunakan untuk budidaya Jagung Manis pada penelitian ini, unsur N diserap
tanaman dalam bentuk ion nitrat, karena sudah terjadi perubahan bentuk NH4+
menjadi NO3-, sebaliknya pada tanah tergenang tanaman cenderung menyerap
NH4+ (Havlin et al., 2005). Selain menyerap Nitrogen, tanaman menyerap unsur P
dalam bentuk ortofosfat primer (H2PO4) dan sebagian kecil dalam bentuk
ortofosfet sekunder (HPO4) (Barker and Pilbeam, 2007). Phospor berperan dalam
penyusunan senyawa untuk transfer energi (ATP dan nukleoprotein lain), untuk
sistem informasi genetik (DNA dan RNA), untuk membran sel (fosfolipid) dan
fosfoprotein, sedangkan Kalium diserap tanaman dalam bentuk ion K+ yang
berperan dalam pengaturan pergerakan stomata, peningkatan pertumbuhan
jaringan meristem dan pembentukan dinding sel. Kalium banyak terdapat dalam
sitoplasma (Gardner et al., 1991). Sedangkan menurut Handoyo (2010),
ketersediaan air di dalam tanah akan memaksimalkan pertumbuhan tanaman dan
meningkatkan bobot tanaman. Jumlah air yang diserap melalui akar tanaman
kemudian ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman.
Lain halnya dengan bobot segar yang banyak dipengaruhi oleh air, bobot
kering tanaman merupakan hasil asimilasi bersih CO2 yang dihasilkan selama
proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Oleh karena itu, parameter
bobot kering tanaman merupakan indikator pertumbuhan tanaman yang paling
representatif (Sitompul dan Guritno, 1995). Berdasarkan data pada tabel 6, dari
semua perlakuan menunjukkan pengaruh yang sama terhadap bobot kering akar,
33
pelet NPK organik dosis 70 gram/tanaman menunjukkan nilai bobot kering tajuk
yang paling tinggi. Disusul dengan perlakuan pelet NPK organik dosis 50
gram/tanaman dan 60 gram/tanaman, pemberian pelet NPK organik dosis 50
gram/tanaman dan 60 gram/tanaman memberikan pengaruh yang sama terhadap
bobot kering tajuk, sedangkan perlakuan pupuk Urea 5,25 gram + SP 36 1,5 gram
+ KCl 1,5 gram/tanaman menunjukkan nilai bobot kering tajuk yang paling
rendah.
Hal tersebut dapat terjadi karena pada perlakuan pelet NPK dosis 70
gram/tanaman memiliki kandungan unsur K yang paling tinggi bila dibandingkan
dengan perlakuan lainnya, sedangkan kandungan unsur K paling rendah terdapat
pada perlakuan Urea 5,25 gram + SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram (Lampiran 6).
Semakin tinggi ketersediaan unsur K, akan meningkatkan pertumbuhan jaringan
meristem dan pembentukan dinding sel pada tanaman Jagung Manis, selain itu
tanaman yang menyerap ion K+ dengan dosis yang cukup, penyerapan akan airnya
cenderung lebih sedikit. Hal tersebut yang menjadikan bobot segar brangkasan
pada semua perlakuan tidak berbeda nyata, namun dengan perbedaan jumlah
unsur K menjadikan bobot kering brangkasan berbeda secara nyata.
Selain dipengaruhi oleh besarnya unsur K, perbedaan bobot kering
brangkasan juga dipengaruhi oleh unsur-unsur mikro yang terdapat di dalam pelet
NPK organik. Selain mengandung unsur N, P dan K, pelet NPK organik juga
mengandung unsur-unsur mikro seperti Fe, Cu, Mn dan Zn. Unsur-unsur mikro
tersebut antara lain berasal dari bahan-bahan pembuat pelet NPK organik seperti
34
dan Zn lebih dari 50 ppm (Dijaya, A.S., 2003). Selain berasal dari ampas tahu,
unsur-unsur mikro juga terdapat pada darah sapi yang mengandung unsur Fe 2782
ppm dan Zn 3 % (Jamila, 2016). Menurut Nasih (2016), Fe merupakan unsur
mikro yang diserap tanaman dalam bentuk ion feri (Fe3+) ataupun fero (Fe2+).
Peran unsur Fe pada tanaman antara lain sebagai pelaksana pemindahan elektron
dalam proses metabolisme. Cu atau tembaga merupakan unsur mikro yang diserap
oleh tanaman dalam ion Cu++ yang berperan sebagai aktivator dan pembawa
enzim, membantu kelancaran proses fotosintesis serta pembentuk klorofil. Mn
diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Mn++ yang berperan dalam sintesa
klorofil, sebagai koenzim, aktivator beberapa enzim respirasi dalam reaksi
metabolisme Nitrogen dan fotosintesis, sedangkan unsur Zn diserap oleh tanaman
dalam bentuk ion Zn++. Peran Zn pada tanaman antara lain sebagai pengaktif
enzim anolase, aldolase, asam okasalt dekarboksilase, lestimase, sistein
desulfihidrase, selain itu unsur Zn juga berperan dalam biosintesis auksin.
Unsur-unsur mikro tersebut beserta perannya dalam tanaman yang menjadikan hasil
asimilasi bersih CO2 pada perlakuan pelet NPK organik menjadi lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan pupuk Urea, SP-36 dan KCl.
B. Hasil Jagung Manis
Hasil produksi merupakan tujuan utama dari budidaya tanaman Jagung
Manis. Pada penelitian ini, Jagung Manis dipanen pada umur 70 hari setelah
tanam (HST) serta ditandai dengan tongkol yang sudah terisi penuh dan warna
rambut Jagung telah berubah mejadi kecokelatan. Adapun parameter yang diamati
35
diameter tongkol, jumlah larik biji per tongkol, rerata jumlah biji per larik dan
potensi hasil panen yang dikonversikan dalam satuan ton/hektar. Hasil Jagung
Manis disajikan dalam tabel 7.
Tabel 2. Hasil Jagung Manis Perlakuan
(gram/ tanaman)
Panjang Bobot Diameter Jumlah Rerata Potensi
Tongkol Segar Tongkol Larik Jumlah Hasil menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan hasil UJGD pada
taraf α 5%.
Berdasarkan data pada tabel 7, pemberian pupuk Urea 5,25 gram + SP-36
1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman memberikan pengaruh yang paling baik
terhadap panjang tongkol Jagung Manis. Perlakuan Urea 5,25 gram + SP-36 1,5
gram + KCl 1,5 gram/tanaman menghasilkan tongkol yang lebih panjang karena
perlakuan ini memiliki kandungan unsur Nitrogen dan Phospor yang lebih tinggi
dibandingkan perlakuan pelet NPK organik, namun perlakuan pelet NPK organik
di semua dosis memiliki kandungan Kalium yang lebih tinggi dibandingkan
perlakuan pupuk Urea 5,25 gram + SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman
(Lampiran 6).
Pada fase pembentukan tongkol dan biji, Nitrogen berperan penting dalam
sintesa protein. Apabila proses sintesa protein berlangsung dengan baik, maka
36
maupun diameter tongkol (Tarigan, 2007). Phospor berperan dalam memperbesar
ukuran tongkol, dan pembentuk Adenosin Triphospat (ATP) yang mejamin
ketersediaan energi untuk pertumbuhan, sehingga pembentukan asimilat dan
pengangkutannya ke tempat penyimpanan dapat berjalan dengan baik, sedangkan
Kalium berperan sebagai katalisator pembentukan protein, pembentukan
karbohidrat, meningkatkan ukuran dan berat biji serta rasa manis yang dihasilkan
oleh biji Jagung Manis. (Afandie dan Nasih, 2002).
Berdasarkan kandungan unsur NPK dari masing-masing perlakuan serta
peran masing-masing unsur dalam pembentukan biji dan tongkol, menjadikan
perlakuan Urea 5,25 gram + SP-36 1,5 gram + KCl 1,5 gram/tanaman memiliki
ukuran tongkol yang lebih panjang karena memiliki kandungan unsur Nitrogen
dan Phospor yang lebih tinggi daripada perlakuan pelet NPK organik di semua
dosis, namun dari semua perlakuan yang diberikan tidak menunjukkan pengaruh
yang berbeda nyata terhadap bobot segar tongkol, diameter tongkol, jumlah larik
biji per tongkol, rerata jumlah biji per larik dan yang terpenting adalah pada
potensi hasil panen Jagung Manis (ton/hektar), karena potensi hasil penen
merupakan tujuan utama dari budidaya tanaman Jagung Manis.
Berdasarkan data hasil Jagung Manis di atas, maka pemberian pelet NPK
organik dengan dosis 50 gram/tanaman, 60 gram/tanaman dan 70 gram/tanaman
mampu menyediakan unsur Nitrogen, Phospor dan Kalium bagi tanaman Jagung
Manis untuk proses sintesa protein dalam pembentukan tongkol dan pengisian biji
37
gram + KCl 1,5 gram/tanaman dalam fase pembentukan tongkol dan biji Jagung
Manis.
Pelet NPK Organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut
kelapa yang diberi perekat lempung Grumusol terbukti bersifat lepas lambat,
mengingat pupuk pelet NPK organik hanya diaplikasikan sekali pada awal tanam
namun mampu menyediakan unsur Nitrogen, Phospor dan Kalium bagi tanaman
Jagung Manis dari awal masa vegetatif hingga akhir masa generatif. Tidak seperti
pupuk Urea dan KCl yang diaplikasikan 2 kali, yaitu setengah dosis pada awal
tanam dan setengah dosis pada awal masa generatif. Peningkatan dosis pupuk
pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut
kelapa dari dosis 50 gram/tanaman (3,3 ton/hektar), 60 gram/tanaman (4
ton/hektar) hingga 70 gram/tanaman (4,7 ton/hektar) tidak diikuti dengan
38
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang sabut
kelapa mampu menggantikan peran pupuk Urea, SP-36 dan KCl pada
budidaya tanaman Jagung Manis di tanah Regosol.
2. Pemberian pelet NPK organik 50 gram/tanaman (3,3 ton/hektar) merupakan
dosis paling efisien bagi tanaman Jagung Manis di tanah Regosol.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis dan interval antar
perlakuan yang lebih tinggi untuk mengetahui efisiensi pelet NPK organik
38
DAFTAR PUSTAKA
Academia. 2015. Produksi Jagung Indonesia.
http://www.academia.edu/9756070/Pertumbuhan_Produksi_Ekspor_Im por_Konsumsi_dan_Cadangan_Jagung_Indonesia. Diakses 5 April 2015.
Afandie, R. dan Nasih, W.Y. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 224 hal.
Agus. 2012. Membangun Kesadaran Konsumsi Makanan Halal.
http://riau.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=11491. Diakses 6 Peningkatan Hasil Tanaman Petsai (Brassica chinesis). Jurnal Bioteknologi 5 (2): 51-55, November 2008, ISSN: 0216-6887.
BAPPEBTI. 2014. Gudang SRG Solusi Jagung Impor.
http://www.bappebti.go.id/id/edu/articles/detail/2989.html. Diakses 6 April 2015.
Barker AV and DJ Pilbeam. 2007. Hand Book of Plant Nutrition. CRC Press. New York.
Dalmadi. 2015. Penggunaan Benih Jagung Umur Genjah merupakan Upaya Meminimalkan Kegagalan Panen. http://cybex.pertanian.go.id
/materipenyuluhan/detail/10038/penggunaan-benih-jagung-umur-genjah-merupakan-upaya-untuk-meminimalkan-kegagalan-panen.html. Diakses 15 Desember 2015.
Dijaya, A.S. 2003. Penggemukan Itik Jantan Potong. Penebar Swadaya. Cetakan Pertama. Jakarta.
39
Fachrista dan Isuukindarsyah . 2012. Jagung.
http://babel.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_content &view=article&id=163:Jagung. Diakses 6 April 2015.
Gardner, F. P., R. B. Dearce dan R. L. Michell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (terjemahan Herawati Susilo). UI Press. Jakarta. 428 hal.
Havlin JL, JD Beaton, SL Tisdale and WL Nelson. 2005. Soil Fertility and
Fertilizers. An introduction to nutrient management. Seventh Edition.
Pearson Education Inc. Upper Saddle River, New Jersey.
Handoyo, G. C. 2010. Respon Tanaman Caisin (Brassica chinensis) Terhadap Pupuk Daun NPK (16-20-25) di Dataran Tinggi. Skripsi. Fakultas Pertanian. Jurusan Budidaya Pertanian. Institute Pertanian Bogor. Bogor. 56 hal.Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademia Pressindo. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademia Pressindo. Jakarta.
Isori. 2009. Pupuk Organik Pelet (POP). http://www.isori.com/2009/07/19/pupuk-organik-pelet-pop. Diakses 6 April 2015.
Jamila. 2016. Pemanfaatan Darah dari Limbah RPH. Mata Kuliah Teknologi Pengolahan Limbah dan Sisa Hasil Ternak. Fakultas Peternakan UNHAS. Makassar. 10 hal.
Kompas. 2013. Sapi, Kambing, dan Babi.
http://kompasiana.com/2013/10/15/sapi-kambing-dan-babi-600707.html. Diakses 6 April 2015.
Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama di Indonesia. P.T. Pustaka Jaya. Jakarta.
Nasih. 2016. Unsur Hara Makro dan Mikro.
http://www.nasih.ugm.ac.id/pnt3404/4%209417.doc. Diakses 20 Juli 2016.
Pauji, D. 2014. Jenis Tanah yang Ada di Indonesia. http://www.jenis-tanah-yang-ada-di-indonesia.html. Diakses 6 April 2015.
Pramudyanto dan Nurhasan. 1991. Penanganan Limbah Pada
40
Pusteklin. 2002. Penelitian Dasar Teknologi Tepat Guna
Pengolahan Limbah Cair. Yogyakarta: Pusteklin.
Setyamidjaja, Djoehana M.Ed. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Pusat Pendidikan dan Latihan Pertanian : Bogor.
Sitompul, S. M. Dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, hal. 24.
Sri Wahyuni. 2014. Pembuatan Tepung Darah. Program Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor. http://www.pasca.unpak.ac.id. Diakses 28 April 2015.
Suprapti, L. 2005. Pembuatan Tahu. Yogyakarta: Kanisius.
Sutejo, M. 1995. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Tarigan, H. 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Green Giant dan Pupuk Daun Super Bionik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.) . Jurnal Agrivigor 23 (7): 78-85.
Triawati, A. 2010. Kualitas Ligkungan Sekitar Pabrik Tahu dan Pemanfaatan Limbah Tahu Sebagai Pupuk Cair Organik dengan Penambahan EM4
(Effective Microoganism). Surabaya. Tugas Akhir, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, UNAIR. Surabaya.
42
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Skema Penelitian
Tahap 1. Persiapan Alat dan Bahan
Tahap 2. Pembuatan Pelet
43
2. Layout Penelitian
Blok I Blok II Blok III
Tanaman sampel (dipilih 5 tanaman) Petak produksi
Tanaman barrier
- Penelitian ini terdiri dari 4 perlakuan. - Setiap perlakuan diulang 3 kali. - Sehingga diperoleh 12 unit percobaan.
- Setiap unit percobaan terdiri dari 28 tanaman Jagung Manis (5 tanaman sampel dan 23 tanaman barrier).
- Total : 336 tanaman Jagung Manis (60 tanaman sampel dan 276 tanaman barrier).
B C D
D A B
C D A
44 Dalam 1 hektar lahan terdapat 66666 tanaman Jagung Manis.
Kebutuhan pupuk per tanaman Jagung :
- Urea
B. Kebutuhan Unsur N, P dan K Tanaman Jagung Manis - Kebutuhan unsur N :
45
4. Kandungan N, P, dan K (%) dari Pelet NPK Organik yang Dibuat
Pelet NPK organik dibuat dari ampas tahu, tepung darah sapi, arang sabut kelapa dan perekat dari lempung Grumusol dengan perbandingan komposisi :
Ampas tahu : 2 Arang sabut kelapa :1
Tepung darah sapi : 1 Perekatdari lempung Grumusol: 1
A. Kandungan N :
i. Kandungan N ampas tahu adalah 1,24 % (Asmoro, dkk., 2008). × 1,24 % = 0,5 %.
ii. Kandunan N tepung darah sapi adalah 13,25 % (Sri Wahyuni, 2014). × 13,25 % = 2,65 %.
i. Ampas tahu mengandung K 1,34 % (Asmoro dkk., 2008) × 1,34 % = 0,54 %.
ii. Kandungan K tepung darah sapi adalah 0,60 % (Sri Wahuni, 2014) × 0,60 % = 0,12 %.
iii. Unsur K pada arang sabut kelapa 10,25 % (Waryanti dkk., 2014). × 10,25 % = 2,05 %.
46
5. Jumlah Pelet NPK Organik yang Dibutuhkan Tanaman Jagung Manis
Tanaman Jagung Manis membutuhkan 161 kg N/hektar atau 2,41 gram N/tanaman, 36 kg P/hektar atau 0,54 gram P/tanaman dan 60 kg K/hektar atau 0,90 gram K/tanaman (Lampiran 2).
Pelet NPK organik yang dibuat mengandung 3,15 % N, 0,2 % P dan 2,71 % K (Lampiran 4).
Dengan jarak tanam 75 × 20 cm, dalam 1 hektar terdapat 66666 tanaman Jagung Manis.
Maka kebutuhan unsur hara bagi tanaman Jagung Mnais dapat terpenuhi dengan pemberian pelet sebanyak :
x 161 kg = 5111,11 kg pelet NPK organik/hektar. Maka kebutuhan pelet NPK organik/tanaman adalah: P/tanaman (tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan P tanaman Jagung Manis yaitu sebesar 0,54 gram P/tanaman).
- K :
x 5111,11 = 138,51 kg K/hektar, atau
= 2,08 gram
47
6. Kandungan Unsur NPK dari Masing-Masing Perlakuan
Berdasarkan perhitungan di atas, maka kandungan unsur N, P dan K dari masing-masing perlakuan adalah:
A. Perlakuan (A) : 50 gram pelet NPK organik/tanaman.
.
.
.
B. Perlakuan (B) : 60 gram pelet NPK organik/tanaman.
.
.
.
C. Perlakuan (C) : 70 gram pelet NPK organik/tanaman.
.
.
.