• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan self-efficacy dengan penyesuain diri pada pekerja outbonund freelance PT. Selaras Inti Prima Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan self-efficacy dengan penyesuain diri pada pekerja outbonund freelance PT. Selaras Inti Prima Indonesia"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN SELF-EFFICACY DENGAN

PENYESUAIAN DIRI PADA PEKERJA OUTBOUND

FREELANCE PT. SELARAS INTI PRIMA INDONESIA

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh

FEBRY MILIANSYAH

NIM:

203070014514

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2011 M

(2)
(3)

(4)

(5)

(6)

Abstraksi

(A) Fakultas PsikologiUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B) Maret 2011

(C) Febry Miliansyah : 203070014514

(D) Hubungan antara self efficacy dengan penyesuaian diri pada pekerja freelance outbound pt selaras inti prima indonesia

(E) Halaman xi+85 halaman+20 tabel+4 bagan+lampiran

(F) Keyakinan individu akan kemampuan dan kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan untuk mencapai tujuan dan mengatasi hambatan. Tinggi rendahnya hasil yang dicapai individu atas usahanya ikut ditentukan oleh penilaian individu akan kemampuannya untuk menyelesaikan suatu tugas. Semakin baik penilaian individu akan kemampuannya, maka individu cenderung bertambah yakin dalam menentukan hasil yang diinginkan serta merasa mampu meraihnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara self efficacy dengan penyesuaian diri pada pekerja freelance outbound pt selaras inti prima indonesia dan dapat mengetahui bagaimana cara meningkatkan self efficacy sehingga mempermudah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja, dengan cara belajar dari pengalaman yang berhasil dilakukan, memahami lebih dekat kemampuan diri sendiri dan menjaga kesehatan fisik serta psikis. dengan hasil penelitian ini, dapat diketahui gambaran mengenai tingkat self-efficacy, penyesuaian diri dan produktivitas kerja dari karyawan. Sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu bahan masukan bagi perusahaan dalam mengelola karyawan agar dapat menghasilkan kualitas kerja yang baik serta sebagai pertimbangan untuk perusahaan dalam mengambil langkah yang tepat ketika akan mengadakan penguatan atau pengembangan sumber daya manusia.

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bekerja dengan angka, yang datanya berwujud bilangan (skor atau nilai, peringkat, atau frekuensi), dianalisis dengan menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik dan untuk melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu mempengaruhi variable yang lain (Creswell dalam Alsa, 2004). Salah satu tujuan utamanya adalah untuk menemukan seberapa banyak karakteristik yang ada dalam populasi induk mempunyai karakteristik seperti yang terdapat pada sampel (creswell dalam Alsa, 2004).

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian korelasional untuk menentukan tingkat hubungan

(7)

variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Dan bertujuan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu (sevilla, et al, 1993). Sampel dalam penelitian ini sebanyak 40 orang yang terdiri dari 16 wanita dan 24 laki-laki.

Dari penelitian ini didapatkan hasil terdapat hubungan yang signifikan antara self efficacy dengan penyesuaian diri pekerja outbound freelance pt selaras inti prima Indonesia, dilihat dari hasil hipotesis diperoleh nilai koefisien korelasi antara self efficacy dengan penyesuaian diri adalah 0,891 denga signifikansi 0,000(sig<0,05), maka 0,891>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara self efficacy dengan penyesuaian diri pekerja out bound freelance pt selaras inti prima Indonesia.

Penelitian ini masih memerlukan penelitian lanjutan dengan penambahan responden dan akan lebih baik lagi jika responden dalam penelitian berasal dari berbagai perusahaan

(G) Bahan bacaan 10 (1886-2005) + 1 jurnal

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

1.1 Latar

Belakang

Setiap yang hidup memiliki kebutuhan yang harus terpenuhi untuk bertahan dan

melanjutkan tugas perkembangannya. Seiring dengan perubahan zaman dan

bertambahnya usia, individu juga memiliki kebutuhan yang terus bertambah, karena

adanya sebuah tingkat kebutuhan yang harus dilalui selama hidupnya. Untuk

pemenuhan kebutuhan hidup individu harus mengunakan kemampuan, ketrampilan

ataupun keahlian yang dimilikinya dengan cara bekerja. Dengan bekerja individu

akan mendapatkan hasil berupa upah atau imbalan yang dengan hal tersebut

segala kebutuhan baik primer maupun sekunder dapat terpenuhi.

Bekerja merupakan sarana terpenting bagi individu yang tidak dapat dipisahkan

dalam kehidupannya. Selain untuk memenuhi kebutuhan hidup yang bersifat

primer, dapat bekerja merupakan sebuah kesempatan individu untuk

mengaktualisasikan diri. Aktualisasi diri adalah kebutuhan untuk melakukan

pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki individu. Kebutuhan ini

mencakup kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan

secara penuh. Kebutuhan ini menekankan kebebasan dalam melaksanakan

pekerjaan (Munandar. 2001).

(19)

Strauss dan Sayless (1990), menyatakan bahwa orang bekerja pada dasarnya

bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan ini meliputi :

1. Kebutuhan Fisiologis, misalnya : kebutuhan rasa aman,

2. Kebutuhan Psikis, misalnya : kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan kerja,

3. Kebutuhan Sosial, misalnya : kebutuhan untuk membina persahabatan dengan

teman kerja.

Sebagian besar individu beranggapan tujuan pekerjaan adalah untuk mendapatkan

uang guna membeli kebutuhan sehari-hari, sehingga semakin besar gaji yang

ditawarkan semakin tertarik pula individu untuk memperoleh pekerjaan yang

ditawarkan. Hal ini menunjukkan kebutuhan individu seperti ; makan, minum,

pakaian dan perumahan akan mudah terpenuhi. Di masa sekarang, ketika

perkembangan ekonomi yang tidak menentu maka individu harus berjuang

memenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerjaan yang tersedia tidak hanya pekerjaan

yang bersifat tetap, tetapi juga pekerjaan yang bersifat lepas (freelance). Bekerja

tetap atau bekerja lepas tidak masalah bagi individu, asalkan dapat menghasilkan

uang atau imbalan dan mengaktualisasikan diri.

Menyukai kebebasan merupakan salah satu alasan individu memutuskan untuk

menjadi pekerja lepas. Kesempatan untuk mendapatkan tambahan penghasilan

dan terdorong dengan keinginan yang kuat untuk mengembangkan keahlian dalam

bidang yang ditekuni juga dapat menguatkan individu untuk bekerja lepas

(htt:/kerjalepas.com/default.asp). Yang tergolong dalam kelompok ini adalah tenaga

kerja muda yang menyukai gaya hidup yang lentur atau tidak terikat dalam waktu

(20)

yang lama. Dengan ini individu memanfaatkan waktu luang (di luar jam-jam kerja

tetap) untuk mendapatkan makna yang lebih besar (Munandar, 2001).

Merekrut karyawan dengan sistem kontrak sebagai pekerja harian lepas, bukan

sebagai pekerja tetap sudah banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang

bergerak pada penjualan jasa. PT. Selaras Inti Prima Indonesia (SIPI) atau lebih

dikenal dengan sebutan Selaras Outbound merupakan salah satu perusahaan

(provider Outbound) yang bergerak dalam bidang pelatihan dan pengembangan

sumber daya manusia dengan menggunakan pendekatan (metode) experiential

learning, adapun media yang digunakan bisa dialam bebas (outdoor activity) atau

media dalam ruangan (indoor activity). Selaras Outbound merupakan perusahaan

by project sehingga untuk lebih meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan

maka tenaga-tenaga freelance (pekerja lepas) lebih dibutuhkan dalam jumlah yang

relative banyak dibandingkan dengan pekerja tetap.

.

Pelibatan pekerja lepas pada provider outbound adalah untuk menjadi tenaga

fasilitator dan tim logistik. Fasilitator tugasnya adalah memfasilitasi jalannya

kegiatan, seperti mendampingi peserta pelatihan, memberikan instruksi mengenai

simulasi yang akan dimainkan, memimpin simulasi dan memandu jalannya

metafora atau sebuah metode penganalogian sebuah permainan dalam kegiatan

sehari-hari baik di tempat kerja maupun di kehidupan sehari-hari (Selaras

Outbound, 2007). Sedangkan tugas dari tim logistik adalah menyiapkan seluruh

perangkat pendukung simulasi selama kegiatan berlangsung.

(21)

Berbedanya situasi yang dihadapi pekerja lepas pada setiap proyek yang ditangani,

menuntut individu untuk bisa menyesuaikan diri secara baik. Crow & Crow (1956)

mengatakan jika individu sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

sekitar,maka individu tersebut akan mengalami suatu masalah dengan orang lain

atau pekerjaannya. Keberhasilan individu dalam menyesuaikan diri terhadap

lingkungan yang baru ditandai dengan kemampuan individu untuk memenuhi

tuntutan dan harapan perusahaan dan klien. Feldman (1989, 68) mengatakan

penyesuaian diri merupakan usaha individu untuk memenuhi tuntutan dan harapan

yang diberikan oleh lingkungan dimana individu berada, dalam hal ini adalah

perusahaan dan kliennya.

Individu yang berada dalam suatu perusahaan ataupun bagian dari tim kerja harus

mempunyai usaha untuk menyesuaikan diri dengan keadaan perusahaan, baik

yang meliputi penyesuaian diri dengan individu lain sebagai bagian dari tim kerja

maupun iklim lingkungan kerja itu sendiri serta klien yang selalu berbeda untuk

dihadapi. Hal ini karena tiap individu berbeda, baik karakter, maupun tujuan

hidupnya. Maka diharapkan individu mampu menjelaskan dirinya dengan

lingkungan dimana individu tersebut berada (Kartono, 1994).

Memberikan pelayanan yang memuaskan merupakan kunci agar suatu perusahaan

tetap mendapatkan penilaian positif dari setiap klien yang dihadapi. Kemajuan

perusahaan tergantung pada kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia

yang ada di dalamnya. J.Winardi (2001, 3) menyebutkan kemampuan individu

(22)

sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi pencapaian target perusahaan

selain variabel - variabel lain seperti motivasi, upaya (kerja) yang dikerahkan serta

pengalaman kerja sebelumnya. Kemampuan yang dimaksud bukan hanya sekedar

kemampuan secara teknis atau fisik, namun termasuk juga kemampuan diri untuk

berpikir , berbicara atau berpendapat, mengambil keputusan dan wawasan, baik

akademis maupun non akademis, kemampuan juga didasari oleh keyakinan

individu atas kemampuan yang dimiliki atau disebut juga self-efficacy. Seperti yang

dikatakan oleh Bandura (1997, 2-3) keyakinan terhadap kemampuan diri

mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir, merasa dan bertindak.

Tiap individu mempunyai pengalaman berhasil dan gagal dalam melaksanakan

tugas tertentu. Berdasarkan pegalaman yang diperoleh, individu memiliki

self-efficacy tertentu dalam mengerjakan suatu tugas. Keberhasilan yang pernah

diperoleh dengan baik akan mempengaruhi self-efficacy individu, jika bertemu

dengan tugas yang sama.

Steers & Porter (1983) dalam Kanungo (1994, 3), menjelaskan self-efficacy adalah

individu mampu menampilkan perilaku yang diinginkan dalam bekerja atau

individu dapat berperilaku sesuai dengan tuntutan pekerjaan, karena merasa

sanggup untuk melakukannya. William James (Goble, 1987, 94) menemukan

bahwa kebanyakan individu hanya menggunakan sebagian kecil dari seluruh

kemampuannya. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya rasa yakin akan potensi

atau kemampuan dan keterampilan yang dimiliki. Bila individu merasa yakin

(23)

akan kemampuan dan keterampilannya untuk melakukan sesuatu, maka dengan

sendirinya akan terdorong untuk berusaha mencapai hasil yang diiginkan atau

dapat dikatakan self-efficacy sangat berperan dalam pekerjaan. Seperti yang

dikemukakan Bandura (1997, 6), Keyakinan akan kemampuan diri sendiri

memainkan peran kunci dalam mencapai hasil yang diinginkan.

Dalam hal memantapkan tujuan yang telah ditargetkan oleh individu, self-efficacy

memberikan rasa yakin dan percaya diri kepada individu untuk tetap pada

tujuannya. Target yang dimiliki individu dapat mempengaruhi seberapa besar

usaha yang akan individu keluarkan. Bila individu tersebut memiliki tingkat

self-efficacy yang cukup tinggi, maka tidak akan ragu dalam menjalankannya

termasuk dalam menghadapi kesulitan. Semakin tinggi self-efficacy seseorang,

maka semakin tinggi pula tingkat ketahanannya.

Namun menurut Bandura (1997, 17) self-efficacy bersifat spesifik dalam tugas dan

situasi yang dihadapi. Individu dapat memiliki keyakinan yang tinggi pada suatu

tugas tertentu, namun pada situasi dan tugas yang lain tidak. self-efficacy juga

bersifat kontekstual, artinya tergantung pada konteks yang dihadapi. Umumnya

self-efficacy akan memprediksi dengan baik suatu tampilan yang berkaitan erat

dengan keyakinan tersebut. Sedangkan kemampuan dalam menyesuaian diri

secara baik ketika berhadapan dengan klien yang berbeda adalah tuntutan dan

harapan perusahaan untuk dapat memberikan pelayanan yang bagus.

(24)

Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti “apakah ada hubungan antara

Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada pekerja lepas (freelance) PT. Selaras

Inti Prima Indonesia?”.

1.2. Pembatasan

Masalah

Untuk menjaga agar penelitian ini terfokus dan tidak melebar jauh, maka penulis

membatasi masalah ini menjadi hal-hal sebagai berikut :

1. Self-efficacy adalah keyakinan individu akan kemampuan atau kompetensinya

atas kinerja tugas yang diberikan untuk mencapai sebuah tujuan dan mengatasi

hambatan.

2. Penyesuaian diri adalah usaha untuk memenuhi tuntutan dan harapan yang

diberikan oleh lingkungan dimana individu berada.

3. Subjek dalam penelitian ini pekerja out bound lepas (freelance) yaitu individu

yang pernah mengikuti training of trainer selaras outbound serta dilibatkan

dalam kegiatan-kegiatan selaras outbound sebagai fasilitator bekerja di mana

pekerjaannya tidak terikat aturan-aturan tertentu yang biasa dikenakan pada

karyawan penuh waktu di PT. Selaras Inti Prima Indonesia (SIPI).

1.3. Perumusan

Masalah

sesuai dengan latar belakang di atas, maka dapat di rumuskan masalah penelitian

sebagai berikut :

1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan

penyesuaian diri?

(25)

2. Apakah ada hubungan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada

freelance outbound berdasarkan jenis kelamin, masa kerja, usia, latar belakang

pendidikan, pengalaman organisasi dan status perkawinan?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan penelitian

penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

penyesuaian diri.pada freelance outbound?

3. Mengetahui apakah ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian

Diri berdasarkan pada freelance outbound berdasarkan jenis kelamin, masa

kerja, usia, latar belakang pendidikan, pengalaman organisasi dan status

perkawinan?

erharap bahwa dari penelitian yang penulis lakukan dapat

nyesuaian diri

dalam kajian psikologi khususnya di Fakultas Psikologi U I N Syarif

Hidayatullah Jakarta.

selanjutnya yang 1. Mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan

1.4.2 Manfaat penelitian

Secara teoritis, penulis b

bermanfaat, diantaranya sebagai berikut :

1. Pengembangan pengetahuan mengenai self-efficacy dan pe

2. Dapat dijadikan langkah awal dan motivasi bagi peneliti

berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan.

(26)

Secara praktis, penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat; diantaranya:

1. Karyawan freelance, dapat mengetahui bagaimana cara meningkatkan self

efficacy sehingga mempermudah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

tingkat self-efficacy, penyesuaian diri dan produktivitas kerja dari karyawan.

bagi perusahaan

dalam mengelola karyawan agar dapat menghasilkan kualitas kerja yang baik

untuk perusahaan dalam mengambil langkah yang

aspek ini agar tetap pada tinggat yang

diharapkan perusahaan dapat memberikan training atau pelatihan mengenai

konsep diri, self-efficacy dan penyesuaian diri serta memberikan semangat dan

ntuk dapat menjaga produktivitas kerja yang

Pada penulis

Psychologica

kerja, dengan cara belajar dari pengalaman yang berhasil dilakukan,

memahami lebih dekat kemampuan diri sendiri dan menjaga kesehatan fisik

serta psikis.

2. Perusahaan, dengan hasil penelitian ini, dapat diketahui gambaran mengenai

Sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu bahan masukan

serta sebagai pertimbangan

tepat ketika akan mengadakan penguatan atau pengembangan sumber daya

manusia. Untuk mendukung ketiga

motivasi kepada karyawannya u

diharapkan.

1.5 Kaidah

Penulisan

an penelitian ini, penulis menggunakan kaidah penulisan American

l Assocation (APA Style).

(27)

1.6 Sistematika

Penulisan

ermudah dalam membahas tema yang diteliti, penulis membagi

b, dengan sistematika sebagai berikut:

: Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan masalah, p Untuk memp

dalam lima ba

Bab 1

erumusan masalah,

penulisan.

Bab 2

angkut; definisi, perkembangan self-efficacy, faktor yang

ngka berfikir dan hipotesa.

atan penelitian dan metode penelitian, definisi variabel dan

variabel operasinal , pengambilan sampel; populasi dan sampel,

teknik pengambilan sampel, pengumpulan data; metode dan

instrumen penelitian, kuesioner dan teknik analisa data.

Bab 4 : Hasil penelitian yang terdiri dari : gambaran umum responden,

deskripsi hasil penelitian, pengujian hipotesis dan intrepretasi data

serta analisis faktor.

Bab 5 : Berisikan penutup yang merupakan uraian kesimpulan, diskusi dan

saran

tujuan dan manfaat penelitian, kaidah penulisan dan sistematika

: Berisikan kajian pustaka yang terdiri dari : teori self-efficacy,

meny

mempengaruhi, dimensi self-efficacy dan fungsinya.penyesuaian diri ,

menyangkut; definisi, faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dan

karakteristiknya, kera

Bab 3 : Berisikan metodologi penelitian yang terdiri dari : jenis penelitian;

pendek

(28)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Bab 2 ini akan dibahas tentang motivasi belajar, persepsi iklim kelas,

self-efficacy, kerangka berfikir, dan diakhiri dengan perumusan hipotesa

2.1.

Self-Efficacy

2.1.1. Pengertian self-efficacy

Kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu tidak hanya didasari oleh

pengetahuan atau wawasan mengenai sesuatu hal. Bandura (1986, 392)

menyebutkan satu istilah yang merupakan media perantara antara apa yang

diketahui individu dengan perilakunya yaitu self-efficacy dan kemudian

mendefinisikannya sebagai suatu keyakinan atas kemampuan diri sendiri untuk

mengatur dan bertindak dalam menghadapi situasi tertentu.

Adapun pendapat lain dari Wilhite (1990, 696) yang mengatakan bahwa

self-efficacy merupakan tinggat dimana seseorang merasa yakin bahwa dirinya yang

menentukan hasil dari usahanya. Tinggi rendahnya hasil yang dicapai individu atas

usahanya ikut ditentukan oleh penilaian individu akan kemampuannya untuk

menyelesaikan suatu tugas. Semakin baik penilaian individu akan kemampuannya,

maka individu cenderung bertambah yakin dalam menentukan hasil yang diinginkan

serta merasa mampu meraihnya.

(29)

Penilaian mengenai kemampuan diri tersebut berkaitan dengan sikap subyektif

inidvidu, karena menilai kemampuannya berdasarkan persepsi mengenai diri

sendiri. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Brown & Brook (1990, 382) bahwa

self-efficacy merupakan penilaian yang subyektif atas kemampuan yang dimiliki

individu berkaitan dengan hal tertentu, sehingga self-efficacy tidak tergantung dari

kemampuan obyektif yang dimiliki oleh seseorang, tapi lebih berkaitan dengan

keyakinan seseorang tentang kemampuannya.

Dari beberapa pengertian mengenai self-efficacy di atas, dapat didefinisikan

bahwa self-efficacy adalah keyakinan individu akan kemampuan dan

kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan untuk mencapai tujuan dan

mengatasi hambatan.

2.1.2. Perkembangan self-efficacy

Dari indra yang dimiliki, manusia sejak kecil sudah belajar melakukan suatu

kegiatan yang muncul di sekelilingnya, dengan melihat kemudian meniru

sehingga berhasil maupun gagal. Pengalaman belajar sosial tersebut menetapkan

pola-pola perilaku yang dibentuk sejak kecil. Aktivitas yang diajarkan orang tua

beriringan dengan berbagai pengalaman mencoba dan gagal (trial & error) atau

berhasil, membantu individu untuk secara bertahap belajar dan mengenali

perkembangan kemampuannya.

Pertumbuhan fisik dan psikis yang dilalui individu, merupakan dua mekanisme yang

mendorong perkembangan penilaian self-efficacy. Mekanisme pertama

(30)

adalah, modelling, dimana individu menggunakan suatu cara memperkirakan

kemungkinan keberhasilannya dalam suatu aktivitas. Sebagai contoh, seorang

individu beranggapan bahwa kalau individu lain dapat merebus mie sendiri, maka

individu tersebut juga dapat melakukannya. Melalui pengalaman meniru yang

memerlukan suatu kemampuan kognitif, individu dapat membandingkan

kemampuannya dengan individu lain.

Mekanisme kedua yaitu, kepekaan reaksi-reaksi internal dalam tubuh terhadap

luapan emosi, seperti tekanan darah yang meningkat, perut yang bergejolak atau

detak jantung yang menjadi cepat. Individu belajar menafsirkan perasaan-perasaan

tersebut sehingga dari ketakutan dan kecemasan, serta belajar menggunakannya

untuk mengetahui bahwa kegagalan dan keberhasilan akan dilaluinya.

Ada tiga macam lingkungan yang mempengaruhi perkembangan self-efficacy

pada diri individu, yang pertama adalah lingkungan keluarga. Keluarga

merupakan tempat awal bagi perkembangan self-efficacy individu, yaitu tempat

untuk mengembangkan, menilai serta menguji kemampuan fisik, kompetensi

sosial, kemampuan bahasa dan kemampuan kognitifnya untuk memahami dan

mengatasi berbagai situasi yang dihadapi sehari-hari. Orang tua atau keluarga

yang memberi kebebasan kepada anak-anaknya untuk mengungkapkan diri dapat

mempercepat perkembangan perasaan kompeten serta perkembangan kognitif dan

sosial. Namun orang tua atau keluarga yang terlalu mengekang anak-anak dengan

(31)

banyaknya aturan dapat mengakibatkan anak tidak percaya dengan kemampuan

yang dimilikinya.

Lingkungan teman sebaya juga mempengaruhi self-effikasi individu. Dalam

berinteraksi dengan teman sebaya terjadi proses belajar sosial, yaitu dengan cara

membandingkan dan meniru yang lebih mampu dan lebih berpenglaman. Dengan

bertambahnya usia, individu mulai memiliki persamaan diri dengan individu lain, hal

ini dapat menjadi bahan perbandingan bagi penilaian kemampuan dan

keterampilan dirinya.

Lingkungan sekolah juga memberikan pengaruh dalam self-efficacy individu .

Sekolah menjadi tempat penanaman self-efficacy, karena mendapatkan

pengetahuan dan dapat mengembangkan kemampuan kognitif. Dengan

kegiatan-kegiatan di sekolah, maka individu akan mengetahui sejauhmana kemampuan

kognitif yang dimiliki, sehingga mempercepat perkembangan self-efficacy.

Dari uraian di atas, jelas bahwa self-efficacy tidak terbentuk dalam waktu sesaat.

Ketiga lingkungan ini merupakan lingkungan awal individu dalam

mengembangkan self-efficacy. Begitu juga dengan keadaan dan sikap dari

individu lain yang berada di lingkungan tersebut. Apakah individu lain bersikap

mendukung atau malah menghambat berkembang self-efficacynya. Dengan kata

lain bagaimana self-efficacy dipengaruhi oleh orang lain. Hal ini dapat menjadi

(32)

penentu tinggi rendahnya tingkat self-efficacy pada individu yang terpupuk dari

masa kecil hingga dewasa (Bandura, 1986, 414).

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat

self-efficacy dalam diri individu, sebagaimana yang diuraikan oleh Bandura (1982,

240), yaitu :

a. Sifat Tugas yang Dihadapi Individu

Derajat kompleksitas dan kesulitan dari tugas yang dihadapi akan

mempengaruhi penilaian individu terhadap kemampuannya. Semakin

komplek dan sulit suatu tugas, individu akan semakin menilai rendah

kemampuannya. Sebaliknya, jika dihadapkan pada tugas sederhana dan

mudah, maka individu akan menilai tinggi kemampuannya.

b. Insentif Eksternal

Bandura menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan

self-efficacy adalah competence cotingent incentif, yaitu insentif (reward) yang

diberikan oleh orang lain yang merefleksikan keberhasilan individu dalam

menguasai atau melaksanakan sesuatu.

c. Status atau Peran Individu dalam Lingkungan.

Seseorang yang memiliki status yang lebih tinggi akan memperoleh derajat

kontrol yang lebih besar pula, sehingga dapat diharapkan akan memiliki tingkat

self-efficacy yang lebih tinggi. Sebagai contoh ; seorang pimpinan

(33)

cenderung memiliki derajat self-efficacy yang lebih tinggi dari pada bawahannya

karena pimpinan memiliki derajat yang lebih tinggi.

2.1.4 Informasi Tentang Kemampuan Diri.

Seseorang akan meningkat self-efficacy-nya jika mendapatkan informasi yang

positif tentang dirinya, begitu juga sebaliknya. Informasi mengenai kemampuan

individu dapat diperoleh melalui empat sumber (Bandura, 1986, 399-401), yaitu:

1. Pencapaian Kinerja (Enactive Attainment)

Pencapaian kinerja merupakan sumber yang paling mempengaruhi

self-efficacy, karena didasarkan pada pengalaman yang nyata dari keberhasilan

dan kegagalan yang dialami individu dalam suatu bidang. Keberhasilan

dapat meningkatkan self-efficacy, dan kegagalan yang berulang akan

menurunkannya, terutama jika kegagalan terjadi pada awal unjuk kerja dan

tidak dikarenakan usaha yang kurang atau salahnya strategi sebagai

penyebab kegagalan. Kegagalan yang dapat diatasi dengan usaha dapat

meningkatkan self-efficacy melalui pengalaman yang dapat menguasai

kesulitan yang dialami.

2 Pengalaman Orang Lain (Vicarious Experince)

Informasi yang diperoleh dari mengamati perilaku orang lain, yang serupa

baik karakter maupun tingkat kemampuannya, dapat meningkatkan

self-efficacy, walaupun pengaruhnya lebih kecil dibandingkan denganpencapaian

nyata individu. Melihat orang lain berhasil, dapat meningkatkan keyakinan

bahwa individu juga memiliki kapasitas untuk menguasai aktivitas serupa.

(34)

Begitu juga di lain pihak, melihat orang yang memiliki kompetensi sama

dengan dirinya gagal walaupun sudah berusaha keras, akan menurunkan

penilaian kemampuan dan usaha individu.

3. Persuasi Verbal (Verbal Persuation)

Persuasi verbal biasanya untuk menyakinkan individu bahwa mereka

memiliki kemampuan untuk mencapai tujuannya. Informasi mengenai

kemampuan individu ini disampaikan secara verbal oleh orang yang

berpengaruh. Persuasi verbal dapat mempengaruhi individu untuk berusaha

lebih keras dalam mencoba sesuatu yang dihindari atau meneruskan tugas

tertentu yang telah lama ditinggalkan, dan meyakinkan bahwa individu

mampu menguasai tugas tersebut.

4. Keadaan Fisiologis/Emosi (Physiological State)

Informasi mengenai keadaam fisik yang diterima individu akan

mempengaruhi pandangan mengenai kemampuannya dalam mengerjakan

suatu tugas, contohnya, seorang pemain sepak bola merasa akan kalah

sebelum pertandingan karena sudah merasa lelah atau otot-ototnya kaku.

Informasi yang diperoleh melalui empat sumber ini untuk selanjutnya akan

diseleksi, ditimbang disatukan oleh individu sehingga membentuk persepsi

mengenai kemampuan yang dimilikinya. Self-efficacy individu dipengaruhi oleh

persepsi terhadap kemampuan yang dimilikinya, sejauhmana sifat atau tingkat

kesulitan tugas yang dihadapi, seperti apa insentif eksternal yang berupa reward

diberikan, bagaimana peran yang berupa tingkat kepentingan individu di dalam

(35)

lingkungan kerja, serta sejauhmana informasi yang diperoleh mengenai hasil kerja

atau keberhasilan masa lampau, pengalaman pribadi dan individu lain, anggapan

individu lain tentang diri pribadi dan penghargaan yang diberikan, juga mengenai

keadaan fisiologis dari individu yang bersangkutan. Faktor-faktor seperti sifat

tugas, insentif eksternal, peran dan informasi ini dapat mempengaruhi self-efficacy

di dalam diri individu.

(36)
[image:36.595.74.535.109.730.2]

Gambar 2.1

Regulation Of Cognitive Processes Through Perceived Self-Efficacy

Sumber keyakinan Pola yang berkaitan Dampak

Self Efficacy Umpan balik dengan perilaku

Pencapaian kinerja Pengalaman orang lain Persuasi verbal Keadaan fisiologis

Tinggi- “Saya tahu dapat mengerjakan

pekerjaan ini”.

Self-Efficacy

Rendah- “Saya pikir , saya tidak dapat

melakukan pekerjaan ini”.

• Pasif

• Menghindari tugas yang sulit

• Mengembangkan aspirasi yang lemah dan komitmen yang rendah

• Terfokus pada pribadi yang tidak efesien

• Jangan pernah mencoba melakukan suatu usaha yang lemah

• Berhenti atau tidak berani karena kegagalan

• Menyalahkan kegagalan pada kekurangan kemampuan atau nasib buruk

• Khawatir, mengalami tress, menjadi tertekan

• Berpikir mengenai alasan kegagalan

• Akif-memilih kesempatan yang paling baik

• Mengelola situasi-menghindari atau menetralkan kesulitan

• Menetapkan tujuan-membangun stándar

• Merencanakan, mempersiapkan, dan mempraktikkan

• Mencoba dengan keras, gigih

• Memecahkan persoalan dengan kreatif

• Belajar dari kegagalan

• Memperlihatkan keberhasilan

• Membatasi stress

Gagal Berhasil

(37)

2.1.5. Dimensi self-efficacy

Dalam pengukuran terhadap tingkat self-efficacy individu, didasarkan pada

beberapa dimensi yang mempunyai implikasi penting pada perilaku. Menurut

Bandura (1986, 396-397), dalam menilai tingkat self-efficacy individu melalui tiga

dimensi, yaitu :

a. Tingkat Kesulitan Tugas (Magnitude)

Yaitu derajat kesulitan tugas yang dirasakan mampu untuk dilakukan

individu. Seseorang dapat merasa mampu dalam melakukan tugas mulai dari

tugas yang mudah, tugas yang agak sulit sampai tugas yang sulit. Penilaian

self-efficacy pada setiap individu akan berbeda pada saat menghadapi tugas

yang bersifat mudah sekalipun. Ada individu yang memiliki self-efficacy

yang tinggi hanya pada tugas yang bersifat mudah dan sederhana, namun ada

pula yang memiliki self-efficacy yang tinggi pada tugas yang bersifat sulit dan

rumit.

b. Luas Bidang Tingkah Laku (Generality)

Yaitu situasi dalam pelaksaan tugas yang disertai perasaan yakin akan

kemampuan dirinya. Terkadang individu dapat merasa yakin akan

kemampuannya hanya pada bidang dan situasi tertentu saja atau dalam

serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi. Hal inilah yang dapat

membedakan tingkat self-efficacy yang dimiliki individu.

c. Tingkat Kekuatan (Strenght)

Yaitu kuatnya keyakinan yang dimiliki individu mengenai kemampuannya,

yang dapat tercermin melalui besarnya daya tahan dalam menghadapi

(38)

hambatan saat melaksanakan tugas. Individu yang memiliki keyakinan yang

kurang akan kemampuannya dapat dengan mudah menyerah bila menghadapi

hambatan dalam melaksanakan tugas.

Ketiga dimensi ini erat satu sama lain, tinggi rendahnya tingkat self-efficacy

individu selalu diukur dalam hubungannya dengan ketiga dimensi tersebut.

Individu dapat dikatakan memiliki self-efficacy yang tinggi apabila mampu

melakukan tugas mulai dari yang mudah hingga yang sulit, serta memiliki

keyakinan yang kuat akan kemampuannya bukan hanya dalam situasi dan aktivitas

tertentu saja, melainkan juga dalam serangkaian aktivitas dan situasi

yang bervariasi.

2.1.6. Fungsi self-efficacy

Self-efficacy setidaknya memiliki peran terhadap segala perasaan, pikiran

pengambilan keputusan maupun tindakan individu sampai dengan hasil yang

ditampilkan oleh individu. Begitu pula dalam hal berinteraksi dengan individu

lain. Peran ini dapat juga disebut dengan fungsi self-efficacy, sesuai yang

dijabarkan oleh Bandura (1986, 393-396), yaitu :

1. Pilihan Tingkah Laku (Choice Behavior)

Keputusan sehari-hari individu yang melibatkan pilihan tindakkan merupakan

bagian dari ketentuan penilaian self-efficacy pribadi. Individu cenderung

menghindari tugas dan situasi yang diyakini berada di luar kemampuannya,

(39)

namun individu mampu menangani kegiatan yang dinilainya mampu untuk

diatasi. Disaat individu mempertimbangkan untuk mencoba melakukan hal

tertentu, individu akan bertanya pada dirinya apakah mampu atau tidak untuk

melakukannya dan di sinilah self-efficacy berfungsi.

2. Usaha yang Dilakukan dan Daya Tahan

Penilaian terhadap self-efficacy juga menentukan seberapa besar usaha yang

akan dilakukan dan berapa lama individu mampu bertahan menghadapi segala

hambatan dan gangguan dalam melakukan suatu tugas. Semakin tinggi tingkat

self-efficacy, semakin besar usaha yang akan dilakukan dan semakin

besar daya tahan dalam menghadapi hambatan tugas.

3. Pola Berpikir dan Reaksi Emosi

Self-efficacy mempengaruhi pola berpikir dan reaksi emosi individu pada saat

mengatasi dan melakukan transaksi dengan lingkungan. Self-efficacy yang

dipersepsikan membentuk cara pikir kausal (sebab-akibat). Individu dengan

self-efficacy tinggi memusatkan perhatian pada usaha yang diperlukan sesuai

dengan tuntutan situasi dan menjadikan rintangan sebagai dorongan untuk

berusaha lebih keras. Individu akan melihat kegagalan akibat dari kurangnya

usaha. Sedangkan individu dengan self-efficacy rendah melihat kegagalan

sebagai akibat dari ketidak mampuannya.

4. Perwujudan dari Keterampilan yang Dimiliki

Tingkat keterampilan atau kemampuan yang sama pada dua individu belum

berarti dapat mewujudkan hasil yang sama pula. self-efficacy sangat berperan

dalam mewujudkan keterampilan individu. Individu dengan self-efficacy

(40)

tinggi, tidak cepat menyerah dalam menjalankan tugas dan akan terus

berusaha mengerahkan segenap kemampuan sehingga keterampilannya

tercipta.

Kaitan antara keempat fungsi self-efficacy di atas sangat erat dan saling

mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Self-efficacy mempengaruhi pola

berpikir individu dan reaksi emosinya di saat mempertimbangkan tugas yang akan

dihadapinya dan kemudian menghasilkan pilihan tingkah laku yang juga

dipertimbangkan berdasarkan informasi atau pengetahuan tentang

kemampuannya. Setelah itu, individu akan berusaha melaksanakan tugas dengan

tingkat ketekunan yang ikut dipengaruhi oleh self-efficacy, sehingga pada

akhirnya individu dapat mewujudkan keterampilannya

2.1.7. Implikasi self-efficacy bagi para manajer

Bukti penelitian di tempat kerja mendorong para menejer untuk mempertahankan

self-efficacy, baik dalam dirinya sendiri maupun dalam diri orang lain. Menurut

Kreitner dan Kinicki (2000, 87) self-efficacy memerlukan tindakan yang

konstruktif dalam setiap bidang menegerial berikut ini :

1. Perekrutan / seleksi / penugasan kerja.

Pertanyaan wawancara dapat dirancang untuk menyelidiki self-efficacy

pelamar kerja sebagai suatu dasar untuk menentukan orientasi dan kebutuhan

pelatihan yang dibutuhkan. Uji self-efficacy secara tertulis tidak berada

dalam suatu tingkat perkembangan untuk kemajuan dan valiasi.

(41)

2. Rancangan pekerjaan.

Pekerjaan yang rumit, menantang, dan mandiri cenderung meningkatkan

self-efficacy yang dapat dirasakan. Pekerjaan yang membosankan secara umum

menyebabkan hal yang sebaliknya.

3. Pelatihan dan pengembangan.

Penguatan self-efficacy para karyawan untuk tugas-tugas kunci dapat

disempurnakan melalui panduan pengalaman, pemberian nasihat atau

motivasi, dan model peran.

4. Manajemen diri.

Pelatihan manjemen diri yang sistematis, melibatkan peningkatan self-

efficacy. Individu dapat memperkirakan suatu tindakan atau pengambilan

keputusan sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya.

5. Penetapan tujuan dan penyempurnaan kualitas.

Kesulitan menetapkan tujuan perlu disesuaikan dengan self-efficacy yang

dirasakan oleh individu. Dengan membaiknya self-efficacy terhadap prestasi,

tujuan dan stándar kualitas dapat dibuat sehingga lebih menantang.

6. Bimbingan.

Individu dengan self-efficacy yang rendah dan para karyawan yang

dikorbankan oleh Learned helplessnes membutuhkan banyak petunjuk yang

membangun dan umpan balik yang positif.

(42)

7. Kepemimpinan.

Bakat kepemimpinan yang dibutuhkan tampak pada saat manajemen memberi

para manajer dengan self-efficacy yang tinggi, suatu peluang memperbaiki diri

sendiri di bawah tekanan.

8. Penghargaan.

Keberhasilan yang kecil perlu dihargai sebagai batu loncatan pada suatu

self-image yang labih kuat dan prestasi yang lebih baik.

2.2.

Penyesuaian Diri

2.2.1. Pengertian penyesuaian diri

Ada beberapa definisi yang diajukan para ahli mengenai penyesuaian diri.

Menurut Feldman (1989, 68) penyesuaian diri merupakan usaha manusia untuk

memenuhi tuntutan dan tantangan yang diberikan oleh dunia dimana mereka

hidup. Sedangkan menurut Grasha dan Kirschenbaum (1980, 49) penyesuaian

diri mengacu pada usaha yang dilakukan untuk memenuhi tuntutan lingkungan.

Penyesuaian diri ini juga memperhatikan keberhasilan dan kegagalan individu

menyesuaikan keterampilan dan kemampuannya untuk menghadapi berbagai

peristiwa dalam hidupnya. Bahkan usaha yang dilakukan untuk mencapai sesuatu

atau memenuhi kebutuhan dasar agar terbebas dari sintom-sintom masalah

kehidupan yang juga diasosiasikan dengan penyesuaian diri yang adukat.

Membedakan apakan individu melakukan penyesuaian diri yang baik atau buruk

merupakan hal yang tidak mudah. Salah satunya karena istilah penyesuaian diri

(43)

biasanya digunakan dengan cara yang berbeda.Haber dan Runyon (1984, 10)

menyebutkan tiga situasi yang menggambarkan tentang penyesuaian diri, yaitu :

1. Seseorang dikatakan dapat menyesuaikan diri ketika mampu menyesuaikan

keinginan dan harapan dari kelompoknya.

2. Mampu menyesuaikan jadwal kesehariannya dengan teratur.

3. Membiasakan diri atau belajar hidup dengan keadaan. Hal ini merupakan

penyesuaian diri yang efektif ketika keadaan yang dialami merupakan hal yang

sulit dirubah.

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik definisi penyesuaian diri yaitu usaha

untuk memenuhi tuntutan dan harapan yang diberikan oleh lingkungan dimana

individu tersebut berada. Penyesuaian diri yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah kemapuan individu pekerja lepas dapat beradaptasi dengan kondisi kerja

yang berbeda-beda disetiap pelaksanaannya.

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri

Setiap individu memiliki kemampuan dan keterampilan untuk mengatasi berbagai

tantangan dalam hidup serta tetap bertahan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Powell (1983, 76) menyebutkan dengan istilah “resaurces”. Adanya resources ini

dan kemampuan untuk memperolehnya sangat penting dalam usaha penyesuaian

diri individu dapat berasal dari luar dan dalam diri individu.

Faktor yang berasal dari dalam diri individu antara lain :

a. Kemampuan dan Kekuatan Fisik

(44)

Secara umum kesehatan, tingkat energi dan daya kesembuan sangat

berperan bagi individu dalam meghadapi persoalan dalam hidupnya.

Individu yang sehat akan lebih mudah penyesuaian dirinya dari pada yang

sakit.

b. Kecerdasan

Kemampuan persepsi dan ingatan, analisis, penalaran (reasoning),

kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan verbal yang ada,

rata-rata berhubungan erat dengan keberhasilan dalam ketepatan pengambilan

suatu tindakan. Kemampuan ini seringkali membuat individu mudah

menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

c. Minat pada Bidang Tertentu

Suatu aktivitas, kemampuan atau hobi yang benar-benar dinikmati individu

pada saat melakukannya dapat mendatangkan ketenangan dan menjadi

penghibur bagi individu lain, karena hal ini dapat berfungsi sebagai buffer

(peran) yang dapat meminimalkan dan membantu individu dalam mentolerir

ketegangan dan kecemasan yang individu rasakan serta membantu individu

mempertahankan penyesuaian diriyang sehat.

d. Impian

Impian memberikan tujuan, kekuatan dan ketahanan dan mentoleransi

frustasi. Memiliki impian, individu mampu memusatkan diri dan

memberikan arti pada apa yang dilakukannya. Impian membuat individu

mampu berkorban, tahan bekerja dan menghadapi berbagai rintangan karena

(45)

individu tersebut berpandangan bahwa yang dilakukan adalah sesuatu yang

berharga.

e. Keyakinan

Keyakinan yang dimaksud adalah agama dan aliran-aliran kepercayaan

maupun keyakinan terhadap sesuatu yang lain. Pada saat individu

menghadapi perjuangan hidup yang sulit, bahkan pada saat impian-impian

individu telah hancur, adanya keyakinan dapat dijadikan suatu tumpuan

harapan dan tempat bergantung individu dalam bertahan dan berjuang

menghadapi permasalahan hidup.

Sedangkan faktor yang berasal dari luar diri individu antara lain :

1. Kemampuan Ekonomi dan Lingkungan yang Menguntungkan

Termasuk di dalamnya tersedianya biaya, berbagai sarana fasilitas dan

informasi yang dibutuhkan, serta efektifnya berbagai sistem dan organisasi

yang ada disekeliling individu. Tersedianya kemudahan memperoleh hal

tersebut dapat membantu individu untuk menyelesaikan banyak masalah yang

dihadapinya dan memberikan kenyamanan dalam hidup yang membantu

mempermudah penyesuaian diriyang dilakukan individu.

2. Kerja

Bekerja dapat membuat individu mampu memenuhi kebutuhan hidupnya,

seperti kebutuhan untuk bergaul, memperoleh penghargaan dan lain-lain.

Bekerja merupakan suatu kebutuhan, bila tidak bekerja individu akan merasa

bingug, bosan, tidak dapat memanfaatkan waktu, sulit menghindari masalah,

(46)

tidak percaya diri dan lain sebagainya. Hal ini dapat menghambat penyesuaian

diriindividu.

3. Adanya Jalinan Hubungan yang Supprotif

Dalam jalinan hubungan yang supportif terdapat hubungan erat yang hangat,

saling memberikan perhatian dan dukungan, perasaan-perasaan yang dapat

diekspresikan serta masalah atau konflik-konflik tidak terhambat. Pada

tingkat stress yang sama, kelompok individu yang lebih baik daripada kelompok

individu yang tidak memiliki hubugan yang supprotif.

2.2.3. Karakteristik penyesuaian diri

Haber dan Runyon (1984, 10) menyebutkan lima karakteristik yang menandakan

penyesuaian diriyang efektif, yaitu :

a. Persepsi yang Akurat Tentang Kenyataan

Salah satu aspek yang terpenting dalam mempersepsikan statu kenyataan

dengan akurat adalah kemampuan untuk mengenali konsekuensi dari suatu

tindakan dan kemampuan untuk menuntun tingkah laku agar sesuai dengan

aturan. Persepsi yang akurat tentang kenyataan juga meliputi kemampuan

untuk mengubah interpretasi mengenai suatu peristiwa.

b. Kemampuan untuk Menghadapi Stress dan Kecemasan

Penyesuaian diri yang baik apabila individu mampu mengatasi kecemasan dan

stress, yaitu dengan cara membuat tujuan hidup yang nyata atau dengan cara

membuat tujuan-tujuan jangka pendek yang lebih mudah dicapai, sehingga

dapat merasakan puas dan bahagia. Stres adalah bagian yang tidak

(47)

terpisahkan dari kehidupan dan menuntut individu untuk dapat menyesuaikan

diri. Tidak semua kebutuhan dan keinginan dalam hidup dapat terpenuhi, hal

inilah yang harus dapat dipahami dan diterima sehingga dapat mengatasi stres

dengan cara yang lebih positif (Atwater, 1983, 47 ).

c. Gambaran Diri yang Positif

Penilaian terhadap diri sendiri harus meliputi aspek negatif dan positif.

Individu yang mampu menyesuaikan diri tidak akan terlalu memikirkan aspek

negatif yang ada dalam dirinya melainkan berusaha untuk mengubah hal

tersebut menjadi lebih positif. Individu harus dapat mengetahui kekurangan dan

kelebihan yang dimiliki.

d. Kemampuan Mengekspresikan Emosi

Permasalahan dalam mengekspresikan emosi meliputi berlebihan atau kurang

mengontrol emosi. Terlalu berlebihan dalam mengontrol emosi

menyebabkan tumpulnya perasaan, sebaliknya kurang mengontrol emosi

menyebabkan ekspresi emosi yang kurang terarah. Keduanya dapat menjadi

masalah dalam penyesuaian diri.

e. Hubungan Interpersonal yang Baik

Manusia adalah makhluk sosial, sejak dalam tahap konsepsi manusia

membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, hal tersebut

dapat diwujudkan di dalam kelompok. Baik fisik, sosial maupun emosional,

individu dapat menyesuaian diri dengan baik, mampu berhubungan dengan

orang lain secara produktif dan saling menguntungkan, sebaliknya

penyesuaian diri yang buruk pada umumnya disebabkan adanya

(48)

penolakan dari diri sediri maupun orang lain. Perilaku penolakan terhadap diri

sendiri ditujukan dengan tidak menyukai diri sendiri dan merasa tidak seperti apa

yang diinginkannya. Perilaku menolak dari orang lain, misalnya konflik yang

terjadi antara individu dengan individu lain.

Sri Rahayu (1992, 34) memberikan beberapa ciri penyesuaian diri yang buruk yaitu

individu yang mempunyai kecemasan yang tinggi, ketergantungan kepada orang

lian, depresi dan tanda-tanda psikosomatik.

2.3 Pekerja

Outbound Freelance

2.2.1. Definisi Pekerja Freelance

Departemen Tenaga Kerja R.I. melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan, menyatakan yang dimaksud dengan Tenaga Kerja

adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang

dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Sedangkan yang dimaksud dengan pekerja adalah setiap orang yang bekerja

dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Dalam hal ini pekerja yang dimasud adalah pakerja yang mempunyai hubungan

kerja dengan sistem kerja lepas. Hal tersebut diatur dalam Keputusan Menteri

Nomor 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu

Tertentu yang tertuang dalam Bab V pasal 10, menyatakan bahwa perjanjian kerja

harian lepas dilaksanakan untuk pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal

(49)

waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat

dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas.

Dalam situs kerjalepas.com dituliskan bahwa kerja lepas (freelance) adalah suatu

pekerjaan di mana pekerjanya tidak terikat aturan-aturan tertentu yang biasa

dikenakan pada karyawan penuh waktu. Kerja lepas bisa dikerjakan di luar kantor.

Berbeda dengan kerja penuh waktu yang masih memiliki keterikatan dengan

perusahaan, dalam arti seorang pekerja penuh waktu tetap terikat dengan

aturan-aturan perusahaan. Seorang pekerja lepas sepenuhnya tidak terikat dengan

perusahaan. Mereka bisa datang ke kantor kapan saja mereka mau. Pekerjaan

freelance biasanya berbentuk proyek, biasanya dibuat dengan sistem tender.

(http://kerjalepas.com/default.asp)

Kerja lepas dilaksanakan sesuai aturan-aturan yang disepakati bersama antara

pihak penyedia kerja dengan pekerja lepas. Kesepakatan tersebut biasanya berisi

apa yang akan dikerjakan, target yang harus dicapai dan kapan pekerjaan tersebut

dapat diselesaikan. Karena pekerjaan lepas biasanya berbentuk proyek, maka

sistem pembayarannya biasanya menggunakan sistem borongan, dalam arti tenaga

kerja lepas baru dibayar setelah ia menyelesaikan pekerjaannya. Namun ada juga

yang dibayar dengan uang muka terlebih dulu, dan sisanya dibayar setelah

pekerjaan selesai dilaksanakan. (http://kerjalepas.com/default.asp)

(50)

Pekerja lepas, memang benar-benar bekerja sebagai individu. Jika sebuah

perusahaan membeli produk atau memakai suatu jasa, maka yang akan dibayar

adalah produk atau jasa yang berikan.

Berdasarkan hasil penelitian di negara Barat, kini hampir 50% angkatan kerjanya

adalah tenaga lepas.

(http://supermilan.wordpress.com/2008/02/28/freelance-siapa-bilang-tidak-keren/) Ini merupakan indikasi bahwa kerja lepas pun potensial

untuk menjadi salah satu cara berkarya dan memperoleh penghasilan besar dari

pada bekerja tetap. Biasanya tenaga kerja lepas banyak diminati bagi mereka yang

menginginkan kebebasan, tidak suka keterikatan dan formalitas, sehingga mereka

bisa bebas bekerja secara mandiri.

2.3.2 Ciri-ciri Pekerja Lepas (freelance)

Berdasarkan Keputusan Menteri Nomor 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang tertuang dalam Bab V pasal

10, maka ciri dari pekerja lepas terlihat dari perjanjian kerjanya:

1. Dilaksanakan untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal

waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat

dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas.

2. Dilakukan dengan ketentuan pekerja bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu)

hari dalam 1 (satu) bulan.

(51)

3. Apabila pekerja bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan

berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi

PKWTT.

2.3.3 Definisi Outbound

Istilah outbound dari kata outward bound, adalah istilah pelayaran yang

menandakan ketika suatu kapal keluar pelabuhan menuju laut lepas (Soukhanov,

1999). Selain itu Istilah Outbound berasal dari kata out of boundaries, berarti jauh

diluar garis batas. Hal tersebut lebih banyak mengandung pengertian bahwa

seluruh kegiatan membawa setiap persertanya kesuatu kegiatan yang ‘luar biasa’

dalam arti keluar dari zona nyaman kita (Comfort Zone) ke zona tumbuh (Growth

Zone). Karena tantangannya adalah pertumbuhan pribadi (Self Growth) & juga

kelompok (Team Growth). Pertumbuhan pribadi berkaitan dengan pengembangan

Watak (Character) & keterampilan berhubungan antar manusia (Inter-Relationship

Skill). Kedua hal tersebut sangat berkaitan dengan sikap mental (Attitude)

seseorang yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kelompoknya.

(http://www.puncakview.com/obet_nusantara.htm)

Dalam proses membentuk mentalitas dasar setiap individu serta untuk membentuk

tim yang tangguh dapat dicapai melalui kegiatan Team Building dengan Metode

Experiential Learning yang mengedepankan permainan (Games) serta

menginventarisir nilai-nilai yang terkandung di dalamnya (Value dan Insight

Discovery) serta menghubungkannya dengan tuntutan organisasi, perusahaan dan

kehidupan peserta sehari-hari. Sedangkan pembentukan tim yang tangguh

(52)

memerlukan kualitas interaksi yang lebih banyak dan bermutu yang di dukung oleh

pengertian (Understanding), saling percaya (Trust dan Trust Worthiness), penuh

tanggung jawab (Accountability/Responsibility) serta mampu berkomunikasi secara

efektif (Communication) dan keterbukaan (Openness).

(http://www.puncakview.com/obet_nusantara.htm)

Hal utama yang diperoleh dari kegiatan outbound adalah terapi di rimba belantara

(Wilderness therapy). Penemuan program pelatihan ini merupakan hasil inovasi

seorang ahli pendidikan Jerman ”Kurt Hant”. Hant adalah seorang ahli pendidikan

terkenal yang pada saat pemerintahan Hitler tahun 1933 dideportasi ke Inggris.

Ajaran Hant dikenal dengan sistem pendidikan ”Learning by Doing

Gass (1993) dalam buku Adventure Therapy menerangkan pendapat Kimball dan

Bacon bahwa ”Out Bound Course adalah suatu konsep pendidikan yang

menggunakan rimba belantara sebagai media terapi”, seperti gunung, hutan, rimba,

sungai, pantai dan lautan.

Berdasarkan uraian dapat disimpulkan bahwa outbound adalah sebuah konsep

pendidikan dan pelatihan yang menggunakan metode belajar dari pengalaman

dengan mengedepankan usaha olah diri (olah pikir dan olah fisik) yang

sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja dan

prestasi dalam rangka melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi secara

lebih baik.

(53)

2.3.4 Manfaat dan Tujuan Outbound

Kegiatan belajar seperti outbound bermanfaat untuk meningkatkan keberanian

dalam bertindak maupun berpendapat, selain itu pelaksanaan kegiatan outbound

tidak selamanya dilaksanakan di luar ruang, akan tetapi dapat juga di dalam ruang.

Karena tujuan dari kegiatan outbound membentuk pola pikir yang kreatif, serta

meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual dalam berinteraksi. Kegiatan ini

akan menambah pengalaman hidup seseorang menuju sebuah pendewasaan diri.

Pengalaman dalam kegiatan outbound memberikan masukan yang positif dalam

perkembangan kedewasaan seseorang. Pengalaman itu mulai dari pembentukan

kelompok. Kemudian setiap kelompok akan menghadapi bagaimana cara berkerja

sama. Bersama-sama mengambil keputusan dan keberanian untuk mengambil

risiko. Setiap kelompok akan menghadapi tantangan dalam memikul tanggung

jawab yang harus dilalui.

2.3.5 Outbound sebagai Fenomena Psikologis

Kaplan dan Talbot (1983) mengadakan penelitan pada pengaruh psikologis

terhadap pengalaman dari wilderness, mencoba untuk mengetahui bagaimana

wilderness mempengaruhi seseorang. Dari penelitian tersebut terdapat tiga

manfaat. Pertama dimulai dengan peningkatan kesadaran akan hubungan dengan

lingkungan secara fisik dan sebuah perhatian yang terus menerus meningkat

terhadap lingkungan seseorang, meskipun tanpa disertai tindakan. Kedua,

terkadang orang-orang mendapat bahwa kehidupan sehari-hari membuat mereka

(54)

susah berkonsentrasi, untuk mengalami jiwa kerja yang tidak biasanya kerja keras,

dan menjadi mudah marah karena kebisingan dan gangguan. Itu semua mungkin

merupakan gejala dari ”sebuah kepenatan yang dipakai melewati batas efektifnya”

(Kaplan dan Talbot, h. 188). Wilderness membebaskan orang-orang dari kondisi

seperti itu dengan tuntutan fungsional pada perhatian dan lingkungan yang

menarik. Ketiga, sebagai perenungan. Hal yang dimungkinkan oleh sebuah derajat

kecocokan yang tinggi ditengah pola-pola lingkungan,

kecenderungan-kecenderungan individual, dan tindakan-tindakan yang dibutuhkan untuk

merasakan kenyamanan dalam lingkungan. Seseorang yang dihujani dengan

bermacam-macam informasi dan tuntutan, seringkali merasa tidak mampu

melakukan apa yang diinginkan lingkungannya juga yang diinginkan dirinya. Hal

tersebut dapat menimbulkan frustasi dan stress yang mendalam yang menjadikan

seseorang mampu membayangkan situsi yang dihadapinya.

2.3.6 Fasilitator outbound sebagai pekerja lepas

Dalam pelatihan outbound para pekerja memiliki jabatan dan tanggung jawab

tertentu, diantaranya sebagai Project Leader, Project Officer, Fasilitator, Tim Medis,

Show Director, Stage Manager, Guide dan Rescue (Selaras, 2008). Umumnya para

pekerja lepas banyak direkrut untuk menjadi tenaga fasilitator.

Mereka adalah orang yang membantu dan memandu sebuah tim untuk melakukan

proses dalam menjalankan perintah untuk menyelesaikan tugas tertentu atau

tujuan tertentu.

(55)

Menurut Selaras Outbound (2007) dikatakan, bahwa rincian tugas seorang

fasilitator sebagai seorang pekerja lepas outbound, adalah:

1. Mengkoordinir dan mendampimpingi setiap tim.

2. Memimpin dan memberikan penjelasan mengenai simulasi yang akan

dimainkan,

3. Ikut memberikan motivasi dan semangat pada setiap tim dalam setiap simulasi.

4. memandu jalannya metafora atau sebuah metode penganalogian sebuah

permainan dalam kegiatan sehari-hari baik ditempat kerja maupun di kehidupan

sehari-hari.

5. Memberikan penilaian pada setiap tim yang dipeganggnya.

2.4.

Kerangka Berpikir

Self-efficacy adalah keyakinan individu akan kemampuan dan kompetensinya atas

kinerja tugas yang diberikan untuk dapat mencapai sebuah tujuan dan mengatasi

hambatan. Besarnya usaha dan hasil yang didapat bukan hanya dipengaruhi oleh

kemampuan berdasarkan pengetahuan atau wawasan semata, namun juga

dipengaruhi oleh derajat self-efficacy individu tersebut.

Dalam menghadapi tugas, individu dengan self-efficacy tinggi akan dapat terus

meyakinkan dirinya sendiri bahwa dirinya dapat melakukan tugas lebih baik

daripada individu dengan self-efficacy rendah. Individu akan menganggap

kemampuannya sebagai satu faktor yang membantu dalam menyelesaikan tugas.

(56)

Dan kegagalan yang terjadi hanya karena kurangnya usaha yag dilakukan oleh

individu yang bersangkutan.

Self-efficacy yang tinggi akan memberikan arahan kepada individu untuk

mengambil langkah dalam menghadapi permasalahan. Pada umumnya, individu

akan bertindak untuk mencapai tujuan, jika merasa akan mendapatkan hasil dari

tindakannya tersebut. (Bandura, 1999). Keyakinan yang tinggi memberikan

kejelasan akan kemampuan yang dimiliki individu, hal ini akan memberikan

keterangan bagaimana individu harus memberikan hasil yang dituntut oleh

perusahaan.

Kemampuan untuk dapat mencapai tuntutan dari perusahan menandakan bahwa

individu tersebut dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana individu

tersebut berada. Sesuai dengan pendapat Feldman (1989), bahwa penyesuaian diri

merupakan usaha individu untuk memenuhi tuntutan dan tantangan yang

diberikan oleh dunia dimana mereka berada.

Kartono (1994) menambahkan individu yang berada dalam suatu perusahaan

ataupun bagian dari tim kerja harus mempunyai usaha untuk menyesuaikan diri

dengan keadaan perusahaan, baik yang meliputi penyesuaian diri dengan individu

lain sebagai bagian dari tim kerja maupun iklim lingkungan kerja itu sendiri. Hal

ini karena setiap individu berbeda, baik karakter, maupun tujuan hidupnya. Maka

diharapkan individu mampu menjelaskan dirinya dengan lingkungan dimana

(57)

individu tersebut berada. Kemampauan untuk dapat menyesuaiakan diri

dengan lingkungan dimana individu tersebut berada. Berarti individu

dapat memenuhi tuntutan dan harapan lingkungan tersebut dan hal ini

memberikan nilai positif bagi perusahaan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa individu dengan self-efficacy

yang tinggi akan mampu mengarahkan tindakannya untuk dapat

menyelesaikan tugas dengan baik dan memudahkan individu untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kemampuan dan keterampilan

yang dimiliki individu untuk dapat menyesuaikan diri. Berdasarkan

kerangka berpikir di atas dapat digambarkan melalui bagan sebagai

[image:57.595.90.544.85.459.2]

berikut :

Gambar 2.4

Bagan Kerangka Berpikir Hubungan Self-Efficacy dengan

Penyesuaian Diri

Berdasarkan

Jenis Kelamin

Berdasarkan Masa kerja freelance

Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan

Kekuatan (strength)

SELF-EFFICACY Luas bidang prilaku

(Generality)

Tingkat kesulitan tugas (magnitude)

(58)

1.5 Hipotesis

Berdasarkan permasalahan di atas dapat di ambil hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis Pertama

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada hubungan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance

outbound

2. Hipotesis Nihil (Hi)

Tidak ada hubungan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada

freelance outbound

Hipotesis Kedua

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada hubungan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance

outbound terhadap masa kerja

2. Hipotesis Nihil (Hi)

Tidak ada hubungan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada

freelance outbound terhadap masa kerja

Hipotesis Ketiga

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance

outbound Berdasarkan Jenis Kelamin

2. Hipotesis Nihil (Hi)

Tidak ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada

freelance outbound Berdasarkan Jenis Kelamin

(59)

Hipotesis Keempat

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance

outbound berdasarkan usia

2. Hipotesis Nihil (Hi)

Tidak ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada

freelance outbound berdasarkan usia

Hipotesis Kelima

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance

outbound berdasarkan latar belakang pendidikan

2. Hipotesis Nihil (Hi)

Tidak ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada

freelance outbound berdasarkan latar belakang pendidikan

Hipotesis Keenam

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance

outbound berdasarkan status menikah

2. Hipotesis Nihil (Hi)

Tidak ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada

freelance outbound berdasarkan status menikah

(60)

Hipotesis Ketujuh

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada perbedaan Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance outbound

berdasarkan pengalaman organisasi

2. Hipotesis Nihil (Hi)

Tidak ada perbedaan Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance

outbound berdasarkan pengalaman organisasi

Hipotesis Kedelapan

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada freelance

outbound berdasarkan masa kerja

2. Hipotesis Nihil (Hi)

Tidak ada perbedaan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri pada

freelance outbound berdasarkan masa kerja

(61)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang pendekatan dan metode penelitian, variable penelitian

dan devinisi konseptual dan definisi operasional, subjek penelitian yang terdiri dari

populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, teknik pengumpulan data yang

terdiri dari metode dan instrument penelitian, teknik analisa data yang terdiri dari

reliabilitas dan validitas alat ukur.

3.1. Jenis

Penelitian

3.1.1. Pendekatan dan metode penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis pendekatan kuantitatif. Penelitian

dengan menggunakan jenis kuantitatif adalah penelitian yang bekerja dengan

angka, yang datanya berwujud bilangan (skor atau nilai, peringkat, atau frekuensi)

yang dianalisis dengan menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau

hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik dan untuk melakukan prediksi bahwa

suatu variabel tertentu mempengaruhi variable yang lain (Alsa, 2004). Salah satu

tujuan utamanya adalah untuk menemukan seberapa banyak karakteristik yang

ada dalam populasi induk mempunyai karakteristik seperti yang terdapat pada

sampel (Alsa, 2004).

(62)

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian

korelasional untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda

dalam suatu populasi. Dan bertujuan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan

yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa

sebab-sebab dari suatu gejala tertentu (sevilla, et al, 1993).

Dalam penelitian ini akan dilihat hubungan antara variabel self-efficacy dengan

penyesuaian diri.

3.1.2. Variabel penelitian dan operasional variabel

Istilah "variabel" merupakan istilah yang tidak pernah ketinggalan dalam setiap

jenis penelitian (Suharsimi Arikunto, 2002). Sedangkan variabel penelitian adalah

suatu sifat yang dapat memiliki berbagai macam nilai, menyangkut segala

sesuatu yang menjadi obyek penelitian. Menurut Kerlinger (2000) terdapat dua

jenis variabel penelitian, yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel

terikat (dependent variable). Berikut ini akan diuraikan variabel bebas dan

variabel terikat dalam penelitian ini:

a. Variabel Bebas

Menurut Ahmadi (1991) variabel bebas (independent variable) adalah kondisi

atau karakteristik yang mempengaruhi fenomena yang diobservasi atau

variabel terikat. Variabel ini juga sering disebut sebagai variabel pengaruh

karena berfungsi mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas (independent)

yang terdapat dalam penelitian ini adalah self-efficacy.

(63)

Dengan demikian definisi variabel untuk menyatakan self-efficacy yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah sebuah hasil kognitif yang berupa

keyakinan terhadap kemampuan dan kompetensinya atas kinerja tugas yang

diberikan untuk mencapai tujuan dan mengatasi hambatan.

Self-efficacy adalah skor yang diperoleh melalui pengembangan instrumen

sebanyak 25 butir, dengan skala 1 – 4 mengenai sumber self-efficacy yang

meliputi : Tingkat kesulitan tugas; Mampu menyelesaikan tugas yang

sederhana, Mampu melakukan tugas yang sulit. Luas bidang tingkah laku;

Mampu mengatasi situasi tertentu yang spesifik, Mampu melakukan kegiatan

yang beragam. Dan Tingkat kekuatan; optimis pada diri sendiri, mampu

bertahan dalam menghadapi tantangan.

b. Variabel Terikat

Variable terikat (dependent variable) yaitu kondisi atau karakteristik yang

berubah atau muncul ketika mengintroduksi pengubah atau mengga

Gambar

Gambar 2.1 Regulation Of Cognitive Processes Through Perceived Self-Efficacy
Gambar 2.4 Bagan Kerangka Berpikir Hubungan Self-Efficacy dengan
Tabel 3.1.
Tabel 3.2  Blue Print Self-Efficacy
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan jasmani adalah disiplin yang berorientasi pada tubuh, disamping berorientasi pada disiplin mental dan sosial. Dalam hal ini guru pendidikan jasmani harus memiliki

Dalam Penilisan Ilmiah ini diharapkan penulis dapat membantu dan menyempurnakan sistem yang sedang berjalan, sehingga kemungkinan pengolahan data DVD pada penyewa maupun

Sehubungan dengan rujukan tersebut diatas, bersama ini dikirimkan Laporan Harian Kamtibmas Polda Sumsel tanggal 18 Agustus 2016 (sebagaimana terlampir).. Demikian untuk

188/261/KEP/412.11/2016 Juara Lomba Gerbang Bojonegoro Bersinar melalui Kegiatan Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian LH di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2016. Sumber :

Sekretaris Daerah Hukum, kelembagaan perangkat daerah, pemberdayaan perempuan, pemerintahan, perekonomian dan pembangunan, perencanaan, kesejahteraan sosial, dan aset;

Fungsi tool ini untuk menetukan keteban garis gambar yang dibuat, serta pilihan warna yang akan digunakan untuk garis pinggir ( outline ), mengaturan garis secara

Fotografi merupakan hobi yang saat ini sedang marak dan berkembang pesat, kamera yang semakin terjangkau harganya membuat orang-orang memakai dan mulai dikembangkan ke

membentuk v 1 melengkung; berkeluk: alisnya ~ spt taji ; 2 membuat meleng- kung; mengelukkan: dia seorang yg pandai ~ berjenis-jenis logam untuk per- hiasan ; 3