• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Larutan Karbonat dan diethanolamine (DEA) Dengan Metode Benfield Terhadap Pemurnian Gas CO2 dan H2S Pada Pengolahan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT. ARUN NGL Lhokseumawe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Larutan Karbonat dan diethanolamine (DEA) Dengan Metode Benfield Terhadap Pemurnian Gas CO2 dan H2S Pada Pengolahan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT. ARUN NGL Lhokseumawe"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

GAS (LNG) DI PT. ARUN NGL LHOKSEUMAWE

KARYA ILMIAH

SYAHPRIADI

112401093

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA ANALIS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

CO2

DAN H2S PADA PENGOLAHAN LIQUEFIED NATURAL

GAS (LNG) DI PT. ARUN NGL LHOKSEUMAWE

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

SYAHPRIADI

112401093

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA ANALIS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Analisa Larutan Karbonat dan diethanolamine (DEA) Dengan Metode Benfield Terhadap Pemurnian Gas CO2dan H2S Pada Pengolahan Liquefied Natural

Gas (LNG) di PT. ARUN NGL Lhokseumawe Kategori : Karya Ilmiah

Nama : Syahpriadi Nomor Induk Mahasiswa : 112401093

Progam Studi : Diploma Tiga (D-3) Kimia Analis Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Dr. Emma Zaidar Nasution, M. Si NIP. 195512181987012001

Pembimbing

(4)

PERNYATAAN

ANALISA LARUTAN KARBONAT DAN DIETHANOLAMIN (DEA)

DENGAN METODE BENFIELD TERHADAP PEMURNIAN GAS

CO2

DAN H2S PADA PENGOLAHAN LIQUEFIED NATURAL

GAS (LNG) DI PT. ARUN NGL LHOKSEUMAWE

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri. Kecuali kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2014

(5)

PENGHARGAAN

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat meyelesaiakan karya ilmiah ini dengan judul

“ANALISA LARUTAN KARBONAT DAN DIETHANOLAMINE (DEA) DENGAN METODE BENFIELD TERHADAP PEMURNIAN GAS CO2 DAN H2S PADA

PENGOLAHAN LIQUEFIED NATURAL GAS (LNG) DI PT. ARUN NGL LHOKSUEMAWE”, yang disusun sebagai salah satu persyaratan akademik untuk memperoleh gelar Ahli Madya untuk progam studi Kimia Analis di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Karya ilmiah ini dapat disusun dan diselesaikan berkat bantuan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya ;

1. Keluarga tercinta, Ayah, Ibu, Kakak-kakak dan Adik-adikku yang telah memberikan doa, dukungan maupun materi.

2. Ibu Dr. Yuniarti Yusak, M.S selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

3. Ibu Dr.Emma Zaidar Nasution, M.Si selaku ketua Progam Studi Diploma III 4. Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S selaku ketua Departemen Kimia Universitas

Sumatera Utara

5. Bapak Amiruddin AM, S.Sos. selaku ED & CI Supervisor

6. Bapak Said Umar selaku Laboratory Supervisor yang telah memberikan pengarahan kepada penulis pada saat PKL

7. Bapak Mafriadi selaku mentor penulis yang telah memberikan pengarahan dan membimbing penulis dalam menjalankan tugas-tugas rutin laboratorium serta membantu penulis dalam menjawab permasalahan yang penulis temui pada saat PKL

8. Bapak Abbas, Bapak Fazli Usman, dan Bapak Toni Jamaludin yang telah memberikan informasi yang sangat membantu penulis dalam menjalankan kerja praktek lapangan

10. Staff dan karyawan progam studi kimia analis Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

11. Teman–teman PKL Iqbal dan Ummy

(6)

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang dapat digunakan untuk menambah pengetahuan penulis dalam memperbaiki kekurangan dan kesalahan penulisan karya ilmiah ini.

(7)

ABSTRAK

Pemurnian gas CO2 dan H2S dalam feed gas dapat dihilangkan dengan larutan

karbonat dan diethanolamin. Nilai-nilai yang menentukan proses penyerapan berlangsung optimal dalam larutan itu yaitu berat jenis (SG), % K2CO3, % KHCO3,

Eqivalen K2CO3, % DEA dalam lean karbonat, % karbonat dalam lean DEA, % DEA,

factor konversi, pembentukan foaming, collapse time, dan particulate matter. Nilai % K2CO3, % KHCO3, Eqivalen K2CO3, % DEA dalam lean karbonat, % karbonat dalam

lean DEA, % DEA, factor konversi, ditentukan dengan titrasi Acidimetri dengan menggunakan HCl 0.1N sebagai zat pentiter dan dengan penambahan indikator phenolphthalein, sedangkan nilai SG, diukur dengan alat Hydrometer dengan prinsip hukum archimedes, untuk nilai pembentuan foaming dan collapse time ditentukan dengan alat foaming tes dan stopwatch, dan untuk particulate matter ditentukan dengan gravimetri. Nilai SG, % K2CO3, % KHCO3, Eqivalen K2CO3, % DEA dalam lean

(8)

ANALYSIS OF SOLUTION CARBONATE AND DIETHANOLAMINE (DEA) BENFIELD METHOD FOR GAS PURIFICATION CO2AND H2S IN

PROCESSING LIQUEFIED NATURAL GAS (LNG) IN PT. ARUN NGL LHOKSEUMAWE

ABSTRACT

Purification of CO2 and H2S in the feed gas can be removed with a solution of

carbonate and diethanolamin. The values that determine the optimal absorption process takes place in a solution that is specific gravity (SG),% K2CO3,% KHCO3, K2CO3

equivalence, % DEA in lean carbonate, % carbonate in the lean DEA, % DEA, factor convert, foaming test, collapse time, and particulate matter. Value % K2CO3, %

KHCO3, equivalence of K2CO3, % DEA in lean carbonate, % carbonate in the lean

DEA, % DEA, factor convert, determined by titration using HCl 0.1N Acydimetric as pentiter substance and with the addition of phenolphthalein indicator, while the value of SG, measured with a Hydrometer with archimedes principle of law, to the value collapse time and foaming test was determined by means of tests and stopwatches, and for particulate matter was determined by gravimetry. SG values, % K2CO3, % KHCO3,

equivalence of K2CO3, % DEA in lean carbonate, factor concert, foaming test, collapse

(9)

DAFTAR ISI

2.2. Pelarut yang umum dipakai dalam pemurnian gas 6

2.3. Pemilihan Pelarut 7

2.4. Penyediaan Bahan Baku Industri Petrokimia Di Indonesia 10

2.5. Absorpsi 12

2.5.1. Tujuan penyerapan (Absorpsi) 14 2.5.2. Faktor yang menentukan untuk sifat dapat larut dari gas dalam zat

cair 15

2.5.3. Jenis Kolom Absorpsi 17

2.6. Zat Yang Akan Diserap 21

2.7. Larutan Benfield 21

2.7.1. Analisa Benfield 22

2.7.2. Prinsip Dasar Perolehan Kadar Dalam Larutan Benfield 25

2.7.3. Penyerapan Proses 25

2.7.4. Analisa Karbonat Merinci 26 2.7.5. Peralatan Utama Yang Digunakan Pada Proses Absorpsi gas H2S

dan CO2 29

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

(10)

3.1.1. Alat 31

3.1.2. Bahan 32

3.2. Prosedur Kerja 32

3.2.1. Penentuan Kadar karbonat dan Diethanolamine 32 3.2.2. Penentuan Karbonat Dalam Diethanolamin 33 3.2.3. Penentuan Diethanolamin Dalam Karbonat 34 3.2.4. Penentuan Specific Gravity 34

3.2.5. Penentuan Foaming 35

3.2.6. Penentuan Particullate Matter 35

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Data Pengamatan 36

4.2. Pembahasan 37

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 39

5.2. Saran 40

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar

2.1. Menara Sembur 18

2.2. Menara Gelembung 18

2.3. Jenis-jenisTray 19

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

Lampiran

1 Alat Titrasi TITRANDO 42

(14)

ABSTRAK

Pemurnian gas CO2 dan H2S dalam feed gas dapat dihilangkan dengan larutan

karbonat dan diethanolamin. Nilai-nilai yang menentukan proses penyerapan berlangsung optimal dalam larutan itu yaitu berat jenis (SG), % K2CO3, % KHCO3,

Eqivalen K2CO3, % DEA dalam lean karbonat, % karbonat dalam lean DEA, % DEA,

factor konversi, pembentukan foaming, collapse time, dan particulate matter. Nilai % K2CO3, % KHCO3, Eqivalen K2CO3, % DEA dalam lean karbonat, % karbonat dalam

lean DEA, % DEA, factor konversi, ditentukan dengan titrasi Acidimetri dengan menggunakan HCl 0.1N sebagai zat pentiter dan dengan penambahan indikator phenolphthalein, sedangkan nilai SG, diukur dengan alat Hydrometer dengan prinsip hukum archimedes, untuk nilai pembentuan foaming dan collapse time ditentukan dengan alat foaming tes dan stopwatch, dan untuk particulate matter ditentukan dengan gravimetri. Nilai SG, % K2CO3, % KHCO3, Eqivalen K2CO3, % DEA dalam lean

(15)

ANALYSIS OF SOLUTION CARBONATE AND DIETHANOLAMINE (DEA) BENFIELD METHOD FOR GAS PURIFICATION CO2AND H2S IN

PROCESSING LIQUEFIED NATURAL GAS (LNG) IN PT. ARUN NGL LHOKSEUMAWE

ABSTRACT

Purification of CO2 and H2S in the feed gas can be removed with a solution of

carbonate and diethanolamin. The values that determine the optimal absorption process takes place in a solution that is specific gravity (SG),% K2CO3,% KHCO3, K2CO3

equivalence, % DEA in lean carbonate, % carbonate in the lean DEA, % DEA, factor convert, foaming test, collapse time, and particulate matter. Value % K2CO3, %

KHCO3, equivalence of K2CO3, % DEA in lean carbonate, % carbonate in the lean

DEA, % DEA, factor convert, determined by titration using HCl 0.1N Acydimetric as pentiter substance and with the addition of phenolphthalein indicator, while the value of SG, measured with a Hydrometer with archimedes principle of law, to the value collapse time and foaming test was determined by means of tests and stopwatches, and for particulate matter was determined by gravimetry. SG values, % K2CO3, % KHCO3,

equivalence of K2CO3, % DEA in lean carbonate, factor concert, foaming test, collapse

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam tahun 1950-an terjadi perubahan besar dan mendalam pada industri gas bahan bakar, yaitu gas bumi mulai menguasai pasaran luas. Hal ini dimungkinkan dengan dipasangnya jaringan pipa gas di seluruh negeri (Amerika Serikat) yang meghubungkan lapangan gas yang besar-besar dengan industri dan rumah tangga. Kebutuhan puncak setempat pada musim dingin dipenuhi dengan pemakaian gas bumi yang ditimbun di bawah tanah di dekat sumur produksi yang sudah tidak berfungsi lagi, dan dengan penggunaan gas bumi cair (liquefied natural, gas LNG), gas migas cair (liquefied petroleum gas, LPG) atau dengan meningkatkan produksi. Kemudian, kebersihan dan harganya yang layak menyebabkan gas bumi sangat disukai di Amerika Serikat.

(17)

bumi dewasa ini sudah menjadi sedemikian penting. Misalnya, pada tahun 1979, proses kimia dan industri yang terkait menggunakan gas bumi sebesar 6,38 X 109MJ ; industri jelaga karbon (carbon black) dan jelaga lampu (lamp black)

menggunakan 32,7 X 109kJ (kira–kira 37 MJ/m3). Kebanyakan perusahaan kimia yang besar-besar membangun pabrik pabrik di Texas atau Lousiana di dekat atau di atas lapangan gas agar dapat mengumpani proses kimia dengan gas bumi yang paling murah (Austin,1984).

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk memilih judul :

Analisa

Larutan Karbonat Dan Diethanolamine (DEA) Dengan Metode

Benfield

Terhadap Pemurnian Gas

CO2

Dan H2S Pada

Pengolahan Liquefied Natural Gas (LNG) Di PT. ARUN NGL

Lhokseumawe

1.2 Permasalahan

Karena feed gas yang masih mengandung CO2 dilewatkan pada

pengolahan LNG akan membeku pada suhu -78,40C dan menyebabkan tersumbatnya tubing-tubing yang ada. Bagaimana cara menghilangkan gas CO2

dan H2S yang dapat mengganggu terhadap proses pengolahan LNG.

1.3 Tujuan

(18)

1.4 Manfaat

Jika larutan lean karbonat dan lean diethanolamin dianalisis untuk menghilangkan gas CO2 dan H2S dalam pengolahan LNG, maka dalam proses

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemurnian gas bumi.

Disamping mengandungpropanedan butaneyang berharga bagi industri, gas bumi mentah mngandung pula air dan hydrogen sulfide yang tidak dikehendaki yang harus disingkirkan terlebih dahulu sebelum gas itu disalurkan melalui pipa transmisi. Ada empat metode penting yang digunakan untuk dehidrasi gas ; kompresi, perlakuan dengan bahan pengering, absorpsi dan refrigerasi. Untuk penyingkiran air dengan kompresi terdiri dari kompersor gas, diikuti oleh sistem pendingin untuk mengeluarkan uap air melalui kondensasi. Pengolahan gas dengan bahan pengering sudah banyak digunakan di Amerika Serikat. Glikol merupakan bahan yang paling banyak dipakai untuk keperluan ini karena mempunyai afinitas tinggi terhadap air, harganya murah, bahannya stabil secara kimia, tidak berbusa dan daya larutnya terhadap gas bumi rendah. Untuk titik embun (dew point) air disekitar -900C sampai -1000 C, beberapa pabrik menggunakan tapis molekul (moleculer sieve). Alas tapis molekul ini dapat diregenerasi dengan mengalirkan gas panas (230 sampai 2900C) pada arah berlawanan.

(20)

dapat pula didehidrasi dengan melarutkannya melalui gulungan refrigerasi. Pada umumnya cara ini lebih mahal dari pada metode lain, tetapi bilamana terdapat uap bekas untuk mengoperasikan siklus refrigerasi, biaya refrigerasi ini bisa murah sekali. Jika sebagian besar air yang terdapat didalam gas bahan bakar itu tidak disingkirkan terlebih dahuu, maka akan terjadi korosi yang serius di dalam pipa transmisi dan dapat pula terjadi kesulitan karena pembentukan hidrat yang dapat memacetkan pipa. Kesulitan dapat pula timbul karena pembekuan katup dan regulator bila udara dingin.

Hydrogen sulfide dan senyawa- senyawa belerang lainnya merupakan bahan yang tidak dikehendaki kehadirannya di dalam gas bumi karena dapat menyebabkan korosi dan membentuk senyawa yang mencemarkan udara bila dibakar. Bau hydrogen sufida sangat mengganggu bagi para pemakai rumah tangga. Undang- undang pencemaran udara yang ketat akhir- akhir ini menghendaki agar senyawa-senyawa belerang disingkirkan terlebih dahulu sebelum gas itu boleh diumpankan ke sistem distribusi. Karbon Dioksida didalam gas juga merupakan ketakmurnian yang tidak dikehendaki karena dapat menurunkan nilai kalor gas. Pada gas bumi mentah, kandungan H2S berkisar

antara 0 sampai 35 g/m3 atau lebih. Pada Tabel II.1 disajikan rangkuman proses komersial yang penting yang digunakan untuk menyingkirkan H2S dan CO2 dari

(21)

2.2. Pelarut yang umum dipakai dalam pemurnian gas

Tabel II.1. Proses-proses Penyingkiran Karbon Dioksida dan Belerang Proses atau Reagen Nama Dagang Pelarut Kimia di dalam Larutan Air

Monoetanolamina (MEA)

Poli ( etilena ) glikol dimetil eter Tetra hidrothioFen-1, 1-dioksida

N-Metil-2-pirolidon Unggun Zat Padat Kering,

Bahasan Bijian

Potongan kayu dilapis

Oksida besi hidrasi ( spon besi )

Girbotol

*Proses ini menggunakan kedua jenis pelarut dan gabungan pereaksi (regen) yang disebut sulfinol.

(Austin, 1984). Pelarut yang paling lama dan barangkali masih paling banyak dipakai ialah monoethanolamin. Untuk desulfurisasi gas bumi biasanya digunakan larutan monoethanolamina dengan konsentrasi 10 sampai 30 persen. Berbagai pelarut yang terdaftar dalam Tabel II.1 berbeda-beda selektivitasnya dalam absorpsi H2S

dan CO2 ; sifat ini, disamping juga komposisi dan ketakmurnian yang terdapat,

(22)

yang dipakai untuk hal ini berkisar antara 10 sampai 36 % monoethanolamina, 45 sampai 85% dietilena glikol dan selebihnya air.

Salah satu metode komersial yang paling baru untuk memanis-maniskan gas ialah dengan menggunakan membran. Kegiatan pemisahan ini bekerja menurut asas bahwa laju permeasi (perembesan) gas melalui membran berbeda-beda sesuai dengan jenis gasnya. Sebagaimana bahan membran digunakan polisulfon, polistrena, teflon, dan berbagai jenis karet. Proses pemisahan jenis ini mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan proses pemisahan jenis lain, antara lain kondisi operasinya sedang, konsumsi energi lebih rendah, biaya investasi rendah, dan dapat beroperasi secara ekonomis pada laju aliran rendah atau tinggi.

Gas bumi yang mempunyai kandungan nitrogen tinggi dapat ditingkatkan mutunya melalui proses kriogenik yang meningkatkan gas umpan pada 4,9 Mpa dan mendinginkannya hingga 180 K. Gas bumi itu diuapkan dan gas ini maupun nitrogen maupun yang telah terpisah keluar dari sistem melalui pertukaran kalor dengan gas yang masuk (Austin, 1984).

2.3. Pemilihan Pelarut

Pemilihan solven umumnya dilakukan sesuai dengan tujuan absorpsi, antara lain:

1. Jika tujuan utama adalah untuk menghasilkan larutan yang spesifik, maka solven ditentukan berdasarkan sifat dari produk.

(23)

merupakan pelarut yang paling murah dan sangat kuat untuk senyawa polar.

Terdapat beberapa hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan pelarut, yaitu:

1. Kelarutan Gas

Kelarutan gas harus tinggi sehingga meningkatkan laju absorpsi dan menurunkan kuantitas pelarut yang diperlukan. Umumnya pelarut yang memiliki sifat yang sama dengan bahan terlarut akan lebih mudah dilarutkan. Jika gas larut dengan baik di dalam fraksi mol yang sama pada beberapa jenis pelarut, maka dipilih pelarut yang memiliki berat molekul paling kecil agar didapatkan fraksi mol gas terlarut yang lebih besar. Jika terjadi reaksi kimia dalam operasi absorpsi maka umumnya kelarutan akan sangat besar. Namun bila pelarut akan di-recovery

maka reaksi tersebut harus reversible. Sebagai contoh, etanol amina dapat digunakan untuk mengabsorpsi hidrogen sulfida dari campuran gas karena sulfida tersebut sangat mudah diserap pada suhu rendah dan dapat dengan mudah didilepas pada suhu tinggi. Sebaliknya, soda kostik tidak digunakan dalam kasus ini karena walaupun sangat mudah menyerap sulfida tapi tidak dapat didilepasi dengan operasi stripping.

2. Volatilitas

(24)

ini umumnya digunakan pada kilang minyak dimana terdapat menara absorpsi hidrokarbon yang menggunakan pelarut hidrokarbon yang cukup volatil dan di bagian atas digunakan minyak nonvolatil untuk me-recovery pelarut utama. Demikian juga halnya dengan hidrogen sulfida yang diabsorpsi dengan natrium fenolat lalu pelarutnya di-recoverydengan air.

3. Korosivitas

Solven yang korosif dapat merusak kolom. 4. Harga

Penggunaan solven yang mahal dan tidak mudah di-recovery akan meningkatkan biaya operasi kolom.

5. Ketersediaan

Ketersediaan pelarut di dalam negeri akan sangat mempengaruhi stabilitas harga pelarut dan biaya operasi secara keseluruhan.

6. Viskositas

Viskositas pelarut yang rendah amat disukai karena akan terjadi laju absorpsi yang tinggi, meningkatkan karakter flooding dalam kolom, jatuh-tekan yang kecil dan sifat perpindahan panas yang baik.

7. Lain-lain

(25)

2.4. Penyediaan Bahan Baku Industri Petrokimia Di Indonesia

Tabel II.2. Karakteristik/kualitas Gas Bumi di Indonesia

Komposisi CO2 3,34 2,68 6,06 1,94 2,69 2,55

N2 4,09 0,07 0,51 1,04 1,80 0,7

C1 68,87 70,04 85,53 90,12 88,19 78,15 94,89 C2 11,0 10,96 4,88 5,86 3,88 9,48 3,47 C3 6,20 5,93 1,59 0,95 2,13 6,15 0,82 C4 3,68 3,96 0,84 0,06 0,93 2,09 0,81 C5 2,82 1,53 0.58 0 0,39 0,68 0,01

C6+ 0 0,83 0 0 0 0,2 0

Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 s.g 0,8364 0,7950 0,7220 0,6253 0,6480 0,7390 0,5779 Nilai Kalori

-BTU/SCF 297,6 1323,0 1077,0 1027,0 1057,0 1197,0 n.a -Mjoule/M3 43,44 44,29 36,05 33,60 35,39 40,07 n.a Sumber : Team Koordinasi Pengembangan Pemakaian BBG-Migas (Pandjaitan,

M. 2006).

1. Ketersediaan cadangan gas bumi ( C1- C4)

(26)

2. Ketersediaan bahan baku kondensat (C5-C11)

Sama halnya dengan bahan baku nafta, komponen-komponen penyusun gas kondensat kadar kandungannya dapat diukur dengan analisis PONA (Parafin, Olefin, Naftene dan Aromatik), dimana jika kandungan parafin dan oleinnya lebih besar, maka kondensat tersebut lebih bermanfaat dipakai bahan baku industri dengan jalur “Olefin-senter” dan sebaliknya apabila kandungan naftene dan

aromatiknya lebih, lebih bermanfaat dipakai untuk bahan baku industri dengan

jalur “ Aromatik- senter”. Produksi kondensat dalam negeri selama ini masih di ekspor ke luar untuk mendatangkan devisa, sedangkan ketersediaan produksinya untuk dipakai sebagai bahan baku industri petrokimia di Indonesia.

3. Ketersediaan bahan baku Nafta (C6-C12)

Bahan baku nafta adalah bahan baku minyak berbentuk cairan, yang banyak dipakai untuk bahan baku industri petrokimia di dunia baik yang memakai

dengan jalur “Olefin-senter” maupun dengan jalur “Aromatik-senter”, karena

pengangkutan mudah dilakukan biarpun dengan jarak jauh seperti pengangkutan untuk minyak mentah lainnya. Minyak nafta ini dalam negeri diperoleh dari hasil kilang Cilacap dan kilang Balikpapan, yang selama ini produksinya masih di ekspor ke luar untuk mendatangkan devisa. Dalam hal ketersediaan produksinya untuk dipakai sebagai bahan baku industri petrokimia di Indonesia.

4. Ketersediaan bahan baku residu/ Low Sulfur Waxy Residu(LSWR)

(27)

mendatangkan devisa. Dalam hal ketersediaan produksinya untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku industri petrokimia di Indonesia.

2.5. Absorpsi

Absorpsi adalah peristiwa terserapnya suatu zat (absorbat) oleh zat lain (absorben). Absorpsi merupakan salah satu cara untuk memisahkan atau mengurangi sesuatu konstituen dalam fasa gas dengan menggunakan solven penyerap tentu secara selektif yang dapat melarutkan atau menyerap konstituen yang diinginkan.Solvenpenyerap harus dipilih secara tepat ditinjau dari sifat-sifat fisika, kimia ,harga, dan batas-batas pemakaian. Pada absorpsi gas, uap dapat larut diserap dari campurannya dengan gas yang aktif atau gas yang lembab dengan bantuan zat cair sehingga zat terlarut (solute gas) dapat larut dalam jumlah banyak ataupun sedikit. Operasi penyerapan gas dijalankan dengan cairan tertentu, dengan harapan salah satu gas tersebut terserap oleh cairan tertentu.

Absorpsi juga merupakan proses pemisahan bahan dari suatu campuran gas dengan cara pengikatan bahan tersebut pada permukaan absorben cair yang diikuti dengan pelarutan. Kelarutan gas yang akan diserap dapat disebabkan hanya oleh gaya-gaya fisik (pada absorpsi fisik) atau selain gaya tersebut juga oleh ikatan kimia (pada absorpsi kimia). Komponen gas yang dapat mengadakan ikatan kimia akan dilarutkan lebih dahulu dan juga dengan kecepatan yang lebih tinggi. Karena itu absorpsi kimia mengungguli absorpsi fisik.

(28)

Absorpsi termasuk proses pemisahan menurut dasar operasi difusional, dengan transfer massa berlangsung secara difusi antara dua fase yang saling berkontak. Dalam operasi, alat yang umum digunakan adalah menara isian berbentuk kolom silinder yang dilengkapi dengan saluran pemasukan zat cair terdapat pada bagian atas dan bagian bawah menara.

Pemilihan larutan penyerap (absorben) disesuaikan dengan sifat kimia atau fisika dari zat yang akan diserap. Terdapat beberapa pertimbangan utama dalam memilihabsorben, yaitu:

1. Selektif, yaitu mampu hanya menyerap zat pengotor yang tidak diinginkan.

2. Memiliki volatilitas yang rendah sehingga tidak mudah menguap. 3. Sifat korosif larutan harus rendah.

4. Memiliki harga yang rendah, sehingga lebih ekonomis. 5. Mudah di dapat (Campbell, 1992).

2.5.1. Tujuan penyerapan (absorpsi)

Penyerapan biasanya dilaksanakan, berhubungan dengan alasan sebagai berikut.

(29)

2. Mengeluarkan campuran tambahan yang tidak diinginkan dari produk yang berbentuk gas contoh tentang hal ini, ialah pemisahan persenyawaan belerang dari produk minyak bumi. Zat cair absorpsi yang dipergunakan disini biasanya merupakan suatu larutan ekstrak dari kepekatan tertentu. Contoh lain ialah, pengeluaran CO2 dari campuran gas. Cara demikian

antara lain, dilaksanakan dalam produksi gas zat cair murni pada proses hidrogenisasi untuk pengolahan amoniak. Untuk keperluan ini, dapat dipergunakan berbagai zat lilin cair, seperti larutan karbonat kalium dan karbonat natrium dan mono-etanolamin (MEA).

3. Pembentukan persenyawaan kimia dari suatu bahan absorpsi dan suatu komponen tertentu dari campuran gas. Sebagai contoh tentang hal ini, disebut absorpsi dari NH3dalam asam belerang yang diencerkan, dimana

terjadi (NH4)2SO4. Juga pembentukan asam sendawa dengan jalan

menghubungkan suatu campuran , yang terdiri dari NO dan NO2 dengan

air, berdasarkan atas absorpsi. Karena disini bersangkutan dengan proses absorpsi yang berhubungan dengan reaksi kimia, maka kita akan menyebut tentang absorpsi kimia atau khemo-sorpsi. Juga larutan CO2 yang telah

disebut sebelum ini dalam karbonat dan mono-etanolamin, merupakan contoh dari khemo-sorpsi.

2.5.2. Faktor yang menentukan untuk sifat dapat larut dari gas dalam

zat cair

1. Pengaruh suhu

(30)

maka kebalikannya terdapat pada sifat dapat larut gas dalam zat cair. Pada umumnya disini berlaku : sifat dapat larut gas menurun pada suhu yang lebih tinggi.

2. Pengaruh dari tekanan gas diatas zat cair

Bila pada pelarutan zat padat dalam zat cair tekanan tidak mempunyai pengaruh, maka pengaruh itu terdapat pada pelarutan gas dalam zat cair. Disini berlaku : pada tekanan gas yang lebih tinggi akan larut lebih banyak gas pada tiap jumlah zat cair.

3. Kecepatan absorpsi

Faktor-faktor berikut menentukan kecepatan sesuatu macam gas tertentu yang dapat diserap oleh zat cair.

1. Afinitas atau gaya tarik yang dilakukan oleh suatu macam zat cair tertentu

2. Suhu yang telah disebutkan sebelum ini

3. Tekanan gas yang juga telah disebut, yang bekerja diatas zat cair 4. Permukaan kontak antara zat cair dan gas ; untuk mendorong absorpsi

gas dalam zat cair, permukaan kontak antara gas dan zat cair harus dibuat sebesar mungkin ; makin besar permukaan kontak, makin cepat absorpsi berlangsung.

5. Selisih kepekatan antara kepekatan gas dalam campuran gas dan kepekatan gas dalam zat cair absorpsi. Makin besar selisih kepekatan ini, maka makin cepat pula terjadi pengangkutan gas yang akan diserap ke zat cair absorpsi.

(31)

Gaya penggerak = selisih kepekatan; afinitas yang besar dapat menyebabkan hambatan yang kecil. Perlu dicatat dalam hubungan ini, bahwa tekanan campuran gas yang lebih tinggi, juga membawa kepekatan yang lebih besar dari gas yang akan diserap. Karena sesungguhnya: makin tinggi tekanan, maka makin banyak gram gas yang akan diserap pada tiap liter campuran gas. Jadi secara ringkas dapat dikatakan: absorpsi gas alam zat cair berlangsung lebih cepat, bila permukaan kontak, selisih kepekatan (jadi juga tekanan) dan afinitas (gaya Tarik) lebih besar dan suhu lebih rendah.

Untuk menjadikannya penggerak pada proses absorpsi sebesar-besarnya, kebanyakan instalasi absorpsi bekerja menurut prinsip aliran lawan. Dengan demikian, dapat dicegah tercapainya keadaan setimbang. Prinsip aliran searah dilaksanakan pada sejumlah proses khemosorpsi. Reaksi kimia yang terjadi disini, seringkali berlangsung sedemikian lancarnya (afinitas secara kimia), sehingga gaya penggerak hampir tidak tergantung dari selisih kepekatan. Beberapa proses absorpsi berjalan sedemikian cepatnya, sehingga proses itu tanpa persiapan khusus, sudah tidak dapat lagi diawasi. Suatu contoh tentang hal ini adalah absorpsi dari gas HCl dalam air, dimana terbatas sejumlah besar kalor. Dalam hal ini dilakukan proses pendinginan selama waktu penyerapan.

(van Bergeyk ,K.1981).

2.5.3. Jenis Kolom Absorpsi

(32)

dapat dibagi ke dalam 4 golongan, yaitu: menara sembur, menara gelembung,tray column dan packed column. Akan tetapi dalam dunia industri yang paling sering digunakan adalahtray columndanpacked column.

1. Menara Sembur

Menara sembur terdiri dari sebuah menara, dimana dari puncak menara cairan disemburkan dengan menggunakan nosel semburan. Tetes-tetes cairan akan bergerak ke bawah karena gravitasi, dan akan berkontak dengan arus gas yang naik ke atas seperti yang terlihat Gambar II.1.

Menara Sembur (Fatah 2008)

Nossel semburan dirancang untuk membagi cairan kecil-kecil. Makin kecil ukuran tetes cairan, makin besar kecepatan transfer massa. Tetapi apabila ukuran tetes cairan terlalu kecil, tetes cairan dapat terikut arus gas keluar. Menara sembur biasanya digunakan untuk transfer massa gas yang sangat mudah larut.

2. Menara Gelembung

(33)

Menara Gelembung (Fatah,2008)

Menara gelembung digunakan untuk transfer massa gas yang relatif sukar larut. Gelembung dapat dibuat misalnya dengan pertolongan distributor pipa, yang ditempatkan mendatar pada dasar menara.

3. Tray Column

Tray column (menara pelat) adalah menara yang secara luas telah digunakan dalam industri. Menara ini mempunyai sejumlah pelat dan fasilitas yang ada pada setiap pelat, maka akan diperoleh kontak yang sebaik-baiknya antara fase cair dengan fase gas. Tray column terdiri dari tiga jenis, yaitu sieve tray, bubble caps tray, dan valve tray. Perbedaan dari ketiga jenis tray column

tersebut adalah bentuk dan media yang berfungsi sebagai keluaran uap padatray.

Sieve traymerupakan sebuahplateyang terdapat lubang-lubang sederhana untuk keluaran uap pada tray tersebut. Bubble caps tray merupakan suatu plate

(34)

Gambar II.3. Jenis-jenistray

(a) (b) (c)

(a)sieve tray, (b)bubble caps traydan (c)valve tray(Sumber: Annonimous,2011)

4. Packed Column

Packed column adalah menara yang diisi dengan bahan pengisi. Adapun fungsi bahan pengisi ialah untuk memperluas bidang kontak antara kedua fase. Bahan pengisi yang banyak digunakan antara lain cincin rasching, cincin partisi,

sadelbell,sadel intaloxdan cincinpall. Di dalam menara ini, cairan akan mengalir ke bawah melalui permukaan bawah pengisi, sedangkan gas akan mengalir ke atas secara arus berlawanan, melalui ruang kosong yang ada diantara bahan pengisi.

Packed columndapat dilihat pada Gambar II.4.

Packed Column(Fatah, 2008)

(35)

terdapat gangguan yang menyebabkan faktor tersebut jauh dari nilai yang diperbolehkan maka dapat mengakibatkan kolom tidak dapat bekerja dengan optimal atau bahkan kerusakan alat. Pada pengoperasian umumnya kolom absorpsi didampingi oleh kolom regenerasi yang berfungsi memisahkan zat yang telah diabsorpsi oleh larutan sehingga larutan dapat digunakan kembali untuk penyerapan.

2.6. Zat yang akan diserap

1. Karbondioksida (CO2)

Karbondioksida merupakan gas yang tahan api. Gas ini memiliki sifat tidak berbau, tidak berwarna. Disamping tidak mudah terbakar, CO2 juga dapat

larut dalam air membentuk asam karbonat H2CO3, hidrokarbon dan sebagian besar

cairan organik. Karbondioksida sering digunakan pada bahan bakar aerosol, pengujian pada suhu rendah, pemadam kebakaran udara inert, pengolahan air diperkotaan, obat-obatan, gas pelindung pengelasan dan lain-lain

2. Gas Hidrogen sulfide (H2S)

Gas H2S merupakan gas yang sangat berbau dan beracun, karena pada

kadar tertentu gas ini dapat menyebabkan kematian pada makhluk hidup. Gas ini terkandung dalam bumi, harus dipisahkan terlebih dahulu untuk memudahkan proses pengerjaan selanjutnya. Pemisahan gas ini bertujuan untuk menghasilkan sulfur yang berupa serbuk padat yang berwarna kuning dan memiliki bau khas. Sulfur ini dapat digunakan untuk obat-obatan, bahan kosmetik dan lain-lain

(36)

2.7. Larutan Benfield

Larutan benfield merupakan suatu bentuk sistem yang berupa larutan yang digunakan untuk menyerap dan memisahkan gas-gas impurities seperti H2S dan

CO2. Larutan ini terdiri dari larutan karbonat dan larutan dietanolamin yang mana

dapat menyerap kandungan gas-gas impurities tersebut hingga 98%. Larutan karbonat bewarna gelap sedangkan larutan dietanolamin bewarna bening kekuningan. Dalam larutan benfield inilah terjadi proses penyerapan gas. Kandungan dalam larutan benfield ini dapat dihitung kadarnya melalui suatu titrasi yang dilakukan. Nilai-nilai dari parameter yang dihitung dalam larutan benfield ini sangat dipengaruhi oleh temperatur dan Specific gravity (SG) (Anonynous, 1996).

2.7.1. Analisa Benfield

Unit 30 menerima feed gas dari condensate recovery unit 20. Gas ini mengandung hidrokarbon berat, karbondioksida, sejumlah kecil hydrogen sulfide

dan mercury. Unit 30 didesain untuk memisahkan elemen-elemen diatas sampai batas-batas yang telah ditentukan. Hal ini berguna untuk mencegah korosi dan pembekuan pada unit-unit kilang. Gas yang telah dibersihkan dari merkuri dengan menggunakan karbon aktif yang mengandung banyak sulfur langsung menuju ke karbonat absorber, sejumlah CO2 dan H2S dipisahkan pada bagian ini. Hal ini

(37)

Konsentrasi dari karbonat dan yang dikonversi menjadi bikarbonat ditetapkan secara titrasi asidimetri, karena dalam kandungan ini masih mengandung senyawa-senyawa lain, maka diperlukan penetapan terpisah dari dietanolamin (DEA) dan vanadium sebagai faktor koreksi pada perhitungan nanti. K2CO3 yang ada dalam larutan akan bereaksi dengan HCl dan membentuk

KHCO3pada Ph 8.1 (titik akhir phenolphthalein).

Berikut adalah reaksi yang terjadi : K2CO3+ HCl KHCO3+ KCl

Jika peniteran dilanjutkan sampai Ph 3.8 (titk akhir bromocresol green) akan membentuk H2CO3

KHCO3+ HCl H2CO3+ KCl

Pembersihan dengan karbonat

Gas yang telah dibersihkan dari merkuri langsung menuju karbonat absorber, sejumlah CO2 dan H2S dipisahkan pada sistem. Hal ini dilakukan

dengan mencuci gas yang masuk dengan larutan potassium karbonat panas dengan penambahan DEA dan ammonium metavanadate.

DEA dalam larutan membantu untuk mempercepat reaksi penyerapan atau bertindak sebagai katalisator, sedangkan ammonium metavadate berfungsi membentuk lapisan pelindung pada pipa baja untuk mencegah korosi.

Pada saat gas melewati karbonat absorber, kandungan CO2dikurangi dari

(38)

Penyerapan dan pemisahan CO2 ditentukan oleh beberapa faktor yang

harus diperhatikan setiap saat, yaitu kadar larutan karbonat, temperatur, tekanan uap dan tekanan parsial, luas permukaan kontak dan vessel dan penggunaan promotor-promotor. Dalam sistem Benfield, kadar potassium karbonat dalam range konsentrasi antara 30% - 33% dari persen berat yang akan memberikan hasil terbaik dalam proses penyerapan.

Dengan meningkatkannya kadar larutan, laju reaksi akan sedikit berkurang, tetapi ini meningkatkan kapasitas penyerapan, dengan demikian diperlukan suatu keseimbangan. Untuk memberikan hasil yang terbaik diperlukan juga larutan DEA dengan range 3 – 4% didalam larutan karbonat sebagai promotor pembantu dalam proses penyerapan.

Analisa laboratorium secara rutin yang menjadi acuan pabrik adalah sangat penting untuk pengendalian operasi penyerapan yang baik. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebagia berikut :

1. Berat jenis merupakan penuntun yang penting untuk kandungan potassium karbonat. Pada konsentrasi antara 30% - 33% berat jenis yang dikoreksi

(39)

4. Fraksi konversi (fc), ini berarti fraksi dari pengisian pertama K2CO3yang

telah dikonversikan menjadi KHCO3melalui reaksi dengan CO2.

Umumnya lean solution akan membarikan sekitar 40% yang terkonversi, jadi mempunyai fc sebesar 0.4. Semakin rendah fc maka semakin baik dan semakin tinggi kemampuan larutan itu untuk menyerap CO2, sebaliknya semakin

tinggi larutan maka semakin tinggi fc larutan maka semakin rendah daya serap CO2 nya, ini disebut dengan larutan “ Rich Carbonate” atau larutan yang telah

banyak mengandung CO2dan ini harus diregenerasi (Muslim, A. 1996).

2.7.2. Prinsip Dasar Perolehan Kadar Dalam Larutan Benfield

Prinsip yang digunakan adalah titrasi asam-basa serta penyerapan air sebagai pelarutnya. Didalam larutan Benfield terkandung karbonat, dimana karbonat merupakan suatu basa, maka zat peniter digunakan adalah larutan yang bersifat asam.

Dalam memilih suatu asam untuk digunakan dalam larutan standart, hendaknya diperhatikan faktor-faktor berikut :

1. Asam itu harus asam kuat, artinya sangat terdisosiasi 2. Asam itu tidak boleh atsiri (mudah menguap) 3. Larutan asam itu harus stabil

4. Garam dari asam itu harus dapat larut

(40)

2.7.3. Penyerapan proses

Setelah melewati karbonat absorber, sisa kandungan gas asam hanya 0.4 –

0.5 % saja. Hasil dari kapasitas penyerapan ini dapat dianalisa dari larutan kekuatan yang dapat dioperasikan (tentunya disesuaikan dengan feed gas rate). Jika spesifikasi yang diminta tidak tercapai, selidiki hal-hal dibawah ini :

1. Kualitas selama operasi 2. Kualitas larutan

3. Potensi untuk peralatan 4. Kondisi untuk operasi

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi hasil absorpsi adalah kualitas larutan. Dalam operasi, larutan ini terdiri dari: lean carbonate, rich carbonate, larutan promotor, impurities/kontaminan dan bahan yang tidak diinginkan.

Kualitas larutan sangat dipengaruhi oleh susunan komposisi zat-zat diatas, ini dapat dianalisa dari komposisi larutan karbonat, fraction convert, % DEA dalam larutan karbonat, pengaruh kontaminasi dan water balance.

2.7.4. Analisa larutan karbonat merinci :

1. % berat K2CO3dan KHCO3

a. Penentuan % berat K2CO3 dan KHCO3 dianalisa dilaboratorium melalui

titrasi dengan menggunakan asam dan indikator.

b. Kedua analisa ini dipakai sebagai landasan pertama untuk selanjutnya mencari % eqivalen K2CO3 dan fraction convert (fc). Jadi analisa ini

(41)

Spesifikasi :

% berat K2CO3adalah 18.0–21.4 Rendah–perlu regenerasi

Tinggi - absorpsi semakin baik % berat KHCO3adalah 15.2–19.1 Tinggi - regenerasi kurang baik

2. Specific gravity (SG)

SG merupakan petunjuk penting tentang kandungan K2CO3, jadi dengan

adanya analisa SG ini, secara langsung dapat dimanfaatkan untuk : a. Mengkoreksi konsentrasi larutan.

b. Pengaturan suhu operasi.

c. Mempertahankan efisiensi kerja pompa karbonat.

Spesifikasi (100oC–0oC) 1.235–1.300

Perubahan SG berbanding lurus dengan perubahan Eq K2CO3.

3. % Ekivalen K2CO3

Analisa ini menunjukkan seberapa % K2CO3yang baik yang dikonversikan

dari % KHCO3maupun yang merupakan % K2CO3.

Gunanya untuk memperoleh data :

a. Penyerapan gas asam yang maksimalkan

b. Tindakan yang dilakukan untuk mencegah larutan yang kemungkinan :

Salting out, penyumbatan, erosi terhadap lapisan vadasi c. Mengatur keseimbangan H2O dalam sistem.

4. Fraction convert (Fc)

Fc adalah berapa % K2CO3yang berubah menjadi KHCO3didalam jumlah

(42)

Penggunaan fc

Lean carbonate yang dipompakan untuk absorpsi diasumsikan sebagai % K2CO3. Tetapi dalam proses, larutan tersebut telah diregenerasi tidak semurni

K2CO3. Jika masih banyak kandungan KHCO3, maka praktis komponen tersebut

tidak berfungsi untuk menyerap lagi. Karena itu diharapkan lean carbonate

mempunyai nilai fc yang kecil, artinya kandungan KHCO3 yang sedikit dalam lean carbonate. Jadi fc dapat dijadikan standart untuk menentukan mutu dari regenerasi larutan dalam operasi.

Spesifikasi : 2.5 – 4.0 < 2.5 hati hati salting uot larutan, > 4.0 absorpsi jelek, tingkatan regenerasi.

5. % DEA dalam karbonat

Walaupun DEA dapat meningkatkan laju penyerapan CO2, penambahan %

DEA lebih tinggi dari di desain, belum tentu berbanding lurus dengan kenaikan laju penyerapan. Jadi % DEA dalam larutan karbonat, diharapkan seoptimum mungkin sesuai dengan indikasi performance dari proses unit yang sedang berlangsung.

Spesifikasi : 2.5 – 4.0 < 2.5 % absorpsi jelek, > 4.0 % tidak ada pengaruh, sebaliknya pemborosan.

Pengaruh kontaminasi pada proses penyerapan

Adanya kontaminan-kontaminan didalam larutan seperti karat, hidrogen cair, kotoran, pelumas dan lain- lain akan mengganggu proses absorpsi asam gas oleh larutan. Salah satu akibat yang dapat timbul adalah foaming.

(43)

menarik molekul gas disekelilingnya disebabkan konsentrasi molekul larutan lebih tinggi dibanding konsentrasi molekul gas).

6. Foam height

Dengan metode memberikan gelembung gas melalui contoh larutan selama

2 menit, akan timbul “pembusaan/foam”. Tinggi busa/foam height diukur dalam

satuan cm, pada temperatur 90–100oC.

Jika dalam percobaan tinggi busa cukup rendah, kemungkinan terjadinya foaming relative kecil. Foam height ini diharapkan tidak lebih dari 6 cm/90oC.

Spesifikasi max 6 cm. Lebih kecil = tidak menjadi masalah Lebih besar = regenerasi jelek 7. Collapse time

Pembusaan yang terjadi dalam analisa foam height diatas, kemudian dihitung berapa lama waktu penyusutan busa tersebut sampai hilang, dipakai satuan waktu dalam detik pada temperatur 90 oC. jika waktu yang dipakai lama, kemudian untuk terjai foaming, lebih besar spesifikasi analisa waktu maksimum 10 detik.

Lebih kecil = tidak berpengaruh, kalau lebih besar = hati-hati foaming. 8. Partikulate Matter

Analisa ini menyatakan berapa banyak kandungan partikel-partikel padat yang terkandung dalam larutan. Hal ini dapat timbul karena:

a. Kotoran yang terkontaminasi dalam larutan

(44)

c. Filtrasi sudah tidak bekerja secara sempurna, maka perlu penggantian filter elemen yang baru. Seandainya filter masih baik (P rendah, flow mencukupi/ normal). Tetapi partikulate matter naik, menandakan akan terjadinya foaming/erosi dalam unit pabrik (Fauzi, F. 1983).

2.7.5. Peralatan Utama yang digunakan pada proses absorpsi gas H2S

dan CO2

Peralatan utama yang digunakan pada proses absorpsi gas ini impurities ini antara lain:

1. Carbonate absorber colomn (C-3 x 01)

Carbonate absorber colomn merupakan suatu kolom yang dilengkapi dengan packed beds yang berfungsi untuk memisahkan CO2, H2S dan

feed gas melalui penyerapan dengan larutan potassium karbonat. 2. Carbonate regenerator colomn (C-3 x 02)

Merupakan suatu kolom yang dilengkapi dengan packed beds yang berfungsi untuk memisahkan CO2dan H2S yang telah diserap dari larutan

rich potassium carbonate. 3. DEA absorber colomn

Yaitu suatu kolom yang dilengkapi dengan packed beds yang berfungsi untuk pemisahan CO2dan H2S.

4. DEA regenerator colomn (C-4 x 04)

Adalah suatu kolom yang dilengkapi dengan packed beds yang berfungsi untuk memisahkan CO2dan H2S yang terserap dari larutan rich DEA.

(45)

Merupakan suatu drum yang berfungsi untuk memisahkan hidrokarbon cair dan air bebas dari proses feed gas.

6. Carbon beds absorber (D-3 x 07 A/B)

(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. ALAT DAN BAHAN

3.1.1. Alat

1. Beaker Glass 2. Pipet Tetes 3. Magnet stirer 4. Neraca Analitis

5. Seperangkat Alat Titrasi (835 TITRANDO) 6. Cawan Porselen

7. Oven 8. Furnace 9. Desikator 10. Hot Plate

11. Labu Erlenmeyer 12. Pipet Volume 13. Hydrometer 14. Thermometer 15. Stopwacth

16. Seperangkat Alat Ukur Foam Test 17. Saringan Vakum

(47)

19. Filter Paper Milipore 0,8 µm 20. Gelas Ukur

3.1.2. Bahan

1. Aquabidest 2. Sampel Karbonat 3. Sampel DEA

4. Indikator Phenolphthalein 5. HCL 0,2 N

6. Larutan K2CO330%

7. Larutan H2SO415%

8. Larutan Periodik Acid (H5IO6) 2,4%

9. Larutan Natrium Hidrogen Karbonat Jenuh 10. Larutan NaAsO30,2024 N

11. Indikator Amilum 12. Larutan I20,1 N 3.2. Prosedur Kerja

3.2.1. Penentuan Kadar karbonat dan Diethanolamine

- Dimasukkan 100 ml Aquabidest kedalam beaker glass - Ditambahkan 1 tetes indikator pp

- Dipipet sampel lalu bersihkan dengan kertas tissue bagian luar pipet

- Ditimbang dengan neraca analtis, terlebih dahulu dibuat neraca analitis pada posisi 0 gram

(48)

- Ditimbang kembali pipet tersebut dan catat berat sampel pada neraca analitis

- Dimasukkan magnet stirer kedalam beaker glass tersebut

- Dititrasi dengan larutan HCL 0,2 N dengan menggunakan alat titrasi TITRANDO

3.2.2. Penentuan Karbonat Dalam Diethanolamin

- Dicuci cawan porselen sampai bersih

- Dipanaskan cawan porselen hingga kadar air nya hilang pada suhu 1200C dalam oven

- Dimasukkan kedalam furnace pada suhu 7500C - Didinginkan dalam desikator hingga uap airnya hilang

- Ditimbang berat cawan porselen kosong dalam neraca analitis dan dicatat beratnya

- Ditimbang cawan porselen dan sampel DEA dengan berat 3 gram - Dipanaskan diatas hot plate sampai sampel kering

- Dimasukkan kedalam furnace pada suhu 7500C selama 2 jam - Didinginkan kembali dengan desikator

- Ditimbang beratnya dan dicatat

3.2.3. Penentuan Diethanolamin Dalam Karbonat

- Dimasukkan larutan K2CO3 30% sebanyak 1 ml (khusus untuk Blanko)

kedalam erlenmeyer

- Ditimbang sampel Karbonat sebanyak 0,9 gram - Dimasukkan kedalam Erlenmeyer

(49)

- Dipanaskan diatas hotplate sampai mendidih - Didinginkan pada suhu kamar

- Ditambahkan 7 ml periodic acid 2,4 % kemudian diamkan selama 10 menit

- Ditambahkan 125 ml natrium hydrogen karbonat jenuh

- Ditambahkan larutan NaAsO3 0,2024 N sebanyak 10 ml, dikocok dan

didiamkan selama 5 menit - Ditambahkan indiator amilum

- Dititrasi dengan larutan I20,2 N sampai warnanya berubah menjadi biru

- Dicatat volume yang diperoleh

3.2.4. Penentuan Specific Gravity

- Sampel dimasukkan sekitar ¾ gelas ukur

- Dimasukkan Hydrometer kedalam gelas ukur dan lihat angka yang ditunjukkan oleh alat Hydrometer

- Dimasukkan Thermometer kedalam gelas ukur dan lihat berapa suhu sampel tersebut

- Dicatat hasilnya

3.2.5. Penentuan Foaming

- Dimasukkan sampel kedalam beaker glass sekitar 200 ml - Dipanaskan di atas hot plate sampai mencapai suhu 900C - Dibawa sampel ke uji test foaming

- Diatur laju alir udara pada 470

(50)

3.2.6. Penentuan Particullate Matter

- Dipanaskan terlebih dahulu aquabidest sebanyak 500 ml didalam beaker glass sampai suhu sekitar 500C

- Dimasukkan sampel Karbonat/DEA masing – masing 100 ml kedalam beaker glass

- Ditimbang filter paper milipore 0,8 µm dan catat beratnya masing- masing dengan neraca analitis

- Dianalisa dengan alat air cadet dan alat vacum lainnya

- Diletakkan kertas milipore pada corong vacuum dan kemudian basahi terlebih dahulu dengan aquabidest

- Dituangkan sampel Karbonat/DEA dan bilas dengn air hangat sampai diperkirakan bersih dari Karbonat/DEA

- Ditambahkan indikator pp pada Erlenmeyer, jika warna merah rose nya sudah hilang berarti sudah bersih

(51)
(52)

4.2 Pembahasan

Adapun analisa yang diberikan kepada larutan Karbonat dan DEA adalah sebagai berikut:

1. Specific Gravity(SG)

Pada analisa SG dengan Menggunakan alat hydrometer, hasil yang diperoleh dari analisa Karbonat dan Dietanolamin masing-masing telah memenuhi spesifikasi. Masalah yang muncul adalah pada saat pembacaan skala pada alat hydrometer sangat dipengaruhi oleh suhu larutan yang terbaca oleh thermometer yang secara bersamaan dicelupkan dalam sampel. Suhu pada saat pembacaan harus sekitar 40 - 500 C, hal ini dikarenakan pada saat pembacaan pada suhu 90 - 1000C penurunan suhu lebih cepat sehingga pada waktu pembacaan kurang efisien dan pada suhu 10 - 300C tidak bisa dianalisa karena syarat analisa harus diatas pada suhu kamar.

2. % K2CO3, % KHCO3, EQ K2CO3dan Fc

Dari data yang diperoleh nilai dari K2CO3, % KHCO3, EQ K2CO3dan Fc

maka pada EQ K2CO3tidak memenuhi spesifikasi, tetapi ini tidak bermasalah

dikarenakan pabrik sekarang tidak beroperasi secara penuh karena cadangan feed gas semakin sedikit. Jadi hasil analisa sekarang sudah sesuai dengan kondisi opearasional pabrik sekarang.

3. % Dietanolamin dalam Karbonat

(53)

4.

Foaming Height dan Collapse Time

Berdasarkan analisa diperoleh foaming 1 cm dengan waktu 1,9 detik. Dalam hal ini analisa masih dalam batas spesifikasi yang dianjurkan. Hal ini menunjukkan bahwa proses penyerapan nya masih bagus.

5. Partikulate Matter

Particullate matter ini menyebabkan terjadinya foaming dalam proses penyerapan. Dari data yang diperoleh telah memenuhi spesifikasi, hal ini menunjukkan bahwa dalam larutan tersebut hanya sedikit terdapat zat pengotor.

6. % Karbonat Dalam Dietanolamin

Karbonat dapat merusak komposisi dari pada Dietanolamin itu sendiri, Karena adanya karbonat dalam Dietanolamin dapat merusak sistem kerja Dietanolamin sehingga carry over. Karbonat kedalam sistem Dietanolamin maksimum 3 %.

7. % Dietanolamin

(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain :

1. Berdasarkan hasil data pengamatan % K2CO3dan % DEA diperoleh nilai

yang tidak memenuhi spesifikasi, tetapi karena kondisi pabrik tidak maksimal dan cadangan feed gas yang semakin sedikit maka konsentrasi larutan karbonat dan Dietanolamin yang ada saat ini sudah dapat memurnikan gas secara optimal.

2. % Ekivalen K2CO3 yang diperoleh berkisar 30.79 – 31.95, dalam hal ini

larutan Karbonat yang dipakai sebagai penyerap gas CO2 dan H2S masih

efisien sesuai dengan kondisi pakrik saat ini.

3. Nilai Particullate Matter yang diperoleh 13–26 ppm, hal ini menunjukkan bahwa dalam larutan hanya mengandung sedikit kotoran - kotoran yang berada pada larutan Karbonat maupun Dietanolamin.

(55)

5.2 Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya dilakukan dengan lebih teliti sehingga hasilnya memenuhi standart operasi pabrik.

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 1979.Sour-Gas Procesing and Sulfur Recovery. Tulsa. Oklahoma. The Petroleum Publishing Company.

Anonymous, 1996. Process Engineering Manual. PT. Arun NGL Co. Blang Lancang- Lhoksemawe.

Athur, K. and Riensenfeld, F. 1970.Gas Purufication. Third Edition. Houston. Texas.

Austin, G.T. 1996.Industri Proses Kimia. Jilid 1. Edisi Kelima. Jakarta. Penerbit Erlangga.

Campbell, 1992,Gas Conditioning and Processing. Vol 1. Oklahoma. Campbell Petruleum Series.

Fauzi, F. 1983.Destilasi. PT. Arun NGL Co. training Course. Blang Lancang-Lhoksemawe.

Muslim, A. 2006. ProsesPengolahan Gas Alam pada unit -3x. PT. Arun NGL Co. Blang Lancang- Lhoksemawe.

Panjaitan, M. 2006. Industri Petrokimia Dan Dampak Lingkungannya. Cetakan Kedua. Jakarta. Gadjah Mada University Press.

Van Bergeyk, K. and Liedekerken, A. J. 1981. Teknologi Proses. Jilid 2. Jakarta. Bhratara Karya Aksara.

(57)

4.1. Hasil Data Pengamatan

Dari penelitian diatas didapat hasil sebagai berikut

Perlakuan yang di uji

Analisa Karbonat dalam Lean Karbonat

Tanggal 12 Februari 2014 Tanggal 13 Februari 2014 Tanggal 14 Februari 2014 TRAIN 4 TRAIN 5 SPESIFIKASI TRAIN 4 TRAIN 5 SPESIFIKASI TRAIN 4 TRAIN 5 SPESIFIKASI SG AT 1000and 0 Fc 1.2830 1.2696 1.235–1.300 1.2856 1.2676 1.235–1.300 1.2832 1.2706 1.235–1.300 % K2CO3 21.83 20.56 18.0–20.4 21.41 20.80 18.0–20.4 22.58 19.77 18.0–20.4

Collapse Time, sec 1.0 1.9 10.0 max 1.9 1.6 10.0 max 0.7 0.5 10.0 max

Iron Content, ppm Fe 100 max 100 max 100 max

Part. Matter, ppm 21 15

Level Carb. Abs./Reg. 55/55 56/52 55/55 52/52 54/55 52/55

Analisa Diethanolamin dalam lean Diethanolamin

SG AT 1000 0.9971 0.9854 1.000 0.9913 0.9893 1.000 0.9933 0.9891 1.000

% DEA 20.85 20.50 25.0–27.0 20.76 21.26 25.0–27.0 19.69 20.52 25.0–27.0

% K2CO3in L. DEA 3.0 max 0.10 0.13 3.0 max 3.0 max

Foaming Height, cm 1.0 1.0 6.0 max 1.0 1.0 6.0 max 1.0 1.0 6.0 max

Collapse Time, sec 0.5 0.7 10.0 max 0.5 0.6 10.0 max 0.5 0.5 10.0 max

(58)
(59)

Lampiran 1

(60)

Lampiran 2

Gambar

Tabel II.1. Proses-proses Penyingkiran Karbon Dioksida dan Belerang
Tabel II.2. Karakteristik/kualitas Gas Bumi di Indonesia
Gambar II.3. Jenis-jenis tray

Referensi

Dokumen terkait