• Tidak ada hasil yang ditemukan

Extraction Optimization and Characterization of Fish Oil from Catfish (Clarias sp.) By-product.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Extraction Optimization and Characterization of Fish Oil from Catfish (Clarias sp.) By-product."

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI BAHAN DAN OPTIMASI EKSTRAKSI

MINYAK IKAN DARI BY-PRODUCT IKAN LELE

(Clarias sp.)

PATRICIA LAVRINA PAEMBONAN KALALO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Karakterisasi Bahan dan Optimasi Ekstraksi Minyak Ikan dari By-Product Ikan Lele (Clarias sp.)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Patricia Lavrina Paembonan Kalalo

(4)
(5)

RINGKASAN

PATRICIA LAVRINA PAEMBONAN KALALO. Karakterisasi Bahan dan Optimasi Ekstraksi Minyak Ikan dari By-product Ikan Lele (Clarias sp.). Dibimbing oleh NURJANAH dan SUGENG HERI SUSENO.

Lele merupakan salah satu ikan budidaya air tawar yang produksinya menempati tingkat pertama di Indonesia dan meningkat tiap tahunnya dari 2009 sampai 2011 mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu sebanyak 60%. Produksi yang tinggi menghasilkan by-product yang masih kurang pemanfaatannya.

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, tahap pertama yaitu karakterisasi bahan baku by-product lele dengan mengamati rendemen bahan baku, kandungan proksimat, residu logam berat, rendemen minyak dan profil asam lemak

by-product ikan lele. Tahap kedua, ekstraksi minyak ikan dengan perlakuan suhu, waktu, dan perbandingan pelarut dari bagian by-product terpilih. Tahap ketiga optimasi ekstraksi minyak ikan dengan perlakuan suhu dan waktu pemanasan menggunakan response surface method.

Rendemen ikan lele terdiri dari by-product kepala (15,77%), gonad (8,17%), kulit (4,55%), hati (1,19%) dan usus (0,81%). Kadar lemak dari

by-product tergolong dalam lemak sedang. Usus merupakan bagian by-product

yang memiliki kandungan minyak terbanyak yaitu 7%, dan kulit 6,02%. Residu logam berat As, Hg, Cd, dan Ni, memperoleh hasil yang masih di bawah ambang batas menurut badan standarisasi nasional, namun pada Pb ditemukan tinggi pada usus yaitu 1,82 ppm.

Rendemen minyak yang dihasilkan masing-masing by-product yaitu usus 8,15%, gonad 5,86%, kepala 4,39%, kulit 4,26%, hati 3,63%. Profil asam lemak

by-product lele untuk total asam lemak jenuh (SFA) gonad 20,48%; kepala 32,4%; usus 29,63%; kulit 33,17%; hati 25,16%. Total asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) gonad 14,8%; kepala 27,14%; usus 24,78%; kulit 24,96%; hati 16,22%. Total asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA) gonad 26,65%; kepala 13,64%; usus 21,38%; kulit 18,95%; hati 22,25%. Kulit merupakan bagian

by- product yang potensial sebagai bahan baku minyak ikan.

Metode ekstraksi terbaik ditemukan pada perlakuan suhu 50 ºC dan waktu pemanasan 30 menit, sedangkan perlakuan perbandingan pelarut air dan bahan tidak memberikan pengaruh terhadap nilai parameter oksidasi.

Optimasi ekstraksi minyak ikan menggunakan response surface method

dengan perlakuan suhu dan waktu ekstraksi terhadap parameter oksidasi dan rendemen minyak, menghasilkan kisaran produksi minyak terbaik dengan suhu (45-50) ºC dan waktu pemanasan (30-40) menit. Titik optimum berada pada suhu 49,76 ºC dan waktu pemanasan 38,2 menit dengan nilai parameter oksidasi yaitu anisidin 235,49 meq/kg; peroksida 38,17 meq/kg; totox 301,15; asam lemak bebas 0,50 mg KOH/kg; derajat keasaman 0,99 dan rendemen terbanyak 8%. Asam lemak yang terdapat pada minyak kulit ikan lele terbanyak adalah asam lemak tak jenuh tunggal 29,38%, kemudian diikuti asam lemak jenuh 28%, lalu asam lemak tak jenuh majemuk 14,8%.

(6)

SUMMARY

PATRICIA LAVRINA PAEMBONAN KALALO. Extraction Optimization and Characterization of Fish Oil from Catfish (Clarias sp.) By-product. Supervised by NURJANAH and SUGENG HERI SUSENO.

Catfish is a freshwater aquaculture fish production ranks first in Indonesia, with an increased production of 60% between 2009 and 2011. This high production resulted in an also high by-product. In this research, the aim was to characterize the raw material catfish by-product by looking at the raw material yield, proximatecontent, heavy metal residues, oil yield and fatty acid profiles of catfish by-product, to provide preliminary informationon the raw materials used and see the prospective by-product to be used in the production of fish oil. In this study was also conducted the optimization of production of fish oil extracted from the by-product selected using the low and high temperature treatment, heating time, and the ratio of solvents and materials.

Yield of raw material catfish on each section by-product from the largest to the smallest are head 15,77%, gonad 8,17%, skin 4,55%, liver 1,14%, and intestine 0,81% repectively. Proximate content showed the highest fat content obtained from the intestine was 7%, while the fat content of the skin were 6%. Residues of heavy metals As, Hg, Cd, and Ni, obtained results are still below the threshold, but higher Pb found in the gut that is 1,82 ppm.

The yield of oil producted by each by-product are intestine 8,15%; gonad 5,6%; head 4,39%, skin 4,26% and liver 3,63%. Fatty acid profile of catfish by-product of total saturated fatty acids (SFA) are gonad 20,48%; head 32,4%; intestine 29,63%; skin 33,17%; heart 25,16%. Total monounsaturated fatty acids (MUFA) are gonad 14,8%; head 27,14% intestine 24,78%; skin 24,96%; heart 16,22%. Total polyunsaturated fatty acids (PUFA) are gonad 26,65%; head 13,64% intestine 21,38%; skin 18,95%; heart 22,25%. Of the overall characterization of the raw materials, skin is a by-product that are productive to be produced as fish oil.

Best extraction method as found in the treatment with a low temperature of 50 ºC with a 30 minute extraction time, treatment comparison does not give effect to the oxidation parameter values.

(7)

©

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

KARAKTERISASI BAHAN DAN OPTIMASI EKSTRAKSI

MINYAK IKAN DARI BY-PRODUCT IKAN LELE (Clarias sp.)

PATRICIA LAVRINA PAEMBONAN KALALO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Tesis : Nama :

NIM :

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Diketahui oleh

Tanggal Ujian: 16 Oktober 2013 Tanggal Lulus:

Karakterisasi Bahan dan Optimasi Ekstraksi Minyak Ikan dari

By-Product Ikan Lele (Clarias sp.) Patricia Lavrina Paembonan Kalalo C351110171

Prof Dr Ir Nurjanah, MS Ketua

Dr Sugeng Heri Suseno, SPi MSi Anggota

Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan

Dr Tati Nurhayati, SPi MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul “Karakterisasi Bahan dan Optimasi Ekstraksi Minyak Ikan dari By-product Ikan Lele (Clarias sp.) dapat diselesaikan.

Keberhasilan penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Prof Dr Ir Nurjanah, MS. selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi. sebagai anggota komisi pembimbing atas

kesediaan waktu untuk membimbing, memberikan arahan, dan masukan selama penyusunan tesis ini.

2. Dr Tati Nurhayati, SPi MSi selaku penguji luar komisi dan Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan.

3. Bapak dan Ibu staf pengajar, staf administrasi, dan laboran Program Studi Teknologi Hasil Perairan yang telah banyak membantu dan kerjasamanya yang baik selama penulis menempuh studi.

4. Keluarga besar penulis papa Joudy Kalalo, Ssos, mama Sumarty Paembonan, Amd. Kakek Prof Dr AR Paembonan, MS, nenek Elisabeth DT dan adik–adik tercinta Eranovita KP, Wira Toar MK atas motivasi, doa dan semangat selama penulis menempuh studi.

5. Teman-teman S2 THP 2010, 2011 dan 2012 atas kerjasama yang baik selama studi.

6. Tim minyak ikan drh Titot Bagus Arifianto, Jeny Ernawati Tambunan SPi, Boyke Raymond Toisuta SPi, dan Yosephina MJ Batafor, SPi.

7. Teman-teman S1 dan juga teman seatap selama di Bogor, Santia Gardenia Widyaswari SPi, MSi dan Mita Gebriela Inthe SPi.

8. Teman-teman pengajar berenang, Fauzan Lubis, Muhammad Zakiyul Fikri, Aidil Fadli Ilhamdy, Azwin Apriandi

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Semoga karya ilmiah ini membawa manfaat bagi seluruh civitas IPB khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya.

Bogor, Januari 2014

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

2 KARAKTERISASI BY-PRODUCT IKAN LELE (Clarias sp.)

Latar Belakang 4

Bahah dan Metode 5

Hasil dan Pembahasan 10

Simpulan 15

3 EKSTRAKSI MINYAK IKAN DARI KULIT LELE (Clarias sp.)

Latar Belakang 16

Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan

16 21

Simpulan 27

4 OPTIMASI MINYAK IKAN DARI KULIT IKAN LELE (Clarias sp.)

Latar Belakang 28

Bahan dan Metode 28

Hasil dan Pembahasan 32

Simpulan 36

5 PEMBAHASAN UMUM

Simpulan dan Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 39

(15)

DAFTAR TABEL

1 Persentase rendemen by-product ikan lele (Clarias sp.) 10 2 Kandungan proksimat by-product ikan lele (Clarias sp.) 10 3 Kandungan logam berat by-product ikan lele (Clarias sp.) 12 4 Persentase rendemen ekstraksi minyak ikan dari masing masing

by-product ikan lele (Clarias sp.) 13 5 Persentase komposisi asam lemak dari by-product ikan lele (clarias sp.) 14 6 Persentase komposisi jenis asam lemak jenuh (SFA), asam lemak tak

jenuh tunggal (MUFA), dan asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) dari

minyak kulit ikan lele 26

7 Rancangan metode permukaan respon central composit dan nilai respon

(16)

3

DAFTAR GAMBAR

1 Road map penelitian keterangan: Penelitian yang dilakukan wf

perkembangan penelitian selanjutnya 3

2 Diagram alir penelitian tahap 1 9

3 Diagram alir penelitian tahap 2 19

4 Rendemen minyak ikan dari kulit lele, keterangan: kode perlakuan 1 perbandingan pelarut dan bahan (1:1) dan 2 (2:1), perlakuan suhu (50, 60, 70,75, 85, 95) ºC, perlakuan waktu ekstraksi (10, 20, 30) menit 21 5 Nilai asam lemak bebas (FFA) minyak ikan dari kulit lele, keterangan:

kode perlakuan 1 perbandingan pelarut dan bahan (1:1) dan 2 (2:1), perlakuan suhu (50, 60, 70,75, 85, 95) ºC, perlakuan waktu ekstraksi (10,

20, 30) menit 22

6 Bilangan asam (mg KOH/g) minyak ikan dari kulit lele, keterangan: kode perlakuan 1 perbandingan pelarut dan bahan (1:1) dan 2 (2:1), perlakuan suhu (50, 60, 70,75, 85, 95) ºC, perlakuan waktu ekstraksi (10, 20, 30)

menit 23

7 Bilangan peroksida (meq/kg minyak ikan dari kulit lele, keterangan: kode perlakuan 1 perbandingan pelarut dan bahan (1:1) dan 2 (2:1),perlakuan suhu (50, 60, 70,75, 85, 95) ºC, perlakuan waktu ekstraksi (10, 20, 30)

menit 23

8 p-anisidine (meq/kg) minyak ikan dari kulit lele, keterangan: kode perlakuan 1 perbandingan pelarut dan bahan (1:1) dan 2 (2:1), perlakuan suhu (50, 60, 70,75, 85, 95) ºC, perlakuan waktu ekstraksi (10, 20, 30)

menit. 24

9 Total oksidasi minyak ikan dari kulit lele, keterangan: kode perlakuan 1 perbandingan pelarut dan bahan (1:1) dan 2 (2:1), perlakuan suhu (50, 60, 70,75, 85, 95) ºC, perlakuan waktu ekstraksi (10, 20, 30) menit. 25

10 Diagram alir penelitian tahap 3 31

11 Permukaan respon nilai rendemen (%) suhu dan waktu sebagai fungsi, dengan suhu diukur dalam ºC, dan waktu dalam menit

32 12 Permukaan respon nilai FFA (%) suhu dan waktu sebagai fungsi, dengan

suhu diukur dalam ºC, dan waktu dalam menit

33

Permukaan respon nilai Acid (mg KOH/g) suhu dan waktu sebagai fungsi, dengan suhu diukur dalam ºC, dan waktu dalam menit

Permukaan respon bilangan peroksida (meq/kg) suhu dan waktu sebagai fungsi, dengan suhu diukur dalam ºC, dan waktu dalam menit

Permukaan respon p-anisidin (meq/kg)suhu dan waktu sebagai fungsi, dengan suhu diukur dalam ºC, dan waktu dalam menit

Permukaan respon TOTOX suhu dan waktu sebagai fungsi, dengan suhu diukur dalam ºC, dan waktu dalam menit.

(17)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perikanan budidaya di Indonesia saat ini mengalami peningkatan produksi yang cukup tinggi, namun dari segi perikanan tangkap berbanding terbalik. Produksi hasil penangkapan cenderung mengalami penurunan karena terjadinya

overfishing (FAO 2012).

Budidaya merupakan ujung tombak dalam memenuhi kebutuhan sumber pangan khususnya ikan. Indonesia memiliki 10 komoditas unggulan budidaya salah satu diantaranya adalah lele. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan yang cukup populer di Indonesia. Ikan lele banyak digemari masyarakat Indonesia. Salah satu program KKP tahun 2015 adalah industrialisasi. Lele merupakan salah satu bahan baku yang menjadi komoditas unggulan. Peningkatan produksi lele dalam lingkup nasional mengalami kenaikan 18,3% per tahun dari 24,991 ton pada tahun 1999 menjadi 57,740 ton pada tahun 2003, pada tahun 2011 mencapai 340,674 ton, terjadi peningkatan 39,82% dari tahun 2007-2011 dan pada tahun 2010-2011 produksi lele mengalami peningkatan sebanyak 40,30% (KKP 2011). Pemanfaatan lele dalam bidang industri akan menghasilkan by-product berupa kulit, kepala, tulang, dan jeroan yang masih belum dimanfaatkan. Kelebihan lele dibanding dengan ikan air tawar lainnya adalah harga jualnya lebih murah, laju pertumbuhannya lebih cepat, omnivore feeding habit, dan resistensi yang tinggi terhadap stres lingkungan (Sarker et al. 2012).

By-product dapat dimanfaatkan sebagai salah sumber asam lemak omega-3 yang dilaporkan oleh beberapa peneliti diantaranya Sathivel et al. (2002); Crexi

et al. (2010); Thammapat et al. (2010); Muhamad dan Mohamad (2012). Lemak yang terdapat pada by-product dapat diproduksi menjadi minyak ikan sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis dari by-product. Tajul et al. (2009) mengekstraksi minyak dari ikan nila menggunakan pelarut organik dengan perbedaan perlakuan waktu dan suhu menghasilkan rendemen tertinggi pada suhu 70ºC dan waktu 30 menit. Road map penelitian tentang minyak ikan disajikan pada Gambar 1.

Manfaat asam lemak omega-3 yaitu dapat berperan dalam pengobatan kelainan sistem imflamatori, mengubah keseimbangan prostaglandin dan leukotrien yang merupakan mediator yang kuat dalam sistem imflamatori dan sistem kekebalan. Asam lemak tak jenuh (PUFA) berupa omega-3 terutama (C20:5n-3) dan (C22:6n-3), memiliki efek biokimia pada pencegahan atau pengobatan beberapa penyakit pada manusia. Asam lemak linolenat memiliki dua turunan EPA dan DHA yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia karena memiliki beberapa manfaat, yakni dapat mencerdaskan otak, membantu masa pertumbuhan, dan menurunkan kadar trigliserida (Leblanc et al. 2008). Dokosaheksaenoat mempunyai kandungan yang bekerja pada membran fosfolipid otak dan sel retina, yang penting bagi kesehatan manusia (Fournier et al. 2007; Zhong et al. 2007).

(18)

2

ini adalah untuk menentukan kandungan proksimat, logam berat, jenis-jenis asam lemak, ekstraksi minyak ikan dari bahan baku by-product dan optimasi ekstraksi bahan baku untuk produksi minyak ikan.

Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1 Mengkarakterisasi dan menentukan bagian by-product ikan lele (Clarias sp.) yang potensial

2 Memproduksi minyak ikan by-product ikan lele (Clarias sp.) menggunakan suhu rendah dan suhu tinggi

3 Optimasi produksi minyak ikan by-product lele (Clarias sp.) menggunakan

respon surface method

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini:

1 Tersedianya informasi tentang kandungan gizi, residu logam, dan profil asam lemak dari by-product ikan lele (Clarias sp.)

2 Diperoleh metode ekstraksi produksi minyak by-product ikan lele yang baik 3 Diperoleh kisaran optimasi metode ekstraksi produksi minyak ikan lele

(Clarias sp.)

Ruang Lingkup Penelitian

1 Karakterisasi by-product ikan lele (Clarias sp.) yang terdiri dari perhitungan rendemen, analisis proksimat, analisis residu logam berat dan analisis profil asam lemak.

2 Karakterisasi minyak by-product ikan lele (Clarias sp.) yang terdiri dari pengukuran nilai peroksida, p-anisidine, asam lemak bebas, bilangan asam, dan total oksidasi.

(19)

3

Gambar 1 Road map penelitian Penelitian yang telah dilakukan perkembangan penelitian selanjutnya.

MINYAK IKAN

karakterisasi bahan ekstraksi minyak optimasi

(20)

4 komoditi unggulan, karena tingginya permintaan pasar terhadap ikan lele baik dalam maupun luar negri. Lele merupakan ikan yang mudah dibudidayakan dan memiliki harga yang ekonomis (KKP 2011).

Salah satu program KKP yaitu pemanfaatan komoditi untuk industrialisasi, lele merupakan salah satu kandidat utama yang menghasilkan by-product berupa kulit, kepala, tulang dan jeroan dan masih belum dimanfaatkan secara optimal. Nilai jual by-product perlu ditingkatkan dengan melakukan pengolahan lanjut antara lain memproduksi minyak dari by-product tersebut.

Asam lemak sangat diperlukan oleh tubuh manusia. Asam lemak yang terdapat di alam lebih dari 1000 jenis namun yang telah diteliti hanya sekitar 20-50 jenis asam lemak. Jenis asam lemak terbagi atas empat kelompok besar, yaitu asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh tunggal, asam lemak tak jenuh majemuk, dan asam lemak yang mempunyai gugus fungsi lain (Estiasih 2005). Asam lemak berperan mencegah beberapa penyakit degeneratif terutama asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA). Rekomendasi umum asupan harian asam dokosaheksaenoat/asam eikosapentaenoat (DHA/EPA) adalah 0,5 gram untuk

bayi dan 1gram/hari untuk orang dewasa dan pasien dengan penyakit jantung (Kris et al. 2002). Omega-3 mempunyai banyak manfaat misalnya dapat

mencegah asma, hipertensi, diabetes, kanker, dan dialisis ginjal dan cenderung menghambat perkembangan atau metabolisme penyakit dalam tubuh (Muhamad dan Mohamad 2012).

Asam lemak dengan rantai panjang dapat ditemukan pada ikan laut maupun ikan air tawar. Muhamad dan Mohamad (2012) melaporkan bahwa kandungan asam lemak ikan air tawar mengandung banyak asam lemak jenuh (SFA) kemudian diikuti asam lemak tak jenuh tunggal dan majemuk (MUFA dan PUFA).

Kandungan gizi dan minyak ikan pada jeroan ikan budidaya, telah diteiliti oleh Ramalhosa et al. (2010) yang memproduksi minyak ikan dari jeroan lele dengan berbagai macam metode ekstraksi antara lain, ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro dibandingkan dengan beberapa metode ekstraksi konvensional.

Informasi awal diperlukan untuk menentukan kandungan gizi maupun non-gizi yang terdapat pada by-product ikan lele. Tahapan dalam penelitian ini adalah pengujian kandungan proksimat, rendemen by-product, residu logam berat, rendemen minyak dan komposisi asam lemak.

Tujuan

(21)

5

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai bulan April 2013 di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan, Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri dari Bahan utama ikan lele (Clarias sp.) diperoleh dari kolam budidaya Lebak Sirna Ciampea, yang terdiri dari kepala, kulit dan jeroan ikan lele. Bahan kimia yang terdiri dari kloroform (merck), metanol (merck), akuades dan bahan kimia lain yang digunakkan dalam pengujian kandungan proksimat, pengujian asam lemak dan pengujian residu logam berat. Alat-alat yang digunakan adalah, oven Yamato DV41, rotary evaporator Buchi, AAS Shimadzu 2007, dan kromatografi gas Shimadzu 2010 standar FAME Mix 37 components produksi Supelco.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan penghitungan rendemen by-product ikan lele, ekstraksi minyak dari by-product dengan menggunakan metode (Bligh dan Dryer 1959), analisis proksimat (AOAC 2005), analisis residu logam berat (BSN 2009) dan analisis asam lemak (AOAC 2005). Diagram alir penelitian tahap 1 disajikan pada Gambar 2.

Pengambilan dan preparasi sampel

Ikan lele diangkut dalam keadaan hidup menggunakan plastik yang berisi es dan air. Ikan kemudian dicuci dengan air bersih lalu dilakukan penyiangan guna memisahkan antara daging dan by-product. By-product tersebut selanjutnya dihomogenisasi terpisah, kemudian disimpan pada suhu -20ºC dan dilakukan penghitungan rendemen.

penghitungan rendemen menggunakan rumus berikut:

Rendemen (%) = (bobot contoh (g)/bobot total (g)) x 100%

Analisis proksimat

Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya analisis kadar air, abu, lemak dan protein.

Kadar air (AOAC 2005)

(22)

6

selama 5 jam atau hingga beratnya konstan. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali.

Perhitungan kadar air:

-

-

Keterangan : A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (gram)

Kadar abu (AOAC 2005)

Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah ditimbang sebelumnya dan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600ºC selama 1 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus:

-

-

Keterangan : A = Berat cawan porselen kosong (gram) B = Berat cawan dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

Kadar protein (AOAC 2005)

Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro kjeldahl. Sampel sebanyak 0,25 gram, dimasukkan ke dalam labu kjeldahl, lalu ditambahkan 0,25 gram selenium dan 3 mL H2SO4 pekat. Sampel didestruksi pada

suhu 410ºC selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Lalu ditambahkan 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40%, kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100ºC. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi campuran 10 mL asam borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes

indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda hingga volume destilat mencapai 40 mL dan berwarna hijau kebiruan. Destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh.

Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut :

-

*) Faktor koreksi alat = 2,5

% Kadar protein = % N x faktor konversi (6,25)

Kadar lemak (AOAC 2005)

Sampel sebanyak 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring pada

(23)

7

Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung sokhlet dan disiram dengan pelarut lemak (benzena). Refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pelarut dikeluarkan saat berada pada ruang ekstraktor sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).

Perhitungan kadar lemak:

-

Keterangan : W1= Berat sampel (gram)

W2= Berat labu lemak kosong (gram)

W3= Berat labu lemak dengan lemak (gram)

Kadar karbohidrat (AOAC 2005)

Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya.

Analisis kadar karbohidrat dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Analisis logam berat Cd, Pb, Hg, As dan Ni (BSN 2009)

Sampel yang diuji dilakukan proses destruksi. Sebanyak 1 gram contoh dimasukkan ke dalam labu destruksi 100 mL. Sebanyak 15 mL HNO3 pekat dan 5

mL HClO4 ditambahkan lalu dibiarkan selama satu malam. Larutan didestruksi

sampai jernih, didinginkan dan ditambahkan 10-20 mL akuades. Pemanasan dilanjutkan selama ±10 menit, diangkat dan didinginkan. Larutan dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL, kemudian dibilas dengan akuades sampai tanda tera, lalu dikocok dan disaring dengan kertas Whatman. Filtrat dianalisis menggunakan

Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).

Penentuan nilai rendemen minyak ikan (Bligh dan Dyer 1959)

Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 20 mL metanol, 10 mL kloroform (CHCl3) dan dihomogenasi

dengan vortex selama 2 menit. Setelah itu ditambahkan CHCl3 sebanyak 10 mL,

dan kocok selama 2 menit. Akuades sebanyak 18 mL di masukkan ke dalam larutan tersebut kemudian kocok dengan vortex mixer selama 2 menit. Larutan tersebut disentrifuse dengan kecepatan 2.000 rpm (Sigma Santorius 2-16 Germany) selama 10 menit. Lapisan paling bawah kemudian dipindahkan ke wadah lain dengan pipet Pasteur. Ektraksi kedua dilakukan dengan penambahan 20 mL metanol 10% (v/v) dalam CHCl3 kemudian divorteks selama 2 menit dan

(24)

8

ekstraksi pertama. Tahap terakhir adalah melakukan evaporasi dengan alat rotary evaporator pada suhu 45ºC.

Analisis asam lemak (AOAC 2005)

Lemak dihidrolisis menjadi asam lemak kemudian ditransformasi menjadi bentuk esternya yang bersifat lebih mudah menguap. Dalam metode ini, transformasi dilakukan dengan cara metilasi sehingga diperoleh metil ester asam lemak (FAME). Metil ester asam lemak (FAME) ini dianalisis dengan alat kromatografi gas. Identifikasi tiap komponen dilakukan dengan membandingkan waktu retensinya dengan standar pada kondisi analisis yang sama. Waktu retensi dihitung pada kertas rekorder sebagai jarak dari garis pada saat muncul puncak pelarut sampai ke tengah puncak komponen yang dipertimbangkan.

Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan pereaksi berturut-turut NaOH-metanol 0,5 N, BF3 dan n-heksana 0,02 g minyak

dari sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 mL NaOH-metanol 0,5 N lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit pada suhu 80ºC, larutan kemudian didinginkan. 5 mL BF3 ditambahkan ke dalam tabung lalu tabung dipanaskan kembali pada waterbath dengan suhu 80ºC selama 20 menit dan didinginkan, ditambahkan 2 mL NaCl jenuh dan dikocok, ditambahkan 5 mL heksana, kemudian dikocok dengan baik. Larutan heksana di bagian atas larutan dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung reaksi. 1 μL sampel lemak diinjeksikan ke dalam gas chromatography. Asam lemak yang ada dalam metil ester akan diidentifikasi oleh flame ionization detector (FID) atau detektor ionisasi nyala dan respon yang ada akan tercatat melalui kromatogram

(peak).

Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada alat kromatografi gas dengan kondisi sebagai berikut: jenis alat kromatografi gas yang digunakan adalah Shimadzu GC 2010 Plus, gas yang digunakan sebagai fase pbergerak adalah gas nitrogen dengan laju alir 30 mL/menit dan sebagai gas pembakar adalah hidrogen dan oksigen, kolom yang digunakan adalah kolum kapilary merk Quadrex dengan diameter dalam 0,25 mm.

Analisis kuantitatif asam lemak dihitung dengan rumus :

Kondisi alat kromatografi gas pada saat dilakukan analisis : Merek : shimadzu 2010 plus

Kolom : cyanopropil methylsil (capilary column)

Dimensi kolom : p=60m,ø dalam = 0,25 mm, 0, 5 μ F T

Kolom temperatur : awal 125ºC diam 5 menit, akhir 225ºC diam 7 menit, rata-rata 3ºC/menit

(25)

9

Volume injeksi : 1 μL Linier velocity : 20 cm/sec

Nama standar : FAME Mix 37 components produksi Supelco

Gambar 2 Diagram alir penelitian tahap 1. Ikan lele (clarias sp.)

1.Uji Proksimat (AOAC 2005) - Kadar air

- Kadar lemak - Kadar abu - Kadar protein - Kadar karbohidrat

2.Analisis kandungan logam berat (SNI 2009) - Hg (merkuri)

- Cd (kadmium) - Pb (timbal) - Ni (Nikel) - As (Arsen)

3.Analisis Asam Lemak (AOAC 2005)

4. Rendemen minyak ikan (Bligh dan Dyer 1959)

(26)

10

Hasil dan Pembahasan

Rendemen by-product

Rendemen by-product terhadap ikan disajikan pada Tabel 1. Berat ikan yang digunakan berkisar antara 365-569 gram, persentase by-product terbesar adalah kepala 15,77% dan gonad 8,17%, kemudian kulit 4,55%, sedangkan usus dan hati memiliki rendemen yang sangat sedikit. Rendemen merupakan persentase bagian tertentu yang diinginkan terhadap bagian utuh dari bahan. Rendemen by-product yang diperoleh ini sesuai dengan bentuk morfologi lele yang memiliki ukuran kepala yang besar. Pada gonad ketersediaannya sangat bergantung terhadap kondisi lingkungan, jenis kelamin dan pakan dari ikan lele tersebut.

Tabel 1 Persentase rendemen by-product ikan lele (Clarias sp.) Nama sampel Persentase rendemen by-product (%)

Gonad 8,18±1,00c

Hati 1,19±0,17a

Kepala 15,77±0,69d

Kulit 4,56±0,31b

Usus 0,82±0,03a

Keterangan: Huruf superscript yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0,05)

Kandungan proksimat by-product

Hasil kandungan proksimat dari by-product ikan lele yang diuji antara lain kadar protein, lemak, air, karbohidrat, dan abu disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Persentase kandungan proksimat by-product ikan lele (Clarias sp.) Nama sampel Protein Lemak Air Karbohidrat Abu

Gonad 25,81±0,08 2,08±0,41 62,55±0,12 7,66±0,21 1,9±0,71 Hati 10,55±0,10 1,85±0,12 77,88±0,07 8,61±0,53 1,11±0,22 Kepala 15,64±0,01 6,07±0,21 68,53±0,21 1,13±0,10 8,63±0,09 Kulit 20,88±0,18 6,09±0,10 72,24±0,01 0,46±0,03 0,33±0,11 Usus 14,58±0,10 7,14±0,31 75,34±0,13 1,34±0,81 1,6±0,12

Kandungan gizi protein dari masing-masing bagian by-product berkisar antara 10,55%-25,81%. Protein tertinggi terdapat pada gonad 25,81%. Protein gonad ikan lele masih lebih besar bila dibandingkan dengan kuning telur ayam 16,5% (Sudaryani 2003). Kandungan protein pada ikan cukup tinggi dan mendekati angka kecukupan kebutuhan asam amino di dalam tubuh manusia. Protein ikan mengandung 10 jenis asam amino yang diperlukan oleh tubuh, yaitu asam amino esensial dan asam amino non esensial. Daging ikan mempunyai serat protein lebih pendek daripada serat protein daging sapi atau daging ayam sehingga ikan lebihmudah dicerna dan diabsorpsi oleh tubuh.

(27)

11

berlawanan dengan kadar lemak. Makin tinggi kadar air, makin rendah kadar lemaknya. Air terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan plasma. Air yang ditemukan dalam jaringan otot terdiri dari tiga tipe yaitu air konstitusional merupakan air yang terletak dalam molekul protein (1%), air yang terikat kuat (0,3 gram air/100 gram protein) dan air permukaan yang terletak pada permukaan multilayer protein dan dalam celah-celah kecil. Sekitar 10% dari air tersebut ditemukan dalam ruang ekstraseluler yang bisa bertukar dengan air sel pada kondisi tertentu sehingga mengakibatkan perubahan protein miofibril (Belitz et al.

2009).

Hasil proksimat menunjukkan nilai karbohidrat pada gonad dan hati ikan lele masing-masing sebesar 7,66% dan 8,61%, sedangkan karbohidrat pada kepala, usus dan kulit cenderung lebih sedikit bila dibandingkan dengan gonad dan hati. Menurut Belitz et al. (2009) karbohidrat merupakan salah satu sumber nutrisi dan energi yang sangat diperlukan oleh hewan dan tumbuhan serta membantu proses metabolisme lemak dan protein agar tidak digunakan sebagai penghasil energi sehingga protein tetap berfungsi sebagai zat pembangun.

Kandungan lemak pada by-product banyak terdapat pada ususyaitu 7,14%, diikuti dengan kulit dan kepala. Kadar lemak tertinggi terdapat pada usus. Lemak merupakan zat yang penting dan merupakan sumber energi yang lebih efektif bagi tubuh dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Kandungan lemak pada usus diduga karena sebagian besar lemak dalam tubuh organisme terdapat pada organ dalam (jeroan). Hal ini sesuai dengan pendapat Effiong dan Mohammed (2008) yaitu lemak pada tubuh makhluk hidup disimpan sebesar 45% di sekeliling organ dan rongga perut pada tubuh hewan, misalnya lemak di sekitar ginjal, kandungan lemak dalam daging ikan bervariasi tergantung pada spesies, umur, kondisi sebelum atau setelah perkembangbiakan (bertelur), dan kondisi pakan.

Kadar abu tertinggi pada uji proksimat ikan lele by-product yaitu kadar abu dari kepala ikan lele sebesar 8,63%, lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar abu kepala ikan lele dumbo pada penelitian Onyia et al. (2010) dan Ferazuma (2011) yaitu sebesar 10-16%. Abu merupakan unsur mineral atau zat anorganik yang terkandung dalam bahan pangan. Abu juga merupakan zat dalam bahan pangan selain air dan bahan organik.

Kandungan logam berat by-product

(28)

12

Tabel 3 Kandungan logam berat by-product ikan lele (Clarias sp.) Nama terdistribusi pada ikan tergantung pada bentuk senyawa dan konsentrasi polutan, aktivitas mikroorganisme, tekstur sedimen, serta jenis dan unsur ikan yang hidup dilingkungan tersebut. Logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada makhluk hidup. Logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup, tetapi sebagian logam-logam tersebut tetap dibutuhkan oleh makhluk hidup, walaupun dalam jumlah yang sedikit (Arifin 2011).

Secara keseluruhan masing-masing by-product lele mengandung residu logam berat Hg, Cd dan Ni dengan jumlah yang masih dalam batas aman menurut BSN (2009) untuk bahan baku pangan. Kandungan Pb pada sampel cukup banyak, hal ini diduga karena serapan dan bioakumulasi logam berat tersimpan di usus. Ahmed dan Bibi (2010) mengatakan bahwa Pb dimetabolisme melalui jalur metabolik Ca2+. Oleh karena itu Pb terakumulasi dalam jaringan kerangka. Disamping itu ion Pb juga dapat masuk kedalam tubuh ikan bersama dengan makanan dan air yang akhirnya diserap di usus dan jaringan lainnya.

Pada berbagai organisme akuatik air tawar, timbal telah terbukti memiliki efek toksik dengan sensitivitas terendah 4 µg/L. Ion Pb masuk ke dalam tubuh ikan melalui insang setelah terikat pada lapisan lendir (Ahmed dan Bibi 2010). Akumulasi dalam jaringan hewan air tergantung pada konsentrasi paparan dan periode serta beberapa faktor lain seperti salinitas, suhu, interaksi gen, dan aktivitas metabolik pada jaringan.

Rendemen minyak by-product

(29)

13

Tabel 4 Persentase rendemen ekstraksi minyak ikan dari masing masing

by-product ikan lele (Clarias sp.)

Nama sampel Persentase rendemen minyak (%)

Gonad 5,86±0,41b

Hati 3,63±0,50a

Kepala 4,39±0,57a

Kulit 4,26±0,31ab

Usus 8,15±1,26c

Keterangan: Huruf superscript yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0,05)

Mohanarangan (2012) dan Almunady et al. (2011) menyatakan bahwa terdapat perbedaan rendemen minyak dari masing-masing by-product ditentukan beberapa faktor, yaitu jenis ikan, jenis kelamin, umur, musim, siklus bertelur, letak geografis perairan dan jenis makanan yang dikonsumsi ikan tersebut.

Komposisi asam lemak masing-masing by-product

Profil asam lemak merupakan salah satu parameter penting untuk menentukan kualitas bahan baku dari minyak ikan. Komponen penyusun asam lemak yang merupakan prekursor utama pembentuk omega 3, 6, dan 9 adalah

linolenat, linoleat dan oleat. Total asam lemak yang teridentifikasi pada

by-product dengan persentase komposisi SFA, MUFA, dan PUFA disajikan dalam Tabel 5. Jumlah asam lemak sebanyak 31 jenis asam lemak, masing-masing 14 jenis asam lemak jenuh (SFA), 7 jenis asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) dan 10 jenis asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA). Total asam lemak yang tidak teridentifikasi dari masing-masing by-product berkisar antara 22,89%-38,03%.

Jenis asam lemak jenuh pada masing-masing bagian by-product totalnya berkisar antara 20,48%-33,17%. Hasil ini sama dengan hasil yang diperoleh oleh Muhamad dan Mohamad (2012), ikan air tawar lokal snake head/gabus, lele/keli dan patin mengandung asam lemak jenuh yang tinggi. Asam lemak jenuh (SFA) yang dominan ditemukan pada jenis asam palmitat C16:0 yaitu 14,89%-21,76%, hasil yang sama diperoleh Usydus et al. (2010) yang mengatakan bahwa lemak dari ikan yang dibudidaya mengandung asam lemak jenuh (SFA) tinggi, kandungan utama dari kelompok ini adalah asam palmitat C16:0 (27,1±1,0%).

(30)

14

Tabel 5 Persentase komposisi asam lemak dari by-product ikan lele (clarias sp.)

Parameter Gonad Kepala Usus Kulit Hati

Asam dokosaheksaenoat, C22:6n3 16,94 3,40 7,60 8,08 9,77

Total PUFA 26,65 13,64 21,38 18,95 22,25

(31)

15

Simpulan

Berdasarkan hasil pengujian kandungan proksimat, residu logam berat, rendemen by-product dan ekstraksi minyak masing-masing bagian by-product,

(32)

16

3 EKSTRAKSI MINYAK IKAN DARI KULIT LELE

(Clarias sp.)

Pendahuluan

Latar Belakang

Indonesia memiliki hasil perairan yang cukup melimpah, dengan kandungan gizi yang tinggi (Damongilala 2008). Ikan sebagai sumber gizi bagi kehidupan manusia. Sumber lemak atau minyak yang berasal dari perairan cukup banyak dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber minyak atau lemak bagi asupan nutrisi manusia.

Manusia telah mengetahui bahwa ikan merupakan hewan yang mempunyai nutrisi tinggi dan dikenal sebagai sumber protein, lemak dengan omega 3 yang bermanfaat untuk menurunkan risiko cardiovascular disease

(CvD), mineral, dan kanker (Kadam dan Prabhasankar 2010). Hasil penelitian Larsen et al. (2011) juga menunjukan bahwa konsumsi ikan dapat melindungi manusia dari penyakit yang disebabkan karena perubahan gaya hidup di banyak negara industri di dunia.

Ketersediaan by-product dari ikan lele yang merupakan salah satu ikan budidaya air tawar komoditas unggulan di Indonesia dapat dimanfaatkan antara lain di produksi menjadi minyak ikan. Beberapa teknik produksi dari minyak ikan dalam lingkup industri yang sering digunakan antara lain wet and rendering dan

supercritical fluida. Diantara metode yang digunakan, perusahaan industri di Indonesia lebih banyak menggunakan metode wet and rendering, karena lebih ekonomis.

Sahena et al. (2010) melakukan penelitian untuk mengekstraksi minyak ikan pada bagian organ yang berbeda-beda pada ikan kembung, hasil penelitian menunjukkan bahwa kulit merupakan bagian yang menghasilkan asam lemak tak jenuh majemuk terbanyak. Berdasarkan dari hasil penelitian sebelumnya diperoleh data bagian by-product dari lele yang potensial untuk diproduksi lebih lanjut adalah kulit.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode suhu dan waktu ekstraksi terbaik untuk menghasilkan minyak ikan dari kulit lele.

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat Penelitian

(33)

17

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah bahan utama kulit ikan lele (Clarias sp.) diperoleh dari kolam budidaya lebak sirna ciampea. Alat yang digunakan adalah

waterbath untuk proses produksi minyak ikan, spektrofotometer spektronik 20 untuk pengujian kualitas minyak ikan, dan dan kromatografi gas Shimadzu 2010 standar FAME Mix 37 components produksi Supelco untuk pengujian asam lemak.

Metode penelitian

Produksi minyak ikan tahap ini menggunakan metode ekstraksi modifikasi Wu dan Bechtel (2008) dan Tajul et al. (2009), dengan perlakuan perbandingan pelarut (1:1), (1:2), waktu pemanasan (10, 20, 30) menit dan suhu rendah (50, 60, 70)ºC, suhu tinggi (75, 85, 95)ºC. Analisis yang dilakukan meliputi peroksida (PV) (AOAC 2005), asam lemak bebas (%FFA) (AOAC 2005), nilai anisidin (AV) (Watson 1994), penentuan nilai total oksidasi (TOTOX) (Perrin 1996), dan bilangan asam (Wrolstad et al. 2005). Diagram alir penelitian tahap 2 disajikan pada Gambar 3.

Analisis bilangan peroksida (PV)(AOAC 2005)

Sampel sebanyak 5 gram dilarutkan ke dalam 30 mL larutan asam asetat glasial dan kloroform (3:2). Lalu ditambahkan kalium-iodin (KI) jenuh 0,5 mL sambil diaduk. Akuades 30 mL dicampurkan hingga larutan berubah menjadi kuning, lalu ditambahkan 0,5 mL larutan indikator kanji 1% yang akan mengubah warna larutan menjadi biru. Titrasi larutan tersebut dengan Na2S2O3 0,1 N hingga

warna birunya menghilang. Blanko dengan akuades sebagai pengganti contoh. Penentuan bilangan peroksida ditentukan dengan persamaan dibawah ini:

Keterangan:

S : mL titer untuk contoh B : mL titer untuk blanko N : normalitas untuk Na2S2O3

8 : setengah dari berat molekul oksigen G : berat contoh

Analisis asam lemak bebas (%FFA) (AOAC 2005)

Sampel sebanyak 10 gram ditambahkan 25 mL alkohol 95%, campur larutan tersebut di dalam penangas air dipanaskan selama 10 menit, kemudian campuran tersebut ditetesi indikator PP sebanyak 2 tetes. Campuran dikocok dan dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga timbul warna pink yang tidak hilang dalam 10 detik.

Persentase asam lemak bebas dihitung berdasarkan persamaan berikut:

(34)

18

G : gram contoh

M : Bobot molekul asam lemak dominan (asam oleat 282 g/mol) Penentuan nilai anisidin (AV) (Watson 1994)

Pertama dibuat larutan uji 1 dengan cara melarutkan 0,5 gram sampel kedalam 25 mL trimethylpentane. Larutan uji 2 dibuat dengan cara menambahkan 1 mL larutan p-anisidine (2,5 gram/L) kedalam 5 mL larutan uji 1, kemudian dikocok, selama proses harus terhindar dari cahaya. Larutan referensi di buat dengan cara menambahkan 1 mL larutan p-anisidine (2,5 gram/L) kedalam 5 mL larutan trimethylpentane, kemudian dikocok dan dihindarkan dari cahaya. Kedua larutan diukur nilai absorbansinya, larutan uji 1 pada panjang gelombang 350 nm menggunakan trimethylpentane sebagai larutan kompensasi. Larutan uji kedua pada 350 nm, dengan menggunakan larutan referensi sebagai kompensasi.

Nilai anisidine ditetapkan dengan persamaan berikut:

-

Keterangan:

A1 : absorbansi larutan uji 1

A2 : absorbansi larutan uji 2

m : massa sampel yang digunakan pada larutan uji 1 (gram) Penentuan nilai total oksidasi (Perrin 1996)

Penentuan nilai total oksidasi (TOTOX) dilakukan dengan persamaan dibawah ini:

Nilai Total Oksidasi = (2PV + AV) Keterangan:

PV : Nilai bilangan peroksida AV : Nilai Anisidin

Penentuan bilangan asam (Wrolstad et al. 2005)

Penentuan bilangan asam dilakukan dengan cara titrasi KOH terhadap sampel, yang menggunakan prinsip jumlah KOH yang diperlukan (mg) untuk Analisis asam lemak (AOAC 2005)

(35)

19

Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan pereaksi berturut-turut NaOH-metanol 0,5 N, BF3 dan n-heksana. 0,02 g minyak

dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 mL NaOH-metanol 0,5 N lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit pada suhu 80ºC. Larutan sebanyak 1 μL diinjeksikan ke dalam gas chromatography. Asam lemak yang ada dalam metil ester akan diidentifikasi oleh flame ionization detector (FID) atau detektor ionisasi nyala dan respon yang ada akan tercatat melalui kromatogram

(peak).

Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada alat kromatografi gas dengan kondisi sebagai berikut: jenis alat kromatografi gas yang digunakan adalah Shimadzu GC 2010 Plus, gas yang digunakan sebagai fase bergerak adalah gas nitrogen dengan laju alir 30 mL/menit dan sebagai gas pembakar adalah hidrogen dan oksigen, kolom yang digunakan adalah capilary column merk Quadrex dengan diameter dalam 0,25 mm.

Analisis kuantitatif asam lemak dihitung dengan rumus: Asam Lemak (%) = 100% x

Kondisi alat kromatografi gas pada saat dilakukan analisis: Merek : shimadzu 2010 plus

Kolom : cyanopropil methylsil (capilary column)

Dimensi kolom : p=60m,ø dalam = 0,25 mm, 0, 5 μ F T

Kolom temperatur : awal 125ºC diam 5 menit, akhir 225ºCdiam 7 menit, rata-rata 3ºC/menit

Ratio : 1 : 80 Volume injeksi : 1 μL Linier velocity : 20 cm/sec

(36)

20

1. Menentukan bilanganperoksida (PV) 2. Menentukan bilangan asam (AV) 3. Menentukan asam lemak bebas (FFA) 4. Menentukan nilai anisidin

5. Menentukan total oksidasi (TOTOX)

Gambar 3 Diagram alir penelitian tahap 2.

Analisis Data

Analisis data yang dilakukan terhadap hasil penelitian tahap ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF):

H0 = Perlakuan perbandingan, suhu, dan waktu pemanasan, tidak mempengaruhi

kandungan gizi minyak ikan

H1 = Perlakuan perbandingan, suhu, dan waktu pemanasan, mempengaruhi

kandungan gizi minyak ikan

Model observasi Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF), yaitu sebagai berikut:

Yij= µ + αi+ ∑ij

Keterangan:

Yij = respon pengaruh perlakuan pada taraf i ulangan ke-j

µ = pengaruh rata-rata umum

αi = pengaruh perlakuan pada taraf ke-i

∑ij = pengaruh acak (galat percobaan) pada konsentrasi taraf i ulangan ke-j

j = 1,2, dan 3 Ekstraksi dengan perbandingan air dan sampel (1:1) dan (2:1) Selama (10,20,30menit), pada suhu tinggi (70,60,50)ºC

Ekstraksi dengan perbandingan air dan sampel (1:1) dan (2:1) Selama (10,20,30 menit), pada suhu rendah (75,85,95)ºC

Penentuan suhu dan waktu ekstraksi minyak ikan terbaik by-product

(37)

21

Hasil dan Pembahasan

Rendemen

Rendemen minyak ikan dari ekstraksi kulit ikan lele (Clarias sp.) menggunakan pelarut organik (air). Gambar 4 menunjukkan rendemen minyak yang diperoleh tidak dipengaruhi oleh perlakuan suhu, waktu, dan perbandingan pelarut (p>0,05).

Gambar 4 Rendemen minyak ikan dari kulit lele, keterangan: kode perlakuan 1 perbandingan pelarut dan bahan (1:1) dan (2:1), perlakuan suhu (50, 60, 70, 75, 85, 95)ºC, perlakuan waktu ekstraksi (10, 20, 30) menit

Rendemen minyak ikan yang diperoleh tidak mengalami peningkatan yang berbeda, hal ini diduga karena perlakuan suhu (50, 60, 70, 75, 85, 95)ºC, waktu (10, 20, 30) menit dan perbandingan pelarut memiliki peningkatan yang tidak berbeda. EFSA (2008) menyatakan bahwa rendemen minyak ikan yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh kesegaran dan komposisi ikan yang digunakan pada saat proses produksi.

Asam lemak bebas

Kandungan asam lemak bebas yang terdapat pada minyak kulit ikan lele menunjukkan perlakuan suhu memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan asam lemak (p<0,05). Gambar 5 menunjukkan bahwa kandungan asam lemak bebas semakin meningkat dengan meningkatnya suhu.

Asam lemak terendah diperoleh pada ekstraksi dengan suhu 50ºC sebesar 0,476%. Menurut Farmakope minyak ikan dikatakan layak konsumsi apabila persentase asam lemak bebas yang diperoleh ≤ . Kadar asam lemak bebas dalam minyak mentah akan tergantung pada jenis ikan dan musim (Bimbo 1998).

(38)

22

Gambar 5 Nilai asam lemak bebas (FFA) minyak ikan dari kulit lele, keterangan: kode perlakuan 1 perbandingan pelarut dan bahan (1:1) dan 2 (2:1), perlakuan suhu (50, 60, 70,75, 85, 95)ºC, perlakuan waktu ekstraksi (10, 20, 30) menit .

Nilai asam lemak bebas yang diperoleh pada ekstraksi suhu tinggi cenderung lebih meningkat jika dibandingkan dengan ekstraksi pada suhu rendah. Hal ini sesuai dengan EFSA (2008) asam lemak bebas lebih rentan terhadap oksidasi lipid dibandingkan trigliserida dan juga akan menimbulkan rasa yang berbeda dalam produk akhir.

Bilangan asam

Perlakuan suhu ekstraksi terhadap minyak ikan memberikan perbedaan nyata terhadap perlakuan (p<0,05). Prinsip perhitungan bilangan asam yaitu mengkuantifikasi tingkat keasaman dimana massa kalium hidroksida dalam mg diperlukan untuk menetralisir 1 gram minyak (Wrolstad et al. 2005).

Bilangan asam yang diperoleh (2,5-3 mgKOH/g) lebih tinggi dari standar yang ditentukan oleh Internasional Fish Oil Standar (IFOS 2011) yaitu 2,25 mg KOH/g, sementara Domiszewski et al. (2011) menyatakan fillet lele mentah memiliki bilangan asam sebesar 6,45 ± 0,06 mg KOH /g lipid.

(39)

23

Gambar 6 Bilangan asam (mg KOH/g) minyak ikan dari kulit lele, keterangan kode perlakuan 1 perbandingan pelarut dan bahan (1:1) dan 2 (2:1), perlakuan suhu (50, 60, 70, 75, 85, 95)ºC, perlakuan waktu ekstraksi (10, 20, 30) menit .

Bilangan peroksida

Gambar 7 menunjukkan perlakuan suhu ekstraksi memberikan pengaruh nyata terhadap nilai peroksida kulit ikan lele (p<0,05). Semakin tinggi perlakuan suhu selama proses ekstraksi mengakibatkan peningkatan terhadap parameter oksidasi. Hal ini disebabkan karena suhu tinggi dapat menyebabkan tingkat oksidasi terhadap suatu bahan ekstraksi juga semakin tinggi, temperatur tinggi dan tingkat Hb-Fe tinggi akan mengkatalisis terjadinya oksidasi (EFSA 2008).

(40)

24

Tahap kritis dalam oksidasi adalah penambahan oksigen ke molekul asam lemak untuk membentuk hidroperoksida, jumlah ini dapat digunakan sebagai pengukuran tingkat oksidasi primer (EFSA 2008). Menurut Aidos et al. (2001), nilai peroksida adalah pengukuran oksidasi primer produk hidroperoksida dan dalam minyak mentah nilai peroksida akan dipengaruhi oleh kualitas ikan yang digunakan untuk ekstraksi minyak, proses ekstraksi dan kondisi penyimpanan minyak mentah.

Nilai anisidin

Perlakuan suhu ekstraksi memberikan pengaruh nyata terhadap nilai anisidin kulit ikan lele (p<0,05). Gambar 8 menunjukkan semakin tinggi suhu yang digunakan pada saat ekstraksi akan meningkatkan oksidasi sekunder pada minyak.

Nilai anisidin terbaik diperoleh pada perlakuan suhu 50ºC. Menurut IFOS jumlah kandungan anisidin pada minyak ≤ 5 q/kg.

Penentuan nilai anisidin digunakan untuk mengukur produk sekunder oksidasi dan menentukan aldehida dalam lipid. (Aidos et al. 2001). Aldehida terdapat dalam minyak dan reagen p-Anisidine akanbereaksi dalam kondisi asam (O'Brien 2009).

Gambar 8 p-anisidine (meq/kg) minyak ikan dari kulit lele, keterangan: kode perlakuan 1 perbandingan pelarut dan bahan (1:1) dan 2 (2:1), perlakuan suhu (50, 60, 70, 75, 85, 95)ºC, perlakuan waktu ekstraksi (10, 20, 30) menit .

(41)

25

Perlakuan suhu ekstraksi memberikan pengaruh nyata terhadap nilai total oksidasi kulit ikan lele (p<0,05). Gambar 9 menunjukkan ekstraksi dengan menggunakan suhu tinggi menghasilkan total oksidasi yang semakin tinggi.

Gambar 9 Total oksidasi minyak ikan dari kulit lele, keterangan: kode perlakuan perbandingan pelarut dan bahan (1:1) dan 2 (2:1), perlakuan suhu (50, 60, 70, 75, 85, 95)ºC, perlakuan waktu ekstraksi (10, 20, 30)

menit

Nilai total oksidasi yang diperoleh dipengaruhi oleh nilai peroksida (primer oksidasi) dan nilai anisidin (sekunder oksidasi), karena nilai total oksidasi diperoleh dari dua kali besar nilai primer oksidasi ditambah dengan sekunder oksidasi (Perrin 1996)

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mohanarangan (2012) dimana tingginya suhu ekstraksi dapat menyebabkan nilai parameter oksidasi minyak semakin tinggi. Total oksidasi yang di peroleh pada hasil crude

ekstrak tidak mempengaruhi hasil minyak pemurnian dikarenakan selama proses pemurnian, dapat mengurangi peroksida dan oksidasi volatil (EFSA 2008).

Profil asam lemak pada minyak kulit ikan lele (Clarias sp.)

(42)

26

Asam lemak tidak teridentifikasi 27,82

Tabel 6 menunjukan bahwa asam lemak jenuh (SFA) didominasi oleh asam palmitat yaitu sebesar 19,69% sejalan dengan hasil yang diperoleh Osibona

(43)

27

Simpulan

(44)

28

4 OPTIMASI MINYAK IKAN DARI KULIT IKAN LELE

(Clarias sp.)

Pendahuluan

Latar Belakang

Ikan lele merupakan salah satu ikan budidaya air tawar yang produksinya tinggi, tiap tahunnya mengalami peningkatan sebesar 30% sehingga menghasilkan hasil samping atau by-product yang cukup banyak dari hasil industri, pasar lokal maupun rumah makan (KKP 2011). Pemanfaatan terhadap by-product ini masih sangat kurang sehingga perlu dilakukan pemanfaatan lebih lanjut untuk meningkatkan nilai jual dari by-product ikan lele tersebut, antara lain dengan memproduksi by-product ikan lele menjadi minyak ikan.

Ekstraksi, fraksinasi dan pemurnian minyak ikan dengan menggunakan berbagai metode konvensional, seperti tekanan hidrolik, vakum distilasi, kristalisasi urea, ekstraksi heksana, dan kristalisasi konvensional telah digunakan oleh beberapa peneliti sebelumnya, kelemahan utama dari metode ini adalah kebutuhan suhu tinggi yang mempengaruhi kualitas gizi dari minyak ikan, degradasi senyawa panas sensitif labil alami, dan meninggalkan pelarut beracun dalam produk akhir, yang semuanya memiliki efek yang merugikan kesehatan manusia. Selain itu, sejumlah besar penelitian telah dilakukan pada spesies ikan air laut untuk ekstraksi lipid dengan menggunakan berbagai metode, sementara untuk spesies air tawar masih sangat rendah (Sarker et al. 2012).

Optimasi produksi minyak ikan dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode respon permukaan, untuk meningkatkan, mengembangkan dan mengoptimalkan suatu proses. Response surface method digunakan untuk menghasilkan kondisi optimum yang dinamis (Karmarasy 2008).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan optimasi produksi minyak ikan menggunakan metode respon permukaan.

Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2013 bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan, Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

(45)

29

Preparasi Bahan Baku

Ikan lele diangkut dalam keadaan hidup menggunakan plastik yang berisi es dan air. Ikan kemudian dicuci dengan air bersih lalu dilakukan penyiangan guna memisahkan antara daging dan kulit. Kulit tersebut selanjutnya dihomogenisasi terpisah, kemudian disimpan pada suhu -20ºC.

Prosedur penelitian

Pada penelitian ini akan di lakukan produksi minyak ikan dengan metode modifikasi Wu dan Bechtel (2008) dan Tajul et al. (2009), dengan menggunakan, beberapa pengujian kualitas minyak ikan. Diagram alir penelitian tahap 3 disajikan pada Gambar 10.

Analisis bilangan peroksida (PV)(AOAC 2005)

Sampel sebanyak 5 gram dilarutkan ke dalam 30 mL larutan asam asetat glasial dan kloroform (3:2). Lalu ditambahkan kalium-iodin (KI) jenuh 0,5 mL sambil diaduk. Akuades 30 mL dicampurkan hingga larutan berubah menjadi kuning, lalu ditambahkan 0,5 mL larutan indikator kanji 1% yang akan mengubah warna larutan menjadi biru. Titrasi larutan tersebut dengan Na2S2O3 0,1 N hingga

warna birunya menghilang. Blanko dengan akuades sebagai pengganti contoh. Penentuan bilangan peroksida ditentukan dengan persamaan dibawah ini:

Keterangan:

S : mL titer untuk contoh B : mL titer untuk blanko N : normalitas untuk Na2S2O3

8 : setengah dari berat molekul oksigen G : berat contoh

Analisis asam lemak bebas (%FFA) (AOAC 2005)

Sampel sebanyak 10 gram ditambahkan 25 mL alkohol 95%, campur larutan tersebut di dalam penangas air dipanaskan selama 10 menit, kemudian campuran tersebut ditetesi indikator PP sebanyak 2 tetes. Campuran dikocok dan dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga timbul warna pink yang tidak hilang dalam 10 detik.

Persentase asam lemak bebas dihitung berdasarkan persamaan berikut:

Keterangan: A : Jumlah titrasi KOH (mL) N : Normalitas KOH

G : gram contoh

(46)

30

Penentuan nilai anisidin (AV) (Watson 1994)

Pertama dibuat larutan uji 1 dengan cara melarutkan 0,5 gram sampel kedalam 25 mL trimethylpentane. Larutan uji 2 dibuat dengan cara menambahkan 1 mL larutan p-anisidine (2,5 gram/L) ke dalam 5 mL larutan uji 1, kemudian dikocok, selama proses harus terhindar dari cahaya. Larutan referensi di buat dengan cara menambahkan 1 mL larutan p-anisidine (2,5 gram/L) kedalam 5 mL larutan trimethylpentane, kemudian dikocok dan dihindarkan dari cahaya. Kedua larutan diukur nilai absorbansinya, larutan uji 1 pada panjang gelombang 350 nm menggunakan trimethylpentane sebagai larutan kompensasi. Larutan uji kedua pada 350 nm, dengan menggunakan larutan referensi sebagai kompensasi.

Nilai anisidin ditetapkan dengan persamaan berikut:

-

Keterangan:

A1 : absorbansi larutan uji 1

A2 : absorbansi larutan uji 2

m : massa sampel yang digunakan pada larutan uji 1 (gram)

Penentuan nilai total oksidasi (Perrin 1996)

Penentuan nilai total oksidasi (TOTOX) dilakukan dengan persamaan dibawah ini:

Nilai Total Oksidasi = (2PV + AV) Keterangan:

PV : Nilai bilangan peroksida AV : Nilai Anisidin

Penentuan bilangan asam (Wrolstad et al. 2005)

Penentuan bilangan asam dilakukan dengan cara titrasi KOH terhadap sampel, yang menggunakan prinsip jumlah KOH yang diperlukan (mg) untuk

(47)

31

Y = f(X1, X2,. . . . , Xk) + ε

dimana:

Y = variabel respon

Xi= variabel bebas/ faktor ( i = 1, 2, 3,. . . . , k )

ε = error

Gambar 10 Diagram alir penelitian tahap 3. Hasil perlakuan ekstraksi

terbaik minyak ikan

Optimasi produksi minyak ikan menggunakan Response

Surface Metodh

1. Menentukan Nilai Peroksida (PV)

2. Menentukan Acid Value (AV)

3. Menentukan Nilai Asam Lemak Bebas (FFA) 4. Menentukan Nilai Anisidin 5. Menentukan Nilai Total

(48)

32

Hasil Dan Pembahasan

Model rancangan respon permukaan central composit menunjukkan pengaruh perlakuan terhadap respon yaitu bilangan peroksida, nilai anisidin, total oksidasi, asam lemak bebas, bilangan asam dan rendemen menggunakan respon dengan model kuadratik dan linear dari hasil R-square tertinggi dan PRESS (Prediction Error Sum of Square) terendah (Estiasih 2005). metode permukaan respon central composit disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Rancangan metode permukaan respon central composit dan nilai respon parameter oksidasi

Variable terkode Variable asli Nilai respon

Suhu Waktu Suhu Waktu p-Anisidin FFA PV Totox AV Rendemen 0 0 50 30 262,50 0,59 30 322,5 1,19 7,65 0 1,41 50 44,14 190 0,47 40 270 0,94 8,56

-1 -1 40 20 460 0,34 30 520 0,68 7,56

0 0 50 30 256 0,61 40 336 1,21 7,57

1 1 60 40 195 0,77 60 315 1,54 11,83

-1 1 40 40 285 0,35 35 355 0,71 8,54

0 -1,41 50 15,85 346 0,41 35 416 0,82 7,04

0 0 50 30 248 0,45 45 338 0,90 7,34

0 0 50 30 320 0,42 35 390 0,84 8,87

0 0 50 30 217,50 0,56 45 307,5 1,12 8,45 -1,41 0 35,85 30 395 0,31 30 455 0,62 7,32 1,41 0 64,14 30 205 0,80 65 335 1,59 12,23

1 -1 60 20 317,50 0,70 55 427,5 1,40 11,56 Keterangan: Suhu (ºC), waktu (menit), peroksida (meq/kg), FFA (%), acid value (mg KOH/g),

p-anisidin (meq/kg), dan rendemen (%).

Rendemen

Dampak positif suhu memiliki efek paling signifikan terhadap respon denganp-value (0,030)< 5% seperti ditunjukkan pada Gambar 11, sedangkan terhadap waktu p-value (0,1410) > 5%, menunjukkan bahwa waktu tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati.

(49)

33

Asam lemak bebas (free fatty acid)

Nilai-nilai respon asam lemak bebas bervariasi antara 0,345 dan 0,801 (Tabel 7). Hasil RSM Gambar 12 juga menunjukkan bahwa interaksi suhu dengan p-value (0,0001) < 5%, menunjukkan bahwa suhu berpengaruh terhadap respon yang diamati. Sedangkan untuk waktu, p-value (0,4029) > 5%, menunjukkan bahwa waktu tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati.

Gambar 12 Permukaan respon nilai FFA (%) suhu dan waktu sebagai fungsi, dengan suhu diukur dalam ºC dan waktu dalam menit.

Bilangan asam (acid value)

Mengingat bahwa nilai acid value (AV) sangat berkorelasi dengan asam lemak bebas maka, tidak ada perbedaan kecuali untuk variasi dalam nilai respon. Nilai AV bervariasi antara 0,68 dan 1,04 (Tabel 7). Hasil RSM pada Gambar 13 juga menunjukkan bahwa interaksi suhu memiliki efek yang signifikan pada proses.

(50)

34

Bilangan peroksida (peroxide value)

Hasil RSM Gambar 14 pengaruh respon (PV) terhadapperlakuan suhu dengan p-value (0,0001) < 5%, menunjukkan bahwa suhu berpengaruh terhadap respon yang diamati, namun terhadap waktu dengan p-value (0,2432) > 5%, menunjukkan bahwa waktu tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati.

Gambar 14 Permukaan respon bilangan peroksida (meq/kg) suhu dan waktu sebagai fungsi, dengan suhu diukur dalam ºC dan waktu dalam menit.

Nilai anisidin

Hasil dari RSM Gambar 15, perlakuan suhu terhadap respon p-value (0,0009) < 5%, menunjukkan bahwa suhu berpengaruh terhadap respon yang diamati begitu juga dengan waktu p-value (0,0007) < 5%, menunjukkan bahwa waktu berpengaruh terhadap respon yang diamati.

(51)

35

Total oksidasi

Total oksidasi merupakan gabungan dari oksidasi primer (PV) dan sekunder (p-anisidin). Perlakuan suhu dan waktu terhadap respon (Gambar 16) memberikan pengaruh yang signifikan, suhu dengan p-value (0,0093) < 5%, dan waktu p-value (0,0006) < 5%.

Gambar 16 Permukaan respon TOTOX suhu dan waktu sebagai fungsi, dengan suhu diukur dalam ºC dan waktu dalam menit.

Overlay plot

Overlay plot Gambar 17 merupakan gambaran daerah optimasi ekastraksi untuk menghasilkan respon dengan karakter oksidasi terendah dan rendemen tertinggi

(52)

36

Dari keseluruhan respon yang diamati terhadap perlakuan suhu dan waktu dengan mengunakan Design Expert DX 7 10.0 maka didapatkan hasil titik optimum terbaik dengan respon parameter oksidasi terendah dan rendemen tertinggi pada suhu 49,76ºC dengan waktu pemanasan 38,2 menit dengan nilai parameter oksidasisi yaitu anisidin 235,49 meq/kg; peroksida 38,17meq/kg; totox 301,15; asam lemak bebas 0,50; bilangan asam 0,99 mg KOH/g dan rendemen terbanyak 8%. . Optimasi untuk produksi minyak dalam jumlah yang besar dengan menggunakan suhu berkisar antara (45-50)ºC, dengan waktu pemanasan (30-40) menit.

Simpulan

(53)

37

5 PEMBAHASAN UMUM

Komoditas utama perairan air tawar di Indonesia adalah lele, di tahun 2013 pemerintah mencanangkan industrialisasi perikanan dengan ujung tombak perairan budidaya. Konsumsi lele yang tinggi menyebabkan produksi dan pengolahan ikan lele meningkat, terutama pasar ekspor. Pengolahan ikan lele seperti pengolahan ikan pada umumnya menghasilkan by-product. By-product

ikan lele saat ini masih kurang optimal pemanfaatannya, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memanfaatkan by-product tersebut. Penelitian yang berpotensi dilakukan adalah produksi minyak ikan dari by-product ikan lele.

Karakterisasi bahan baku by-product lele dilakukan untuk melihat potensi dari masing-masing by-product. Rendemen bahan baku yang diperoleh dari penelitian ini yaitu: kepala 15,77%; gonad 8,17%; kulit 4,55%; hati 1,19%; dan usus 0,81%. Residu logam berat timbal yang ditemukan pada bagian usus (1,82 ppm) melebihi kadar aman menurut SNI (2009) sebesar <1ppm. Residu timbal yang tinggi diduga karena timbal yang masuk kedalam tubuh ikan bersama dengan makanan dan air yang akhirnya diserap di usus.

Total asam lemak terbanyak yaitu pada SFA (20,48%-33,17%) kemudian diikuti MUFA (14,8% -27,14%) dan PUFA (13,64% - 26,65%) hasil serupa di peroleh oleh Mohamad dan Muhamad (2012) untuk ikan lele SFA (26,24%) kemudian diikuti MUFA (15,51%) dan PUFA (14,1%). Kulit merupakan bagian yang memiliki SFA tertinggi, kepala memiliki MUFA tertinggi, dan gonad memiliki PUFA tertinggi. Hasil karakterisasi bahan baku menunjukkan bagian yang produktif untuk diproduksi menjadi minyak ikan adalah kulit, namun untuk memaksimalkan potensi dari by-product ikan lele secara keseluruhan dapat dilakukan penggabungan dari masing-masing bagian jeroan ikan lele, yaitu hati, usus dan gonad sehingga dapat diperoleh rendemen bahan dan minyak yang lebih banyak, serta total kandungan asam lemak yang lebih tinggi.

Gambar

Gambar 1 Road map penelitian        Penelitian yang telah dilakukan                  perkembangan penelitian selanjutnya
Gambar 2 Diagram alir penelitian tahap 1.
Tabel 1 Persentase rendemen by-product ikan lele (Clarias sp.)
Tabel 3 Kandungan logam berat by-product ikan lele (Clarias sp.)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum disahkan menjadi peraturan daerah tentang APBD tahun 2013 oleh pemerintah daerah dan DPRD dalam rapat paripurna, baik dari pihak pemerintah daerah maupun DPRD

Untuk itu perlu adanya evaluasi kepemimpinan yang dilaksanakan oleh Camat untuk upaya meningkatkan kinerja birokrasi yang dipimpin oleh seorang Camat atau perlunya

Pekerja tetap adalah orang yang bekerja pada perusahaan/usaha dengan menerima upah/gaji secara tetap, tidak tergantung pada absensi/kehadiran pekerja tersebut dan biasanya

Secara sederhana menurut Robert Duron, berpikir kritis dapat didefinisikan sebagai “the ability to analyze and evaluate information” yaitu kemampuan untuk membuat analisis dan

[r]

Luster, Jamestown, Mary olivat sekä virallisissa että jalostajan kokeissa keskimäärin vähemmän vihertäviä kuin Juliska, Centerin ollessa vähän enemmän vihertävä..

Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, pemberian daftar cek,dan observasi yang dilakukan saat wawancara.Hasil penelitian menunjukkan dampak yang dialami oleh

Hasil uji komparasi ganda dengan metode Scheffe, dapat disimpulkan bahwa: (1) penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi belajar