• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Tidur Larut Malam dengan terjadinya Akne Vulgaris di kalangan Mahasiswa FK USU Angkatan 2011-2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Tidur Larut Malam dengan terjadinya Akne Vulgaris di kalangan Mahasiswa FK USU Angkatan 2011-2013"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PENJELASAN SUBYEK PENELITIAN

Saya Dheeba Kumaraveloo, mahasiswa dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara akan mengadakan penelitian yang berjudul “Hubungan antara Tidur Larut Malam dengan terjadinya Akne Vulgaris di kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara”. Saya mengikut sertakan saudara/i dalam penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan tidur larut malam terhadap timbulnya akne

pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.

Partisipasi saudara/i dalam penelitian ini adalah sukarela. Identitas saudara/i dalam penelitian ini akan disamarkan. Kerahsiaan identitas saudara/i akan di jamin sepenuhnya.

Saya mengucapkan terima kasih atas bantuan, partisipasi dan kesedian waktu saudara/i sekalian dalam penelitian ini.

Peneliti,

(3)

LAMPIRAN 3

INFORMED CONSENT

PERSETUJUAN IKUT SERTA DALAM PENELITIAN

Setelah mendapat penjelasan, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ………

Umur : ………

Angkatan : ………

dengan ini menyatakan secara sukarela SETUJU untuk ikut serta dalam penelitian ini. Demikianlah surat pernyataan persetujuan ini dibuat dengan sebenarnya dalam keadaan sadar tanpa adanya paksaan dari siapapun.

Medan, 2014

Yang menyetujui ,

( )

(4)

LAMPIRAN 4

KUESIONER PENELITIAN

Hubungan Antara Tidur Larut Malam Dengan Terjadinya Akne Vulgaris Di Kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Angkatan 2011, 2012 Dan 2013.

INDENTITAS RESPONDEN Nama Responden :

Jenis Kelamin : Laki-Laki/Perempuan Umur : ___________ tahun Angkatan : 2011/2012/2013

1) Apakah saudara/i menderita jerawat? a. ya

b. tidak

2) Apakah salah satu orang tua saudara/i pernah menderita jerawat? a. ya

b. tidak

3) Apakah saudara/i merokok? a. ya

b. tidak

4) Apakah saudara/i mengkonsumsi produk olahan susu? a. ya

b. tidak

5) Jika ya, apakah jerawat anda bertambah banyak bila anda mengkonsumsi produk olahan susu?

a. ya b. tidak

6) Apakah jerawat saudari kambuh saat menjelang menstruasi? (pada wanita) a. ya

(5)

7) Apakah jerawat anda kambuh bila anda menggunakan kosmetik? a. ya

b. tidak

8) Apakah saudara/i membersihkan wajah dengan teratur? a. ya

b. tidak

9) Apakah jerawat saudara/i kambuh saat anda mengalami stress, kecemasan atau tekanan emosi?

a. ya b. tidak

10) Apakah kondisi jerawat saudara/i memburuk bila mengkonsumsi makanan seperti fast food, coklat, kacang?

a. ya b. tidak

11) Waktu biasanya saudara/i tidur pada malam adalah a. < 23.00 WIB

b. ≥ 23.00 WIB

Sudah berapa lama? Hari/minggu/bulan

12) Berapakah jumlah waktu tidur biasanya saudara/i pada malam hari? a. ≥ 7 jam

b. < 7 jam

Sudah berapa lama? Hari/minggu/bulan

13) Apakah saudara/saudari mempunyai kesulitan apabila bangun pada waktu pagi?

a. ya b. tidak

14) Apakah jumlah waktu tidur yang kurang menyebabkan anda 49tress? a. ya

b. tidak

15) Apakah saudara/i merasa puas saat dengan tidur di malam hari? a. ya

(6)

16) Adakah saudara/i terjaga/terbangun dari tidur ketika malam hari? a. ya

b. tidak

17) Apakah saudara/i dapat tidur kembali setelah terjaga/terbangun? a. ya

b. tidak

18) Apakah saudara/i merasa kualitas tidurnya sudah baik? a. ya

b.tidak

19) Apakah saudara/i kebiasaan tidur waktu siang? a. ya

b. tidak

Jika ya,selama berapa jam?

20) Apakah saudara/i mengkonsumsi obat-obat tidur? a. ya

(7)
(8)
(9)
(10)

akne*jenis kelamin Crosstabulation

(11)

Jumlah waktu tidur pd malam

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid >7 jam 43 35.8 35.8 35.8

<7 jam 77 64.2 64.2 100.0

Total 120 100.0 100.0

akne*waktu tidur malam Crosstabulation

waktutidurmalam Total <23.00wib >23.00wib

akne akne vulgaris Count 26 68 94

% within

waktutidurmalam

96.3% 73.1% 78.3%

non-akne vulgaris

Count 1 25 26

% within

waktutidurmalam

3.7% 26.9% 21.7%

Total Count 27 93 120

% within

waktutidurmalam

(12)

Chi-Square Tests

Continuity Correctionb 5.328 1 .021

Likelihood Ratio 8.617 1 .003

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.85. b. Computed only for a 2x2 table

(13)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.684a 1 .030

Continuity Correctionb 3.737 1 .053

Likelihood Ratio 4.533 1 .033

Fisher's Exact Test .039 .028

Linear-by-Linear Association

4.645 1 .031

N of Valid Cases 120

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Schroeder, L., 2011. Acne Skin Site, Connection Between Sleep and Acne. Available from [Accesed 8 May, 2014].

Benca, R., 2013. American Academy of Sleep Medicine. 2008. Sleep Deprivation. Available from :www.aasmnet.org/resources/factsheets/sleepdeprivation.pdf [Accesed 5 May, 2014].

Andayani, R., 2009. Gangguan Tidur pada Usia Lanjut. Dalam : Sudoyo, A.W., dkk., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed V jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Hal 802-811.

Cordain, L., Lindenberg, S., Hurtado, M., Hill, K., Eaton, S.B., and Miller, J.B., 2002. Acne Vulgaris: A disease of Western Civilization. Arch Dermatol/Vol 138:1584-1590.Available from:

http://archderm.jamanetwork.com/article.aspx

[ Accesed 22 April, 2014].

Fulton, J.J., 2009. Acne Vulgaris. Available from :

Goklas, 2011. Hubungan Kualitas Dan Kuantitas Tidur Terhadap Timbulnya Akne Vulgaris Pada Dokter Muda Di RSUP H. Adam Malik. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. Hal 12.

Hidayat, 2012. Hubungan Tingkat Stres Dengan Kejadian Insomnia Pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Univeritas Diponegoro. Available From :eprints.undip.ac.id/33160/2/BAB_2.pdf

[Accesed 24 April, 2014].

Husein, Yahya.2009. Acne Vulgaris in Nigeria Adolescent: Prevalence, Severity, Beliefs, Perceptions, and Practices. Available from:

[ Accesed 23 April, 2014].

Ismail, N.H., Manaf, Z.A., Azizan, N.Z., 2012. High Glycemic Load Diet, Milk And Ice Cream Consumption are Related to Acne Vulgaris in Malaysian Young Adults: BMC Dermatology . Available from :

(15)

Kabau, S., 2012. Hubungan antara Pemakaian Jenis Kosmetik dengan Kejadian Akne Vulgaris. Available from :

[ Accessed 25 April, 2014].

Kubota, Y., Shirahige, Y., Nakai, K., Katsuura, J., Moriue, T., & Yoneda, K., 2010. Community-Based Epidemiological Study of Psychosocial Effects of Acne in Japanese Adolescents, Japanese Journal of Dermatology;Vol.37: Hal

617-622.

Kurniawan, A., 2011. Perbedaan Angka Kejadian Akne Vulgaris antara Siswa Program Akselerasi dan Non Akselerasi di SMA Negeri 1 Surakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteraan Universitas Sebelas Maret, Surakata. Hal 19. Notoadmodjo, S., (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT: Rineka

Cipta. Hal 89-92.

Pujiastuti, DS., 2012. Hubungan antara Waktu Tidur Malam dengan terjadinya Akne Vulgaris di RSU DR.Soedaro Pontianak. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura. Hal 13-16

Rosenthal, L., 2009. Physiologic Processes During Sleep. In : Lee-Chiong Teofilo, L., Sleep Medicine Essentials. Wiley Blackwell,Canada: P 11-13. Sonkushre, PK., 2011. Does Sleeping Late at Night Cause Acne? Available from :

[Accesed 8 May, 2014].

Spiegel, K., Tasali, E., Leproult, R., and Cauter, E.V., 2004. Effects of Poor and Short Sleep on Glucose Metabolism and Obesity Risk. Nat. Rev. Endocrinol. 5: Hal 253-261.

Vgontzas, A.N., et al., 2004. Adverse Effects of Modest Sleep Restriction on Sleepiness, Performance, and Inflammatory Cytokines, The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism;Vol.89: 2119-2126.

Wahyuningsih, M., 2011. Tidur Larut Malam Bisa Bikin Jerawat, detikhealth. Available from :

http://health.detik.com/read/2011/09/22/074755/1727838/763/tidur-larut

(16)

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 253-259.

Widjaja, E.S., 2013. Rosasea dan Akne Vulgaris. Dalam: Marwali Harahap. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipocrates. Hal 31-45.

(17)

Tidur Larut Malam

Akne Vulgaris BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1: Kerangka konsep antara tidur larut malam dan kejadian akne vulgaris.

3.2 Definisi Operasional 1) Tidur Larut Malam

Tidur larut malam atau begadang adalah berjaga atau tidak tidur sampai larut malam dan jam lain pada hari tersebut. Yaitu suatu kondisi dimana tubuh tetap terjaga yang seharusnya beristirahat disaat malam hari.

2) Akne Vulgaris

Akne vulgaris adalah peradangan menahun folikel pilosebasea yang terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul, nodus, dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik.

3) Mahasiswa FK Angkatan 2011 hingga 2013

(18)

Tabel 3.1 Variabel, Cara ukur, Alat ukur, Hasil ukur dan Skala ukur

Variabel Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Independen Tidur Larut Malam

Wawancara Kuesioner Tidur < pukul 23.00 WIB,

≥pukul 23.00 WIB.

Ordinal

Dependen Akne Vulgaris

Pemeriksaan Klinis

Kuesioner Komedo, Papul, Kista, Nodul,

Nominal

3.3 Hipotesis

(19)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara tidur larut malam dengan terjadinya akne vulgaris pada mahasiswa FK USU angkatan 2011, 2012 dan 2013. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, berarti pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2014. Lokasi penelitian adalah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. Lokasi ini dipilih berdasarkan kesesuaian penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Tempat ini memiliki populasi yang cukup besar. Selain itu, mahasiswa kedokteran dinilai dapat mengenali akne dengan baik sehingga diasumsikan dapat menjawab pertanyaan dalam kuesioner dengan baik.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2011, 2012 dan 2013. Jumlah populasi pada penelitian ini adalah sebanyak 1550 mahasiswa.

4.3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah : Kriteria Inklusi

1. Mahasiswa/i dengan keluhan akne dan non-akne. 2. Bersedia ikut dalam penelitian.

Kriteria Eksklusi

(20)

mengkonsumsi kontrasepsi oral atau injeksi.

2. Mahasiswa/i yang menggunakan kosmetik selain bedak.

3. Mahasiswa/i yang mendapat pengobatan untuk akne selama 1 bulan terakhir.

4. Mahaiswa/i yang mengkonsumsi obat-obatan seperti kortikosteroid, antiepilepsi, dan iodida dalam waktu 1 bulan sebelum penelitian.

4.3.3 Sampel

Sampel penelitian ini adalah mahasiswa yang bersedia mengikuti penelitian dan memenuhi kriteria inklusi.

Perkiraan Besar Sampel

Perhitungan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus: N

n=

1 + N (d)² n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

d = tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan (0,1)

Perhitungan besar sampel mahasiswa adalah seperti di bawah ini, 1550

n =

1 + 1550 (0,10)² n = 93,94

Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan tingkat ketepatan relatif adalah sebesar 10%, maka jumlah sampel yang diperoleh dengan memakai rumus tersebut adalah 93,94 orang, yang akan dibulatkan menjadi 120 orang sampel (Notoatmodjo, 2005).

(21)

4.4 Teknik Pengumpulan Data 4.4.1 Data Primer

Data yang telah digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisisan kuesioner oleh responden untuk mengetahui hubungan antara tidur larut malam dengan timbunya akne vulgaris pada mahasiswa FK USU angkatan 2011 sampai 2013. Pada saat pengumpulan data, peneliti menjelaskan kepada responden tentang tujuan dan manfaat penelitiannya. Responden diberikan informed consent terlebih dahulu.Responden yang bersedia mengikuti penelitian, diberi lembar kuesioner dan jawaban responden dikutip pada hari yang sama.

4.4.2 Data Sekunder

Data ini adalah jumlah populasi mahasiswa FK USU setambuk 2011, 2012, dan 2013 yang didapatkan peneliti melalui bagian pendidikan FK USU.

4.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan teknik korelasi “product moment” dan uji Cronbach (Cronbach Alpha) dengan menggunakan program SPSS17. Sampel yang digunakan dalam uji validitas ini memiliki karakter yang hampir sama dengan sampel penelitian ini. Jumlah sampel dalam uji validitas dan reliabilitas ini adalah sebanyak 10 orang. Setelah uji validitas dilakukan hanya pada soal-soal yang telah dinyatakan valid saja yang akan diuji reliabilitasnya.

(22)

Tabel 4.1. Hasil uji validitas dan realibilitas kuesioner

4.5 Pengelolaan dan Analisa Data 4.5.1 Pengelolaan Data

a. Editing : Editing yang dilakukan untuk memeriksa kelengkapan data. Apabila data belum lengkap ataupun ada kesalahan data dilengkapi dengan mewawancara ulang responden.

(23)

c. Entry : Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan kedalam program komputer dengan menggunakan software SPSS. d. Cleaning data : Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan kedalam

komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.

4.5.2 Analisa Data

(24)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Universitas Sumatera Utara, Jln. Dr. Mansur No.5 Medan 20155, Indonesia.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteraan Universitas Sumatera Utara stambuk 2011, 2012 dan 2013. Jumlah responden yang terlibat dalam studi ini adalah sebesar 120 responden yang memiliki kriteria inklusi dan eksklusi. Semua data responden diambil dari data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber data secara metode kuesioner.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi(n) Persentase(%)

<21 37 30,8

21-22 67 55,8

>23 16 13,4

Total 120 100

Berdasarkan usia responden, kelompok terbesar pada usia 21-22 tahun yaitu sebanyak 67 orang (55,8%). Seterusnya, yang berusia <21 tahun sebanyak 37 orang (30.8%). Diikuti yang berusia >23 tahun sebanyak 6 orang (13,4%).

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi(n) Persentase(%)

Laki-laki 50 41,7

(25)

Total 120 100

Berdasarkan tabel 5.2 didapati bahwa, jumlah perempuan memiliki frekuensi yang tertinggi sebanyak 70 orang (58,3%), sedangkan responden berjenis kelamin laki-laki berjumlah 50 orang (41,7%) responden.

5.1.3. Akne Vulgaris

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Status Responden

Status Responden Frekuensi(n) Persentase(%)

Akne Vulgaris 94 78,3

Non-Akne Vulgaris 26 21,7

Total 120 100

Tabel diatas menunjukan responden yang mempunyai akne vulgaris memiliki frekuensi tertinggi sebanyak 94 orang (78,3%), sedangkan 26 orang (21,7%) tidak menderita akn vulgaris.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Akne Vulgaris Persentase(%)

Laki-laki 35 37,2

Perempuan 59 62,8

Total 94 100

(26)

5.1.4 Tidur Larut Malam

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Tidur Larut Malam

Waktu Tidur Malam Frekuensi(n) Persentase(%)

< pukul 23.00 27 22,5

≥ pukul 23.00 93 77,5

Total 120 100

Dari hasil penelitian dengan mendistribusikan kuesioner kepada 120 responden, ditemukan bahwa sebanyak 27 responden (22,5%) memiliki kebiasaan tidur <pukul 23.00 WIB dan 93 responden (77,5%) tidur ≥ pukul 23.00 WIB.

Tabel 5.6 Distribusi Durasi Tidur Larut Malam

Durasi Total

<3 bulan >3 bulan

Waktu Tidur <23.00WIB 6 21 27

Malam ≥23.00WIB 25 68 93

Total 31 89 120

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa 68 orang (73,12%) memiliki kebiasaan tidur ≥ pukul 23.00 WIB selama >3 bulan dan 25 orang (26,88%) selama <3 bulan. Sedangkan, 21 orang (77,78%) mengatakan sebaliknya yaitu memiliki kebiasaan tidur <pukul 23.00 WIB selama >3 bulan dan 6 orang (22,22%) selama <3 bulan.

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Jumlah Waktu Tidur Malam

Jumlah Waktu Tidur Malam

Frekuensi(n) Persentase(%)

<7 jam(kurang) 77 64,2

(27)

Total 120 100

Dari tabel 5.7. didapati bahwa 77 orang (64,2%) dari 120 orang memiliki jumlah waktu tidur malam yang “kurang” (<7 jam sehari). Sedangkan, 43 orang (35,8%) memiliki jumlah waktu tidur malam yang “cukup” ( 7 jam).

5.1.5 Hubungan Tidur Larut Malam dengan kejadian Akne Vulgaris

Tabel 5.8 Ditribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Tidur Larut Malam

Waktu Tidur Malam Total p value

<23.00

Dari tabel 5.8 dapat dilihat bahwa, 26 orang (96,3%) mengalami akne vulgaris yang memiliki kebiasaan tidur < pukul 23.00 WIB, dan hanya 1 orang (3,7%) tidak mengalami akne vulgaris yang memiliki kebiasaan tidur < pukul 23.00 WIB. Sedangkan, 68 orang (73,1%) mengalami akne vulgaris yang memiliki kebiasaan tidur ≥ pukul 23.00 WIB dan 25 orang (26,9%) tidak mengalami akne vulgaris yang memiliki kebiasaan tidur ≥ pukul 23.00 WIB. Dengan perhitungan uji chi-square didapati bahwa terdapat hubungan antara tidur larut malam terhadap kejadian akne vulgaris, dimana p value <0,05.

(28)

Tabel 5.9 Ditribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan

Berdasarkan tabel diatas, terdapat 77 orang dengan kuantitas tidur “kurang” (<7 jam/hari), 65 orang (84,4%) menderita akne dan 12 orang (15,6%) tidak menderita akne vulgaris. Terdapat 43 orang dengan kuantitas tidur cukup (≥7 jam/hari), 29 orang (67,4%) menderita akne vulgaris dan 14 orang (32,6%) tidak menderita akne vulgaris. Sedangkan, dengan perhitungan uji chi-square didapati bahwa terdapat hubungan antara jumlah waktu tidur malam terhadap kejadian akne vulgaris, dimana p value <0,05.

5.2 Pembahasan

Dari hasil penelitian pada data tabel 5.8. dijumpai 120 orang, diketahui bahawa 26 orang (96,3%) mengalami akne vulgaris yang memiliki kebiasaan tidur < pukul 23.00 WIB, dan hanya 1 orang (3,7%) tidak mengalami akne vulgaris yang memiliki kebiasaan tidur < pukul 23.00 WIB. Sedangkan, 68 orang (73,1%) mengalami akne vulgaris yang memiliki kebiasaan tidur ≥ pukul 23.00 WIB dan 25 orang (26,9%) tidak mengalami akne vulgaris yang memiliki kebiasaan tidur ≥ pukul 23.00 WIB.

(29)

menderita akne vulgaris dan 14 orang (32,6%) tidak menderita akne vulgaris.

Kesimpulan dari hasil penelitian saya adalah terdapat hubungan antara tidur larut malam dan jumlah waktu tidur malam terhadap kejadian akne vulgaris dengan nilai p < 0,05. Hal ini serupa dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kubota et al., dimana kurangnya tidur sebagai salah satu faktor yang memicu timbul dan eksaserbasi akne, begitu juga dengan hasil penelitian Pujiastuti dimana terdapat hubungan antara waktu tidur malam dengan terjadinya akne vulgaris.

Akne vulgaris merupakan penyakit peradangan kronik pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista.Tidur larut malam dapat menyebabakan terjadinya pengurangan waktu tidur normal. Jika durasi tidur yang kurang mempengaruhi timbulnya akne vulgaris secara tidak langsung.

Durasi tidur yang kurang menyebabakan seseorang akan rentan terhdap stres. Stres akan merangsang hipotalamus untuk memproduksi Corticotropin Releasing Factor (CRF), CRF inilah yang akan menstimulasi hipofisis anterior, sehingga terjadi peningkatan kadar Adenocorticotropin Hormon (ACTH). Terjadinya peningkatan kadar ACTH dalam darah akan menyebabkan aktivitas korteks adrenal meningkat. Salah satu hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal adalah hormon androgen, sehingga aktivitas korteks yang meningkat akan mengakibatkan peningkatan kadar hormon androgen. Jadi, peningakatan hormon androgen ini berperan penting dalam timbulnya akne (Kurniawan, 2011).

Selain itu,stress akibat kurang tidur juga dapat menyebabkan tubuh meningkatkan produksi mediator-mediator sitokin proinflamasi seperti IL-6 dan TNF-α. Sitokin tersebut memiliki kandungan protein tinggi yang merupakan penyebab utama akne jika konsentrasinya terlalu banyak. Peran sitokin ini adalah meningkatkan sekresi lipid tubuh dari kelenjar sebasea dan membuat kulit lebih cenderung mengalami akne.

(30)

potensi untuk pembentukan akne.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan analisis statistik yang didapat, maka saya menyimpulkan:

1. Dari jumlah total 120 responden, dijumpai sebanyak 94 responden (78,3%) menderita akne vulgaris. Dengan 35 orang berjenis kelamin laki-laki dan 59 orang lainnya berjenis kelamin perempuan.

2. Dari 120 responden, ditemukan bahwa sebanyak 27 responden (22,5%) memiliki kebiasaan tidur <pukul 23.00 WIB dan 93 responden (77,5%) tidur ≥ pukul 23.00 WIB.

3. Diketahui bahwa 77 orang (64,2%) dari 120 responden memiliki jumlah waktu tidur malam yang “kurang” (<7 jam sehari).

4. Hasil analisa statistik dalam penelitian ini adalah bahwa ada hubungan antara tidur larut malam dengan terjadinya akne vulgaris.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lain dengan metode kohort prospektif untuk menilai faktor resiko lain seperti konsumsi makanan, kosmetik, herediter, kebersihan dan psikis dengan standar nilai yang lebih objektif untuk mengamati interaksi berbagai faktor resiko sekaligus sehingga dapat diperoleh faktor resiko yang lebih berperan dalam kaitannya dengan terjadinya akne vulgaris dengan populasi yang lebih besar.

(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi

Akne Vulgaris adalah penyakit peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista. Tempat predileksi terjadi akne vulgaris adalah pada daerah yang padat kelenjar minyak seperti wajah, bahu, bagian atas dari ekstremitas superior, dada, dan punggung. Akne vulgaris menjadi masalah pada hampir semua remaja. Acne minor adalah suatu bentuk akne yang ringan, dan dialami oleh 85% para remaja. Gangguan ini masih dapat dianggap sebagai proses fisiologik. Lima belas persen remaja menderita Acne major, yang cukup hebat sehingga mendorong mereka untuk berobat ke dokter (Widjaja, 2013).

2.1.2 Epidemiologi

Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Kligman mengatakan bahwa tidak ada seorang pun (artinya 100%), yang sama sekali tidak pernah menderita penyakit ini. Penyakit ini memang jarang terdapat pada waktu lahir, namun ada kasus yang terjadi pada masa bayi. Umumnya insidens terjadi pada sekitar umur 14-17 tahun pada wanita, 16-19 tahun pria dan pada masa itu lesi yang dominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat lesi beradang (Wasitaatmadja, 2010).

Pada seorang gadis akne vulgaris dapat terjadi pada masa premenarche. Setelah masa remaja kelainan ini berangsur berkurang. Namun kadang-kadang, terutama pada wanita, akne vulgaris menetap sampai dekade umur 30-an atau bahkan lebih. 12% pada wanita dan 5% pada pria diusia 25 tahun memiliki akne. Bahkan pada usia 45 tahun, 5% pria dan wanita memiliki akne (Fulton, 2009).

(32)

terjadi pada pria. Diketahui pula bahwa ras Oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang menderita akne vulgaris dibanding dengan ras Kaukasia (Eropa, Amerika), dan lebih sering terjadi nodul-kistik pada kulit putih daripada negro. Akne vulgaris mungkin familial, namun karena tingginya prevalensi penyakit hal ini sukar dibuktikan. Dari sebuah penelitian diketahui bahwa mereka yang bergenotip XYY mendapat akne vulgaris yang lebih berat (Wasitaatmadja, 2010).

2.1.3 Etiologi

Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi banyak faktor yang berpengaruh. 1. Sebum

Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Akne yang keras selalu disertai pengeluaran sebore yang banyak (Widjaja, 2013).

2. Bakteria

Mikroba yang terlibat pada terbentuknya jerawat adalah Corynebacterium acnes, Staphylococcus epidermis, dan Pityosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini, yang terpenting yakni C. acnes, yang bekerja secara tak langsung (Widjaja, 2013).

3. Herediter

Faktor herediter/genetik sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar palit (glandula sebacea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas akne, kemungkinan besar anaknya akan menderita akne (Widjaja, 2013).

4. Hormon, diantaranya a) Hormon androgen

Hormon ini memegang peranan yang penting karena kelenjar palit sangat sensitif terhadap hormon ini. Hormon androgen berasal dari testis dan kelenjar anak ginjal (adrenal). Hormon ini menyebabkan kelenjar palit bertambah besar dan produksi sebum meningkat (Widjaja, 2013).

b) Estrogen

(33)

produksi sebum (Widjaja, 2013). c) Progestron

Progestron, dalam jumlah fisiologik, tidak mempunyai efek pada efektifitas terhadap kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama siklus menstruasi, akan tetapi kadang-kadang progestron dapat menyebabkan akne premenstrual (Widjaja, 2013).

5. Diet

Beberapa pengarang terlalu membesar-besarkan pengaruh makanan terhadap akne akan tetapi dari penyelidikan terakhir ternyata diet sedikit atau tidak, berpengaruh terhadap akne (Harahap,2000).

Walaupun beberapa penderita menyatakan akne bertambah parah setelah mengkonsumsi makanan tertentu. Jenis makanan yang sering dihubungkan dengan timbulnya akne adalah makanan yang tinggi lemak (kacang, coklat, daging berlemak, susu, es krim), makanan tinggi karbohidrat (sirup manis), makanan yang beryodida tinggi (makanan asal laut), makanan cepat saji dan pedas. Pola makanan yang tinggi lemak jenuh dan tinggi glukosa susu dapat meningkatkan konsentrasi insulin-like growth factor (IGF-I) yang dapat merangsang produksi hormon androgen yang meningkatkan produksi jerawat. 6. Iklim

Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah parah pada saat musim dingin dan akan membaik pada musim panas.

Sinar ultraviolet (u.v) mempunyai efek membunuh bakteri pada permukaan kulit. Selain itu, sinar ini juga dapat menembus epidermis bagian bawah dan bagian atas dermis sehingga berpengaruh pada bakteri yang berada di bagian dalam kelenjar palit. Sinar u.v juga dapat mengadakan pengelupasan kulit yang dapat membantu menghilangkan sumbatan saluran pilosebasea (Widjaja, 2013).

(34)

7. Psikis

Pada beberapa penderita, stres dan gangguan emosi dapat menyebabkan eksaserbasi akne. Kecemasan menyebabkan penderita memanipulasi aknenya secara mekanis, sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel dan timbul lesi meradang yang baru (Widjaja, 2013).

Stres psikis akan merangsang hipotalamus untuk memproduksi Corticotropin Releasing Factor (CRF), CRF inilah yang akan menstimulasi hipofisis anterior, sehingga terjadi peningkatan kadar Adenocorticotropin Hormon (ACTH). Terjadinya peningkatan kadar ACTH dalam darah akan menyebabkan aktivitas korteks adrenal meningkat. Salah satu hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal adalah hormon androgen, sehingga aktivitas korteks yang meningkat akan mengakibatkan peningkatan kadar hormon androgen. Jadi, peningakatan hormon androgen ini berperan penting dalam timbulnya akne (Kurniawan, 2011).

8. Kosmetika

Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu seperti lanolin, petrolatum, minyak tumbuh-tumbuhan dan bahan-bahan kimia murni (butil stearat, lauril alkohol, bahan pewarna merah D dan C, dan asam oleik), secara terus menerus dalam waktu lama dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang terutama terdiri dari komedo tertutup dengan lesi papulopustular pada pipi dan dagu (Widjaja, 2013).

9. Bahan-bahan kimia

Beberapa macam bahan kimia dapat menyebabkan erupsi yang mirip dengan akne (acneiform-eruption), antara lain yodida, kortikosteroid, obat anti konvulsan (difenilhidantoin, fenobarbital dan trimetandion), tetrasiklin, dan vitamin B12 (Widjaja, 2013).

2.1.4 Patogenesis

Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne : 1. Kenaikan ekskresi sebum

(35)

minyak membesar dan mengeluarkan sebum lebih banyak. Pertumbuhan kelenjar sebasea dan produksi sebum dipengaruhi oleh hormon androgen. Pada penderita akne terdapat peningkatan hormon androgen dalam darah yang akan diubah ke dalam bentuk metabolit yang lebih aktif (5-alfa dihidrotestosteron). Hormon ini akan mengikat reseptor androgen di sitoplasma yang akan menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum (Widjaja, 2013).

Produksi sebum meningkat pada penderita akne disebabkan oleh respon organ akhir yang berlebihan (end-organ hyperresponse) pada kelenjar sebasea terhadap kadar normal androgen dalam darah. Terbukti bahwa, pada kebanyakan penderita, lesi akne hanya ditemukan dibeberapa tempat yang kaya akan kelenjar sebasea (Widjaja, 2013).

Akne mungkin juga berhubungan dengan komposisi lemak. Sebum bersifat komedogenik tersusun dari campuran skualen, lilin (wax), ester dari sterol, kolesterol, lipid polar, dan trigliserida. Pada penderita akne terdapat kecenderungan mempunyai kadar skualen dan ester lilin (wax) yang tinggi, sedangkan kadar asam lemak, terutama asam linoleik, rendah. Mungkin hal ini ada hubungan dengan terjadinya hiperkeratinisasi pada saluran pilosebasea (Widjaja, 2013).

2. Keratinisasi folikel

Keratinisasi pada saluran pilosebasea disebabkan oleh adanya penumpukan korneosit dalam saluran pilosebasea. Penumpukan ini dapat disebabkan oleh peningkatan produksi korneosit, pelepasan korneosit yang tidak adekuat, atau pun kombinasi dari kedua faktor tersebut.

(36)

yang menimbulkan peradangan. Walaupun asam linoleik merupakan unsur penting dalam seramaid-1, lemak lain mungkin juga berpengaruh pada patogenesis akne. Kadar sterol bebas juga menurun pada komedo sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kolesterol bebas dengan kolesterol sulfat, sehinggga adhesi korneosit pada akroinfundibulum bertambah dan terjadi hiperkeratosis folikel (Widjaja, 2013).

3. Bakteri

Tiga macam mikroba yang terlibat dalam patogenesis akne adalah Corynebacterium Acnes (Proprionibacterium Acnes), Staphylococcus

epidermidis dan Pityrosporum ovale (Malassezia furfur). Tampaknya ketiga macam bakteri ini bukanlah penyebab primer pada proses patologis akne. Beberapa lesi mungkin timbul tanpa ada mikroorganisme yang hidup, sedangkan pada lesi yang lain mikroorganisme mungkin memegang peranan penting. Bakteri yang berdiam di dalam folikel (resident bacteria) mengadakan eksaserbasi tergantung pada lingkungan mikro dalam folikel tersebut. Menurut hipotesis Saint-Leger skualen yang dihasilkan oleh kelenjar palit dioksidasi di dalam folikel dan hasil oksidasi ini menjadi penyebab terjadinya komedo (Widjaja, 2013).

4. Peradangan

Pencetus kemotaksis adalah dinding sel dan produk yang dihasilkan oleh Corynebacterium Acnes, seperti lipase, hialuronidase, protease, lesitinase, dan neuramidase, memegang peranan penting pada proses peradangan.

Faktor kemotaktik yang berberat molekul rendah (tidak memerlukan komplemen untuk bekerja aktif), bila keluar dari folikel dapat menarik lekosit nukleus polimorfi (PMN) dan limfosit. Bila masuk ke dalam folikel, PMN dapat mencerna Corynebacterium Acnes dan mengeluarkan enzim hidrolitik yang bisa menyebabkan kerusakan dari folikel pilosebasea. Limfosit merupakan pencetus terbentuknya sitokin.

(37)

disertai oleh makrofag dan sel-sel raksasa. Pada fase permulaan peradangan yang ditimbulkan oleh Corynebacterium Acnes, juga terjadi aktivasi jalur komplemen klasik dan alternatif (classical and alternative complement pathways). Respon pejamu terhadap mediator juga amat penting. Selain itu antibodi terhadap Corynebacterium Acnes juga meningkat pada penderita akne hebat (Widjaja, 2013).

2.2 Hubungan Tidur Larut Malam dan Kejadian Akne Vulgaris

Tidur larut malam dapat menyebabkan terjadinya pengurangan waktu tidur normal. Jika tubuh tidak mendapatkan cukup istirahat, seseorang akan rentan terhadap stres. Terjadinya stres yang dapat memicu kegiatan kelenjar sebasea, baik secara langsung atau melalui rangsangan terhadap kelenjar hipofisis (Wasitaatmadja, 2010). Peningkatan produksi sebum berhubungan dengan peningkatan asam lemak bebas yang bersifat komedogenik yang merupakan salah satu dasar patogenesis akne. Stres juga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, sehingga dapat memperlambat penyembuhan akne yang sudah ada (Sonkushre, 2011).

Selain itu, kurang tidur dapat menyebabkan peradangan sistemik. Laporan Journal of Clinical Endocrinology dan Metabolisme, menyatakan bahwa tidur yang tidak memadai memicu peningkatan inflamasi sitokin. Peningkatan tersebut di dalam tubuh meningkatkan kecenderungan terjadinya peradangan. Seperti diketahui, bahwa akne terjadi kerana adanya peradangan pada pori-pori yang tersumbat. Peradangan akne semakin mudah timbul akibat peningkatan jumlah sitokin dalam tubuh (Sonkushre, 2011).

(38)

semua jaringan, termasuk folikel yang kemudian dapat menimbulkan akne. Insulin dan IGF-1 menstimulasi sintesis androgen pada jaringan testis dan ovarium. Lebih lanjut, insulin dan IGF-1 menginhibisi sintesis sex hormone binding protein (SHBP) di hepar sehingga bioavailability androgen meningkat (Goklas, 2011).

Tidur larut malam juga menyebabkan perubahan kerangka mental dan emosional yang dapat menyebabkan depresi. Depresi menciptakan sikap negatif dalam pikiran seseorang yang menghambat keseluruhan kesejahteraan. Secara keseluruhan, kesehatan yang buruk mengurangi kemampuan penyembuhan tubuh. Dengan demikian, mempengaruhi akne dengan cara yang negatif (Wahyuningsih, 2011).

Meskipun tidur larut malam tidak memberikan kontribusi terhadap pembentukan akne secara langsung, namun faktor-faktor yang dihasilkan bertanggung jawab untuk pembentukan akne (Sonkushre, 2011).

2.3 Tidur

2.3.1 Fisiologi Tidur

Tidur adalah suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya (Guyton, 2007). Beberapa ahli berpendapat bahawa tidur diyakini dapat memulihkan tenaga kerana tidur memberikan waktu untuk perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh untuk periode keterjagaan berikutnya (Potter, 2005).

(39)

2.3.2 Tahapan Tidur

Tidur dapat dibagi menjadi 2 tahap yaitu fase Rapid Eye Movement (REM) dan fase Non Rapid Eye Movement (NREM). Fase awal tidur didahului fase NREM kemudian diikuti fase REM.

1. Fase NREM

Menurut Andayani (2009), tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu: Stadium 1: saat transisi antara bangun penuh dan tidur, sekitar 30 detik sampai 7 menit dengan karakteristik gelombang otak low-voltage pada pemeriksaan electroencephalografi (EEG).

Stadium 2 : Juga ditandai dengan gelombang otak low-voltage pada EEG. Perbedaan dengan stadium 1 adalah adanya gelombang high voltage yang disebut “sleep spindles” dan K complexes.

Stadium 3 & 4 : sering disebut tidur yang dalam atau “delta sleep”. EEG menunjukkan gelombang yang lambat dengan amplitudo tinggi.

Fase tidur NREM biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit. Setelah itu akan masuk ke fase REM.

2. Fase REM

Ditandai oleh periode autonom yang bervariasi, seperti perubahan detak jantung, tekanan darah, laju pernapasan, dan berkeringat. Pada stadium inilah mimpi saat tidur terjadi (Andayani, 2009).

(40)

2.3.3 Kebutuhan Tidur Menurut Usia

Menurut National Sleep Foundation (2011), kebutuhan tidur menurut usia diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 2.1: Kebutuhan Tidur menurut Usia

Umur Kebutuhan Tidur (jam/hari) Bayi baru lahir (0-2 bulan) 10.5-18

Bayi (3-11 bulan) 14-15

Balita (1-3 tahun) 12-14

Anak usia prasekolah (3-5 tahun) 11-13 Anak usia sekolah (5-12 tahun) 10-11

Remaja (12-18 tahun) 8,5-9,5

Dewasa >18 tahun 7-9

2.3.4 Efek Kekurangan Tidur Pada Kesehatan

Kekurangan tidur merupakan hasil dari periode terbangun yang semakin panjang atau menurunnya waktu tidur setiap harinya. Beberapa referensi menyatakan penurunan jumlah tidur yang dimaksud adalah kurang dari 7 jam (Watson et al, 2010).

Menurut American Academy of Sleep Medicine (2008), dampak dari kekurangan tidur dapat terlihat pada berbagai aspek psikologis seperti terhadap mood. Gangguan dalam mood ditunjukkan dalam bentuk lekas marah(Irritability), kurang motivasi, cemas dan simtom depresi. Dampak dari kurang tidur bisa juga mengakibatkan menurunnya fungsi kognitif dan gangguan pada respon refleks. Gangguan pada fungsi kognitif dapat muncul dalam bentuk: kurang konsentrasi, waktu reaksi yang lama, kurang energi, lelah, gelisah dan pengambilan keputusan yang tidak baik. Kekurangan tidur juga meningkatkan kondisi medis seperti tekanan darah tinggi, serangan jantung, dan obesitas.

(41)

Selain itu, durasi tidur mungkin memiliki efek pada fungsi endokrin. Khususnya, durasi tidur yang pendek dikaitkan dengan kadar leptinnya menurun (menekan asupan makanan) dan peningkatan bersamaan dalam kadar ghrelin (merangsang nafsu makan). Temuan ini menunjukkan ada hubungan antara kurang tidur dan obesitas (Rosenthal, 2009).

2.4 Gejala Klinik Akne Vulgaris

Lesi akne vulgaris terdiri dari lesi inflamasi dan non inflamasi. Lesi inflamasi berupa papul, pustul, nodul atau kista. Sedangkan lesi non inflamasi berupa komedo tertutup (white comedo) dan komedo terbuka (black comedo). Menurut Wasitaatmadja (2010), komedo berwarna hitam (black comedo) karena mengandung unsur melanin dan berwarna putih (white comedo) karena letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung melanin. Lokasi lesi terutama timbul di daerah yang banyak mempunyai kelenjar minyak seperti muka, punggung, dan dada (Widjaja, 2013).

2.5 Gradasi Akne Vulgaris

(42)

Catatan: sedikit <5, beberapa 5-10, banyak > 10 lesi Tak beradang: komedo putih, komedo hitam, papul Beradang: pustule, nodus, kista

b) Menurat American Academy of Dermatology klasifikasi akne adalah sebagai berikut:

Table 2.2 : Concensus Conference on Ane Clasification

Klasifikasi Komedo Papul/Pustul Nodul

Ringan <25 <10 (-)

Sedang >25 10-30 <10

Berat (-) >30 >10

2.6 Diagnosis Akne Vulgaris

Diagnosis akne vulgaris dibuat atas dasar klinis dan pemeriksaan ekskohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor (sendok Unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam (Wasitaatmadja, 2010).

Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik berupa serbukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebasea dengan massa sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti dengan jaringan ikat pembatas massa cair sebum bercampur dengan darah, jaringan mati, dan keratin yang lepas (Wasitaatmadja, 2010).

Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan laboratorium mikrobiologi yang lengkap untuk tujuan penelitian, namun hasilnya sering tidak memuaskan (Wasitaatmadja, 2010).

(43)

2.7 Diagnosis Banding Akne Vulgaris a. Erupsi akneiformis

Disebabkan oleh induksi obat (kortikosteroid, INH, barbiturat, yodida, bromida, difenil hidantoin, dll). Klinis berupa erupsi papulo pustul mendadak tanpa adanya komedo di hampir seluruh bagian tubuh. Dapat disertai demam dan dapat terjadi di semua usia (Wasitaatmadja, 2010).

b. Rosasea

Penyakit peradangan kronik di daerah muka dengan gejala eritema, pustul, telangiektasi dan kadang-kadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo kecuali bila kombinasi dengan akne (Wasitaatmadja, 2010). c. Dermatitis perioral

Terutama pada wanita dengan gejala klinis polimorfi eritema, papul, pustula, dan di sekitar mulut yang terasa gatal (Wasitaatmadja, 2010).

d. Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisis.Umumnya lesi monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul,dengan tempat predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsangan fisisnya (Wasitaatmadja, 2010).

2.8 Penatalaksanaan Akne Vulgaris

Penatalaksanaan akne vulgaris meliputi usaha untuk mencegah terjadinya erupsi (preventif) dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang terjadi (kuratif). 2.8.1 Pengobatan Topikal

a) Retinoid topikal merupakan obat dengan efek komedolitik dan antiinflamasi.

Obat ini menormalkan hiperkeratinisasi dan hiperproliferasi folikel yang terjadi. Retinoid topikal ini mengurangi jumlah mikrokomedo, komedo, dan lesi meradang. Obat ini dapat digunakan sendiri saja ataupun kombinasi dengan obat-obat akne lainnya. Sediaan yang sering termasuk adapalene, tazanotene, dan tretinoin (Fulton, 2009).

(44)

Resistensi dapat dikurangi jika dikombinasi dengan benzoil peroksida. Sediaan obat yang sering dipakai adalah eritromisin dan klindamisin (Fulton, 2009).

c) Produk-produk benzoil peroksida juga efektif digunakan untuk melawan P.acnes, dan belum terbukti adanya resistensi pada obat ini (Fulton, 2009).

2.8.2 Pengobatan Sistemik

Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan aktivitas jasad renik, dapat juga mengurangi reaksi radang, menekan produksi sebum dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan ini terdiri atas:

a) Antibakteri sistemik : tetrasiklin (250mg-1 g/hari), eritromisin (4x250 mg/ hari), doksisiklin(50mg/hari), trimetoprim (3x100 mg/hari) efektif untuk melawan P acnes (Wasitaatmadja, 2010).

b) Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara kompetitif menduduki reseptor organ target di kelenjar sebasea misalnya estrogen (50mg/hari selama 21 hari dalam sebulan) atau antiandrogen siproteron asetat (2mg/hari). Pengobatan ini ditujukan untuk penderita wanita dewasa yang gagal dengan pengobatan lain. Kortikosteroid sistemik seperti prednisone dan deksametason diberikan untuk menekan peradangan dan menekan sekresi kelenjar adrenal (Wasitaatmadja, 2010).

c) Vitamin A dan retinoid oral.

d) Obat lainnya, misalnya antiinflamasi non steroid ibuprofen (600mg/hari), dapson (2 x100mg/hari),seng sulfat (2x200 mg/hari) diberikan untuk menekan peradangan dan menekan sekresi kelenjar adrenal (Wasitaatmadja, 2010).

2.8.3 Bedah Kulit

(45)

adalah bedah scalpel, bedah listrik, bedah kimia, bedah beku, dan dermabrasi. Tindakan bedah ini dilakukan setelah akne vulgarisnya sembuh.

2.9 Pencegahan

1) Menghindari peningkatan jumlah sebum dan perubahan isi sebum a) Diet rendah lemak dan karbohidrat.

b) Minum air putih minimal 8 gelas sehari, dengan air putih yang cukup kulit akan lebih elastis dan metabolisme tubuh menjadi lancar dan normal dan detokfikasi tubuh dalam keluar.

c) Melakukan perawatan kulit.

d) Mandi sesegera mungkin setelah aktifitas berkeringat.

e) Cuci muka dengan sabun dan air hangat 2 kali sehari. Jangan mencuci muka berlebihan dengan sabun (6-8 kali sehari) karena dapat menyebabkan akne detergen.

f) Dapat juga menggunakan cairan cleanser, tetapi hindari menggunakan scrub yang malah dapat mengiritasi kulit dan dapat memperparah akne. g) Hindari pemakaian anti septik atau medicated soap yang sering

mengakibatkan kulit menjadi iritasi. 2) Menghindari faktor pemicu terjadinya akne

a) Hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga sesuai kondisi tubuh, hindari stres.

b) Penggunaan kosmetika secukupnya, baik banyaknya maupun lamanya. c) Hindari bahan kosmetika yang berminyak, tabir surya, produk pembentuk

rambut atau penutup jerawat.

d) Menjauhi terpacunya kelenjar minyak, misalkan minuman keras, rokok, polusi debu, lingkungan yang tidak sehat dan sebagainya.

(46)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jerawat, atau dalam bahasa medisnya disebut akne, merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak dijumpai secara global pada remaja dan dewasa muda (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis akne vulgaris sering polimorfi; terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul, nodus, dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik ( Wasitaatmadja, 2010 ).

Di Amerika Serikat, 85% dari penduduk usia 12-24 tahun menderita akne vulgaris (Ismail, 2012). Dan data yang hampir serupa didapati pada sebagian besar dunia barat. Di Afrika, menurut Husain (2009) melalui sebuah studi cross sectional, didapati prevalensi akne vulgaris pada remaja sebesar 90.7%. Di Indonesia pula, akne vulgaris mempengaruhi 85-100% orang, sedangkan menurut catatan kelompok studi dermatologi kosmetika Indonesia, menunjukkan terdapat 60% penderita akne vulgaris pada tahun 2006 dan 80% pada tahun 2007 (Kabau, 2012). Umumnya insidens terjadinya akne vulgaris sekitar umur 14-17 tahun pada wanita, 16-19 tahun pada pria (Yuindartanto, 2009).

Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi banyak faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya akne antara lain genetik, endokrin, faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim, infeksi bakteri (Propionibacterium acnes), kosmetika, dan bahan kimia yang lainnya (Widjaja, 2013).

(47)

tidur kemungkinan akan mengalami hal-hal seperti: peningkatan faktor-faktor inflamasi, peningkatan resistensi insulin dan peningkatan level stress. Dimana hal-hal tersebut di atas dapat berpengaruh dalam patogenesis akne vulgaris (Vgontzas, 2004).

Jadi, tidur larut malam menjadi suatu faktor yang berkaitan dengan pencetus akne tidak jelas benar. Namun, suatu studi epidemiologi akne vulgaris dilakukan di Jepang pada tahun 2010 oleh Jepang Journal of Dermatology, dari 859 responden yang disurvei 55.5% menyatakan bahwa kurangnya tidur sebagai salah satu faktor yang memicu timbul dan eksaserbasi akne (Kubota et al., 2010).

Maka durasi tidur malam yang kurang untuk mendapatkan akne vulgaris lebih cenderung meningkat. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti hubungan antara tidur larut malam dengan terjadinya akne vulgaris pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan antara tidur larut malam dengan terjadinya akne vulgaris?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tidur larut malam dengan terjadinya akne vulgaris. 1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui angka kejadian akne vulgaris di kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteraan Universitas Sumatera Utara angkatan 2011,2012 dan 2013. 2. Mengetahui jumlah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara angkatan 2011, 2012 dan 2013 yang tidur larut malam.

(48)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1) Sebagai informasi tambahan bagi peneliti, subyek penelitian, dan pembaca mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya akne vulgaris.

2) Membantu memberi informasi tambahan mengenai pencegahan akne vulgaris.

3) Sebagai pembelajaran bagi penelitian-penelitian mengenai akne vulgaris berikutnya secara lebih mendalam.

(49)

ii

ABSTRAK

Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit yang sering menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda. Penyebab akne multifaktorial antara lain: faktor genetik, hormonal, makanan, kosmetik, psikis dan kebiasaan tidur yang tidak sehat. Kebiasaan tidur larut malam diduga merupakan salah satu faktor pencetus akne oleh beberapa blog kecantikan dan sebagian masyarakat umum. Oleh karena itu, penelitian ini dibuat untuk mengetahui hubungan antara tidur larut malam dengan terjadinya akne vulgaris.

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran USU, mulai dari angkatan 2011-2013, dan melibatkan 120 orang mahasiswa yang memenuhi kriteria inklusi dengan metode consecutive sampling.

Dari penelitian didapati bahwa 94 orang (78,3%) dari responden menderita akne vulgaris. Dari 120 responden, ditemukan bahwa sebanyak 27 responden (22,5%) memiliki kebiasaan tidur <pukul 23.00 WIB dan 93 responden (77,5%) tidur ≥ pukul 23.00 WIB. Hasil analisa statistik dalam penelitian ini adalah bahwa ada hubungan antara tidur larut malam dengan terjadinya akne vulgaris.

(50)

iii

ABSTRACT

Acne vulgaris is a skin disease which often become problems for teenagers and young adults. Multifactorial causes of acne include: genetic, hormonal, food, cosmetic, psychological and bad sleep behaviour. The habit of late night sleep was estimated that can initiation of acne by some skin beauty blogs and some general community. Therefore, this study was made to determine the relationship between late night sleep with acne vulgaris.

This research is an analytic research with cross sectional study. This research was conducted at the Faculty of Medicine USU, from batch 2011-2013, and involved 120 students who fulfill the inclusion criteria with consecutive sampling method.

From the research found that 94 (78.3%) of the respondents suffered from acne vulgaris. From the 120 respondents, 27 respondents (22.5%) had a habit of sleeping <23:00 pm and 93 respondents (77.5%) ≥23:00 pm. Results of statistical analysis in this study is that there is a relationship between late night sleep with acne vulgaris.

(51)

HUBUNGAN ANTARA TIDUR LARUT MALAM DENGAN

TERJADINYA AKNE VULGARIS DI KALANGAN

MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA

Oleh :

DHEEBA A/P KUMARAVELOO

110100411

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(52)

HUBUNGAN ANTARA TIDUR LARUT MALAM DENGAN

TERJADINYA AKNE VULGARIS DI KALANGAN

MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan

Sarjana Kedokteran

Oleh :

DHEEBA A/P KUMARAVELOO

110100411

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(53)
(54)

ii

ABSTRAK

Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit yang sering menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda. Penyebab akne multifaktorial antara lain: faktor genetik, hormonal, makanan, kosmetik, psikis dan kebiasaan tidur yang tidak sehat. Kebiasaan tidur larut malam diduga merupakan salah satu faktor pencetus akne oleh beberapa blog kecantikan dan sebagian masyarakat umum. Oleh karena itu, penelitian ini dibuat untuk mengetahui hubungan antara tidur larut malam dengan terjadinya akne vulgaris.

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran USU, mulai dari angkatan 2011-2013, dan melibatkan 120 orang mahasiswa yang memenuhi kriteria inklusi dengan metode consecutive sampling.

Dari penelitian didapati bahwa 94 orang (78,3%) dari responden menderita akne vulgaris. Dari 120 responden, ditemukan bahwa sebanyak 27 responden (22,5%) memiliki kebiasaan tidur <pukul 23.00 WIB dan 93 responden (77,5%) tidur ≥ pukul 23.00 WIB. Hasil analisa statistik dalam penelitian ini adalah bahwa ada hubungan antara tidur larut malam dengan terjadinya akne vulgaris.

(55)

iii

ABSTRACT

Acne vulgaris is a skin disease which often become problems for teenagers and young adults. Multifactorial causes of acne include: genetic, hormonal, food, cosmetic, psychological and bad sleep behaviour. The habit of late night sleep was estimated that can initiation of acne by some skin beauty blogs and some general community. Therefore, this study was made to determine the relationship between late night sleep with acne vulgaris.

This research is an analytic research with cross sectional study. This research was conducted at the Faculty of Medicine USU, from batch 2011-2013, and involved 120 students who fulfill the inclusion criteria with consecutive sampling method.

From the research found that 94 (78.3%) of the respondents suffered from acne vulgaris. From the 120 respondents, 27 respondents (22.5%) had a habit of sleeping <23:00 pm and 93 respondents (77.5%) ≥23:00 pm. Results of statistical analysis in this study is that there is a relationship between late night sleep with acne vulgaris.

(56)

iv

KATA PENGANTAR

Salam sejahtera, puji syukur kepada Tuhan yang telah memberikan banyak kenikmatan salah satunya kemudahan, sehingga saat ini penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) denga judul “ Hubungan antara Tidur Larut Malam dengan terjadinya Akne Vulgaris di kalangan Mahasiswa FK USU Angkatan 2011-2013”, sebagai tahapan akhir pembelajaran dalam program studi Strata 1 Pendidikan Dokter Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih banyak kepada orang tua, bapak Encik. N. Kumaraveloo dan ibu Puan.P. Mariammah atas dukungannya berupa moral, materi, kasih sayang, dan doa, sehingga penulis dapat mengembang ilmu di Fakultas Kedokteran dan saat ini bisa menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah sebagai salah satu tugas meraih gelar Sarjana Kedokteran.

Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih banyak dan penghargaan yang tinggi kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan memberikan bantuan, antara lain:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD.KGEH atas izin penelitian yang diberikan.

2. Dosen Pembimbing dr. Richard Hutapea, SpKK (K) yang telah banyak berkorban waktu, tenaga, serta dukungan moral, dalam membimbing penulisan KTI ini.

3. Dosen Penguji dr. RR Sinta Irina, SpAn dan dr. Melati Silvanni Nasution, SpPD yang telah bersedia dengan sabar membantu penulis dalam menyempurnakan, menguji, dan menilai KTI ini.

4. Teman-teman seperjuangan yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian KTI ini.

(57)
(58)

vi

BAB 4 METODE PENELITIAN... 21

4.1 Jenis Penelitian... 21

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 21

4.3 Populasi Penelitian... 21

4.3.1 Populasi... 21

4.3.2 Kriteria Inklusi dan Ekslusi... 21

4.3.3 Sampel... 22

4.4 Teknik Pengumpulan Sampel... 23

4.5 Pengelolaan dan Analisis Data... 24

4.5.1 Pengelolaan Data... 24

4.5.2 Analisis Data... 25

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 26

5.1 Hasil Penelitian... 26

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 26

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden... 26

5.1.3 Akne Vulgaris... 27

5.1.4 Tidur Larut Malam... 28

5.1.5 Hubungan Tidur Larut Malam dengan kejadian Akne Vulagaris 29

5.2 Pembahasan... 30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 32

6.1 Kesimpulan... 32

6.2 Saran... 32

DAFTAR PUSTAKA... 33

(59)

vii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Kebutuhan Tidur menurut Usia... 13

2.2 Concensus Conference on Acne Classification... 15

3.1 Variabel, Cara Ukur, Alat Ukur,Hasil Ukur dan Skala Ukur...

20

4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner 23

5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Usia...

26 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan

Jenis Kelamin...

26 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Status

Responden Akne Vulgaris...

27 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan

Jenis Kelamin Akne Vulgaris...

27 5.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Tidur Larut

Malam...

28 5.6 Distribusi Durasi Tidur Larut Malam... 28 5.7 Distribusi Frekuensi Jumlah Waktu Tidur Malam 28

5.8 Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Tidur Larut Malam...

29 5.9 Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden

Berdasarkan Jumlah Waktu Tidur Malam...

(60)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka konsep antara tidur larut malam dan kejadian

(61)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup

Lampiran 2 Lembar Penjelasan Subjek Penelitian

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Inform Consent) Lampiran 4 Kuesioner Penelitian

Gambar

Tabel 3.1 Variabel, Cara ukur, Alat ukur, Hasil ukur dan Skala
Tabel 4.1. Hasil uji validitas dan realibilitas kuesioner
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Usia
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Jenis
+5

Referensi

Dokumen terkait

Harap penyetoran dilakukan pada Bank Pembangunan Daerah Provinsi DIY Cabang Bantul atau Bendahara Penerimaan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten

(5) Apabila pembayaran oleh Wajib Pajak atau kuasanya dilakukan ke Bendahara Penerima Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dalam jangka waktu 1 x 24

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah telah dilakukan pemeriksaan atau berdasarkan keterangan lain mengenai

Setelah formulir Pendaftaran ini diisi dan ditanda tangani, harap diserahkan kembali kepada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bantul langsung atau

Setelah formulir Pendaftaran ini diisi dan ditanda tangani, harap diserahkan kembali kepada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bantul langsung atau

Keuntungan orang yang hidup sederhana antara lain adalah. -

[r]

[r]