PEMBUATAN VIDEO PARIWISATA KOTA SURABAYA
BERJUDUL “SPARKLING SURABAYA”
Nama : Novan Andrianus
NIM : 08.51016.0054
Program Studi : DIV Komputer Multimedia
SEKOLAH TINGGI
MENEJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER SURABAYA
2013
STIKOM
viii ABSTRAK
PEMBUATAN VIDEO PARIWISATA KOTA SURABAYA BERJUDUL “SPARKLING SURABAYA”
Novan Andrianus (2008) Pembimbing I : Karsam, MA., Ph.D.
Pembimbing II: Thomas Hanandry Dewanto ST., MT. Program Studi DIV Komputer Multimedia, STIKOM
Kata Kunci: Surabaya, Difrensiasi Pariwisata, Video Pariwisata, Publikasi
Ibu walikota Surabaya, Tri Rismaharini pada acara "Surabaya Tourism Destination Award 2012" mengatakan bahwa kota Surabaya "Kita tidak punya potensi alam, tapi kita memiliki diferensiasi. Itulah yang harus kita tingkatkan untuk mengembangkan pariwisata di Surabaya" (Rachel, 2012). Difrensiasi yang dimiliki oleh Surabaya menjadi sebuah titik berat untuk mengangkat pariwisata yang di banyak kota yang ada di Indonesia. Di era modern dan perkembangan pariwisata yang pesat ini kota Surabaya membutuhkan sebuah media publikasi untuk membantu memasarkan banyak obyek wisata yang belum diketahui oleh wisatawan selain itu juga mampu menumbuhkan minat bagi masyarakat lokal, dalam hal ini masyarakat Surabaya untuk mengenal dan memahami daerahnya.
Bentuk promosi dalam bentuk video merupakan media publikasi paling informatif, sebab video merupakan media publikasi yang dapat menyampaikan pesan secara textual, audio maupun visual. Kemampuan media video dalam hal menyampaikan pesan cukup luas dibandingkan media publikasi lainnya seperti radio atau cetak. Fleksibilitas yang dimiliki oleh video juga menempatkannya sebagai media dengan multi device, seiring dengan berkembangnya era teknologi. Video tidak hanya dapat di salurkan melalui televisi namun juga mampu di unggah ke berbagai situs popular di internet, sehingga mampu memperkenalkan difrensiasi obyek pariwisata kota Surabaya kepada calon wisatawan domestik maupun mancanegara.
STIKOM
xi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Batasan Masalah ... 4
1.4 Tujuan ... 5
1.5 Manfaat ... 5
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sinematografi ... 6
2.2 Film ... 7
2.3 Klasifikasi Film ... 8
2.4 Genre Film Dokumenter ... 9
2.5 Dokudrama ... 13
2.6 Pariwisata ... 15
2.7 Kota Surabaya ... 16
2.8 Motion Tracking ... 18
2.9 Typography ... 19
2.10 Sparkling Surabaya ... 20
BAB III METODOLOGI PERANCANGAN KARYA 3.1 Metodologi ... 20
3.1.1 Teknik Pengumpulan Data ... 22 Halaman
STIKOM
xii
3.1.2 Teknik Analisis Data ... 26
3.2 Proses Perancangan ... 28
3.3 Pra Produksi ... 29
3.3.1 Ide dan Konsep ... 29
3.3.2 Analisa Konsep Cerita ... 33
3.3.3 Cerita ... 34
3.3.4 Karakter ... 35
3.3.5 Skenario ... 35
3.4 Treatment ... 40
3.5 Publikasi ... 40
BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Pra-produksi ... 43
4.2 Produksi ... 45
4.3 Pasca produksi ... 47
1. Proses pemilihan video ... 47
2. Proses Penataan Stock Shoot ... 47
3. Proses Motion Effects ... 49
4. Editing Suara ... 49
5. Rendering ... 50
6. Mastering ... 50
7. Publikasi ... 50
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 52
5.2 Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
BIODATA PENULIS ... 57
LAMPIRAN ... 58
STIKOM
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia pariwisata bergerak sangat pesat dalam beberapa tahun akhir ini, hal ini
ditunjukkan dengan salah satu komentar Kadisparbud kota Bandung Herry M
Djauhari pada media "Selama 2012 terdata jumlahnya mencapai sekitar tujuh juta
wisatawan. Terdiri dari wisnus dan wisman. Kalau 2011 lalu jumlahnya enam juta
lebih. Kami menargetkan 2013 ini kunjungan wisatawan mencapai delapan juta
orang,". Banyaknya jumlah wisatawan yang datang pada tahun 2013 juga tak jauh
dari bagaimana cara pihak-pihak yang berkecimpung dalam dunia pariwisata
mengenalkan tujuan wisata (Gandapurnama, 2013).
Sebagai ibukota provinsi Jawa Timur dan salah satu kota metropolitan di
Indonesia, Surabaya memiliki kesempatan yang besar dalam menarik wisatawan
domestik ataupun internasional meskipun nyatanya kota Surabaya tidak memiliki
banyak potensi alam yang dapat di eksplorasi guna meningkatkan kunjungan wisata.
Sesuai dengan apa yang dinyatakaan oleh Ibu walikota Surabaya Tri Rismaharini
pada acara "Surabaya Tourism Destination Award 2012" mengatakan bahwa kota
Surabaya "Kita tidak punya potensi alam, tapi kita memiliki diferensiasi. Itulah yang
harus kita tingkatkan untuk mengembangkan pariwisata di Surabaya" (Rachel, 2012).
Dilihat dari jumlah tujuan wisata yang dimiliki oleh kota Surabaya kebanyakan
STIKOM
bersifat wisata religius dan wisata belanja. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya toko
dan pusat perbelanjaan atau mall serta tempat ibadah dengan arsitektur yang unik
namun kurangnya kunjungan dari wisatawan domestik maupun mancanegara yang
mengenal kota Surabaya menyebabkan minimnya pendapatan masyarakat dalam
bidang pariwisata. Padahal kota Surabaya dikenal karena memiliki diferensiasi seperti
lingkungannya yang bersih, nyaman dan aman, layanannya yang baik, penerimaannya
santun dan tampilan objek wisata yang ada memiliki karakteristik masing-masing
menjadi nilai pembeda dalam hal obyek wisata yang jika dikembangkan dapat
menjadi potensi, namun kurangnya publikasi menjadikan banyak obyek wisata di
kota Surabaya tak banyak diketahui oleh wisatawan baik wisatawan domestik
maupun mancanegara.
Kota Surabaya yang secara resmi berdiri pada tahun 1293 dan memiliki luas
sekitar 326,37 km2 dan secara astronomis terletak di antara 07°21’ Lintang Selatan
dan 112°36’ s/d 112°54’ Bujur Timur. Kota Surabaya Populasi penduduk Kota
Surabaya sampai dengan bulan Juni 2005 mencapai 2.701.312 jiwa, yang terdiri dari
penduduk laki–laki sejumlah 1.358.610 jiwa dan penduduk perempuan sejumlah
1.342.702 jiwa, dengan tingkat kepadatan jiwa mencapai 8.277 jiwa/km2
menempatkan kota Surabaya di urutan nomer 2 setelah Jakarta dalam hal tingkat
kepadatan penduduk di Indonesia (Surabaya, 2006, pp. 7-11).
Secara administrasi pemerintahan kota Surabaya dikepalai oleh Walikota yang
juga membawahi koordinasi atas wilayah administrasi Kecamatan yang dikepalai
oleh Camat. Jumlah Kecamatan yang ada di kota Surabaya sebanyak 31 Kecamatan
STIKOM
dan jumlah Kelurahan sebanyak 163 Kelurahan dan terbagi lagi menjadi 1.363 RW
(Rukun Warga) dan 8.909 RT (Rukun Tetangga) (Surabaya, 2006, pp. 7-11).
Dalam perkembangan pariwisata yang pesat ini kota Surabaya membutuhkan
sebuah media publikasi untuk membantu memasarkan banyak obyek wisata yang
belum diketahui oleh wisatawan selain itu juga mampu menumbuhkan minat bagi
masyarakat lokal, dalam hal ini masyarakat Surabaya untuk mengenal dan memahami
daerahnya.
Menurut Sean Cubbit (Cubbit, 1993) video merupakan media publikasi paling
informatif, sebab video merupakan media publikasi yang dapat menyampaikan pesan
secara textual, audio maupun visual. Kemampuan media video dalam hal
menyampaikan pesan cukup luas dibandingkan media publikasi lainnya seperti radio
atau cetak. Fleksibilitas yang dimiliki oleh video juga menempatkannya sebagai
media dengan multi device, seiring dengan berkembangnya era teknologi. Video
tidak hanya dapat di salurkan melalui televisi namun juga mampu di unggah ke
berbagai situs popular di internet, sehingga mampu memperkenalkan obyek
pariwisata kota Surabaya kepada calon wisatawan domestik maupun mancanegara.
Namun di era kecanggihan teknologi seperti saat ini tidak cukup jika hanya
berbekal video dengan gaya yang sudah umum. Video sebaiknya memiliki nilai
pembeda yang unik agar dapat mampu menarik minat penonton yang melihatnya,
tanpa mengesampingkan nilai informatif dalam video sesaui dengan apa yang ditulis
oleh Sean Cubbit (Cubbit, 1993: 93). Keunikan yang ada di dalam video yang
nantinya sebagai nilai tambah dan dapat memberi citra yang baik bagi isi video, yang
STIKOM
dalam hal ini merupakan video pariwisata kota Surabaya. Salah satu keunikan video
yang masih jarang ditemukan pengaplikasiannya dalam video pariwisata adalah
penggunaan text dalam video yang nantinya berguna untuk memperkuat narasi, maka
itu di dalam penggarapan tugas akhir ini dibuat video yang dapat mengangkat obyek
wisata di kota Surabaya dengan teknik penggabungan video live shoot dan motion
tracking typograph guna menambah nilai pembeda dari video pariwisata kota lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, maka rumusan
masalah yang akan digunakan, sebagai berikut;
1. Bagaimana membuat video pariwisata sebagai media promosi kota Surabaya?
2. Bagaimana membuat video pariwisata berjudul “SPARKLING SURABAYA”
yang menceritakan difrensiasi destinasi pariwisata kota Surabaya?
3. Bagaimana menggabungkan teknik liveshoot dan motion tracking typography?
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang akan digunakan dalam pembuatan video
pariwisata dengan judul "SPARKLING SURABAYA" ini adalah:
1. Membuat video pariwisata sebagai media promosi kota Surabaya.
2. Membuat video pariwisata yang berjudul “SPARKLING SURABAYA”, yang
menceritakan difrensiasi destinasi pariwisata kota Surabaya.
STIKOM
3. Menggabungkan teknik liveshoot dan motion tracking typography dalam sebuah
video.
1.4 Tujuan
Dari batasan masalah yang ada maka beberapa tujuan yang ingin dicapai
dengan pembuatan video pariwisata ini adalah yaitu:
1. Membuat video pariwisata sebagai media promosi kota Surabaya.
2. Membuat video pariwisata yang berjudul “SPARKLING SURABAYA”, yang
menceritakan difrensiasi destinasi pariwisata kota Surabaya.
3. Menggabungkan teknik liveshoot dan motion tracking typography dalam sebuah
video.
1.5 Manfaat
Manfaat dari pembuatan video pariwisata kota Surabaya dengan penggabungan
teknik liveshoot dan motion tracking typography ialah:
1. Agar masyarakat mengenal dan mengetahui obyek pariwisata kota Surabaya
melalui video.
2. Agar masyarakat mengenal pariwisata kota Surabaya yang memiliki difrensiasi
destinasi pariwisata dari kota lain.
3. Agar masyarakat paham mengenai video pariwisata dengan penggabungan teknik liveshoot dan motion tracking typography.
STIKOM
6
LANDASAN TEORI
2.1 Sinematografi
Sinematografi sebenarnya adalah kata serapan dari bahasa Inggris
Cinematography yang asalnya dari bahasa Latin kinema 'gambar'. Sinematografi sebagai ilmu terapan merupakan bidang ilmu yang membahas
tentang teknik menangkap gambar dan menggabungkan gambar tersebut
sehingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide atau
dapat mengemban cerita (Frost, 2009: 8).
Sinematografi memiliki objek yang sama dengan fotografi yakni
menangkap pantulan cahaya yang mengenai benda (Carroll, 1996). Karena
objeknya sama maka peralatannyapun mirip. Perbedaannya fotografi
menangkap gambar tunggal, sedangkan sinematografi menangkap rangkaian
gambar. Penyampaian ide pada fotografi memanfaatkan gambar tunggal,
sedangkan pada sinematografi memanfaatkan rangkaian gambar. Jadi
sinematografi adalah gabungan antara fotografi dengan teknik perangkaian
gambar atau dalam sinematografi disebut montase (montage).
Sinematografi berhubungan dekat dengan film dalam pengertian
sebagai media penyimpan maupun sebagai genre seni modern. Film sebagai
media penyimpan adalah pias (lembaran kecil) selluloid yakni sejenis bahan plastik tipis yang dilapisi zat peka cahaya (Frost, 2009: 11). Benda inilah
yang selalu digunakan sebagai media penyimpan di awal pertumbuhan
STIKOM
sinematografi selain itu kata film juga dipakai sebagai pengertian genre seni
yang merupakan produk sinematografi.
2.2 Film
Dalam buku Movie as Mass Communication (Jowett, Gareth & Linton, James M. 1989: 13) terdapat sebuah perspektif baru tentang sebuah
sebuah film yang menjelaskan bahwa
“While writing about the movies began almost as soon as they were invented, serious study of them on a widespread basis is a relatively recent phenomenon. with much energy diverted to justifying the movies as a worthwhile aesthetic experience, the study of movies has advanced very slowly on only a piecemeal basis. In approaching the movies as process of communication and a form of mass culture, however, it is hoped that a better understanding of the movies can be achieved and the stage set for more fruitful studies in the future.”
Terjemahan:
“Dijelaskan bahwa studi tentang film pada saat awal penemuan belum terlalu luas seperti pada saat ini. Dengan pemahaman film sebagai suatu pengalaman estetika yang bermanfaat serta sebagai proses komunikasi dan bentuk budaya massa, bagaimanapun diharapkan bahwa pemahaman tentang dapat dicapai lebih baik dan bermanfaat untuk ke depannya”
Film hingga saat ini banyak yang telah beredar, dengan berbagai jenis,
isi, makna dan lain-lain. Menurut Eky Imanjaya (2006: 20) menjelaskan
bahwa berdasarkan teori film, film adalah arsip sosial yang menangkap jiwa
zaman (zeitgeist) masyarakat saat itu. Film akan menunjukan kehidupan
masyarakat saat itu, seperti kehidupan sosial suatu masyarakat, impian suatu
masyarakat, dan lain-lain.
STIKOM
Pada Undang-undang Perfilman No.6 tahun 1992, Bab 1, Pasal 1,
menyebutkan film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan
media komunikasi massa pandang dengan yang dibuat berdasarkan asas
sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video,
dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis
dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya
dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan dengan sistem proyeksi
mekanik, elektronik, dan atau lainnya.
Menurut Himawan Pratista (2008: 1-2) film, secara umum dapat
dibagi atas dua unsur pembentuk yakni, unsur naratif dan unsur sinematik.
Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap film
cerita tidak mungkin lepas dari unsur naratif. Setiap cerita pasti memiliki
unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu, serta lainnya.
Sedangkan unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi
sebuah film.
2.3 Klasifikasi Film
Himawan Prastita (2008: 9-28) menjelaskan bahwa metode yang
paling mudah serta sering kita gunakan untuk mengklasifikasi film adalah
berdasarkan genre, seperti aksi, drama, horor, musikal, western, dan sebagainya. Istilah genre berasal dari bahasa Perancis yang berarti “bentuk”
atau “tipe”. Kata genre sendiri mengacu pada istilah Biologi yakni, genus, sebuah klasifikasi flora dan fauna yang tingkatannya berada diatas spesies
STIKOM
dan di bawah family. Genus mengelompokkan beberapa spesies yang memiliki kesamaan ciri-ciri fisik tertentu.
Dalam film, genre dapat didefinisikan sebagai jenis atau klasifikasi dari sekelompok film yang memiliki karakter atau pola sama (khas) seperti
setting, isi, subyek cerita, tema, struktur cerita, aksi atau peristiwa, periode, gaya, situasi, ikon, mood, serta karakter. Fungsi utama genre adalah untuk memudahkan klasifikasi sebuah film. Di dalam pengklasifikasiannya
menurut (Widagdo dan Gora 2007: 16) dijelaskan bahwa film bergenre
dokumenter dan drama termasuk dalam klasifikasi genre film yang ada.
2.4 Genre Film Dokumenter
Film dokumenter yang memiliki konsep realisme (nyata) berada di
kutub yang berlawanan dengan film eksperimental yang memiliki konsep
kebalikan dari film dokumenter, hal ini sama seperti yang dijelaskan oleh
Widagdo dan Gora sedangkan menurut Marcel Danesi pada buku Popular Culture: Introduction Perspective (2012: 134) film dokumenter merupakan film nonfiksi yang menggambarkan situasi kehidupan nyata dengan setiap
individu menggambarkan perasaan dan pengalamannya dalam situasi apa
adanya, tanpa persiapan, atau langsung pada kamera atau pewawancara.
Menurut Frank Eugene Beaver dalam bukunya yang berjudul
Dictionary of Film Terms (2006: 119) menjelaskan bahwa film documenter adalah sebuah film non-fiksi yang biasanya di-shoot di sebuah lokasi nyata, tidak menggunakan actor dan temanya terfokus pada subyek–subyek seperti
STIKOM
sejarah, ilmu pengetahuan, sosial atau lingkungan. Tujuan dasarnya adalah
untuk memberi pencerahan, member informasi, pendidikan, melakukan
persuasi dan memberikan wawasan tentang dunia yang kita tinggali.
Dokumenter seringkali diambil tanpa skrip dan jarang ditampilkan di
bioskop yang menampilkan film-film fitur. Akan tetapi film jenis ini sering
ditampilkan di televisi. Dokumenter dapat diambil di lokasi apa adanya, atau
disusun secara sederhana dari bahan-bahan yang sudah diarsipkan. Lebih
sering dianggap sebagai rekaman dari ‘aktualitas’ potongan rekaman
sewaktu kejadian sebenarnya berlangsung, saat orang yang terlibat di
dalamnya berbicara, kehidupan nyata seperti apa adanya, spontan, dan tanpa
media perantara. Sesuai dengan apa yang di tulis oleh Richard Gore pada
buku British Social Realism: From Documentary to Brit Grit (2002: 41) menyatakan bahwa Film dokumenter dapat digunakan digunakan untuk
berbagai macam maksud dan tujuan seperti informasi atau berita, biografi,
pengetahuan, pendidikan, sosial, ekonomi, politik (propaganda), dan lain
sebagainya. Cara menyajikan film dokumenter dapat menggunakan
beberapa metode salah satunya adalah dengan merekam langsung pada saat
peristiwa tersebut benar-benar terjadi. Produksi film dokumenter jenis ini
dapat dibuat dalam waktu yang singkat, hingga berbulan-bulan, serta
bertahun-tahun lamanya.
Walaupun kadang menjadi bahan ramuan utama dalam pembuatan
dokumenter, unsur-unsur itu jarang menjadi bagian dari keseluruhan film
STIKOM
dokumenter itu sendiri, karena semua bahan tersebut harus diatur, diolah
kembali, dan ditata struktur penyajiannya.
Terkadang, bahkan dalam pengambilan gambar sebelumnya, berbagai
pilihan harus diambil oleh para pembuat film dokumenter untuk menentukan
sudut pandang, ukuran shot (type of shot), pencahayaan, dan lain-lain, agar dapat mencapai hasil akhir yang mereka inginkan.
Film dokumenter dalam buku Cinematography: Theory and Practice: Image Making for Cinematographers, Directors, and Videographers ciptaan Blair Brown (Brown, 2002) di jelaskan bahwa film genre ini tidak
menciptakan suatu peristiwa atau kejadian namun merekam peristiwa yang
sungguh-sungguh terjadi atau otentik. Tidak seperti film fiksi, film
dokumenter tidak memiliki plot namun memiliki struktur yang umumnya
didasarkan oleh tema atau argumen dari sineasnya.
Film dokumenter memiliki beberapa karakter teknis yang khas yang
tujuan utamanya untuk mendapatkan kemudahan, kecepatan, fleksibilitas,
efektifitas, serta otentisitas peristiwa yang akan direkam (Brown, 2002).
Kebanyakan penonton film/ video dokumenter di layar kaca sudah
begitu terbiasa dengan berbagai cara, gaya, dan bentuk-bentuk penyajian
yang selama ini paling banyak dan umum digunakan dalam berbagai acara
siaran televisi. Sehingga, mereka tak lagi mempertanyakan lebih jauh
tentang isi dari dokumenter tersebut.
Misalnya, penonton sering menyaksikan dokumenter yang dipandu
oleh suara (voice over) seorang penutur cerita (narator), wawancara dari
STIKOM
para pakar, saksi-mata atas suatu kejadian, rekaman pendapat anggota
masyarakat. Demikian pula dengan suasana tempat kejadian yang terlihat
nyata, potongan-potongan gambar kejadiannya langsung, dan bahan-bahan
yang berasal dari arsip yang ditemukan. Semua unsur khas tersebut memiliki
sejarah dan tempat tertentu dalam perkembangan dan perluasan dokumenter
sebagai suatu bentuk sinematik. Hal ini juga perlu ditekankan, karena dalam
berbagai hal bentuk dokumenter sering diabaikan dan kurang dianggap di
kalangan film seni, seakan-akan dokumenter cenderung menjadi bersifat
‘pemberitaan’ (jurnalistik) dalam dunia pertelevisian (Lipkin, 2002).
Bukti-bukti menunjukkan bahwa, bagaimanapun, dengan pesatnya
perkembangan film/ video dokumenter dalam bentuk pemberitaan, ada
kecenderungan kuat di kalangan para pembuat film dokumenter akhir-akhir
ini untuk mengarah kembali ke arah pendekatan yang lebih sinematik. Dan,
kini, perdebatannya telah berpindah pada segi estetika (Lipkin, 2002).
Pengertian atau definisi tentang ‘kebenaran’ dan ‘keaslian’ suatu film
dokumenter mulai dipertanyakan, diputarbalikkan, dan diubah, mengacu
pada pendekatan segi estetik film dokumenter dan film-film non-fiksi
lainnya (Rosenthal, 1999).
Terdapat beberapa daftar yang secara efektif menunjukkan jenis-jenis
film yang dipandang sebagai dokumenter, dan dengan jelas memiliki ide dan
kode etik tentang dokumenter yang sama. Kategori-kategori tersebut adalah:
1. film faktual
2. film etnografik
STIKOM
3. film eksplorasi
4. film propaganda
5. cinéma-vérité
6. direct cinema
7. dokumenter
Perkembangan dokumenter dan genre-nya saat ini sudah sangat pesat dan beragam, tetapi ada beberapa unsur yang tetap dan penggunaannya;
yakni unsur-unsur visual dan verbal yang biasa digunakan dalam
documenter, selain itu juga banyak terjadi dalam perkembangannya
penyatuan atau penggabungan genre film dokumentasi dengan genre
lainnya; contohnya ialah penyatuan dengan genre drama yang menjadikan
genre baru, dokudrama.
2.5 Dokudrama
Dalam kemajuan era globalisasi dan kebebasan dalam berekspresi,
muncul genre baru yang bernama genre Dokudrama. Istilah documentary
drama (drama dokumenter) menurut Kamus Istilah Televisi dan Film, karya
Ilham Zoebazary (2010), yakni suatu film atau drama televisi yang
mengangkat cerita berdasarkan kisah nyata dan selanjutnya dijelaskan
bahwa genre film dokumenter yang beberapa bagian filmnya disutradarai
atau diatur terlebih dahulu dengan perencanaan yang mendetail.
Dokumenter drama atau dokudrama adalah film dokumenter yang
disertai oleh naskah atau dengan bahasa sederhananya ialah reka ulang
STIKOM
peristiwa. Peran yang dimainkan disesuaikan oleh skenario yang ada tetapi
masih seperti dokumenter tanpa skenario, seperti film dokumenter
rekonstruksi sejarah seni, tentang perang dan sebagainya kebanyakan
menggunakan skenario tetapi lebih terlihat nyata dibandingkan dengan film
drama lainnya yang juga menggunakan skenario.
Film jenis ini merupakan penafsiran ulang terhadap kejadian nyata,
bahkan selain peristiwanya hampir seluruh aspek filmnya (tokoh, ruang dan
waktu) cenderung direkonstruksi. Ruang (tempat) akan dicari yang mirip
dengan tempat aslinya bahkan bila memungkinkan dibangun lagi hanya
untuk keperluan film tersebut. Begitu pula dengan tokoh, pastinya akan
dimainkan oleh aktor yang sebisa mungkin dibuat mirip dengan tokoh
aslinya. Contoh dari film dokumenter drama adalah JFK (Oliver Stone), All The President’s Men (Alan J. Pakula).
Pada saat ini perkembangan genre sangatlah cepat. Seperti yang sudah
disinggung pada awal pembahasan ini bahwa genre mengalami
metamorfosis dengan ‘membelah diri’ dan membentuk sub-genre, seperti
genre Ilmu Pengetahuan kemudian diketahui banyak sekali pecahannya dari
mulai dunia hewan, dunia tumbuhan, instruksional dan sebagainya. Bahkan
pada beberapa sumber di internet, bisa juga terbentuk genre baru seperti
yang terjadi pada film dokumenter yang membahas dunia hewan sering
disebut dengan Animal Documentary. Genre di dalam film dokumenter juga bisa saling bercampur, biasanya sering disebut dengan istilah mix genre. Saluran MTV pernah membuat program yang berjudul Biorythm yang
STIKOM
menggabungkan antara genre biografi, musik dan association picture story. Seperti diungkapkan oleh Gerzon R. Ayawaila (2008) pada saat ini sangat
sulit membendung terbentuknya genre baru yang muncul dari genre yang
sudah ada atau karena kebutuhan lain untuk hanya untuk membedakan saja.
2.6 Pariwisata
Pariwisata adalah perpindahan orang untuk sementara dan dalam
jangka waktu pendek ke tujuan-tujuan diluar tempat dimana mereka
biasanya hlidup dan bekerja dan kegiatan-kegiatan mereka selama tinggal di
tempat tujuan itu (Yoeti, 1994: 38). Pada dasarnya pariwisata itu motif
kegiatannya adalah untuk mengisi waktu luang, untuk bersenang-senang,
bersantai, studi, kegiatan Agama dan untuk kegiatan olahraga. Selain itu
semua kegiatan tersebut dapat memberi keuntungan bagi pelakunya baik
secara fisik maupun psikis baik sementara maupun dalam jangka waktu
lama.
Sejarah pariwisata dan wisatawan timbul di Perancis pada akhir abad
ke 17. Tahun 1972 Maurice menerbitkan buku petunjuk “The True guide
For Foreigners Travelling in France to Appriciate its realities, Learn the
language and take exercise”. Dalam buku ini disebutkan ada dua perjalanan
yaitu perjalanan besar dan kecil (Grand Tour dan Perit Tour).
Grand Tour di Inggris Mendapat arti yang berbeda yaitu dijadikan unsur
pendidikan diplomasi dan politik. Pertengah abad ke-19 Jumlah orang yang
berwisata masih terbatas karena butuh waktu lama dan biaya besar,
STIKOM
keamanan kurang terjamin, dan sarananya masih sederhana, tetapi sesudah
Revolusi Industri keadaan itu berbuah, tidak hanya golongan elit saja yang
bisa berpariwisata tapi kelas menengah juga. Hal ini ditunjang juga oleh
adanya kereta api. Pada abad Ke-20 terutama setelah perang dunia II
kemajuan teknik produksi dan teknik penerbangan menimbulkan peledakan
pariwisata. Perkembangan terkahir dalam pariwisata adalah munculnya
perjalanan paket (Package tour).
2.7 Kota Surabaya
Sebuah kota yang ada di Jawa Timur, Indonesia. Nama "Surabaya"
muncul pada era Majapahit awal. Itu lokal diyakini berasal namanya dari
Sura kata atau Suro (hiu) dan Baya atau Boyo (buaya), dua makhluk yang,
dalam mitos lokal, saling berjuang untuk mendapatkan gelar "yang terkuat
dan paling kuat hewan "di daerah menurut Jayabaya nubuat. Sumber
bersejarah lainnya menjelaskan bahwa simbol Sura (hiu) dan Baya (buaya)
sebenarnya untuk discribe acara heroik terjadi di Ujung Galuh (nama masa
lalu Surabaya), yang merupakan pertempuran antara tentara yang dipimpin
oleh raden widjaja dan tentara pasukan Tar-tar pada 31 Mei 1293. Tanggal
yang kemudian diperingati sebagai hari jadi kota (Mochtar, 2006: 37).
Sejak awal abad 20, surabaya telah dikenal sebagai pelabuhan tersibuk
dan kota terbesar di wilayah koloni Hindia Timur Ducth. Surabaya telah
tumbuh menjadi salah satu kota pelabuhan perdagangan penting di Asia,
sama dengan Calcutta, Rangoon, Singapura, Bangkok, Hongkong, dan
STIKOM
Shanghai. Produksi kelimpahan gula dan tembakau dari Lembah Brantas
yang membentang dari Jombang, Kediri, dan Madiun telah menyebabkan
lahirnya institusi ekonomi modern, seperti bank, asuransi, dan ekspor-impor
perusahaan. Kegiatan potensi dan ekonomi yang tinggi di kota membuat
pendatang baru lebih asing tertarik untuk memulai usaha atau bekerja.
Sampai saat ini, pertumbuhan ekonomi Surabaya selalu di atas Provinsi
Jawa Timur dan pertumbuhan ekonomi bahkan nasional. Sektor riil berhasil
mendorong pertumbuhan ekonomi dari Surabaya pada tahun 2009 untuk
menghadapi krisis ekonomi global. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian
tahun 2008, ketika ekonomi kota tumbuh di atas 6%, belum lagi posisinya
sebagai etalase komersial di Indonesia Timur. Pada tahun 2009, kota ini
mendapat penghargaan sebagai kota terbaik efektivitas biaya antara 133 kota
di masa depan Asia oleh Majalah Financial Times (Timothy, 2009).
Gambar 2.1 Peta kota Surabaya
STIKOM
Simbol dari pertempuran antara Sura atau Hiu, dan Boyo atau Buaya
yang kemudian menjadi simbol Surabaya menghadirkan semangat heroik
dan keberanian karakter dari rakyatnya. Awalnya, karakter orang Surabaya
yang egaliter dan terbuka. Campuran budaya ditandai dengan berbagai
macam etnis yang tinggal di daerah tersebut, mereka orang Madura di
wilayah utara, sementara sekitar makam Sunan Ampel yang terkenal, kita
dapat menemukan Arab dan Cina.
Pemanggilan Arek Suroboyo (penduduk atau warga Surabaya ) berasal
dari kampung yang awalnya disebut Arek Kampong. Lalu seiring waktu
panggilan Arek Kampong berubah menjadi Arek Suroboyo dan segera
menjadi terkenal serta memiliki prestise tinggi untuk melihatnya karena itu
mencerminkan kebersamaan dengan solidaritas yang tinggi, keberanian,
demokrasi, ketekunan, dan selalu terbuka. Dengan demikian, siapa pun
tinggal di Surabaya disebut Arek Suroboyo.
2.8 Motion Tracking
Motion Tracking menurut buku karya Wahana Komputer (2010: 133) adalah salah satu fitur dalam software Adobe After Effects yang memungkinkan gerak pelacakan untuk penambahan obyek (kemampuan
untuk mengikuti lokasi obyek dalam sepotong rekaman, dan menggunakan
informasi ini untuk menstabilkan tembakan yang bernyawa atau lapisan
lainnya) dan keying warna (kemampuan untuk membuat latar belakang hijau
STIKOM
atau biru-layar transparan sehingga dapat menggantinya dengan gambar
baru) adalah dua penting efek visual.
Gambar 2.2 Contoh Motion Tracking
Pada tugas akhir ini akan menggunakan teknik Motion Tracking dan diterapkan kepada tulisan-tulisan atau typography.
2.9 Typography
Typography ialah seni dalam memilih, mencocokan serta menata huruf
pada ruang untuk memberikan kesan yang ingin diciptakan. Di Era
globalisasi ini perkembangan typography banyak mengalami perubahan, baik dari cara manual atau yang menggunakan komputer. Dengan komputer, penggunaan tipografi menjadi lebih mudah dan lebih cepat dengan pilihan
huruf yang variatif. Meski begitu dalam pemilihan huruf/font harus diperhatikan karakter produk yang akan ditonjolkan dan juga karakter
segmen pasarnya. Di tugas akhir ini akan menggunakan penulisan tentang
penjelasan obyek yang ada di dalam video pariwisata. Tujuan menggunakan
typography ialah sebagai media penjelas dalam video ini.
STIKOM
2.10 Sparkling Surabaya
Sparkling yang memiliki arti kemilau dalam bahasa Indonesia ini dipilih sebagai pasangan kata untuk Surabaya sebagai slogan kampanye kota
Surabaya yang digalang oleh dinas pariwisata. khususnya dinas pariwisata
sebagai perwujudan bahwa kota ini sedang tumbuh menjadi kota yang
semakin besar, dan “tak pernah tidur” bagi para wisatawan (Pemerintah kota
Surabaya, 2006).
Gambar 2.3 Logo Sparkling Surabaya
Awal muncul tagline “Sparkling Surabaya” ini pada tahun 2006 ide dari
wakil walikota yang menjabat pada saat itu, bapak Arif Afandi dan kini
berbagai destinasi tujuan wisata maupun banyak sudut kota mulai berbenah
dan menyesuaikan dengan tagline yang diusung ini
STIKOM
21
BAB III
METODOLOGI DAN PERANCANGAN KARYA
Pada bab III ini akan dijelaskan mengenai metodologi yang akan digunakan
untuk pengambilan dan pengolahan data serta proses perancangan dalam pembuatan
video pariwisata dengan teknik penggabungan live shoot dan motion tracking
typhography yang berjudul "SPARKLING SURABAYA". Untuk mengetahui tentang
video pariwisata diperlukan adanya observasi, maka metode yang digunakan adalah
metode deskriptif.
3.1 Metodologi
Agar masalah dapat berjalan sesuai dengan rencana, maka perlu didukung oleh
suatu metode penelitian yang sesuai dengan masalah yang akan dibahas. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional, 2008) pengertian
metode adalah cara kerja yg bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yg ditentukan, sementara di sudut lain menurut
Soehartono (1995: 9) metode penelitian adalah cara atau strategi menyeluruh untuk
menemukan atau memperoleh data yang diperlukan untuk mencapai hasil yang di
inginkan sesuai dengan penelitian, sebaiknya dalam pembuatan video tugas akhir ini
diperlukan suatu metode.
STIKOM
3.1.1 Teknik Pengumpulan Data
Dalam pembuatan video pariwisata kota Surabaya berjudul Sparkling Surabaya
dilakukan beberapa studi yaitu studi eksisting dan studi literatur guna memperoleh
data mengenai bagaimana pariwisata kota Surabaya.
1. Studi Literatur
Sumber/buku yang digunakan dalam menyelesaikan pembuatan video
pariwisata ini, antara lain penelitian terapan yang berarti penelitian yang
hasilnya dapat digunakan langsung untuk menyelesaikan permasalahan yang di
hadapi. Peneliti melakukan pencarian data melalui sumber-sumber tertulis
untuk memperoleh informasi mengenai objek penelitian diantaranya, studi
litaratur untuk mendapatkan kerangka teoritis dan memperkaya latar penelitian.
Studi literature ini merupakan pengambilan data dari buku-buku yang
digunakan dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
a. An Introduction to Film Studies oleh Jill Nelmes (Nelmes, 1999) sebuah
buku yang banyak mencakup aspek-aspek mengenai ilmu pengetahuan
tentang dunia film.
b. Kunci Sukses Menulis Skenario karya Elizabeth Lutters (Lutters, 2004) yang
berisi tentang panduan membuat scenario untuk diaplikasikan ke film.
STIKOM
c. Dokumenter dari ide sampai produksi yang ditulis oleh Gerzon R. Ayawaila
(Ayawaila, 2008) yang sebagian besar berisikan tentang proses dan teori
mengenai bagaimana membuat film.
d. Lighting With Availble light oleh Adimodel (Adimodel, 2012). Buku yang
berisi pencahayaan untuk fotografi, namun dapat diterapkan panduan
komposisi sebagai penempatan aktor dalam video.
e. Videografi dan Sinematografi Praktis karya Vincent Bayu Tapa Brata (Brata,
2007), berisi panduan yang bermanfaat dalam menuntun persiapan produksi
video.
f. The Art of Moviemaking: Script to Screen 2001 oleh Richard Beck Peacock
(Peacock, 2001) yang banyak berisi secara garis besar berisi tentang etika
dan estetika pembuatan film atau cerita dalam video.
g. Surabayaku Dulu, the memorial of Surabaya karya Yudha Wahyu K.
(Wahyu, 2012) Sebuah buku yang menceritakan banyak destinasi tujuan
wisata yang bersifat sejarah di kota Surabaya.
2. Studi Eksisting
Untuk memperkuat konsep dan ide yang akan dituangkan ke dalam karya video
pariwisata guna memperkenalkan tujuan wisata yang ada di Surabaya, maka
dilakukan kajian terhadap beberapa karya video yang sejenis. Berikut ini adalah
contohnya;
A.GARUDA INDONESIA EXPERIENCE
STIKOM
Pada kajian studi eksisting ini, video live shoot yang dibuat oleh Velocity
productions cukup detil pada setiap pengambilan gambar. 90 detik durasi yang
ada dapat di lihat banyak shoot yang mengandung semiotika yang menunjukan
keindahan Indonesia.
Gambar 3.1 GARUDA INDONESIA EXPERIENCE. Sumber www.youtube.com
Pada iklan pesawat Garuda ini di gambarkan keindahan Indonesia tanpa ada
dialog dari tokoh utama. Cuplikan-cuplikan gambar keseharian masyarakat
Indonesia yang dikemas secara apik dengan komposisi seimbang.
B. EF: LIVE THE LANGUAGE versi SYDNEY
Sebuah video yang digunakan sebagai media promosi untuk menarik minat
remaja belajar tentang kehidupan di luar negeri. Video yang termasuk iklan ini
memiliki ide untuk memberikan edukasi kepada remaja mengenai kehidupan
masyarakat disetiap negara. Editing video yang menarik dengan penambahan
STIKOM
tipografi di setiap ganbar menjadi kekuatan utama untuk memaparkan pesan
yang ingin disampaikan.
Gambar 3.2 EF: LIVE THE LANGUAGE, SYDNEY. Sumber www.vimeo.com
Pemilihan warna dalam video ini menurut Eko Nugroho (2008: 16-17) dapat
digolongkan kepada kombinasi warna-warna Triad yang memiliki pengertian 3
warna yang berjarak sama pada roda warna dan kombinasi ini memberikan efek
seimbang sehingga memberi kesan muda dan segar kepada penonton. Di dalam
video promo yang berdurasi 2 menit 11 detik ini ditunjukan bahwa ada
sekelompok pemuda yang sedang berjalan dan menjelajahi kota Sydney,
Australia. Di rekam tanpa ada dialog yang video ini tetap memiliki titik berat
yang dapat dicerna dengan mudah oleh penonton.
C. Intel Virtual Life: THE SARTORIALIST
STIKOM
Media promosi perusahaan prosesor ternama asal Amerika yang dikemas dengan
menampilkan aktifitas keseharian pekerjaan seorang fotografer dan pemilik sebuah
halaman pribadi di dunia maya atau yang sering kita sebut blogger dalam mengolah
foto yang dia ambil di jalan tentang cara berpakaian sehari-hari masyarakat kota dan
aktifitas beberapa warga kota New York pun masuk dalam rekaman video iklan ini.
Gambar 3.3 Intel Virtual Life: THE SARTORIALIST. Sumber www.youtube.com
Video promosi atau sering disebut iklan ini memiliki alur cerita dan narasi yang
lurus searah. Berdurasi 7 menit 10 detik, video ini mampu menunjukan bahwa
apa yang ingin disampaikan oleh Scott Schuman mampu diterjemahkan dengan
narasi langsung dan gambar tentang kesehariannya.
3.1.2 Teknik Analisis Data
Pada pengumpulan data dari studi literature dan studi eksisting akan dijelaskan
sebagai berikut.
1. Analisis Data Literatur
STIKOM
Hasil studi eksisting dari beberapa buku yang digunakan sebagai acuan untuk
mengerjakan pembuatan video pariwisata kota Surabaya ini memperoleh data
sebagai berikut, dari buku berjudul An Introduction to Film Studies karya
dosen di University of East London, Jill Nelmes (1999) diperoleh hal-hal dasar
(basic) yang tidak boleh luput dari perhatian dalam membuat video.
Dari buku “Dokumenter dari ide sampai produksi” yang ditulis oleh Gerzon R.
Ayawaila (2008) diperoleh data mengenai bagaimana menuangkan ide
kedalam bentuk visual dan proses pra produksi, produksi serta pasca produksi
film dokumenter.
Dari buku “Lighting with Availble Light” tulisan fotografer yang cukup
terkenal di Indonesia, Adimodel (2012), diperoleh informasi mengenai
pengaturan komposisi. Meski aslinya diperuntukan bagi fotografer, tetap saja
buku ini berguna karena adanya banyak informasi tentang bagaimana
mengatur komposisi aktor dengan pencahayaan yang ada.
Dari buku karya Vincent Bayu Tapa Brata (2007) yang berjudul “Videografi
dan Sinematografi Praktis” didapati informasi dan ilmu mengenai persiapan
sebelum dan sesudah produksi film dalam bahasa yang lebih gampang dicerna.
Dari buku “The Art of Moviemaking: Script to Screen” milik Richard Beck
Peacock (2001), diperoleh data mengenai perubahan media sebuah skenario
dari media cetak ke media audio-visual.
2. Analisis Data Studi Eksisting
STIKOM
Dalam melakukan studi eksisting ada beberapa data yang diperoleh yaitu
dalam video yang menampilkan keindahan kota atau suatu tempat haruslah
jeli dan detil dalam melihat hal-hal kecil yang banyak luput dari perhatian
banyak orang. Video yang di jadikan sebagai studi eksisting juga memiliki
kesamaan dalam penggunaan musik sebagai pengiring video (backsound
video) yaitu musik yang mengalun cenderung tenang.
Penggunaan color tone warna yang natural dan segar banyak dipilih sebagai
warna dasar dari video-video dalam studi eksisting.
3.2Proses Perancangan
Langkah dalam urutan pembuatan video pariwisata kota Surabaya berjudul Sparkling
Surabaya adalah sebagai berikut
Gambar 3.4 Alur Perancangan Karya
STIKOM
Pada proses perancangan perlu dilakukan beberapa pertimbangan sebelum proses
perancangan tersebut dilakukan. Pembuatan video pariwisata kota Surabaya ini
diawali dengan pencarian ide (brainstorming) dan diperkuat dengan adanya masalah
yang menjadi dasar dibuatnya Tugas Akhir ini. Setelah dari bagian ini langkah
selanjutnya ialah pengumpulan data (studi literatur dan studi eksisting) guna
memperkuat latar belakang masalah yang ada. Produksi video adalah langkah
berikutnya setelah pra produksi telah dianggap jelas. Pada proses pasca produksi,
dilakukan pemilihan gambar, yang lalu disusun sesuai skenario, dan diberi audio
yang mendukung. Jika telah fix, maka langkah selanjutlah adalah render.
3.3 Pra Produksi
3.3.1 Ide dan Konsep
Berdasarkan bagan perancangan karya di atas, tahap pertama dalam
pembuatan video pariwisata ini yaitu pencarian ide. Berawal dari kesukaan
bertamasya ke tempat baru mejadikan ide awal pembuatan Tugas Akhir ini untuk
membuat video promosi pariwisata, Pemilihan kota Surabaya sebagai kota yang
akan diangkat dalam video pariwisata ini tak luput dari adanya difrensiasi yang
dimiliki oleh Surabaya dan ini diperkuat dengan penjelasan ibu Wali Kota, Tri
Rismaharini (Rachel, 2012).
Ide dapat diperoleh dari gambar dan foto, penelitian, brainstorming,
pengamatan terhadap orang maupun hewan serta tempat dan benda, alur cerita
yang ada (Wright, 2005: 39-43). Untuk membantu memperjelas konsep maka
STIKOM
dilakukan analisa STP (Segmenting, Targeting, Positioning) dan analisa SWOT
(Strength, Weakness, Opportunity, Threat), dan analisa gambar.
A.Analisa STP (Segmentation, Targeting, Positioning)
Dalam menentukan target audience perlu dilakukan analisa STP
(Segmentation, Targeting, Positioning) karena dari analisa STP ini dapat
menentukan bagaimana kita mengemas karya. Segmentation dan targeting
merupakan pembagian target audience berdasarkan letak geografis, sudut
pandang demografis, serta psikografis. Sementara positioning merupakan
penempatan karya dalam fungsinya untuk audience.
Tabel 3.1 Analisis Segmentation, Targeting, Positioning
Segmentation, Targeting,
Positioning
Sparkling Surabaya
Segmentation
&
Targeting
Geografis
• Kota Besar, Perkotaan
• Tengah Kota, Pinggiran kota
Demografis
• 15tahun-40tahun
• Umum (Pria & Wanita)
• Pelajar dan Pekerja
• Bujang & Berkeluarga
Psikografis • Kelas sosial menengah
STIKOM
Positioning
Sebagai video yang berisi mengenai
publikasi potensi pariwisata kota
Surabaya yang memiliki difrensiasi
B. Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat)
Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) merupakan
analisis kelebihan dan kekurangan yang terdapat dalam karya. Adanya analisis
SWOT membantu untuk menghindari kesalahan (miss) dan mampu meniru atau
menambah kekuatan (gain strength) dalam video yang ada di studi eksisting.
Tabel 3.2 Analisis SWOT
SWOT Sparkling Surabaya
Strength
• Adanya Teknik motion tracking yang digabung
dengan typhography
• Backsound dan narasi yang original
• Memiliki jalan cerita yang digabung dengan
video pariwisata
Weakness • Minimnya kemampuan talent dalam berakting
Opportunity
• Tidak banyak video pariwisata yang mengangkat
kota Surabaya
• Penambahan variasi pengambilan gambar
STIKOM
Threat • Adanya penggunaan dialog
• Lebih luas dalam mengambil sample untuk
diangkat menjadi video pariwisata
C. Analisis Gambar
Dalam analisis gambar berikut ini, disertakan hasil data dari tabel STP
(Strength, Weakness, Opportunity, Threat) guna mencari kata kunci atau keyword
yang dapat membantu untuk mempermudah pembuatan video pariwisata kota
Surabaya.
Gambar 3.5 Bagan Kata Kunci (Keyword)
STIKOM
Gambar 3.6 Keyword warna ELEGANT
Dari hasil pencarian warna dan keyword yang telah dilakukan pada gambar
3.5 dan 3.6 muncul Elegant sebagai kata kunci. Keyword elegant muncul sebagai
pemandu dalam produksi video bahwa nantinya video ini akan menggunakan
warna ringan yang mewakili keyword elegant. Keyword ini tak hanya berlaku
pada warna dari video saja namun juga diterapkan pada backsound yang sesuai
dengan keyword.
3.3.2 Analisa Konsep Cerita
Analisa konsep cerita yang terhubung dengan keyword memberi beberapa
ide pemikiran tentang konsep cerita yang berhubungan dengan video pariwisata.
Berikut contohnya:
1. Video pariwisata yang digabungkan dengan jalan ceritanya
memiliki kisah drama pewayangan layaknya ketoprak humor dengan lakon
͆candi prambanan͇, lalu dimasukan unsur gambar keindahan kota dari
cuplikan-cuplikan.
2. Menampilkan gambar keindahan kota yang diberi aksen pemanis
dengan adanya pria dan wanita yang sedang menjelajahi kota yang nanti
STIKOM
pada akhirnya mereka menjalin kasih karena mereka jatuh cinta dengan
kota Surabaya. Dari kedua konsep ide cerita diatas muncul analisis yang
lebih mendetil untuk diterapkan.
Sesuai
Keyword
Pencapaian
pesan ke
audience
Visual yang
memungkinkan
total
Cerita 1 1 1 2 4
Cerita 2 3 2 3 8
Tabel 3.3 Tabel Perbandingan Konsep Ide Cerita
Dari hasil analisis konsep pada tabel 3.3 maka video pariwisata kota surabaya ini
menjalankan konsep yang paling memungkinkan dan mendekati keyword yang
telah ditinjau dari berbagai faktor yang mendukung video ini
3.3.3 Cerita
Video ini berawal dari Jenny dan Bobby yang merupakan 2 orang
traveller/wisatawan yang awalnya tak saling kenal namun secara tak
direncanakan kedua orang ini memiliki rencana yang sama untuk singgah dan
mengulik ibu kota Jawa Timur, yaitu Surabaya. Video ini diawali dengan kedua
wisatawan ini kebetulan bersama-sama menikmati sunrise di gunung Bromo, lalu
bobby dan jenny melanjutkan perjalanan ke Surabaya. Selama berwisata di
STIKOM
Surabaya, baik Jenny atau Bobby sangat bersemangat dan gembira, setelah
beberapa tujuan wisata di Surabaya yang mereka jelajahi. Mereka berdua (Jenny
& Bobby) merasa sedikit demi sedikt mencintai kota ini. Dalam masa liburannya
ini mereka pun beberapa kali bertemu secara tak sengaja di beberapa tujuan
wisata Surabaya, hingga suatu saat mereka berkenalan dan akhirnya memadu
kasih di kota surabaya.
3.3.4 Karakter
Di dalam Video Pariwisata ini hanya ada 2 karakter utama, Jenny dan Bobby.
A. Jenny
Perempuan manis berambut panjang lurus dan berperawakan besar,
pecinta travelling yang suka menjelajahi sudut baru dengan kamera
ponselnya dan catatan kecil yang menemani dia dalam mencatat
kesehariannya.
B. Bobby
Pria muda yang berjiwa petualang, menjelajahi kota Surabaya dengan
motornya dan ditemani kamera DSLR yang ia gunakan untuk memotret
segala hal yang menarik matanya dalam masa liburan ini.
3.3.5 Skenario
01. EXT GUNUNG BROMO (SUNRISE VIEWER) – PAGI
Time elapse sunrise gunung bromo dan orang yang menikmati sunrise
STIKOM
Jenny mengambil foto keindahan Bromo lalu lewat Bobby di belakangnya
(berpapasan)
Jenny menuruni anak tangga, Bobby berjalan melewati banyak orang di
tempat sunrise Bromo
Jenny berjalan lalu berhenti melihat peta
02. EXT WARUNG KOPI DI GUNUNG BROMO – PAGI
Close up ke uap hangat cangkir kopi diatas meja kayu
Bobby ambil cangkir kopi dan meminumnya sambil menatap mentari pagi.
Bobby mengambil peta dari tasnya lalu menunjuk kota Surabaya
03. EXT WARUNG MAKAN GUNUNG BROMO – PAGI
Close up + establish shoot tampak Jenny makan mi instan cup dan
menatap mentari pagi, lalu kembali berjalan untuk mengambil foto
keindahan Bromo
04. EXT KERETA KOMUTER – SIANG
Jenny duduk di salah satu sudut dengan mendengarkan music melalui iPod
dan membaca peta, sambil menatap kearah luar jendela kereta dengan
tersenyum
05. EXT STASIUN GUBENG – SORE
Jenny turun dari kereta, lalu mencari arah ke kota dengan bertanya kepada
orang yang lewat.
06. EXT JALAN TAMAN APSARI (Tembok Graffiti ) – SORE
Bobby mengendari motor melewati tembok graffiti
STIKOM
07. INT MUSEUM KESEHATAN – SIANG
Bobby melihat-lihat dan memotret isi museum kesehatan
08. EXT SATE KLOPO ONDOMOEHEN – SORE
Shoot establish sate klopo oendomoehen (penjual, kegiatan bakar sate,
tukang parkir sibuk).
Bobby pesan+makan sate
09. EXT JEMBATAN JAGIR – MALAM
Bobby naik motor terus turun, lalu jalan untuk motret jagir
10. EXT PATUNG BUDHA 4 WAJAH – SIANG
Bobby berjalan menikmati & berjalan santai sambil memotret.
11. EXT PAGODA KENJERAN – SIANG
Bobby berjalan menikmati & berjalan santai sambil memotret.
12. INT MUSEUM ROKOK HOS – SORE
Bobby berjalan menikmati & berjalan santai sambil memotret.
13. EXT MUSEUM ROKOK HOS (belakang dekat galeri) – SORE
Bobby berjalan menikmati & berjalan santai sambil memotret.
14. EXT MASJID CHENG HOO – SIANG
Bobby berjalan menikmati & berjalan santai sambil memotret.
15. INT MASJID CHENG HOO – SIANG
Bobby Sholat.
16. EXT JALANAN KENJERAN – SORE
STIKOM
Bobby mengendarai motor melintas di jalanan kenjeran sambil menengok
pantai, lalu berhenti dan menikmati jalan-jalan di pinggir pantai sambil
menengok suramadu (shoot suramadu).
17. EXT DEPAN MONUMEN KAPAL SELAM – SIANG
Jenny berjalan lalu mengambil foto didepan kapal selam, lalu meminta
tolong memotretkan dirinya didepan monkasel kepada orang yang lewat.
18. EXT DEPAN GEDUNG GRAHADI – SORE
Bobby berjalan kaki melewati keramaian kota Surabaya, sambil memotret
patung gubernur Suryo
19. EXT BONBIN – SIANG
Jenny berjalan mengelilingi bonbin sambil mengambil foto hewan-hewan
20. EXT BONBIN ARENA GAJAH – SIANG
Jenny tertawa (mood gembira) naik gajah
21. INT MIROTA (bagian buku) – SIANG
Jenny meluangkan waktu untuk membaca buku (kayak di perpustakaan)
22. INT MIROTA (bagian batik) – SIANG
Jenny tampak sedang window shopping
23. EXT TAMAN KEBUN BIBIT 2 (belakang stikom) – PAGI
Jenny adegan yoga di pinggiran danau
Adegan Jenny menulis diary kesehariannya di notes kecil
24. EXT GRAND CITY MALL – PAGI
Establish shoot bagian depan mall.
STIKOM
25. INT GRAND CITY MALL – PAGI
Establish shoot arsitektur bangunan mall
Long shoot Jenny turun dengan menggunakan escalator membawa tas
barang belanjaan.
26. EXT GEREJA KEPANJEN – PAGI/SIANG
Bobby berjalan kaki melewati keramaian kota sambil menikmati keindahan
bangunan gereja sambil mengambil foto dengan kamera DSLR-nya.
27. EXT BAPEM (bagian luar) – SORE
Jenny berjalan kaki melewati keramaian kota Surabaya.
28. EXT BAPEM (sebrang jalan, jalan pemuda) – SORE
Jenny berjalan kaki melewati keramaian kota Surabaya, melihat air mancur
di tengah kota.
29. INT TOURISM INFORMATION (dalam bapem) – SORE
Jenny jalan-jalan, melihat-lihat sambil membeli souvenir yang ada disana,
lalu masuk bobby (berpapasan dengan jenny). Gak sengaja Bobby
menabrak bahu jenny sehingga menjatuhkan tas belanjaan Jenny.
30. EXT ZANGRANDI – SORE
Jenny bersama bobby datang lalu duduk serta memesan ice cream,
sementara bobby mengambil foto jenny makan ice cream.
shoot jenny makan ice cream+kegiatan mereka berdua.
31. EXT DEPAN HOTEL MAJAPAHIT – MALAM
STIKOM
Jenny berjalan kaki bersama bobby melewati keramaian dan keindahan
kota Surabaya, sambil memotret sekelilingnya.
32. EXT TAMAN BUNGKUL – MALAM
Jenny+Bobby berjalan bersama bersendau gurau dan berpegangan tangan.
3.4 Treatment
Penyusunan plot atau treatment dalam video ini bertujuan untuk menuliskan
tentang urutan adegan (scene) dan shot pada saat editing. Urutan adegan tersebut akan
dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya adalah awal cerita yang mengisahkan
tentang Bobby dan Jenny yang bertemu di Bromo lalu jelajah kota Surabaya,Hingga
pada akhirnya tertuju pada bagian penutup dimana bagian ini sebagai kesimpulan dari
video pariwisata ini.
3.5 Publikasi
Konsep publikasi yang dipakai dalam Tugas Akhir ini adalah elegant. Konsep ini
mempertimbangkan penataan layout yang sesuai dengan keyword, komposisi yang
baik, mudah dipahami, dan mampu memberikan informasi yang jelas.
1. Poster
a. Konsep
STIKOM
Untuk pembuatan poster ini hal yang menjadi pertimbangan adalah kesesuaian
konsep dengan keyword, komposisi yang mudah dan mampu memberikan
informasi yang jelas.
b. Sketsa
Gambar 3.7 Sketsa Poster
2. Cover cakram DVD
a. Konsep
Dengan pertimbangan desain cover CD cakram yang sesuai dengan keyword,
komposisi yang baik, mudah dipahami, dan mampu memberikan informasi
yang jelas maka desain ini tetap seirama dan konsisten mengikuti dengan
STIKOM
desain poster namun disederhanakan karena bentuk cakram yang bulat dan tak
memiliki space yang banyak seperti poster.
b. Sketsa
Gambar 3.8 Sketsa Cakram DVD
3. Sampul DVD
a. Konsep
Sama seperti pembuatan poster, dalam pembuatan sampul DVD pun ini
hal-hal yang dipertimbangkan adalah yang mampu memberikan informasi yang
jelas dan tetap konsisten dengan titik berat desain poster dan cakram.
b. Sketsa
Gambar 3.9 Sketsa Sampul DVD
STIKOM
52
BAB V
PENUTUP
5.1Kesimpulan
1. Pembuatan film pendek ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap pra
produksi, tahap produksi, dan tahap pasca produksi. Dalam proses
pengerjaan ketiga tahap tersebut, diperlukan suatu perencanaan alur kerja
terlebih dahulu, agar tidak terjadi kesalahan ketika melakukan proses
pembuatan.
2. Dalam pembuatan video ini, data yang berasal dari narasumber sangat
membantu dalam pembuatan narasi maupun data dalam laporan.
3. Karena Surabaya merupakan kota yang metropolitan maka jenis tempat
hiburan yang diambil beragam. Mulai dari pasar barang etnik hingga mall.
Lalu museum, kebun binatang hingga tempat bersejarah seperti jembatan
merah.
4. Video pariwisata adalah salah satu media komunikasi massa yang mampu
berkomunikasi berbagai pesan dalam setiap treatment pada bagian-bagian
scene dengan menggunakan media visual sebagai pendukung untuk
memberikan pengetahuan tentang wisata yang terdapat di kota Surabaya.
STIKOM
5.2Saran
1. Saat proses produksi, penggunakan boomer sangat membantu dalam
pengambilan suara.
2. Musik latar belakang dapat diarrange sendiri, sehingga tidak perlu
mengambil dari musik orang lain, walaupun free.
3. Penulis mengakui masih banyak kekurangan dalam mengaplikasikan hasil
observasi ini kedalam video dokumenter karena dalam pembuatan film
dokumenter ini sangat diperlukan perencanaan dan perancangan yang
lebih matang dan didukung oleh beberapa crew dengan spesifikasi (Job
descirptions) tersendiri namun dalam pembuatan video pariwisata kota
Surabaya berjudul Sparkling Surabaya ini dikerjakan dengan jumlah crew
yang terbatas.. Penulis masih banyak menemukan prihal atau sudut
pandang yang bisa digali dari kota Surabaya ini.
STIKOM
54
DAFTAR PUSTAKA
Adimodel. (2012). Lighting with Available Light. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Atmowiloto, Arswendo. (1982). Mengarang Itu Gampang. Jakarta: PT. Gramedia, Anggota IKAPI.
Ayawaila, Gerzon R. (2008). Dokumenter dari ide sampai produksi. Jakarta: Fakultas Film dan Televisi, IKJ (FFTV-IKJ).
Beaver, Frank Eugene. (2006). Dictionary of Film Terms. University of Michigan: Peter Lang.
Brata, Vincent Bayu Tapa. (2007). Videografi dan Sinematografi Praktis.
Semarang: PT. Elex Media Komputindo.
Brown, Blair. (2002). Cinematography: Theory and Practice: Image Making for
Cinematographers, Directors, and Videographers. Jordan: Focal Press.
Carroll, N. (1996). Theorizing the Moving Image. 10 Stamford Road: Cambridge University Press 1996.
Cubbit, Sean. (1993). Videography:Video Media as Art and Culture. Melbourne: Pelgrave Macmillan.
Danesi, Marcel. (2012). Popular Culture: Introduction Perspective. Toronto: University of Toronto. Rowman & Littlefield Publishers.
Efendi, Heru. (2009). Mari Membuat Film – Panduan menjadi Produser. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Frost, J. B. (2009). Cinematography for Directors: A Guide for Creative
Collaboration. Studio City, California: Michael Wiese Production.
Gandapurnama, Baban. (2013). Disparbud Bandung Targetkan Kunjungan 8 Juta
Wisatawan di 2013. Bandung: detikBandung. Diakses pada tanggal:
16-12-2012.
STIKOM
Gore, Richard. (2002). British Social Realism: From Documentary to Brit Grit.
the History of African Art at the School of Oriental and African Studies (SOAS): Wallflower Press.
Imanjaya, Ekky. (2006). The Film is not a Dream, Life is. Jakarta: The Norwich University.
Jay, Ros. (2000). How to Write Proposals and Reports that Get Results. Montreal: Pearson Education Limited.
Jowett, Gareth & Linton, James M. (1989). Movie as Mass Communication.
Michigan: University of Michigan.
Lipkin, Steve N. (2002). Real Emotional Logic: Film and Television Docudrama
As Persuasive Practice. Western Michigan University: Southern Illinois
Unive. Press.
Lutters, Elizabeth. (2004). Kunci Sukses Menulis Skenario. Jakarta: PT. Grasindo, Anggota IKAPI.
Mochtar, Ardian. (2006). IPS Terpadu; Sejarah dan Budaya. Semarang: Erlangga.
Nelmes, Jill. (1999). An Introduction to Film Studies. London: University of East London.
Nugroho, Eko. (2008). Pengenalan Teori Warna. Yogyakarta: CV. ANDI
OFFSET.
Peacock, Richard Beck. (2001). The Art of Moviemaking: Script to Screen.
Universty of Indiana: Prentice Hall.
Pemerintah kota Surabaya. (2006). Rencana Pembangunan Jarak Menengah
tahun 2006-2010 (Vol. II, pp. 7-11). Surabaya: Pemerintah kota Surabaya.
Pratista, Himawan. (2008). Memahami Film. Jakarta: Homerian Pustaka.
Rachel, Arianna. (2012). Wali Kota: Keunggulan Pariwisata Surabaya karena
Difrensiasinya. Surabaya: Antara News. Diakses pada tanggal: 2-11-2012.
Rosenthal, Allan. (1999). Why Docudrama?:Fact-Fiction on Film and TV. United Kingdom: SIU Press.
STIKOM
Soehartono, Irawan. (1995). Metode Penelitian Sosial: Suatu teknik penelitian
bidang kesejahteraan sosial dan ilmu sosial lainnya. Jakarta: Rosda.
Timothy, James. (2009). Best City Cost Effectiveness. London: Financial Times Magazine.
Wahyu K, Yudha. (2012). Surabayaku Dulu, the memorial of Surabaya.
Surabaya: STIKOM Surabaya.
Widagdo, Bayu & Gora, Winastwan. (2007). Bikin Film Indie itu Mudah.
Bandung: CV. ANDI OFFSET.
Wright, Darrell Lee. (2005). How to not make a movie. Manhattan: Principle Publisher.
Yoeti, Oka A. (2008). Ekonomi Pariwisata: introduksi, informasi, dan aplikasi.
Jakarta: Kompas.
Yuliadewi, Lesie. (2000). Komposisi dalam Fotografi. Jurnal Nirmana Jurusan
Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain Universitas Kristen
Petra, vol. 2 no.1
Wahana Komputer. (2010). Panduan Praktis Adobe After Effects CS4 untuk
Kreasi Efek Video. Semarang: CV. ANDI OFFSET.
Zaharuddin G. Djalle. (2006). The Making of 3D Animation Movie using 3D
Studio Max. Bandung: Informatika.
Zoebazary, Ilham. (2010). Kamus Istilah Film dan Televisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.