ABSTRACT
POPULATION OF SIAMANG(Hylobates syndactylus) IN DESA CUGUNG FOREST, KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG RAJABASA,
SOUTH LAMPUNG
Oleh
ELA FITRIANA
KPHL Rajabasa in South Lampung is one of the important ecosystems in South Lampung for the gibbon habitat. This project is to determine gibbon population (group size, age composition and sex ratio in KPHL Rajabasa, South Lampung), conducted in April – May 2015. Direct observation by concentration count and rapid assessment were applied. The group sizes encountered is 2 – 4 individuals consisting of one adult male, one adult female, one young male, and one young female with sexual ratio at a young age and adult classes on gibbon 1:1, it shows the structure of the monogamous group. Eleven food plant species were identified and six wildlife species were found in its habitat.
ABSTRAK
POPULASI SIAMANG (Hylobates syndactylus) DI HUTAN DESA CUGUNG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG RAJABASA, LAMPUNG
SELATAN
Oleh
ELA FITRIANA
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Rajabasa (KPHL) merupakan salah satu ekosistem penting yang terdapat di Kabupaten Lampung Selatan, dan merupakan habitat siamang. Untuk mengetahui keberadaan populasi siamang yang meliputi ukuran kelompok, komposisi umur dan rasio seksual di KPHL Rajabasa, Lampung Selatan, penelitian pada bulan April – Mei 2015. Pengamatan siamang menggunakan metode terkonsentrasi (concentration count) dan rapid assessment yang merupakan modifikasi dari metode habitat assessment untuk gambaran umum habitat siamang. Ukuran kelompok siamang di hutan Desa Cugung adalah 2 – 4 individu yang terdiri dari 1 individu jantan dewasa, 1 individu betina dewasa, 1 individu jantan muda, dan 1 individu betina muda dengan rasio seksual pada kelas umur muda dan dewasa pada siamang yaitu 1:1, menunjukkan struktur kelompok monogamus. Sebelas tumbuhan pakan teridentifikasi dan enam satwa lain dijumpai di habitat alami siamang.
KAJIAN POPULASI SIAMANG (Hylobates syndactylus)
DI HUTAN DESA CUGUNG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG RAJABASA LAMPUNG SELATAN
Oleh
ELA FITRIANA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA KEHUTANAN
Pada
Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
KAJIAN POPULASI SIAMANG (Hylobates syndactylus)
DI HUTAN DESA CUGUNG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG RAJABASA LAMPUNG SELATAN
(SKRIPSI)
Oleh
ELA FITRIANA
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka penelitian populasi siamang (Hylobates syndactylus) di hutan Desa Cugung, Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung
Rajabasa, Lampung Selatan ... 5 2. Hutan Lindung Register 3 Gunung Rajabasa Lampung
Selatan ... 16 3. Lokasi (a) Cemara, (b) Bukit, dan (c) Belerang di hutan Desa
Cugung ... 19 4. Ukuran kelompok siamang (Hylobates syndactylus) di
Hutan Desa Cugung Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Gunung Rajabasa Lampung Selatan pada April-Mei 2015.
... 28 5. Pohon pakan (a) pohon matoa, (b) pohon durian, (c) buah pohon
mindi, (d) buah pohon teureup, (e) pohon jengkol, (f) pohon kemiri yang ditemukan di hutan Desa Cugung ... 31 6. Aktifitas bersuara siamang sambil bergantung di hutan Desa Cugung
pada bulan Mei 2015 ... 34 7. Aktifitas makan siamang di lokasi Belerang di hutan Desa Cugung
pada bulan Mei 2015 ... 35 8. Beruk di hutan Desa Cugung Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung
Gunung Rajabasa pada bulan April-Mei 2015 ... 37 9. Simpai di Hutan Desa Cugung Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung
Gunung Rajabasa pada bulan April-Mei 2015 ... 37 10.Monyet ekor panjang di Hutan Desa Cugung Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung Gunung Rajabasa pada bulan
11.Kadal di Hutan Desa Cugung Kesatuan Pengelolaan Hutan
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tutupan Lahan di Wilayah KPHL Rajabasa ... 25 2. Ukuran Kelompok Siamang di Belerang di hutan Desa
Cugung ... 29 3. Ukuran Kelompok Siamang di Bukit di hutan Desa
Cugung ... 29 4. Ukuran Kelompok Siamang di Cemara di hutan Desa
Cugung ... 29 5. Jenis tumbuhan pakan siamang (Hylobates syndactylus) di hutan
Desa Cugung ... 32 6. Satwa lain yang dijumpai di lokasi 1 (Cemara), 2 (Bukit),
3 (Belerang) di hutan Desa Cugung pada bulan
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 3
E. Kerangka Penelitian ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi ... 6
B. Morfologi ... 6
C. Sistem Sosial ... 7
D. Habitat dan Sebaran ... 8
E. Populasi ... 9
F. Perilaku Siamang ... 10
G. Daerah Jelajah ... 12
H. Status Konservasi Siamang ... 14
III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15
ii
C. Batasan Penelitian ... 17
D. Jenis Data ... 17
E. Metode Pengambilan Data ... 18
F. Analisis Data ... 22
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis Hutan Lindung Gunung Rajabasa ... 24
B. Iklim ... 24
C. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ... 26
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kelompok Siamang (Hylobates syndactylus) di Hutan Desa Cugung ... 27
B. Aktifitas Harian Siamang di Hutan Desa Cugung ... 32
C. Keberadaan Satwa Lain di Hutan Desa Cugung ... 36
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 41
B. Saran ... 41
MOTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (Al-Insyirah,
6-8).
Tidak ada yang dapat dicapai sampai anda memulai
-Ira Hayes-
Kegagalan adalah peluang untuk memulai lagi, dengan lebih cerdik
-Henry Ford-
…fokus pada perjalanannya, bukan pada tujuannya. Nikmat didapatkan bukan
ketika anda menyelesaikan sebuah aktifitas, tapi ketika melakukan aktifitas
tersebut
Untuk bahagia lakukan yang kau suka, apa yang kau pikirkan, dan yang ingin
kau lakukan. Jangan lihat bagaimana mereka hidup, ingatlah apa yang telah kau
lalui, sedang kau lalui, dan yang akan kau lalui
PERSEMBAHAN
Bismillahirahmannirohim
Dengan penuh rasa bangga, Ku persembahkan karya kecil ini untuk Ayahanda dan Ibunda tercinta atas doa yang tak pernah putus, bimbingan, perhatian,
pengorbanan serta kasih sayang yang berlimpah.
Saudara-saudaraku yang senantiasa menantikan keberhasilanku, Kakakku tersayang Sri Muinah dan Sigit Pramono serta Keluarga Besarku terima kasih atas
semangat, doa, dan dukungan selama ini.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 29 Januari 1993. Penulis merupakan anak bungsu dari sepuluh bersaudara, pasangan Bapak Subali dan Ibu Temu.
Penulis menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 6 Gedung Air yang diselesaikan pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 7 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 16 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2011.
Penulis tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Penerimaan Mahasiswa Perluasan Akses Pendidikan (PMPAP) pada 2011. Penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan dan pergerakan kemahasiswaan. Organisasi kampus yang pernah diikuti yaitu Himpunan Mahasiswa Kehutanan (HIMASYLVA) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
SANWACANA
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, shalawat teriring salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Alhamdulillah, atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul ” Kajian Populasi Siamang (Hylobates syndactylus) di hutan Desa Cugung Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Rajabasa Lampung Selatan" skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya serta memberikan arahan, bimbingan dan masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan dan Pembahas, yang memberikan saran dan kritikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
5. Bapak Ir. Indriyanto, M.P., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu penulis dan menjadi orang tua selama menuntut ilmu di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
6. Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian. 7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis berharap kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bandar Lampung, Oktober 2015 Penulis,
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam (Supriatna dan Wahyono, 2000), dan Sumatera merupakan daerah penyebaran primata tertinggi, yaitu 14-16 jenis dari 22-33 jenis yang ada di Indonesia (Megantara, 1993), termasuk siamang (Hylobates syndactylus).
Di luar wilayah Indonesia, populasi alami siamang hanya ditemukan di Semenanjung Malaysia dan di Thailand (Nijman dan Geissman, 2008). Siamang termasuk dalam kategori terancam punah (endangered) berdasarkan IUCN Red List Version 2014.3., artinya spesies ini sedang menghadapi resiko kepunahan di alam liar yang tinggi pada waktu yang akan datang. Berdasarkan tingkat kerentanan terhadap perdagangan satwa liar, siamang tergolong Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora), yaitu spesies yang jumlahnya di alam sudah sangat sedikit dan dikhawatirkan akan punah sehingga dilarang dari segala bentuk perdagangan internasional secara komersial (CITES, 2015).
2
pembukaan kawasan hutan untuk perkebunan, menyebabkan populasi siamang terdesak. Di Sumatera, siamang dapat dijumpai di Register 3 Gunung Rajabasa, Lampung Selatan, salah satu kawasan hutan lindung di Propinsi Lampung dengan luas 5200 ha. Kawasan hutan Register 3 Gunung Rajabasa telah ditetapkan sebagai hutan lindung oleh Pemerintah Kolonial Belanda melalui Besluit Residen No. 307 pada 31 Maret 1941 dengan luas wilayah mencapai 4900 hektar dan diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 67/Kpts-II/1991. Pada tanggal 7 Juli 2011, Hutan lindung Register 3 Gunung Rajabasa ditetapkan oleh Menteri Kehutanan Nomor 367/Menhut-II/2011 menjadi Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Rajabasa dengan luas 5.200 ha (KPHL Rajabasa, 2014).
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Rajabasa merupakan salah satu ekosistem penting yang terdapat di Kabupaten Lampung Selatan. Kawasan ini menyimpan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati yang tinggi, memiliki karakteristik ekosistem yang khas dan memiliki tipe hutan hujan tropika, Secara formasi edafis tergolong zona hutan hujan tropika bawah yang merupakan habitat berbagai satwa liar, seperti jenis primata, khususnya siamang (KPHL Rajabasa, 2014). Namun saat ini belum ada data populasi siamang di KPHL Rajabasa.
3
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana keberadaan populasi siamang di KPHL Rajabasa, Lampung Selatan.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan populasi siamang yang meliputi ukuran kelompok, komposisi umur dan rasio seksual di KPHL Rajabasa, Lampung Selatan.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menjadi bahan masukan bagi Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Rajabasa sebagai data awal mengenai populasi siamang yang berguna untuk upaya konservasi siamang di Hutan Lindung Rajabasa.
E. Kerangka Pemikiran
4
Keberadaan siamang sangat berperan penting dalam ekosistem hutan. Menurut Rusmanto (2001), siamang adalah satwa pemakan buah yang sangat berperan dalam proses pemencaran biji bagi tumbuhan berbiji di hutan tropis. Peran siamang dalam pemencaran biji bagi tumbuhan berbiji sangat penting dalam regenerasi hutan untuk melestarikan dan mempertahankan keberadaan di alam. Siamang termasuk dalam kategori terancam punah (endangered) berdasarkan IUCN Red List Version 2014.3. Berdasarkan tingkat kerentanan terhadap perdagangan satwa liar, siamang tergolong Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora), yang jumlahnya sangat rendah di alam sehingga perdagangan internasional dilarang dalam segala bentuk.
5
Gambar 1. Kerangka penelitian populasi siamang (Hylobates syndactylus) di hutan Desa Cugung, Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Rajabasa, Lampung Selatan.
KPHL Rajabasa
Hutan Desa Cugung
Siamang (Hylobates syndactylus) Ukuran Kelompok Komposisi Umur Rasio Seksual Anakan Muda Dewasa
Jantan Betina
Metode Terkonsentrasi(concentration count)
Upaya Konservasi
Terancam punah (endangered) berdasarkan IUCN Red List Version 2014.3 dan tergolong
Appendix I CITES
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Taksonomi
Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad, 2005), dengan klasifikasi menurut Napier dan Napier (1986):
Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Primata Famili : Hylobatidae Genus : Hylobates
Species : Hylobates syndactylus
B. Morfologi
7
kecoklatan (Supriatna dan Wahyono, 2000). Ukuran gigi taring siamang jantan dan betina sama (Bartlett, 1999; Christyanti, 2014).
Siamang mempunyai kantong suara yang dapat membesar, berwarna abu-abu sebelum berteriak dan warna merah muda ketika berteriak. Individu jantan dibedakan dengan individu betina dengan adanya rambut skrotal yang menjuntai diantara kedua paha dari individu jantan. Ukuran tubuh individu betina relatif lebih kecil dari individu jantan, berat tubuh kurang lebih 92% dari individu jantan (Fedigan, 1992; Baren, 2002). Struktur tangan, kaki dan jari-jari yang panjang memungkinkan untuk menjangkau dahan di sekitarnya sehingga efektif untuk melakukan pergerakan berayun di tajuk-tajuk pohon dalam hutan (Napier dan Napier, 1967; Mubarok, 2012).
C.Sistem Sosial
Siamang merupakan spesies yang bersifat monogamous. Satu kelompok terdiri dari satu jantan dewasa, satu betina dewasa dan beberapa individu muda. Pada habitat aslinya, rerata ukuran kelompoknya empat ekor (Gittins dan Raemaekers, 1980). Siamang siap untuk melakukan perkawinan pada umur 8 - 9 tahun. Masa gestasi antara 7 – 8 bulan dengan jarak kelahiran antara 2 – 2,5 tahun. Masa hidup di alam dapat mencapai 25 tahun (Supriatna dan Wahyono, 2000).
8
Gittins dan Raemakers (1980) membagi kelas umur pada siamang berdasarkan fase pertumbuhan siamang, yaitu:
a. Anakan (infant), mulai lahir sampai berumur 2-3 tahun dengan ukuran tubuh yang sangat kecil. Pada tahun pertama dibawa oleh induknya, sedangkan pada tahun kedua dibawa induk jantan.
b. Anak (juvenile-1), berumur 2-4 tahun, tubuhnya kecil dan melakukan perjalanan sendiri, tetapi cenderung untuk selalu dekat dengan induknya.
c. Muda atau remaja (juvenile-2), berumur 4-6 tahun, ukuran tubuhnya sedang dan sering melakukan perjalanan sendiri dan mencari makansendiri.
d. Sub-adult (pra-dewasa)
Umurnya lebih dari 6 tahun dan mulai sering memisahkan diri jauh dari kelompoknya, namun masih dalam satu kesatuan kelompoknya, belum matang secara seksual dan tubuhnya hampir sama dengan ukuran tubuh individu dewasa.
d. Dewasa (adult), yaitu mempunyai ukuran tubuh yang maksimal selalu hidup berpasangan dan selalu dekat dengan anaknya.
D. Habitat dan Sebaran
9
satu pohon ke pohon lainnya berperan penting bagi siamang dalam melakukan pergerakan brakhiasi dengan cepat untuk berayun dari pohon ke pohon lain karena siamang jarang turun ke lantai hutan (Sultan, 2009; Mubarok, 2012).
Iskandar (2007) menyatakan penyebaran Hylobates tergantung pada kualitas habitatnya. Kualitas habitat yang semakin baik, akan semakin banyak jumlah kelompok yang ada di dalamnya. Jarak antar kelompok semakin berdekatan dan angka kepadatannya juga semakin tinggi. Siamang menempati hutan tropis primer atau sekunder mulai dari dataran rendah hingga perbukitan dengan ketinggian 3800 m. Penyebaran siamang di Sumatera tersebar luas mulai dari Sumatera bagian utara (Aceh) hingga kebagian selatan (Supriatna danWahyono,
2000). Menurut Wilson dan Wilson (1976), siamang di Sumatra terdapat di rangkaian Pegunungan Bukit Barisan yang terletak memanjang di bagian barat Sumatra dan lebih menyukai hutan dataran rendah dan perbukitan.
E. Populasi
Populasi adalah kelompok organisme terdiri dari individu sejenis yang berinteraksi dan mampu menghasilkan keturunan yang sama pada tempat dan waktu tertentu. Sifat-sifat khas pada suatu populasi antara lain kepadatan, laju kelahiran, laju kematian, sebaran, stuktur umur, rasio seksual, sifat genetik dan perilaku (Alikodra 2002).
10
semakin terdesak oleh aktivitas kehidupan manusia. Satwa liar banyak yang diburu untuk berbagai keperluan antara lain perdagangan, konsumsi daging, hiburan dan peliharaan (Alikodra, 1990). Populasi alami siamang hanya ditemukan di Semenanjung Malaysia dan sedikit di Thailand (Nijman dan Geissman, 2008).
F. Perilaku Siamang
Aktivitas harian siamang meliputi istirahat, makan, berpindah, dan bersuara.
1. Perilaku Istirahat
Perilaku istirahat adalah periode tidak aktif. Saat istirahat siamang menghindari teriknya sinar matahari dengan cara turun ke bagian tajuk yang paling rendah (Chivers, 1979; Andriansyah, 2005). Di dalam periode istirahat terjadi interaksi sosial diantara anggota kelompoknya. Selama istirahat, siamang melakukan kegiatan menelisik (grooming) dan bermain dengan anaknya (Chivers, 1972; Harianto, 1988).
2. Perilaku Makan
Conklin-11
Brittain dkk. (2001) dalam Duma (2007) sebagai berikut: H. hoolock, H. agilis, H. klossii, H. lar dan H. pileatus, rata-rata 72%buah, 15% daun, 6% bunga, dan 7% insekta; H. moloch, dan H. muelleri, rerata60% buah, 37% daun, 1% bunga, dan 2% insekta; dan S. syndactylus (siamang) 40% buah, 49% daun, 6% bunga, dan 5% insekta, serta N. concolor 21% buah,71% daun, dan 7% bunga. Siamang cenderung mengkonsumsi lebih banyak daun dibandingkan dengan spesies lainnya dan lebih banyak hidup pada kawasan hutan dengan ketinggian sedang sampai pegunungan, dengan ketersediaan pohon buah semakin terbatas, sedangkan spesies Hylobatidae lainnya lebih banyak di kawasan hutan dataran rendah yang lebih tinggi keragaman pohon dan pohon buah (Chivers, 2001; Conklin-Brittain dkk., 2001; Duma, 2007).
3. Perilaku Berpindah
Aktivitas berpindah terbagi ke dalam empat tipe, yaitu brakhiasi, memanjat, berjalan, dan melompat. Sebagian besar pergerakan siamang (81,64%) dilakukan dengan cara brakhiasi (Nurcahyo, 1999). Betina lebih sering memimpin pada saat melakukan penjelajahan dalam wilayahnya dari jantan. Individu betina sering terlihat berjalan terlebih dahulu dan kadang menunggu untuk beberapa saat kemudian kembali ke belakang jika anggota yang lain tidak mengikuti (Chivers, 1974; Andriansyah, 2005).
4. Perilaku Bersuara
12
Aktivitas bersuara pada pagi hari merupakan awal aktivitas harian kelompok Hylobates yang berfungsi untuk menunjukkan teritorinya sekaligus sebagai pengaturan ruang antar kelompok (Bates, 1970). Semua spesies Hylobatidae menghasilkan suara atau vokalisasi menyerupai nyanyian dengan pola yang spesifik untuk spesies dan jenis kelamin, biasanya dilakukan pada pagi hari (Geissmann, 1995; Geissmann dan Nijman, 2006). Aktivitas bersuara di pagi hari merupakan awal aktivitas harian kelompok Hylobates. Vokalisasi berfungsi untuk menunjukkan teritori, sekaligus sebagai pengaturan ruang antar kelompok, atraksi kawin, dan untuk mempererat hubungan sebagai pasangan kawin (Bates, 1970; Leighton, 1987; Cowlishaw, 1992). Vokalisasi dari Hylobatidae cukup nyaring melengking sehingga dapat terdengar sampai 1 km (Gittins dan Raemaekers,
1980), bahkan terdengar sampai 2 km (O’Brien dkk., 2004). Siamang mempunyai
suara yang sangat keras dan dapat terdengar dari jarak kurang lebih 2 km (Kawabe, 1970).
G. Daerah Jelajah
13
kelompok melakukan aktivitasnya dalam satu hari (NRC, 1981; Fleagle, 1988; Collinge, 1993; Rowe, 1996). Perilaku menjelajah satwa primata sangat terkait dengan kebutuhan pakan (Oates, 1986). Spesies yang folivorous cenderung mempunyai daerah jelajah yang lebih sempit karena ketersediaan dedaunan lebih bersifat umum dan merata, dibandingkan dengan spesies yang frugivorous, ketersediaan buah lebih terbatas; dan spesies dengan ukuran tubuh yang besar cenderung membutuhkan daerah jelajah yang lebih luas untuk mendukung kebutuhan hidupnya, dibandingkan dengan ukuran tubuh yang lebih kecil (Fleagle, 1988).
Rowe (1996) menyatakan bahwa daerah jelajah satwa primata dapat berubah dari tahun ke tahun, tergantung perubahan iklim, ketersediaan sumber pakan dan air, persaingan antar kelompok dalam spesies yang sama, perburuan dan degradasi habitat. Hal ini didukung oleh pernyataan Collinge (1993) bahwa luas daerah jelajah dapat berubah tergantung pada ketersediaan sumber pakan dan air, dan tempat berlindung.
14
wilayah lain ketika wilayah tersebut mengalami gangguan (Shneider, 1995; Geissmann, 2003).
H. Status Konservasi Siamang
III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian populasi siamang dilakukan di Hutan Desa Cugung Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan pada April-Mei 2015. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.
B. Alat dan Bahan
16
17
C. Batasan Penelitian
1. Objek penelitian yaitu kelompok siamang yang ditemui di Hutan Desa Cugung Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan.
2. Penelitian dilaksanakan dari April-Mei 2015, pengambilan data dimulai pukul 06.00-17.00 WIB.
D. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang didapatkan saat pengamatan. Data yang dicatat adalah ukuran kelompok, komposisi umur dan rasio seksual siamang di Hutan Desa Cugung Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan.
2. Data Sekunder
18
E. Metode Pengambilan Data
Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan pengambilan data.
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan merupakan langkah awal sebelum memulai penelitian dengan tujuan mengenal kondisi areal penelitian, menemukan lokasi keberadaan dan habituasi terhadap siamang sebelum pengambilan data yang dimulai tanpa mengganggu atau mempengaruhi aktivitasnya. Keberadaan siamang diketahui dengan suara panggilan yang dihasilkan, kemudian lokasi keberadaannya ditandai menggunakan GPS (Global Positioning System). Tiga lokasi pengamatan siamang yang ditentukan meliputi, Lokasi 1 (Cemara), Lokasi 2 (Bukit), dan Lokasi 3 (Belerang). Lokasi penelitian disisipkan pada Gambar 3.
19
(a)
(b)
[image:37.595.114.509.85.651.2](c)
20
2. Pengambilan Data Lapangan
a. Ukuran kelompok
Pengambilan data ukuran kelompok dilakukan dengan cara mencatat jumlah individu pada saat perjumpaan langsung. Umur dan jenis kelamin dicatat untuk mengetahui komposisi kelompok (Kwatrina, Kuswanda, dan Setyawati, 2013).
Komposisi umur dikategorikan ke dalam anakan, muda dan dewasa yang merupakan modifikasi dari Grittin dan Raemaker (1980). Jenis kelamin antara individu jantan dan betina ditentukan oleh ukuran tubuh individu betina yang relatif lebih kecil dari individu jantan dan adanya rambut skrotal yang menjuntai di antara kedua paha dari individu jantan (Fedigan, 1992; Baren, 2002). Nilai dugaan terhadap rasio seksual populasi siamang ditentukan dengan persamaan yang menunjukkan perbandingan antara jumlah jantan dan betina (Alikodra, 1990).
21
Data yang dicatat selama penelitian adalah jumlah individu dalam kelompok, komposisi umur (anakan, muda dan dewasa) dan jenis kelamin jantan dan betina. Anakan mempunyai ukuran tubuh kecil. Pada tahun pertama selalu berada dekat dengan induknya dan tahun kedua berada dekat dengan induk jantan. Individu anakan sesekali melakukan perjalanan sendiri tetapi tidak jauh dari induknya. Individu muda memiliki ukuran tubuh sedang dan sering melakukan perjalanan sendiri dan mencari makan sendiri. Pada kelas umur dewasa siamang memiliki ukuran tubuh yang maksimal selalu hidup berpasangan dan selalu dekat dengan anaknya.
b. Kondisi Umum Habitat Siamang
Pengamatan mengenai kondisi umum habitat siamang di Hutan Desa Cugung KPHL Rajabasa Lampung Selatan menggunakan metode rapid assessment. Menurut IUCN (2007) prinsip umum rapid assessment adalah berbasis lapangan yang fokus pada suatu lokasi dan bentang alam untuk mengumpulkan serta mencatat secara cepat dan akurat data dan pengamatan yang relevan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif pada lokasi tertentu.
22
dapat digunakan untuk menghitung pendugaan populasi. Pengamat cukup mencatat jenis tumbuhan yang ditemukan (ICWRMIP-CWMBC, 2013).
F. Analisis data
Analisis data penelitian menggunakan analisis deskriptif, yaitu menguraikan dan menginterpretasi data yang diperoleh di lapangan yaitu ukuran kelompok, umur dan rasio seksual agar dapat dipahami (Best, 1982; Sukardi, 2004).
Data yang dianalisis meliputi:
1. Ukuran kelompok
Ukuran kelompok merupakan jumlah individu dalam kelompok. Data ukuran kelompok dikumpulkan dengan mencatat jumlah individu, komposisi umur dan jenis kelamin, (Kwatrina, Kuswanda, dan Setyawati, 2013).
Jumlah individu terbesar yang ditemukan selama penelitian diasumsikan sebagai jumlah individu yang mewakili kelompok tersebut, sedangkan jumlah individu terkecil yang ditemukan diasumsikan bahwa individu yang lain tidak terlihat pada saat pengamatan (Fachrul, 2007; Qiptiyah, 2012).
2. Komposisi umur siamang
23
3. Rasio Seksual
Nilai dugaan terhadap rasio seksual populasi siamang ditentukan dengan persamaan yang menunjukkan perbandingan antara jumlah jantan dan betina (Alikodra, 1990) :
J S = ----
B
Keterangan : S = rasio seksual
VI. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa:
1. Ukuran kelompok siamang yang dijumpai di Hutan Desa Cugung KPHL Rajabasa Lampung Selatan adalah 2 – 4 individu yang terdiri dari 1 individu jantan dewasa, 1 individu betina dewasa, 1 individu jantan muda, dan 1 individu betina muda dengan rasio seksual 1:1.
2. Jenis tumbuhan pakan siamang adalah durian (Durio zibethinus), teureup (Artocarpus elasticus), nangka (Artocarpus heterophyllus), cempedak (Artocarpus integera), mindi (Melia azedarach), petai (Parkia speciosa), kimiri (Aleurites moluccana), jengkol (Pithecellobium jiringa), waru (Hibiscus tilliaceus), matoa (Pometia pinnata) dan angsana (Pterocarpus indicus).
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. IPB. Bogor.
. 2002. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid 1. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Andriansyah, O. 2005. Studi adaptasi perilaku siamang (Hylobates syndactylus) pada habitat yang mengalami aktivitas perladangan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. (Skripsi). Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung.
Atmoko, T. 2010. Struktur Kelompok pada Primata. Diakses pada tanggal 20 Maret 2015. http:triatmokonature.wordpress.com
Baren, O. 2002. Positional mode dalam kelompok umur-jenis kelamin pada siamang (Hylobates syndactylus Raffless1821) di Way Canguk Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Propinsi Lampung. (Skripsi). Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Bashari, H. 1999. Studi populasi dan habitat siamang (Hylobates syndactylus Raffles 1821) di Kawasan Hutan Konscrvasi HTI PT Musi Hutan Persada Sumatera Selatan. (Skripsi). Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Bates, B.C. 1970. Territorial behaviour in primates: A review of recent field studies. Primates 11: 271-284p.
Bismark, M. 1984. Biologi dan Konservasi Primata di Indonesia. Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
. 2011. Prosedur Operasi Standar (SOP) untuk Survei Keragaman Jenis pada Kawasan Konservasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Indonesia Kerjasama dengan International Tropical Timber Organization (ITTO). Bogor.
Chivers, D.J. dan J.J. Raemaekers. 1980. Long-Term Changes In Behaviour. Dalam: Chivers, D.J. (ed.). 1980. Malayan forest primates: Ten years' study in tropical rain forest . Plenum Press, New York: 209--260.
Chivers, D.J. 2001. The swinging singing apes: Fighting for food and family in fareast forest. The Apes: Challenges for the 21st century. Conference Proceedings, Brookfield Zoo, May 10-13, 2000, Brookfield: Chicago Zoological Society.
Christyanti, M. 2014. Kompetisi dan tumpang-tindih relung antara siamang (Symphalangus syndactylus) dan mamalia arboreal lainnya di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. (Skripsi). Universitas Indonesia. Depok. CITES. 2015. Convention on International Trade in Endangered Species.
http:/www.cites.org. Diakses tanggal 20 Februari 2015.
Collinge, N.C. 1993. Introduction to Primate Behavior. Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company.
Cowlishaw, G. 1992. Song function in gibbons. Behaviour 121: 131-153p.
Duma, Y. 2007. Kajian habitat, tingkah laku, dan populasi kalawet (Hylobates agilis albibarbis) di Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah. (Disertasi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Kasara. Jakarta Fleagle JG. 1988. Primate Adaptation and Evolution. London: Academic Pr. Geissmann T. 2003. The Gibbons (Hylobatidae) : An Introduction. Gibbon
Research Lab. http://www.tiho-hannover.de/gibbons/main/introduction/ contents.html.
Geissmann T, Nijman V. 2006. Calling in wild silvery gibbons (Hylobates moloch) in Java, Indonesia: Behavior, Phylogeny, and Consevation. Am. J. Primatol. 68: 1-19p.
Gittins, S.P. dan J.J. Raemakers, 1980. Siamang, Lar and Agile Gibbons. Malayan Forest: 63-105p.
ICWRMIP-CWMBC. 2013. Perencanaan dan Perancangan Survey keanekaragaman Hayati. Bandung.
Iskandar E. 2007. Habitat dan populasi owa jawa (Hylobates moloch) di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Jawa Barat. (Disertasi Doktor). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
IUCN, The World Conservation Union. 2007. Pedoman dan Metodologi Rapid Assessement untuk Kerusakan Ekosistem Darat Pesisir Akibat Tsunami. IUCN Publications Services Unit. Cambridge.
IUCN. 2014. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.3. www.iucnredlist.org. Diakses tanggal 20 Februari 2015.
KPHL Rajabasa. 2014. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Rajabasa. Lampung Selatan.
Kwatirna, R. T., Wanda Kuswada dan Titiek Setyawati. 2013. Sebaran dan Kepadatan Populasi Siamang (Symphalangus syndactylus Raffles, 1821) di Cagar Alam Dolok Sipirok dan Sekitarnya, Sumatera Utara (Distribution and Density of Siamang Population (Symphalangus syndactylus Raffles, 1821) at Dolok Sipirok Natural Reserve and Surround Area, North Sumatra). Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam vol. 10 No. 1: 81-91p.
Leighton, D.R. 1987. Gibbons: Territoriality and monogamy. In: Smuts et al. (Eds). Primates Societies. Chicago and London: The University of Chicago Pr.
Megantara, E. N. 1993. Status Primata Indonesia Tantangan bagi Konservasi Jenis. Makalah pada Simposium dan Seminar Primata. Cisarua. Bogor. MacKinnon J. 1977. A Comparative Ecology of Asian Apes. Primates 18: 747–
772p.
. dan Mackinnon, K. 1980. The Behavior of Wild Spectral Tarsiers. Int. J. Primatol. 1(4): 361-379p.
Mittermeier, R. A. dan D. L . Cheney,. 1987. Conservation of Primates and Their Habitats. Pp. 477-490 in Primate Societies. B.B. Smuts: D.L. Cheney; R. Seyfarth; R.W. Wrangham; T.T. Struhsaker, eds. Chicago University Press. Chicago.
Muhammad, B. 2005. Studi populasi siamang (Hylobates syndactylus) di Gunung Pesawaran Taman Hutan Raya Wan Abdul Rahman Provinsi Lampung. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Nurcahyo, A. 1999. Studi perilaku harian siamang (Hylobates syndactylus) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung. (Skripsi). Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Tidak Dipublikasikan.
Napier, J.R. dan P.H. Napier. 1986. The Natural History of The Primates. The MIT Press. Cambridge.
Nijman, V. dan T. Geissman. 2008. Symphalangus syndactylus. InIUCNRed List of Threatened Species.Version 2009.2. http://www.iucnredlist.org/. Diakses tanggal22 Maret 2015.
Oates, J.F. 1986. Food distribution and foraging behavior. In Smuts BB, Cheney DL, Seyfarth RM, Wrangham RW, dan Struhsaker TT (Ed) Primates Societies. University of Chicago Pr. Chicago.
O’Brien, T.G, M.F. Kinnard, A. Nurcahyo, M. Iqbal, dan M. Rusmanto. 2004. Abundance and Distribution of Sympatric Gibbons in The Treathened Sumatran Rain Forest. Int. J. Primatol. 25(2): 267-284p.
Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi (terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Qiptiyah, M. dan H. Setiawan. 2012. Kepadatan Populasi dan Karakteristik Habitat Tarsius (Tarsius spectrum Pallas 1779) di Kawasan Patunuang, Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam vol. 9 No. 4: 363-371p.
Rowe N. 1996. The Pictorial Guide to the Living Primates. New York: Pogonian Pr.
Rusmanto, M. 2001. Pemencaran biji oleh siamang (Hylobates syndactylus) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung, Sumatera, Indonesia. (Skripsi). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Tidak Dipublikasikan. Sukardi. 2004. Metodologi Peneitian Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Supriatna, J dan E. H. Wahyono. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Wilson, C.C. dan W.L. Wilson. 1976. Behavioral And Morphological Variation Among Primate Populations in Sumatra. Yearbook of Physical Anthropology 20: 207-233p.