• Tidak ada hasil yang ditemukan

Problematika pelaksanaan wakaf di Negara bagian Kedah Malaysia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Problematika pelaksanaan wakaf di Negara bagian Kedah Malaysia"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PROBLEMATIKA PELAKSANAAN WAKAF

DI NEGARA BAGIAN KEDAH MALAYSIA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

ALAWIYAH BINTI MOHD YATIM

106044103703

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL AL- SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “PELAKSANAAN WAKAF DI NEGARA BAGIAN KEDAH,

MALAYSIA” telah diajukan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 15 September 2008. Skripsi

ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Islam pada Program Studi Ahwal Syahkshiyah.

Jakarta, 15 September 2008 Mengesahkan

Dekan,

PROF. DR. H. MUHAMMAD AMIN SUMA SH, MA, MM. NIP : 150 210 422

PANITIA UJIAN UJIAN SKRIPSI

Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA (...) Nip: 150 169 422

Sakertaris : Kamarusdiana, S.Ag, MH (...) Nip: 150 285 972

Pembimbing : Prof.Dr S.H A Sutarmadi (...) Nip: 150031177

Penguji I : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma SH, MA, MM. NIP : 150 210 422

(...)

(3)

KATA PENGANTAR

ﻴﺣﺮ ا

ﻦ ﺣﺮ ا

ﷲا

Segala puji bagi Allah Swt, Pencipta dan Penguasa alam semesta yang telah

melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis terutamanya dalam rangka

penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi

Muhammad SAW yang telah menyelamatkan umat dari alam kegelapan kealam

terang benderang.

Skripsi ini ditulis dalam rangka melengkapi syarat-syarat guna memperoleh

gelar strata satu (S.1), pada program studi Ahwal-al-Syakhshiyyah, Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul: “PELAKSANAAN

WAKAF DI NEGARA BAGIAN KEDAH, MALAYSIA”

Untuk menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat petunjuk dari berbagai

pihak, baik secara langsung dan tidak langsung. Dalam hal ini penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. DR. Muhammad Amin Suma MA, SH, MM. Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

2. Drs. H.A Basiq Djalil, SH, MA dan Kamarusdiana S.Ag. MH, masing-masing

selaku ketua dan sekretaris Program Studi Ahwal-al- Syakhshiyyah.

3. Prof.Dr. H.A Sutarmadi, selaku dosen pembimbing skripsi.

(4)

4. Seluruh staff pengajar (dosen) Program Studi Ahwal-al-Syakhshiyyah Fakultas

Syariah dan Hukum, serta kepada karyawan dan staff perpustakaan yang telah

memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Teristimewa buat tatapan ayahanda Mohd Yatim Bin Abdullah dan Ibunda

Khatijah Binti Wahab yang amat saya sayangi lagi saya cintai, yang telah

memberikan semangat dan dukungan.

6. Teman seperjuangan Fatehah, Khaslaili, Saidah, k.Wani, k.Siti dan Abdul Barri.

Jutaan terima kasih diucapkan karena turut mendoakan keberhasilan, memberi

partisipasi dan semangat kepada penulis demi keberhasilan penulisan karya

ilmiah ini.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan masukan yang positif kepada

pembaca sekalian, semoga bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat

imbalan dari yang Maha Kuasa.

-Amin Ya Rabbal A’lamin-

Jakarta : 23 Juni 2008

20 Jumadil Akhir 1429

Penulis

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...i

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI... ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI………v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metode Penelitian ... 5

E. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG WAKAF MENURUT FIQIH A. Pengertian Wakaf ... 9

B. Rukun dan Syarat-syarat Wakaf... 20

C. Macam-macam Wakaf ... 24

BAB III : PERWAKAFAN DI NEGARA BAGIAN KEDAH A. Sejarah Singkat Wakaf di Kedah ... 26

B. Pelaksanaan Wakaf ... 28

(6)

C. Keberadaan Nazhir dan Wewenangnya ... 33

D. Pengawasan Harta Wakaf ... 36

BAB IV : ANALISIS TERHADAP PERMASALAHAN WAKAF DI NEGARA BAGIAN KEDAH

A. Prosedur Pendaftaran dan Perubahan Status

Harta Wakaf ... 40

B. Hambatan Dalam Membangun Harta Wakaf... 50

C. Analisa Penulis ... 52

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran-saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wakaf dalam doktrin agama Islam merupakan salah satu bentuk ibadah yang

syarat nilai, karena selain mengandung dimensi vertikal, juga berdimensi horizontal,

yang dalam istilah bahasa yuridis formal dikatakan dengan kata-kata kepentingan

ibadah dan keperluan umum. Sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang No.1

Akta Pentadbiran Undang-undang Islam (Wilayah-wilayah Persekutuan) 1993 (Akta

505) Bahagian 1 Sek. 2- Tafsiran menurut peraturan pemerintah bab amanah khairat

seksyen 61 wakaf dan nazar.

P.U (A) 352/85. Akta A585

“Wakaf “am” ertinya wakaf yang berkekalan atas modal dan pendapatan daripada harta bagi maksud-maksud agama atau khairat yang diiktiraf oleh Hukum Syarak dan heart yang diwakafkan sedemikian.”

“Wakaf khas” ertinya wakaf yang berkekalan atau bagi suatu tempoh terhad atas modal harta bagi maksud-maksud agama atau khairat yang diiktiraf oleh Hukum Syarak, dan harta yang diwakafkan sedemikian, yang berpendapatan daripadanya diberikan kepada orang-orang atau bagi maksud-maksud yang ditetapkan dalam wakaf itu.1

Maksud yang terkandung dari anak kalimat sesuai dengan tujuan wakaf

adalah apa yang sudah disebut diatas yakni kepentingan peribadatan dan keperluan

(8)

umum lainnya. Dan agar wakaf itu berfungsi sebagaimana mestinya, maka

perlembagaannya haruslah untuk selama-lamanya. Dan agar benda wakaf itu dapat

tetap bermanfaat bagi peribadatan dan keperluan umum lainnya, maka itu harus

dikelola oleh sesuatu badan yang bertanggungjawab baik kepada wakif, masyarakat

mau pun Allah yang menjadi pemilik mutlak benda wakaf itu.

Di dalam Al-Quran tidak jelas dan tegas wakaf disebutkan, namun beberapa

ayat yang memerintahkan manusia berbuat baik untuk kebaikan masyarakat

dipandang oleh para ahli sebagai landasan perwakafan, yaitu:

☺ ☺

)

ةﺮﻘ ا

:

2

\

267

(

(9)

Allah memerintahkan manusia untuk membelanjakan (menyedekahkan)

hartanya yang baik.2

Namun demikian, sebagian umat Islam memandang persoalan wakaf

semata-mata diyakini sebagai aspek mengandung ibadah ansich sehingga menolak bentuk

yang mereka anggap formalistic yang biasanya tampil dalam upacara-upacara

seremonial belaka.

Sedangkan ditengah arus transformasi yang segala dinilai yang sedikit demi

sedikit mempengaruhi dan menggeser taat nilai yang sudah ada, segala sesuatu secara

De Facto dan De Jure dituntut keberadaannya yang kongkrit, sehingga kepastian

hukumnya dapat dijamin. Karena tanpa ini bisa saja terjadi bukan hanya

persengketaan yang sulit terselesaikan dan hal-hal lain yang tidak pernah terduga

sebelumnya. Namun akan kait mengait kepada yang lebih kompleks.

Bahwa setiap perbuatan hukum baru dianggap sah menurut hukum apabila

sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh hukum. Perkara ini bukan semata

ketentuan birokrasi tetapi merupakan kewaspadaan terhadap kemungkinan perlunya

yang terjadi di masa depan. Maka salah satu persyaratan sahnya wakaf adalah harus

tercatat (adanya Akta Ikrar Wakaf)3 sebagai jaminan adanya kepastian hukum wakaf

sebagai suatu bentuk semangat ritual peribadatan. Maka kesadaran akan legalisasi

2 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2006, cet 1, hal 77.

3

(10)

wakaf pada instansi yang berwenang harus mendapat perhatian dan diberikan

legitimasi religius oleh pemerintah.

Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti masalah ini melalui penelitian

skripsi dengan judul “ Problematika Pelaksanaan Wakaf Di Negara Bagian Kedah Malaysia.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk mempermudahkan penulis dalam pembahasan, penulis perlu kiranya

mengidentifikasi masalah sehingga jelas apa yang perlu dibahas. Masalah perwakafan

yang belakangan ini kurang diambil perhatian peranan dan kegunaannya dalam

masyarakat.

Pengelolaan benda wakaf ini, dikelola sepenuhnya oleh Mahkamah Syariah

dibawah Akta Pentadbiran Undang-undang (Wilayah Persekutuan) No. 505/1993

Bahagian Kewangan.4 Untuk mencapai sasaran yang diharapkan penulis, maka dalam

penyusunan skripsi ini penulis memandang perlu memberikan batasab masalah agar

tidak adanya pembahasan yang melebar sehingga menimbulkan kerancuan dan

kesalah fahaman.

(11)

Permasalahan wakaf negara bagian Kedah yang penulis paparkan ini

merupakan sebuah kerangka berfikir dalam rangka memahami konsep wakaf yang

diatur oleh Hukum Islam dan Hukum Positif. Guna lebih terarahnya skripsi ini maka

penulis membatasinya dalam penjelasan dibawah ini. Penulis akan membahas

pengertian wakaf, syarat-syarat dan rukun-rukun wakaf mengikut pengertian

al-Quran, Hadist, ijma’ ulama’ dan peraturan Undang-undang yang berlaku,

kemampuan masyarakat dan peranan kerajaan.

Berdasarkan pembatasan masalah seperti tersebut diatas, penulis merumuskan

permasalahan sebagai berikut; (( aturan-aturan tentang wakaf sudah ada dikeluarkan

oleh kerajaan atau badan yang berwenang yaitu dikelola sepenuhnya oleh Mahkamah

Syariah dibawah Akta Pentadbiran Undang-undang (Wilayah Persekutuan) No.

505/1993 Bagian Kewangan. Sedangkan kenyataannya masyarakat belum faham

ataupun yang sudah faham tidak melaksanakan aturan wakaf tersebut. Inilah yang

ingin penulis telusuri dalam penulisan skripsi ini. Rumusan tersebut dapat diuji dalam

bentuk pertanyaan yakni:

1. Apakah masyarakat sudah mengetahui peraturan berwakaf?

2. Apakah terdapat kemudahan dalam berwakaf?

3. Bagaimana kerajaan melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan?

(12)

Sebagai penulis tentunya mempunyai tujuan penelitian. Tujuan yang menjadi

sasaran bagi penulis adalah:

1. Untuk mengetahui seberapa banyak peraturan wakaf yang diketahui oleh

masyarakat dalam melaksanakan wakaf di Negara Bagian Kedah.

2. Untuk mengetahui bagaimana pihak masyarakat mendapatkan kemudahan dalam

melaksanakan wakaf di Negara Bagian Kedah.

3. Untuk mengetahui sejauh manakah kerajaan melakukan sosialisasi peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Negara Bagian Kedah.

D. Metode Penelitian dan Teknis Penulisan

Adapun jenis metode yang digunakan peneliti adalah penelitian kualitatif.

Penelitian ini adalah dihasilkan melalui data-data deskriptif (pemaparan) yang

diperoleh dari pengamatan di lapangan dan tidak selalu berbentuk angka-angka,

namun demikian data-data diperlukan untuk mempertajam analisis.

Untuk mendapatkan data yang sesuai dengan pembahasan di atas, maka

penulis menggunakan penelitian kualitatif yang mengacu pada teknik pengumpulan

data yaitu dengan;

a. Interview/Wawancara

Wawancara adalah mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada

(13)

sebagai alat pengumpul data dengan cara mempergunakan tanya jawab antara

pencari informasi dengan sumber informasi.5

b. Dokumentasi

Adalah mengumpulkan data-data sekunder mengenai lahan penelitian yang

didapatkan dari berbagai sumber tertulis seperti arsip, dokumen resmi, foto, data

statistik dan sejenisnya yang diharapkan dapat mendukung analisis penelitian.

c. Dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits.

Dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits dari kitab-kitab suci, buku-buku dan peraturan

perundang-undangan yang terkait.

Adapun teknis penulisan yang dipakai agar skripsi ini tersusun dengan lebih

sistematis dan lebih sempurna, penulis berpedoman sepenuhnya pada buku pedoman

penulisan skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum, Universitas Islam Negeri

Hidayatullah Jakarta 2007. Sedangkan untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang

menjadi dalil dalam skripsi ini, penulis menggunakan Al-Qur’an dan terjemahan

yang dikeluarkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai materi yang menjadi

pokok penulisan dan memudahkan para pembaca dalam memahami penulisan skripsi

ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan seperti berikut:

(14)

BAB I: PENDAHULUAN, yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuandan manfaat penelitian, metode penelitian dan teknik

penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II: TINJAUAN UMUM TENTANG WAKAF MENURUT FIQIH, yang terdiri dari pengertian wakaf, rukun dan syarat-syarat wakaf, macam-macam wakaf

dan proses wakaf.

Bab III: PERWAKAFAN DI NEGARA BAGIAN KEDAH, menerangkan sejarah singkat wakaf, pelaksanaan wakaf dan tinjauan umum menurut Kanun Tanah Negara

dan Akta Pentadbiran Undang-undang Islam (Wilayah-wilayah Persekutuan)

505/1993.

Bab IV: ANALISIS TERHADAP PERMASALAHAN WAKAF DI NEGARA BAGIAN KEDAH, menerangkan analisis permasalahan kiat-kiat wakaf masa kini yang diatur oleh kewenangan Nazhir dan keberadaannya serta prosedur perubahan

status harta wakaf.

BabV: PENUTUP, merupakan bab yang terakhir meliputi kesimpulan dari keseluruhan pembahasan disertakan dengan rekomendasi yang diharapkan agar dapat

(15)

BAB II

WAKAF DAN MACAM-MACAMNYA

A. Pengertian Wakaf

1. Wakaf Menurut Bahasa

Kata “wakaf” merupakan bentuk masdar berakar

ﺎ و

-

-

و

dan kata al-wakfu semakna dengan al-habs bentuk masdar dari6

-

-ﺎ

yang diartikan berdiri, berhenti, abadi, tertahan untuk didayagunakan dan yang dimaksud adalah menahan harta yang kemudian mengalokasikannya kejalan Allah

SWT7.

Menurut terminologi atau istilah syara’ pengertian wakaf adalah

ا

ْ

و

ْ

ا

ة

ا

ْي

ا

لﺎ

و

ف

ﷲا

8

Artinya:“Menahan benda asal (pokok) dan menjadikan buah atau hasilnya untuk sabilillah atau jalan kebaikan, yakni menahan benda atau harta dan menyalurkan hasilnya di jalan Allah SWT”.

Benda yang tertahan atau dijadikan obyek wakaf disebut “al-Mauquf” baik

atas kepemilikan Allah SWT. dan yang dikehendaki dengan wakaf di sini ialah

6

Atabik Ali dan Muhdlor dkk, Kamus Kontemporer ‘Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya Grafik, 1998) h. 2034

7

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Lechtiar Baru Van Hoeve, 1994) Jilid 5 Cet Ke-3 h. 168.

8

(16)

menahan benda milik waqif di jalan Allah SWT untuk dimanfaatkan bagi kepentingan

orang banyak.

2. Wakaf Menurut Istilah

Para ahli fiqih, terutama para pengikut imam empat mazhab memiliki

perbedaan pandangan dalam menterjemah wakaf menurut istilah dan terletak pada

penekanan kelaziman yang berimplikasi kepada keharusan berwakaf atau bukan

merupakan keharusan. Perbedaan itu juga dapat terjadi akibat persepsi tentang

ketentuan waktu yang membatasi dan tidak ada ketentuan waktunya, dalam

pengertian berwakaf berarti melepas hak untuk selamanya.

Berkenaan dengan pengertian wakaf, para pengikut imam empat mazhab

mendefinisikan sebagai berikut:

Menurut ulama’ Malikiyah

ا

ا

ْ

كﻮ

و

ْﺟ

ة

ْ

ة

ﺮا

ا

ْ

9

Artinya:”Menjadikan manfaat benda yang dimiliki baik berupa sewa atau hasilnya untuk diserahkan kepada orang yang berhak dengan ikrar yang berjangka waktu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh orang yang mewakafkan”.

Tetapi “hak” kepemilikan pewaqif terletak pada benda yang diwakafkan

(al-mauquf) sedangkan tindakan atau perbuatan berwakaf berarti melepaskan

kenikmatan atas hasil atau hak berbuat apa saja terhadap benda tersebut. Golongan

9

(17)

Malikiyah memahami kalimat

ةﺮﺟﺄ

ﻮ و

كﻮ ا

kepemilikan yang disewakan10,

dengan ilustrasi menyewakan rumah hak milik atau sebidang tanah dengan

tenggang waktu tertentu dengan “mewakafkan” nilai yang dihasilkan darinya kepada

orang lain selama kurun waktu tertentu itu.

Atas dasar pemikiran seperti ini tindakan berwakaf bagi waqif menyerupai

kepemilikan benda bagi seseorang yang masih berada di bawah pengampuan (

al-mahjur) karena idiot. Kepemilikan “al-mahjur” (seorang yang IQnya rendah) atas

sebuah benda dapat difungsikan atau didayagunakan melalui sewa atau

semacamnya11. Tindakan “menyewakan” bagi si idiot merupakan langkah preventif

terjadinya kemusnahan.

Apabila ‘al-mahjur” (si idiot) melakukan penyewaan atas benda yang

dimiliki, maka tindakan itu dapat dibenarkan dan dimaklumi. Akan tetapi, jika

tindakan tersebut mengarah kepada penjualan aset yang ada dan atau berkehendak

untuk menghibahkannya, maka dalam kasus seperti ini tidak patut dibenarkan12.

Ulama Hanafiyah mendefinisikan dengan ungkapan:

10

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf. Penterjemah Ahrul Sani Faturrahman, (Dompet Dhuafa Republika Dan IIMAN, cet.1, 2004) h. 58.

11

Nor Naemah Rahman, Fatwa-fatwa Wakaf Di Malaysia:Analisis Khusus Di Negeri Kelantan (Kuala Lumpur. Kovensyen Wakaf Kebengsaan. 2006) h. 12

12

(18)

ا

ْ

ْﺮ

ْا

ْ

ْا

ا

و

ا

ْﺪ

ق

ْ

أ

ْو

ف

أ

ى

ْا

ْ

ْ

ْ

أ

و

ْﺪ

ه

ﻰ ﺎ

ﷲا

ﻮ ا

ا

و

ا

ق

ْ

ْا

ْﺮ

13

Artinya:“Wakaf menurut syara, adalah menahan benda yang menjadi hak milik pewakaf (waqif) dan menyedekahkan dari hasil-hasil dari benda tersebut. Atau dengan ungkapan lain menyalurkan kemanfaatan hasil-hasilnya kepada siapa saja yang dikehendaki waqif dan keduanya (waqif dan nazhir) berkewajiban menjaga barang tersebut untuk tujuan kebaikan.”

Definisi di atas memberi pengertian bahwa pemilikan benda wakaf tidak harus

berpindah kepada orang lain kecuali berdasarkan keputuasan hakim. Kelompok ini

memandang wakaf sebagai perbuatan mubah yang tidak menuntut keharusan seperti

halnya bentuk benda pinjaman (al-ariyah).

Pengertian semacam ini memperjelas juga tentang kedudukan benda wakaf

yang sewaktu-waktu dapat dipindahkan kembali kemanfaatnnya kepada waqif atau

ahli warisnya. Hal ini membuka peluang bebas bagi waqif untuk berbuat apa saja

terhadap benda wakaf miliknya, sebagaimana barang pinjaman oleh pemiliknya bebas

dipinjamkan kemanfaatannya untuk apa saja terhadap benda wakaf (al-mauquf) bagi

waqif termasuk juga kebebasan terbatas dengan waktu yang diberikan, sehingga ia

bisa menariknya kembali kapan saja ia berikan.

Ditemukan adanya golongan yang menyamakan kedudukan benda wakaf

dengan barang yang dipinjamkan dari sisi kepemilikan dan kemanfaatan.

Kepemilikan menurut mereka tidak dapat dipindahkan pemilikan dari waqif

13

(19)

sebagaimana pemilik barang pinjaman sedang kemanfaatannya diperlukan kebaikan

terutama mereka yang menghajatkannya. Adapun terhadap benda wakaf yang tidak

bergerak dalam bentuk khusus seperti wakaf sebagian tanah untuk mendirikan masjid

dengan tujuan agar orang-orang dapat melakukan ibadah solat, maka bentuk wakaf

semacam ini menghendaki terlepasnya kepemilikan waqif.

Lebih lanjut lagi Abu Hanifah memandang bahwa wakaf tidak mengikat,

dimana waqif bisa saja mencabut sewaktu-waktu termasuk memperjualkannya. Jadi,

berwakaf tidak berarti meninggalkan hak milik secara mutlak. Menurutnya, aqad

wakaf yang bersifat mengikat oleh beberapa sebab antara lain14:

a. Terjadi sengketa antara Waqif dan Nazhir dan Hakim memutuskan bahwa harta

wakaf itu mengikat, dalam arti pelepasan hak milik.

b. Wakaf yang berupa masjid dan putusan Hakim terhadap benda wakaf tersebut

dikaitkan dengan kematian waqif.

Para ahli fikih mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf dengan beragam definisi

yang dapat penulis ringkaskan sebagai berikut:

“Menahan benda yang dimungkinkan dapat menghasilkan manfaat atau nilai

dengan tetap menjaga eksistensinya dengan tidak mengurangi substansi barang itu.

Dan pengawasan berada di tangan Waqif serta dialokasikan kepada kegiatan yang

dibenarkan”15.

14

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, h. 32

15

(20)

a. Imam Nawawi mendefinisikan wakaf dengan “Menahan harta yang dapat diambil

manfaatnya bukan untuk dirinya, sementara benda itu tetap ada dan digunakan

manfaatnya untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT16.

b. Al-Syarbini Al-Khatib dan Ramli Al-Kabir mendefinisikan wakaf dengan

“Menahan harta yang bisa diambil manfaatnya dengan menjaga keamanan benda

tersebut dan memutuskan kepemilikan barang tersebut dari pemiliknya untuk

hal-hal yang dibolehkan17.

Dari paparan definisi di atas, penulis bisa mengasumsikan bahwa titik

persamaan dari masing-masing definisi Syaikh Al-Qalyubi yang mengatakan bahwa

wakaf adalah “Menahan harta yang bisa diambil manfaatnya dengan menjaga bentuk

aslinya untuk disalurkan kepada jalan yang dibolehkan18.

Ada pun menurut jumhur, termasuk di dalamnya adalah dua sahabat Imam Abu

Hanifah yakni Abu Yusuf dan Muhammad bin al-Hasan, golongan Syafi’iyyah dan

golongan Hanabilah wakaf adalah menahan harta yang memungkinkan diambil

manfaatnya, tetap ‘ainnya (pokoknya) dibelanjakan untuk mendekatkan diri kepada

Allah SWT19.

16

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, h. 40

17

Ibid, h. 44

18

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, Jafari, Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hanbal: Penterjemah, Masykur A.B dk, cet-17 ( Jakarta: Lentera, 2006), h. 641

19

(21)

Menurut istilah Perundang-undangan (A) 352/85. Akta A585, wakaf terbagi

kepada dua yakni Am dan Khas. Wakaf “am” ertinya wakaf yang berkekalan atas

modal dan pendapatan daripada harta bagi maksud-maksud agama atau khairat yang

diiktiraf oleh Hukum Syarak dan heart yang diwakafkan sedemikian. Wakaf “khas”

ertinya wakaf yang berkekalan atau bagi suatu tempoh terhad atas modal harta bagi

maksud-maksud agama atau khairat yang diiktiraf oleh Hukum Syarak, dan harta

yang diwakafkan sedemikian, yang berpendapatan daripadanya diberikan kepada

orang-orang atau bagi maksud-maksud yang ditetapkan dalam wakaf itu.20

Dengan diwakafkannya itu, harta keluar dari pemiliknya, yaitu si waqif.

Jadilah harta wakaf tersebut secara hukum milik Allah SWT. Bagi waqif yang

terhalang untuk memanfaatkannya maka wajib mendermakan hasilnya sesuai dengan

tujuan. Sebagaimana firman Allah S.W.T Al-Imran: 92

ا

نﺈ

ءْ ﺷ

ْ

اﻮ ْ

ﺎ و

نﻮ

اﻮ ْ

ﺮ ْا

اﻮ ﺎ

ْ

Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.

Ayat di atas tidak memfokuskan tentang wakaf, akan tetapi kata-kata “

al-Birra” yang berarti kebajikan (yang sempurna) sudah menunjukkan bagaimana

seseorang itu boleh melakukan kebajikan dalam pelbagai aspek termasuk juga

berwakaf.

(22)

Dalam hal ini Jumhur Ulama’ memberikan dalil dengan hadits Ibn Umar yang

diriwayatkan Imam Muslim:

ْ

ْ

نْﻮ

ْا

ْ

ﺮ ْ أ

ْ

ْ

ﺎ ﺮ ْ أ

ا

ﻰ ْ

ْ

ﻰ ْ

ﺎ ﺪ

لﺎ

ْا

و

ْ

ا

ا

ﻰ ﺄ

ﺮ ْ

ﺎ ْرأ

بﺎ أ

ﺮ ْﺄ ْ

يﺪْ

ْأ

ﻮه

ﺎ ﺎ

ْ أ

ْ

ﺮ ْ

ﺎ ْرأ

ْ أ

إ

ا

لﻮ ر

لﺎ

ﺎﻬ

ﺎﻬ

قﺪ

لﺎ

ﺎﻬ

ْ ﺪ و

ﺎﻬ ْ أ

ْ

ْﺌﺷ

ْنإ

لﺎ

ﺮ ْﺄ

ْ

أ

و

ءاﺮ ْا

قﺪ

لﺎ

هﻮ

ﺎ و

ثرﻮ

ﺎ و

عﺎ ْ

ﺎ و

ﺎﻬ ْ أ

عﺎ

ﺎﻬ و

ْ

حﺎ ﺟ

ْ او

ا

ْاو

ا

و

بﺎ ﺮ ا

و

ﻰ ْﺮ ْا

ْﺎ

ﺎﻬْ

آْﺄ

ْنأ

لﻮ

ﺮْ

ﺎ ﺪ

ْﻄ

ْوأ

فوﺮْ

21

.

)

مﺎ ا

ﻩاور

(

Artinya:“Dari Ibnu Umar ra. Berkata bahwa sahabat Umar ra. memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk. Umar berkata: “Ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?” Rasulullah menjawab: “Bila kamu suka, kamu tahan pokoknya tanah itu dan kamu sedekahkan hasilnya.” Kemudian Umar melakukan sedekah, tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak juga diwariskan. Berkata Ibnu Umar: “Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta”.

Dari definisi-definisi yang sudah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa sebagian besar ulama berpendapat bahwa dengan terjadinya wakaf, sifat

kepemilikan benda yang diwakafkan menjadi lepas dari si waqif dan secara hukum

harta wakaf tersebut menjadi milik Allah SWT.

Akan tetapi, ada di antara para ulama juga berpendapat bahwa kepemilikan

harta yang diwakafkan itu tidak harus lepas dari si waqif, karena mereka (sebahagian

21

(23)

golongan Hanafiyyah dan golongan Malikiyyah) berpendapat bahwa yang

diwakafkan itu manfaatnya, sedangkan pemilikan tetap ada pada si waqif. Hal yang

terputus bagi waqif hanyalah hak-hak untuk membelanjakannya. Sungguhpun

demikian, tidak berarti bahwa waqif bebas memanfaatkan harta diwakafkan22.

Menurut Kamus Ilmu Usul Fikih mendefinisikan wakaf adalah memberikan

harta kekayaan dengan ikhlas atau suatu pemberian yang berlaku abadi untuk

kepentingan pemerintah Islam, kepentingan agama dan untuk kepentingan umum.

Dana tersebut digunakan untuk memelihara dan kepentingan masjid. Pemberian ini

biasanya tidak dapat ditarik kembali oleh pihak yang memberikan wakaf. Ciri-ciri

pemberian wakaf adalah bahwa pemberian tersebut adalah untuk selama-lamanya23.

Menurut Akta Pentadbiran Undang-Undang Islam (Wilayah-Wilayah

Persekutuan) 1993 (Akta 505) mentafsirkan Wakaf “Am” dan “Khas” sebagai24:

‘‘Wakaf Am’’ ertinya wakaf harta modal dan pendapatan yang kekal

daripada mana-mana harta bagi maksud agama atau khairat yang diakui sah oleh

hukum syarak dan harta yang diwakafkan sedemikian.

“Wakaf Khas” ertinya wakaf yang berkekalan atau bagi suatu tempoh terhad

atas modal harta bagi maksud-maksud agama atau khairat yang diiktiraf oleh hukum

syarak dan harta yang diwakafkan sedemikian, yang berpendapatan daripadanya

22

Ahmad Sudirman Abbas, “Wakaf Perspektif Ulama Mazhab Dan Hukum Positif”. Cet.1, Yayasan Nuansa Cendikia, 2006. h 38

23

Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Ushul Fikih, cet-1( Jakarata: Amzah, 2005) h. 358.

24

(24)

diberikan kepada orang-orang atau maksud-maksud yang ditetapkan dalam wakaf

itu.

Melihat kepada realitas dan perkembangan yang berlaku di Kedah ini, penulis

berpandangan bahwa tafsiran bagi definisi wakaf hendaklah dibuat secara umum

tanpa mengunakan perkataan “kekal” atau “bertempoh”. Ini karena dapat memberi

dorongan kepada masyarakat untuk berwakaf meskipun mereka tidak memiliki harta

yang tidak berbentuk kekal.

Definisi wakaf menurut undang-undang di Indonesia seperti berikut:

1. Menurut Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1977 tentang Pengertian Perwakafan

Tanah Milik menurut pasal.1 (1) .

“Wakaf adalah suatu perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang

memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan

melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau

kepentingan umum lainnya”.

2. Kompilasi Hukum Islam, buku III, Hukum Perwakafan, Bab I tentang ketentuan

Umum, pasal 215, poin (1); berbunyi25:

“Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan

hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakan untuk

selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan lainnya sesuai dengan

ajaran Islam”

25

(25)

3. Dan pengertian wakaf menurut Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang

Wakaf Bab 1 Ketentuan Umum pasal 1 poin (1)26.

“Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau

menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau

untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan

ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah”.

Dari tiga pengertian wakaf menurut undang-undang di Indonesia ada

persamaan pengertian yaitu jika menurut Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1977 dan

Kompilasi Hukum Islam “dilembagakan untuk selama-lamanya”, maka harta wakaf

tersebut harus diwakafkan buat selama-lamanya yang telah ditentukan mengikut

hukun syarak. Sedangkan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Bab 1

Ketentuan Umum menyatakan “dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu

tertentu sesuai dengan kepentingannya”. Menurut undang-undang ini harta wakaf

boleh saja jangka waktu dan tidak semestinya untuk selamanya ini karena sesuai

dengan kepentingannya (Harta Wakaf) guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan

umum menurut syariah.

Dari beberapa pengertian wakaf di atas dapat ditarik cakupan wakaf, meliputi:

1. Harta benda milik seseorang atau sekelompok orang.

2. Harta benda tersebut bersifat kekal zatnya, tidak habis apabila dipakai.

3. Harta tersebut dilepas kepemilikannya oleh pemilik.

26

(26)

4. Harta yang dilepas kepemilikannya tersebut tidak bisa dihibahkan, diwariskan

atau diperjualbelikan.

5. Manfaat dari harta benda tersebut untuk kepentingan umum sesuai dengan ajaran

Islam

Namun, perbedaan yang ada hanya dalam hal-hal yang sekundar (cabang)

bukan primer (prinsip). Dalam hal-hal yang pokok, ada ukuran-ukuran yang

disepakati oleh sebagian besar ulama. Sah atau tidaknya wakaf, jelas erat kaitannya

dengan syarat dan rukun wakaf27.

B. Rukun Dan Syarat-syarat Wakaf

Rukun adalah sesuatu yang merupakan sendi utama dan unsur pokok dalam

pembentukan sesuatu hal. Wakaf sebagai suatu lembaga Islam mempunyai beberapa

rukun atau unsur-unsur pembentuknya. Adanya suatu wakaf harus dipenuhi empat

unsur yaitu:

1. Orang yang berwakaf (Waqif) yakni pemilik harta benda yang melakukan

tindakan hukum.

Wakaf dapat dilaksanakan apabila waqif mempunyai kecekapan untuk melakukan

“tabarru” yaitu melepaskan hak milik tanpa mengharapkan imbalan material.

Orang yang dikatakan mempunyai kecakapan melakukan “tabarru” ialah apabila

orang tersebut merdeka, pemilik harta yang diwakafkan, sehat akal, baligh dan

27

(27)

rasyid (cerdas atau kematangan bertindak)28. Karena wakaf merupakan pelepasan

benda dari pemiliknya untuk kepentingan umum. Oleh karena itu syarat waqif

yang amat penting adalah kecakapan bertindak. Orang itu telah mampu

mempertimbangkan baik-buruknya perbuatan yang dilakukannya dan benar-benar

menjadi pemilik harta yang diwakafkan itu.

2. Tempat berwakaf atau harta yang diwakafkan (Mauquf bih) sebagai obyek

perbuatan hukum.

Semua harta benda yang akan diwakafkan menjadi sah apabila memenuhi

syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat-syarat-syarat itu adalah sebagai berikut29:

a. Benda yang diwakafkan itu harus mutaqawwim (barang yang dimiliki) dan

aqar (tidak bergerak) dapat dikatakan bahwa harta yang diwakafkan tersebut

harus mempunyai nilai ekonomis, halal, tetap zatnya dan dapat dimanfaatkan

terus menerus.

b. Benda yang diwakafkan harus jelas wujudnya dan pasti batas-batasnya adalah

syarat mutlak yang tidak dapat diabaikan.

c. Harta yang diwakafkan itu harus benar-benar kepunyaan waqif secara

sempurna (bebas dari segala beban) dan dapat juga diartikan bahwa harta yang

dimiliki bersama dan harta tersebut tidak dapat dibagi-bagi, tidak dapat

diwakafkan oleh sebagian pemiliknya tanpa seizin pemilik lainnya.

28

Muhammad Akram Laldin, Moqasid Dalam Pelaksanaan Wakaf (Kuala Lumpur: Kovensyen Wakaf Kebangsaan 2006), h. 4

29

(28)

d. Benda yang diwakafkan harus kekal berupa benda tidak bergerak dan dapat

berupa benda bergerak seperti buku-buku, surat-surat berharga, tanah,

bangunan dan sebagainya.

3. Tujuan wakaf (Mauquf ‘alaih) atau yang berhak menerima wakaf.

Tujuan wakaf yaitu untuk kepentingan umum dalam upaya mencari keridhaan

Allah SWT, misalnya untuk kepentingan ibadah, dakwah, rumah sakit dan

amal-amal sosial lainnya. Menurut Sayyid Sabiq wakaf itu ada dua macam, yakni

wakaf ahli (zurri) dan wakaf khairi (kebajikan). Wakaf ahli adalah wakaf yang

diperuntukkan bagi anak cucu atau kaum kerabat atau para fakir miskin.

Sedangkan wakaf khairi adalah wakaf yang ditunjukan untuk kepentingan

umum30.

4. Pernyataan (sighat) waqif atau ikrar wakaf.

Sighat wakaf ialah segala ucapan, tulisan atau isyarat dari orang yang berakad

untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang diinginkannya. Namum

sighat wakaf cukup dengan ijab saja dari waqif tanpa memerlukan qabul dari

maauquf ‘alaih. Begitu juga qabul tidak menjadi syarat sahnya wakaf dan juga

tidak menjadi syarat untuk berhaknya mauquf ‘alaih memperoleh manfaat harta

wakaf31.

30

Sayyid Sabiq, h. 425

31

(29)

Satu pernyataan ijab dari pewaqif bagi mewujudkan wakaf dan pernyataan

penerimaan (qabul). Akad wakaf bisa berlaku dalam dua hal:

a. Jelas (soreh) yaitu lafaz yang satu maksud secara langsung. Misalnya32:

ﺮ ا

ﺮ ا

ﷲا

Saya Alawiyah Mohd Yatim No. Kad Pengenalan 830323-02-5062 dengan ini

mewakafkan Tanah seperti yang tersebut di atas, kepada Majlis Agama Islam

Kedah yang beralamat di Bangunan Wan Mat Saman, 05000 Alor Setar

Kedah sebagai ‘Wakaf Khas’ / ‘‘Wakaf Am’’. Ia bertujuan untuk Pembinaan

Masjid.

Sekian terima kasih. Tarikh: 26 Februari 1981.

b. Kinayah yaitu tiada lafaz wakaf tetapi bisa membawa banyak maksud yang

bisa memberi arti wakaf, termasuk lafaz dalam bentuk tulisan, isyarat dan

sighah kinayah, misalnya33:

Seseorang mengatakan “Hartaku adalah menjadi sedekah kapada fakir miskin

atau saya serahkan ia kepada mereka selama-lamanya”.

C. Macam-macam Wakaf

Jenis wakaf atau macamnya yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW dan para

sahabat serta orang-orang setelahnya terbagi dua macam, Yaitu “ahli dan Khairi”.

32

Jabatan Wakaf, Zakat dan Haji Jabatan Perdana Menteri. Manual Pengurusan Tanah Wakaf, (Kuala Lumpur 2006). h. 11

33

(30)

Istilah al-khairi atau al-dzurri tidak terdapat pada Rasulullah SAW. Wakaf pada

periode awal lebih dikenal dengan istilah shadaqah, seperti shadaqah Umar dan

sebagainya. Sungguhpun demikian, aplikasi shadaqah pada masanya telah

menampakkan karakteristik sebagai al-khairi atau al-durri seperti berikut34:

1. Wakaf al-dzurri atau Ahli (Khusus)

Yang dimaksud wakaf ahli (dzurri) adalah wakaf keluarga yaitu wakaf yang

diperuntukkan bagi orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, baik keluarga si

waqif atau orang lain. Wakaf keluarga sudah lama dikenal ditengah-tengah

masyarakat baik yang berupa wakaf tanah pertanian, kuburan, tempat ibadah dan

lain-lain.

Seiring dengan semakin pesatnya pembangunan di berbagai daerah, sering

kita jumpai perubahan-perubahan status tanah wakaf berubah fungsi menjadi

bangunan lain. Hal ini karena wakaf keluarga tersebut kurang kejelasan

pengurusan dan pengelolaannya, maka setelah waqif meninggal dunia, tanah

tersebut menjadi sengketa.

2. Wakaf Khairi atau Wakaf Umum

34

(31)

Yang dimaksud dengan wakaf umum adalah wakaf yang diperuntukkan bagi

kepentingan umum atau bagi segala amal kebajikan masyarakat dapat dinikmati

(32)

BAB III

PERWAKAFAN DI NEGARA BAGIAN KEDAH

E. Sejarah Singkat Wakaf Di Kedah

Pada awal Islam, pemahaman tentang wakaf sedikit demi sedikit berkembang

dan telah mencakup beberapa benda seperti tanah dan perkebunan yang hasilnya

dimanfaatkan untuk kepentingan tempat peribadatan dan kegiatan keagamaan, serta

diberikan kepada fakir miskin. Seperti yang kita ketahui, kerajaan Romawi bah

mewakafkan harta untuk kepentingan perpustakaan dan kegiatan ilmiah lainnya.

Perkembangan wakaf yang paling menonjol terjadi setelah datangnya risalah

kenabian Muhammad SAW yang menyebarkan agama Islam dikalangan masyarakat

muslim atau yang kita sebut sekarang Negara Timur Tengah khususnya.

Perkembangan dan penyebaran wakaf terus berlanjut hingga masa penjajahan oleh

bangsa Eropa terhadap Arab dan ekspansi militer besar-besaran. Dengan kata lain,

pengelolaan wakaf tidak berhenti karena sebab-sebab yang nanti akan kita sebutkan,

sekalipun penjajahan tersebut telah mengakibatkan masyarakat muslim menjadi

tertinggal.

Wakaf Islam banyak tambah dan berkembang dizaman sahabat, khususnya

setelah pembebasan kawasan arab, seperti wakaf tanah dan perkebunan yang banyak

tersebar di Madinah, Makkah, Khaibar, Syam, Iraq, Mesir dan Negara arab lainnya.

Sejak saat itu wakaf berkembang sangat pesat dan mencapai puncaknya pada masa

Pemerintah Abbasiah, dimana masyarakatnya banyak yang kaya dan berlimpah harta.

(33)

Di Malaysia pelaksanaan wakaf telah dilakukan sejak kedatangan Islam dan

telah menjadi pelaksanaan biasa bagi masyarakat Islam. Dari hasil penelitian

lapangan yaitu interview langsung kepada Majlis Agama Islam Kedah dibagian

Eksekutif Unit Projek Dan Wakaf, menyatakan bahwa, belum ada kajian terperinci

yang pernah dibuat, berhubungan dengan kapan wakaf dilaksanakan, tetapi wakaf

senantiasa dilakukan oleh umat Islam Kedah sebagai aktivitas keagamaan yang terus

diamalkan35.

Pada awalnya, wakaf dikelola oleh orang-orang yang mewakafkan sendiri

harta mereka (pewaqif) atau berada ditangan pemimpin masyarakat setempat, yang

terlibat secara langsung dengan aktivitas agama seperti imam, ketua RT, Penghulu

atau jawatan kuasa masjid yang dilantik oleh masyarakat. Misalnya Masjid Negeri

Kedah yang dibangun pada tahun 1847 oleh keluarga Datu’ Patinggi Ali yaitu Kepala

Orang Melayu Kedah yang telah mewakafkan tanah sebesar 10 ekar. Di sekitar

masjid ini, dijadikan tanah perkuburan orang-orang Islam di sekitar Kedah. Tanah

wakaf ini tidak pernah di daftarkan di Majlis Agama Islam Kedah pada masa itu,

sehingga pemerintah Kedah mengambilalih pengurusan tanah dan masjid tersebut

pada 196836.

Pada masa kini amanah pengelolaan harta wakaf dikelola oleh Tabung Baitul

Mal Kedah (TBK) yaitu pemerintah setempat. Tabung Baitul Mal Kedah telah

35

Wawancara Pribadi Dengan Nurul Hidayah Binti Hj. Salleh, Alor Setar, Kedah 10 April 2008.

36

(34)

melantik seorang pegawai yang bertanggungjawab untuk mengurus pentadbiran

wakaf. Bagaimana pun pegawai tersebut ditugaskan untuk mengurus Hal Ehwal

Masjid, musolla, dan Baitul Mal. Tidak ada pegawai khusus untuk menjaga

kepentingan pentadbiran dan pengelolaan wakaf 37.

F. Pelaksanaan Wakaf

Wakaf adalah salah satu dari institusi pembangunan sosial dan ekonomi

paling awal dalam Islam. Wakaf juga merupakan sumber pendapatan negara Islam

selain dari zakat, kharaj, jizyah, sumber galian dan lain-lain sumber ekonomis di

Kedah.

Di Kedah, wakaf di laksanakan oleh Tabung Baitul Mal Kedah (TBK). TBK

sendiri di bawah wewenang Majlis Agama Islam Kedah. Menyadari hal ini, Tabung

Baitul Mal Kedah sedang berusaha untuk merancang dan membangunkan harta wakaf

serta mencoba untuk mengatasi masalah yang dihadapi, terutamanya kekurangan

karyawan yang terlatih di Bahagian Wakaf di Tabung Baitul Mal Kedah38.

Malaysia memiliki tanah wakaf yang amat luas dan jika dikelola boleh

memberi dampak kepada pembangunan ekonomi umat Islam khasnya dan Negara

amnya. Keluasan tanah wakaf di Malaysia ialah sebanyak 20,735.61 hektar dimana

sebanyak 14,815.787 hektar adalah wakaf khas dan 5,919.83. Negara bagian Kedah

37

Wawancara Pribadi. Zulhazmi Bohari. Kedah. 13 April 2008.

38

(35)

memiliki tanah wakaf sebanyak 420 hektar adalah wakaf khas dan tanah wakaf am

sebanyak 423.34 hektar melebihi wakaf khas. Jabatan Kemajuan Islam Malaysia

[image:35.612.115.525.245.566.2]

(JAKIM) mencatatkan jumlah tanah wakaf di Malaysia seperti berikut39:

TABEL TANAH WAKAF DI MALAYSIA PADA TAHUN 2007

wakaf No Negeri

Khas Am Jumlah Ekar (e)

1 Kelantan 171.54 E 133.12 E 304.66

2 Wilayah Persekutuan 5.47 22.07 27.54

3 Terengganu 204.43 E 43.01 E 247.44

4 Sarawak 93.9168 hektar +

0.240 E + 19489.2sq. metres

= 236. 929 E

236.929

5 Pahang 3984 A 4.14 R

4.08P

3985

6 Sabah 4.178 E 25.42 E 29.598

7 Johor 1951A. 2R.23.01P 3976A. 5928

8 Perlis 218.69E 8.75E 227.44

9 Melaka 773.39E 69.97E 843.34/

10 Kedah 420E 423.34E 843.34

11 Negeri Sembilan 1727.35E 61.25E 1788.60

12 Selangor 621.10E 442.15E 1063.25

13 Perak 4474 3R 30.02P 647E 1R

7P

5122

14 Pulau Pinang 22.21E 67.05E 89.26

Jumlah 14,815.787 5919.83 20,735.61

Untuk membantu Tabung Baitul Mal Kedah mengatasi masalah dan

membangun institusi wakaf dan mengelola harta wakaf (baik harta alih atau harta

39

(36)

benda bergerak atau benda tidak bergerak), pemerintah Malaysia telah mendirikan

Jabatan (Departemen) Wakaf, Zakat Dan Haji (JWZH) pada 27 Maret 200440.

Selain mengelola tanah-tanah wakaf, Departemen ini juga diamanahkan untuk

memperkenalkan produk-produk baru wakaf selaras dengan perubahan semasa.

Pelaksanaan-pelaksanaan terbaik perlu dikenal pasti dan dijadikan pemicu bagi

membangunkan institusi-institusi wakaf agar terus berperan meningkatkan ekonomi

umat dan menyelesaikan masalah tanah wakaf masyarakat41.

Secara umum pelaksanaan wakaf di Malaysia dapat dibahagikan kepada dua

bahagian, yaitu:

1. Pelaksanaan Wakaf secara Tradisi

Pelaksanaan wakaf secara tradisi boleh dirujuk kepada kebiasaan pelaksanaan

berwakaf yang dilakukan oleh masyarakat Islam di Negara Bagian Kedah, yaitu

digunakan untuk perkuburan orang-orang Islam dan tempat-tempat pengajian

madrasah dan Sekolah Agama Rakyat42. Selain itu dibangun juga:

a. Pembangunan permis-permis perniagaan.

b. Pembangunan rumah-rumah perlindungan seperti rumah orang-orang

miskin, rumah-rumah janda, rumah anak-anak cacat.

c. Pembangunan proyek-proyek perumahan.

d. Pembangunan proyek-proyek perladangan dan pertanian.

40

Safiah Muhammad, “Kearah Pelaksanaan Sistem Perakaunan Wakaf Yang Piawai”.

Kovensyen Wakaf Kebangsaan 2006. h. 5.

41

Ibid., h. 5

42

(37)

2. Pelaksanaan Wakaf dengan Sistem Baru (Moderen)

Pelaksanaan wakaf secara moderen telah diperkenalkan pada awal tahun1980.

Waktu itu bermula setelah terhasilnya cetusan pemikiran oleh Mufti Johor dalam

perbentangan Kertas Kerja yang berjudul “Saham Wakaf dan Gantian” di Majlis

Fatwa Kebangsaan pada tahun 198143. Cetusan pemikiran tersebut telah

menghasilkan beberapa produk wakaf baru yang amat sesuai dengan

perkembangan zaman. Di antara produk wakaf secara moderen yaitu:

a. Saham Wakaf

Saham wakaf merupakan produk baru dan pelaksanaannya berdasarkan

kepada keputusan yang di buat oleh Majlis Fatwa Kebangsaan pada tahun

1981. Ia adalah satu cara untuk berwakaf melalui uang tunai dengan cara

membeli unit-unit saham yang ditawarkan oleh Majlis Agama Islam

Negeri-negeri dan mewakafkan saham-saham tersebut kepada Majlis sebagai

pemegang amanah. Bagi Tabung Baitul Mal Kedah harga minimum

satusaham adalah RM 10.00 (Rp. 25.000) dan tidak ada batasan maksimal.

Kutipan dari sumbangan saham wakaf dan harta wakaf dikumpul dalam satu

Kumpulan Uang Wakaf44. Kumpulan uang ini disalurkan untuk melaksanakan

pelbagai aktivitas pembangunan yang berbentuk kekal ‘ainnya. Ia dibuat

dalam bentuk pembangunan harta tanah wakaf dan untuk pembangunan

43

Nooh Gadot, Pelaksanaan Wakaf Johor. (Kovensyen Wakaf Kebangsaan 2006) h. 10.

44

(38)

ekonomi umat Islam termasuk membeli tanah hak orang Islam supaya tidak

terjatuh ke tangan orang bukan Islam.

b. Dana Wakaf

Dana wakaf ini adalah merujuk kepada satu tabung yang dibentuk bagi

mendapatkan dana sebanyak mungkin dengan tujuan untuk membangun dan

memajukan tanah-tanah wakaf45.

c. Takaful Wakaf

Hanya satu institusi yang memperkenalkan Takaful Wakaf yaitu Takaful

Malaysia. Takaful Wakaf akan menerima perwakafan dalam satu jumlah

tertentu untuk tempoh masa sempurna. Sekiranya pewakaf tersebut meninggal

dunia lebih awal dari tempoh masa tertentu (dalam tempoh masa yang dipilih)

waqif, maka niat waqif itu akan disempurnakan oleh pihak Syarikat Takaful

walaupun si waqif tidak sempat membayar kesemua bayaran di bawah

tanggungan Takaful Wakaf yang di ikutinya46. Sekiranya si pewaqif masih

hidup sampai waktu sempurna, maka jumlah uang yang diwakafkan itu akan

dibayar kepada institusi seperti mana yang diniatkan oleh si waqif.

d. Wakaf Kaki

Wakaf kaki adalah merujuk kepada pembelian harta tanah mengikut ukuran

atau kaki persegi dan kemudian akan mewakafkan kembali saiz atau ukuran

45

Ibid. h. 17

46

(39)

tertentu yang dibeli melalui pemegang amanah wakaf tersebut. Wakaf ini juga

dikenal dengan nama wakaf petak atau wakaf lantai47.

Dari uraian di atas, produk wakaf moderen ini telah dilaksanakan dan

mendapat sambutan baik dari kalangan pewakaf dan pemerintah karena

mendatangkan manfaat kepada masyarakat terutamanya golongan yang memerlukan

bantuan.

C.Keberadaan Nazdir Dan Wewenangnya

Nazhir berasal dari kata kerja bahasa Arab

ا

ﺮﻈ

ﺮﻈ

ﺮﻈ

mempunyai arti, “menjaga, memelihara, mengelola dan mengawasi”48. Adapun nazhir adalah isim

fa’il dari kata “nazhara” yang dapat diartikan ke dalam bahasa Indonesia dengan

pengawas (penjaga) dan dalam bahasa Melayu ialah pengurus (pengelola).

Sedangkan nazhir wakaf adalah orang yang diberi tugas untuk mengelola

wakaf. Pengertian ini kemudian di Negara bagian dikembangkan menjadi kelompok

orang atau badan hukum yang diserahi tugas untuk memelihara dan mengurus benda

wakaf. Dengan demikian, nazhir berarti orang yang berhak untuk bertindak atas harta

wakaf, baik untuk mengurusnya, memeliharanya, dan mendistribusikan hasil wakaf

kepada orang yang berhak menerimanya49.

47

Awang, Che Omar. “Pelaksanaan Wakaf Pelaksanaan Di Malaysia”. h. 7

48

Sais Agil Husin Al-Munawar, “Hukum Islam dan Pluralitas Sosial”.(Jakarta: Penamadani, 2004) h.151.

49

(40)

Pada dasarnya siapa pun dapat manjadi nazhir asalkan ia dapat melakukan

tindakan hukum. Akan tetapi, karena tugas nazhir menyangkut harta benda dan

pemanfaatannya harus diberikan kepada pihak yang berhak menerimanya dan mampu

sebagai pengelola. Itulah sebabnya Jabatan nazhir harus dipercayakan oleh orang

yang mampu menjalankannya50.

Mengingat salah satu tujuan wakaf ialah menjadikannya sebagai sumber dana

yang produktif, tentu memerlukan nazhir yang mampu melaksanakan tugas-tugasnya

secara professional dan bertanggung jawab. Syarat moral yang harus ada pada nazhir

adalah paham tentang hukum wakaf, baik dalam tinjauan syari’ah maupun

perundang-undangan negara, jujur, amanah dan adil sehingga dapat dipercaya dalam

proses pengelolaan dan pentasharrufan kepada sasaran wakaf serta punya kecerdasan

baik emosional maupun spiritual51.

Syarat manajemen pada nazhir pula ialah mempunyai kapasitas dan

kapabilitas yang baik dalam leadership, visioner, mempunyai kecerdasan yang baik

secara intelektual dan pemberdayaan serta professional dalam bidang pengelolaan

harta. Dan yang terakhir syarat bisnis ialah harus mempunyai sifat keinginan,

pengalaman atau siap untuk dimagangkan dan punya ketajaman melihat peluang

usaha sebagaimana layaknya entrepreneur52.

50

Ibid. h. 62

51

Ibid. h 153.

52

(41)

Meskipun demikian, tidak berarti bahwa nazhir mempunyai kekuasaan mutlak

terhadap harta yang diamanatkan kepadanya53 seperti tidak boleh menjual,

menggadaikan atau menyewakan harta wakaf, kecuali diizinkan oleh pengadilan.

Ketentuan ini sesuai dengan masalah kewarisan dalam kekuasaan kehakiman yang

memiliki wewenang untuk mengontrol kegiatan nazhir54.

Hal ini menunjukkan bahwa wewenang nazhir dibatasi oleh

ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh waqif maupun hakim. Sebagai contoh, masalah

sewa-menyewa harta wakaf ini diperbolehkan jika dapat mengembangkan harta

wakaf. Hanya saja, sewa-menyewa tersebut harus mendapatkan izin dari waqif,

Tabung Baitul Mal Kedah (TBK) dan Majlis Agama Islam Kedah (MAIK)55.

Adapun tugas-tugas nazhir antara lain sebagai berikut56:

1. Pengurusan pendaftaran tanah wakaf dan perkara yang berkaitan dengan

pendaftaran seperti menyerahkan seterpikat/surat bukti pemilikan tanah

permohonan kepada waqif.

2. Membuat perencanaan ke kawasan tanah dan menentukan batasannya yang

hendak diwakafkan.

53

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqi, Pengantar Fiqh Muamalat cet-2 (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2001) h. 20.

54

Ahmad Zaki Abdul Latif, “Pengurusan Harta Wakaf Dan Potensinya Kearah Kemajuan Pendidikan Umat Islam Di Malaysia”. (Kovensyen Wakaf Kebangsaan 2006) h. 4.

55

Wawancara pribadi dengan Zulhazmi Bin Bohari, Kedah, 14 April 2008.

56

(42)

3. Sekiranya prosedur mendapatkan hak bagi tanah-tanah wakaf yang diketahui

berdasarkan dokumen luar atau dalam yang nama pemiliknya tidak dapat

diketemukan (telah meninggal dunia atau lain-lain) maka pihak nazhir harus

membuat maklumat mengenai tanah wakaf daripada mana-mana pihak, seperti

maklumat masyarakat setempat, kantor tanah dan maklumat dalam instansi lain

seperti mendapatkan Surat Ikatan Amanah dari kantor Pejabat Tanah Daerah.

4. Menyewakan tanah (benda wakaf) itu kepada pihak lain untuk diperoleh manfaat

dari harta wakaf itu.

5. Memelihara harta wakaf dapat diambilkan dari harta wakaf yang dimaksud atau

diambil dari sumber lainnya kecuali harta wakaf sebelumnya pernah tidak

membayar pajak sebelum diserahkan kepada Tabung Baitul Mal Kedah. Maka

pajak harus dilunasi oleh pewakif terlebih dulu.

6. Membagikan hasil harta wakaf kepada pihak yang berhak menerimanya.

Di samping itu nazhir juga berkewajiban mengawasi, memperbaiki (jika

rusak), mengembangkan dan mempertahankan wakaf berdasarkan pada

ketentuan-ketentuan yang berlaku di tempat nazhir itu bertugas.

D. Pengawasan Harta Wakaf

Semua hukumwakaf merupakan hasil ijtihad dan ditetapkan atas dasar bahwa

nazhir adalah wakil atau wali yang menguruskan wakaf dan harus tunduk pada

peraturan pengawasan. Sekalipun banyak hadist yang memperbolehkan nazhir

(43)

menurut mazhab Hambali, akan tetapi itu semua tertanggung pada kemaslahatan

sesuai dengan kondisi dan pengalaman yang telah dilakukan oleh orang lain

sebelumnya57.

Dalam perbahasan ini juga penulis mencoba mengetengahkan sebagian

konsep perundang-undangan kontemporer dalam mengawasi kinerja nazhir dari pihak

Kementerian yang berkompeten sebagai ganti dari hakim dan perbandingannya

dengan metode pengelolaan perusahaan saham yang banyak dilakukan di Asia

Tengah dan pengalaman di Barat telah terbukti berhasil. Antara perkara yang perlu

diambil kira dalam pengawasan wakaf ialah58:

1. Kementerian Wakaf mengawasi semua nazhir wakaf Islam, karena itu dalam

kementerian ini perlu dibentuk lembaga pengawasan wakaf Islam.

2. Lembaga pengawas wakaf berhak mengoreksi kinerja para nazhir wakaf dan

membuat peraturan serta memantau pengurusannya, keuangannya dan meminta

kepada mereka laporan secara berkala dan lain sebagainya. Lebih dari itu lembaga

pengawas wakaf juga berhak mengeluarkan panduan pelaksanaan khusus

menyangkut hak itu semua. Lembaga pengawas wakaf juga berhak menolak

tindakan nazhir dan disertai alasan yang jelas.

3. Apabila pendapatan wakaf produktif berkurang dari semestinya selama tiga bulan

yang lewat secara berturut-turut maka lembaga pengawas wakaf berhak

memanggil nazhir dan mengadakan pemantauan apakah berkurangnya

57

Ibid, Sais Agil Husin Al-Munawar, “Hukum Islam dan Pluralitas Sosial”.h 159

58

(44)

pendapatan itu disebabkan oleh kesalahan manajemen, kelengahan atau tindakan

yang ceroboh59. Jika disebabkan oleh salah satu di antara tiga sebab di atas, maka

nazhir dapat diberhentikan dengan mengeluarkan surat pemberhentian disertai

alasan-alasan yang jelas.

4. Semua harta milik wakaf sosial harus dibebaskan dari pajak; baik wakaf yang

bersifat wakaf khusus atau wakaf am. Pembebasan pajak ini meliputi pajak

produksi, pajak penjualan, pajak ekspor dan impor dan semua jenis pajak

langsung maupun tidak langsung60.

5. Harta wakaf berhak mendapatkan perlindungan dan perawatan sebagaimana harta

umum. Karena itu, harta wakaf tidak boleh dipindah tangankan atau dimiliki

secara pribadi dan kepada yang merusaknya diberikan hukuman sebagaimana

hukuman yang diberikan kepada mereka yang merusak harta umum61.

6. Nazhir wakaf boleh mencari dana yang layak untuk membangun tanah wakaf dan

mengembangkan asetnya dari berbagai sumber di dalam negeri atau luar negeri

dengan syarat pencarian dana tersebut dilakukan sesuai dengan cara yang

diperbolehkan oleh syariat Islam62.

59

Ibid, Jabatan Wakaf, Zakat Dan Haji Jabatan Perdana Menteri. “Manual Pengurusan Tanah Wakaf” (Kuala Lumpur 2006) h. 49.

60

Megat Mohd. Ghazali Megat Abd. Rahman, , “Pembangunan Tanah Wakaf: Isu, Prospek Dan Strategi”. (Konvensyen Wakaf Kebangsaan 2006) h. 12.

61

Satria Effendi M. Zen, “Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Analisis Yurisprudensi Dengan Pendekatan Ushuliyah”. Jakarta, Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Jakarta, cet, 1, 2004) h. 470.

62

(45)

Sebenarnya kebanyakan bentuk pengembangan wakaf harus mendapat

perhatian berdasarkan tujuan syariat dalam menjaga harta wakaf dan

pengembangannya, untuk meningkatkan amal kebaikan di tengah-tengah masyarakat

dan menjaga hak-hak wakif yang ada perannya. Sebab hanya dengan meningkatnya

(46)

BAB IV

ANALISIS TERHADAP PERMASALAHAN WAKAF DI NEGARA BAGIAN KEDAH

D. Prosedur Pendaftaran Wakaf Dan Perubahan Status Harta Wakaf.

Peraturan sudah ada, tetapi masyarakat tidak mengetahui bagaimana cara

menggunakannya, seperti dijelaskan dalam prosedur ini, pendaftaran tanah yang

diwakafkan oleh individu (orang Perorangan), syarikat dan Pihak Berkuasa Negeri

supaya menepati kaedah syarak dan sesuai dengan peruntukan Kanun Tanah Negara.

Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan oleh Majlis Agama Islam

Negeri (MAIN) sebagai panduan untuk Tabung Baitul Mal Kedah antaranya ialah:

1. Proses Permohonan Mendaftarkan tanah wakaf individu dan cara yang perlu

diambil oleh Majlis Agama Islam Negeri Kedah/Tabung Baitul Mal Kedah seperti

berikut63 :

a. Permohonan mendaftarkan tanah wakaf boleh dilakukan oleh pewakaf dengan

menggunakan “Borang Berwakaf” Tabung Baitul mal Kedah (Majlis Agama

Islam Kedah) sebagaimana dilampirkan. Maklumat yang diperlukan adalah

seperti berikut.

1) Surat Permohonan/ kebenaran daripada pewakaf dan mereka yang berkaitan

dengan benda (ain) wakaf.

63

(47)

2) Salinan Kad Pengenalan (Kartu Tanda Pengenalan) pewakaf dan mereka yang

berkaitan

3) Salinan Geran/ surat hak milik (seterpikat tanah)

4) Salinan cukai tanah terbaru (Pajak tanah)

5) Salinan pelan tanah yang menunjukkan luas kawasan dan lokasi tanah wakaf

yang dicadangkan.

6) Lain-lain dokumen berkaitan (jika ada)

Seperti mana yang terkandung dalam IV Seksyen 416C-

Peruntukan-peruntukan mengenai hak-hak dalam keseluruhan atau sebahagian tanah berimilik

yang terletak hak (memberi/pewaqif) pada penerima pindahan64.

1. Jika sekiranya keseluruhan atau sebahagian mana-mana tanah bermilik yang

dipegang oleh pemindah diduduki, digunakan, dikawal atau diuruskan oleh

penerima pindahan di bawah apa-apa hak atau kelayakan (entitlement) yang

diperolehi dengan cara derma (donation), hadiah (gift), warisan (bequest),

kebenaran (permission), persetujuan (consent), atau apa-apa cara yang lain, dari

pemindah atau mana-mana pendahulu dalam hak milik pemindah untuk apa-apa

maksud statutori berkuatkuasa, hak penerima pindahan kepada pendudukan,

pengunaan, kawalan atau pengurusan tersebut hendaklah, atas permohonan secara

bertulis olehnya kepada pendaftar, diendorskan atas dokumen hakmilik daftaran

kepada tanah, jika Pendaftar berpuas hati bahawa peletakkan statutori tentang

hak atau kelayakan tersebut pada penerima pindahan telah dikuatkuasakan.

64

(48)

2. Hak yang diendroskan di atas dokumen hakmilik daftaran di bawah kanun (1)

hendaklah berkuatkuasa dari tarikh bilamana peletakkan statutori itu berkuatkuasa

dan akan kekal pada seluruh tempoh hakmilik itu dan hendaklah mengikat setiap

tuan punya tanah yang kemudian.

Pada seksyen65 ini pihak Tabung Baitulmal Kedah (TBK) selaku pihak yang

menguruskan segala tanah wakaf berdasarkan peruntukan Undang-undang

Pentadbiran Agama Islam bisa memohon supaya posisi (memberi/pewaqif) yang

berkanun di bawah seksyen 416 C Kanun Tanah Negara (KTN) digunakan bagi

mendaftar semua tanah wakaf sebagaimana yang dinyatakan dalam Pekeliling Ketua

Pengarah Tanah Dan Galian Persekutuan Bil. 8/1999.

1. Pengelola harta wakaf yaitu pegawai Tabung Baitul Mal Kedah yang

bertanggungjawab tentang wakaf menseleksi dan membuat siasatan ke atas

kesahihan permohonan wakaf berdasarkan formulir yang terlampir66.

2. Pengurus wakaf menyerahkan surat tanda terima permohonan wakaf kepada

pewakaf dan mengambil tindakan seperti berikut67:

a. Membuat rencana menerusi pencarian di Kantor Tanah daerah/Kantor

Pengarah Tanah dan Galian bagi mendapat kepastian maklumat tanah dan

status hak pewakaf ke atas tanah yang hendak diwakafkan, serta membuat

pemeriksaan kawasan yang hendak diwakafkan untuk memastikan kedudukan

65

Istilah Seksyen dimaksudkan dengan pasal, seperti yang ada pada Undang-undang di Indonesia atau dalam bahasa Indonesia “statuta”.

66

Ibid, Jabatan Wakaf, Zakat Dan Haji Jabatan Perdana Menteri. “Manual Pengurusan Tanah Wakaf”. h. 17

67

(49)

tanah. Sekiranya terdapat halangan dalam dokumen hakmilik, baik karena ada

batasan kepentingan ataupun halangan urusan berusaha (seperti ada larangan

dan atau perintah dari pengadilan) atau digadaikan atau mempunyai

tunggakan pajak tanah, maka kesemua ini perlu diselesaikan pewakaf terlebih

dulu.

b. Sekiranya permohonan wakaf mendapat kelulusan daripada Pihak Berwenang

Tabung Baitulmal Kedah (TBK), pengurus wakaf perlu mengambil

langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menetapkan surat cara dan menyempurnakannya serta Blanko Berwakaf

seperti yang dilampirkan.

2) Urusan Pindah milik menerusi peletakhakan berkanun menggunakan

Formulir G “Kanun Tanah Kedah” (Bab 81 Kedah)68.

a) Jika sekiranya keseluruhan atau sebahagian mana-mana tanah bermilik yang

dipengang oleh pemindah diduduki, digunakan, dikawal atau diuruskan oleh

penerima pindahan di bawah apa-apa hak atau kelayakan (entitlement) yang

diperolehi dengan cara derma (donation), hadiah (gift), warisan (bequest),

kebenaran (permission), persetujuan (consent), atau apa-apa cara yang lain, dari

pemindah atau mana-mana pendahulu dalam hak milik pemindah untuk apa-apa

maksud statutori berkuatkuasa, hak penerima pindahan kepada pendudukan,

pengunaan, kawalan atau pengurusan tersebut hendaklah, atas permohonan secara

bertulis olehnya kepada pendaftar, diendorskan atas dokumen hakmilik daftaran

68

(50)

kepadda tanah, jika Pendaftar berpuas hati behawa peletakkan statutori tentang

hak atau kelayakan tersebut pada penerima pindahan telah dikuatkuasakan.

b) Hak yang diendroskan di atas dokumen hakmilik daftaran di bawah kanun,

hendaklah berkuatkuasa dari tarikh bilamana peletakhakan statutori itu

berkuatkuasa dan akan kekal pada seluruh tempoh hakmilik itu dan hendaklah

mengikat setiap tuan punya tanah yang kemudian.

Tabung Baitulmal Kedah selaku pihak yang menguruskan segala tanah wakaf

berdasarkan peruntukan Undang-undang Pentadbiran Agama Islam boleh memohon

supaya peletakkan (pengurusan) berkanun di bawah seksyen 416C Kanun Tanah

Negara (KTN) digunakan bagi mendaftar semua tanah wakaf sebagaimana yang

dinyatakan dalam Pekeliling Ketua Pengarah Tanah Dan Galian Persekutuan

Bil.8/1999 (seperti di lampiran)69

Prosedur Perubahan Status Harta Wakaf

Jika melihat kepada maqsad/tujuan disyariatkan, perubahan harta wakaf

dengan cara menjual dalam bentuk badal (ganti) untuk membeli harta yang lebih

ekonomis adalah satu yang sesuai dengan maqsad/tujuan selama mana adanya

maslahah atau kebaikan kepada semua pihak. Ada pelbagai panduan yang digariskan

oleh para ulama tetapi menjurus kepada persoalan sejauh mana ia mencapai maslahah

yang dikehendaki daripada pensyariatan wakaf70. Sebagai contoh untuk

69

Ibid.Kanun Tanah Negara. h. 60

70

(51)

membolehkan wakaf ditukar atau diganti, Mazhab Hanbali hanya mensyaratkan

wujudnya hajat atau kebutuhan penukaran tersebut. Sedangkan Mazhab Hanafi

mensyaratkan yaitu harta asal yang diwakafkan tidak dapat dimanfaatkan dan

hendaklah diganti dengan harta bukan uang. Bagaimana pun hal itu adalah masalah

ijtihad, setiap masalah perlu diteliti posisi hukum sesuatu maslahah, mungkin

berbeda dengan maslahah yang lain71.

Harta wakaf terbagi dalam dua bagian: Yang pertama adalah barang-barang

atau tanah yang dijadikan wakaf oleh pengelola wakaf dari hasil wakaf itu sendiri72.

Misalnya masjid yang diwakafkan itu mempunyai ladang (kebun), lalu pengurus

wakaf menyewakannya dan dari hasilnya dia membeli atau membangun toko yang

manfaatnya digunakan untuk kepentingan wakaf tadi atau diperoleh toko sebagai

sumbangan dari para dermawan. Jika barang-barang tersebut termasuk dalam kategori

ini, maka barang-barang tersebut boleh dijual atau ditukar, sepanjang dalam hal

tersebut terdapat kemaslahatan.

Barang-barang tersebut pada hakikatnya bukan wakaf, melainkan hasil atau

kekayaan barang wakaf, maka pengelola wakaf berhak menggunakannya demi

kemaslahatan, sama seperti haknya menggunakannya hasil kebun masjid demi

kemaslahatan masjid, kecuali bila hakim syar’i yang langsung menangani pewakafan

71

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, “Hukum Wakaf”. Penterjemah Ahrul Sani Faturrahman, (Dompet Dhuafa Republika Dan IIMaN, cet.1, 2004.) h.479.

72

(52)

barang yang dibeli oleh pengelola. Dalam kasus seperti itu, barang tersebut tidak

boleh dijual kecuali karena adanya alasan-alasan yang membolehkannya73.

Jenis yang kedua adalah barang-barang yang diwakafkan oleh kaum

dermawan demi kemaslahatan masjid atau madrasah. Misalnya ada seorang yang

mewasiatkan rumah, toko atau tanahnya agar dijadikan wakaf bagi masjid atau

madrasah, atau ia sendiri yang langsung mewakafkan barang-barang tersebut.

Barang-barang seperti ini diberi hukum sebagai barang-barang wakaf khusus,

yang boleh dijual karena adanya alasan-alasan yang membolehkannya, misalnya

rusak atau hasil sangat kecil dan nyaris tidak ada sama sekali. Tanpa alasan-alasan

tersebut, barang-barang itu tidak boleh dijual. Misalnya kalau masjid tersebut runtuh

atau ditinggalkan dan harta wakaf masjid itu tidak manfaat lagi, maka barang-barang

wakaf yang dikhususkan untuk masjid itu dapat digunakan untuk

kebajikan-kebajikan, tetapi lebih utama bila ia dimanfaatkan untuk masjid lain74.

Tanah wakaf yang ditukar status wakafnya bagi kegunaan yang lain oleh

Tabung Baitul Mal Kedah harus mendapatkan ada keperluan untuk menukar status

wakaf ke atas salah satu tanah wakaf atas sebab berikut75:

a. Niat waqif tidak boleh dilaksanakan karena keadaan permukaan tanah yang tidak

baik untuk diusahakan.

73

Ibid, h. 14.

74

Ziswaf, Goh Chok Tong Kepicut Wakaf, Republika. 20 april 2008.

75

(53)

b. Maslahat umum umat Islam seperti pembinaan rumah untuk korban bencana dan

pembinaan sekol

Gambar

TABEL TANAH WAKAF DI MALAYSIA PADA TAHUN 2007
Table 4.1

Referensi

Dokumen terkait

Dalam menjalankan roda kepemimpinannya, hendaknya seorang pemimpin mendasarinya denga rasa yang benar-benar ikhlas. Jika memulai sebuah fase kepemimpinan dengan

Perbandingan Persentase Penduduk Bekerja dengan Pekerjaan Utama Menurut Tingkat Pendidikan dan Daerah Tempat Tinggal Secara Nasional (Semua Sektor) dan di

Banyak kegunaan teknologi Jabber, pada awalnya teknologi Jabber bersifat asynchronous , platform IM yang dapat digunakan secara luas dan jaringan IM berdasarkan

Dalam hal ini peraturan yang ada pada OKI sudah baik akan tetapi tidak adanya sanksi yang membuat implementasi program tersebut menjadi lemah. Lalu pada

Daerah penelitian adalah Cagar Alam Sibolangit yang merupakan bagian dari Tahura (taman hutan raya) di sumatera utara. Tujuan penelitian ini adalah 1)mengetahui bagaimana

ketiga. Setelah pembelajaran pada siklus I selesai, guru melakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan dengan memberikan tes dalam bentuk esai sebanyak 5 soal. Data

Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang daya simpan benih bawang merah varietas lembah palu pada berbagai paket teknologi mutu benih

​ Conclusion: This study demonstrated that peer education is effective to promote clean and healthy life behavior among students in Islamic boarding schools.. Boarding