• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh konsentrasi pupuk akar dan pupuk daun terhadap pertumbuhan dan produksi bayam (amaranthus hybridus dengan metode nutrient film technique (NFT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh konsentrasi pupuk akar dan pupuk daun terhadap pertumbuhan dan produksi bayam (amaranthus hybridus dengan metode nutrient film technique (NFT)"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSENTRASI PUPUK AKAR DAN PUPUK DAUN

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAYAM

(Amaranthus

hybridus)

DENGAN METODE NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT)

MAIRUSMIANTI NIM : 105095003135

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

PENGARUH KONSENTRASI PUPUK AKAR DAN PUPUK DAUN

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAYAM

(Amaranthus

hybridus)

DENGAN METODE NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

MAIRUSMIANTI

NIM : 105095003135

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul“Pengaruh Konsentrasi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bayam (Amaranthus hybridus) Dengan Metode Nutrient Film Technique (NFT)” yang ditulis oleh Mairusmianti, NIM 105095003135 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang munaqosyah Fakultas Sain dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8 Februari 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.

Menyetujui,

Penguji 1, Penguji 2,

Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud Nani Radiastuti, M.Si

NIP. 1969404.200501.2.005 NIP. 9650902.20011.2.001

Pembimbing 1, Pembimbing 2,

Dasumiati, M.Si Ir. Junaidi, M.Si

NIP. 19730923.199903.2.002 NIP.

Mengetahui,

Dekan

Fakultas Sain dan Teknologi Ketua Program Studi Biologi

(4)

KATA PENGANTAR

Pujiserta syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Kuasa, atas segala

rahmat dan hidayah-Nya yang di anugerahkan kepada penulis dalam

menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Shalawat serta salam senantiasa penulis

sampaikan kepada Rasulullah SAW.

Selanjutnya dalam penulisan tugas akhir ini, penulis telah banyak

mendapatkan bantuan dan motivasi dari berbagai pihak baik langsung maupun

tidak langsung untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih

yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis., selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sainsdan Teknologi Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ibu Dr. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud.

3. Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ibu Dini Fardilla, M.Si.

4. Ibu Dasumiati, M.Si, selaku pembimbing I dan bapak Ir. Junaidi, M.Si,

pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan

dan dorongan bagi penulis.

5. Para dosen dan tatausaha di lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan

berbagai ilmu pengetahuan dan informasi kepada penulis.

(5)

7. Untuk keluarga besar Sain dan kakak-kakak tercintakak Arpiah, Syuryana ,

Syuryani,Yuliani serta adik-adikku AsepSubarna, Hanyfa dan Mawaddah

yang tiada hentinya memberikan bantuan materil dan non materil kepada

penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Seluruh rekan mahasiswa Prodi Biologi angkatan 2005 yang telah

memberikan dukungan kepada penulis.

Semoga amal baik dan bantuannya mendapat ganjarand ari Allah SWT

dan tugas akhir ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya.

Jakarta, Februari 2011

(6)

DAFTAR ISI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Botani Bayam ... 5

2.2 Sistem Budidaya Secara Hidroponik ... 8

2.3 Sistem Nutrien Film Technique ... 10

2.4 Pupuk Sebagai Sumber Nutrisi ... 13

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 19

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 19

3.2 Bahan dan Alat... 19

3.3 Cara Kerja... 19

1. Pembuatan Larutan Nutrisi ... 19

2. Penanaman ... 20

3. Panen... 23

4. Pengamatan ... 23

(7)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Kondisi Umum... 26

4.2. Tinggi Tanaman ... 26

4.3. Jumlah Daun ... 29

4.4. Luas Daun... 30

4.5. Lingkar Batang ... 32

4.6. Panjang Akar ... 34

4.7. Berat Akar Basah ... 36

4.8. Berat Basah Tanaman... 38

4.9. Berat Kering Tanaman ... 39

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan Bayam Segar dalam 100 gram Bahan ... 7

Tabel 2. Kandungan Unsur Hara dalam ”AB mix”... 16

Tabel 3. Hasil Pengukuran Tinggi Tanaman Setelah Panen (cm) ... 51

Tabel 4. Daftar Sidik Ragam (ANOVA) Tinggi Tanaman Setelah Panen ... 51

Tabel 5. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Tinggi Tanaman ... 52

Tabel 6. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Tinggi Tanaman ... 52

Tabel 7. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Tinggi Tanaman... 53

Tabel 8. Tinggi Tanaman Setelah ditransformasi dengan x  0,5 ... 54

Tabel 9. Hasil Pengukuran Jumlah Daun Setelah Panen (helai) ... 55

Tabel 10. Daftar Sidik Ragam (ANOVA) Jumlah Daun Setelah Panen. . 55

Tabel 11. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Jumlah Daun ... 56

Tabel 12. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Jumlah Daun ... 56

Tabel 13. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Jumlah Daun ... 57

Tabel 14. Jumlah Daun Setelah ditransformasi dengan x  0,5 ... 58

Tabel 15. Hasil Pengukuran Luas Daun Setelah Panen (cm2) ... 59

Tabel 16. Daftar Sidik Ragam (ANOVA) Luas Daun Setelah Panen. ... 59

Tabel 17. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Luas Daun ... 60

(9)

Tabel 19. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap

Luas Daun ... 61

Tabel 20. Luas Daun Setelah ditransformasi dengan x  0,5 ... 62

Tabel 21. Hasil Pengukuran Lingkar Batang Setelah Panen (cm) ... 63

Tabel 22. Daftar Sidik Ragam (ANOVA) Lingkar Batang Batang Setelah Panen... 63

Tabel 23. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Lingkar Batang ... 64

Tabel 24. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Lingkar Batang ... 64

Tabel 25. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Lingkar Batang ... 65

Tabel 26. Lingkar Batang Setelah ditransformasi dengan x  0,5 ... 66

Tabel 27. Hasil Pengukuran Panjang Akar Setelah Panen (cm) ... 67

Tabel 28. Daftar Sidik Ragam (ANOVA) Panjang Akar Setelah Panen.. 67

Tabel 29. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Panjang Akar ... 68

Tabel 30. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Panjang Akar ... 68

Tabel 31. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Panjang Akar ... 69

Tabel 32. Panjang Akar Setelah ditransformasi dengan x  0,5 ... 70

Tabel 33. Hasil Pengukuran Berat Akar Setelah Panen (g) ... 71

Tabel 34. Daftar Sidik Ragam (ANOVA) Berat Akar Setelah Panen. ... 71

Tabel 35. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Berat Akar ... 72

Tabel 36. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Berat Akar ... 72

Tabel 37. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap Berat Akar Basah... 73

(10)

Tabel 39. Hasil Pengukuran Berat Tanaman Setelah Panen (g)... 75

Tabel 40. Daftar Sidik Ragam (ANOVA) Berat Tanaman Setelah

Panen... 75

Tabel 41. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap

Berat Basah Tanaman ... 76

Tabel 42. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap

Berat Basah Tanaman ... 76

Tabel 43. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap

Berat Basah Tanaman ... 77

Tabel 44. Berat Tanaman Setelah ditransformasi dengan x  0,5 ... 78

Tabel 45. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap

Berat Kering Tanaman (g) ... 79

Tabel 46. Daftar Sidik Ragam (ANOVA) Berat Kering Tanaman

Setelah Panen... 79

Tabel 47. Pengaruh Tunggal Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap

Berat Kering Tanaman ... 80

Tabel 48. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap

Berat Kering Tanaman ... 80

Tabel 49. Pengaruh Interaksi Pupuk Akar dan Pupuk Daun Terhadap

Berat Kering Tanaman ... 81

Tabel 50. Hasil Pengukuran Berat Kering Tanaman Setelah

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman Bayam (Amaranthus Hybridus) ... 6

Gambar 2.Green Houseyang BerbentukPiggy BackJenis Serra... 22

Gambar 3. Susunan Set Alat Percobaan ... 24

Gambar 4. Denah Penelitian Tampak Atas ... 25

Gambar 5. Grafik Rata-Rata Tinggi Tanaman Setelah Panen ... 27

Gambar 6. Grafik Rata-Rata Jumlah Daun Setelah Panen... 29

Gambar 7. Grafik Rata-Rata Luas Daun Setelah Panen ... 31

Gambar 8. Grafik Rata-Rata Lingkar Batang Setelah Panen... 33

Gambar 9. Grafik Rata-Rata Panjang Akar Setelah Panen ... 35

Gambar 10. Grafik Rata-Rata Berat Akar Basah Setelah Panen ... 37

Gambar 11. Grafik Rata-Rata Berat Basah Tanaman Setelah Panen ... 39

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Glosarium ... 49

Lampiran 2. Produksi Sayuran di Indonesia, 2002 - 2008... 50

Lampiran 3. Hasil Pengukuran Bayam 4 Minggu Setelah Tanam ... 51

(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Pertambahan penduduk terus meningkat yang juga diiringi dengan

meningkatnya kebutuhan pangan termasuk kebutuhan terhadap sayuran, seperti

tanaman bayam yang tiap tahun produksinya semakin meningkat. Hal ini berarti

juga menunjukkan semakin tingginya permintaan pasar atau minat masyarakat

terhadap tanaman bayam (lampiran 2). Untuk pemenuhan kebutuhan ini perlu

dikembangkan sistem budidaya tanaman yang memberikan hasil yang tinggi

dalam kualitas dan kuantitas, seperti budidaya secara organik dan hidroponik.

Sistem budidaya secara organik telah menampakkan hasil yang cukup

signifikan pada tingkat peneliti tetapi masih terbatas penerapannya ditingkat

petani. Begitu juga halnya penerapan budidaya secara hidroponik, yaitu teknik

budidaya tanaman tanpa menggunakan media tanah. Budidaya hidroponik ini

memiliki beberapa keunggulan atau keuntungan dibanding penanaman secara

konvensional, diantaranya yaitu menanam tidak bergantung pada musim,

banyaknya variasi penanaman, pengendalian lebih baik, tanpa media tanah, hasil

lebih besar, hasil lebih seragam, lebih bersih, lebih sedikit tenaga kerja, hampir

tidak ada rumput liar dan sebagai suatu pengembangan hobi.

Salah satu budidaya hidroponik yang dikembangkan adalah Sistem

Nutrient Film Technique (NFT). NFT merupakan budidaya tanaman tanpa tanah

dengan akar tanaman berada dalam aliran dangkal bersirkulasi dalam air

mengandung unsur yang diperlukan tanaman. Lapisan aliran tersebut sangat

(14)

dangkal (tipis seperti film) sehingga sebagian akar tanaman terendam dalam

lapisan larutan dan sebagian lagi berada pada bagian atasnya. Sistem ini memiliki

beberapa keunggulan dibanding sistem hidroponik lainnya. Apabila saluran air

tersumbat, akar tetap berwarna putih, tidak pucat, lebih murah, serta tanaman

tidak cepat layu. Sementara untuk system lainnya seperti aeroponik dan rakit

apung, apabila gejala listrik mati ± 15 menit, maka akar akan menjadi coklat,

sering tersumbatnya jetspray, serta tanaman mudah layu (Karsono, et.al., 2002).

Banyak sayuran yang ditanam dengan NFT dan salah satunya yaitu bayam

Amaranthus hybridus.

Selain mudah dibudidayakan sayuran ini juga memiliki nilai ekonomis

yang tinggi. Penanaman bayam secara intensif dengan menggunakan sistem

hidroponik NFT mempunyai prospek yang baik. Produktivitas tanaman cukup

tinggi dengan umur panen yang relatif pendek. Selain itu, sayuran hasil budidaya

dengan sistem NFT terbukti dapat mempunyai kualitas yang baik, sehat, segar,

renyah, beraroma dan disertai cita rasa yang tinggi (Sutiyoso, 2003).

Agar pertumbuhan bayam lebih cepat dan menghasilkan produksi yang

baik maka pemberian pupuk tidak hanya pada akar, tetapi ditambahkan pemberian

pupuk anorganik pada daun. Selama ini dengan metode NFT tanaman hanya

diberikan pupuk akar saja, yang dialiri ke akar dengan tinggi larutan pupuk 3-4

mm. Untuk itu dikaji pemberian pupuk daun dengan dosis yang tepat pada

(15)

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah pemberian berbagai konsentrasi pupuk daun berpengaruh nyata

terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bayam?

2. Apakah pemberian berbagai konsentrasi pupuk akar berpengaruh nyata

terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bayam?

3. Apakah pemberian berbagai konsentrasi pupuk daun dan akar berpengaruh

nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bayam?

1.3 Hipotesis

1. Pemberian berbagai konsentrasi pupuk daun berpengaruh nyata terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman bayam.

2. Pemberian berbagai konsentrasi pupuk akar berpengaruh nyata terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman bayam.

3. Pemberian berbagai konsentrasi dosis pupuk daun dan akar berpengaruh

nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bayam.

1.4 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh pupuk daun terhadap pertumbuhan dan

produksi tanaman bayam pada sistem hidroponik NFT.

2. Untuk mengetahui pengaruh pupuk akar terhadap pertumbuhan dan

(16)

3. Untuk mengetahui pengaruh kombinasi konsentrasi pupuk daun dan akar

yang cocok untuk tanaman bayam yang ditanam dengan NFT.

1.5 Manfaat

1. Memberikan informasi kepada petani tanaman bayam tentang pemberian

konsentrasi pupuk daun dan akar NFT dengan dosis yang tepat.

2. Mampu menjadi salah satu alternatif bercocok tanam dengan lahan yang

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Bayam

Bayam merupakan tanaman sayuran yang dikenal dengan nama ilmiah

Amaranthus spp. Kata "amaranth" dalam bahasa Yunani berarti "everlasting"

(abadi). Bayam dalam klasifikasi termasuk ke dalam Amaranthaceae (suku

bayam-bayaman) genus Amaranthus; spesies Amaranthus hybridus. Bayam

berasal dari daerah Amerika tropik, yang semula dikenal sebagai tumbuhan hias.

Dalam perkembangan selanjutnya, tanaman bayam dipromosikan sebagai bahan

pangan sumber protein, terutama untuk negara-negara berkembang. Diduga

bayam masuk ke Indonesia pada abad XIX ketika lalu lintas perdagangan orang

luar negeri masuk ke wilayah Indonesia (Williamet al., 1993).

Sosok tanaman bayam sangat mudah dikenali yaitu berupa herba yang

tumbuh tegak, berserat dan sukulen, pada beberapa jenis bayam mempunyai duri,

tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 – 2 m, berumur semusim atau lebih (Gambar 1). Daunnya bisa tebal atau tipis, besar atau kecil, berwarna hijau, atau ungu

kemerahan (pada jenis bayam merah). Bunganya muncul di pucuk tanaman atau

pada ketiak daunnya. Bijinya berukuran sangat kecil berwarna hitam atau coklat

dan mengkilap (Bandini dan Aziz, 2002). Sistem perakaran menyebar dangkal

pada kedalaman antara 20–40 cm dan berakar tunggang. Batang tanaman bayam kecil berbentuk bulat, lunak, dan berair. Batang tumbuh tegak bisa mencapai satu

(18)

meter dan percabangannya monopodial. Batangnya berwarna merah (Henssayon,

1985).

Daun tanaman bayam adalah daun tunggal. Berwarna kehijauhan, bentuk

bundar telur memanjang (ovalis). Panjang daun 1,5 sampai 6,0 cm. lebar daun 0,5

sampai 3,2 cm. Ujung daun obtusus. Tangkai daun berbentuk bulat dan

permukaannya opacus (Rismunandar, 1996). Merupakan bunga berkelamin

tunggal, yang berwarna hijau. Setiap bunga memiliki 5 mahkota, panjangnya 1,5–

2,5 mm. Kumpulan bunga berbentuk bulir untuk bunga jantan (Hendro, 1984).

Gambar 1. Tanaman Bayam (Amaranthus hybridus).

Ditinjau dari nilai gizinya, bayam merupakan jenis sayuran hijau yang

banyak manfaatnya bagi kesehatan dan pertumbuhan badan. Di dalam bayam

terdapat cukup banyak kandungan protein, mineral, kalsium, zat besi dan vitamin

yang dibutuhkan oleh tubuh manusia (Bandini dan Aziz, 2002). Tanaman ini

(19)

yang beragam pula, mulai dari konsumsi pangan, tanaman hias, pengobatan,

kosmetik, bahkan dapat dijadikan sumber energi alternatif.

Sebagai sayuran, daun bayam kaya akan mineral dan sumber gizi.

Komposisi gizi yang terkandung dalam batang dan daun bayam segar dapat dilihat

pada tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Bayam Segar dalam 100 gram Bahan

No Komposisi Gizi Kandungan

12 Bagian yang dapat dimakan 71,00 %

sumber : Depkes, 1981 dalam Dermawati 2006

Tanaman bayam mudah dibudidayakan dan tidak menghendaki

persyaratan tumbuh yang sulit. Selain itu, tanaman bayam dapat ditanam di

dataran rendah maupun di dataran tinggi, pada semua jenis lahan baik secara

konvensional maupun hidroponik juga dapat tumbuh sepanjang tahun (tidak

mengenal musim) (Bandini dan Aziz, 2002). Bayam juga termasuk sayuran yang

telah lama dikenal dan dibudidayakan secara luas oleh petani di seluruh Indonesia,

(20)

Tanaman bayam dapat tumbuh kapan saja baik pada waktu musim hujan

ataupun kemarau, tetapi paling tepat ditanam pada awal musim hujan, yaitu

sekitar bulan Oktober-November. Bisa juga ditanam pada awal musim kemarau,

sekitar bulan Maret-April. Bayam sebaiknya ditanam pada tanah yang gembur dan

cukup subur. Terutama untuk bayam cabut, pada tekstur tanah yang berat akan

menyulitkan produksi dan panennya. Tanah netral ber-pH antara 6-7 paling

disukai bayam untuk pertumbuhan optimalnya.

2.2. Sistem Budidaya Secara Hidroponik

Hidroponik adalah teknik budidaya tanaman yang menggunakan media

tumbuh selain tanah, dengan kata lain dapat juga diartikan sebagai budidaya tanpa

tanah (soilles culture) (Untung, 2000). Hidroponik berarti melakukan budidaya

tanaman tanpa media tanah. Dalam bahasa asal yaitu bahasa Yunani, hidroponik

berasal dari kata hydro (air) danponos (kerja) yang berarti pengerjaan (budidaya

tanaman) dengan air, jadi hidroponik adalah budidaya tanaman dengan air

(Lingga, 1999).

Banyak tafsiran mengenai hidroponik seperti budidaya tanpa tanah,

dilakukan di green house, harus pakai pupuk organik, dan tanpa pestisida.

Penanaman hidroponik harus ada pengaturan baik terhadap pH larutan, komposisi

hara, konsentrasi unsur hara, sirkulasi oksigen, suhu dan sebagainya. Definisi

hidroponik modern dikemukakan Harris (1994), bahwa hidroponik adalah seni

bertanam tumbuhan di dalam medium padat selain lahan, diairi dengan bahan gizi

(21)

Menurut Lingga (1999), berdasarkan media tanam yang digunakan, maka

hidroponik dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu. 1) Metode kultur air, pada

metode ini, air digunakan sebagai media tanam. 2) Metode kultur pasir, dengan

menggunakan pasir sebagai media. 3) Metode kultur poros, bahan yang digunakan

antara lain kerikil, pecahan genting dan gabus putih atau bahan sejenis ditambah

larutan hara yang mengandung unsur esensial bagi pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Lebih lanjut dikemukakan Wibowo (1993), bahwa

dengan teknik ini kondisi lingkungan dapat diatur dan tidak bergantung musim

sehingga tanaman terhindar dari pengaruh buruk cuaca dan serangan hama

penyakit. Tanaman sayuran yang cocok dengan cara hidroponik antara lain sawi,

pakchoy, selada, caisim, dan bayam (Karsonoet al., 2002).

Dalam budidaya hidroponik ada beberapa faktor yang harus diperhatikan

diantaranya: unsur hara, media tanam, suplai oksigen dan suplai air. Selain itu

dibutuhkan juga unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro

adalah unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak. Beberapa unsur

tersebut diantaranya adalah C, H, O, N, S, P, K, Ca dan Mg. Unsur hara mikro

adalah unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit diantaranya: B, Cl,

Cu, Fe, Mn, Mo dan Zn (Marschner, 1986dalamDermawati, 2006). Oleh karena

itu, pemupukan sangat diperlukan bagi semua sistem pola tanam tak terkecuali

sistem pola tanam hidroponik.

Menurut Rini dan Yusdar (1999)dalam Suprapto (2000), ada dua hal yang

perlu diperhatikan dalam budidaya sayuran secara hidroponik, yaitu pengelolaan

(22)

kesesuaian komoditas yang diusahakan, kesesuaian media tumbuh yang

digunakan, kesesuaian larutan nutrisi yang akan diberikan dan teknik

pemeliharaan. Lingkungan tempat tumbuh meliputi larutan nutrisi dalam media

tumbuh dan lingkungan sekitarnya, perlu dijaga kesehatannya untuk menghindari

adanya hama serta penyakit.

Keuntungan hidroponik antara lain adalah banyaknya variasi penanaman,

pengendalian lebih baik, tanpa media tanah, hasil lebih besar, hasil lebih

seragam, lebih bersih, lebih sedikit tenaga kerja, hampir tidak ada rumput liar dan

sebagai suatu pengembangan hobi. Menurut Resh (1981), keuntungan dari sistem

hidroponik antara lain kemudahan sterilisasi media, penanganan nutrisi tanaman,

menghemat luasan lahan, mudah penanganan gulma dan serangan hama

penyakit, kemudahan dalam hal penyiraman, kualitas produk bagus, menghemat

pupuk dan panen lebih besar.

Menurut Zulkarnain (2002), sistem hidroponik sangat mahal, terutama

untuk pemberian nutrisi tanamannya (70 % biaya produksi digunakan untuk hal

ini). Dilain pihak produksi yang rendah disebabkan beberapa hal, yaitu banyak

petani yang belum menerapkan cara budidaya yang baik, seperti penggunaan

pupuk yang kurang berimbang, perawatan yang kurang intensif dan salah

perhitungan waktu tanam.

2.3. Sistem Nutrient Film Technique

Ada empat sistem berbeda dalam budidaya hidroponik yaitu kultur pasir,

sistem terbuka agregat, sistem hidroponik mengapung dan teknik selaput hara

(23)

air tipis. Pada sistem NFT ini, tanaman diupayakan berada pada daerah perakaran

sesuai kondisi optimal pertumbuhan tanaman. NFT merupakan metode budi daya

tanaman tanpa tanah dengan akar tanaman berada dalam aliran dangkal

bersirkulasi dalam air mengandung unsur yang diperlukan tanaman. Lapisan

aliran tersebut sangat dangkal (tipis seperti film) sehingga sebagian akar tanaman

terendam dalam lapisan larutan dan sebagian lagi berada pada bagian atasnya

(Cooper, 1979dalam Dermawati, 1996). Dengan demikian, hidroponik ini hanya

menggunakan aliran air (nutrien) sebagai medianya.

Keunggulan sistem hidroponik ini antara lain air yang diperlukan tidak

banyak, kadar oksigen terlarut dalam larutan hara cukup tinggi, air sebagai media

mudah didapat dengan harga murah, pH larutan mudah diatur, dan ringan

sehingga dapat disangga dengan talang. Pada pangkal talang bagian atas

dikucurkan larutan hara. Secara gravitasi larutan hara meluncur ke bagian bawah,

membasahi helaian plastik dan kubus rockwool, serta akar anak semai. Di ujung

talang bagian bawah, kelebihan larutan ditampung dan dialirkan kembali ke

tangki tandon larutan hara untuk diresirkulasi ke talang.

Tebal tipisnya larutan hara pada sistem ini hanya 3-4 mm. Bentuknya

berupa lapisan film tipis dan secara konstan mengairi akar. Sistem dijalankan

selama 24 jam/hari, tetapi dapat dijalankan secara terputus dan berseling

(intermitted) antara on dan off asalkan waktu off-nya cukup singkat, maksimum

10 menit sehingga tanaman tidak sempat layu karena segera tersiram air kembali

(Karsono et. al., 2002). Hal ini telah diterapkan pada tanaman tomat dengan

(24)

sirkulasi larutan nutrisi secara berkala. Sistem NFT, pertumbuhan tanaman tetap

baik, walaupun temperatur udara dalamgreen housemencapai 37°C (Matsuokaet

al., 1992).

Menurut Graves dan Hurd (1995), yang menggunakan sirkulasi berkala

(30 meniton,30 menitoff), produksi mentimun naik 15-18% dan kualitas (harga)

meningkat 8-10% bila dibandingkan dengan sirkulasi kontinyu (Graves dan Hurd,

1995dalamDermawati, 1996). Cara lebih praktis melakukan penyiraman dari alat

ini bisa diatur sesuai kebutuhan (Karsonoet al.,2002).

Salah satu faktor penting dalam larutan hidroponik pada sistem NFT yaitu

harus mempertimbangkan nilai Electrical Conductivity (EC). EC ialah

konduktivitas listrik atau kemampuan untuk menghantarkan ion listrik yang ada di

dalam larutan ke akar tanaman. Konduktivitas listrik merupakan parameter yang

menunjukkan konsentrasi ion terlarut di dalam larutan. Semakin banyak ion

terlarut maka semakin tingi konduktivitas listrik larutan nutrisi tersebut. Hal ini

mempengaruhi metabolisme tanaman, yaitu kecepatan fotosintesis tanaman,

aktivitas enzim, dan potensial penyerapan ion larutan oleh akar sehingga

mempengaruhi absorbsi hara (Kristanti, 1998).

Dengan demikian EC menunjukkan kepekatan dalam suatu larutan.

Penurunan kepekatan ini dapat dilihat dengan menggunakan alat yang disebut EC

meter. EC meter ini penting peranannya karena dapat dengan cepat memantau

tinggi rendahnya kepekatan bahan kimia dalam suatu larutan. Larutan ini harus

terus dipantau kepekatannya. Kalau turun, itu berarti tanaman sudah berhasil

(25)

dapat timbul jika matahari bersinar cerah, tetapi kelembaban udara masih tinggi.

Daya serap tanaman akan meningkat dan menghabiskan unsur makanan lebih

cepat, sehingga kepekatan larutan pun akan turun dengan cepat pula. Jika hal itu

terjadi, maka kepekatan larutan harus dinaikkan dengan cepat (Soeseno, 1999).

EC diukur dalam satuan mS/cm, nilai EC dapat juga diberikan dalam uS/cm

dimana 1 mS/cm = 1000 ppm.

Penggunaan tingkat EC dalam hidroponik untuk kelompok selada

termasuk bayam berkisar antara 0,5-2,5 mS cm-1(5-25 unit). Konsentrasi larutan

juga diukur dalam satuan ppm (parts per million), dimana total konsentrasi 1000

dan 1500 ppm sebanding dengan 1,5 dan 3,5 mS cm-1dalam satuan EC. Nilai pH

yang sesuai untuk tanaman bayam berkisar antara 6-7.

Agar pertumbuhan tanaman tidak terganggu, maka konsentrasi larutan

harus selalu diperiksa. Pemeriksaan larutan hara terutama pH dan nilai EC,

apabila kualitas larutan berkurang, maka dapat dilakukan penambahan bahan

tertentu dan jika larutan sudah tidak mungkin dipakai, harus diganti dengan

larutan baru (Roan, 1998).

2.4. Pupuk Sebagai Sumber Nutrisi

Schoenstein (1986), menyatakan bahwa hidroponik mempunyai bermacam

jenis cara tanam antara lain penanaman tanpa tanah dan kultur agregat.

Syarifuddin dan Abdurachman (1993), menyatakan pupuk telah memainkan

peranan menentukan dalam menghasilkan peningkatan produksi. Peranan pupuk

dimasa depan akan semakin menonjol apabila kita mengingat keterbatasan lahan

(26)

menentukan koefisien penggunaan air irigasi, suatu sumber yang keterbatasannya

juga semakin terasa.

Dalam praktek di lapangan sering terjadi kendala untuk pertumbuhan dan

produksi tanaman yang optimal (Handayanto dan Ismunandar, 1999). Salah satu

upaya untuk memperkecil kendala ini maka diperlukan pemenuhan unsur-unsur

baik makro maupun mikro. Sebagaimana tanaman lainnya, tanaman bayam

memerlukan unsur hara selama pertumbuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan

tanaman akan unsur hara dapat diberikan melalui pemupukan.

Pemberian unsur hara pada tanaman dapat diberikan melalui akar dan

daun. Aplikasi melalui akar dapat dilakukan dengan merendam atau mengalirkan

larutan pada akar tanaman. Larutan tersebut dibuat dengan cara melarutkan

garam-mineral ke dalam air. Ketika dilarutkan dalam air, garam-mineral ini akan

memisahkan diri menjadi ion. Penyerapan ion-ion oleh tanaman berlangsung

secara kontinue dikarenakan akar-akar tanaman selalu bersentuhan dengan larutan

(Yanti, 2004dalamSuwandi, 2006).

Unsur hara hidroponik dibuat dengan menggabungkan hara makro dan

hara mikro sesuai kebutuhan tanaman. Unsur hara makro adalah unsur hara yang

diperlukan tanaman dalam jumlah yang banyak, terdiri atas C, H, O, N, P, K, Ca,

Mg dan S. Apabila tanaman kekurangan unsur hara makro akan berpengaruh

langsung terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman (Harjowigeno,2003).

Unsur hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman tetapi dalam

jumlah sedikit. Unsur hara mikro ini mutlak dibutuhkan oleh tanaman, jika

(27)

optimal. Jenis unsur hara mikro ini adalah Mn, Cu, Fe, Mo, Zn, B (Lingga, 1995).

Pupuk bukan substitusi air atau matahari, tetapi merupakan salah satu faktor

lingkungan yang harus seimbang untuk menampilkan potensi maksimum

tanaman. Pemupukan akan menjamin tidak terjadi defisiensi elemen esensial yang

menghambat pertumbuhan. Pemupukan dapat dilakukan melalui akar atau melalui

daun dengan cara penyemprotan ke daun.

Menurut Sutiyoso (2003), bahan kimia untuk pupuk tanaman hidroponik

harus memenuhi kualitas tertentu, antara lain:

1. Kemurnian dan daya larut tinggi dan tidak ada endapan yang akan

menyumbat sistem irigasi.

2. Memiliki proporsi tertentu sesuai kebutuhan jenis tanaman, fase

pertumbuhan dan sasaran produksi.

Keuntungan pemberian pupuk daun yaitu dapat menghindari kerusakan

akar akibat pemupukan berat dan tidak merata pada akar, di samping itu juga

penyerapan hara lebih cepat sehingga lebih cepat menumbuhkan tunas (Winata,

1985 dan Lingga, 1995). Menurut Tisdale dan Nelson (1975), pemupukan melalui

daun, akan mempermudah daun untuk mengadsorpsi dan menggunakan unsur

hara. Menurut Fiyanti dan Prasasti (1991), pupuk daun yang mengandung

nitrogen tinggi dapat merangsang pertumbuhan akar, batang dan daun tanaman

anggrek. Oleh karenanya penggunaan pupuk daun pada tanaman bayam

memungkinkan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman bayam.

Salah satu hara yang digunakan dalam hidroponik adalah AB mix

(28)

tinggi. Semua bahan yang digunakan adalah water soluble gradesehingga sangat

cocok untuk diterapkan dengan sistem irigasi tetes atau rakit apung. AB mix

dikemas dalam bentuk yang praktis dan ekonomis, dengan unsur hara makro dan

mikro didalamnya yang cukup lengkap.AB mixdikemas dalam bentuk paket yang

terbagi menjadi dua sak, yaitu A dan B dan dalam bentuk padat (crystal dan

powder). Adapun komposisi bahan yang terdapat dalamAB mixada dalam tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Unsur Hara dalam”AB

Sak Unsur hara Jumlah (g / 5000 cc)

A

Berdasarkan cara penggunaannya pupuk dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Pupuk daun ialah pupuk yang cara pemupukan dilarutkan dalam air dan

disemprotkan pada permukaan daun.

2. Pupuk akar atau pupuk tanah ialah pupuk yang diberikan ke dalam tanah

(29)

Pupuk Daun

Pupuk daun merupakan salah satu jenis pupuk anorganik majemuk, karena

pembuatan pupuk daun bertujuan agar unsur-unsur yang terkandung di dalamnya

dapat diserap oleh daun atau untuk pembentukan zat hijau daun. Itulah salah satu

kelebihan pupuk daun. Penyerapan unsur hara dalam pupuk daun memang

dirancang berjalan lebih cepat dibanding dengan pupuk akar. Tanaman akan

tumbuh cepat dan media tanam tidak rusak akibat pemupukan yang terus menerus.

Oleh karena itu, pemupukan melalui daun dianggap lebih efektif dibandingkan

dengan pupuk akar (Lingga, 1995).

Di pasaran, pupuk daun dijual dalam bentuk cair di botol atau bubuk/

serbuk yang dikemas alumunium foil. Bentuk tersebut menyebabkan perbedaan

dalam pemakaiannya. Sebelum digunakan, pupuk cair diencerkan terlebih dahulu

dengan air hingga mencapai konsentrasi sesuai anjuran di label kemasan. Pupuk

dalam bentuk serbuk juga dilarutkan sejumlah air (Lingga, 1995).suai punjuknya.

Pupuk Akar

Disebut pupuk akar karena cara pemberiannya dengan menaburkan atau

menyiramkan ke media tanam dengan harapan dapat diserap oleh bulu-bulu akar

tanaman secara optimal. Melalui akar tanaman, pupuk ditranslokasikan kedalam

jaringan daun sebagai unsur utama fotosintesis. Ada pula yang mengartikan

bahwa pupuk akar merupakan pupuk untuk merangsang pertumbuhan akar

(Lingga, 1995).

Sebagai pupuk majemuk, bahan penyusun pupuk akar terdiri dari dua atau

(30)

dan K. Oleh karena itu pupuk tersebut dikenal dengan pupuk NPK. Pupuk ini

selalu mencantumkan ketiga unsur tersebut dengan kadar yang berbeda-beda,

misalnya, NPK 15 : 15 : 15 yang artinya kandungan N sebesar 15 %, P2O5sebesar

(31)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai Februari 2009 sampai dengan bulan April

2009. Penelitian ini dilaksanakan dalamGreen housedi Depok I, Jawa Barat.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu benih bayam, pupuk

daun, pupuk akar, dan air. Pupuk daun yang digunakan yaitu pupuk daun dengan

merk dagang NASA, sedangkan pupuk akar yang digunakan yaitu pupuk akarAB

mix(fertimix) dan air.

Alat yang digunakan yaitu styrofoam, wadah bekas jelly, pipa paralon,

kayu, plastik transparan (UV), paranet, Electro Conductivitty (EC), pH meter,

rockwool, termometer, gelas ukur, ember ukuran 60 liter, pompa air celup

(submersible pump), balvalve (keran buka tutup), timbangan, timer, sprayer, dan

asbes.

3.3. Cara Kerja

1. Pembuatan Larutan Nutrisi

Pupuk akar yang digunakan AB mix (fertimix) yang sudah mengandung

unsur-unsur lengkap. Pembuatan larutan nutrisi dilakukan dengan membuat

larutan pekat terlebih dahulu.

(32)

Membuat pekatan A

Kemasan A diisi dengan 1.100 g CaNO3, 530 g KNO3, 38 g Fe-kelat

13,2% Fe. Kemudian ditambahkan air hingga 5 liter, dikocok semua bahan hingga

larut. Dengan demikian, pekatan A telah siap dipergunakan.

Membuat pekatan B

Kemasan B diisi dengan 335 g kalium di-hidro fosfat, 55 g amonium sulfat,

140 g kalium sulfat, 700 g magnesium sulfat, 14 g campuran unsur mikro.

Kemudian ditambahkan air hingga 5 liter, dikocok semua bahan hingga larut,

pekatan B telah siap dipergunakan.

Membuat pekatan larutan siap pakai

Pembuatan larutan siap pakai dilakukan dengan cara melarutkan pekatan

A dan B tersebut menjadi larutan AB mix yang merupakan pupuk akar,

masing-masing sebanyak 0 cc, 2,5 cc, 3,3 cc, 4,17 cc ke dalam 1 liter air.

Pupuk daun yang digunakan adalah pupuk NASA dengan cara melarutkan

larutan pupuk ke tiap-tiap konsentrasi sebanyak 0 cc, 7,5 cc, 15 cc, 22,5 cc ke

dalam 1 liter air. Masing-masing konsentrasi pupuk akar dan daun tersebut

digunakan sebagai kombinasi perlakuan dalam penelitian ini.

2. Penanaman

Benih bayam yang digunakan adalah Know you seed yang diimport dari

Taiwan. Setelah benih disebar atau disemai, pada umur 4-6 hari benih tersebut

sudah berkecambah dan tumbuh menjadi bibit kecil. Pada umur 12-14 hari setelah

benih disemai bibit yang telah berdaun 3-4 helai dicabut untuk dibungkus dengan

(33)

ditanam ke dalam sistem hidroponik NFT. Penanaman dilakukan digreen house yang berbentukpiggy backjenis serra.

Green house dibangun dengan rangka terbuat dari kayu, atapnya

menggunakan plastik UV. Sisi serra menggunakan kasa, sehingga dapat

mengurangi intensitas cahaya yang diterima oleh bibit bayam. Di bawah atap juga

digunakan net hitam plastik untuk mengurangi teriknya sinar matahari yang

masuk dari sisi atas serra. Pintu serra menggunakan kawat yang harus selalu

tertutup untuk mengurangi munculnya hama penyakit tanaman. Di dalam green

house dibuat tempat aliran hara NFT berupa bedengan dari asbes yang ditopang

dengan kayu dengan tinggi 60 cm, dengan kemiringan 35º.

Penanaman dilakukan pada sore hari, agar tanaman tidak layu serta

menjaga dari panas matahari maksimum. Bibit bayam sebanyak 2-3 batang

dibungkus dengan rockwool dimasukkan ke dalam satu wadah bekas jelly,

kemudian ditanam di atas styrofoam yang berukuran 1x2 m dengan jarak tanam

15x15 cm dan lubang tanam berdiameter 4 cm. Banyak lubang yang terdapat pada

styrofoam sebanyak 100 lubang. Bedengan yang digunakan mempunyai ukuran

2x8 m.

Pemberian Pupuk Akar

Pupuk akar dengan masing-masing konsentrasi yang sudah larut dalam

(34)

Pemberian Pupuk Daun

Pupuk daun dengan masing-masing konsentrasi yang sudah larut dalam air

dan telah dimasukkan ke dalam botol sprayer, diberikan dengan cara

menyemprotkannya di atas permukaan daun.

Gambar 2.Green Houseyang BerbentukPiggy BackJenis Serra.

Perawatan Jaringan Irigasi Sistem NFT

Diperiksa kelancaran pemberian hara dengan mengecek aliran hara pada

tanaman. Apabila terjadi hambatan atau jalannya hara tidak lancar maka saluran

airnya dibersihkan. Hal ini bertujuan agar aliran hara selalu lancar dan unsur hara

yang dibutuhkan tanaman tetap terpenuhi.

Pemeriksaan EC dan pH

Derajat keasaman (pH) dan EC diukur dengan cara memasukkan EC meter

(35)

dilakukannya pemeriksaan EC dan pH ini yaitu agar nilai EC dan pH tetap dalam

kondisi yang stabil yang cocok untuk pertumbuhan tanaman. Apabila larutan

dalam keadaan tidak stabil, maka larutan ditambahkan air atau pupuk kemudian

diperiksa kembali nilai EC dan pH-nya sehingga nilainya menjadi stabil yaitu 1,5

dan 3,5 mS cm-1 dalam satuan EC. EC dan pH dikatakan tidak stabil apabila

tanaman tampak pucat, daunnya kuning dan mengkerut, batang dan akar tanaman

tampak coklat.

3. Panen

Tanaman bayam dipanen pada umur 28 hari. Pemanenan dilakukan pada

pukul 07.00-09.00 WIB, dengan cara manual yaitu dengan mencabut tanaman

bayam pada pangkalnya.

4. Pengamatan

Pengukuran dilakukan pada 100 individu tanaman. Peubah yang diamati dan

waktu pengamatan yang dilakukan:

- Tinggi tanaman, diukur satu kali setelah panen yang bertujuan untuk

mengetahui pertumbuhan tanaman. Bagian yang di ukur mulai dari

pangkal batang sampai pada bagian yang tertinggi dari tanaman.

- Jumlah daun, dihitung banyaknya jumlah daun satu kali setelah panen.

Kuncup daun yang belum mekar sempurna tidak dihitung.

- Luas daun, diambil daun yang paling besar dan lebar setelah panen dengan

cara meletakkannya di atas kertas milimeter blok. Kemudian dihitung luas

(36)

- Lingkar batang, diukur satu kali setelah panen dengan cara dilingkarkan

benang pada batang bagian tengah, kemudian panjang benang tersebut

diukur dengan menggunakan penggaris.

- Panjang akar, diukur satu kali setelah panen. Diukur mulai dari pangkal

batang di bagian bawah styrofoam sampai ujung akar.

- Berat akar basah, dilakukan setelah panen dengan dipotongnya pangkal

batang, kemudian diambil bagian akarnya, lalu ditimbang.

- Berat basah tanaman, dilakukan setelah panen dengan cara diambil satu

tanaman kemudian ditimbang.

- Berat kering tanaman, dilakukan penghitungan setelah panen. Dihitung

berat kering tanaman secara keseluruhan, dilakukan di dalam oven selama

2 x 24 jam pada suhu 80°C.

Gambar 3. Susunan Set Alat Percobaan

3.4 Analisis Data

Penelitian menggunakan metode split plot yang terdiri dari 2 faktor yaitu

(37)

daun (D0 = 0 cc/l, D1 = 7,5 cc/l, D2 = 15 cc/l, D3 = 22,5 cc/l) dengan tiga kali

pengulangan. Banyak perlakuan 4 x 4 = 16 perlakuan dan banyak satuan

percobaan 4 x 4 x 3 = 48. Untuk mengetahui pengaruh pupuk akar dan daun

dilakukan analisis uji F (ANOVA). Bila uji F berpengaruh nyata atau berpengaruh

sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji BNT(α=0,05).

Gambar 4. Denah Penelitian Tampak Atas.

Keterangan: A0: 0 cc/l D0: 0 cc/l

A1: 2,5 cc/l D1: 7,5 cc/l

A2: 3,3 cc/l D2: 15 cc/l

(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum

Secara umum, suhu rata-rata di dalam Green House pada saat penelitian

tinggi, yaitu 30 - 31,09°C. Hal ini dikarenakan saat penanaman dilakukan pada

musim kemarau. Rata-rata suhu pada pada pagi hari (07.00 WIB) 28,2°C, siang

(12.00 WIB) 37,8°C dan pada sore hari (17.00 WIB) 28,5°C. Kelembaban udara

pada pagi hari (07.00 WIB) 69,76%, siang hari (12.00 WIB) 50,88% dan pada

sore hari (17.00 WIB) 69,95%. Kemasaman larutan nutrisi dalam bak nutrisi

sekitar 6,9 – 7,5. Kondisi seperti ini cocok untuk pertumbuhan tanaman bayam, sehingga produksinya meningkat.

Pertumbuhan tanaman bayam selama persemaian cukup baik dan merata.

Hal itu bisa di lihat dari presentase tumbuhnya yang mencapai 95%. Hama yang

menyerang pada saat penelitian adalah hama belalang. Hama ini menyerang daun

bayam, sehingga hama ini perlu diberantas. Pengendalian hama tersebut dilakukan

dengan cara manual yaitu mengambilnya menggunakan tangan kemudian

dimusnahkan. Penyakit yang menyerang tanaman pada saat penelitian tidak ada.

4.2. Tinggi Tanaman

Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) tabel 4 (lampiran 3) pupuk akar

berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, sedangkan pada pupuk daun

tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Berdasarkan uji lanjut BNT

(39)

pupuk akar 4,17 cc/l dengan tinggi tanaman 14,10 cm. Sementara itu, untuk

pengaruh interaksi pupuk akar dan pupuk daun terdapat pengaruh nyata dan

kombinasi pupuk terbaik terdapat pada perlakuan (A1D3) dengan tinggi tanaman

14,74 cm, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan (A3D1) dan (A3D3)

dapat dilihat pada tabel 7 (lampiran 3). Grafik rata-rata pertumbuhan tinggi

tanaman bayam dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Grafik Rata-Rata Tinggi Tanaman Setelah Panen.

Menurut Morgan (1999), bayam yang dibudidayakan dalam sistem

hidroponik dapat mengalami pertumbuhan yang cepat apabila kebutuhan hara

tanaman tersebut tersedia dalam jumlah yang cukup. Sedangkan tinggi tanaman

terendah terdapat pada kombinasi pupuk akar dan daun pada perlakuan (A2D1)

dengan tinggi tanaman 10,21 cm. Hal ini disebabkan zat hara yang dibutuhkan

sangat banyak sedangkan yang tersedia kurang memenuhi kebutuhan. Tanaman

(40)

pupuk daun yang disemprotkan di atas permukaan daunnya. Selain zat hara yang

diambil dari pupuk daun, tanaman tersebut juga mendapat energi atau sinar

matahari yang cukup sehingga penambahan tinggi tanaman hampir sama dan

kurang optimal.

Pupuk atau zat hara yang terlarut terlalu pekat membuat tanaman kurang

maksimal untuk menyerap zat hara yang terdapat didalamnya sehingga tinggi

tanaman tidak maksimal. Konsentrasi yang demikian juga dapat mempengaruhi

metabolisme tanaman, yaitu kecepatan fotosintesis tanaman, aktivitas enzim, dan

potensial penyerapan ion larutan oleh akar sehingga mempengaruhi absorbsi hara

(Kristanti, 1998). Menurut Schwarz (1995) dalam Dermawati 2006 , konsentrasi

hara yang tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman dalam melaksanakan

proses fisiologis menyebabkan proses pertumbuhan dan perkembangan yang

lambat dan secara visual menunjukkan gejala yang abnormal dalam warna dan

atau struktur. Selain itu, terdapat kekurangan hara N dan K pada tanaman tersebut.

Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan

Kebudayaandalam Franklin (1991), tanaman yang kekurangan unsur hara N dan

K akan menurunkan produksi tanaman dan membuat tanaman menjadi kerdil. Hal

ini disebabkan, tanaman yang tumbuh membutuhkan N dalam membentuk sel-sel

baru. Fotosintesis menghasikan karbohidrat dari CO2 dan H2O, namun proses

tersebut berlangsung kurang optimal untuk menghasilkan protein, asam nukleat

dan sebagainya bilamana kekurangan N. Selain itu, diduga terdapat kekurangan

(41)

dan Mo berpengaruh terhadap pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya tinggi

tanaman.

Hal ini diperkuat oleh Dwijoseputro (1990) dalam Soviaty (1997), yang

menjelaskan bahwa suatu tanaman akan tumbuh dengan subur apabila unsur yang

dibutuhkan tersedia cukup, dan unsur tersebut mempunyai bentuk yang sesuai

untuk diserap oleh tanaman.

4.3. Jumlah Daun

Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) tabel 10 (lampiran 3) pupuk akar

dan pupuk daun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Begitu juga pada

interaksi antara pupuk daun dan pupuk akar terdapat pengaruh tidak nyata

terhadap jumlah daun. Kombinasi pupuk akar dan daun terbaik terdapat pada

perlakuan (A2D0) dengan jumlah daun 10,67 dan dapat dilihat pada tabel 13

(lampiran 3). Grafik rata-rata jumlah daun pada tanaman bayam dapat dilihat pada

gambar 6.

(42)

Hal ini disebabkan karena unsur hara yang terdapat di dalamnya cukup

untuk pertumbuhan daun pada perlakuan (A2D0). Jumlah daun terendah

diperlihatkan pada kombinasi pupuk pada perlakuan (A1D0) dengan rata-rata

jumlah daun yang sama yaitu 8,00 helai daun. Pada perlakuan ini konsentrasi

pupuk akar sangat rendah sehingga unsur hara yang terserap kurang optimal

terutama untuk pertumbuhan daunnya. Menurut Setyamidjaja (1989), kekurangan

N dan Fosfor dapat mempengaruhi jumlah daun. Sejalan dengan itu, Agustina

(1989)dalamPrasetiyo (1997) menjelaskan bahwa jumlah daun berhubungan erat

dengan produktivitas tanaman dalam menghasilkan fotosintat yang sangat

dibutuhkan oleh tanaman, dalam fase vegetatif dari suatu perkembangan tanaman

menggunakan sebagian karbohidrat yang telah dibentuknya.

Selain itu, diduga pada konsentrasi pupuk akar dan daun tersebut terdapat

kekurangan unsur hara mikro yaitu Zn, Mo, Fe, Mn, Co dan B. Walau dibutuhkan

dalam jumlah sedikit tetapi unsur-unsur ini sangat mutlak dan dapat menyebabkan

tanaman kurang subur salah satunya jumlah daun. Menurut Supari (1999),

kekurangan unsur hara Zn, Mo, Fe, Mn, Co dan B dapat mempengaruhi

pertumbuhan vegetatif tanaman khususnya jumlah daun.

4.4. Luas Daun

Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) tabel 16 (lampiran 3) pupuk akar

berpengaruh sangat nyata terhadap luas daun, sedangkan pada pupuk daun tidak

berpengaruh nyata terhadap luas daun. Berdasarkan uji lanjut BNT 0,05 tabel 17

(43)

luas daun 8,17 cm2. Sementara itu, untuk pengaruh interaksi pupuk akar dan

pupuk daun tidak terdapat pengaruh nyata terhadap luas daun dan kombinasi

pupuk terbaik terdapat pada perlakuan (A3D2) dengan luas daun 8,49 cm2, dapat

dilihat pada tabel 19 (lampiran 3). Grafik rata-rata luas daun pada tanaman bayam

dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Grafik Rata-Rata Luas Daun Setelah Panen.

Menurut Sitompul dan Guritno (1995), daun berfungsi sebagai penerima

dan alat fotosintesis. Luas daun merupakan parameter utama untuk menentukan

laju fotosintesis persatuan tanaman. Luas daun terluas terdapat pada kombinasi

pupuk pada perlakuan (A3D2) dengan luas 8,49 cm2, dan terendah terdapat pada

kombinasi pupuk pada perlakuan (A1D1) dengan luas 5,42 cm2. Semakin luas

daun maka semakin cepat terjadi penguapan dan laju fotosintesis dan semakin

(44)

disemprotkan langsung di atas permukaan daun digunakan daun untuk proses

fotosintesis.

Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian yang menunjukkan pengaruh

pupuk daun yang sangat nyata terhadap luas daun, juga terdapatnya interaksi

yang nyata antara pupuk akar dan pupuk daun terhadap luas daun.Untuk tanaman

bayam hasil fotosintesis berupa banyaknya jumlah daun juga luas daun yang

tinggi. Darmawan dan Baharsyah (1983) daun merupakan organ terpenting

sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis yang hasilnya akan disalurkan ke

seluruh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanaman yang

memiliki ukuran daun lebih luas dan jumlah lebih banyak seharusnya

menghasilkan asimilat lebih banyak. Proses fotosintesis menghasilkan karbohidrat

yang dapat dijadikan sumber energi bagi tanaman. Semakin banyak energi yang

diperoleh semakin besar kemampuan tanaman menyerap unsur hara.

Hasil penelitian menunjukkan daun yang memiliki daun terluas

disebabkan karena pemberian pupuk daun yang baik yaitu dengan konsentrasi

yang tinggi, walaupun pupuk akar yang diberikan dengan konsentrasi rendah. Hal

ini diperkuat oleh Tisdale dan Nelson (1975), pemupukan melalui daun akan

mempermudah daun untuk mengadsorpsi dan menggunakan unsur hara.

4.5. Lingkar Batang

Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) tabel 23 (lampiran 3) pupuk akar

berpengaruh sangat nyata, sedangkan pada pupuk daun tidak berpengaruh nyata

terhadap lingkar batang. Berdasarkan uji lanjut BNT 0,05 tabel 23 (lampiran 3)

(45)

cm. Pada interaksi pupuk akar dan pupuk daun tidak terdapat pengaruh nyata

terhadap lingkar batang, dan kombinasi pupuk terbaik terdapat pada perlakuan

(A3D2) sebesar 1,94 cm, dan tidak berbeda nyata terhadap perlakuan (A3D3),

(A2D0), (A1D3) dapat dilihat pada tabel 25 (lampiran 3).Grafik rata-rata lingkar

batang pada tanaman bayam dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Grafik Rata-Rata Lingkar Batang Setelah Panen.

Lingkar batang juga dapat mempengaruhi laju aktivitas dan banyaknya

unsur hara yang dapat diserap, semakin besar lingkar batang maka semakin

banyak pula unsur hara yang dapat diserap. Dari hasil penelitian, lingkar batang

terbesar terdapat pada perlakuan (A3D2) sebesar 1,94 cm, dan lingkar batang

terendah terendah dapat dilihat pada perlakuan (A1D2 ) dan (A2D2) sebesar 1,32

cm. Hal ini disebabkan karena pupuk akar diserap langsung oleh akar dan dan

adanya daya isap daun. Hara yang diserap dari akar ini dibawa menuju ke daun

(46)

terutama batang dan akar. Oleh sebab itu, pupuk akar berpengaruh nyata terhadap

lingkar batang.

Hasil penelitian menunjukkan pupuk daun tidak berpengaruh nyata

terhadap lingkar batang. Pupuk daun yang disemprotkan diatas permukaan daun

mengalami penguapan sebelum terjadinya fotosintesis, sehingga unsur hara yang

diserap kurang optimal. Hal ini diperkuat oleh Wilkins (2001), yang menyatakan

bahwa air berpengaruh sebagai uap dari permukaan daun yang menguapkannya ke

udara luas di luarnya. Selain itu, perbesaran batang tanaman dipengaruhi oleh

bertambahnya tinggi tanaman. Sejalan dengan itu, Krishnamoorthi (1981),

menjelaskan bahwa perpanjangan batang disebabkan oleh dua proses yaitu

pembelahan sel dan perbesaran sel, sel membesar dan mencapai ukuran maksimal

kemudian diikuti oleh pembelahan sel.

4.6. Panjang Akar

Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) tabel 28 (lampiran 3) pupuk akar

berpengaruh sangat nyata, sedangkan pada pupuk daun tidak berpengaruh nyata

terhadap panjang akar. Berdasarkan uji lanjut BNT 0,05 tabel 29 (lampiran 3) akar

terpanjang terdapat pada perlakuan pupuk akar 4,17 cc/l sebesar 13,72 cm. Pada

interaksi pupuk akar dan pupuk daun terdapat pengaruh sangat nyata terhadap

panjang akar dan kombinasi pupuk terbaik terdapat pada perlakuan (A3D2) dengan

panjang 15,36 cm dan dapat dilihat pada tabel 31 (lampiran 3). Sedangkan

panjang akar terendah diperlihatkan oleh satuan percobaan dengan kombinasi

pupuk pada perlakuan (A1D0) dengan panjang akar 7,94 cm tabel 31 (lampiran 3).

(47)

Gambar 9. Grafik Rata-Rata Panjang Akar Setelah Panen.

Pada perlakuan (A1D0) pupuk akar dalam keadaan konsentrasi yang sangat

rendah. Pada tingkat konsentrasi hara yang rendah, perakaran mengalami

defisiensi unsur hara tertentu dan penghambatan distribusi hara (Jager dalam

Sonneveld dan De Kruij, 1999), serta penyerapan air yang terhambat sebagai

akibat lanjut defisiensi hara yang terjadi (Dorais, et al., 2001). Hal ini diperkuat

oleh Islami dan Utomo (1995), yang menyatakan bahwa untuk mendapatkan

pertumbuhan yang baik, tanaman harus mempunyai akar dan sistem perakaran

yang cukup luas dan dalam untuk memperoleh hara dan air sesuai kebutuhan

pertumbuhan. Secara umum pada tanaman yang ditanam pada tanah apabila

tanaman sudah pada kondisi hara yang sudah mencukupi maka tanaman tidak

selalu memerlukan sistem perakaran yang luas dan dalam. Selain itu, jumlah

oksigen terlarut dalam air juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman

(Harjdowigeno, 1995).

Menurut Izzati (2006), oksigen terlarut yang cukup dalam air akan

(48)

terlarut cukup tinggi maka proses respirasi akan lancar dan energi yang dihasilkan

akar cukup banyak untuk menyerap hara yang dapat diserap tanaman. Tanaman

akan memiliki pertumbuhan yang cepat dan menghasilkan produktifitas yang

tinggi dan berkualitas. Hal ini diperkuat oleh Lesmana dan Darmawan (2001),

yang menyatakan bahwa pelarutan oksigen ke dalam air berkaitan dengan

sirkulasi, pola arus dan turbulensi pergerakan air berupa riak air maupun

gelombang akan mempercepat difusi udara ke dalam air. Pada kombinasi pupuk

pada perlakuan (A1D0), terjadi kekurangan zat hara yaitu fosfor. Menurut

Setyamidjaja (1986), kekurangan N dan Fosfor dapat mempengaruhi pertumbuhan

akar. Selain itu, pada keadaan ini juga tanaman mengalami kekurangan unsur hara

B (Boron). Sutejo (1987) menyatakan bahwa jenis unsur hara Boron dapat diserap

tanaman dalam bentuk BO3 yang berperan dalam pembentukan atau pembelahan

sel terutama pada titik tumbuh pucuk, juga dalam pertumbuhan tepung sari dan

akar. Sarief (1989) menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan akar

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tersedianya unsur hara.

4.7. Berat Basah Akar

Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) tabel 34 (lampiran 3) pupuk akar

berpengaruh sangat nyata terhadap berat akar basah, sedangkan pada pupuk daun

tidak berpengaruh nyata terhadap berat akar. Berdasarkan uji lanjut BNT 0,05

tabel 29 (lampiran 3) akar terberat terdapat pada perlakuan pupuk akar 4,17 cc/l

sebesar 7,99 g. Pada interaksi pupuk akar dan pupuk daun terdapat pengaruh

sangat nyata dan kombinasi pupuk terbaik terdapat pada perlakuan (A3D2) dengan

(49)

panjang akar terendah diperlihatkan oleh satuan percobaan dengan kombinasi

pupuk pada perlakuan (A1D1) dengan panjang akar 3,57 g dapat dilihat pada tabel

37 (lampiran 3). Grafik rata-rata berat akar pada tanaman bayam dapat dilihat

pada gambar 10.

Gambar 10. Grafik Rata-Rata Berat Akar Basah Setelah Panen.

Indikasi penyerapan unsur hara yang baik dapat dilihat dari berat akar,

semakin berat akar tanaman maka semakin besar pula tanaman tersebut menyerap

unsur hara. Selain itu terdapat pengaruh sangat nyata pada pupuk akar dan pupuk

daun terhadap berat akar, juga terdapatnya interaksi sangat nyata antara pupuk

akar dan pupuk daun terhadap berat akar. Morgan dan Lennard (2000)

menyatakan bahwa tanaman selada dapat tumbuh dengan optimal jika faktor yang

mempengaruhinya terpenuhi, diantaranya adalah unsur hara dan media tumbuh

yang mendukung pertumbuhan akar.Begitu pula dengan tanaman bayam jika

faktor yang mempengaruhinya terpenuhi maka tanaman tersebut akan tumbuh

(50)

Akar tanaman bayam terberat dimungkinkan karena tanaman bayam ini

menyerap unsur hara yang berupa zat cair secara optimal. Selain itu, akarnya yang

tunggang dapat memungkinkan akar menyerap hara secara optimal melalui akar

primernya. Berat akar yang ringan dapat dikarenakan tanaman tersebut memiliki

akar primer yang pendek, oleh karena itu penyerapan unsur haranya kurang

optimal. Akar tanaman yang ringan dapat disebabkan juga karena memiliki akar

primer yang pendek, yang dapat mengakibatkan akar tersebut tidak dapat

menyentuh dan kurang menyerap unsur hara yang berupa zat cair. Hal ini

diperkuat oleh Yanti (2004) dalam Suwandi, (2006) yang menyatakan bahwa

penyerapan ion-ion oleh tanaman berlangsung secara kontinue dikarenakan

akar-akar tanaman selalu bersentuhan dengan larutan hara.

4.8. Berat Basah Tanaman

Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) tabel 40 (lampiran 3) pupuk akar

berpengaruh sangat nyata terhadap berat akar basah dan pada pupuk daun tedapat

pengaruh sangat nyata terhadap berat akar. Berdasarkan uji lanjut BNT 0,05 tabel

41 (lampiran 3) akar terberat terdapat pada perlakuan pupuk akar 4,17 cc/l sebesar

14,22 g. Sedangkan pada pupuk daun, akar terberat terdapat pada perlakuan 22,5

cc/l sebesar 13,20 g. Pada interaksi pupuk akar dan pupuk daun terdapat pengaruh

sangat nyata dan kombinasi pupuk terbaik terdapat pada perlakuan (A2D1) dengan

panjang 37,88 cm dan dapat dilihat pada tabel 37 (lampiran 3). Sedangkan

panjang akar terendah diperlihatkan oleh satuan percobaan dengan kombinasi

(51)

37 (lampiran 3). Grafik berat tanaman pada tanaman bayam dapat dilihat pada

gambar 11.

Gambar 11. Grafik Rata-Rata Berat Tanaman Setelah Panen.

Menurut Supari (1999), apabila tanaman kekurangan Zn akan berpengaruh

pada batang yaitu ruas-ruas batang memendek dan pembelahan sel-sel meristem

tidak sempurna. Menurut Novizan (2002), unsur hara mikro Mo berperan dalam

penyerapan N dan secara tidak langsung juga berperan pada produksi asam amino

dan protein. Batang yang pendek itu lebih berat dibandingkan dengan batang yang

tinggi, karena batang yang pendek dapat lebih banyak menyimpan hara berupa air

dalam batangnya dan lebih sedikit dibawa ke daun untuk proses fotosintesis.

Sedangkan batang yang tinggi dapat lebih optimal melakukan transportasi hara

menuju daun. Hal ini dapat dikarenakan hara yang terserap dioptimalkan untuk

(52)

4.9. Berat Kering Tanaman

Berdasarkan analisis ragam ANOVA tabel 46 (lampiran 3) pupuk akar dan

pupuk daun berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering tanaman. Berdasarkan

uji lanjut BNT 0,05 tabel 47 (lampiran 3) berat kering tanaman terbaik terdapat

pada perlakuan pupuk akar 4,17 cc/l sebesar 3,49 g. Sedangkan pada pupuk daun,

akar terberat terdapat pada perlakuan 0 cc/l sebesar 2,36 g dan tidak berbeda

nyata dengan perlakuan 7,5 cc/l. Pada interaksi pupuk akar dan pupuk daun

terdapat pengaruh sangat nyata dan kombinasi pupuk terbaik terdapat pada

perlakuan (A2D0) dengan berat 4,71 g dapat dilihat pada tabel 49 (lampiran 3).

Sedangkan berat kering tanaman terendah diperlihatkan oleh satuan percobaan

dengan kombinasi pupuk pada perlakuan (A1D2) dengan berat 1,22 g dapat dilihat

pada tabel 49 (lampiran 3). Grafik rata-rata berat kering keseluruhan pada

tanaman bayam dapat dilihat pada gambar 12.

Gambar 12. Gambar Grafik Rata-Rata Berat Kering Setelah Panen.

Produksi merupakan hasil pengurangan dari bobot basah tanaman

(53)

tanaman bayam, dalam penelitian ini masih kurang dari berat ideal pertumbuhan,

karena menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998), bobot ideal tanaman bayam

berkisar antara 10-40 g. Potensi produksi tanaman dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu sifat genetik yang dimilikinya, pemupukan, dan faktor

lingkungan. Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap produksi

tanaman adalah suhu, persediaan air, dan cuaca (Heddy, 1987). Pada penelitian ini

fungsi ketersediaan air diduga sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman

bayam. Air yang diberikan melalui penyiraman tidak dapat diserap secara optimal

oleh akar. Menurut Rahayu dan Berlian (2000), tanaman bayam memerlukan air

yang cukup banyak selama pertumbuhan tanaman dan pembentukan akar, batang,

dan daun. Apabila ketersediaan air kurang mencukupi, maka akan berpengaruh

buruk terhadap pertumbuhan dan produksinya.

Pertumbuhan dalam arti biologis didefinisikan sebagai bertambahnya berat

yang tidak dapat terkendali (irreversible) dari suatu mahluk hidup ( Netovia,

2007). Kozlowski (1974) menambahkan bahwa pertumbuhan merupakan

perkembangan jaringan akar, batang, daun dan struktur produksi melalui

pembelahan sel dan produksi protoplasma. Menurut Sitompul dan Guritno (1995),

pengukuran biomassa total tanaman merupakan parameter yang paling baik

digunakan sebagai indikator pertumbuhan tanaman, karena dipandang sebagai

manisfestasi dari semua proses dan peristiwa yang terjadi dalam pertumbuhan.

Pada perlakuan (A1D2), kandungan unsur haranya lebih rendah dibanding pada

satuan percobaan dengan kombinasi pupuk pada perlakuan (A2D0). Sehingga

(54)

optimal. Pernyataan ini didukung oleh Setyamidjaja (1989), yang menyatakan

bahwa unsur hara dalam bentuk yang tersedia akan lebih cepat terserap oleh

tanaman untuk digunakan dalam proses metabolisme sehingga akan memberikan

respon terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Nyoman (2002) menyatakan bahwa ketika mengalami kekurangan hara,

gejala yang terlihat meliputi terhambatnya pertumbuhan akar, batang dan daun

sehingga hasil yang diperoleh akan turun. Bobot kering adalah hasil dari bobot

basah yang dikeringkan dalam waktu tertentu. Dari hasil pengukuran bobot kering

dapat dilihat efesiensi penyerapan unsur hara. Efesiensi penyerapan unsur hara

yang paling baik diperlihatkan oleh satuan percobaan pada kombinasi pupuk pada

perlakuan (A2D0). Hasil ini memperlihatkan bahwa pada konsentrasi ini

mempunyai daya serap unsur hara lebih baik dibanding pada kombinasi pupuk

pada perlakuan (A1D2). Soeseno (1991), menyatakan secara morfologi setiap

varietas memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga memberikan respon yang

(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Pemberian pupuk akar dengan konsentrasi 4,17 cc/l berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman bayam.

2. Pemberian pupuk daun dengan konsentrasi 7,5 cc/l berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman bayam.

3. Pemberian kombinasi pupuk akar dan daun dengan (4,17;15 cc/l) dapat

meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman bayam.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian untuk jenis pupuk akar selain fertimix dan

pupuk daun selain NASA dengan berbagai konsentrasi.

2. Perlu dilakukan penelitian untuk jenis sayuran hidroponik yang lain

dengan menggunakan pupuk organik dan nonorganik lainnya dalam media

larutan atau sebagai pupuk cair bagi hidroponik dan aeroponik.

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Bandini, Y dan A. Nurudin. 2002.Bayam. Penebar Swadaya. Jakarta.

Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2011. Produksi

http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/horti/EIS07/Prod.Sayuran4.htm. 21 Januari 2011. pk.14.00 WIB.

Darmawan, J dan J.S. Baharsyah. 1983. DasarDasar Ilmu Fisiologi Tanaman. P.T. Suryadaru Utama. Semarang.

Dermawati. 2006. Substitusi Hara Mineral Organik Terhadap Inorganik Terhadap Produksi Tanaman Pakchoy (Brassica rapa L.). Skripsi: Fakultas MIPA. Insitut Pertanian Bogor. Bogor.

Dorais, M., A.P. Papadopoulos, and A. Gosselin. 2001. Influence of Electric Conductivity Management on Green House Tomato Yield and Fruit Quality.Journal Agronomi. Australia.

Franklin, P. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia (UI. Press). Jakarta.

Fiyanti dan Prasasti, 1991.Anggrek Dendrobium. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Graves, C. J., H. Rudolf George. 1983. Intermitten Solution Circulation in Nutrient Film Technique. Acta Hort.

Hardjowigeno, S. 1995.Ilmu Tanah. Akademika Persindo. Jakarta.

Haris, D. 1994. The Ilustrated Guide to Hydroponics. Tien Wah Press (Pte.), Ltd. Singapore.

Handayanto E, dan Ismunandar S. 1999. Seleksi Bahan Organik Untuk Peningkatan Sinkronisasi Nitrogen Pada Ultisol Lampung.J. Habitat Vol. 11No. 109 : 37-47.

Heddy, S. 1987.Ekofisiologi Pertanaman. CV Sinar Baru. Bandung.

Hendro, S., 1984. Kunci Bercocok Tananam Sayuran Penting di Indonesia.Sinar Baru. Bandung.

(57)

Islami, T dan W. H. Utomo. 1995. Hubungan Air, Tanah dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Semarang.

Izzati, I.R. 2006. Penggunaan Pupuk Majemuk sebagai Sumber Hara pada Budidaya Selada (Lactuca SativaL.) secara Hidroponik dengan Tiga Cara Fertigasi. Skripsi: Program Studi Hortikultura. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Karsono, S., Sudarmodjo, dan Sutiyoso. 2002. Hidroponik Skala Rumah Tangga. Agro Media Pustaka.

Kristanti, N. 1998 Karakteristik Konduktivitas Listrik Larutan Nutrisi Tanaman Selada (Lactuva sativaL. ) Pada SistemNutrien Film Technique( NFT ) Dengan sirkulasi Larutan Nutrisi Secara Berkala. Skripsi: Fakultas Pertanian. Insitut Pertanian Bogor. Bogor.

Lingga P. 1999. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lingga P. 1995.Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.

Matsuoka T, Suhardiyanto, Herry, dan Yuwono A S. 1992. Energy and thermal aspect of interittent circulation of the cooled nutrient solution for NFT cultivation in summer. Bull. Rest; Inst. Syst. Hort. Fac. Of Agric. Kochi Univ. 9 6571.

Morgan, L. 2000. Hydroponic Capsicum Production ; A Comprehensive Practica and Scientefe Guide to Commercial Hydroponic Capsicum Production. Casper Publication. Australia.

Morgan, L. 1999.Hydroponics Lettuce Production. Casper Publication. Australia.

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Dosis Pupuk ZA dan Konsentrasi Pupuk Daun Growmore terhadap Pertumbuhan Semai Mahoni (Swietenia macrophylla King)

theobroksida menunjukkan pengaruh dengan cara menekan pertumbuhan tanaman pada peubah tinggi tanaman, luas daun dan jumlah daun bayam ( Amaranthus. spp. L.) Efek

Pemberian logam Cd, Ni, dan Pb dengan variasi konsentrasi pada bayam tidak berpengaruh terhadap komponen pertumbuhan seperti jumlah daun, tinggi, diameter batang, dan

Hasil penelitian diperoleh bahwa pertumbuhan bayam cabut ( Amaranthus tricolor L .) dengan pemberian kompos berba- han dasar daun krinyu ( Chromolaena odorata L .) menunjukkan

Sampel diekstraksi cair-cair menggunakan pelarut petroleum eter dan aseton dengan perbandingan 1 : 4, kemudian ekstrak daun bayam merah (Amaranthus hybridus L.),

Pemberian logam Cd, Ni, dan Pb dengan variasi konsentrasi pada bayam tidak berpengaruh terhadap komponen pertumbuhan seperti jumlah daun, tinggi, diameter batang, dan

Respon pertumbuhan dan produksi tanaman bayam merah (Amaranthus gangeticus) terhadap pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit dan pupuk urea.. Jurnal

PENGARUH SUMBER NUTRISI DAN MACAM MEDIA ORGANIK DALAM BUDIDAYA SELADA (Lactuca sativa L.) SECARA HIDROPONIK SISTEM.. NFT (Nutrient