• Tidak ada hasil yang ditemukan

EMPTY NEST SYNDROME PADA WANITA USIA DEWASA MADYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EMPTY NEST SYNDROME PADA WANITA USIA DEWASA MADYA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

EMPTY NEST SYNDROME PADAWANITA USIA DEWASA MADYA

Oleh: DIYAH ISWATI ( 02810109 )

Psychology

Dibuat: 2007-04-17 , dengan 3 file(s).

Keywords: EMPTY NEST SYNDROME

Banyak orang tua beranggapan, tugas mereka sebagai orang tua berakhir

sesaat setelah anak-anak pergi meninggalkan rumah, untuk menjalani kehidupan mereka masing-masing. Anggapan ini membuat banyak orang tua yang menjadi stres ketika masa itu hampir tiba. Akibatnya, masa tua menjadi masa yang “

tampaknya” tidak menyenangkan, terutama bagi para ibu, yang merasa kehilangan arti atau makna hidup setelah selama sepuluh tahun, dirinya memiliki peran sentral dalam kehidupan anak-anak.

Dalam hal ini Roading & Santrock (1991:277) menjelaskan bahwa kondisi semacam itu akan datang dalam kehidupan pasangan ketika anak-anak mereka menjadi mandiri dan mulai bisa mencari kebutuhannya sendiri dan mereka telah lepas dari keluarga/orangtua. Ketika anak yang mulai dewasa mulai meninggalkan rumah, beberapa orangtua mengalami perasaan kehilangan yang mendalam atau beberapa orangtua tersebut akan mengalami “empty nest syndrome”.

Empty nest syndrome pada usia madya adalah sindrome yang terjadi pada usia dewasa madya karena anak-anak telah dewasa dan mandiri meninggalkan rumah untuk bekerja, menikah, merantau atau kuliah. Seperti dijelaskan oleh Herati (2000: 2) bahwa empty nest syndrome atau syndrome sarang kosong adalah rasa kosong yang biasa terjadi ketika anak-anak sudah mulai keluar rumah dan seorang ibu merasa tidak terlalu dibutuhkan lagi oleh keluarganya.

Fase empty nest pada usia dewasa madya tidak selamanya menyebabkan

seseorang mengalami sindrome, tetapi fase empty nest bisa dianggap sebagai suatu keberhasilan dalam menjalankan tugas-tugas sebagai orangtua. Hal ini didukung oleh Feldman (1989:363) menyatakan bahwa untuk beberapa orang, empty nest dapat diterima karena pasangan mendapatkan kembali kebebasan mereka. Bagi yang lainnya, bagaimanapun masa ini tidak terlalu membahagiakan. Bagi yang hidup berpusat pada keluarga, kepergian anak-anak bisa jadi merupakan hasil dari tugas mereka dalam mengurus anak-anak telah selesai.

Tidak heran jika bagi orangtua yang “tidak memiliki” kesibukan di usia madyanya, maka “empty nest syndrome” ini menjadi suatu gangguan yang

mengakibatkan mereka mengalami kekosongan. Misalkan saja seperti diceritakan oleh Ny. Farida Djoko Sanyoto bahwa “Ny Farida di rumahnya hanya tinggal bersama suami dan satu anaknya yang sudah bekerja, dan saati itu juga dia merasa rumahnya mulai kosong, rumah terasa kosong setekah anak-anak semakin jarang berada dirumah, dan Ny Farida mengakui bahwa saat itu dia mengalami

(2)

Sementara Duberman 1974 (dalam Feldman, 1989: 363) menyatakan

bahwa ada yang mungkin untuk menjadi perubahan yang besar dalam kualitas pernikahan hanya karena anak-anak telah dewasa. Pernikahan yang memuaskan adalah ketika anak-anak masih di rumah, di mana ketidakpuasan pernikahan ditimbulkan karena adanya permasalahan lain dalam pernikahan yang berkelanjutan.

Hal tersebut juga dipertegas oleh Bassoff (dalam Santrock, 2002: 162),

bahwa sebuah peristiwa penting dalam keluarga adalah beranjaknya seorang anak ke dalam kehidupan dewasa, karir atau keluarga yang terlepas dari keluarga tempat dia berasal. Orang tua menghadapi penyesuaian baru karena

ketidakseimbangan akibat ketidakadaan anak.

Selanjutnya Santrock (2002:162) menjelaskan bahwa: “Sindrom sarang kosong (empty nest syndrome) menyatakan bahwa kepuasan pernikahan akan mengalami penurunan karena orang tua memperoleh banyak kepuasan dari anak-anaknya, dan oleh karena itu, kepergian anak dari keluarga akan meninggalkan orang tua dengan perasaan kosong. Meskipun sindrom sarang kosong tersebut berlaku bagi beberapa orang tua yang hidup melalui anak-anaknya, sarang yang kosong tersebut biasanya tidak menurunkan kepuasan pernikahan. Melainkan, sebaliknya yang terjadi, kepuasan pernikahan meningkat pada tahun-tahun pasca membesarkan anak “.

Kasus di atas, menurut Persitarini (dalam kliping Bidang Psikologi, Tahun III no. 4 1999 : 106 dari perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta) banyak dirasakan oleh orangtua ketika anak-anaknya berkembang dewasa dan kemudian mereka keluar dari rumah, entah untuk sekolah maupun karena telah berkeluarga, dalam perkembangannya ternyata bisa terjadi pada siapa saja, termasuk anak-anak”.

Lilian (dalam Kompas, Minggu13 Agustus 2000) dalam penelitiannya

terhadap perempuan Amerika menemukan, perempuan yang hanya melakukan tugas tradisionalnya secara eksklusif di rumah dan tidak memiliki kegiatan lain di luar rumah, menderita sindroma lebih parah, bahkan sampai ketingkat depresi karena “rasa tidak dibutuhkan lagi” yang sedemikian pekat. Pada perempuan yang memiliki kegiatan lain diluar rumah, sindroma itu menjadi lebih cair.

Penelitian terdahulu dibuat pada tahun 1980 oleh Antonucci, Tamir dan

(3)

Penelitian yang dilakukan oleh De Vries (dalam Rini, 2004:1)

memperlihatkan bahwa, kegagalan anak-anak untuk menghadapi dan mengatasi masa transisi mereka sendiri (untuk berhasil mandiri dan dewasa), turut menjadi faktor yang menentukan kepuasan dan kebahagiaan orang tua di dalam menjalani kesendirian pada masa paruh baya ini. Kegagalan anak untuk mandiri, membuat para ibu dan orang tua merasa gagal dalam peranannya sebagai orang tua, merasa bersalah, merasa bertanggung jawab dan enggan untuk merealisasikan rencana ataupun keinginan yang dibuat sebelumnya ketika pada masa paruh baya ini muncul gejala-gejala yang bisa memicu timbulnya syndrome empty nest yang pada akhirnya dapat menjadi pemicu stres atau depresi bagi para orang tua

tersebut. Begitu juga sebaliknya, mereka malah menganggap bahwa pada masa ini merupakan masa yang menyenangkan atau berdampak positif bagi mereka karena mereka merasa telah berkurang stresor atau tekanan yang muncul ketika orang tua dan anak masih tinggal satu rumah dan justru pada masa itu mendatangkan

manfaat lain, bisa menentukan kepuasan dan kebahagiaan orang tua dalam menjalani fase usia dewasa madya ini.

Hal tersebut juga dikuatkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

Australian Psychological Society yang menyarankan kepada orang tua agar tidak berlebihan dalam menghadapi empty nest syndrome (APS, 2004:1) Dari hasil penelitian tersebut juga diketahui bahwa orang tua yang mengalami empty nest syndrome seringkali mengalami kesulitan dan perasaan tidak mengenakan setelah anak-anak mereka keluar dari rumah. Penderitaan tersebut menjadi suatu

lembaran hidup yang seharusnya mereka lupakan untuk hidup menyenangkan menjelang masa menopause, masa pensiun dan sebagainya. Menurut Natalie dijelaskan bahwa cara mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mencari kesibukan seperti rekreasi, shoping, bekerja sehingga menemukan kembali makna kehidupan dan terhindar dari empty nest syndrome yang berlebihan (Natalie, 2004:1).

Peneliti tertarik mengungkap permasalahan empty nest syndrome karena

peneliti ingin mengetahui masalah ini lebih jelas karena sindroma ini merupakan permasalahan yang rentan terjadi pada usia dewasa madya. Sindrome ini

cenderung diabaikan padahal masalah ini akan menyebabkan gangguan emosional jika tidak diselesaikan dan akan mengganggu seseorang melewati tugas-tugas perkembangan pada masa usia dewasa madya menuju tahap perkembangan selanjutnya. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraiakan di atas tersebut, peneliti tertarik untuk menindaklanjutinya ke dalam bentuk penelitian dalam judul “Empty Nest Syndrome pada Wanita Usia Dewasa Madya”.

Abstract

Many parents think, their duty as parents ended shortly after the children leave home, to live the life

(4)

appeared to be "no fun, especially for mothers, who feel lost meaning or the meaning of life after over ten years, he has a role central in the lives of children.

In this case Roading & Santrock (1991:277) explains that the condition Such measures will come in the lives of couples when their children became independent and began to search for its own needs and they have separated from family / parents. When children begin to mature start leaving home, some parents experience a profound sense of loss or

some parents will experience "empty nest syndrome".

Empty nest syndrome in middle age is a syndrome that occurs in

middle-aged adults because children have grown up and independent left home to work, marry, go abroad or college. As described by

Herati (2000: 2) that the empty nest syndrome empty nest syndrome is

empty feeling that usually happens when the kids have started out of the house and a mother feels no longer needed so much by his family.

Empty nest phase of middle adulthood is not always cause

someone experiencing syndrome, but the empty nest phase can be regarded as a success in carrying out the duties of parenthood. This is supported

by Feldman (1989:363) states that for some people, empty nest acceptable because the couple regain their freedom. For others, however this time not too happy. For those who

family-centered life, the departure of children can be the result of their duties in the care of children has been completed.

Not surprisingly, for parents who "do not have a" bustle in age

madyanya, then the "empty nest syndrome" has become a disorder which cause they had a vacancy. Let's say as told

by Mrs. Farida Djoko Sanyoto that "Mrs. Farida in her house just to stay with her husband and one son who is working, and that he felt saati

house began to empty, the house feels empty setekah children increasingly rare are at home, and Mrs. Farida admits that at that time he experienced

vacancy in the household, but because he has the support of

children and husband to continue his studies at the Graduate Program

Women's Studies at the University of Indonesia, so since then, mrs. Farida has other activities so that the vacuum has ever experienced was a bit of time reduced "(Kompas, Sunday, August 13, 2000).

While Duberman 1974 (in Feldman, 1989: 363) states that there are likely to be a huge change in quality

marriage just because the kids have grown. Wedding satisfactory is when the children still at home, where dissatisfaction wedding generated because of other problems in the marriage

sustainable.

(5)

that an important event in the family is a child beranjaknya into adult life, career or family regardless of family

where he came from. Parents face new adjustments because imbalance due to the absence of children.

Next Santrock (2002:162) explains that:

"Empty nest syndrome (empty nest syndrome) states that marital satisfaction will decline because

parents get the most satisfaction from her children, and therefore, the departure of children from the family will leave parents with an empty feeling. Although nest syndrome blank is valid for some parents who live

through her children, an empty nest is usually not lower marital satisfaction. Rather, the opposite happens, marital satisfaction increased in the years after raising children. "

Case above, according to Persitarini (in Psychology Field clippings, Year III no. 4 1999: 106 of Surakarta Muhammadiyah University library) much felt by parents when their children grow older and

then they came out of the house, either for school or for having family, in its development it can happen to anyone,

including children. "

Lilian (in Kompas, Minggu13 August 2000) in his research of American women found that women who only do

traditional task exclusively at home and has no other activities in

outside the home, suffer more severe syndrome, even to the level of depression because "the flavor is not needed anymore" that is so dense. In women who have other activities outside the home, it becomes more fluid syndrome. Previous research made in 1980 by Antonucci, Tamir and

Dubnoff (in Rini, 2004:1), states that at the age of 30 to

Of 40 years, seen an increase in stress and depression among women,

precisely when the children still at home. At the moment arrived empty nest, stress, depression, anxiety, and worry even less and in general occurs

increase in material satisfaction. When respondents were faced with questions about the transition period, they tend to give answers that departure of children (to be independent), it is a transitional phase positive than negative. Why is that? Because the respondents have opportunity and the chance to return to work, returned to her hobby, re- active in the organization, or even go back to school (in Rini,

2004:1).

Research carried out by De Vries (in Rini, 2004:1)

shows that, the failure of children to confront and overcome

(6)

factors that determine parents' satisfaction and happiness in the lead solitude in the middle of this. Failure of children to be independent, make mothers and parents feel like a failure in its role as parents, feel

guilty, feel responsible and are reluctant to realize the plan previously created or desire at the time when this middle-aged show symptoms that can lead to empty nest syndrome that ultimately can lead to stress or depression for parents them. Vice versa, they even consider that at this time is a time of pleasant or positive impact for them because

they feel has been reduced stressors or pressures that arise when parents and children still live one house and just at that time brought

other benefits, can determine the satisfaction and happiness of parents in through this middle phase of adulthood.

This is also corroborated from the results of research conducted by Australian Psychological Society who advised parents not to

excessive in dealing with empty nest syndrome (APS, 2004:1) The result of The study also found that parents who experience empty nest

syndrome often have difficulties and feelings of not wearing after their children out of the house. Suffering becomes a

sheets of life they are supposed to forget to live fun

before the menopause, retirement and so forth. According to Natalie explained that the way to overcome this can be done by

looking busy as recreation, shopping, working, so finding the meaning of life and avoid the empty nest syndrome excessive (Natalie, 2004:1).

Researchers interested in revealing the problem empty nest syndrome because Researchers want to know the problem is more obvious because this syndrome is problems of vulnerable adults occurs in middle age. This syndrome

tends to be ignored when this problem will lead to emotional disturbance if not completed and will interfere with one's past assignments

development during middle adulthood to the stage of development next. Based on the issues that have been diuraiakan above, the

Referensi

Dokumen terkait