• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN UNIFEM (UNITED NATIONS DEVELOPMENT FUND FOR WOMEN) DALAM MELINDUNGI HAK-HAK PEREMPUAN PADA KONFLIK DARFUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN UNIFEM (UNITED NATIONS DEVELOPMENT FUND FOR WOMEN) DALAM MELINDUNGI HAK-HAK PEREMPUAN PADA KONFLIK DARFUR."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

I

PERAN UNIFEM (UNITED NATIONS DEVELOPMENT FUND

FOR WOMEN) DALAM MELINDUNGI HAK-HAK

PEREMPUAN PADA KONFLIK DARFUR.

SKRIPSI

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana ilmu politik (S.IP) strata-1

Oleh:

TRISNAWATI NIM (09260070)

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)
(3)

III

PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Trisnawati

Tempat, tanggal lahir : Sampang, 22 Desember 1991

NIM : 09260070

Jurusan : Hubungan Internasional

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan judul :

PERAN UNIFEM (UNITED NATIONS DEVELOPMENT FUND FOR WOMEN) DALAM MELINDUNGI HAK-HAK PEREMPUAN PADA KONFLIK DARFUR

Adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian ataupun

seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya

dengan benar.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila

pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai denagn

ketentuan yang berlaku.

Malang, 24 Januari 2015 Yang menyatakan,

(4)

IV

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu’alaikum warahmatullahhi wa barakatuh.

Puji syukur yang mendalam karena pada akhirnya penulisan skripsi ini

terselesaikan. Melewati berbagai hambatan, baik yang bersifat pribadi serta

tekanan sosial lain yang sebenarnya hambatan ciptaan sendiri. Secara pribadi,

rampungnya penelitian ini merupakan pembelajaran serta pencapaian paling

penting dalam studi pada strata satu ini. Tulisan ini adalah amata kuliah yang

mengerjakan banyak hal mulai dari kesabaran, ketelitian, hingga makna tanggung

jawab.

Topik yang dipilih penulis dalam skripsi ini merupakan wujud kepedulian

atas permasalahan sosial serta penindasan HAM terhadap perempuan dan anak

yang terjadi pada konflik Darfur 2003. Sebagai generasi muda, serta sebagai

perempuan secara pribadi, kasus pelanggaran HAM dan kekerasan seksual

terhadap perempuan yang semakin kompleks ini, sudah menjadi tanggung jawab

penulis untuk mempertanyakan sejauh apa kasus ini diperhatikan oleh berbagai

Organisasi Internasional khususnya PBB yang fokus dibidang perempuan.

Mengingat permasalah ini menjadi ancaman keamanan manusia yang

merupakan tanggung jawab bersama, maka yang tidak kalah penting adalah

penulis ingin memaparkan Peran Organisasi Internasional yang fokus dibidang

perlindungan dan pemberdayaan perempuan seperti United Nations Development

Fund For Women (UNIFEM) dalam upayanya membantu memperjuangkan

hak-hak perempuan Darfur. Hal ini ditunjukkan dengan adanya suatu program yang

dijalankan di Darfur dengan tujuan melindungi dan pemberdayaan terhadap

perempuan di Darfur.

Menyadari banyaknya kekurangan dalam isi skripsi ini, maka penulis juga

membuka kritik, saran, maupun diskusi lanjutan yang berkaitan demi

kelangsungan proses keilmuan yang lebih baik. Penulis berharap skripsi ini dapat

(5)

V

menambah dan mengembangkan pengetahuan mengenai studi Hubungan

Internasional di lingkungan Universitas Muhammadiyah Malang saja akan tetapi

juga disiplin Ilmu Hubungan Internasional di Indonesia secara umum. Penulis

menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih jauh dari sempurna untuk itu

penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan

kearah kesempurnaan. Amienya Rabbal Alamien

Akhir kalimat penulis sampaikan terimakasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahhi wa barakatuh.

Malang, 20 Januari 2015

Penulis,

(6)

VI DAFTAR ISI

COVER ... I LEMBAR PERSETUJUAN ... II LEMBAR PENGESAHAN ... III BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ... IV PERNYATAAN ORISINALITAS... V

1.5 Literatur Terdahulu ... 8

1.6 Landasan Konsep ... 12

1.10 Sistematika Penulisan... 20

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KONFLIK DARFUR DAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN 2.1 Konflik Darfur Secara Umum ... 22

2.2 Akar Permasalahan Terjadinya Konflik Darfur 2003 ... 26

(7)

VII

2.2.2 Diskriminasi yang Dilakukan Oleh Pemerintahan Sudan ... 29

2.2.3 Disentegrasi Sudan Utara dan Sudan Selatan ... 32

2.2.4 Konflik Darfur 2003 ... 33

2.1 Kekerasan Berbasis Gender Terhadap Perempuan Darfur ... 40

2.3.1 Pemerkosaan Terhadap Perempuan sebagai Weapon of War ... 41

2.3.2 Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan ... 49

BAB III PROFIL UNIFEM DAN PERAN UNIFEM DALAM UPAYA MELINDUNGI HAK-HAK PEREMPUAN DI DARFUR 3.1 Gambaran Umum UNIFEM ... 54

3.2 UNIFEM di Wilayah Konflik ... 57

3.3 Peran UNIFEM di Darfur ... 60

3.3.1 Program “Gender Justice” (2005-2008) ... 62

3.3.2 Program “Defending and Securing The Human Rights On Women and Girls in The Humanitarian Crisis in Darfur” (2008-2010) ... 65

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ... 72

4.2 Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(8)

VIII

DAFTAR SKEMA, TABEL DAN GRAFIK

Tabel 1. Penelitian Terdahulu ... 11

Tabel 2. Sistematika Penulisan ... 21

Tabel 3. Disparities of Regional Income ... 28

Tabel 4. Estimasi Jumlah Korban Konflik Darfur Sejak Tahun 2003-2005.39 ... 39

Tabel 5. Daftar Jumlah Korban Pembunuhan dan Pemerkosaan ... 46

Tabel 6. Locations Of Mass Rapes In Recent Conflict... 49

(9)

IX

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Bakry, Umar S, 1999, Pengantar Hubungan Internasional, Jakarta: University

Press.

De Almeida, Daniella Gross. 2008. The Darfur Conflict : Beyond ‘Ethnic Hatred’

Explanations.University of Stellenbosch

Elisabeth Porter, Peacebuilding: Women in international perspective (New York:

Routledge, 2007),

Felix Dodds, Tim Pippard, 2005, Human Enviromental Security: An Agenda For

Change. UK & USA : Earthscan

Mas’oed, Mohtar, 1990, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metedologi,

Jakarta: PT. Pustaka LP3ES bekerja sama dengan USAID

Michael Hass dalam James N. Rossenau, 1969.International Politics and Foreign

Policy: A Reader in Research and Theory. New York: The Free press

Situmorang Andre Pereira, 1999.Perubahan Global dan perkembangan Study

Hubungan Internasional. Bandung: Citra Aditya Bakti

Soetjipto, Ani dan Pande Trimayuni, 2013, Gender & Hubungan Internasiona

Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Jalasutra.

Sumber Skripsi dan Jurnal

Adnan, Abdul Hadi. 2006. Penyelesaian Sudan Selatan dan Krisis di

Darfur.Jurnal UNPAS. Jakarta

Dikara Maitri Pradipta Alkarisya, Internasionalisasi Konflik Etnis Darfur Tahun

(10)

X

Fitriani., 2006. Kontribusi Perspektif Feminis Dalam Studi Hubungan

Internasional: Sebuah Tinjauan Terhadap Fenomena Perkosaan

Perempuan Di Wilayah Konflik, Jakarta:Universitas Indonesia.

Maharani, Dita Bhangga Kun, 2010, Peran UNIFEM (United Nations

Development Fund forWomen) Dalam Menghapuskan Kekerasan

Terhadap Wanita Afghanistan (2002-2009), Jakarta: UNAIR.

UNIFEM, 2010, UNIFEM annual report 2009-2010. New York

http://www.unifem.org/attachments/products/AnnualReport_2009-2010_en.pdf

Sumber Laporan

CEDAW (Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap

perempuan),. 2004. Mengembalikan Hak-Hak Perempuan. New

Delhi:United Nations Development Fund For Women

Kathleen Linda Webo, 2008. Final Report: End Programme Evaluation

‘Protecting and Promotin Women’s Right and leadership in Sudan’

(2005-2006) and ‘Gender Justice in Sudan (2005-2008) UNIFEM

Okonji, Grace. Final Report: End of The Programme Evaluation Of the UN

Women an Unitarian Universalist Service Committee Funded Programme,

Defending And Securing the Human Rights Of women And Girls In the

Humanitarian Crisis South Darfur, Sudan-July 2008- July 2010, 2011. UN

Women.

Report Female genital mutilation in Sudan and Somalia

http://www.landinfo.no/asset/764/1/764_1.pdf%5D

Sudan. Five Years On: No justice for Sexual Violence in Darfur, 2008, Human

(11)

XI

Tara Gingerich, J.D., M.A. & Jennifer Leaning, M.D., S.M.H. 2004. The Use Of

Rape As Weapon war in The Conflict In Darfur, Sudan. U.S. Agency for

International Development

UNIFEM Australia, our story 1990-2010. UN Women.

Sumber Internet

Conflict Analysis, diakses dari http://eyesondarfur.org/conflict.html

Maklumat Politik Sudan

http://hizbut-tahrir.or.id/2008/08/14/maklumat-politik-sudan/

UNFPA state of world population 2005. Gender-Based Violence: A Price Too

High (http://www.unfpa.org/swp/2005/english/ch7/

Konflik Internal Sudan

http://dnaberita.com/berita-24100-hasil-referendum-nyatakan-sudan-selatan-merdeka.html

Pengertian Konflik Vertikal

http://www.scribd.com/doc/81125001/KONFLIK-VERTIKAL

Kebudayaan Masyarakat Darfur

http://reinhardjambi.wordpress.com/2009/04/06/kebudayaan-masyarakat-darfur-bagian-i/

Understanding The Darfur Conflict,

http://desynuraini87.wordpress.com/2014/06/18/understanding-the-darfur-conflict1/

Arab Women Play a Role in War-Related Rape in Darfur,

(12)

XII

The History and Origins of The Current in Darfur

http://www.sarpn.org.za/documents/d0001277/PNADC475_Darfur_Febr2005_Ch

ap2.pdf

The Black Book : Imbalance of Power and Wealth in Sudan ,

http://www.sudanjem.com/english/book/blackbook_part1/20040422_bbone.htm

Understanding the Conflict In Darfur,

http://www.peacepalacelibrary.nl/ebooks/files/salih.pdf

Sudan for all, peace for all, through the right of self-determination for Darfur

http://www.slmonline.net/00099slm.html

The Crisis in Darfur : An Analysis Of Its Origins And Storylines,

http://scholar.lib.vt.edu/theses/available/etd-12242004-143603/unrestricted/tquachmajorpaper.pdf

The Criminologi Of Genosida: The Death And Rape Of

Darfur,http://johnhagan.org/pdfs/criminology_of_genocide.pdf

Darfur: A ‘Plan B’ to Stop Genocide?" US Department of State. 2007-04-11

http://www.state.gov/p/af/rls/rm/82941.htm

Sudan Darfur: Rape as a Weapon of War, Sexual Violence and Its Consequences

http://www.amnesty.org/en/library/asset/AFR54/076/2004/en/f66115ea-d5b4-11dd-bb24-1fb85fe8fa05/afr540762004en.pdf

Women, War and Peace

http://www.unfpa.org/sites/default/files/pubpdf/3F71081FF391653DC1256C6900

(13)

XIII

Médecins Sans Frontières-Holland, Crushing Burdenof Rape: Sexual Violence in

Darfur, Maret 2012.

http://www.msf.org/article/rape-and-sexual-violence-ongoing-darfur-sudan

Dampak Sosial Psikologi Perkosaan,

http://fatur.staff.ugm.ac.id/file/JURNAL%20-%20Dampak%20Sosial-Psikologis%20Perkosaan.pdf

Darfur Briefing September 2012 http://www.slmonline.net/DARFUR%20

%20SECURITY%20DETERIORATES%20WHILE%20THE%20UK%20FOOT

S%20THE%20BILL.pdf

Sexual Violence,

http://www.who.int/violence_injury_prevention/violence/global_campaign/en/cha

p6.pdf

Darfur: No Redress for Rape”,

http://www.hrw.org/en/news/2008/04/06/darfur-no-redress-rape

Médecins Sans Frontières-Holland,Crushing Burdenof Rape: Sexual Violence in

Darfur, Maret 2012.

http://www.doctorswithoutborders.org/publications/reports/2005/sudan03.pdf

Women, War and Peace: The Independent Experts’ Assessment on the Impact of

Armed Conflict on Women and Women’s Role in Peace building

http://www.unfpa.org/sites/default/files/pub-pdf/3F71081FF391653DC1256C69003170E9-unicef-WomenWarPeace.pdf

Women and Men In Afghanistan, Baseline Statistics On Gender

http://www.refworld.org/pdfid/4a7959272.pdf

Female genital mutilation www.who.int/mediacentre/factsheets/fs241/en/

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sudan adalah salah satu negara di Afrika yang mengalami konflik Internal.

Konflik internal di Sudan berlangsung sejak tahun 1989 dan menjadi

permasalahan yang kompleks. Berbagai konflik yang terjadi di Sudan ini berujung

pada pemisahan antara negara Sudan utara dan Sudan selatan pada tahun 2011.1

Konflik yang terjadi di Sudan terbagi dua, pertama konflik mengenai kasus Sudan

selatan dan Sudan utara dan yang kedua adalah konflik Darfur.2

Darfur adalah sebuah propinsi yang luas di daerah Barat Sudan yang

murni berpenduduk Muslim, campuran Arab dan Afrika. Darfur berasal dari kata

Arab yang berarti Tanah Fur. Arab Darfur yang sebelumnya adalah sebagai suku

nomad menciptakan keragaman entitas yang mendiami wilayah Darfur. Namun

perubahan pola lingkungan baru dengan masuknya etnis pendatang tersebut justru

menjadi awal munculnya konflik kecil yang bersifat kontinyu dan dinamis.

Berawal dari konflik kecil antar etnis, konflik Darfur mengalami

pergerakan yang ekspansif sejak adanya intervensi pihak asing. Dimulai pada

tahun 1916 ketika Darfur berada di bawah kontrol pemerintahan Inggris yang

memasukkan seluruh administrasi kesultanan Darfur masuk ke dalam

pemerintahan Inggris-Mesir. Kontrol Darfur di bawah Inggris menyebabkan

ketimpangan dalam berbagai bidang kesejahteraan seperti pembangunan dan

1

http://dnaberita.com/berita-24100-hasil-referendum-nyatakan-sudan-selatan-merdeka.html d akses pada tanggal 15 agustus 2014

2

(15)

2

sosio-ekonomi. Hal ini semakin memuncak ketika Darfur menjadi bagian dari

pemerintahan Sudan pada 1965.3

Diskriminasi dialami etnis Afrika Darfur dengan sikap pemerintah Sudan

yang menempatkan etnis Arab Darfur dalam tata pemerintahan negara.

Marjinalisasi tersebut menimbulkan kekecewaan etnis Afrika Darfur yang

notabene merupakan penduduk asli sejak kesultanan Darfur berdiri. Akumulasi

kekecewaan etnis Afrika Darfur terhadap pemerintah Sudan akan adanya

pemarjinalisasian dan pendeskriminasian diwujudkan melalui pemberontkan

gerakan separatis.

Gerakan separatis Darfur menamakan dirinya sebagai Darfur Liberation

Front (DLF) sejak pembentukannya pada tahun 2003. Mereka menyerang pos-pos

militer di Darfur Barat dan menghancurkan infrastuktur publik. Diketahui dua

minggu setelahnya mereka berganti nama menjadi Sudan Liberation Movement

(SLM) dan kembali menyerang Darfur Barat dengan menewaskan 195 militer

Sudan. 4 Tanggal 25 April 2003 kelompok pemberontak SLM menyerang

pangkalan udara Sudan di daaerah Al-Fashir dan menghancurkan sejumlah

helikopter milik pemerintah, pesawat pembom Antonov, menduduki kantor pusat

militer dan menangkap Mayjen Ibrahim Bughara, kepala Angkatan Udara Sudan.

Kekuatan SLM bertambah dengan bergabungnya kelompok pemberontak baru,

Justice and Equality Movement (JEM), yang menyerang instalasi pemerintah

Sudan.5

3

Daniella Gross de Almeida. 2008. The Darfur Conflict : Beyond ‘Ethnic Hatred’ Explanations.

University of Stellenbosch. Hal 11

4

Ibid, hal 12

5

(16)

3

Tanggapan pemerintahan Sudan yang selama ini mengabaikan tuntutan

Darfur justru terkesan sangat represif dan berlebihan. Kemarahan pemerintah

Sudan atas serangan SLM dan JEM sebenarnya dapat dimaklumi. Namun

bukannya menanggapi penyerangan SLM dan JEM ini dengan negosiasi terhadap

tuntutan mereka yang tidak pernah didengar, pemerintah Sudan malah membentuk

kekuatan militer tandingan untuk menumpas gerakan SLA dan JEM yang dikenal

dengan pasukan Janjaweed.6

Dalam kapasitasnya sebagai militer pemerintahan dengan tujuan

mengamankan dan menjaga ruang pertahanan wilayah pemerintahan Darfur,

Janjaweed bertindak di luar kontrol. Fasilitas yang disediakan oleh pemerintah

Sudan untuk pasukan Janjaweed dengan tujuan memerangi pemberontak, hal ini

tidak lagi digunakan untuk tujuan utama, akan tetapi pasukan janjaweed mulai

menyalahgunakan fasilitas yang disediakan oleh Pemerintah Sudan ialah dengan

cara menyerang penduduk sipil, bahkan pasukan janjaweed melakukan

penggusuran terhadap warga sipil dipemukiman warga pusat tempat para

pemberontak.

Fenomena lainnya adalah perempuan-perempuan yang menjalankan

tugasnya di kamp-kamp pengungsian sering kali diculik dan diperkosa

berulang-ulang kali oleh pasukan Janjaweed. Jumlah perempuan korban perkosaan yang

berhasil lolos dan mampu mencapai pengungsian di Chad berjumlah 250 orang

dan diperkirakan 250 perempuan lainnya masih tersekap di kamp milisi.7 Selain

6

Janjaweed adalah suatu istilah yang merujuk pada orang-orang bersenjata di wilayah Darfur, Sudan bagian barat. Menurut definisi PBB, Janjaweed terdiri dari para pejuang kulit hitam berbahasa Arab, yang intinya berasal dari kaum Abbala (peternak unta) dengan melibatkan kaum Baggara (peternak sapi)

7

(17)

4

itu kasus pemerkosaan terjadi ketika perempuan-perempuan ini melakukan

tugasnya untuk mengumpulkan kayu bakar dan mengambil air. Pemerkosaan

terjadi di antara hutan dan desa ketika mereka berjalan untuk melakukan tugasnya.

Pemerkosaan ini dilakukan oleh pasukan Janjaweed terhadap

perempuan-perempuan Darfur.

Akibat dari pemerkosaan dan kekerasan seksual yang terjadi secara

besar-besaran ini yaitu kehamilan yang tidak di inginkan yang semakin meluas.

Ironisnya kebanyakan dari perempuan korban pemerkosaan tidak mengetahui

ayah dari anak yang di kandungnya akibat dari perkosaan yang sering di alami.

Hal ini menyebabkan berbagai dampak bagi para perempuan mulai dari fisik

hingga psikologis. Para perempuan Darfur yang hamil akibat diperkosa oleh

pasukan Janjaweed akan dijauhi dan dianggap tabu karena mengandung anak dari

musuh. Tidak hanya itu perempuan yang sudah menikah dan menjadi korban

bahkan akan ditolak kembali oleh suami-suami mereka. Selain pemerkosaan para

perempuan ini juga menjadi korban dari praktek kekerasan yang biasa disebut

Female Genital Mutilation (FGM).

Pemerkosaan dilakukan oleh pasukan Janjaweed ini bertujuan untuk

melaksanakan program pembersihan etnis fur, Zaghawa dan Masalit yang diutus

oleh pemerintah Sudan.8 Pemerkosaan merupakan tindak kekerasan fisik yang

dapat langsung menyebabkan kematian. Kekerasan terhadap genital perempuan

yang dilaksanakan di negara ini memberikan konsekuensi kesehatan yang lebih

besar. Cedera yang mereka alami berupa cedera fisik yang parah karena tidak

hanya pemaksaan seksual mereka juga mengalami serangan oleh tongkat dan

8

(18)

5

cambuk. Sekitar 4% dari korban pemerkosaan yang dilaporkan ke Médecins Sans

Frontières (MSF) mengalami patah tulang dan luka bakar setelah serangan.

Penyebaran HIV/AIDS melalui infeksi secara seksual menempatkan hidup para

perempuan ini dalam bahaya, bahkan bagi kehidupan anak-anak mereka.9

Melihat situasi yang semakin memburuk dan terjadinya pelanggaran HAM

di Darfur. Maka pada tahun 2005 PBB mengirimkan berbagai pasukan keamanan

ke Darfur. Berdasarkan resolusi PBB nomor 1325 tahun 2000 mengenai

perempuan, keadilan, dan perdamaian, PBB mengutus UNIFEM untuk turun dan

menangani masalah ini. UNIFEM adalah dana pembangunan untuk perempuan

Perserikatan Bangsa Bangsa. UNIFEM menyediakan bantuan teknis dan

keuangan bagi program dan strategi inovatif yang memperjuangkan hak asasi,

partisipasi politik, dan ketahanan ekonomi perempuan. 10

Pada tahun 2005 UNIFEM masuk ke Darfur untuk melihat situasi dari

perempuan-perempuan tersebut. Beberapa tindakan telah dilakukan oleh UNIFEM

untuk mengembalikan hak-hak serta menghentikan kekerasan yang dialami oleh

perempuan di Darfur. Sebenernya UNIFEM telah hadir di Sudan sejak tahun

1994, namun pada saat itu UNIFEM berperan sebagai media yang mendukung

untuk dilaksanakannya dialog antara perempuan Sudan Utara dan Sudan Selatan.

Dialog tersebut berisi tentang agenda pengembangan perempuan Sudan. Kondisi

perempuan Sudan saat itu telah menarik perhatian UNIFEM, terutama dengan

pecahnya konflik di Darfur.

9

Maklumat politik Sudan, http://hizbut-tahrir.or.id/2008/08/14/maklumat-politik-sudan/ diakses pada 15 Maret 2013

10

(19)

6

Pada bulan April 2005, UNIFEM mengikuti konferensi yang membahas

mengenai negara donor untuk Sudan di Oslo, Norwergia, dan mendesak untuk

melakukan suatu tindakan untuk perempuan Sudan dengan Fokus pada enam

bidang, yaitu pemerintahan dan hukum, Gender Based Violence (GBV),

peningkatan kapasitas dan pengembangan kelembagaan, kebijakan ekonomi dan

manajemen, mata pencaharian dan sektor produktif dan pelayanan sosial. Agenda

ini kemudian berlanjut dengan diadakannya pertemuan persetujuan Sudan di Oslo,

Norwergia pada Mei 2005.11

Setelah dibentuknya dokumen program UNIFEM untuk perempuan Sudan

kemudian menghasilkan rancangan kerja yaitu ; “Gender Justice” yang diterapkan

pada tahun 2005 hingga tahun 2008.12 Program ini terdiri dari serangkaian

capability building di wilayah konflik. Kemudian dilanjutkan dengan program

Defending and Securing the Human Right of Women’s and girls in the

Humanitarian Crisis in Darfur”.13 program ini merupakan program utama yang

diterapkan pada tahun 2008 hingga 2010. Dan merupakan program yang fokus

terhadap penanganan GBV. Program UNIFEM ini berdasarkan Deklarasi Beijing

dan Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1325 (2000). 14

11

Kathleen Linda Webo, Final Report: End Programme Evaluation ‘Protecting and Promotin Women’s Right and leadership in Sudan’ (2005-2006) and ‘Gender Justice in Sudan (2005-2008)

UNIFEM, 2008. Hal ii

12

Ibid

13

Grace Okonji. Final Report: End of The Programme Evaluation Of the UN Women an Unitarian Universalist Service Committee Funded Programme, Defending And Securing the Human Rights Ofwomen And Girls In the Humanitarian Crisis South Darfur, Sudan-July 2008- July 2010, 2011. UN Women, hal 6

14

(20)

7 1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah : Bagaimana peran

UNIFEM (United Nations Development Fund for Women) dalam upaya

melindungi hak-hak perempuan dalam konflik Darfur?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mencoba menjelaskan peran UNIFEM

(United Nations Development Fund for Women) dalam upaya melindungi hak-

hak perempuan di Darfur, ketika perempuan-perempuan di Darfur tersebut merasa

tertindas dan menjadi korban seksual akibat perang yang terjadi di daerah Darfur.

Serta langkah apa yang dilakukan oleh UNIFEM dalam melindungi

perempuan-perempuan dari konflik yang terjadi di Darfur seperti yang telah dirangkum dalam

latar belakang di atas.

1.4. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Praktis

Hasil studi ini diharapkan dapat memberi pemahaman tentang keadaan

perempuan-perempuan di Darfur yang menjadi korban perang pada masa konflik

di Darfur. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

bagaimana UNIFEM dalam upayanya melindungi hak-hak perempuan di Darfur

ketika konflik yang terjadi antara pasukan Pemerintah dengan pemberontak yang

bahkan melibatkan penduduk sipil, dan mengetahui sebab mengapa hal itu bisa

(21)

8

2. Manfaat akademis

Untuk perkembangan studi hubungan internasional selanjutnya, akan

ditinjau lebih lanjut mengenai peran UNIFEM sebagai Organisasi Internasional

dalam melindungi hak-hak perempuan yang menjadi korban perang.

1.5. Literatur Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian yang menjadi literatur terdahulu dalam

penelitian ini. Penelitian yang pertama yaitu skripsi dari Fitriani,15 yang kedua

skripsi Dhita Bhangga Kun Maharani.16

Penelitian yang pertama berjudul Kontribusi Perspektif Feminis dalam

Studi Hubungan Internasional : Sebuah tinjauan terhadap fenomena perkosaan

perempuan di wilayah konflik, dari Fitriani. dalam tulisannya, Fitriani membahas

kasus pemerkosaan perempuan yang lazim terjadi selama masa konflik.Fitriani

menjabarkan karakteristik-karakteristik dari fenomena pemerkosaan perempuan di

wilayah konflik dan mencoba menganalisisnya dengan menggunakan sudut

pandang dari perspektif realis, liberalis, dan globalis. Namun perspektif-perspektif

tersebut tidak dapat menjelaskan mengenai fenomena pemerkosaan sehingga

perspektif feminis dibutuhkan untuk menjawab kasus pemerkosaan perempuan

yang terjadi di wilayah konflik ke dalam kajian dari studi HI.

Dalam penelitian Fitriani menurut Pakar feminis yang secara khusus

membahas tentang pemerkosaan perempuan di wilayah konflik adalah Susan

Brownmiller dan Chyntia Enloe. Susan Brownmiller mengenalkan terminologi

15

Fitriani, (2006), Kontribusi Perspektif Feminist Dalam Study Hubungan Internasional: Sebuah Tinjauan Terhadap Fenomena Perkosaan Perempuan Di Wilayah konflik, UI, Jakarta.

16

(22)

9

symbolic battlefields atau medan perang simbolik atas tubuh perempuan.

Walaupun perempuan tidak turun langsung dalam perang, identitas dari tubuhnya

merepresentasikan satu budaya dan genetik dari suku/agama/ras tertentu yang

berbeda dari pihak musuh, Chyntia Enloe mengenalkan terminologi the personal

is international yang memperlihatkan bagaimana politik yang ada secara

internasional membentuk identitas personal, kehidupan pribadi, serta hubungan

antar manusia di dunia. Pemerkosaan dalam waktu perang banyak dilakukan

tentara sebagai hasil dari sistem patriarkal yang ditanamkan melalui militerisasi. 17

Penelitian yang kedua yaitu Peran UNIFEM dalam menghapuskan

kekerasan terhadap perempuan Afghanistan dari Dita Bhangga Kun Maharani.

Dalam penelitiannya penulis mencoba membahas mengenai peningkatan hak asasi

perempuan di Afghanistan setelah Kelompok Taliban tidak lagi memimpin,

khusunya penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Menurut sejarahnya, hak

asasi perempuan Afghanistan mengalami pasang surut, pada beberapa periode

mengalami peningkatan. Akan tetapi sejak perang sipil dan invasi Uni Soviet

terjadi di Afghanistan tahun 1978 kondisi perempuan memburuk. Perempuan

menjadi salah satu korban dalam perang. Hal ini diperparah ketika kelompok

Mujahidin dan Taliban menguasai Afghanistan.18

Pada saat kelompok Mujahidin berhasil mengalahkan Uni Soviet dan

menguasai Afghanistan, kekerasan terhadap perempuan menyebar luas, namun

pemerintah tidak memberlakukan kebijakan resmi mengenai larangan terhadap

perempuan untuk mendapatkan hak mereka. Kebijakan larangan terhadap

17

Fitriani (2006), Kontribusi Perspektif Feminis Dalam Studi Hubungan Internasional:Sebuah Tinjauan Terhadap Fenomena Perkosaan Perempuan Di Wilayah Konflik, UI, Jakarta: hal 12

18

(23)

10

perempuan secara ekstrim diberlakukan pada saat Taliban memimpin

Afghanistan, perempuan dilarang tampil diruang publik dan diharuskan memakai

pakaian khusus (burqa). Setelah Taliban dikalahkan oleh AS melalui invasi militer

tahun 2001, kondisi perempuan di Afghanistan mendapatkan perhatian kembali,

baik dari dalam negeri maupun internasional. Beberapa perbaikan mulai terlihat

dibidang kesehatan, pendidikan dan sosial.

UNIFEM sebagai badan PBB yang bergerak untuk perempuan hadir di

Afghanistan tahun 2002. UNIFEM melalui program gender and justice yang

didalamnya termasuk unit elemination of violence against women bertujuan untuk

mengurangi perluasan kekerasan terhadap perempuan di Afghanistan. Fenomena

kekerasan terhadap perempuan masih banyak terjadi baik kekerasan fisik dan

seksual. Penelitian ini mengkaji mengapa kekerasan terhadap perempuan masih

banyak terjadi di Afghanistan. Melalui teori organisasi dan konsep sistem serta

konsep sosiologi hukum diperoleh bahwa kekerasan terhadap perempuan masih

banyak terjadi di Afghanistan disebabkan oleh dua hal. Pertama, kurangnya

kapabilitas pemerintah dalam mengimplementasikan sistem hukum di

Afghanistan sehingga perempuan kurang mendapatkan perlindungan hukum.

Kedua, budaya patriarki dan fundamentalisme yang melekat kuat dalam

kehidupan masyarakat Afghanistan menyebabkan perempuan memiliki posisi

(24)

11 Tabel 1.1 Tabel Penelitian Terdahulu

No Nama/Judul Metodologi Hasil

1 Fitriani/ Kontribusi

gender and justice, dimana

(25)

12 1.6. Landasan Konsep

1.6.1. Organisasi Internasional

Organisasi Internasional memiliki dua pengertian. Pertama yaitu sebagai

suatu lembaga atau struktur yang mempunyai serangkaian aturan, anggota, jadwal,

tempat dan waktu pertemuan. Kedua, organisasi internasional merupakan

pengaturan bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang utuh dimana tidak ada

aspek non lembaga dalam istilah organisasi internasional ini.19 Peran organisasi

internasional di sini bukan hanya untuk menjaga perdamaian melalui jalan militer,

akan tetapi juga dalam hal sosial.

Fungsi utama dari organisasi internasional adalah untuk menyediakan

sarana kerjasama antar negara-negara, dimana kerjasama tersebut dapat

menghasilkan keuntungan untuk semua atau sebagian besar negara. Selain itu

organisasi internasional berfungsi untuk menyediakan saran sebagai saluran

komunikasi antar pemerintah agar penyelesaian secara damai dapat dilaksanakan

apabila terjadi konflik. Hal ini memiliki kesamaan dengan teori yang

dikembangkan oleh Umar S. Bakri bahwa Organisasi Internasional adalah sebuah

lembaga yang berfungsi untuk menghubungkan urusan antar negara-negara. Lalu

ia juga mengklasifikasikan Organisasi Internasional menurut jenisnya menjadi dua

bagian.20

1. Intergoverment Organization (IGO) organisasi antar pemerintah, yaitu

organisasi yang dibentuk oleh dua atau lebih negara-negara berdaulat

dimana mereka bertemu secara reguler dan memiliki staff yang fulltime.

19

Michael Hass dalam James N. Rossenau, 1969. International Politics and Foreign Policy: A Reader in Research and Theory. New York: The Free press, hlm. 131

20

(26)

13

Keanggotaan IGO, umumnya bersifat sukarela, sehingga eksistensinya

tidak mengancam kedaulatan negara-negara.

2. Non-Goverment Organization (NGO), organisasi non pemerintah, definisi

ini mengacu pada Yearbook of International Organization, yang

menyatakan bahwa NGO merupakan organisasi yang terstruktur dan

beroperasi secara Internasional serta tidak memiliki hubungan resmi

dengan pemerintah suatu negara.

Menurut jenisnya UNIFEM merupakan IGO karena dilihat dari

strukturnya bahwa UNIFEM merupakan badan di bawah naungan PBB dan tidak

terikat oleh suatu negara maupun di dunia melainkan bebas bergerak kemanapun.

UNIFEM memiliki peran yang sangat penting terhadap kekerasan pada

perempuan dalam konflik Darfur. Pelaksanaan tugas UNIFEM merupakan suatu

peran dari Organisasi Internasional.

Peran ini dapat diartikan sebagai bagian yang harus di mainkan suatu

organisasi dalam porsi sosialnya. Peran suatu lembaga dalam bentuk bantuan

kepada pihak lain di bedakan sebagai berikut :

1. Peran sebagai instrumen, artinya bertindak untuk memberikan dorongan

kepada orang lain untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan.

2. Peran sebagai komunikator, artinya menyampaikan segala informasi

secara benar dan dapat dipertanggungjawabkan.

3. Peran sebagai perantara, yaitu mengupayakan dana, dan upaya serta

keahlian yang diperuntukkan untuk masyarakat.21

21

(27)

14

UNIFEM di artikan sebagai kategori yang ketiga, dimana dalam upayanya

melindungi hak perempuan dalam konflik sipil Darfur. UNIFEM menyediakan

bantuan teknis dan keuangan bagi program dan strategi inovatif yang

memperjuangkan hak asasi, partisipasi politik, dan ketahanan ekonomi

perempuan. Dan UNIFEM juga bekerja sama dengan pemerintah serta

lembaga-lembaga masyarakat lainnya dalam melindungi hak-hak perempuan di Darfur.

1.6.2. Gender Based Violence

Terdapat berbagai definisi mengenai Gender Based Violence (GBV). Menurut

UN Commissioner for Refugees mendefinisikan GBV sebagai:

gender-based violence (GBV) refers to

violence that targets a person or a group of

persons because of gender.”22

Dalam hal ini GBV berarti kekerasan yang ditargetkan kepada seseorang

atau sekelompok orang karena gender mereka. Sedangkan Komite penghapusan

Kekerasan terhadap perempuan mengartikan dengan lebih luas, yaitu termasuk

kepada tindakan yang mengakibatkan kerugian fisik, mental atau seksual atau

penderitaan, ancaman tindakan, serta paksaan dan perampasan kebebasan lainnya

berdasarkan gender mereka. Sedangkan menurut UNIFEM (United Nations

Development Fund for Woman) GBV memasukkan konteks baru ke dalam

pendefinisian GBV, yaitu memasukkan unsur hubungan kekuasaan yang tidak

setara antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat.

Kekerasan terhadap perempuan merupakan manifestasi relasi kuasa

(power relations) yang tidak imbang secara historis antara perempuan dan

22

(28)

15

laki yang menimbulkan dominasi dan diskriminasi sistematis terhadap

perempuan. 23 Menurut deklarasi Beijing yang dihasilkan dalam konferensi

Perempuan Dunia keempat tahun 1995, kekerasan terhadap perempuan

didefinisikan sebagai:

Tindak kekerasan yang dilakukan berdasarkan gender dengan berdampak pada cedera ataupun penderitaan fisik, seksual ataupun psikologis yang dialami perempuan, termasuk didalamnya ancaman, tindak kekerasan maupun pembatasan kebebasan, baik terjadi diwilayah publik

maupun privat.24

Deklarasi Beijing secara spesifik menyatakan bahwa pelanggaran hak

asasi manusia yang dimiliki perempuan yang kerap terjadi dalam situasi konflik

adalah pembunuhan, pemerkosaan yang dilakukan secara sistematis, perbudakan

seksual dan pemaksaan kehamilan.25

Menurut Susan Brownmiller latar belakang terjadinya pemerkosaan

perempuan di wilayah konflik dengan menggunakan termin “medan perang

simbolik” atas tubuh perempuan.26 Perempuan seringkali tidak turun langsung

dalam peperangan ataupun memanggul senjata namun identitas tubuhnya

mempresentasikan suatu budaya dan genetika suku/agama/ras tertentu yang

berbeda dari pihak musuhnya .

Perbedaan ini menjadi sangat kuat karena musuh melihat kemampuan

reproduksi genetik dari perempuan. Yang mana menjadikan pemerkosaan

maupun segala bentuk kekuasaan lainnya terhadap alat reproduksi perempuan

23

Ani soetjipto dan Pande Trimayuni, Gender & Hubungan Internasiona Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Jalasutra. Hal 119

24

Poin 118 Deklarasi Beijing, United Nations, hal 75 dalam Ani soetjipto dan Pande Trimayuni,

Gender & Hubungan Internasional Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Jalasutra. Hal 120

25

Ibid, hal : 120

26

(29)

16

sebagai salah satu bentuk penaklukan dan aksi perang yang dianggap setipe

dengan penyerangan harta benda pihak lawan. Menurut Susan Brownmiller

“kemenangan atas perempuan melalui pemerkosaan merupakan salah satu cara

untuk mengukur kemenangan, bagian dari pembuktian maskulinitas dan

kesuksesan, sebuah penghargaan yang nyata atas perjuangan mereka”.27

Menurut pemerhati perang dan gender di India, Anuradha M.Chenoy,

dalam sebuah konflik bersenjata, perempuan berada didalam 6 posisi yaitu

sebagai :

1. Korban dan pengungsi

2. Berelasi dengan kombatan

3. Pendukung pergerakan

4. Kombatan yang dipersenjatai

5. Pendukung kehidupan kombatan

6. Pembuat perdamaian28

Lima dari enam posisi (1,2,3,5 dan 6) menunjukkan perempuan tidak

diposisikan sebagai kombatan, bahkan rentan menjadi korban karena tidak cukup

dilatih dan dipersenjatai. Dalam konflik, perempuan diperkosa karena perannya

yang mendukung kehidupan dan budaya yang dianggap bertentangan dengan

pelaku pemerkosaan.29

27

Ibid hal 123

28

Anuradha M.Chenoy, Women, War and Peacedalam Ani soetjipto dan Pande Trimayuni,

Gender & Hubungan Internasional Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Jalasutra. Hal 129

29

(30)

17

Hal ini menunjukkan pemerkosaan digunakan sebagai instrumen perang.

Pemerkosaan diwilayah konflik terus terjadi karena fenomena internasional ini

menjalankan fungsi tersendiri dalam perang, menjadikannya taktik dalam konflik.

Menurut Spike Peterson dan Anne Sisson Runyan, sebab terjadinya

pemerkosaan perempuan dikarenakan adanya ideologi dominan gender dalam

masyarakat yang mempercayai bahwa secara alamiah laki-laki lebih agresif dan

aktif secara seksual dari pada perempuan yang lebih pasif dan represif secara

seksual. Hal ini juga sering menjadi alasan dilakukannya pemerkosaan selain juga

dalih sosial untuk tidak menghukum pelaku secara berat karena dipandang

sebagai kejahatan dan alamiah.30

1.7. Metodologi Penelitian

1.7.1. Level Analisis

Level analisis dalam penelitian ini yaitu peran UNIFEM dalam melindungi

hak-hak perempuan, yang dalam penelitiannya akan dijelaskan bahwa hal tersebut

bisa dipengaruhi, artinya adalah sebagai pengaruh dari konflik Darfur sehingga

UNIFEM berinisiatif untuk melindungi hak-hak perempuan di Darfur. Dimana

UNIFEM ini merupakan sistem Internasional yang merespon tindakan suatu

negara.Sedangkan unit ekplanasi dalam penlitian ini adalah konflik di Darfur

karena hal tersebut mengundang perhatian dari dunia Internasional terutama

UNIFEM. Kemudian hubungan antara variable dalm penelitian ini bersifat

reduksionis karena unit eksplanasi dalam penelitian ini lebih rendah, yaitu Negara

mempengaruhi sistem internasional.

30

(31)

18 1.7.2. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe deskriptif. Yaitu dengan berusaha

memberikan gambaran atau mendeskripsikan keadaan atau permasalahan obyek.

Dalam penjelasan metedologis, yang dimaksud dengan deskriptif adalah upaya

untuk menjawab pertanyaan “bagaimana”?31 Penelitian ini termasuk dalam tipe

penelitian deskriptif karena dalam penelitian ini penulis akan berusaha dan

mencoba menjelaskan bagaimana peran UNIFEM dalam melindungi hak-hak

perempuan dalam konflik Darfur, dengan bantuan konsep Organisasi

Internasional.

1.7.3. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini dikumpulkan

dari berbagai sumber internet, buku, skripsi, jurnal dan data dari E-book.

Selanjutnya, data tersebut diolah dan digunakan untuk membantu mempermudah

penelitian ini.

1.7.4. Teknik Analisa Data

Berkaitan dengan teknik analisa data, dalam penelitian ini penulis

menggunakan data kualitatif dimana data yang diambil untuk penelitian ini bukan

merupakan data yang sifatnya menghitung, serta jawaban dalam menjelaskan

rumusan masalahpun bukan merupakan sebuah pembahasan yang bisa

disimbolkan dengan menggunakan angka. Data-data kualitatif yang diperoleh

31

(32)

19

tersebut kemudian diolah dan akan digunakan sebagai bahan untuk menjawab dan

menjelaskan rumusan masalah yang telah diambil dalam penelitian ini.

1.8. Ruang Lingkup Penelitian

1.8.1. Batasan Penelitian

Penelitian ini di fokuskan pada peran UNIFEM dalam upaya melindungi

hak hak perempuan yang menjadi korban atas konflik yang terjadi di Darfur.

Konflik ini telah banyak merugikan perempuan-perempuan di Darfur. Karena

banyaknya perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual yang di lakukan

oleh suku janjaweed. Maka atas fenomena ini, UNIFEM sebagai Organisasi

Internasional mempunyai inisiatif yaitu melindungi hak-hak perempuan yang

menjadi korban atas konflik yang terjadi di Darfur ini.

1.8.2. Batasan Waktu

Batasan waktu ini di fokuskan pada tahun 2005 sampai tahun 2010. Pada

Tahun 2005 PBB mengutus UNIFEM ke Darfur untuk membantu menangani

perempuan-perempuan yang menjadi korban akibat konflik Darfur. Upaya

dilakukan oleh UNIFEM untuk membantu mengembalikan hak-hak perempuan

Darfur pada tahun 2010, meskipun konflik Darfur sendiri masih berlangsung

hingga saat ini.

1.9. Argumen Dasar

Untuk melindungi perempuan dari pemerkosaan dan GBV yang

(33)

20

Program yang dijalankan oleh UNIFEM memiliki landasan hak untuk setiap

perempuan hidup bebas dari deskriminasi dan kekerasan. Pengaplikasian landasan

tersebut dapat terlihat dari dua program kerja yang dijalankan UNIFEM yaitu

Gender Justice” (2005-2008). Dari program tersebut dilanjutkan dengan

program Defending and Securing the Human Rights of Women and Girls in the

Humanitarian Crisis in Darfur” yang direalisasikan pada tahun 2008 hingga

2010. Program ini fokus pada pencegahan dan penanganan GBV. Implementasi

dari program ini ialah tercapainya hasil yang direncanakan, salah satunya ialah

mengurangi insiden dan jumlah korban perempuan yang mengalami GBV.

1.10. Sistematika Penulisan

Tabel 1.2 Sistematika Penulisan

Bab Bahasan Pokok

Bab I: Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Manfaat Penelitian 1.5. Literatur Terdahulu 1.6. Landasan Konsep

1.6.1. Organisasi Internasional 1.6.2. Gender Based Violence 1.7. Metodologi Penelitian 1.7.1. Level Analisa 1.7.2. Tipe Penelitian

1.7.3. Teknik Pengumpulan Data 1.7.4. Teknik Analisa Data Bab II : Gambaran umum 2.1. Konflik Darfur secara Umum

(34)

21

Tentang Konflik Darfur

dan Kekerasan Terhadap

Perempuan

2.2.1.Warisan masa olonial Inggris

2.2.2.Diskriminasi yang dilakukan oleh Pemerintah Sudan

2.2.3.Disentegrasi Sudan Utara dan Sudan Selatan

2.2.4. Konflik darfur 2003

2.3.Kekerasan Berbasis Gender Terhadap Perempuan Darfur

2.3.1.Pemerkosaan Terhadap Perempuan sebagai Weapon of War

2.3.2. Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan di Darfur

Bab III : Profil UNIFEM

dan Peran UNIFEM

dalam Upaya melindungi

Hak Perempuan di Darfur

3.1.Gambaran Umum UNIFEM

3.2. UNIFEM diwilayah Konflik

3.3. Peran UNIFEM di Darfur

3.3.1. Program Gender Justice (2005-2008)

3.3.2.Program Defending and Securing The Human Rights On Women and Girls in The Humanitarian Crisis in Darfur (2008-2010)

Gambar

Tabel 1.1 Tabel Penelitian Terdahulu
Tabel 1.2 Sistematika Penulisan

Referensi

Dokumen terkait

Tari Kain merupakan bahagian dari upacara Begawai suku Talang Mamak di Kebatinan Talang Jerinjing, Dalam sebuah upacara ritual setiap perlatan yang digunakan mempunyai

Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Yahya bin

Perlakuan vaksinasi pada ikan gurami dilakukan selama empat minggu pemeliharan menggunakan tiga metode yang berbeda yaitu melalui injeksi, perendaman, dan oral, setiap perlakuan

Pengelompokan ini dilakukan berdasarkan pada variabel-variabel yang menjadi alasan konsumen dalam memilih provider layanan telekomunikasi selular di Bandung,

Panitia Pengadaan Barang/ Jasa Direktorat Kelembagaan dan Pemasyarakatan Hubungan Industrial, Direktorat Jenderal Pembinaan Hubu ngan Indu strial dan Jaminan Sosial Tenaga

Pemrosesan reduksi bijih besi dengan menggunakan blast furnace memiliki kelemahan utama, yaitu karena temperatur proses yang terlalu tinggi maka logam lain ( Si, Mn, dll.) akan

Pengadilan Agama, yang dalam hal ini adalah Pengadilan Agama Tulungagung melalui produk hukumnya berupa penetapan isbat nikah dan penetapan asal-usul anak dapat digunakan sebagai

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang banyak membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup maupun