• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Wet Rendering terhadap Kualitas Minyak Ikan Siro (Amblygaster sirm)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Wet Rendering terhadap Kualitas Minyak Ikan Siro (Amblygaster sirm)"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH

WET RENDERING

TERHADAP KUALITAS

MINYAK IKAN SIRO (

Amblygaster sirm

)

CHALIDA SYARI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi berjudul “Pengaruh Wet

Rendering terhadap Kualitas Minyak Ikan Siro (Amblygaster sirm)” adalah benar

hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Seluruh sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

CHALIDA SYARI. Pengaruh Wet Rendering terhadap Kualitas Minyak Ikan Siro

(Amblygaster sirm). Dibimbing oleh SUGENG HERI SUSENO dan AGOES

MARDIONO JACOEB

Ikan siro (Amblygaster sirm) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang terdapat di Indonesia. Pemanfaatan ikan siro hasil tangkapan sebagian besar digunakan sebagai ikan asin dan umpan pada penangkapan tuna. Hasil tangkap ikan siro relatif besar dan dapat diolah menjadi produk lain yang lebih baik, sehingga nilai jualnya dapat ditingkatkan. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan minyak ikan yang diekstraksi pada suhu rendah dan memiliki kualitas yang sesuai standar IFOS (International Fish Oil Standard). Metode ekstraksi yang digunakan adalah soxhletasi, bligh and dyer, dan wet rendering. Hasil tertinggi ekstraksi minyak ikan yang berasal dari jeroan diperoleh dari metode soxhletasi dan bligh and dyer masing-masing sebesar 7,3% dan 8,2%. Ekstraksi minyak ikan dilakukan dengan metode wet rendering pada suhu 40oC hingga 80oC. Mutu minyak ikan terbaik yang berasal dari jeroan yaitu pada perlakuan suhu 60oC. Berdasarkan bilangan peroksida sebesar 15 meq/kg, kadar asam lemak bebas sebesar 13,64%, bilangan anisidin sebesar 13,59 meq/kg, dan bilangan totoks sebesar 43,59 meq/kg. Fraksinasi lemak yang terdapat pada minyak ikan siro adalah kolesterol dengan nilai Rf sebesar 0,3 dan asam lemak metil ester dengan nilai Rf sebesar 0,82.

Kata kunci: fraksinasi, ikan siro, kualitas, minyak ikan, wet rendering.

ABSTRACT

CHALIDA SYARI. Wet Rendering effect on Quality of Spotted sardinella

(Amblygaster sirm) Fish Oil. Supervised by SUGENG HERI SUSENO and

AGOES MARDIONO JACOEB

Spotted sardinella (Amblygaster sirm) is one of small pelagic fish which can be found in Indonesia and mostly used as bait for Tuna fishing and processed into salted fish. They can be enchanced by processed into other products that increased it`s value. The aim of this research was to produce fish oils that are extracted at low temperatures and have appropriate quality standard IFOS ( International Fish Oil Standard). The extraction methods used were soxletation, bligh and dyer, and wet rendering. The highest yield of fish oil from viscera were obtained by soxletation and bligh and dyer extraction for 7.3% and 8.2% respectively. Wet rendering method used to extract fish oil using temperature 40oC until 80oC. Temperature treatment on 60oC produced the most good quality fish oil from spotted sardinella viscera with the peroxide value 15 meq/kg, free fatty acids value 13.64%, anisidin value for 13.59 meq/kg, and totox value 43.59 meq/kg. The fat fractination contained in spotted sardinella fish oil were cholesterol and methyl ester of fatty acid with the Rf of 0.3 and 0.82 respectively.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)
(7)

PENGARUH

WET RENDERING

TERHADAP KUALITAS

MINYAK IKAN SIRO (

Amblygaster sirm

)

CHALIDA SYARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pengaruh Wet Rendering terhadap Kualitas Minyak Ikan Siro

(Amblygaster sirm)

Nama : Chalida Syari

NIM : C34100049

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl - Biol

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi Ketua Departemen

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini adalah minyak ikan, dengan judul pengaruh wet rendering terhadap kualitas minyak ikan siro

(Amblygaster sirm).

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, terutama kepada:

1. Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi selaku dosen pembimbing I

atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis. 2. Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl – Biol selaku dosen

pembimbing II yang telah memberikan arahan dan ilmu yang bermanfaat. 3. Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku dosen penguji atas segala masukkan yang diberikan kepada penulis.

4. Seluruh staf dosen, laboran, dan administrasi Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 5. Keluarga terutama kedua orang tua, nyaik, seri dan ketiga adik penulis yang telah memberikan doa dan dukungannya selama ini.

6. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selaku pemberi beasiswa PPA sejak semester 4 penulis berkuliah di Institut Pertanian Bogor.

7. Nanang Sunandar dan May selaku staf Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

8. Zacky Arivaie Santosa, AMd selaku staf Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Produk Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 9. Teman-teman satu bimbingan yaitu Enok, Rida, Ukhti, Ajul, Isna, dan Hardiana yang telah memberikan motivasi dan kenangan yang indah selama penelitian.

10.Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Siska,

Chadefi, Ratna, Egi, Devi, Rida, Ardian, Armedi, dan Riko (KEMALA 47) atas pemberian semangat dan dukungan tiada henti kepada penulis. 11.Teman-teman THP 47 yang telah memberi dukungan dan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, September 2014

(11)

DAFTAR ISI

Analisis Kadar Air (AOAC 2005 934.01) ... 4

Analisis Kadar Abu (AOAC 2005 938.08) ... 4

Analisis Kadar Protein (AOAC 2005 976.05) ... 5

Analisis Kadar Lemak (AOAC 2005 954.02) ... 5

Analisis Profil Asam Lemak (AOAC 2005 996.01) ... 6

Ekstraksi Minyak Ikan (Suhu Rendah) (Wanasundara 1996 dengan modifikasi) ... 7

Ekstraksi Minyak (Bligh and Dyer 1959) ... 7

Analisis Bilangan Peroksida (AOAC 2005 965.33) ... 8

Analisis Asam Lemak Bebas (%FFA) (AOAC 2005 940.28) ... 8

Penentuan Nilai Total Oksidasi (TOTOX) (Perrin 1996) ... 8

Analisis Bilangan Anisidin (Watson 1994) ... 8

Fraksinasi Lemak Minyak Ikan (Gigliotti et al. 2011 dengan dimodifikasi) ... 9

Perbandingan Hasil Rendemen Minyak Ikan dari Ekstraksi Wet Rendering, Soxhletasi, dan Bligh and Dyer ... 13

Bilangan Peroksida (Peroxide Value) ... 14

Asam Lemak Bebas ... 15

Bilangan Anisidin (p-Anisidine Value) ... 16

Bilangan Totoks (Totox Value) ... 18

Fraksinasi Minyak Ikan Siro ... 18

KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

Kesimpulan ... 20

Saran ... 21

DAFTAR PUSTAKA ... 21

(12)

DAFTAR TABEL

1 Nilai proksimat bagian-bagian ikan siro (A.sirm) ... 10

2 Profil asam lemak ... 12

3 Perbandingan hasil rendemen minyak ikan ... 13

4 Fraksinasi minyak ikan siro ... 19

DAFTAR GAMBAR

1 Rendemen ikan siro ... 9

2 Nilai bilangan peroksida minyak ikan hasil ekstraksi ... 14

3 Kadar asam lemak bebas minyak ikan hasil ekstraksi ... 16

4 Nilai bilangan anisidin minyak ikan hasil ekstraksi ... 17

5 Nilai bilangan total oksidasi minyak ikan hasil ekstraksi... 18

6 Kromatogram standar lemak……….. .. ………..19

7 Kromatogram minyak ikan……….19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Dokumentasi kegiatan ... 27

2 Tabel ANOVA bilangan peroksida ... 27

3 Tabel ANOVA kadar asam lemak bebas ... 28

4 Tabel ANOVA bilangan anisidin ... 28

5 Tabel ANOVA bilangan total oksidasi ... 29

6 Tabel ANOVA rendemen ikan siro ... 29

7 Tabel ANOVA kadar air ikan siro ... 30

8 Tabel ANOVA kadar abu ikan siro ... 30

9 Tabel ANOVA kadar lemak ikan siro ... 30

10 Tabel ANOVA kadar protein ikan siro... 31

11 Kromatogram asam lemak jeroan ikan siro ... 31

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan siro (Amblygaster sirm) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang terdapat di perairan Indonesia. Habitat spesifik ikan siro yaitu perairan pelagis dan hidup secara bergerombol. Distribusi ikan siro di Indonesia yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (KKP 2014). Angka produksi ikan siro di perairan Indonesia pada tahun 2012 mencapai 49.110 ton/tahun dengan nilai produksi sebesar 371.176 juta Rp/tahun (Ruchimat 2013).

Ikan siro termasuk dalam kelas Actinopterygii, ordo Clupeiformes

(herrings), famili Clupeidae (Herrings, shads, sardines, menhadens), sub famili

dorosomatinae, genus Amblygaster, dan spesies dengan nama Amblygaster sirm. Ikan siro di Indonesia biasanya dijadikan produk olahan ikan asin. Ikan asin siro yang diproduksi di Pelabuhan Jongor, Tegal dengan nilai jual yang rendah yaitu sekitar Rp 8.000/kg (Ariyanti 2014). Pemanfaatan lain ikan siro yaitu sebagai ikan umpan pada penangkapan tuna (Crispina 2014). Hasil tangkap ikan siro relatif besar dan dapat diolah menjadi produk lain yang lebih baik, sehingga nilai jualnya dapat ditingkatkan. Luzia et al. (2003) menyatakan bahwa minyak ikan sarden merupakan salah satu sumber PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acids) yang melimpah, terutama EPA (Asam Eikosapentaenoat) dan DHA (Asam Dokosaheksaenoat). Ikan siro tergolong dalam famili Clupeidae (Herrings, shads, sardines, menhadens) dan dapat dijadikan sumber minyak ikan yang kaya akan PUFA, khususnya EPA dan DHA.

Ozogul dan Ozogul (2007) menyatakan bahwa kandungan lemak ikan laut dapat diaplikasikan pada produk farmasi, pakan, dan industri pertanian serta budidaya. Menurut Guerrero et al. (2011) minyak ikan menjadi salah satu sumber tertinggi dari asam lemak tak jenuh ganda omega-3 khususnya EPA dan DHA. Omega-3 memiliki manfaat yaitu menurunkan kadar kolesterol dalam darah dan mencegah proses penyempitan pembuluh darah manusia, sehingga dapat mencegah timbulnya serangan penyakit jantung (Moeljanto 1992). Alasalvar dan Taylor (2002) menyatakan DHA dan EPA juga memberi manfaat bagi kesehatan manusia diantaranya berkaitan dengan pencegahan penyakit kardiovaskuler, imunitas, inflamasi, alergi, dan kanker. DHA berperan utama dalam pembentukan otak dan memaksimalkan fungsi retina pada bayi. DHA terdapat di dalam struktur fosfolipid yang menjadi komponen membran otak dan retina, serta merupakan asam lemak terbesar (lebih dari 30%) dari asam-asam lemak dalam otak abu-abu (Estiasih 2009). Menurut Morrissey dan Okada (2007) rantai panjang asam lemak EPA dan DHA juga berkontribusi dalam mereduksi beberapa tipe kanker, diabetes, kelainan kesehatan mental, dan asma. Banyaknya manfaat minyak ikan bagi kesehatan manusia mendorong untuk dilakukan produksi minyak yang berasal dari ikan siro.

Hasil penelitian Aditia et al. (2014) menunjukkan minyak ikan yang berasal dari keseluruhan bagian ikan tongkol (whole) yang diekstraksi menggunakan metode dry rendering pada suhu 90-95oC memiliki rendemen sebesar 1%. Chantachum et al. (2000) menunjukkan rendemen minyak ikan cakalang

(14)

yaitu sebesar 2,8. Pembuatan minyak ikan siro dalam penelitian ini menggunakan metode ekstraksi basah (wet rendering) pada suhu 40 – 80oC yang diharapkan dapat menghasilkan minyak dengan rendemen dan kualitas yang tinggi. Proses

wet rendering terdiri dari pemasakan ikan dengan uap air panas (steam) yang

bertujuan untuk merusak struktur sel adiposa dilanjutkan dengan pengepresan minyak yang telah dipanaskan (Estiasih 2009). Beberapa keuntungan menggunakan metode tersebut diantaranya penggunaan akuades sebagai carrier yang relatif aman dibanding pelarut kimia dan efektif. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan minyak ikan yang dihasilkan dari berbagai bagian ikan siro dengan menggunakan metode ekstraksi wet rendering, soxhletasi dan Bligh and Dyer. Minyak hasil ekstraksi wet rendering dengan perlakuan suhu dianalisis oksidasi primer dan sekundernya. Minyak ikan yang dihasilkan dengan metode

Bligh and Dyer difraksinasi menggunakan kromatografi lapis tipis untuk

mengetahui kandungan yang terdapat dalam minyak tanpa adanya pengaruh suhu.

Perumusan Masalah

Pemanfaatan ikan siro sejauh ini hanya sebatas untuk ikan asin dan umpan pada penangkapan tuna. Produk dengan bahan baku ikan siro tersebut memiliki nilai jual yang relatif rendah. Pembuatan minyak ikan dari ikan siro dapat menjadi alternatif produk lain, sehingga nilai jualnya dapat meningkat. Ekstraksi minyak ikan yang berasal dari ikan laut umumnya menggunakan suhu tinggi dan menyebabkan kualitasnya menjadi rusak. Pembuatan minyak ikan siro yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan perlakuan suhu rendah dan dilihat kualitas minyak yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini antara lain adalah :

1) menentukan bagian terbaik yang memiliki asam lemak omega-3 tertinggi 2) menganalisis kualitas minyak ikan yang dihasilkan

3) memfraksinasi minyak ikan yang dihasilkan

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah tersedianya informasi tambahan mengenai pemanfaatan lain ikan siro yakni sebagai sumber minyak ikan yang kaya akan asam lemak tidak jenuh omega-3.

Ruang Lingkup Penelitian

(15)

peroksida), analisis sekunder oksidasi (p-anisidin), kadar asam lemak bebas, total oksidasi, ekstraksi Bligh and Dyer, fraksinasi minyak ikan, analisis data, serta penulisan laporan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Juni 2014. Penelitian diawali dengan preparasi bahan baku di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Produk Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berikutnya adalah analisis proksimat yang dilakukan di Laboratorium PAU Institut Pertanian Bogor. Analisis profil asam lemak dilakukan di Laboratorium MIPA Terpadu, Institut Pertanian Bogor. Penelitian selanjutnya adalah ekstraksi minyak ikan dengan metode wet rendering di Laboratorium Pendidikan Biokimia, Departemen Biokimia, Institut Pertanian Bogor. Ekstraksi bligh and dyer dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor. Prosedur analisis dan fraksinasi minyak ikan dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan dan Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Produk Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan siro (Amblygaster

sirm). Bahan lain yang digunakan antara lain akuades, metanol 0,5 N, asam asetat

glasial, KI, natrium tiosulfat 0,1 N, indikator pati 1%, etanol 95%, Phenolphtalein (PP), isooktan, p-anisidin 0,25%, eter, dan bahan yang digunakan untuk analisis proksimat dan profil asam lemak.

Alat yang digunakan diantaranya pisau, alumunium foil, kromatografi lapis tipis merk Merck Alumunium oxide 60 F254, bakker glas, kompor listrik, pipet

tetes, pipet volumetrik, timbangan analitik, penangas air, gelas ukur, biuret, oven merk Schutzart DIN 40050 – IP20, cawan porselen, erlenmeyer, tabung reaksi, kertas saring, water bath merk Memert dan VMR Scientific model 1110, sentrifuse merk Hettich Zentrifugen EBA-20 dan Hitachi, spektrofotometer merk Shimadzu dan Agilent 8453 UV-visible dengan panjang gelombang 350 nm, alat gas chromatography merk Shimadzu GC 2010 plus dengan standar SupelcoTM 37 Component FAME Mix, rotary evaporator, corong plastik, botol kimia plastik,

dan software SPSS 15.0.

Prosedur Analisis Penelitian

(16)

Ikan dipreparasi dan dipisahkan antara kulit, isi perut, kepala, whole, dan daging. Bagian yang telah dipisah lalu dihitung proporsinya dibandingkan dengan ikan siro utuh. Bagian tubuh ikan siro yang telah dipisahkan masing-masing dicacah halus untuk selanjutnya ditentukan nilai proksimat dan profil asam lemaknya.

Prosedur selanjutnya adalah pembuatan minyak ikan. Pembuatan tersebut dilakukan dengan dua metode ekstraksi yaitu wet rendering dan Bligh and Dyer. Sampel yang dipakai untuk ekstraksi wet rendering adalah daging, jeroan, kepala,

dan whole. Ekstraksi wet rendering dilakukan menggunakan suhu mulai dari

40oC hingga 80oC, masing-masing perlakuan suhu selama 30 menit. Perbandingan sampel dengan pelarut akuades sebesar 1:1. Sampel selanjutnya disaring agar fraksi cair didapatkan. Fraksi cair yang telah didapat, disentrifuse untuk memisahkan antara air dan fraksi minyak. Hasil ekstraksi berikutnya dianalisis untuk mengetahui kualitas minyak ikan yang dihasilkan dengan perlakuan suhu. Analisis tersebut meliputi analisis bilangan peroksida, asam lemak bebas, nilai anisidin, total oksidasi. Metode ekstraksi Bligh and Dyer tidak menggunakan perlakuan suhu. Minyak yang dihasilkan dari metode Bligh and

Dyer selanjutnya difraksinasi menggunakan kromatografi lapis tipis.

Preparasi

Ikan siro ditimbang untuk mengetahui bobot awalnya. Ikan dibersihkan, selanjutnya dipisahkan antara kulit, kepala, jeroan, daging, dan whole. Masing-masing sampel tersebut ditimbang seberat 25 gram. Sampel dibungkus alumunium foil dan disimpan pada suhu -20oC.

Analisis Kadar Air (AOAC 2005 934.01)

Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan atau jumlah air yang terdapat pada masing-masing bagian ikan siro. Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu102-105oC hingga diperoleh berat konstan selama 15 menit. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) dan dibiarkan hingga sama dengan suhu ruang (26-27oC) kemudian ditimbang. Sampel ikan siro ditimbang seberat 5 gram. Selanjutnya cawan yang telah diisi sampel dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105oC selama 6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan hingga sama dengan suhu ruang (26-27oC) kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air dihitung dengan rumus:

Kadar air 1 Keterangan:

A = Berat cawan porselen kosong (g)

B = Berat cawan porselen dengan sampel ikan siro (g)

C = Berat cawan porselen dengan sampel ikan siro setelah dikeringkan (g) Analisis Kadar Abu (AOAC 2005 938.08)

(17)

ditimbang. Sampel ikan siro yang sudah dicacah ditimbang sebanyak 5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselen. Selanjutnya dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600oC selama 6 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator, dibiarkan hingga sama dengan suhu ruang (26-27oC) dan kemudian ditimbang. Perhitungan kadar abu dihitung dengan rumus:

Kadar abu 1 Keterangan:

A = Berat cawan porselen kosong (g)

B = Berat cawan porselen dengan sampel ikan siro (g)

C = Berat cawan porselen dengan daging ikan siro setelah dikeringkan (g) Analisis Kadar Protein (AOAC 2005 976.05)

Analisis protein dilakukan untuk mengetahui kandungan protein kasar

(crude protein) pada masing-masing bagian ikan siro. Tahapan yang dilakukan

dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. (1) Tahap destruksi

Sampel ikan siro ditimbang seberat satu gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Setengah tablet kjeldahl atau selenium dimasukkan ke dalam labu kjeldahl yang berfungsi untuk mempercepat reaksi tersebut dan ditambah 10 mL H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat

pemanas bersuhu 410oC. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi hijau bening.

(2) Tahap destilasi

Sampel yang telah didestruksi dilarutkan ke dalam labu takar 100 mL menggunakan akuades. Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambah larutan NaOH 40% sebanyak 10 mL. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 125 mL berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes

indikator (cairan methyl red dan bromocresol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi biru.

(3) Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi merah muda kembali. Perhitungan kadar protein sebagai berikut:

itrogen m l sampel m l blankomg daging ikan siro l 1 1

Kadar protein nitrogen faktor konversi 6

Analisis Kadar Lemak (AOAC 2005 954.02)

(18)

pelarut lemak heksana. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 80oC menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap.

Saat destilasi, pelarut akan tertampung di soxhlet dan dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 15 menit, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar lemak dihitung dengan rumus:

Kadar lemak W W W1 1

Keterangan: W1 = Berat sampel ikan siro (g) W2 = Berat labu kosong (g)

W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g) Analisis Profil Asam Lemak (AOAC 2005 996.01)

Analisis yang digunakan memiliki prinsip mengubah lemak menjadi turunannya, yaitu dalam bentuk metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat kromatografi. Gas chromatography (GC) memiliki prinsip kerja dalam pemisahan antara gas dan lapisan tipis cairan berdasarkan perbedaan jenis bahan dan suhu bahan. Hasil analisis akan terekam dalam suatu lembaran yang terhubung dengan rekorder dan ditunjukkan melalui beberapa puncak pada waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter masing-masing asam lemak. Sebelum melakukan injeksi metil ester, terlebih dahulu lemak diekstraksi dari bahan mentah, lalu dilakukan metilasi sehingga terbentuk metil ester dari masing-masing asam lemak yang didapat. Perangkat kromatografi gas diatur sebelum injeksi dilakukan. Pengaturan alat sebagai berikut:

Kolom : Cyanopropil methyl sil (capilary column)

Dimensi kolom : p = 60 m, dalam = 0,25 mm, 0,25 m Film Tickness

Suhu kolom : Program temperatur -kolom temperatur : awal 190oC diam 15 menit

akhir 230oC diam 20 menit Rate 10oC/ menit

Rasio : 1:8

Inject Volum : 1 L

Linier Velocity : 20 cm/sec

Analisis asam lemak dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain ekstraksi lemak, metilasi, injeksi, dan identifikasi kromatogram hasil analisis. (1) Tahap ekstraksi lemak

(19)

(2) Pembentukan metil ester (metilasi)

Tahap metilasi untuk membentuk senyawa turunan dari lemak menjadi metil esternya. Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan pereaksi berturut-turut NaOH-metanol 0,5 N; boron trifluorida (BF3); dan

isooktan. Sebanyak kurang lebih 0,02 g minyak dari sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah 1 mL NaOH-metanol 0,5 N lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit pada suhu 80°C, kemudian didinginkan. Sebanyak 2 mL BF3 ditambahkan ke dalam tabung lalu tabung dipanaskan kembali pada

waterbath dengan suhu 80°C selama 20 menit, kemudian didinginkan. Sebanyak 2

mL NaCl jenuh dan 1 mL isooktan ditambahkan kemudian dikocok. Larutan isooktan pada fase atas larutan dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam vial gelas 2 mL yang didalammya sudah terdapat Na2SO4. Sebanyak 1 sampel

diinjeksi ke dalam injektor gas chromatography. Asam lemak yang ada dalam metil ester akan diidentifikasi menggunakan flame ionization detector (FID) atau detektor ionisasi nyala dan respon yang ada akan tercatat oleh rekorder dalam bentuk kromatrogram (peak).

(3) Identifikasi asam lemak

Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menyetarakan waktu retensi sampel yang sama dengan waktu retensi internal standar SupelcoTM 37 komponen untuk menunjukkan komponen yang sama dengan standar tersebut. Analisis kuantitatif dihitung dengan rumus:

Kadar asam lemak b b

rea sampel

rea standar Konsentrasi standar 1 m

obot sampel ikan siro gram 1

Ekstraksi Minyak Ikan (Suhu Rendah) (Wanasundara 1996 dengan modifikasi)

Proses ekstraksi sampel adalah dengan memanaskan 100 gram sampel yang telah dicacah dengan aquades (1:1) (w/w) dalam water bath masing-masing pada suhu 40 C, 50 C, 60 C, 70 C, dan 80 C selama 30 menit. Tahap selanjutnya adalah pemisahan minyak ikan dari residu dengan penyaringan dan pengepresan. Hasil pengepresan disentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit pada suhu 10 C. Sampel hasil sentrifugasi didekantasi dan disimpan dalam freezer dengan suhu sekitar -4 C.

Ekstraksi Minyak (Bligh and Dyer 1959)

Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambah 20 mL metanol, 10 mL kloroform (CHCl3) dan dihomogenisasi dengan

vortex selama 2 menit. Akuades sebanyak 18 mL dimasukkan ke dalam larutan

kemudian kocok dengan vortex mixer selama 2 menit. Larutan tersebut disentrifuse dengan kecepatan 2.000 rpm (EBA) selama 10 menit. Lapisan paling bawah kemudian dipindahkan ke wadah lain dengan pipet Pasteur. Ekstraksi kedua dilakukan dengan penambahan 20 mL metanol 10% (v/v) dalam CHCl3

kemudian divorteks selama 2 menit dan kembali disentrifuse. Fase yang terlarut dalam CHCl3 ditambahkan ke dalam hasil ekstraksi pertama. Tahap terakhir

(20)

Analisis Bilangan Peroksida (AOAC 2005 965.33)

Sejumlah 5 gram sampel ikan siro ditimbang dalam erlenmeyer 250 mL dan dilarutkan dalam 30 mL campuran larutan dari asam asetat glasial dan klorofom (3 : 2) kemudian dikocok sampai larut. Setelah larut ditambah 0,5 mL KI jenuh dan 30 mL aquades lalu dikocok 1 menit dan didiamkan dalam ruang gelap selama 15 menit. Selanjutnya dititrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 N sampai warna kuning hilang, kemudian ditambah 0,5 mL indikator pati 1% dan dititrasi hingga warna biru hilang. Perhitungan bilangan peroksida menggunakan rumus sebagai berikut :

ilangan peroksida meq kg m aberat sampel gram S a S 1

Analisis Asam Lemak Bebas (%FFA) (AOAC 2005 940.28)

Sampel sebanyak 10 gram ditambah 25 mL etanol 95%, larutan tersebut dicampur dalam penangas air dan dipanaskan selama 10 menit, kemudian ditetesi indikator PP sebanyak 2 tetes. Campuran dikocok dan dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga timbul warna pink yang tidak hilang dalam 10 detik.

Persentase asam lemak bebas dihitung berdasarkan persamaan berikut: sam lemak bebas 1 1

Penentuan Nilai Total Oksidasi (TOTOX) (Perrin 1996)

Penentuan nilai total oksidasi (TOTOX) dilakukan dengan persamaan dibawah ini:

Nilai total oksidasi meq kg = (2PV + AV) Keterangan :

PV = Nilai bilangan peroksida AV = Nilai Anisidin

Analisis Bilangan Anisidin (Watson 1994)

Sebanyak 2 gram sampel ditambah dengan 25 mL isooktan dan diukur absorbannya (Ab) pada 350 nm dengan spektrofotometer UV-VIS. Kemudian sebanyak 5 mL larutan tersebut dipipet ke dalam tabung dan ditambah 1 mL p-anisidin 0,25% dalam asam asetat glasial, kemudian tabung ditutup, dikocok, dan dibiarkan pada tempat gelap selama 10 menit dan diukur pada panjang gelombang 350 nm sebagai absorban larutan (As). Penentuan bilangan anisidin dihitung menggunakan rumus:

(21)

Fraksinasi Lemak Minyak Ikan (Gigliotti et al. 2011 dengan dimodifikasi) Kromatografi lapis tipis (KLT) digunakan untuk memfraksinasi ekstrak minyak. Minyak ikan sebanyak 10 mL dilarutkan dalam larutan kloroform:metanol (1:1) lalu dituangkan ke dalam plat KLT (Merck Alumunium oxide 60 F254). Eluen KLT dibuat dengan larutan campuran heksan, eter, asam

asetat dengan perbandingan sebanyak 80:20:1,5 sebagai fase bergerak. Setelah dibuat, plat dikeringkan selama 5 menit. Gambar plat ditangkap menggunakansebuah alat ukur sinar UV (Hoefer MacroVue UV-25). Fosfolipid dan trigliserida diidentifikasi menggunakan nilai Rf dari standar lemak kulit

burung (Khan et al. 2014). Rendemen Minyak Ikan

Rendemen minyak ikan (%) merupakan rasio perbandingan berat minyak ikan yang dihasilkan (g) dibandingkan dengan berat sampel yang digunakan dalam proses berupa bagian-bagian ikan (g). Perhitungan rendemen dihitung dengan rumus:

endemen berat minyak ikan berat bahan awal gg 1 Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan suhu sebagai faktor. Data diolah menggunakan perangkat lunak SPSS v.15.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proporsi

Proporsi adalah persentase perbandingan antara bobot bagian ikan siro dengan total bobot ikan siro secara keseluruhan. Proporsi ikan siro dihitung meliputi bagian daging, kepala, kulit, dan jeroan. Nilai proporsi ikan siro dapat dilihat pada Gambar 1.

(22)

Hasil analisis menunjukkan perbedaan bagian ikan siro secara signifikan (P<0,05) mempengaruhi nilai proporsi ikan siro. Gambar 1 menunjukkan daging ikan siro memiliki nilai proporsi tertinggi yaitu sebesar 55,38%. Proporsi kulit merupakan bagian dengan nilai terendah yaitu sebesar 4,11%. Proporsi kepala dan jeroan berturut-turut sebesar 17,39%; dan 6,02%. Proporsi daging yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk pembuatan minyak ikan yang kaya akan omega-3. Warna daging ikan siro tergolong daging putih. Estiasih (2009) menyatakan minyak dalam ikan terdapat dalam daging ikan baik yang berwarna putih maupun merah. Umumnya, daging yang berwarna merah mengandung minyak lebih tinggi bila dibandingkan daging putih. Bagian lain dari ikan, terutama jeroan memiliki kandungan minyak yang beragam sesuai dengan jenis ikan.

Karakteristik Proksimat

Penelitian diawali dengan analisis proksimat bagian-bagian dari ikan siro yang terdiri dari whole, kepala, kulit, jeroan, dan daging. Hasil analisis proksimat tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai proksimat bagian-bagian ikan siro (A.sirm)

Bagian Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Kadar Lemak (%) Kadar Protein (%)

Keterangan : Huruf superscript yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

Hasil analisis menunjukkan kadar air tertinggi terdapat pada bagian daging, kadar abu terdapat pada kepala, kadar protein tertinggi terdapat pada

whole (keseluruhan) bagian, dan kadar lemak tertinggi terdapat pada jeroan ikan

siro. Kadar lemak untuk whole ikan siro memiliki nilai 3,51 ± 0,53%. Hasil tersebut telah sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu kadar lemak dari horse

mackerel yang diteliti oleh Nazeer dan Kumar (2012) memiliki nilai kurang dari

3%. Yeannes dan Almandos (2003) menyampaikan informasi tentang komposisi proksimat ikan berperan penting dalam berbagai aplikasi proses teknologi, karakteristik post-mortem spesies ikan, penentu kualitas dari bahan mentah, dan pemberi informasi tentang tingkat kematangan gonad spesies ikan tertentu.

(23)

Perbedaan kadar abu diduga akibat kandungan mineral yang berbeda pada ikan siro. Karakoltsidis et al. (1995) menyatakan kadar lemak pada spesies ikan yang berbeda memiliki penyebaran yang berbeda pula di masing-masing bagian tubuhnya, lemak dapat terakumulasi di otot dan hati. Filho et al. (2014) menyatakan perbedaan spesies dan musim mempengaruhi kadar lemak pada spesies sarden. Radhakrishnan dan Som (2013) menyatakan bahwa selama musim dingin, suhu air laut turun dari 30-31oC menjadi 25-26oC dan kandungan asam lemak khususnya EPA dan DHA spesies ikan seperti sarden meningkat. Kandungan asam lemak (EPA dan DHA) yang tinggi berfungsi untuk bertahan di suhu dingin. Penelitian Saldanha et al. (2008) menunjukkan komposisi kimia dari spesies sarden (Sardinella sp.) berkaitan erat dengan nutrisi, habitat, ukuran ikan, musim tangkap, bulan penangkapan, dan variasi jenis kelamin sebagaimana keadaan lingkungannya.

Profil Asam Lemak

Analisa profil asam lemak yang dilakukan dengan menggunakan gas

chromatography dilakukan pada empat bagian dari ikan siro. Hasil analisa

menunjukkan total asam lemak tertinggi terdapat pada jeroan ikan siro yaitu sebesar 79,58%, sementara itu total asam lemak terendah terdapat pada bagian kepala ikan siro. EPA dan DHA yang tertinggi juga terdapat pada jeroan ikan siro yaitu berturut-turut sebesar 5,63% dan 21,32%. Hal tersebut menunjukkan bahwa jeroan ikan siro memiliki potensi besar untuk dijadikan bahan baku pembuatan minyak ikan yang kaya akan omega-3. Empat bagian ikan siro menunjukkan jumlah DHA yang melimpah bila dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Asam lemak DHA memiliki jumlah empat kali lebih besar dari EPA.

Asam palmitat adalah asam lemak jenuh tertinggi untuk seluruh bagian ikan siro. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Kocatepe dan Turan (2012) yang menunjukkan asam palmitat sebagai (Saturated fatty acid) SFA dominan untuk keenam spesies ikan komersial penting yang terdapat di Black Sea (Engraulis

encrasicolus, Alosa alosa, Belone belone, Scorpaena porcus, Pomatomus

saltatrix, dan Mullus barbatus). Asam palmitat untuk keenam ikan tersebut

(24)

Tabel 2 Profil asam lemak Asam Dokosaheksaenoit (DHA), C22:6n3 11,00 21,32 18,99 17,37 %b/b

Total 16,92 30,95 26,20 24,49 %b/b

Total asam lemak 57,60 79,58 64,10 67,26 %b/b

Total asam lemak tak terdeteksi 42,40 20,42 35,90 32,74 %b/b

(25)

daging ikan siro adalah 4,7. Hasil tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan rasio DHA dan EPA untuk daging ikan Sardine pilchardus yaitu sebesar 2,46 (Diraman dan Dibeklioglu 2009). Chaijan et al. (2006) menyatakan bahwa kandungan DHA yang tinggi sesuai dengan tingginya kandungan fosfolipid yang biasanya terdapat banyak di asam lemak tidak jenuh rantai ganda. Perbandingan antara (Poly unsaturated fatty acid) PUFA dan (Saturated fatty acid) SFA untuk daging ikan siro yaitu 0,86. Hasil tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Diraman dan Dibeklioglu (2009) yang menyatakan rasio PUFA dan SFA pada daging ikan Sardinepilchardus sebesar 1,54.

erbandingan ω- dan ω-6 pada jeroan ikan siro yaitu sebesar 7,03. Hasil tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan penelitian Sahari et al. (2013) yang menunjukkan perbandingan ω- dan ω-6 pada jeroan ikan mackerel Indo-pasifik

(Scomberomorus guttatus) sebesar 4,90, namun memiliki nilai yang sama dengan

penelitian Diraman dan Dibeklioglu (2009) pada daging ikan Sardine pilchardus yaitu sebesar 7,25.

Perbandingan Hasil Rendemen Minyak Ikan dari Ekstraksi Wet Rendering, Soxhletasi, dan Bligh and Dyer

Ekstraksi yang dilakukan untuk memproduksi minyak ikan yaitu dengan metode wet rendering. Sampel yang diekstraksi terdiri dari whole, daging, jeroan, dan kepala ikan siro. Kombinasi suhu yang dipakai pada ekstraksi wet rendering untuk masing-masing sampel yaitu 40– 80oC. Rendemen yang dihasilkan dari metode Soxhletasi dan Bligh and Dyer hanya sebagai pembanding. Tabel di bawah ini menunjukkan hasil rendemen yang dihasilkan dari ketiga metode yang digunakan.

Tabel 3 Perbandingan hasil rendemen minyak ikan

Sampel Wet Rendering (%) Soxhlet (%) Bligh and Dyer dan Soxhletasi untuk mendapatkan rendemen lemak terbanyak dari berbagai spesies ikan. Rendemen lemak dari ikan herring (Clupeidae) dengan metode Bligh

and Dyer sebesar 6,16%, sementara dengan metode soxhlet sebesar 5,78%.

Ekstraksi menggunakan metode soxhletasi menghasilkan rendemen minyak ikan tertinggi dari jeroan ikan lemuru. Hal serupa juga terjadi dengan metode ekstraksi

Bligh and Dyer. Rendemen minyak yang diperoleh dari jeroan ikan siro dengan

(26)

tertinggi pada suhu ekstraksi 80oC. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Chantachum et al. (2000) yang menunjukkan rendemen tertinggi minyak ikan kasar dari kepala tuna didapatkan dari pemasakan pada suhu 85oC. Pemasakan dapat mengoagulasi protein pada ikan, sehingga cairan dan padatan secara mekanis dapat terpisah. Rendemen minyak ikan dari seluruh bagian ikan siro

(whole) tertinggi terdapat pada suhu ekstraksi wet rendering 80oC yaitu sebesar

1,1%. Hasil tersebut sesuai dengan rendemen minyak ikan dari seluruh bagian

(whole)ikan tongkol (Euthynnus sp.) yang diekstraksi pada suhu 90-95oC selama

15 menit yaitu sebesar 1% (Aditia et al. 2014). Rendemen minyak ikan dari daging ikan bandeng (Chanos chanos) yang diekstraksi pada suhu 35oC adalah 1,03% (Imama 2003). Nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan rendemen tertinggi minyak dari daging ikan siro yang diekstraksi pada suhu 80oC yaitu sebesar 0,4%. Rendemen minyak ikan siro yang didapatkan dari metode wet rendering memiliki nilai tertinggi pada suhu ekstraksi 80oC, sementara nilai terendah didapatkan pada suhu 40oC. Semakin rendah suhu yang digunakan akan menghasilkan rendemen yang kecil. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Nugroho et al. 2014) yang menyatakan bahwa suhu pemanasan rendah mengakibatkan protein yang terdenaturasi sedikit, sehingga akan membuat dinding sel lebih sulit ditembus oleh minyak yang terkandung pada bahan yang dipanaskan. Minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering yang berasal dari bagian jeroan memiliki rendemen tertinggi selanjutnya dianalisis untuk mengetahui kualitasnya.

Bilangan Peroksida (Peroxide Value)

Bilangan peroksida menjadi nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada lemak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya, sehingga terbentuk peroksida. Penentuan bilangan peroksida didasarkan pada reaksi antara kalium iodida dengan peroksida dalam suasana asam. Iodium yang dibebaskan lalu dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat (Rohman dan Sumantri 2007). Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 2.

(27)

Hasil analisis menunjukkan perlakuan suhu tidak signifikan (P>0,05) mempengaruhi nilai bilangan peroksida yang terbentuk. Bilangan peroksida yang terbentuk tidak berbeda nyata antara perlakuan suhu yang satu dengan yang lain. Chantachum et al. (2000) menyatakan nilai bilangan peroksida terendah terdapat pada pemanasan 95oC. Bilangan peroksida dapat menurun pada saat suhu pemanasan tinggi atau waktu pemanasan yang lebih lama.

Hidroperoksida lemak adalah produk antara yang bisa diperoleh dari asam lemak tidak jenuh, fosfolipid, glikolipid, kolesterol ester dan kolesterol. Hidroperoksida memiliki sifat non-radikal dan dibentuk melalui reaksi enzimatis maupun non-enzimatis yang melibatkan senyawa-senyawa yang dikenal dengan

reactive oxygen species (ROS). Terdapat tiga mekanisme berbeda yang berperan

dalam pembentukan peroksidasi lemak yaitu autooksidasi oleh reaksi radikal bebas, reaksi yang melibatkan enzim, dan foto-oksidasi. Autooksidasi adalah proses rantai-radikal yang terdiri dari tiga tahapan (inisiasi, propagasi, terminasi). Peroksidasi enzimatik adalah reaksi pembentukan peroksidasi lemak yang melibatkan enzim. Enzim yang berperan sebagai katalisis adalah lipoksigenase. Enzim tersebut mengkatalis reaksi antara O2 dan asam lemak tidak jenuh kecuali

asam oleat. Siklooksigenase juga merupakan enzim yang mengkatalis penambahan oksigen ke berbagai asam lemak tidak jenuh. Hasil dari reaksi tersebut adalah endoperoksida yang menjadi produk antara dalam transformasi asam lemak menjadi prostaglandin. Mekanisme yang terakhir yaitu foto-oksidasi. Reaksi ini berlangsung jauh lebih cepat dibandingkan dengan autooksidasi (Raharjo 2006).

Hasil penelitian Aminah (2010) menyatakan terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi oksidasi diantaranya oksigen, suhu tinggi, dan cahaya. Ketidaksempurnaan cara pengemasan minyak sebelum proses analisa diduga mengakibatkan terjadinya kontak antara minyak dengan udara dan cahaya. Hal tersebut menjadi katalisator oksidasi. Oksidasi yang terjadi dapat meningkatkan bilangan peroksida pada minyak.

Bilangan peroksida yang tinggi menunjukkan minyak sudah mengalami oksidasi, namun bilangan yang rendah belum tentu mengindikasikan kondisi oksidasi dini. Bilangan peroksida yang relatif rendah dapat terjadi akibat laju pembentukan peroksida baru lebih kecil bila dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain (Raharjo 2006). Hasil penelitian Estiasih dan Ahmadi (2012) menunjukkan bahwa penurunan bilangan peroksida pada minyak ikan hasil pemurnian terjadi akibat sebagian peroksida hasil oksidasi teremulsikan atau terserap pada fraksi tersabunkan. Pemurnian tersebut mengakibatkan fraksi tersabunkan terpisah dari bagian yang tidak tersabunkan (trigliserida). Bilangan peroksida pada minyak ikan siro untuk seluruh perlakuan suhu memiliki nilai di atas standar minyak yang ditetapkan IFOS. Standar IFOS untuk bilangan peroksida yaitu sebesar ≤ 3,75 meq/kg.

Asam Lemak Bebas

(28)

untuk menentukan kadar asam lemak bebas yang terdapat pada minyak. Angka asam lemak dinyatakan % asam lemak yang dianggap paling banyak terdapat pada sampel. Keberadaan asam lemak bebas mengindikasikan terjadinya ketengikan hidrolitik. Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Kadar asam lemak bebas minyak ikan hasil ekstraksi

Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa perbedaan suhu tidak signifikan (P>0,05) mempengaruhi kadar asam lemak bebas yang terbentuk. Kadar asam lemak bebas yang terbentuk tidak berbeda nyata antara perlakuan suhu yang satu dengan yang lain. Chantachum et al. (2000) menyatakan kadar asam lemak bebas minyak ikan tertinggi yaitu pada suhu pemanasan 75oC selama 30 menit dan hidrolisis ikatan ester trigliserida terjadi sedikit pada suhu yang lebih rendah. Oksidasi yang terjadi akan meningkatkan jumlah asam lemak bebas yang terdapat pada minyak ikan (Abdillah 2008). Suhu yang semakin tinggi akan menyebabkan kadar asam lemak bebas meningkat. Suhu pemanasan pada minyak yang semakin tinggi menyebabkan rantai karbon dalam ikatan rangkap minyak terputus, sehingga membentuk asam lemak bebas yang semakin banyak (Nugroho et al. 2014). Minyak ikan yang berasal dari ikan siro masih memiliki nilai kadar asam lemak bebas di atas standar yang ditetapkan oleh IFOS, sehingga perlu dilakukan pemurnian lebih lanjut untuk menghasilkan minyak ikan yang sesuai standar. Kadar asam lemak bebas untuk minyak ikan yang sesuai standar IFOS memiliki nilai ≤ 1,13%.

Bilangan Anisidin (p-Anisidine Value)

Peroksida dalam minyak yang telah teroksidasi merupakan produk antara yang akan terurai ke berbagai karbonil dan komponen lainnya. Laju terurainya akan semakin cepat bila suhu dinaikkan (Hamilton dan Rossell 1986). Bilangan anisidin adalah bilangan yang menyatakan keberadaan aldehid sebagai produk

(29)

sekunder dari hasil oksidasi primer (hidroperoksida). Aldehid diduga terbentuk pada saat proses penyimpanan maupun pemisahan dan merupakan senyawa volatil (Raharjo 2006). Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Nilai bilangan anisidin minyak ikan hasil ekstraksi

Gambar 4 menunjukkan perbedaan suhu secara signifikan (P<0,05) mempengaruhi nilai bilangan anisidin yang terbentuk. Nilai bilangan anisidin pada perlakuan suhu 50oC dengan suhu 40oC menunjukkan nilai yang berbeda nyata, namun perlakuan suhu 50oC dengan suhu 60oC menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa bilangan anisidin akan meningkat pada suhu 40oC, namun mengalami penurunan pada suhu 50oC selanjutnya akan mengalami kenaikan lagi pada suhu 80oC. Winarno (2002) menyatakan radikal bebas hasil oksidasi primer akan bereaksi dengan oksigen lalu membentuk peroksida aktif selanjutnya dapat membentuk hidrogen peroksida yang bersifat tidak stabil. Hasil dari hidrogen peroksida yang tidak stabil tersebut akan membentuk senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek berupa keton dan aldehid.

(30)

Bilangan Totoks (Totox Value)

Terkadang minyak dapat memiliki nilai peroksida yang cukup besar bersamaan dengan nilai anisidin yang cukup besar juga dan itu menunjukkan penurunan kualitasnya, sementara syarat nilai total oksidasi kurang dari 10 harus diterapkan (Hamilton dan Rossell 1986). Nilai bilangan total oksidasi menunjukkan penjumlahan antara dua kali nilai bilangan peroksida dan nilai bilangan anisidin yang terdapat pada minyak ikan. Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Nilai bilangan total oksidasi minyak ikan hasil ekstraksi

Hasil analisis menunjukkan perbedaan suhu secara signifikan (P<0,05) mempengaruhi nilai bilangan total oksidasi yang terbentuk. Nilai bilangan total oksidasi pada perlakuan suhu 60oC dengan suhu 40oC menunjukkan nilai yang berbeda nyata, namun perlakuan suhu 40oC dengan suhu 70oC menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa bilangan total oksidasi akan meningkat pada 40oC, namun mengalami penurunan pada suhu 60oC selanjutnya akan mengalami kenaikan lagi pada suhu 70oC. Secara keseluruhan, nilai bilangan total oksidasi minyak ikan akan meningkat seiring dengan naiknya suhu esktraksi. Hasil tersebut sesuai dengan Yoshiara (2013) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu ekstraksi yang digunakan maka nilai totoks akan semakin tinggi. Minyak ikan yang berasal dari ikan siro masih memiliki nilai bilangan total oksidasi di atas standar yang ditetapkan oleh IFOS, sehingga perlu dilakukan pemurnian lebih lanjut untuk menghasilkan minyak ikan yang sesuai standar. Standar IFOS menetapkan bilangan total oksidasi memiliki rentang ≤ 20 meq/kg.

Fraksinasi Minyak Ikan Siro

Kromatografi memiliki prinsip yaitu memisahkan komponen-komponen dalam suatu campuran berdasarkan perbedaan distribusi keseimbangan komponen

(31)

antara fase bergerak dan fase diam. Fase bergerak pada kromatografi lapis tipis (KLT) umumnya larutan non polar atau semi polar. Fase diam dari KLT dapat berupa padatan, silika gel, atau alumina (Hamilton dan Rossell 1986). Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu metode pemisahan yang membutuhkan peralatan sederhana. Ukuran plat kromatografi umumnya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm. Penyerap yang paling umum adalah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun senyawa hidrofil. Pelarut pengekstrak yang semakin polar akan mengekstraksi semakin banyak bahan yang tidak diinginkan. Beberapa alternatif dapat disiasati untuk mengidentifikasi senyawa yang tidak dapat menyerap sinar UV diantaranya penyemprotan dengan air, penutupan plat dengan kaca, dan penambahan senyawa pembanding (Hostettmann et al. 1986). Hasil fraksinasi dapat dilihat di Tabel 4.

Tabel 4 Fraksinasi minyak ikan siro Nilai Rf Standar

lemak Jenis lemak non polar

Nilai Rf Minyak

ikan siro Jenis lemak non polar

0,29 kolesterol

0,3 kolesterol 0,58 asam lemak bebas

0,69 triasilgliserol 0,84 asam lemak metil ester

0,82 asam lemak metil ester 0,97 kolesterol ester

raksinasi minyak ikan diukur dengan menggunakan sinar UV nm Nilai Rf minyak ikan siro diidentifikasi memiliki dua bercak yaitu sebesar 0,3 dan

0,82. Bercak pertama dengan nilai Rf sebesar 0,3 tergolong kolesterol dan bercak kedua tergolong asam lemak metil ester. Standar fraksinasi lemak dan fraksinasi minyak ikan siro dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7.

Gambar 6 Kromatogram standar lemak Gambar 7 Kromatogram minyak ikan

Rf : 0,3 Rf : 0,69 (Triasilgliserol)

Rf : 0,97 (Kolesterol ester)

Rf : 0,84 (Asam lemak metil ester)

Rf : 0,58 (Asam lemak bebas)

Rf : 0,29 (Kolesterol)

Rf : 0,88

Rf : 0,75

(32)

Lemak diklasifikasikan menjadi tiga yaitu lemak sederhana (lemak dan minyak), lemak majemuk (fosfolipid dan lipoprotein), dan derivat lemak (asam lemak dan sterol). Lemak yang terhidrolisis akan mengandung satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak. Lemak dan minyak adalah senyawa lipida yang jumlahnya paling banyak di alam. Minyak merupakan lemak yang memiliki titik lebur rendah dan berbentuk cair. Perbedaan titik lebur dari lemak disebabkan oleh perbedaan panjang rantai karbon, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis atau trans yang terkandung di dalam asam lemak tidak jenuh (Syafiq et al. 2007).

Minyak ikan merupakan salah satu sumber asam lemak omega-3 yang banyak memberi dampak positif bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memproduksinya. Proses produksi minyak ikan terdiri dari proses ekstraksi hingga pemurnian. Ekstraksi yang paling umum yaitu ekstraksi basah (wet rendering). Prosesnya terdiri dari pemasakan ikan dengan uap air panas (steam) yang bertujuan untuk merusak struktur sel adiposa dilanjutkan dengan pengepresan minyak yang telah dipanaskan. Hasil pengepresan terdiri dari dua fraksi yaitu fraksi cair yang mengandung minyak ikan dan fraksi padat. Fraksi cair tersebut mengandung komponen-komponen minor yang tersuspensi sebagai air, minyak, dan padatan protein (Estiasih 2009).

Keseluruhan hasil fraksinasi minyak ikan siro mengacu dari penelitian sebelumnya yaitu penelitian Khan et al. (2014) yang menunjukkan nilai Rf untuk lemak non-polar (eluen heksan:eter:asam asetat) yang terdapat pada kulit burung diantaranya kolesterol (0,29), asam lemak bebas (0,58), triasilgliserol (0,69), asam lemak metil ester (0,84), dan kolesterol ester sebesar 0,97. Komponen yang terdapat di minyak ikan terdiri atas gliserida dan sebagian kecil fosfolipid. Senyawa lain yang terdapat dalam minyak ikan diantaranya hidrokarbon, vitamin, pigmen, dan sterol. Kolesterol merupakan jenis sterol yang paling banyak terdapat dalam minyak ikan (Estiasih 2009).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Kesimpulan penelitian ini antara lain adalah :

1) Kandungan EPA dan DHA tertinggi terdapat pada jeroan ikan siro yaitu berturut-turut sebesar 5,63% dan 21,32%.

2) Mutu minyak ikan yang terbaik yaitu pada perlakuan suhu 60oC dengan bilangan peroksida sebesar 15 meq/kg, kadar asam lemak bebas sebesar 13,64%, bilangan anisidin sebesar 13,59 meq/kg, dan bilangan totoks sebesar 43,59 meq/kg.

(33)

Saran

Optimasi pembuatan minyak ikan siro perlu dilakukan dengan perlakuan waktu ekstraksi, perbandingan pelarut pada saat ekstraksi, teknik pengepresan, dan kecepatan sentrifugasi. Minyak ikan yang dihasilkan perlu dimurnikan sesuai dengan standar yang ditentukan oleh IFOS.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical and Chemistry. 2005. Official Method

of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington,

Virginia (US): Association of Official Analytical and Chemists, Inc.

Abdillah MH. 2008. Pemurnian minyak dari limbah pengolahan ikan [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Aditia RP, Darmanto YS, Romadhon. 2014. Perbandingan mutu minyak ikan kasar yang diekstrak dari berbagai jenis ikan yang berbeda. Jurnal

Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 3(3): 55-60.

Alasalvar C, Taylor T. 2002. Seafoods – Quality, Technology and Nutraceutical

Applications. New York (US): Springer.

Aminah S. 2010. Bilangan peroksida minyak goreng curah dan sifat organoleptik tempe pada pengulangan penggorengan. Jurnal Pangan dan Gizi. 1(1): 7-14.

Ariyanti. 2014. Produksi ikan asin di Tegal kembali normal.

www.beritadaerah.com[5 Juni 2014].

Bligh EG, Dyer WJ. 1959. A rapid method of total lipid extraction and purification. Canadian Journal of Biochemistry and Physiology. 37: 911-917.

Chaijan M, Benjakul S, Visessanguan W, Faustman C. 2006. Changes of lipids in sardine (Sardinella gibbosa) muscle during iced storage. Food Chemistry. 99: 83-91.

Chantachum S, Benjakul S, Sriwirat N. 2000.Separation and quality of fish oil from precooked and non-precooked tuna heads. Food Chemistry. 69: 289-294.

Crispina BB. 2014. Sardinella lemuru. www.fishbase.org/ [26 Januari 2014]. Diraman H, Dibeklioglu H. 2009. Chemometric characterization and classification

of selected freshwater and marine fishes from Turkey based on their fatty acid profiles. Journal of the American Oil Chemists Society. 86(3): 235-246. Estiasih T, Ahmadi Kgs. 2012. Pembuatan trigliserida kaya asam lemak ω-3 dari minyak hasil samping pengalengan ikan lemuru (Sardinella longiceps).

(34)

Estiasih T. 2009. Minyak Ikan Teknologi dan Penerapannya untuk Pangan dan

Kesehatan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

Ewald G, Bremle G, Karlsson A. 1998. Differences between Bligh and Dyer and Soxhlet Extractions of PCBs and lipids from fat and lean fish muscle: implications for data evaluation. Marine Pollution Bulletin. 36(3): 222-230. Filho ABDM, Andradec SAC, Sarubbo LA, Ribeiro MDA, Vasconcelos MADS,

Fernandes CE. 2014. Nutritional and lipid profiles in marine fish species from Brazil. Food Chemistry. 67-71.

Gigliotti JC, Davenport MP, Beamer SK, Tou JC, Jaczynski J. 2011. Extraction and characterisation of lipids from Antarctic krill (Euphausia superba).

Food Chemistry. 125: 1028-1036.

Guerrero JLG, Venegas EV, Cervera MAR, Suarez MD. 2011. Fatty acid profiles of livers from selected marine fish species. Journal of Food Composition

and Analysis. 24: 217-222.

Hamilton RJ, Rossell JB. 1986. Analysis of Oils and Fats. London (UK): Elsevier Applied Science.

Hostettmann K, Hostettmann M, Marston A. 1986. Cara Kromatografi

Preparatif: Penggunaan pada Isolasi Senyawa Alam. Terjemahan:

Padmawinata K, Sutomo T. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. [IFOS] International Fish Oil Standard. 2011. Fish Oil Purity

Standards.www.omegavia.com/best [25 Februari 2014].

Imama N. 2003. Pengambilan minyak ikan bandeng (Chanos chanos) menggunakan n-heksana dengan bantuan papain [skripsi]. Semarang (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Diponegoro.. Karakoltsidis PA, Zotos A, Constantinides. 1995. Composition of the commercially important mediterranean finfish, crustaceans, and molluscs.

Food Composition and Analysis. 8: 258-273.

Khan HA, Arif IA, Williams JB, Champagne AM, Shobrak M. 2014. Skin lipids from Saudi Arabian birds. Saudi Journal of Biological Sciences. 21: 173-Brazilian fish. Food Chemistry. 83: 93-97.

(35)

Morrissey MT, Okada T. 2007. Production of n-3 polyunsaturated fatty acid concentrate from sardine oil by lipase-catalyzed hydrolysis. Food

Chemistry. 1411-1419.

Nazeer RA, Kumar NSS. 2012. Fatty acid composition of horse mackerel

(Magalaspis cordyla) and croaker (Otolithes ruber). Asian Pacific Journal

of Tropical Disease. 2: 933-936.

Nugroho AJ, Ibrahim R, Riyadi PH. 2014. Pengaruh perbedaan suhu pengukusan

(steam jacket) terhadap kualitas minyak dari limbah usus ikan nila

(Oreochromis niloticus). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil

Perikanan. 3(1): 21-29.

Ozogul Y, Ozogul F. 2007. Fatty acid profiles of commercially important fish species from the Mediterranean, Aegean, and Black Seas. Food Chemistry. 100: 1634-1638.

Perrin JL. 1996. Determination of Alteration Oil and Fats. France (FR): Lavoisier Publishing .

Radhakrishnan CK, Som RS. 2013. Seasonal variation in the fatty acid composition of Sardinella longiceps and Sardinella fimbriata : Implications for nutrition and pharmaceutical industry. Indian Journal of Geo-Marine

Sciences. 4(2): 206-210. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Sahari MA, Farahani F, Soleimanian Y, Mokhhesi A. 2013. n-3 fatty acid distribution of commercial fish species components. Journal of the

American Oil Chemists Society. 90: 1167-1178.

Saldanha T, Benassi MT, Bragagnolo N. 2008. Fatty acid contents evolution and cholesterol oxides formation in Brazilian sardines (Sardinella brasiliensis) as a result of frozen storage followed by grilling. LWT. 41: 1301-1309. Shirai N, Suzuki H, Tokairin S, Ehara H, Wada S. 2002. Dietary and seasonal

effects on the dorsal meat lipid composition of Japanese (Silurus asotus) and Thai catfish (Clarias macrocephalus and hybrid Clarias macrocephalus and

Clarias galipinus). J Comparative Biochemistry and Physiology. 132(3) :

609-619.

Sun T, Xu Z, Prinyawiwatkul W. 2006. FA composition of the oil extracted from farmed Antalntic Salmon (Salmo salar L.) viscera. Journal of the American

Oil Chemists Society. 83(7): 615-619.

(36)

Y,Indrawani YM. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada.

Wanasundara UN. 1996. Marine oil: Stabilization, structural characterization and omega-3 fatty acid concentration [dissertation]. Kanada (US): Memorial University of New Foundland.

Watson CA. 1994. Official and Standardized Methods of Analysis. Cambridge (UK): The Royal Society of Chemistry.

Wilson SG, Meekan MG, Carleton JH, Stewart TC, Knott B. 2003. Distribution, abundance and reproductive biology of Pseudeuphausia latifrons and other euphausiids on the southern North West Shelf, Western Australia. Marine

Biology. 142: 369-379.

Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Yeannes MI, Almandos ME. 2003. Estimation of fish proximate composition starting from water content. Journal of Food Composition and Analysis. 16: 81-92.

Yoshiara. 2013. Penentuan suhu dan waktu pada ekstraksi wet rendering minyak ikan dari by-product ikan nila (Oreochromis niloticus) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Zlatanos S, Laskaridis K. 2007. Seasonal variation in the fatty acid composition of three Mediterranean fish-sardine (Sardina pilchardus), anchovy (Engraulis

(37)
(38)
(39)

Lampiran 1 Dokumentasi kegiatan

Ikan siro (Amblygaster sirm) Hasil Waterbath

Hasil sentrifugasi Minyak ikan siro

Sentrifugasi ( metode bligh and dyer) Minyak ikan hasil bligh and dyer

Lampiran 2 Tabel ANOVA bilangan peroksida Jumlah

Kuadrat

Derajat Bebas

Rataan

Kuadrat Nilai F

Tingkat Signifikansi Interaksi antar

kelompok ,149 4 ,037 2,070 ,223

Interaksi dalam

kelompok ,090 5 ,018

(40)

Suhu

Lampiran 3 Tabel ANOVA kadar asam lemak bebas Jumlah

(41)

Suhu

Lampiran 5 Tabel ANOVA bilangan total oksidasi Jumlah

(42)

Lampiran 7 Tabel ANOVA kadar air ikan siro

Lampiran 8 Tabel ANOVA kadar abu ikan siro Jumlah

(43)

Bagian

Lampiran 10 Tabel ANOVA kadar protein ikan siro Jumlah

(44)

Lampiran 12 Kromatogram standar asam lemak SupelcoTM 37 komponen

(45)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Lampung, pada tanggal 2 November 1992. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Syamsul Bahri dan Rifda Nurila. Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai di SD Kartika Jaya II-5 Bandar Lampung pada tahun 1998 hingga tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya pada tahun yang sama di SMP Negeri 2 Bandar Lampung hingga tahun 2007. Pendidikan sekolah menengah atas ditempuh penulis di SMA Negeri 1 Bandar Lampung hingga lulus pada tahun 2010.

(46)

Gambar

Tabel 2 Profil asam lemak
Gambar  2 Nilai bilangan peroksida minyak ikan hasil ekstraksi
Gambar  3 Kadar asam lemak bebas minyak ikan hasil ekstraksi
Gambar  4 Nilai bilangan anisidin minyak ikan hasil ekstraksi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ditujukan untuk mendeskripsikan kegiatan operasi penangkapan dan penanganan ikan tuna dengan menggunakan pancing tonda di Pacitan, menentukan tujuan

Pembuatan emulsi minyak ikan lemuru terdiri dari 4 tahap, yaitu persiapan bahan baku, proses pemisahan minyak ikan dengan metode rendering kering, proses pemurnian minyak

Dari tabel analisis regresi di atas terlihat pula bahwa meskipun setiap jenis cara penangkapan dan waktu transit ikan memberikan pengaruh yang tidak signifikan

Menurut (Notanubun, 2010), pemanfaatan lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan telah berkembang secara cepat sejak ditemukan lampu listrik. Sebagian besar nelayan

Suplementasi minyak ikan tuna 4% ke dalam pakan mampu meningkatkan berat telur, sedangkan suplementasi minyak ikan tuna dan minyak ikan lemuru pada pakan jagung kuning

dilakukan penelitian tentang pemanfaatan produk olahan dari bahan baku ikan rucah untuk diproduksi menjadi produk pangan komersial dengan kuantitas dan kualitas yang pasti

Hasil analisa sidik ragam (lampiran 2a) memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap total mikroba ikan cepa asin kering

Berdasarkan karakteristik kimia minyak ikan yang mencakup kandungan asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan anisidin, dan bilangan totoks, didapatkan bahwa