ANALISIS OPTIMASI PROFIL RANGKA BAJA DALAM
PERENCANAAN BANGUNAN INDUSTRI
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan Sarjana Teknik Sipil
Oleh :
Boby Basar Hutapea
NIM: 10 0404 073
Dosen Pembimbing : Ir. Sanci Barus, MT
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
i
ABSTRAK
Dalam perencanaan suatu proyek konstruksi, volume bahan merupakan hal yang menjadi prioritas utama untuk dianalisis. Pada suatu konstruksi bangunan baja, tidak terlepas dari balok-kolom dan element-element pelat. Dalam merencanakan struktur rangka baja tentunya diinginkan struktur yang kuat, indah, aman dan ekonomis. Baja adalah bahan bangunan dengan nilai komoditas tinggi, kekuatan dan juga nilai praktis dalam pengaplikasiannya. Oleh karena itu dalam merencanakan bangunan konstruksi, terutama rangka baja ada banyak faktor yang harus diperhitungkan guna mencapai titik persilangan antara nilai efektif dan nilai efisiennya penggunaan baja yaitu titik optimum penggunaan baja tersebut. Optimum atau tidaknya desain rangka baja itu sudah tentu sangat dipengaruhi oleh pembebanan yang didesain mampu dipikul oleh rangka sesuai peruntukan konstruksi tersebut nantinya. Upaya untuk menentukan profil yang paling optimum tersebut tentu tetap dilakukakan demi mencapai volume baja yang seekonomis mungkin namun masih aman dan sesuai dengan standar dan metode penghitungan yang dipakai. Dalam analisis tersebut tentu ada jenis profil yang diperbandingkan yang paling lazim digunakan agar nantinya diperoleh profil mana yang paling optimum. Selain membandingkan profil, juga dilakukan perhitungan yang membandingkan antara jenis rangka atap yang berbeda juga. Itu berarti selain memperbandingkan satu profil tunggal dengan profil tunggal lainnya, juga dibandingkan dengan kombinasi satu atau dua profil tunggal yang didesain menjadi sebuah tipe rangka majemuk. Adapun profil yang dipakai adalah profil baja IWF, channel lips, dan besi beton. Dan mutu baja yang digunakan dalam analisis adalah baja jenis BJ 37. Kemudian untuk mendapatkan panjang bentang paling ideal maka masing – masing profil baja divariasikan ke dalam tiga jenis bentang lagi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui profil dengan jenis rangka mana yang mempunyai volume optimum dalam memikul beban atau gaya – gaya dalam yang diperoleh melalui analisis
program Software SAP2000. Data – data khusus yang diperlukan dalam analisis ini diasumsikan namun tetap sesuai dengan peraturan – peraturan konstruksi yang berlaku. Selanjutnya, masing – masing jenis profil tersebut akan direncanakan dalam 3 variasi bentang tadi yang dihitung dengan menggunakan sofware SAP2000. Kemudian setelah diperoleh gaya – gaya dalam oleh desain pembebanan yang direncakan maka akan dihitung dan ditentukan jenis dan ukuran profil yang mampu memikul gaya pada rangka. Setelah dilakukan analisis diperoleh data dari masing – masing bentang dan profil. Dari output perhitungan tersebut dapat disimpulkan berapa volume total yang diperlukan masing – masing profil pada tiga bentang yang berbeda dan profil mana yang paling optimum mampu memikul gaya pada bentang dan pembebanan yang sama.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan penyertaanNya, sehingga mampu menyelesaikan penulisan tugas akhir yang berjudul ANALISIS OPTIMASI PROFIL RANGKA BAJA DALAM
PERENCANAAN BANGUNAN INDUSTRI. Tugas akhir ini diajukan sebagai
syarat untuk menempuh ujian sarjana di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
Saya sangat menyadari penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari dukungan dan bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Bapak Ir. Sanci Barus, MT, selaku dosen pembimbing skripsi, dan Koordinator Sub-Jurusan Struktur Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr.-Ing. Johannes Tarigan, selaku ketua Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak/Ibu dosen dan staf tata usaha Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Teristimewa Ayahanda saya P. Hutapea, Ibunda saya H. Siregar, abang saya Henry Hutapea, Richard Hutapea, Sihar Hutapea, S. Kep, dan Chandra Hutapea, ST.yang tiada henti selalu memberikan dukungan, motivasi, dan doa. 5. Sahabat-sahabat tersayang Haposan Doloksaribu, Yahya Antoni Hia, Leo
Sitanggang, Bhoris Panjaitan, Anggi Sihite, Mangasi Sinaga, Wellman Tambunan, Freddy Tantra yang telah banyak memberikan bantuan, semangat, doa, dan hiburan selama perkuliahan maupun penyelesaian tugas akhir ini. 6. Teman-teman seperjuangan sipil 2010 Elwis, Grandson, Fander, Monica
iii
Fransiska, Stefani, Adrian, Jason, Akbar, Cowens, dan lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
7. Abang/ kakak/ adek seperjuangan teknik sipil angkatan 2007, 2008, 2009, 2011, 2012, 2013, sedikit banyak telah membantu saya dalam menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknik Sipil FT USU.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna, karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, serta referensi yang dimiliki. Oleh karena itu sangat diharapkan saran-saran serta kritikan yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan tugas akhir ini.
Akhir kata, diharapkan tugas akhir ini bermanfaat bagi rekan mahasiswa lainnya dan pihak-pihak lain yang membutuhkan.
Medan, Oktober 2015
Boby Basar Hutapea
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GRAFIK ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 4
1.3. Pembatasan Masalah ... 5
1.4. Metodologi ... 5
1.5. Sistematika Penulisan ... 6
BAB II LANDASAN TEORI ... 7
2.1. Umum ... 7
2.2. Mutu Baja ... 10
2.3. Profi Baja ... 10
2.4.Pembebanan ... 58
2.4.01. Beban Mati ... xx
2.4.02. Beban Hidup ... xx
2.4.03. Beban Angin ... xx
2.4.04. Beban Gempa ... xx
2.5. Batang Tarik ... 65
2.5.1. Tipe Batang Tarik ... xx
2.5.2. Batas Kelangsingan ... xx
2.5.3. Kuat tarik Rencana ... xx
2.5.4. Faktor Panjang Tekuk (Kc) ... xx
v
2.6.Baja Tulangan Beton ... xx
BAB III APLIKASI PERHITUNGAN ... 68
3.1. Konstruksi Atap ... 68
3.1.1. Perhitungan Dimensi Gording ... 68
3.1.2. Perhitungan Batang Tarik (Trackstang) ... 68
BAB IV ANALISA MASALAH DAN PEMBAHASAN ... 73
4.1.Analisis Profil Pada Rangka Baja Tipe I (IWF) ... 73
4.1.1. Bentang 20 m ... 74
4.1.2. Bentang 25 m ... 75
4.1.3. Bentang 30 m ... 77
4.2.Analisis Profil Pada Rangka Baja Tipe II (IWF + CNP) ... 80
4.2.1. Bentang 20 m ... 80
4.2.2. Bentang 25 m ... 81
4.2.3. Bentang 30 m ... xx
4.3. Perbandingan Rangka Baja Tipe I (IWF) dan Tipe II (IWF + CNP) ... 82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 108
5.1. Kesimpulan ... 108
5.2. Saran ... 111
DAFTAR PUSTAKA
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Tampak Depan Konstruksi Portal Baja Tipe I ... 3
Gambar 1.2 Tampak Depan Konstruksi Portal Baja Tipe II ... 4
Gambar 2.1 Hubungan Tegangan – Regangan Uji Tarik Pada Baja Lunak 12
Gambar 2.2 Penentuan Tegangan Leleh ... 16
Gambar 2.3 Nomogram Panjang Tekuk ... 32
Gambar 3.1 Tampak Depan Rangka Baja Gable ... 35
Gambar 3.2 Tinggi Balok Atap ... 36
Gambar 3.3 Profil Channel Lips Gording ... 37
Gambar 3.4 Gambar Gaya Kerja Pada Gording ... 38
Gambar 3.5 Gambar Gaya Kerja Pada Beban Hidup ... 39
Gambar 3.6 Gambar Gaya Kerja Pada Beban Pekerja ... 40
Gambar 3.7 Gambar Momen Akibat Beban Pekerja ... 41
Gambar 3.8 Gambar Gaya Kerja Akibat Beban Angin ... 42
Gambar 3.9 Gambar Dimensi Gording Variasi Dengan Trackstang ... 46
Gambar 4.1 Struktur Rangka Baja Tipe I ... 49
Gambar 4.2 Struktur Rangka Baja Tipe II ... 49
Gambar 4.3 Profil Kolom IWF ... 50
Gambar 4.4 Profil Balok IWF ... 54
Gambar 4.5 Profil Kolom IWF ... XX Gambar 4.6 Profil Balok IWF ... XX Gambar 4.7 Profil Kolom IWF ... XX Gambar 4.8 Profil Balok IWF ... XX Gambar 4.9 Profil Kolom IWF ... XX Gambar 4.10 Profil Balok CNP ... XX Gambar 4.11 Potongan CNP ... XX Gambar 4.12 Potongan CNP dan Besi Beton ... 50
Gambar 4.13 Keseimbangan ... 50
Gambar 4.14 Potongan CNP dan Besi Beton ... 50
Gambar 4.15 Detail Potongan A - A ... 50
vii
Gambar 4.17 Profil Balok CNP ... 50
Gambar 4.18 Potongan CNP ... 50
Gambar 4.19 Potongan CNP dan Besi Beton ... 50
Gambar 4.20 Keseimbangan ... 50
Gambar 4.21 Potongan CNP dan Besi Beton ... 50
Gambar 4.22 Detail Potongan A - A ... 50
Gambar 4.23 Profil Kolom IWF ... 50
Gambar 4.24 Profil Balok CNP ... 50
Gambar 4.25 Potongan CNP ... 50
Gambar 4.26 Potongan CNP dan Besi Beton ... 50
Gambar 4.27 Keseimbangan ... 50
Gambar 4.28 Potongan CNP dan Besi Beton ... 50
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GRAFIK
Halaman Grafik 4.1 Hubungan Berat Profil Dengan Panjang Kolom
Rangka Baja Tipe I ... 44 Grafik 4.2 Hubungan Berat Profil Dengan Panjang Balok
Rangka Baja Tipe I ... 44 Grafik 4.3 Hubungan Berat Profil Dengan Panjang Kolom
Rangka Baja Tipe II ... 44 Grafik 4.4 Hubungan Berat Profil Dengan Panjang Balok
Rangka Baja Tipe I ... 44 Grafik 4.5 Hubungan Berat Profil Dengan Panjang Besi Beton
Rangka Baja Tipe II ... 44 Grafik 4.6 Hubungan Berat Profil Dengan Panjang Kolom
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lintasan kritis dari Microsoft Project 2007
Lampiran 2 Lintasan kritis dari Primavera 6.0
Lampiran 3 Time schedule proyek
i
ABSTRAK
Dalam perencanaan suatu proyek konstruksi, volume bahan merupakan hal yang menjadi prioritas utama untuk dianalisis. Pada suatu konstruksi bangunan baja, tidak terlepas dari balok-kolom dan element-element pelat. Dalam merencanakan struktur rangka baja tentunya diinginkan struktur yang kuat, indah, aman dan ekonomis. Baja adalah bahan bangunan dengan nilai komoditas tinggi, kekuatan dan juga nilai praktis dalam pengaplikasiannya. Oleh karena itu dalam merencanakan bangunan konstruksi, terutama rangka baja ada banyak faktor yang harus diperhitungkan guna mencapai titik persilangan antara nilai efektif dan nilai efisiennya penggunaan baja yaitu titik optimum penggunaan baja tersebut. Optimum atau tidaknya desain rangka baja itu sudah tentu sangat dipengaruhi oleh pembebanan yang didesain mampu dipikul oleh rangka sesuai peruntukan konstruksi tersebut nantinya. Upaya untuk menentukan profil yang paling optimum tersebut tentu tetap dilakukakan demi mencapai volume baja yang seekonomis mungkin namun masih aman dan sesuai dengan standar dan metode penghitungan yang dipakai. Dalam analisis tersebut tentu ada jenis profil yang diperbandingkan yang paling lazim digunakan agar nantinya diperoleh profil mana yang paling optimum. Selain membandingkan profil, juga dilakukan perhitungan yang membandingkan antara jenis rangka atap yang berbeda juga. Itu berarti selain memperbandingkan satu profil tunggal dengan profil tunggal lainnya, juga dibandingkan dengan kombinasi satu atau dua profil tunggal yang didesain menjadi sebuah tipe rangka majemuk. Adapun profil yang dipakai adalah profil baja IWF, channel lips, dan besi beton. Dan mutu baja yang digunakan dalam analisis adalah baja jenis BJ 37. Kemudian untuk mendapatkan panjang bentang paling ideal maka masing – masing profil baja divariasikan ke dalam tiga jenis bentang lagi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui profil dengan jenis rangka mana yang mempunyai volume optimum dalam memikul beban atau gaya – gaya dalam yang diperoleh melalui analisis
program Software SAP2000. Data – data khusus yang diperlukan dalam analisis ini diasumsikan namun tetap sesuai dengan peraturan – peraturan konstruksi yang berlaku. Selanjutnya, masing – masing jenis profil tersebut akan direncanakan dalam 3 variasi bentang tadi yang dihitung dengan menggunakan sofware SAP2000. Kemudian setelah diperoleh gaya – gaya dalam oleh desain pembebanan yang direncakan maka akan dihitung dan ditentukan jenis dan ukuran profil yang mampu memikul gaya pada rangka. Setelah dilakukan analisis diperoleh data dari masing – masing bentang dan profil. Dari output perhitungan tersebut dapat disimpulkan berapa volume total yang diperlukan masing – masing profil pada tiga bentang yang berbeda dan profil mana yang paling optimum mampu memikul gaya pada bentang dan pembebanan yang sama.
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Di era modern sekarang ini, pembangunan dan perkembangan teknologi maju dengan pesat seiring dengan kemajuan di bidang ekonomi dan industri
terutama di wilayah perkotaan.
Hal ini dapat dijadikan sebagai indikasi bahwa masyarakat pada umumnya mengalami kemajuan gaya hidup yang berdampak dapat memacu
peningkatan pembangunan di bidang-bidang lain, seperti gedung pusat olahraga semisal futsal, tempat perbelanjaan, termasuk gedung-gedung perindustrian.
Dalam hal ini teknik sipil sebagai disiplin ilmu sangat berkembang sebagai jawaban dari kemajuan ekonomi dan indutri suatu kawasan. Perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknik sipil mengakibatkan perubahan sistem konstruksi
baik ditinjau dari segi mutu, bahan, struktur konstruksi serta ekonomisnya. Untuk itu dituntut kesadaran bahwa seseorang yang berkecimpung di dunia konstruksi
harus dapat mengantisipasi hal-hal tersebut di atas.
Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang lazim digunakan dalam struktur bangunan sipil. Karena kekuatannya yang tinggi dan ketahanannya
terhadap gaya yang bekerja serta nilai keekonomisannya maka bahan baja telah menjadi pilihan utama untuk konstruksi bangunan seperti gedung perindustrian,
menara/tower.
Pada perencanaan suatu bangunan haruslah membuat kriteria dasar untuk menilai tercapai atau tidaknya suatu penyelesaian yang optimum. Adapun kriteria
2 waktu konstruksi yang singkat, tenaga kerja yang minim, serta operasional kerja yang minimum.
Untuk bangunan konstruksi rangka baja, perencanaan struktur dilakukan
untuk mendapatkan suatu struktur yang stabil seperti memiliki kekuatan dan kekakuan yang memadai, memiliki nilai ekonomis pada pembiayaan awal dan
pada saat perawatan/pemeliharaan serta kemudahan pelaksanaannya, memiliki umur pelayanan yang lama, dan juga penyesuaian konstruksi yang diperlukan pada masa yang akan datang.
Itulah sebabnya mengapa semakin kompleksnya tantangan yang dihadapi dalam perencanaan suatu konstruksi rangka baja. Umumnya tujuan perencanaan
struktur adalah untuk menghasilkan suatu struktur yang stabil, kuat, kokoh dan memenuhi tujuan lainnya seperti aspek ekonomis dan kemudahan pelaksanaan. Suatu struktur dapat dikatakan stabil jika konstruksi tersebut tidak mengalami
guling, miring atau bergeser selama umur rencana bangunan. Dikatakan kuat dan kokoh karena kemungkinan terjadinya kegagalan struktur dan hilangnya kemampulayanan struktur selama umur rencana adalah kecil dan dalam batas
yang dapat diterima serta kerusakan yang dan keausan yang terjadi pada konstruksi selama umur rencana masih memenuhi batas wajar dan tidak perlu
dilakukan pemeliharaan yang berlebihan. Dalam hal ini, penentuan dimensi profil yang sesuai sangat diperlukan sebab nantinya profil baja yang dipilih harus kuat memikul beban-beban yang terjadi terhadap struktur dan juga mempertimbangkan
aspek keekonomisan dan optimalisasi profil yang akan dipakai.
Pada akhirnya akan didapat bobot atau volume dari konstruksi rangka baja,
3 tersebut. Semakin besar volumenya maka semakin mahal pulalah biaya konstruksi dan sebaliknya. Oleh sebab itulah, dapat timbul masalah dalam penentuan tipe profil rangka batang dalam hal pencapaian nilai ekonomis dan optimasi konstruksi
rangka baja.
Adapun masalah yang akan dibahas pada tulisan ini adalah menentukan
bobot total minimum suatu konstruksi baja rangka batang gedung industri. Ada beberapa profil yang digunakan untuk merencanakan suatu konstruksi baja dengan tujuan memperoleh nilai ekonomis dan struktur yang aman. Dari beberapa profil
baja yang digunakan tentunya memberikan hasil yang berbeda. Disini penulis membandingkan baja profil 2C ,IWF dan besi beton.
4 Gambar 1.2 Tampak Depan Konstruksi Portal Baja Tipe II (IWF + CNP)
I.2 Tujuan
Adapun penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk:
1. Mendapatkan desain struktur rangka baja dari hasil perhitungan yaitu dimensi sesuai dengan masing-masing profil.
2. Mendapatkan perbandingan bobot atau volume baja sesuai dimensi dari masing-masing profil baja
3. Mengoptimasi dan lebih memahami pengaruh penggunaan profil dalam suatu struktur rangka baja khususnya rangka baja dengan profil 2C, besi beton, dan IWF.
5
I.3 Pembatasan Masalah
Oleh karena dibatasi pengetahuan, sumber daya, literatur, dan jurnal yang dimiliki, maka penulis melakukan pembatasan masalah. Dengan demikian analisis
dan kajian yang dibahas akan tetap mengarah dan sesuai dengan judul tugas akhir ini.
Adapun batasan-batasan masalahnya adalah :
1. Penulisan tugas akhir ini tidak membahas mengenai sambungan profil rangka baja.
2. Penulisan tugas akhir ini hanya membahas dan menentukan jenis tipe rangka baja paling optimum melalui volume total baja dari perbandingan
volume total rangka baja tipe I dan tipe II.
3. Penulisan tugas akhir ini tidak membahas biaya perakitan, pengelasan dan pemasangan rangka baja baik Tipe maupun Tipe II.
4. Perencanaan dimensi profil struktur baja yang mana perhitungan beban berdasarkan peraturan muatan angin dan perencanaan profil konstruksi menggunakan metode Allowable Stress Design (ASD).
5. Mutu Baja yang digunakan Adalah BJ 37 (Fe 360) 6. Bentang struktur divariasikan dalam 3 bentang.
7. Material yang digunakan baja 8. Tumpuan sendi dan sendi. 9. Profil IWF, baja tulangan, 2C.
6
I.4 Metodologi
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah studi literatur, untuk memperoleh rumus-rumus dan teori- teori yang sumbernya
berasal dari buku-buku jurnal dan buku-buku yang berhubungan dengan analisa yang akan dibahas serta masukan-masukan dari dosen pembimbing. Sedangkan
dalam perhitungan mekanikanya digunakan program software SAP2000. Setelah didapat gaya-gaya dalam yang bekerja pada masing-masing batang yang membentuk konstruksi maka dilakukan penentuan dimensi batang sehingga
volume rangka dapat diketahui.
I.5 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dari judul tugas akhir yang telah ditetapkan, batasan masalah, tujuan, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori dan rumus-rumus yang
berhubungan dengan penulisan tugas akhir yaitu mengenai baja, tipe-tipe pembebanan, metode perhitungan statika, karakteristik baja, dan berbagai macam dimensi profil baja yang sering digunakan.. Dasar teori didapatkan dari
7 BAB III APLIKASI PERHITUNGAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai metode yang akan digunakan untuk menyelesaikan penulisan tugas akhir.
BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS
Bab ini berisi hasil-hasil perhitungan dalam perencanaan struktur bangunan gedung industri. Analisis dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus yang ada pada Bab II serta berdasarkan batasan-batasan yang sudah ditetapkan
dalam ruang lingkup dan batasan pembahasan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini sebagai penutup yang berisikan kesimpulan dan saran yang dapat diambil dari penulisan tugas akhir dengan menitikberatkan pada optimalisasi dan
8
BAB II
LANDASAN TEORI
Baja adalah bahan komoditas tinggi terdiri dari Fe dalam bentuk kristal
dan karbon. Besarnya unsur karbon adalah 1,6%. Pembuatan baja dilakukan dengan pembersihan dalam temperatur tinggi. Besi mentah tidak dapat ditempa. Dimana pembuatan baja dengan menggunakan proses dapur tinggi dengan bahan
mentahnya biji besi (Fe) dengan oksigen (O) dan bahan-bahan lainnya. Baja juga diartikan sebagai logam paduan dengan besi sebagai unsur dasar dan karbon
sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0,21% sampai 2,1% berat sesuai grade-nya. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi kristal
(crystallattice) atom besi.
Unsur paduan lain yang biasa ditambahkan selain karbon adalah mangan, krom, vanadium, dan tungsten. Dengan memvariasikan kandungan karbon dan
unsur paduan lainnya, berbagai jenis kualitas baja bisa didapatkan. Penambahan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai jenis kualitas baja bisa
didapatkan. Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan kekerasan ( hardness ) dan kekuatan tariknya ( tensilestrength ), namun disisi lain membuatnya menjadi getas serta menurunkan keuletannya (ductility).
9 dalam hal bangunan, misalnya bangunan gedung perkantoran, pabrik, rumah sakit, sekolah, dll.
2.1 Umum
Baja merupakan sauatu bahan konstruksi yang lazim digunakan dalam struktur bangunan sipil. Karena kekuatan yang tinggi dan ketahanan
terhadap gaya luar yang besar maka baja ini juga telah menjadi bahan pilihan untuk konstruksi menara air rangka baja. Struktur baja bisa dibagi atas tiga
kategori umum :
a. Struktur rangka (framed structure), yang elemennya bisa terdiri dari batang tarik, kolom, balok dan batang yang mengalami gabungan lenturan dan beban aksial.
b. Struktur gantung (suspension), yang sistem pendukung utamanya mengalami tarikan aksial yang dominan.
c. Struktur selaput (sheel), yang tegangan aksialnya dominan.
Pengetahuan mengenai karakteristik baja merupakan keharusan
apabila seorang insinyur menggunakan baja sebagai pilihan untuk merencanakan suatu bagian struktur. Sifat mekanisme yang sangat penting pada baja diperoleh
berdasarkan hukum eksperimental tegangan dan regangan yang didapatkan oleh Robert Hooke pada tahun 1678. jika benda mengalami pembebanan, didapatkan bahwa untuk bahan tertentu perpanjangannya berbanding lurus dengan
10 elastic yang penampangnya sama dibebani menurut sumbunya, tegangannya sama pada seluruh penampang dan besarnya sama dengan besar beban dibagi dengan luas penampangnya. Regangan sumbu sama dengan pertambahan
panjang dibagi dengan panjang semula, sehinggga dapat ditulis:
A P
U O
L L
L
E .
dimana : P = gaya aksial yang bekerja pada penampang
A = luas penampang
Lo = panjang mula – mula
L = panjang batang setelah mendapatkan beban
E = modulus elastisitas
Baja untuk bahan struktur termasuk kedalam baja yang persentase zat arang yang ringan ( mild carbon steel ), semakin tinggi kadar zat arang yang terkandung didalamnya, maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat-sifat
11 1. Modulus Elastisitas ( E )
Modulus elastisitas untuk semua baja ( yang secara relative tidak tergantung dari kuat leleh ) adalah 28000 sampai 30000 ksi
atau 193000 sampai 207000 Mpa. Nilai untuk desain lazimnya diambil sebesar 29000 ksi atau 200000 Mpa.
Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Indonesia ( PPBBI ),
nilai modulus elastisitas baja adalah 2,1 x 106 kg/cm² atau 2,1 x 105 MPa.
2. Modulus Geser ( G )
Modulus geser setip bahan elastis dihitung berdasarkan formula :
) 1 ( 2 E
G
Dimana µ = perbandingan poisson yang diambil sebesar 0,3 untuk
baja. Dengan menggunakan µ = 0,3 maka akan memberikan G = 11000 ksi atau
77000 MPa.
Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (
PPBBI ), nilai modulus geser ( gelincir ) baja adalah 0,81 x 106
kg/cm² atau 0,81 x
12 3. Koefisien Ekspansi ( α )
Koefisien ekspansi adalah koefisien pemuaian linier. Koefisien
ekspansi baja diambil sebesar 12 x 10-6 per 0C. 4. Tegangan Leleh ( σ1 )
Tegangan leleh ditentukan berdasarkan mutu baja.
5. Sifat – sifat lain yang penting.
Sifat – sifat ini termasuk massa jenis baja, yang sama dengan 490
pcf atau 7,850 t/m3, atau dalam berat satuan, nilai untuk baja sama dengan 490 pcf atau 76, 975 kN/m³, berat jenis baja umumnya
adalah sebesar 7,85 t/m3.
2.2. Mutu Baja
Untuk mengetahui hubungan antara tegangan dan regangan pada baja dapat dilakukan dengan uji tarik di laboratorium. Sebagian besar percobaan atas
baja akan menghasilkan bentuk hubungan antara tegangan dan regangan seperti tergambar di bawah ini.
13 Keterangan gambar :
σ = tegangan baja
ε = regangan baja
A = titik proporsional A’ = titik batas elastis B = titik batas plastis M = titik runtuh
C = titik putus
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sampai titik A hubungan antara tegangan dan regangan masih linier atau keadaan masih mengikuti hukum Hooke. Kemiringan garis OA menyatakan besarnya modulus elastisitas E. Diagram regangan untuk baja lunak memiliki titik leleh atas ( upper yield point ), σyu dan daerah leleh datar. Secara praktis, letak titik leleh atas ini, A’ tidaklah terlalu berarti sehingga pengaruhnya sering diabaikan. Titik A’ sering juga disebut sebagai titik batas elastis ( elasticity limit ). Sampai batas ini bila gaya tarik dikerjakan pada batang baja maka batang tersebut akan berdeformasi. Selanjutnya bila gaya itu dihilangkan maka batang akan kembali ke bentuk semula. Dalam hal ini batang tidak mengalami deformasi permanen.
Bila beban yang bekerja bertambah, maka akan terjadi pertambahan regangan tanpa adanya pertambahan tegangan. Sifat pada daerah AB inilah yang disebut sebagai keadaan plastis. Lokasi titik B, yaitu titik batas plastis.
Daerah BC merupakan daerah strain hardening, dimana pertambahan
regangan akan diikuti dengan sedikit pertambahan tegangan. Disamping itu, hubungan tegangan dengan regangannya tidak lagi bersifat linier.
14
strength ). Akhirnya bila beban semakin bertambah besar lagi maka titik C batang akan putus.
Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat baja mulai
meleleh. Dalam kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh, sebab perubahan dari elastisitas menjadi plastis seringkali besarnya tidak
tetap.sebagai standar menentukan besarnya tegangan leleh dihitung dengan menarik garis sejajar dengan sudut kemiringan modulus elastisitasnya, dari regangan sebesar
0.2 %.
Harga konstanta – konstanta diatas untuk baja structural adalah :
• Modulus Elastisitas E = 2,1 x 106 kg/cm²
• Modulus Geser G = 0,81 x 106 kg/cm²
• Angka Poison = 0,30
• Koefisien Muai α1 = 12 x 10-6 per º C
Sifat fisik batangan tulangan baja yang paling penting, untuk digunakan
dalam perhitungan perencanaaan beton bertulangan adalah tegangan leleh (fc) dan modulus elastiisitas (E). Tegangan leleh (titik leleh) baja ditentukan melalui
prosedur pengujian standar sesuai dengan SII 0136-84, dengan ketentuan bahwa tegangan leleh adalah tegangan baja pada saat meningkatnya tegangan tidak disertai lagi dengan peningkatan regangannya. Didalam perencanaan atau analisis
15 Disamping usaha standarisasi yang telah dilakukan masing – masing negara produsen baja, kebanyakan negara produsen baja pada dewasa ini masih berorientasi pada spesifikasi teknis yang ditetapkan ASTM. Di Indonesia
produksi baja tulangan dan baja struktur telah diatur sesuai dengan Standard Industri Indonesia.
Tabel 2.1 Daftar tegangan dari beberapa jenis baja
JENIS BAJA TEGANGAN LELEH (σ1) TEGANGAN ULTIMATE
(kg/cm2) (σu)
BJ 34 2100 3400
BJ 37 2400 3700
BJ 41 2500 4100
BJ 44 2800 4400
BJ 50 2900 5000
BJ 52 3600 5200
Baja merupakan bahan struktur yang sangat luas penggunaannya, sehingga harus memenuhi standar yang telah ditetapkan. Menurut sifatnya baja merupakan
bahan yang keseragamannya dari komposisinya sangat baik dan homogenitasnya sangat tinggi terutama Fe (Ferum) dalam bentuk Kristal dan zat arang (C), dalam
pembersihan kristalnya melalui panas yang tinggi serta proses selanjutnya, kemudian akan diperoleh besi kasar dari dapur pemroses (tanur tinggi). Untuk menjamin daktilitas dari baja, maka persentase maksimum dari zat arang, posfor
dan sulfur dibatasi. Pembatasan komposisi maksimum dari campuran tersebut adalah 1,7 % zat arang(C) ; 1,65 % Mangan (Mn) ; 0,6 % Silikjon ; 0,60 %
Tembaga (Cu).
16 tetapi mengurangi daktilitas, sehingga sukar dilas. Pengelasan akan ekonomis dan memuaskan bila kandungan karbon baja tersebut tidak lebih dari 0,30 %.
Gambar 2.2 Penentuan tegangan leleh.
Dari titik regangannya 0,2 % ditarik garis sejajar dengan garis OB
sehingga memotong grafik tegangan regangan dan memotong sumbu tegangan.Tegangan yang diperoleh ini disebut dengan tegangan leleh. Tegangan- tegangan leleh dari bermacam-macam baja bangunan diperlihatkan pada tabel 2.1
di atas.
Kekuatan baja ini tergantung kepada kadar karbon dan mangan yang dikandungnya. Penambahan persentase karbin meningkatkan tegangan leleh
tetapi mengurangi daktilitas, sehingga sukar dilas. Pengelasan akan ekonomis dan memuaskan bila kandungan karbon baja tersebut tidak lebih dari 0,30 %.
17
• Nilai kesatuan yang tinggi per satuan berat
• Keseragaman bahan dan komposit bahan yang tidak berubah
terhadap waktu
• Dengan sedikit perawatan akan didapat masa pakai yang tidak
terbatas
• Daktilitas yang tinggi
• Mudah untuk diadakan pengembangan struktur
Disamping itu baja juga mempunyai kekurangan dalam hal
• Biaya perawatan yang besar
• Biaya pengadaan anti api yang besar ( fire proofing cost )
• Dibandingkan dengan kekuatannya kemampuan baja melawan tekuk
kecil
• Nilai kekuatannya akan berkurang, jika dibebani secara
berulang / periodik, hal ini biasanya disebut dengan leleh atau
fatigue.
Semua bahan bangunan yang telah dikenal dan dipakai dalam konstruksi pada umumnya mempunyai beberapa kekurangan bila dibandingkan dengan
bahan baja, seperti misalnya kayu (terlalu lemah), batu (terlalu besar volumenya), tanah liat dan bagian-bagian pohon (terlalu temporer) atau kurang mempunyai daya tahan terhadap kekuatan tarik dan terlalu getas terhadap
18 mempunyai sifat-sifat lain yang menguntungkan sehingga menjadikannya sebagai salah satu bahan bangunan yang sangat umum dipakai dewasa ini. Penjelasan singkat tentang beberapa sifat- sifat baja akan diutarakan berikut ini:
1. Kekuatan Tinggi
Dewasa ini baja diproduksi dengan berbagai kekuatan yang bisa dinyatakan dengan kekuatan tegangan tekan lelehnya Fy
atau oleh tegangan tarik batas Fu. Bahan baja walaupun dari jenis yang paling rendah kekuatannya tetap mempunyai
perbandingan kekuatan per volume lebih tinggi bila dibandingkan dengan bahan-bahan bangunan lainnya yang umum dipakai. Hal ini memungkinkan perencanaan sebuah konstruksi baja bisa
mempunyai beban mati yang yang lebih kecil untuk bentang yang lebih panjang, sehingga memberikan kelebihan ruang dan
volume yang dapat dimanfaatkan akibat langsingnya profil yang dipakai.
2. Kemudahan Pemasangan
Semua bahan-bahan baja bisa dipersiapkan di bengkel. Sehingga
satu-satunya kegiatan yang dilakukan di lapangan adalah kegiatan pemasangan bagian-bagian konstruksi yang telah dipersiapkan.
Sebagian besar dari komponen-komponen konstruksi mempunyai bentuk standard yang siap dan bisa diperoleh di toko-toko besi,
19 standard dan sifat-sifat yang tertentu dan mudah diperoleh dimana-mana.
3. Keseragaman
Sifat-sifat dari baja, baik sebagai bahan bangunan maupun dalam
bentuk struktur terkendali dengan baik sekali, sehingga dapat diharapkan elemen- elemen dari struktur bisa berprilaku sesuai
dengan yang diduga dalam perencanaan. Dengan demikian bisa dihindari terdapatnya proses pemborosan yang biasanya terjadi
dalam perencanaan akibat adanya berbagai ketidakpastian. 4. Daktilitas
Sifat dari baja yang mengalami deformasi yang besar di bawah
pengaruh tegangan tarik yang tinggi tanpa hancur atau putus disebut sifat daktilitas. Adanya sifat ini membuat struktur baja mampu
mencegah terjadinya proses robohnya bangunan secara tiba-tiba. Sifat ini sangat menguntungkan ditinjau dari sudut keamanan penghuni bangunan bila terjadi suatu goncangan yang tiba-tiba,
seperti misalnya pada peristiwa gempa bumi.
Disamping itu masih ada juga keuntungan lain yang dapat kita peroleh dari struktur baja, seperti:
1. Proses pemasangan di lapangan berlangsung cepat. 2. Profil baja dapat dilas.
3. Komponen-komponen strukturnya bisa digunakan lagi untuk
20 4. Komponen-komponen yang sudah tidak dapat digunakan lagi
masih mempunyai nilai sebagai besi tua.
5. Struktur yang dihasilkan bersifat permanen dengan cara pemeliharaan yang tidak terlalu sukar.
Di samping keuntungan-keuntungan tersebut, bahan baja juga mempunyai kelemahan-kelemahan sebagai berikut:
1. Komponen-komponen struktur yang dibuat dari bahan baja
perludiusahakan supaya tahan api sesuai dengan peraturan yang berlaju untuk bahaya kebakaran.
2. Diperlukannya suatu biaya pemeliharaan untuk mencegah
bajadari bahaya karat.
3. Akibat kemampuannya menahan tekukan pada batang-batang yang langsing, walaupun dapat menahan gaya-gaya aksial,
tetapi tidak bisa mencegah terjadinya pergeseran horizontal.
Perlu diperhatikan bahwa pada suhu yang tinggi seperti yang terdapat bila terjadi kebakaran pada bangunan, kekuatan dari struktur
baja akan menurun secara drastis dan untuk mencegah supaya bangunan tidak roboh secara tiba-tiba, struktur baja harus dilindungi dengan bahan tahan api atau dengan cara-cara perlindungan lainnya yang sejenis. Cara
umum untuk melindungi konstruksi baja dari bahaya api adalah dengan melapisinya kurang lebih setebal 1 inchi dengan campuran semen, adukan
21
2. 3 Profil Baja
Bentuk profil baja yang didasarkan cara pembuatannya, yaitu:
a. Hot rolled shapes: Disini profil baja dibentuk dengan cara blok-blok baja yang panas diproses melalui rol-rol dalam pabrik. Hot rolled shapes ini
mengandung tegangan residu (residual stress). Jadi sebelum batang dibebani pun sudah ada residual stress yang berasal dari pabrik.
b. Cold formed shapes: Profil semacam ini dibentuk dari pelat-pelat yang sudah jadi, menjadi profil baja dengan temperatur atmosfir (dalam keadaan dingin, ingat mengenai strain aging). Tebal pelat yang dibentuk menjadi
profil disini tebalnya kurang dari 3/16 inch. Profil macam ini ringan dan sering disebut sebagai light gage form steel.
Terdapat banyak jenis bentuk profil baja struktural yang tersedia di
pasaran. Semua bentuk profil tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri. Beberapa jenis profil baja yang dipakai dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah profil profil siku (L), C dan IWF.
Profil S adalah balok standard Amerika. Profil ini memiliki bidang
flens yang miring, dan web yang relative lebih tebal. Profil ini jarang digunakan dalam konstruksi, tetapi masih digunakan terutama untuk beban terpusat yang
sangat besar pada bagian flens.
Profil siku atau profil L adalah profil yang sangat cocok untuk digunakan sebagai bracing dan batang tarik. Profil ini biasa digunakan secara
22 Profil C atau kanal mempunyai karakteristik flens pendek, yang mempunyai kemiringan permukaan dalam sekitar 1 : 6. Aplikasinya biasanya digunakan sebagai penampang tersusun, bracing tie, ataupun elemen dari bukan
rangka (frame opening).
Profil HP adalah profil jenis penumpu (bea ring type shape)
yang mempunyai karakteristik penampang agak bujursangkar dengan flens dan
web yang hampir sama tebalnya. Biasanya digunakan sebagai fondasi tiang pancang. Bisa juga digunakan sebagai balok dan kolom, tetapi umumnya kurang
efisien.
Profil IWF terutama digunakan sebagai elemen struktur balok dan kolom. Semakin tinggi profil ini, maka semakin ekonomis untuk banyak aplikasi.
2.4 Pembebanan
Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Penentuan secara pasti besarnya beban yang bekerja pada suatu struktur selama
umur layannya merupakan salah satu pekerjaan yang cukup sulit. Dan pada umumnya penentuan besarnya beban hanya merupakan suatu estimasi saja. Meskipun beban yang bekerja pada suatu lokasi dari struktur dapat
diketahui secara pasti, namun distribusi beban dari elemen ke elemen, dalam suatu struktur umumnya memerlukan asumsi dan pendekatan. Jika
beban – beban yang bekerja pada struktur telah diestimasi, maka masalah berikutnya adalah menentukan kombinasi kombinasi beban yang paling dominan yang mungkin bekerja pada struktur tersebut. Besar beban yang
23 berlaku, sedangkan masalah dari kombinasi beban – beban yang bekerja telah diatur dalam PPBBI 1983.
Dalam analisis struktur, beban-beban yang bekerja pada struktur
selalu diberikan sebagai besaran yang diletahui. Dalam merencanakan struktur bangunan, beban-beban yang bekerja pada struktur yang akan
dianalisis harus ditentukan oleh perencana.
Di Indonesia, peraturan perencanaan untuk bangunan gedung memberikan berbagai spesifikasi beban rencana minimum, yang harus
digunakan di dalam perencanaan bangunan, sehingga keselamatan publik dapat dijamin pada suatu tingkat keamanan tertentu.
Ada tiga jenis beban dalam keadaan statik yang bekerja pada struktur yaitu : beban mati, beban, dan kejut. Sedangkan dampak lingkungan akan memberikan beban berupa : angin, hujan, gempa bumi,
perubahan temperatur, penurunan pondasi, kesalahan pemasangan, toleransi konstruksi, tekanan tanah serta tekanan hidrostatik, yang dikonversikan menjadi beban-beban statik ekivalen yang bekerja pada struktur sebagai
beban hidup, beban ini sering disebut sebagai beban sementara. Struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi
pembebanan dibawah ini :
a) 1,4 D
b) 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)
c) 1,2 D + 1,6 (La atau H) + ( γLL atau 0,8 W)
d) 1,2 D + 1,3 W + γLL + 0,5 (La atau H)
24
D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap,
tangga, dan peralatan layan tetap.
L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut.
La adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak.
H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air.
W adalah beban angin.
E adalah beban gempa
γL γL = 0,5 bila L < 5 kPa, dan γL = 1 bila L ≥ 5 kPa
Beberapa jenis pembebanan antara lain :
2.4.1. Beban Mati
Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung / bangunan
yang bersifat tetap selama masa layan struktur, termasuk unsur-unsur tambahan, finishing, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian tak terpisahkan dari gedung/bangunan tersebut. Termasuk dalam
beban ini adalah berat struktur, pipa - pipa , saluran listrik , AC, penutup lantai dan plafon. Beberapa contoh berat dari beberapa
25 besarnya beban mati dari suatu gedung / bangunan diperlihatkan berikut ini ;
Bahan Bangunan Berat
• Baja 7850 kg/m3
• Beton 2200 kg/m3
• Beton Bertulang 2400 kg/m3
• Kayu (kelas I) 1000 kg/m3
• Pasir (kering udara) 1600 kg/m3
Komponen Gedung Berat
• Spesi dari semem per cm tebal 21 kg/m3
• Dinding batu bata ½ batu 250 kg/m3
• Penutup atap genting 50 kg/m3
• Pentup lantai ubin semen per cm tebal 24 kg/m3
Beban mati yang terdapat pada struktur menara air adalah berat
tangki pelat baja dan berat air sebesar 25 m3
2.4.2. Beban Hidup
Beban hidup adalah beban gravitasi yang bekerja pada struktur dalam masa layannya, dan timbul akibat penggunaan suatu gedung. Termasuk
26 lokasi beban yang senantiasa berubah-ubah, maka penentuan beban hidup secara pasti adalah merupakan suatu hal yang cukup sulit.
Beberapa contoh beban hidup menurut kegunaan suatu bangunan :
Kegunaan Bangunan Berat
• Lantai dan tangga rumah sederhana 125 kg/m3
• Lantai dan tangga kantor, hotel & Rumahsakit 250 kg/m3
• Lantai ruang olahraga 400 kg/m3
• Lantai pabrik, gudang, bengkel & perpustakaan 400 kg/m3
• Lantai gedung parkir bertingkat 800 kg/m3
2.4.3. Beban Angin
Beban angin adalah beban yang bekerja pada struktur akibat tekanan – tekanan dari gerakan angin, beban angin sangat tergantung dari lokasi dan ketinggian struktur. Besarnya tekanan tiup harus
diambil minimum sebesar 25 kg/m3 , kecuali untuk bangunan – banguanan berikut :
• Tekanan tiup ditepi laut hingga 5 km dari pantai harus
diambil minimum 40 kg/m2
• Untuk bangunan didaerah lain yang kemungkinan tekanan
tiupnya lebih dari 40 kg/m2, harus diambil P = V2/16
27
• Untuk cerobong, tekanan tiup dalam kg/m2 harus
ditentukan dengan rumus (42,5 + 0,6 h ), dengan h adalah tinggi cerobong seluruhnya dalam meter.
Nilai tekanan tiup yang diperoleh dari hitungan di atas harus dikalikan dengan suatu koefisien angin, untuk mendapatkan gaya
resultan yang bekerja pada bidang kontak tersebut.
2.4.4. Beban Gempa
Beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada struktur akibat adanya pergerakan tanah oleh gempa bumi, baik
pergerakan arah vertikal maupun horizontal. Namun pada umumnya percepatan tanah arah horizontal lebih besar daripada arah
vertikalnya, sehingga pengaruh gempa horizontal jauh lebih menentukan daripada gempa vertikal. Besarnya gaya geser dasar (statik ekivalen) ditentukan berdasarkan persamaan
R W I C
V t
Dengan C adalah faktor respon gempa yang ditentukan berdasarkan lokasi bangunan dan jenis tanahnya, I adalah faktor keutamaan gedung, R adalah faktor reduksi gempa yang tergantung pada jenis
struktur yang bersangkutan, Wt adalah berat total bangunan termasuk beban hidup yang bersesusaian.
28 keruntuhan akibat tekuk elastis, setelah bagian penampang melintang meleleh, kedaan ini disebut tekuk inelastic (inelastic buckling).
Ada tiga jenis keruntuhan batang tekan yaitu :
1. Keruntuhan akibat tegangan yang terjadi pada penampang
telah melampaui kekuatan materialnya.
2. Keruntuhan akibat batang tertekuk elastic (elastic buckling). Keadaan ini terjadi pada bagian konstruksi yang langsing. Disini
hukum hooke masih berlaku bagi serat penampang dan tegangan yang terjadi tidak melebihi batas proposional
Keruntuhan akibat melelehnya sebagian serat disebut tekuk elastic (inelastic buckling). Kasus semacam ini berada diantara kasus (1) dan kasus (2), dimana pada saat menekuk sejumlah seratnya menjadi inelastic maka
modulus elastisitasnya ketika tertekuk lebih kecil dari harga awalnya.
2.5. Batang Tarik
Batang tarik adalah batang yang mendukung tegangan tarik yang diakibatkan oleh bekerjanya gaya tarik pada ujung-ujung batang. Kestabilan batang ini sangat baik sehingga tidak perlu lagi ditinjau dalam
perencanaan. Batang tarik biasa digunakan pada struktur rangka atap, struktur jembatan rangka, struktur jembatan gantung, pengikat gording, dan penggantung
balkon. Pemanfaatan batang tarik juga telah dikembangkan untuk sistem dinding, struktur atap gantung, dan batang prategangan struktur rangka batang
29
2.5.1 Tipe Batang Tarik
Terdapat beberapa tipe batang tarik yang biasa digunakan, seperti tali kawat, batang bulat dengan ujung bandul berulir, batang mata,
dan plat sambungan pasak. Batang – batang tersebut merupakan batang tarik efisiensi tinggi namun tidak dapat mendukung beban tekan. Selain tipe
diatas, terdapat juga profil – profil struktural dan profil tersusun yang dapat dilihat pada gambar 2.6. Batang tarik tipe ini terutama dipakai dalam struktur rangka batang (truss). Batang tarik tersusun digunakan bila :
a. Kapasitas tarik tunggal tidak memadai b. Kekakuan profil tunggal tidak memadai
c. Detail sambungan memerlukan bentuk tampang lintang tertentu
2.5.2 Batas Kelangsingan
Pembatasan kelangsingan untuk batang – batang yang
direncanakan terhadap tarik dibatasi sebesar 240 untuk batang primer, dan 300 untuk batang sekunder.
2.5.3 Kuat Tarik Rencana
Komponen struktur yang memikul gaya aksial tarik terfaktor Nu,
harus memenuhi persyaratan :
Nu ≤ Nn
Dengan Nn adalah kuat tarik rencana yang besarnya diambil sebagai harga terkecil diantara perhitungan di bawah ini :
pr n g
N A
30
U A An g
Dengan : Ag = luas penampang kotor (mm2)
An = luas netto penampang (mm2)
U = koefisien reduksi
σpr = tegangan profil (Mpa)
Untuk batang tarik yang mempunyai lubang, misalnya untuk penempatan baut, maka luas penampangnya tereduksi, dan dinamakan Luas Netto (An). Lubang pada batang menimbulkan konsentrasi tegangan akibat
beban kerja. Faktor tahanan untuk kondisi fraktur diambil lebih kecil daripada untuk kondisi leleh, sebab kondisi fraktur lebih getas/berbahaya,
dan sebaiknya tipe keruntuhan jenis ini dihindari.
2.5.4 Faktor Panjang Tekuk (Kc)
Kuat tekan batang dapat diketahui setelah kelangsingan batang tersebut diketahui, sedangkan kelangsingan batang dapat diketahui setelah
faktor tekuknya diketahui. Menurut Padosbajayo (1994), secara umum dapat dikemukakan bahwa faktor panjang tekuk untuk kolom portal yang tidak bergoyang lebih kecil atau sama dengan 1 (Kc ≤ 1), sedangakan
faktor panjang tekuk untuk kolom yang bergoyang lebih besar dari 1 (Kc > 1).
31 struktur sesungguhnya, ujung – ujung kolom dihubungkan dengan batang – batang lain menggunakan alat sambung berupa baut, paku keling, atau las. Tentu saja sifat sambung tidak persis suatu anggapan untuk keadaan
sesungguhnya. Untuk tujuan perancangan anggapan kolom ideal umum digunakan. Faktor panjang tekuk kolom ujung – ujung ideal disajikan
[image:43.595.151.469.275.613.2]dalam tabel dibawah ini:
Tabel 2.2 Koefisien Panjang Tekuk Untuk Kolom – Kolom Ideal
32 batang diasumsikan sendi sempurna. Struktur seperti ini dapat dipandang sebagai struktur pada gambar, dimana nilai Kc adalah 1.
Nomogram di bawah ini digunakan untuk menentukan panjang
tekuk sebuah batang yang merupakan bagian dari portal kaku.
[image:44.595.151.504.283.557.2]Untuk portal-portal digunakan nomogram koefisien panjang tekuk di bawah ini:
Gambar 2.3 Nomogram Panjang Tekuk
2.5.5 Pembatasan Kelangsingan
Batang – batang yang direncanakan terhadap tekan angka perbandingan kelangsingan dibatasi sebesar 200
200 min
i K
L c
33 L = panjang batang
K = faktor panjang tekuk imin = jari – jari girasi terkecil
Untuk batang – batang yang direncanakan terhadap
tarik, angka perbandingan kelangsingan dibatasi sebesar 300 untuk batang sekunder dan sebesar 240 untuk batang primer. Batang – batang
yang ditentukan oleh gaya tarik, namun dapat berubah menjadi tekan yang tidak dominan pada kondisi pembedaan yang lain, tidak perlu memenuhi
batas kelangsingan batang tekan.
2.6. Baja Tulangan beton
Baja tulangan beton adalah baja berbentuk batang berpenampang bundar yang digunakan untuk penulangan beton, yang diproduksi dari
bahan baku billet dengan cara canai panas (hot rolling).
Berdasarkan bentuknya, baja tulangan beton dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu baja tulangan beton polos dan baja tulangan beton
sirip.
Baja tulangan beton polos adalah baja tulangan beton
berpenampang bundar dengan permukaan rata tidak bersirip, disingkat BjTP.
Baja tulangan beton sirip adalah baja tulangan beton dengan bentuk khusus yang permukaannya memiliki sirip melintang dan rusuk
34 menahan gerakan membujur dari batang secara relatif terhadap beton, disingkat BjTS.
No. Penamaan
Diameter nominal (d) (mm)
Luas penampang Nominal (L)
(cm2)
Berat nominal per meter
(kg/m)
1. P.6 6 0,2827 0,222
2. P.8 8 0,5027 0,395
3. P.10 10 0,7854 0,617
4. P.12 12 1,131 0,888
5. P.14 14 1,539 1,12
6. P.16 16 2,011 1,58
7. P.19 19 2,835 2,23
8. P.22 22 3,801 2,98
9. P.25 25 4,909 3,85
10. P.28 28 6,158 4,83
11. P.32 32 8,042 6,31
35
BAB III
APLIKASI PERHITUNGAN
Data Perhitungan
Gambar 3.1 Tampak Depan Rangka Baja Gable
Ketentuan - Ketentuan :
1. Type Konstruksi : Portal Gable
2. Bahan Penutup Atap : Spandek 3. Jarak Antar Portal : 6 meter 4. Bentang kuda – kuda (L) : 30 meter
5. Jarak Gording : 1,4 meter
6. Tinggi Kolom (H) : 7 meter
7. Kemiringan atap () : 200
8. Beban Angin : 65 kg/m2
36
10.Baja Profil : BJ 37
11.Modulus elastisitas baja : 2.105 Mpa = 2. 106 kg/cm2 12.Tegangan ijin baja : 1600 kg/cm2
13.Berat penutup atap : 4 kg/m2
3.1 Konstruksi Atap
[image:48.595.128.452.76.749.2]Perhitungan Gording
Gambar 3.2 Tinggi Balok Atap Menghitung Panjang Balok
Diketahui (L) = 30 m Jarak C - D
Cos 20 0 = x / r
r = 15 / cos 20 0 = 15,96 m Jarak D – F
tan 20 0 = y / x
y = tan 20 0. 15 = 5,46 m Jarak gording yang direncanakan = 1,4 m
sb y
sb x r
y
C F
D
37 h
C x
X Y
b C y
d t
Banyaknya gording yang dibutuhkan
15,96/1,4 + 1 = 12,4 buah = 13 buah Jarak gording yang sebenarnya
15,96/12 = 1,33 m
3.1.1 Perhitungan Dimensi Gording
Untuk dimensi gording dicoba dengan menggunakan profil baja
C125x50x20x2,3 dengan data-data sebagai berikut :
Gambar 3.3 Profil Channel Lips Gording
h = 125 mm
b = 50 mm
d = 20 mm
t = 2,3 mm
q = 4,51 kg/m
Wx = 21,92 cm3
Wy = 6,22 cm3
Ix = 137 cm4
38
Pembebanan pada gording :
Beban Mati / Dead Load
- Berat gording = q kg/m - Berat penutup atap (1,4 m x 4 kg/m2) = 5,6 kg/m ∑q = (5,6 + q) kg/m
Gording ditempatkan tegak lurus bidang penutup atap dan beban mati
[image:50.595.216.414.362.492.2]Px bekerja vertical, P diuraikan pada sumbu X dan sumbu Y, sehingga diperoleh:
Gambar 3.4 Gambar gaya kerja pada gording
qx = q . sin α = (5,6 + q) . cos 200 = ( 4,95+ 0,94q) kg/m
qy = q . cos α = (5,6 + q) . sin 200 = (1,9152+ 0,342q) kg/m
q cos q sin
q Sb.Y
39
q cos
q sin
q
Sb.Y
Sb.X
Gambar 3.5 Gambar gaya kerja pada beban hidup
Momen maksimum akibat beban mati :
Mx 1 = 1/8 . qx . (l/2)2
= 1/8 . ( 4,95+ 0,94q)(6)2 = (23,6803+ 4,2286q) kgm
My1 = 1/8 . qy . (l)2
= 1/8 . (1,9152+ 0,342q)(6/3)2 = (0,9576+ 0,171q) kgm Beban Hidup / Live Load
Gambar 3.6 Gambar gaya kerja pada beban pekerja
q cos q sin
q Sb.Y
40
P = 100 kg
Beban berguna atau beban hidup adalah beban terpusat yang bekerja di tengah-tengah bentang gording, beban ini diperhitungkan kalau ada orang yang bekerja di atas gording. Besarnya beban hidup diambil dari
PPURG 1987, P = 100 kg.
Px = P . cos
= 100 . cos 200 = 94 kg
Py = P . sin
= 100 . sin 200 = 34,2 kg
Momen yang timbul akibat beban terpusat dianggap Continous Beam.
Gambar 3.7 Gambar momen akibat beban pekerja
Momen maksimum akibat beban hidup
Mx 2 = (¼ . Px . l)
= (¼ . 94 . 6)
= 141 kgm
41 q cos
q sin
q Sb.Y
Sb.X = 51,3 kgm
Beban Angin
Beban angin diperhitungkan dengan menganggap adanya tekanan positif (tiup) dan tekanan negatif (hisap), yang bekerja tegak lurus pada bidang atap. Menurut PPPURG 1987, tekanan tiup harus diambil minimal
25 kg/m2 . Dalam perencanaan ini, besarnya tekanan angin (w) diambil sebesar 65 kg/m2.
Gambar 3.8 Gambar gaya kerja pada beban angin
Ketentuan :
Koefisien angin tekan ( c ) = (0,02 x - 0,4)
Koefisien angin hisap ( c’ ) = - 0,4
Beban angin kiri (W1) = 65 kg/m2
Beban angin kanan (W2) = 65 kg/m2
Kemiringan atap () = 200
42 Koefisien Angin
Angin datang ( q1) = (0,02 . - 0,4) x 65 kg/m2 x 1,4
= (0,02 . 200 - 0,4) x 65 kg/m2 x 1,4 = 0 kg/m2
Angin pergi (q2) = -0,4 x 1,4 x w
= 0,4 . 65 kg/m2 . 1,4
= -36,4 kg/m
Momen maksimum akibat beban angin
Jadi momen akibat beban angin adalah :
Akibat q1 = 0
Mx3 = 1/8 . Wx . (I)2
= 1/8 . 0 . (6)2 = 0 kgm Akibat q2 = 81,9 kg/m2
Mx3 = 1/8 . W . (l)2
= 1/8 . -36,4 . (6)2
43
Tabel 3.1 Tabel Perhitungan Momen
P dan M Atap + Gording
(Beban Mati)
Beban Orang
(Beban Hidup)
Angin
q, P (5,6 + q) 100 65
qx, Px ( 4,95+ 0,94q) 94 0
qy, Py (1,9152+ 0,342q) 34,2 65
Mx (23,6803+ 4,2286q) 141 0
My Mxxxxxx
(0,9576+ 0,171q) 17,1 -163,8
Kombinasi Pembebanan
Akibat Mx (Atap + Gording) + Angin Datang
Mx = (23,6803+ 4,2286q) + (0) = (23,6803+ 4,2286q) kgm
My = (1,9152+ 0,342q) + (0)
= (1,9152+ 0,342q) kgm
Akibat Mx (Atap + Gording) + Angin Pergi
Mx = (23,6803+ 4,2286q) + (-163,8)
= (-140,12+ 4,2286q) kgm My = (1,9152+ 0,342q) + (0)
= (1,9152+ 0,342q) kgm
Akibat Mx (Atap + Gording) + Beban Pekerja
44 = (18,06+ 0,171q) kgm
Kotrol Tegangan
Akibat Kombinasi momen terbesar
Wx My Wy Mx
≤ = 1600 kg/cm2
22 , 6 4,51) 0,171 + (1806 92 , 21 4,51) 422,86 + (16468,03 ≤ 22 , 6 77 , 1806 92 , 21 18375,13
= 1128,64 kg/cm2 ≤ = 1600 kg/cm2
= 1128,64 kg/cm2 ≤
=1600 kg/cm2 ... OK
Kontrol Lendutan :
fx =
Iy E l Px Iy E l qx
4 3
) 2 / ( 48 1 ) 2 / ( 384 5 = 137 10 1 , 2 48 ) 600 ( ) 100 ( 1 137 10 , 2 384 ) 2 600 ( ) 101 , 0 ( 5 6 3 6 4
fx = 1,60126 cm < fx izin = 1/300 x 600 = 2 cm …….. OK
fy =
Ix E l Py Ix E l qy
4 3
) ( 48 1 ) ( 384 5 = 6 , 20 10 . 1 , 2 48 ) 3 / 600 ( ) 100 ( 1 6 , 20 10 1 , 2 384 ) 3 / 600 ( ) 101 , 0 ( 5 6 3 6 4
fy = 0,8717 cm < fy izin = 2 cm ... OK
cm fy
fx
f' 2 2 1,601262 0,87172 1,8232
45
a a
a a
a a
b
3.1.2 Perhitungan Batang Tarik (Trackstang)
Batang tarik (Trackstang) berfungsi untuk mengurangi lendutan gording pada arah sumbu x (miring atap) sekaligus untuk mengurangi tegangan
[image:57.595.112.506.284.495.2]lendutan yang timbul pada arah x. Beban-beban yang dipikul oleh trackstang yaitu beban-beban yang sejajar bidang atap (sumbu x).
Gambar 3.9
Gambar Dimensi GordingVariasi Dengan Trackstang
b = 0,759 m
a = 1,4 m
berat sendiri atap = 4 kg/m2
jarak batang tarik = 2 m
46 Beban yang bekerja
A. Tipe 1
Atap = 2 x 0,76 x 4 x sin 20 = 2,077 kg
Gording = 2 x 4,51 x sin 20 = 3,085 kg
Beban Pekerja = 100 x sin 20 = 34,202 kg
N1 = 39,364 kg
B. Tipe 2
Atap = 2 x 1,4 x 4 x sin 20 = 3,831 kg
Gording = 2 x 4,51 x sin 20 = 3,085 kg
Beban Pekerja = 100 x sin 20 = 34,202 kg
N2 = 41,118 kg
Beban yang dipikul oleh trackstang = N1 + (N2 x 13)
= 573,893 kg
Dibutuhkan diameter trackstang
σterjadi ≤ σprofil
pr ofil tota l
A N
pr ofil tota l
D N
47
4 1600
tota l
N d
4 1600
893 , 573
d
d = 0,676 cm
Maka batang tarik yang dipakai adalah Ø 8 mm.
BAB IV
PERHITUNGAN DAN ANALISIS
Penulis akan menyajikan analisis perhitungan struktur rangka atap baja
dengan menggunakan metode perencanaan ASD (Allowable Stress Design) dimana profil rangka baja yang direncanakan menggunakan mutu baja BJ 37,
dimana tegangan ijinnya adalah sebagai berikut : - Tegangan leleh (σ1) = 2400 kg/cm2
48 - Dengan sudut α = 20°
- Pada bentang 20 m, 25 m, dan 30 m
Data khusus yang diasumsikan :
- Gording menggunakan profil C
- Profil tunggal baja menggunakan baja profil IWF
- Profil majemuk rangka baja menggunakan profil C ganda
- Profil majemuk rangka baja menggunakan besi beton
49 Gambar 4.2 Struktur Rangka Baja Tipe II
PERHITUNGAN BEBAN PADA STRUKTUR
A. Bentang 20 m
Beban Gording
o q = 4,51 kg/m
o P = 4,51 kg/m x 20 x 6 m o P = 541,2 kg
Beban Pekerja
o P = 100 kg
Beban Hujan
50
o P = 1000 kg/m3 x 0,025 m x 1,4 m o P = 35 kg/m
Beban Atap
o q atap spandek = 10 kg/m o P = 10 kg/m x 6 m x 24,476 m
o P = 1468,56 kg
Beban Profil
o Asumsi q = 110 kg/m
o P = 110 kg/m x 24,476 m o P = 2692,36 kg
Berat Besi Batang Tarik Ø 8 mm
o P = 0,393 kg/m x 24,476 m o P = 9,62 kg
Beban Angin Kiri
qw = 65 kg/m2
= 6 m
o Angin datang (q1) = 0,λ.qw. = 0,λ.65.6 = 351 kg/m
o Angin datang (q2) = (0,02.α-0,4).qw. = (0,02.20-0,40.65.6 = 0 kg/m
o Angin pergi (q3) = -0,4.qw. = -0,4.65.6 = -144 kg/m o Angin pergi (q4) = -0,4.qw. = -0,4.65.6 = -144 kg/m
Beban Angin Kanan
qw = 65 kg/m2
= 6 m
51
o Angin datang (q2) = (0,02.α-0,4).qw. = (0,02.20-0,40.65.6 = 0 kg/m o Angin pergi (q3) = -0,4.qw. = -0,4.65.6 = -144 kg/m
o Angin pergi (q4) = -0,4.qw. = -0,4.65.6 = -144 kg/m
Total Beban Mati
W = Beban Gording + Beban Atap + Beban Profil + Berat Besi Batang
Tarik
W = 541,2 kg + 1468,56 kg + 2692,36 kg + 9,62 kg
W = 4711,74 kg
Berat besi baut-baut penyambung, asumsi 25%
W = 25% x 4711,74 kg W = 1177,935 kg
WTotal = 4711,74 kg + 1177,935 kg + 100 kg
WTotal = 5989,675 kg
q = WTotal / Luas atap
q = 5989,675 kg/24,476 m q = 244,172 kg/m
B. Bentang 25 m
Beban Gording
o q = 4,51 kg/m
o P = 4,51 kg/m x 24 x 6 m o P = 649,44 kg
52
o P = 100 kg
Beban Hujan
o Asumsi tebal air hujan = 25 mm
o P = 1000 kg/m3 x 0,025 m x 1,4 m o P = 35 kg/m
Beban Atap
o q atap spandek = 10 kg/m o P = 10 kg/m x 6 m x 29,796 m
o P = 1787,76 kg
Beban Profil
o Asumsi q = 110 kg/m o P = 110 kg/m x 29,796 m o P = 3277,56 kg
Berat Besi Batang Tarik Ø 8 mm
o P = 0,393 kg/m x 29,796 m o P = 11,71 kg
Beban Angin Kiri
qw = 65 kg/m2
= 6 m
o Angin datang (q1) = 0,λ.qw. = 0,λ.65.6 = 351 kg/m
o Angin datang (q2) = (0,02.α-0,4).qw. = (0,02.20-0,40.65.6 = 0
kg/m
o Angin pergi (q3) = -0,4.qw. = -0,4.65.6 = -144 kg/m
53
Beban Angin Kanan
qw = 65 kg/m2
= 6 m
o Angin datang (q1) = 0,λ.qw. = 0,λ.65.6 = 351 kg/m
o Angin datang (q2) = (0,02.α-0,4).qw. = (0,02.20-0,40.65.6 = 0
kg/m
o Angin pergi (q3) = -0,4.qw. = -0,4.65.6 = -144 kg/m
o Angin pergi (q4) = -0,4.qw. = -0,4.65.6 = -144 kg/m
Total Beban Mati
W = Beban Gording + Beban Atap + Beban Profil + Berat Besi Batang
Tarik
W = 649,44 kg + 1787,76 kg + 3277,56 kg + 11,71 kg
W = 5726,47 kg
Berat besi baut-baut penyambung, asumsi 25%
W = 25% x 5726,47 kg W = 1431,62 kg
WTotal = 5726,47 kg + 1431,62 kg + 100 kg
WTotal = 7258,09 kg
q = WTotal / Luas atap
q = 7258,09 kg/29,796 m q = 243,593 kg/m
54
Beban Gording
o q = 4,51 kg/m
o P = 4,51 kg/m x 28 x 6 m
o P = 757,68 kg
Beban Pekerja
o P = 100 kg
Beban Hujan
o Asumsi tebal air hujan = 25 mm
o P = 1000 kg/m3 x 0,025 m x 1,4 m o P = 35 kg/m
Beban Atap
o q atap spandek = 10 kg/m o P = 10 kg/m x 6 m x 35,118 m
o P = 2107,08 kg
Beban Profil
o Asumsi q = 110 kg/m
o P = 110 kg/m x 35,118 m o P = 3862,98 kg
Berat Besi Batang Tarik Ø 8 mm
o P = 0,393 kg/m x 35,118 m
o P = 13,79823 kg
Beban Angin Kiri
qw = 65 kg/m2
55
o Angin datang (q1) = 0,λ.qw. = 0,λ.65.6 = 351 kg/m
o Angin datang (q2) = (0,02.α-0,4).qw. = (0,02.20-0,40.65.6 = 0
kg/m
o Angin pergi (q3) = -0,4.qw. = -0,4.65.6 = -144 kg/m o Angin pergi (q4) = -0,4.qw. = -0,4.65.6 = -144 kg/m
Beban Angin Kanan
qw = 65 kg/m2
= 6 m
o Angin datang (q1) = 0,λ.qw. = 0,λ.65.6 = 351 kg/m
o Angin datang (q2) = (0,02.α-0,4).qw. = (0,02.20-0,40.65.6 = 0
kg/m
o Angin pergi (q3) = -0,4.qw. = -0,4.65.6 = -144 kg/m
o Angin pergi (q4) = -0,4.qw. = -0,4.65.6 = -144 kg/m
Total Beban Mati
W = Beban Gording + Beban Atap + Beban Profil + Berat Besi Batang Tarik
W = 757,68 kg + 2107,08 kg + 3862,98 kg + 13,79823 kg
W = 6741,54 kg
Berat besi baut-baut penyambung, asumsi 25%
W = 25% x 6741,54 kg W = 1685,385 kg
WTotal = 6741,54 kg + 1685,385 kg + 100 kg
56 q = WTotal / Luas atap
q = 8526,925 kg/35,118 m q = 242,86 kg/m
PERATURAN PEMBEBANAN INDONESIA UNTUK GEDUNG 1983
Kombinasi Pembebanan :
Pembebanan Tetap : M + H Pembebanan Sementara : M + H + A
M + H + G Pembebanan Khusus : M + H + G
M + H + A + K M + H + G + K Dengan :
M = Beban Mati, DL (Dead Load)
H = Beban Hidup, LL (Live Load)
A = Beban Angin, WL (Wind Load)
G = Beban Gempa, E (Earthquake)
K = Beban Khusus
KOMBINASI PEMBEBANAN YANG DIPAKAI COMBINASI 1 = M + H + Angin Kiri
COMBINASI 2 = M + H + Angin Kanan Sehingga dengan Pemodelan SAP2000 didapat :
57 TABEL HASIL GAYA - GAYA DALAM MAKSIMUM DARI PEMODELAN
SAP2000
20 m 25 m 30 m
KOLOM KOLOM KOLOM
M = 1290145,67 1610486,29 1975429,19 kgcm
D = 2347,07 2804,69 3326,04 kg
N = 2863,04