• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pengolahan Limbah Cair, Padat Dan Gas Di Bagian Eksplorasi Produksi (EP)-I Pertamina Pangkalan Susu Tahun 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sistem Pengolahan Limbah Cair, Padat Dan Gas Di Bagian Eksplorasi Produksi (EP)-I Pertamina Pangkalan Susu Tahun 2008"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR, PADAT DAN GAS

DI BAGIAN EKSPLORASI PRODUKSI (EP)-I PERTAMINA

PANGKALAN SUSU TAHUN 2008

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 021000007 RUTH DAMAYANTI M

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Pembangunan yang pesat saat ini adalah industrialisasi, dimana dapat menyebabkan dampak terhadap lingkungan. Akan tetapi pertumbuhan industri tidaklah diiringi dengan pengendalian terhadap dampak negatifnya yaitu limbah. Limbah yang terdiri dari limbah cair, padat dan gas yang dihasilkan dapat mencemari badan air, tanah dan udara, karena itu industri tersebut harus mempunyai unit pengolahan limbah dan mengadakan pengawasan dengan pemeriksaan laboratorium minimal satu (1) kali sebulan.

Yang menjadi sumber pencemaran di PT. Pertamina EP Pangkalan Susu untuk limbah cair berasal dari proses produksi kegiatan sumur minyak. Limbah padat berasal dari limbah bahan berbahaya beracun (B3) dan limbah sludge, bottom ash. Untuk limbah gas berasal dari cerobong kompressor, cerobong generator dan cerobong incinerator. Dari hasil pemantauan tahun 2007, telah memenuhi syarat baku mutu limbah cair yang ditetapkan Menteri Lingkungan Hidup. Jenis penelitian ini adalah survai yang bersifat deskriptif dimana peneliti ingin mengetahui gambaran pengolahan limbah cair, padat dan gas pada PT. Pertamina EP Pangkalan Susu, pengambilan data melalui observasi dan wawancara di bagian umum, laboratorium, unit pengolahan limbah dengan melihat data tahun 2007 serta membandingkannya dengan baku mutu yang telah ditetapkan Menteri Lingkungan Hidup yaitu baku mutu limbah cair KepMen No.04/MENLH/2007, baku mutu limbah B3 PPRI No.18/1999 dan untuk baku mutu emisi sumber tidak bergerak yaitu PPRI No.41/1999.

Dari data yang diperoleh di PT. Pertamina EP Pangkalan Susu untuk limbah cair pada tahun 2007 COD = 40,68 mg/l, Minyak dan lemak = 11,64 mg/l, H2S = 0,16 mg/l, NH3-N = 0,87 mg/l, Phenol Total = 0,09 mg/l, Suhu = 28ºC , pH = 7,2, TDS = 480 mg/l. Limbah padat akan dikelola pihak ketiga. Limbah padat tersebut sementara disimpan di gudang PT. Pertamina EP Pangkalan Susu. Untuk limbah gas pada tahun 2007 kualitas udara ST Booster P. Susu kadar NO2 = 46,82 µg/Nm³, SO2 =76,09 µg/Nm³, Debu = 42,4 µg/Nm³, CO = 296 µg/Nm³.

Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa sistem pengolahan limbah cair PT. Pertamina EP Pangkalan Susu adalah tahap pengolahan pendahuluan, dimana proses pengolahan limbah cair hanya berdasarkan pada perbedaan berat jenis antara minyak dengan air, dimana berat jenis minyak lebih kecil daripada berat jenis air. Pengolahan limbah domestik dan limbah B3 akan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga. Limbah padat tersebut sementara disimpan di gudang limbah B3. Pengolahan limbah gas cerobong dilengkapi sampling hole, dan cerobong dilengkapi sarana pendukung sampling emisi. Disarankan untuk melakukan perawatan jalur pipa secara rutin, peningkatan penghijauan dan tetap melakukan pemantauan kualitas lingkungan.

(3)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ruth Damayanti. M

Tempat/ Tanggal Lahir : P. Berandan/ 09 Januari 1985

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Jumlah bersaudara : 4 (empat) orang

Alamat Rumah : Jl. Langkat Indah No. 67, kec. Gebang, kab. Langkat.

Riwayat Pendidikan : 1. TK Dewi Sartika Tanjung Pura Tahun 1989-1990

2. SD Negeri 3 Tanjung Pura Tahun 1990-1996

3. SMP Negeri 2 Gebang Tahun 1996-1999

4. SMU Negeri 1 Gebang Tahun 1999-2002

5. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan pada Allah Bapa atas berkat , kasih dan

karunia-Nya yang berlimpah sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar sarjana

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dengan segenap kerendahan hati buah karya ini Penulis persembahkan kepada

orangtua tercinta (M.Marbun dan T.br Purba), dan adek-adekku terkasih (Tetty, Urat

dan Sahat) yang selalu mendukung dengan sepenuh hati dalam doa dan dukungan

moril serta materil yang tiada hentinya kepada Penulis (i love my family).

Adapun judul skripsi ini adalah Sistem Pengolahan Limbah Cair, Padat

dan Gas di Bagian Eksplorasi Produksi (EP)-I Pertamina Pangkalan Susu

Tahun 2008. Dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak-pihak yang turut

membantu. Untuk itu Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir. Indra Chahaya S,

MSi selaku Dosen Pembimbing I dan dr. Devi Nuraini Santi, Mkes selaku Dosen

Pembimbing II yang selalu memberi bimbingan dan pengarahan dengan penuh

perhatian kepada Penulis.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:

1. dr. Ria Masniari Lubis, Msi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Prof. dr. David H Simanjuntak selaku Dosen Pembimbing Akademik.

3. Ir. Indra Chahaya S, Msi selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

(5)

5. Sukardi selaku Kepala Jasa SDM Field Pangkalan Susu.

6. Syamsul Bachri selaku Kepala HSE Field Pangkalan Susu.

7. Dzahni Elmufaqih selaku PWS Utama LL Field Pangkalan Susu.

8. Dani Haru Ciptadi selaku Staff LK3 Field Pangkalan Susu.

9. Kak Dian, Staf Departemen Kesehatan Lingkungan terima kasih atas

bantuannya selama ini.

10.Buat sahabat-sahabat terbaikku Chandra dan B’Alex terima kasih atas

dukungannya, juga Vero, Helen, Siska, B’Franz, teman-teman FA, The

Lapeters dan juga buat yang selalu dihatiku yang selalu mengingatkanku

untuk tetap semangat.

11.Seluruh teman-teman dibagian kesehatan lingkungan dan teman-teman

stambuk ’02, untuk dukungannya serta rekan-rekanku yang lain yang tidak

dapat Penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa apa yang Penulis sajikan dalam skripsi ini masih

banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis dengan segala

kerendahan hati menerima semua kritik dan saran yang bersifat membangun dari

semua pihak dalam rangka menyempurnakan tulisan ini.

Akhirnya Penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa

melimpahkan berkat-Nya dan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi

pendidikan di masa kini dan di masa yang akan datang.

Medan, Desember 2008

(6)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Limbah Industri ... 6

2.1.1. Pengertian Limbah Industri ... 6

2.1.2. Klasifikasi Limbah Industri ... 6

2.1.3. Karakteristik Limbah Industri ... 6

2.2. Limbah Cair... 7

2.2.1. Pengertian Limbah Cair ... 7

2.2.2. Sumber Air Limbah ... 7

2.2.3. Komposisi Air Limbah ... 7

2.2.4. Karakteristik Air Limbah ... 8

2.2.5. Parameter Air Limbah ... 9

2.2.6. Tujuan Pengolahan Limbah Cair Industri ... 11

2.2.7. Dampak Limbah Cair ... 11

2.2.8. Cara- cara Pengolahan Air Limbah ... 13

2.2.9. Tingkatan Pengolahan Air Limbah ... 15

2.3. Limbah Padat ... 21

2.3.1. Pengertian Limbah Padat ... 21

2.3.2. Sumber Limbah Padat ... 22

2.3.3. Klasifikasi Limbah Padat ... 23

2.3.4. Kategori Limbah Padat ... 24

2.3.5. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) ... 24

2.3.6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kuantitas dan Kualitas Sampah ... 25

2.3.7. Parameter Limbah Padat... 26

2.3.8. Tujuan Pengolahan Limbah Padat ... 26

(7)

2.3.10. Dampak Limbah Padat Industri ... 29

2.4. Limbah Gas ... 30

2.4.1. Pengertian Pencemaran Udara ... 30

2.4.2. Sumber Pencemar Udara ... 30

2.4.3. Komposisi Pencemar Udara ... 31

2.4.4. Parameter Limbah Udara ... 33

2.4.4.1. Emisi industri ... 33

2.4.4.2. Tingkat Kebauan ... 35

2.4.5. Dampak Pencemaran Udara ... 35

2.4.6. Tujuan Pengolahan Limbah Gas ... 38

2.4.7. Cara-cara Pengolahan ... 38

2.5. Minyak Bumi ... 40

2.5.1. Proses Pengolahan Minyak Bumi ... 41

2.5.2. Karakteristik Minyak Bumi ... 43

2.5.3. Proses Transformasi Oil Spill Di Laut ... 44

2.5.4. Penanganan Limbah Minyak Bumi ... 45

2.5.4.1. Sumber dan Pengolahan Limbah Cair Minyak Bumi ... 46

2.5.4.2. Pengendalian Sumber Limbah Cair Minyak Bumi ... 50

2.5.4.3. Parameter Limbah Cair Minyak Bumi... 51

2.5.4.4. Limbah Padat Minyak Bumi ... 51

2.5.4.5. Parameter Limbah Padat Minyak Bumi ... 52

2.5.4.6. Limbah Gas Minyak Bumi ... 52

2.5.4.7. Parameter Limbah Gas Minyak Bumi ... 52

2.6. Kerangka Konsep ... 53

BAB III METODE PENELITIAN ... 54

3.1. Jenis Penelitian ... 54

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 54

3.2.2. Waktu Penelitian ... 54

3.3. Objek Penelitian ... 54

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 55

3.4.1. Data Primer ... 55

3.4.2. Data Sekunder ... 55

3.5. Definisi Operasional ... 55

3.6. Teknik Analisa Data ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 57

4.1. Gambaran Umum ... 57

4.1.1. Sejarah Pertamina ... 57

4.1.2. Struktur Organisasi... 60

4.2. Limbah Cair di PT. Pertamina EP Pangkalan Susu ... 61

(8)

4.4. Limbah Gas di PT. Pertamina EP Pangkalan Susu ... 69

BAB V PEMBAHASAN ... 72

5.1. Pengolahan Limbah Cair PT. Pertamina EP Pangkalan Susu ... 72

5.2. Pengolahan Limbah Padat PT. Pertamina EP Pangkalan Susu ... 73

5.3. Pengolahan Limbah Gas PT. Pertamina EP Pangkalan Susu ... 74

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 76

6.1. Kesimpulan ... 76

6.2. Saran ... 76

Daftar Pustaka ... 77

Kuesioner ... 79

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel 2.1. Parameter Limbah Cair Minyak Bumi……….51

2. Tabel 2.2. Parameter Limbah Padat Minyak Bumi………...52

3. Tabel 2.3. Parameter Limbah Gas Minyak Bumi……..………53

4. Tabel 4.1. Hasil Analisis Kualitas Limbah Cair PT. Pertamina EP

Pangkalan Susu………64

5. Tabel 4.2. Hasil Analisis Sludge PT. Pertamina EP Pangkalan Susu……...67

6. Tabel 4.3. Neraca Limbah Padat PT. Pertamina EP Pangkalan Susu……...68

7. Tabel 4.4. Hasil Analisis Kualitas Limbah Gas PT. Pertamina EP

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lampiran 1. Kuesioner Penelitian...79

2. Lampiran 2. Lampiran I Keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup No.04/MENLH/2007……….85

3. Lampiran 3. Lampiran II Peraturan Pemerintah No.18/1999………...86

4. Lampiran 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.41/1999………...87

5. Lampiran 5. Data Sumber dan Jenis Limbah B3 Area Operasi

Pangkalan Susu...88

6. Lampiran 6. Flow Diagram Produksi (Lay Out Pabrik) Area Operasi

Pangkalan Susu……….89

7. Lampiran 7. Permohonan Izin Peninjauan Riset/ Wawancara……….90

8. Lampiran 8. Surat Keterangan PT. Pertamina EP Pangkalan Susu…………..91

9. Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian di PT. Pertamina EP

(11)

ABSTRAK

Pembangunan yang pesat saat ini adalah industrialisasi, dimana dapat menyebabkan dampak terhadap lingkungan. Akan tetapi pertumbuhan industri tidaklah diiringi dengan pengendalian terhadap dampak negatifnya yaitu limbah. Limbah yang terdiri dari limbah cair, padat dan gas yang dihasilkan dapat mencemari badan air, tanah dan udara, karena itu industri tersebut harus mempunyai unit pengolahan limbah dan mengadakan pengawasan dengan pemeriksaan laboratorium minimal satu (1) kali sebulan.

Yang menjadi sumber pencemaran di PT. Pertamina EP Pangkalan Susu untuk limbah cair berasal dari proses produksi kegiatan sumur minyak. Limbah padat berasal dari limbah bahan berbahaya beracun (B3) dan limbah sludge, bottom ash. Untuk limbah gas berasal dari cerobong kompressor, cerobong generator dan cerobong incinerator. Dari hasil pemantauan tahun 2007, telah memenuhi syarat baku mutu limbah cair yang ditetapkan Menteri Lingkungan Hidup. Jenis penelitian ini adalah survai yang bersifat deskriptif dimana peneliti ingin mengetahui gambaran pengolahan limbah cair, padat dan gas pada PT. Pertamina EP Pangkalan Susu, pengambilan data melalui observasi dan wawancara di bagian umum, laboratorium, unit pengolahan limbah dengan melihat data tahun 2007 serta membandingkannya dengan baku mutu yang telah ditetapkan Menteri Lingkungan Hidup yaitu baku mutu limbah cair KepMen No.04/MENLH/2007, baku mutu limbah B3 PPRI No.18/1999 dan untuk baku mutu emisi sumber tidak bergerak yaitu PPRI No.41/1999.

Dari data yang diperoleh di PT. Pertamina EP Pangkalan Susu untuk limbah cair pada tahun 2007 COD = 40,68 mg/l, Minyak dan lemak = 11,64 mg/l, H2S = 0,16 mg/l, NH3-N = 0,87 mg/l, Phenol Total = 0,09 mg/l, Suhu = 28ºC , pH = 7,2, TDS = 480 mg/l. Limbah padat akan dikelola pihak ketiga. Limbah padat tersebut sementara disimpan di gudang PT. Pertamina EP Pangkalan Susu. Untuk limbah gas pada tahun 2007 kualitas udara ST Booster P. Susu kadar NO2 = 46,82 µg/Nm³, SO2 =76,09 µg/Nm³, Debu = 42,4 µg/Nm³, CO = 296 µg/Nm³.

Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa sistem pengolahan limbah cair PT. Pertamina EP Pangkalan Susu adalah tahap pengolahan pendahuluan, dimana proses pengolahan limbah cair hanya berdasarkan pada perbedaan berat jenis antara minyak dengan air, dimana berat jenis minyak lebih kecil daripada berat jenis air. Pengolahan limbah domestik dan limbah B3 akan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga. Limbah padat tersebut sementara disimpan di gudang limbah B3. Pengolahan limbah gas cerobong dilengkapi sampling hole, dan cerobong dilengkapi sarana pendukung sampling emisi. Disarankan untuk melakukan perawatan jalur pipa secara rutin, peningkatan penghijauan dan tetap melakukan pemantauan kualitas lingkungan.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan yang memanfaatkan sumber daya alam namun mengabaikan

masalah lingkungan dapat dipastikan akan menimbulkan gangguan terhadap

lingkungan dan komponennya. Hal tersebut pada akhirnya dalam jangka panjang

akan menyebabkan menurunnya fungsi ekosistem secara keseluruhan. Oleh karena itu

pembangunan harus dilaksanakan secara bijaksana dengan menerapkan dasar-dasar

ekologi dan berwawasan lingkungan sehingga pembangunan dapat dilakukan secara

berkelanjutan (Sastrawijaya, 1997).

Pembangunan di sektor industri akhir-akhir ini berkembang sangat pesat.

Perkembangan industri ini memberikan dampak positif antara lain berupa kenaikan

devisa negara, transpor teknologi dan penyerapan tenaga kerja. Namun demikian,

perkembangan di sektor industri ini juga memberikan dampak negatif, yaitu berupa

limbah industri yang bila tidak dikelola dengan baik akan mengganggu keseimbangan

lingkungan, sehingga pembangunan yang berwawasan lingkungan tidak dapat

tercapai (Pramudyanto, 2003).

Kegiatan industri dan teknologi dapat memberikan dampak langsung,

disamping juga memberikan dampak tak langsung. Dikatakan dampak langsung

apabila akibat kegiatan industri dan teknologi tersebut dapat langsung dirasakan oleh

manusia. Dampak langsung yang bersifat positif memang diharapkan. Akan tetapi,

dampak tak langsung yang bersifat negatif yang mengurangi kualitas hidup manusia

(13)

kegiatan industri dan teknologi, dapat dilihat dari terjadinya masalah-masalah

pencemaran udara, pencemaran air dan pencemaran daratan. Kegiatan pencemaran

tersebut diatas mengurangi daya dukung alam. Pencemaran air dan pencemaran

daratan. Kegiatan pencemaran tersebut di atas akan mengurangi daya dukung alam.

Pencemaran udara, air dan daratan perlu dihindari sebagai bagian usaha menjaga

kelestarian lingkungan (Wardhana, 2004).

Dalam rangka menghindari terjadinya kerusakan lingkungan yang lebih

luas/parah yang diakibatkan oleh limbah industri bila tidak diolah terlebih dahulu,

maka dalam hal ini pemerintah telah mengeluarkan suatu kebijaksanaan yang

tertuang dalam UU No. 23 Tahun 1997, tentang ketentuan-ketentuan pokok

pengelolaan lingkungan hidup pada Bab V pasal 16, ayat 1 menyatakan bahwa “

Setiap pananggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan pengolahan

limbah hasil atau kegiatan” (BBLH Setwildasu, 1997).

Kegiatan usaha minyak bumi mempunyai peranan penting dalam

pertumbuhan ekonomi nasional. Minyak bumi merupakan komoditas ekspor utama

Indonesia yang digunakan sebagai sumber bahan bakar dan bahan mentah bagi

industri petrokimia. Kegiatan eksploitasi yang meliputi pengeboran dan penyelesaian

sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk

pemisahan dan pemumian minyak bumi sering mengakibatkan terjadinya pencemaran

minyak pada lahan-lahan di area sekitar aktivitas tersebut berlangsung. Minyak

pencemar tersebut mengandung hidrokarbon bercampur dengan air dan bahan-bahan

anorganik maupun organik yang terkandung di dalam tanah. Undang-undang No 22

(14)

hidup, yakni pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan atas

terjadinya kerusakan lingkungan hidup sebagai akibat kegiatan pertambangan, bagi

badan usaha yang menjalankan usaha di bidang eksploitasi minyak bumi

(Prijambada, 2006)

Pertamina Pangkalan Susu merupakan salah satu badan usaha milik negara

yang mengelola minyak dan gas bumi negara di Sumatera Utara yang dalam kegiatan

produksinya juga mengeluarkan limbah cair, padat dan gas. Perusahaan ini adalah

merupakan lapangan minyak dan gas bumi tertua dalam catatan sejarah

Pertambangan dan Industri Perminyakan Indonesia, yaitu sejak struktur Telaga Said

ditemukan pada tanggal 31 Juli 1876. Menurut Laporan Pemantauan Kualitas

Lingkungan PT Pertamina Field Pangkalan Susu tahun 2007, secara umum limbah

yang dihasilkan tidak ada yang melebihi baku mutu yang ditetapkan seperti pada

limbah gas yang dihasilkan oleh Pertamina seluruh parameter udara ambient masih

sesuai dengan PP No.41 Tahun 1999, begitu juga dengan limbah padat masih

dibawah baku mutu menurut PPRI No.18/1999. Dan pada limbah cair yang berada di

pertemuan parit dengan air laut semua parameter sesuai dengan baku mutu

berdasarkan Kep. Men No. 04/MENLH/2007. Bila dilihat dari distribusi penyakit

utama dari Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat , maka terlihat bahwa jenis penyakit

yang banyak terserang pada masyarakat adalah penyakit ISPA, disusul dengan

malaria klinis yang menempati posisi kedua terbanyak diderita warga baik untuk anak

dan dewasa. Posisi ketiga adalah diare dan kolera, kemudian TBC Paru BA positif,

(15)

Dari survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti didapatkan bahwa PT

Pertamina Pangkalan Susu merupakan perusahaan di bidang EP (eksplorasi dan

produksi) yang menghasilkan limbah cair, padat dan gas. Yang kegiatan PT

Pertamina EP Field Pangkalan Susu meliputi wilayah Kabupaten Langkat dan

Kabupaten Deli Serdang propinsi Sumatera Utara. Kegiatan sumur mencakup dan

menyebar pada wilayah tersebut dan dari beberapa sumur minyak akan dipompakan

ke Stasiun Pengumpul (SP/SK). Dari SP/SK akan dikumpulkan di Pusat Pengumpul

Produksi (PPP) yang berada di Bukit Jengkol. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat

menimbulkan dampak terhadap kualitas udara ambient, kebisingan, tingkat emisi,

kualitas limbah, kualitas air dan sikap dan persepsi masyarakat.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin mengetahui bagaimana

gambaran pengelolaan limbah cair, padat dan gas di EP-I PT Pertamina Pangkalan

Susu.

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini

yaitu bagaimana sistem proses pengolahan limbah pada EP-I Pertamina Pangkalan

Susu dan membandingkan hasil akhir unit pengolahan limbah dengan baku mutu

limbah cair, padat dan gas.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran proses pengolahan limbah cair, padat dan gas

(16)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui Proses pengolahan limbah cair minyak bumi pada EP-I

Pertamina Pangkalan Susu.

2. Untuk mengetahui Proses pengolahan limbah padat minyak bumi pada EP-I

Pertamina Pangkalan Susu.

3. Untuk mengetahui Proses pengolahan limbah gas minyak bumi pada EP-I

Pertamina Pangkalan Susu.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai proses pengolahan

limbah cair, padat dan gas minyak bumi pada EP-I Pertamina Pangkalan Susu.

2. Sebagai masukan bagi pemerintah dalam rangka pengembangan industri

berwawasan lingkungan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat banyaknya bagian-bagian pada PT Pertamina Pangkalan Susu

maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian hanya pada bagian instalasi yang

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Industri

2.1.1. Pengertian Limbah Industri

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat

tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi.

Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya

dikenal dengan limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang

dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan

sumber daya (Gintings, 1992).

2.1.2. Klasifikasi Limbah Industri

Berdasarkan nilai ekonominya limbah dibedakan menjadi limbah yang

mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah

yang memiliki nilai ekonomis yaitu limbah dimana dengan melalui suatu proses

lanjut akan memberikan suatu nilai tambah. Limbah non ekonomis adalah suatu

limbah walaupun telah dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak akan

memberikan nilai tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan.

Limbah jenis ini sering menimbulkan masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan

(Kristanto, 2002).

2.1.3. Karakteristik Limbah Industri

Berdasarkan karakteristik limbah industri dapat digolongkan menjadi tiga

(18)

2.2. Limbah Cair

2.2.1. Pengertian Limbah Cair

Secara umum dapat dikemukakan bahwa air buangan adalah cairan buangan

yang berasal dari rumah tangga dan industri serta tempat-tempat umum lainnya dan

mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta

mengganggu kelestarian lingkungan hidup (Kusnoputranto, 1985).

2.2.2. Sumber Air Limbah

Beberapa sumber dari air buangan antara lain adalah (Kusnoputranto, 1985) :

1. Air buangan rumah tangga (domestic wastes water).

2. Air buangan kota praja (municipal wastes water).

3. Air buangan industri (industrial wastes water).

2.2.3. Komposisi Air Limbah

Air limbah mempunyai komposisi yang bervariasi dari setiap tempat dan

setiap saat sesuai dengan sumber asalnya. Komposisi air limbah sebagian besar terdiri

dari air (99,9%) dan sisanya terdiri dari partikel-partikel padat terlarut dan tidak

terlarut sebesar (0,1%). Partikel-partikel padat terdiri dari (70 %) zat organik dan (30

%) zat anorganik. Zat-zat organik tersebut sebagian besar mudah terurai (degredable)

yang merupakan sumber makanan dan media yang baik bagi bakteri dan organisme

lainnya. Sedangkan zat-zat anorganik terdiri dari grift, salt dan metal (logam) yang

(19)

2.2.4. Karakteristik Air Limbah

Karakteristik air buangan terdiri dari tiga golongan yaitu (Kusnoputranto,

1985) :

1. Karakteristik fisik

Terdiri dari 99,9% air serta sejumlah kecil bahan-bahan padat dalam suspensi.

Perubahan yang ditimbulkan oleh parameter fisika dalam air limbah yaitu padatan,

kekeruhan, bau, temperatur, dan warna. Padatan terdiri dari bahan padat organik

maupun non organik yang larut, mengendap maupun melayang. Bahan yang

mengendap di dasar air lama kelamaan akan menimbulkan pedangkalan badan air dan

tumbuhnya tanaman air tertentu.Kekeruhan terjadi karena adanya bahan yang terurai

atau terapung seperti bahan organik, jasad renik, lumpur tanah liat dan benda lain

yang melayang ataupun terapung dan sangat halus sekali.

2. Karakteristik Kimiawi

Air buangan mengandung campuran zat-zat kimia anorganik yang berasal dari

air bersih serta bermacam-macam zat organik yang berasal dari penguraian tinja, urin

serta sampah-sampah lainnya. Biasanya bersifat basa waktu masih segar tetapi

cenderung ke asam bila mulai membusuk.

Substansi organik dalam air buangan terbagi menjadi dua gabungan yaitu:

1. Gabungan yang mengandung Nitrogen

Misalnya : urea, protein, amine dan asam amine.

2. Gabungan yang tidak mengandung Nitrogen

(20)

3. Karakteristik Bakteriologis

Kandungan bakteri patogen serta organisme golongan Coli terdapat pula pada

air buangan tergantung dari mana sumbernya, namun keduanya tidak berperan dalam

proses pengolahan air buangan.

2.2.5. Parameter Air Limbah

Beberapa parameter yang digunakan dalam pengukuran kualitas air limbah

antara lain adalah (Kusnoputranto, 1985) :

1. Zat padat

Yang diukur dari kandungan zat padat ini adalah dalam bentuk total solid,

suspended solid dan disolved solid.

2. Kandungan Zat organik

Zat organik di dalam penguraiannya, memerlukan oksigen dan bantuan

mikroorganisme. Salah satu penentuan zat organik adalah dengan mengukur BOD

(Biochemical Oxygen Demand) dari air buangan tersebut. BOD adalah jumlah

oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan dekomposisi aerobik

bahan-bahan organik dalam larutan, dibawah kondisi waktu suhu tertentu (biasanya lima

hari pada suhu 200

3. Kandungan Zat anorganik C).

Beberapa komponen zat anorganik yang penting untuk mengawasi kualitas air

buangan antara lain : Nitrogen dalam senyawaan Nitrat, Phosphor, H2O dalam zat

(21)

4. Gas

Adanya gas N2, O2 dan CO2 pada air buangan berasal dari udara yang larut ke

dalam air, sedangkan gas H2S, NH3, dan CH4

5. Kandungan Bakteriologis

berasal dari proses dekomposisi air

buangan. Oksigen di dalam air buangan dapat diketahui dengan mengukur DO

(disolved oxygen). Jumlah oksigen yang ada di dalam sering digunakan untuk

menentukan banyaknya/ besarnya pencemaran zat organik dalam larutan, makin

rendah DO suatu larutan makin tinggi kandungan zat organiknya.

Bakteri golongan Coli terdapat normal di dalam usus dan tinja manusia.

Sumber bakteri patogen dalam air berasal dari tinja manusia yang sakit. Untuk

menganalisa bakteri patogen yang terdapat dalam air buangan cukup sulit, sehingga

parameter mikrobiologis digunakan perkiraan terdekat jumlah golongan coliform

(MPN/Most Probably Number) dalam sepuluh mili buangan serta perkiraan terdekat

jumlah golongan coliform tinja dalam seratus mili air buangan.

6. pH (Derajat Keasaman)

Pengukuran pH berkaitan dengan proses pengolahan biologis karena pH yang

kecil akan lebih menyulitkan, disamping akan mengganggu kehidupan dalam air bila

dibuang ke perairan terbuka.

7. Suhu

Suhu air buangan umumnya tidak banyak berbeda dengan suhu udara, tapi

lebih tinggi daripada air minum. Suhu dapat mempengaruhi kehidupan dalam air.

Kecepatan reaksi atau pengurangan, proses pengendapan zat padat serta kenyamanan

(22)

2.2.6. Tujuan Pengolahan Limbah Cair Industri

Pengolahan limbah cair industri mempunyai tujuan (Pandia, 1995):

1. Penghilangan bahan tersuspensi dan terapung.

2. Penghilangan organisme patogen.

3. Pengolahan bahan organik yang terbiodegradasi.

4. Peningkatan pengertian tentang dampak pembuangan limbahan yang tidak

diolah atau sebagian diolah terhadap lingkungan.

5. Peningkatan pengetahuan dan pemikiran tentang efek jangka panjang yang

mungkin ditimbulkan oleh komponen tertentu dalam limbah yang dibuang ke

badan air.

6. Peningkatan kepedulian nasional untuk perlindungan lingkungan.

7. Pengembangan berbagai metoda yang sesuai untuk pengolahan limbah.

2.2.7. Dampak Limbah Cair

a. Terhadap Badan Air

− Limbah cair organik

Kandungan senyawa organik dalam badan air penerima akan meningkat, akan

terjadi kadar parameter menyimpang dari standard maka akan terjadi penguraian

yang tidak seimbang dan akan menimbulkan kondisi septik (suatu keadaan

dimana kadar oksigen terlarut nol) dan timbul bau busuk (H2

− Limbah cair anorganik

S).

Pada badan air penerima, kandungan unsur kimia beracun, logam berat, dan

(23)

kenaikan/penurunan pH. Keadaan ini akan mengganggu kehidupan air misalnya

tumbuhan dan hewan akan punah ataupun ada senyawa beracun/ logam berat

dalam kehidupan air. Bila air tersebut mempunyai kesadahan tinggi atau partikel

yang dapat mengendap cukup banyak, hal ini akan mengakibatkan

pendangkalan, sehingga dapat menimbulkan banjir di musim hujan. Selain itu

senyawa beracun/ logam berat sangat membahayakan bagi masyarakat yang

menggunakan air sungai sebagai badan air penerima yang dipergunakan sebagai

sumber penyediaan air bersih (Depkes RI, 1987).

b. Terhadap Kesehatan Manusia

Air limbah berperan dalam kehidupan karena selain mengandung air juga

terdapat di dalamnya zat-zat organik dan anorganik yang diperlukan dalam

batas-batas tertentu, oleh sebab itu ada dua peranan air limbah dalam kehidupan yaitu

peranan positif dan negatif. Peranan positif apabila air limbah dengan kualitas

parameter yang dikandungnya sesuai dengan peruntukannya antara lain untuk irigasi,

perikanan, perkebunan, perindustrian, rumah tangga, rekreasi, dan lain-lain.

Peranan air limbah yang lain selain lebih banyak negatifnya karena manusia

tidak merasa berkepentingan akan air limbah tersebut. Air limbah dianggap sebagai

air yang tidak berguna lagi atau tidak diperuntukkan lagi, oleh karena itu

membuangnya begitu saja tanpa mempertimbangkan segi negatifnya yang mungkin

timbul baik terhadap sumber alam hayati dan non hayati yang berguna bagi

kehidupan. Peranan negatif tersebut termasuk pengaruhnya terhadap kesehatan

(24)

yang menerima limbah cair industri, mempunyai potensi untuk menyebabkan

gangguan saluran pencernaan makanan, kulit, dan sistem tubuh lain.

Ada beberapa penyakit yang ditularkan melalui air limbah antara lain

(Soedjono, 1991) : Penyakit Amoebiasis, Ascariasis, Cholera, penyakit cacing

tambang, Leptospirosis, Shigellosis, Strongyloidiasis, Tetanus, Trichuriasis, dan

Thypus.

2.2.8. Cara- cara Pengolahan Air Limbah

Beberapa cara pengolahan air buangan adalah (Kusnoputranto, 1985) :

1. Pengenceran (dilution)

Yakni air buangan diencerkan terlebih dahulu sampai mencapai konsentrasi

yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan air. Pada keadaan tertentu

kadang-kadang dilakukan proses pengolahan sederhana lebih dahulu seperti

pengendapan, penyaringan dan sebagainya. Akan tetapi dengan bertambahnya

penduduk dan perkembangan industri, maka seringkali jumlah air buangan yang

harus dibuang menjadi terlalu banyak karena diperlukan derajat pengenceran yang

cukup besar, hal ini tidak dapat dipertahankan lagi. Disamping itu dengan cara ini

mendatangkan beberapa kerugian antara lain : bahaya kontaminasi terhadap

bahan-bahan air, oksigen terlarut dalam badan air cepat habis sehingga mengganggu

kehidupan organisme dalam air, serta meningkatkan pengendapan zat-zat padat

sehingga mempercepat pendangkalan sehingga mempercepat pedangkalan sehingga

(25)

2. Irigasi Luas

Cara ini umumnya digunakan di daerah-daerah di luar kota atau di pedasaan

karena memerlukan tanah yang cukup luas dan tidak dengan pemukiman penduduk.

Air buangan dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali pada sebidang tanah, dan air

akan merembes masuk ke dalam tanah melalui dasar dan dinding dari parit-parit

tersebut. Pada keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk perairan ladang,

pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini

terutama dilakukan untuk membuang air buangan yang berasal dari perusahaan susu

sapi, rumah potong hewan, perusahaan makanan kaleng dan sebagainya. Dimana

kandungan zat-zat organik dan protein cukup tinggi dan diperlukan oleh tanaman.

3. Kolam Oksidasi (oxidation ponds/waste stabilizationponds lagoon)

Merupakan suatu pengolahan air buangan untuk sekelompok masyarakat

kecil, dan cara ini terutama dianjurkan untuk daerah pedesaan. Prinsip kerjanya

adalah memanfaatkan pengaruh sinar matahari, ganggang (algae), bakteri dan

oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air buangan dialirkan ke dalam kolam

besar berbentuk empat persegi panjang kedalaman antara 1 – 1.5 meter. Dinding dan

lapisan kolam tidak perlu diberi lapisan apapun. Luas kolam tergantung pada jumlah

air buangan yang akan diolah, biasanya digunakan luas 1 acre (= 4072 m) untuk 100

orang. Lokasi kolam harus jauh dari daerah pemukiman minimal berjarak 500 meter

(26)

4. Pengolahan air buangan primer dan sekunder/ primary and secondary

treatment plant

Merupakan cara pengolahan air buangan yang lebih kompleks dan lebih

lengkap, yaitu pengolahan secara fisis dan mekanis (primer) dan secara biologis

(sekunder) terutama di daerah perkotaan dan umumnya air buangan dari segala jenis,

baik yang berasal dari rumah tangga, kota praja maupun industri.

2.2.9. Tingkatan Pengolahan Air Limbah

Tujuan dilakukan pengolahan air limbah menurut (Sugiharto, 1987) adalah

untuk mengurangi partikel-partikel, BOD, membunuh organisme patogen,

menghilangkan nutrien, mengurangi komponen beracun, mengurangi bahan-bahan

yang tidak dapat didegradasi agar konsentrasinya menjadi lebih rendah. Kegiatan

pengolahan air limbah dapat dikelompokkan menjadi 6 bagian, tetapi perlu diketahui

bahwa untuk pengolahan air limbah tidaklah harus selalu mengikuti tahap-tahap

tersebut tetapi tergantung jenis kandungan air limbahnya. Adapun keenam tahapan

pengolahan air limbah tersebut adalah :

1. Pengolahan Pendahuluan (pre treatment)

Pada pengolahan pendahuluan ini kegiatan yang dilakukan adalah

pengambilan benda yang terapung dan pengambilan benda mengendap seperti pasir.

Pengambilan benda-benda yang terapung dengan cara melewatkan air limbah melalui

celah-celah satu saringan kasar atau dengan alat pencacah (cominutor) untuk

memotong zat padat yang terdapat pada air limbah tanpa mengambilnya dari aliran

air tersebut. Untuk pengambilan benda yang mengendap disediakan bak pengendap

(27)

terganggunya saluran serta mengurangi endapan pada pipa penyalur dan sambungan

serta mengurangi frekuensi pembersihan pada tangki pencerna sebagai akibat

terjadinya tumpukan pasir. Untuk mengangkat pasir yang telah mengendap di dasar

bak dapat digunakan alat penyedot pasir (grit dragger) atau alat pengangkat pasir

yang disebut macerator yang berfungsi mengumpulkan pasir yang mengendap ke

satu tempat dengan menggunakan alat penggaruk. Setelah pasir terkumpul maka

dengan menggunakan tangga berjalan maka pasir dibawa ke atas untuk dibuang.

2.Pengolahan Pertama (primary treatment)

Pengolahan ini bertujuan untuk menghilangkan zat padat tersuspensi melalui

pengendapan atau pengapungan. Pengendapan adalah kegiatan utama pada tahap ini

dan pengendapan yang dihasilkan karena adanya kondisi yang sangat tenang. Bahan

kimia dapat juga ditambahkan untuk menetralkan keadaan atau meningkatkan

pengurangan dari partikel yang tercampur.

3. Pengolahan Kedua (secondary treatment)

Pengolahan kedua ini mencakup proses biologis untuk mengurangi

bahan-bahan organik dengan memanfaatkan mikroorganisme yang ada di dalamnya. Pada

pengolahan ini terjadi proses biologis, dimana proses biologis ini dipengaruhi oleh

jumlah air limbah, tingkat kekotoran dan jenis kotoran yang ada dan sebagainya.

Reaktor pengolahan lumpur aktif (activated sludge) dan saringan penjernihan

biasanya dipergunakan dalam tahap ini. Pada proses pengguaan lumpur aktif, maka

air limbah yang telah lam ditambahkan pada tangki aerasi dengan tujuan untuk

(28)

bahan organik berjalan lebih cepat. Lumpur aktif tersebut dikenal dengan MLSS

(Mizeed Liquiour Suspended Solid).

4. Pengolahan Ketiga (tertiery treatment)

Pengolahan ini adalah lanjutan dari pengolahan-pengolahan terdahulu,

pengolahan jenis ini baru akan dipergunakan apabila pada pengolahan pertama dan

kedua masih banyak terdapat zat tertentu yang masih berbahaya bagi masyarakat

umum. Pengolahan ketiga ini merupakan pengolahan secara khusus sesuai dengan

kandungan zat terbanyak dalam air limbah yang khusus pula.

Beberapa jenis pengolahan yang sering dipergunakan antara lain :

a. Saringan pasir

Penyaringan adalah pengurangan lumpur tercampur dan partikel koloid dari

air limbah dengan melewatkan pada media yang porous. Saringan ini ada dua jenis

yaitu saringan pasir lambat dan saringan pasir cepat.

b. Saringan multimedia

Penyaringan multimedia ini dengan menggunakan saringan yang berbeda

granulanya misalnya 0.5 meter antacid dengan 1 mm pada bagian atas, 0.3 meter

pasir silika dengan diameter 0.5 mm. Satu penyaringan menghasilkan 2.7 – 5.4 liter/

meter kubik per detik.

c. Microstainning

Saringan microstainning terdiri dari bahan drum yang diputar sedangkan

drum itu dibungkus ayakan bahan stainless steel. Pada penggunaannya drum diputar

(29)

dapat masuk ke dalam drum sedangkan lumpur tertahan pada ayakan pembungkusnya

dan melekat sehingga ikut terangkat ke atas pada waktu berputar.

d. Vacuum filter

Saringan ini terdiri dari drum horizontal yang dilapisi dengan filter medium

atau spiral, kemudian diputar dalam campuran lumpur dan limbah dengan ¼ bagian

dari drum terendam larutan.

e. Penyerapan

Penyerapan secara umum adalah proses pengumpulan benda-benda terlarut

yang terdapat dalam antara dua permukaan.

f. Pengurangan besi dan mangaan

Keberadaan ferric dan manganic larutan dapat terbentuk dengan adanya

pabrik tenun, kertas, dan pro industri. Fe dan Mn dapat dihilangkan dari dalam air

dengan melakukan oksidasi menjadi Fe(OH3) dan MnO2 yang tidak larut dalam air,

kemudian diikuti dengan pengendapan dan penyaringan. Oksidator utama adalah

molekul oksigen dari udara, klosin atau KMNO4.

g. Osmosis bolak-balik

Osmosis bolak-balik adalah satu diantara sekian banyak teknik pengurangan

bahan mineral yang diterapkan untuk memproduk air yang siap dipergunakan lagi.

5. Pembunuhan Bakteri (desinfektan)

Pembunuhan bakteri bertujuan untuk mengurangi atau membunuh

(30)

6. Pengolahan lanjut (ultimate disposal)

Dari setiap pengolahan air limbah maka hasilnya berupa lumpur yang perlu

untuk dilakukan pengolahan secara khusus agar lumpur tersebut dapat dimanfaatkan

kembali untuk keperluan hidup misalnya untuk pupuk dan menimbun lubang. Jumlah

dan sifat lumpur dalam air limbah berbeda-beda tergantung kepada jenis air limbah,

jenis pengolahan yang dilakukan dan metoda pelaksanaannya.

Sedangkan menurut Soeparman, 2002 pengolahan limbah dapat

dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu :

1. Pengolahan pendahuluan

Pengolahan pendahuluan digunakan untuk memisahkan padatan kasar,

mengurangi ukuran padatan, memisahkan minyak atau lemak, dan proses

menyetarakan fluktuasi aliran limbah pada bak penampung. Unit yang terdapat dalam

pengolahan pendahuluan adalah :

a. Saringan (bar screen)

b. Pencacah (communitor)

c. Bak penangkap pasir (grit chamber)

d. Penangkap lemak dan minyak (skimmer and grease trap)

e. Bak penyetaraan (equalization basin)

2. Pengolahan tahap pertama

Pengolahan tahap pertama bertujuan untuk mengurangi kandungan padatan

tersuspensi melalui proses pengendapan (sedimentation). Pada proses pengendapan

partikel padat dibiarkan mengendap ke dasar tangki. Bahan kimia biasanya

(31)

padatan tersuspensi. Dalam unit ini pengurangan BOD dapat mencapai 35 %

sedangkan suspended solid berkurang sampai 60 %. Pengurangan BOD dan padatan

pada tahap awal ini selanjutnya akan membantu mengurangi beban pengolahan tahap

kedua.

3. Pengolahan tahap kedua

Pengolahan tahap kedua berupa aplikasi proses biologis yang bertujuan untuk

mengurangi zat organik melalui mekanisme oksidasi biologis. Proses biologis yang

dipilih didasarkan atas pertimbangan kuantitas limbah cair yang masuk unit

pengolahan, kemampuan penguraian zat organik yang ada pada limbah tersebut serta

tersedianya lahan. Pada unit ini diperkirakan terjadi pengurangan kandungan BOD

dalam rentang 35 – 95 % bergantung pada kapasitas unit pengolahnya. Unit yang

biasa digunakan pada pengolahan tahap kedua berupa saringan tetes (trickling filters),

unit lumpur aktif dan kolam stabilisasi.

4. Pengolahan tahap ketiga atau pengolahan lanjutan

Pengolahan tahap ketiga disamping masih dibutuhkan untuk menurunkan

kandungan BOD juga dimaksudkan untuk menghilangkan senyawa fosfor dengan

bahan kimia sebagai koagulan, menghilangkan senyawa Nitrogen melalui proses

amonia stripping menggunakan udara ataupun Nitrifikasi-Denitrifikasi dengan

memanfaatkan reaktor biologis, menghilangkan sisa bahan organik dan senyawa

penyebab warna melalui proses absorbsi menggunakan karbon aktif, menghilangkan

(32)

Beberapa tahap pengolahan lanjutan antara lain (Soeparman, 2002) :

1. Proses pemekatan yang bertujuan mengurangi kadar air yaitu dengan cara

pengapungan.

2. Proses stabilisasi yang menggunakan proses biologis, baik secara aerob

maupun anaerob.

3. Proses pengaturan/conditioning yang bertujuan untuk mengurangi kadar air

dengan cara penggumpalan yang menggunakan polimer sehingga dapat

mempermudah proses pengangkutan.

4. Proses pengurangan air yang bertujuan mengurangi kadar air dari lumpur.

Cara yang dapat dilakukan untuk mengambil air yang terdapat di dalam

lumpur dengan cara alamiah maupun cara mekanis misalnya penyaringan

dengan penekanan, gerakan kapiler, saringan hampa udara, pemutaran dan

pemadatan.

5. Proses penyaringan yang menggunakan bak pengering.

6. Proses pembuangan yang dapat dilakukan di laut dan di tanah.

7. Pembunuhan bakteri yang bertujuan untuk mengurangi atau membunuh

mikroorganisme patogen yang ada di air limbah. Bahan yang umum dipakai

adalah desinfektan antara lain klorin yang tujuannya untuk merusak enzim

dan dinding mikroorganisme.

2.3. Limbah Padat

2.3.1. Pengertian Limbah Padat

Limbah padat adalah benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan dan dibuang

(33)

bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang

mengandung bahan berbahaya dan atau beracun dan karena sifat dan konsentrasinya

dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat

mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup dan atau dapat membahayakan

lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain

(Depkes RI, 1999)

2.3.2. Sumber Limbah Padat

Beberapa sumber dari limbah padat antara lain (Kusnoputranto, 2002) :

1. Sampah buangan rumah tangga termasuk sisa bahan makanan, sisa

pembungkus makanan dan pembungkus perabotan rumah tangga sampai sisa

tumbuhan kebun dan sebagainya.

2. Sampah buangan pasar dan tempat-tempat umum (warung, toko dan

sebagainya) termasuk sisa makanan, sampah pembungkus makanan dan

sampah pembungkus lainnya, sisa bangunan, sampah tanaman dan

sebagainya.

3. Sampah buangan jalanan termasuk diantaranya sampah berupa debu jalan,

sampah sisa tumbuhan taman, sampah pembungkus bahan makanan dan

bahan lainnya, sampah sisa makanan, sampah berupa kotoran serta bangkai

hewan.

4. Sampah industri termasuk diantaranya air limbah industri, debu industri. Sisa

bahan baku dan bahan jadi dan sebagainya.

(34)

2.3.3. Klasifikasi Limbah Padat

Penggolongan jenis limbah padat dapat didasarkan pada komposisi kimia,

sifat mengurai, mudah tidaknya terbakar, berbahaya dan karakteristik. Berdasarkan

karakteristiknya limbah padat dibedakan (Depkes RI, 1987):

1. Garbage (sampah basah)

Garbage adalah jenis sampah yang terdiri dari sisa-sisa potongan hewan atau

sayur-sayuran hasil dari pengolahan, pembuatan dan penyediaan makanan yang

sebagian besar terdiri dari zat-zat yang mudah membusuk.

2. Rubbish (sampah kering)

Rubbish adalah sampah yang dapat terbakar dan tidak dapat terbakar yang

berasal dari rumah-rumah, pusat-pusat perdagangan, kantor-kantor. Sampah yang

mudah terbakar umumnya terdiri dari zat-zat organik seperti kertas, kardus, plastik

dan lain-lain. Sedangkan sampah yang tidak dapat/ sukar terbakar sebagian besar

mengandung zat-zat inorganik seperti logam-logam, kaleng-kaleng dan sisa

pembakaran.

3. Abu (Ashes)

Sampah jenis ini adalah sampah yang berasal dari sisa pembakaran dari jenis

zat yang mudah terbakar seperti di rumah, kantor maupun di pabrik-pabrik industri.

4. Street cleaning (sampah dari jalan)

Sampah jenis ini berasal dari pembersihan jalan dan trotoar baik dengan

tenaga manusia maupun dengan tenaga mesin yang terdiri dari kertas-kertas,

(35)

5. Industrial wastes (sampah industri)

Merupakan sampah yang berasal dari industri-industri pengolahan hasil bumi/

tumbuhan dan industri lain. Sampah industri dapat berupa:

a. Bahan kimia beracun

b. Bahan berbahaya

c. Bahan kimia

d. Mineral

e. Residu dan Organik

f. Residu patologi radiologi

g. Kayu dan kertas

6. Demolition wastes (sampah bangunan)

7. Hazardous wastes (sampah berbahaya)

8. Water treatment residu

2.3.4. Kategori Limbah Padat

Adapun kategori untuk limbah padat pada industri adalah :

1. Limbah padat non B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) diantaranya lumpur, boiler

ash, sampah kantor, sampah rumah tangga, spare part alat berat, sarung tangan, dan

sebagainya.

2. Limbah padat B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) diantaranya bahan radioaktif,

bahan kimia, toner catridge, minyak, dan sebagainya.

2.3.5. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

(36)

1. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik adalah berasal bukan dari proses utamanya,

tetapi dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi, dan lain-lain.

2. Limbah B3 dari sumber spesifik adalah sisa proses suatu industri atau kegiatan

yang dapat ditentukan.

3. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan

produk yang tidak memenuhi spesifikasi.

Daftar limbah dengan kode limbah D220, D221, D222 dan D223 dapat

dinyatakan limbah B3 setelah dilakukan uji Toxicity Characteristic Leaching

Procedure (TCLP) dan atau uji karakteristik.

Limbah yang termasuk sebagai limbah B3 apabila memiliki salah satu atau lebih

karakteristik sebagai berikut :

1. Mudah meledak

2. Mudah terbakar

3. Bersifat reaktif

4. Beracun

5. Menyebabkan infeksi dan

6. Bersifat korosif (PPRI No. 18 Tahun 1999).

2.3.6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kuantitas dan Kualitas Sampah

Sampah baik kualitas maupun kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh berbagai

kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor yang penting antara lain :

1. Jumlah penduduk

(37)

2. Keadaan Sosial Ekonomi

Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak jumlah

perkapita sampah yang dibuang

3. Kemajuan tehnologi

Kemajuan tehnologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena

pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk

manufaktur yang semakin beragam pula (Slamet, 2000).

2.3.7. Parameter Limbah Padat

Untuk limbah padat parameter yang digunakan adalah menurut Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No.18 Tahun 1999 untuk limbah bahan berbahaya

dan beracun (B3) pasal 1 ayat 12 menyatakan penyimpanan adalah kegiatan

menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil dan/ atau pengumpul dan/ atau

pemanfaat dan/atau pengolah dan/ atau penimbun dengan maksud menyimpan

sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan/ atau pengolah.

2.3.8. Tujuan Pengolahan Limbah Padat

Meminimalkan penurunan kualitas air tanah dan tanah akibat rembesan atau

leached dari penampungan limbah padat dan penyimpanan sementara limbah B3.

2.3.9. Cara Pengolahan Limbah Padat

Berdasarkan sifatnya pengolahan limbah padat dapat dilakukan melalui 2 cara

(Kristanto, 2002) :

1. Limbah padat tanpa pengolahan.

(38)

Limbah padat tanpa pengolahan dapat dibuang ke tempat tertentu yang

difungsikan sebagai tempat pembuangan akhir karena limbah tersebut tidak

mengandung unsur kimia yang beracun dan berbahaya. Tempat pembuangan limbah

semacam ini dapat di daratan ataupun di laut. Berbeda dengan limbah padat yang

mengandung senyawa kimia berbahaya atau yang setidak-tidaknya menimbulkan

reaksi kimia baru. Limbah semacam ini harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang

ke tempat pembuangan akhir.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum limbah diolah :

a. Jumlah limbah, jika jumlah limbahnya sedikit maka tidak membutuhkan

penanganan khusus seperti tempat dan sarana pembuangannya, tetapi jika limbah

yang dibuang misalnya 4 meter kubik perhari sudah tentu membutuhkan tempat

pembuangan akhir dan sarana pengangkutan tersendiri.

b. Sifat fisik dan kimia limbah, dapat merusak dan mencemari lingkungan, secara

kimia dapat menimbulkan reaksi saat membentuk senyawa baru. Limbah padat yang

berupa lumpur akan mencemari air tanah melalui penyerapan ke dalam tanah.

c. Kemungkinan pencemaran dan kerusakan lingkungan, perlu diketahui komponen

lingkungan yang rusak akibat pencemaran pada tempat pembuangan akhir. Unsur

mana yang terkena dampak dan bagaimana tingkat pencemaran yang ditimbulkan.

d. Tujuan akhir yang hendak dicapai, tujuan yang hendak dicapai tergantung dari

kondisi limbah, bersifat ekonomis atau non ekonomis. Untuk limbah yang memiliki

nilai ekonomis mempunyai tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan untuk

memanfaatkan kembali bahan yang masih berguna. Sedangkan limbah non ekonomis

(39)

Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas pengelolaan limbah padat dapat

dilakukan proses-proses sebagai berikut :

1. Pemisahan

Pemisahan perlu dilakukan karena dalam limbah terdapat berbagai ukuran dan

kandungan bahan tertentu. Proses pemisahan dapat dilakukan dengan cara-cara

sebagai berikut :

a. Sistem Balistik

Pemisahan cara ini dilakukan untuk mendapatkan ukuran yang lebih seragam,

misalnya atas berat dan volumenya.

b. Sistem Gravitasi

Pemisahan dilakukan berdasarkan gaya beratnya, misalnya terhadap bahan

yang terapung dan bahan yang tenggelam dalam air yang karena gravitasi akan

mengendap.

c. Sistem Magnetis

Bahan yang bersifat magnetis akan menempel pada magnet yang terdapat

pada peralatan sedangkan yang tidak mempunyai akan langsung terpisah.

2. Penyusutan Ukuran

Ukuran bahan diperkecil untuk mendapatkan ukuran yang lebih homogen

sehingga mempermudah pemberian perlakuan pada pengolahan berikutnya dengan

maksud antara lain :

a. Ukuran bahan menjadi lebih kecil

(40)

c. berat dan volume bahan lebih kecil. Cara ini umumnya dilakukan dengan

pembakaran (insenerasi) pada alat insenerator.

3. Pengomposan

Bahan kimia yang terdapat di dalam limbah diuraikan secara biokoimia,

sehingga menghasilkan bahan organik baru yang lebih bermanfaat. Pengomposan

banyak dilakukan terhadap limbah yang sudah membusuk, buangan industri, lumpur

pabrik dan sebagainya.

Untuk beberapa jenis buangan tertentu barang kali tidak membutuhkan

pengomposan, tetapi pembakaran (insenerasi) dengan tahap sebagai berikut :

a. Pemekatan

b. Penghancuran

c. Pengurangan air

d. Pembakaran

e. Pembuangan.

2.3.10. Dampak Limbah Padat Industri

a. Terhadap Lingkungan

1. Dampak Menguntungkan

Dapat dipakai sebagai penyubur tanah, penimbun tanah dan dapat

memperbanyak sumber daya alam melalui proses daur ulang (Slamet, 2000).

2. Dampak merugikan

Limbah padat organik akan menyebabkan bau yang tidak sedap akibat

penguraian limbah tersebut. Timbunan limbah padat dalam jumlah besar akan

(41)

menimbulkan pendangkalan pada badan air bila dibuang ke badan air (Wardhana,

2004).

b. Terhadap Manusia

1. Dampak menguntungkan

Dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak, dapat berperan sebagai

sumber energi dan benda yang dibuang dapat diambil kembali untuk dimanfaatkan

(Slamet, 2000).

2. Dampak merugikan

Limbah padat dapat menjadi media bagi perkembangan vektor dan binatang

pengguna. Baik tikus, lalat, nyamuk yang dapat menimbulkan penyakit menular bagi

manusia diantaranya Demam berdarah, Malaria, Pilariasis, Pes, dan sebagainya

(Wardhana, 2004).

2.4. Limbah Gas

2.4.1. Pengertian Pencemaran Udara

Pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat,

energi dan atau komponen lain ke dalam udara dan atau berubahnya tatanan

(komposisi) udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara

menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya

(Kristanto, 2002).

2.4.2. Sumber Pencemar Udara

Berdasarkan asal dan kelanjutannya di udara pencemar udara dapat dibedakan

menjadi pencemar udara primer dan pencemar udara sekunder. Pencemar udara

(42)

sama seperti pada saat dibebaskan dari sumbernya sebagai hasil dari suatu proses

tertentu. Pencemar udara primer umumnya berasal dari sumber-sumber yang

diakibatkan oleh aktifitas manusia seperti dari industri (cerobong asap industri), dari

sektor industri transportasi.

Pencemar udara sekunder adalah semua pencemar di udara yang sudah

berubah karena reaksi tertentu antara dua atau lebih kontaminan/ polutan. Umumnya

polutan sekunder merupakan hasil antara polutan primer dengan polutan lain yang

ada di udara. Reaksi-reaksi yang menimbulkan polutan sekunder diantaranya adalah

reaksi fotokimia dan reaksi oksida katalis. Reaksi fotokimia misalnya oleh

pembentukan ozon, reaksi-reaksi oksida katalis diwakili oleh polutan berbentuk

oksida gas (Kristanto, 2002).

2.4.3. Komposisi Pencemar Udara

Pencemar udara primer dapat digolongkan menjadi lima kelompok yaitu

(Wardhana, 2004):

1. Karbon Monoksida (CO), komponen ini mempunyai berat sebesar 96,5% dari

berat air dan tidak dapat larut dalam air. CO yang terdapat di alam terbentuk dari

satu proses sebagai berikut pembakaran tidak sempurna terhadap karbon atau

komponen yang mengandung karbon, reaksi antara karbon dioksida dan

komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi. Pada suhu tinggi karbon

dioksida terurai menjadi karbon monoksida dan atom O.

2. Nitrogen Oksida (Nox), Nox adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfir,

terdiri dari gas NO dan NO2. NO merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak

(43)

3. Hidrokarbon (HC), yaitu komponen-komponen hidrokarbon terdiri dari elemen

hidrogen dan karbon. Hidrokarbon yang sering menimbulkan masalah dalam

pencemaran udara adalah yang berbentuk gas pada suhu normal atmosfir atau

hidrokarbon yang bersifat sangat volatil (mudah berubah menjadi gas) pada suhu

tersebut.

4. Sulfur Oksida (Sox), yaitu pencemaran olah Sox terutama disebabkan oleh dua

komponen gas yang tidak berwarna yaitu SO2 dan SO3. SO2 mempunyai

karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara sedangkan SO3

5. Partikel, polutan udara disamping berwujud gas dapat pula berbentuk

partikel-partikel kecil padat dan dropled cairan yang terdapat dalam jumlah cukup besar di

udara.

merupakan komponen yang tidak reaktif.

Pencemar udara sekunder dapat digolongkan menjadi dua yaitu ozon dan

senyawa peroksida. Karakteristik pencemar udara :

Karakteristik fisik dan kimia dibedakan menjadi gas dan partikel. Partikel merupakan

benda-benda padat/ cair yang dimensinya sedemikian kecilnya sehingga

memungkinkan melayang di udara. Bentuk khusus dari partikel dibedakan menjadi :

a. Mist (kabut), partikel cair yang berada di udara karena kondensasi uap air.

b. Fog (kabut yang padat/tebal), sama dengan mist tetapi dapat dilihat dengan mata

telanjang.

c. Smoke (asap), partikel karbon yang terjadi dari pembakaran tidak sempurna.

d. Dust (debu), partikel padat yang terjadi karena proses mekanis.

(44)

f. Aerosol, partikel yang terlebur dan melayang di udara.

g. Plume, asap yang keluar dari cerobong asap suatu industri (pabrik).

h. Haze, bentuk aerosol yang mengganggu pandangan di udara.

i. Smoge, campuran antara smoke dan fog.

j. Smaze, campuran antara smoke dan haze.

Gas dan uap dibedakan menjadi :

a. Yang larut dalam air, misalnya oksigen larut dalam air.

b. Yang tidak larut dalam air. Dibedakan lagi menjadi yang tidak larut tetapi berekasi

dengan salah satu komponen dalam air lambat sekali, misalnya benzena.

2.4.4. Parameter Limbah Udara

2.4.4.1. Emisi Industri

Udara alamiah selain terdiri dari gas dan uap air juga mengandung campuran

partikel padat dan cair yang sangat halus yang disebut aerosol. Baku mutu emisi

adalah batas kadar yang dikeluarkan dari zat-zat atau bahan pencemar yang

dikeluarkan langsung dari sumber pencemar udara, sehingga kadar zat-zat atau

bahan-bahan tersebut tidak menimbulkan gangguan pada manusia, hewan, tumbuhan

dan benda-benda serta tidak melampaui baku mutu udara ambien (MenLH, 2002).

Emisi sebagai salah satu penentu mutu udara berperan penting dalam

menentukan kualitas udara. Sumber emisi bahan pencemar dalam hal ini dapat

disebabkan oleh setiap orang atau kegiatan usaha yang menimbulkan emisi bahan

pencemar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa emisi merupakan akibat dari

(45)

Bahan pencemar yang dapat ditimbulkan oleh sumber stasioner (tak bergerak)

tersebut adalah (Bapeldadasu, 2004):

1. Kabut asam sulfat atau sulfur Trioksida atau keduanya

2. Oksida Nitrogen (NOx)

3. Karbon Monoksida (CO)

4. Partikel padat

5. Hidrogen Sulfida (H2

6. Methyl Merpaktan (CH

9. Hidrogen Klorida (HCl)

10.Fluor atau asam Hydrofluorida atau senyawa organik fluor

11.Seng (Zn)

12.Air raksa (Hg)

13.Katmium (Cd)

14.Arsen (As)

15.Antimon (Sb)

16.Radio Nuklida dan Asat

Bahan pencemar tersebut di atas walaupun akumulasinya banyak dipengaruhi oleh

keadaan alam setempat (misalnya arah angin) tetapi asal bahan pencemar tetap

(stationer) maka lingkungan sekitar terdekat dengan kegiatan yang potensil

menimbulkan bahan pencemar, merupakan kelompok yang mempunyai resiko tinggi

(46)

2.4.4.2. Tingkat Kebauan

Kebauan adalah bau yang tidak diinginkan dalam kadar dan waktu tertentu

yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Baku mutu

tingkat kebauan adalah batas maksimal bau dalam udara yang diperbolehkan yang

tidak mengganggu kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Dalam

KepmeLH No.50 tahun 1996 baku tingkat kebauan diatur dalam dua jenis zat odoran

bau yaitu berupa zat odoran tunggal dan zat odoran campuran.

A. Parameter bau dari odoran tunggal

1. Amoniak (NH3)

2. Metil Merkaptan (CH3SH)

3. Hidrogen

4. Metil Sulfida ((CH3)2)S

5. Stirena (C6H5CHCH2)

B. Bau dari odoran campuran

Tingkat kebauan yang dihasilkan oleh campuran odoran dinyatakan sebagai

ambang bau yang dapat dideteksi secara sensorik oleh lebih dari 50% anggota penguji

yang berjumlah minimal 8 orang.

2.4.5. Dampak Pencemaran Udara

a. Terhadap Lingkungan

− Partikel

Partikel di atmosfir membuat dampak yang terbatas pada sejumlah radiasi

matahari yang mencapai permukaan bumi. Satu prinsip efek adalah pengurangan

(47)

menjadi kurang. Jumlah polusi partikel tergantung pada musim ataupun lokasi

sumber polusi dan emisinya. Debu pada daun jika terkena kabut atau hujan

ringan akan membuat kerak yang tebal pada permukaan daun dapat mengganggu

proses fotosintesis dengan menghalangi sinar matahari yang diperlukan daun

dan mengacaukan proses pertukaran CO2

− SO

dengan atmosfer. Dengan demikian

pertumbuhan tanaman akan terhenti. Partikulat debu yang ada juga dapat

menimbulkan kerusakan material/bahan secara luas. Partikulat mempercepat

korosi terutama adanya campuran yang mengandung sulfur (Bapedaldasu,

2004).

Kerusakan tanaman dapat terjadi oleh sulfur dioksida (SO 2

2). Uap asap sulfat

dapat merusak tanaman dan dapat terlihat pada daun. Kerusakan kronis dapat

terjadi bila kontak dengan SO2 dalam waktu yang lama ditandai dengan warna

daun kuning karena terhambatnya pembentukan klorofil kemudian dapat

mengakibatkan gugurnya daun. Pengaruh SO2 antara lain terhadap cat, dimana

waktu pengeringan dan pengerasan beberapa cat meningkat jika mengalami

kontak dengan SO2, beberapa film cat menjadi lunak dan rapuh jika dikeringkan,

serat tekstil terutama yang terbuat dari serta tumbuhan menjadi lapuk. Kondisi

lingkungan yang tercemar SO2 merangsang kecepatan korosi teruma besi, baja,

(48)

− NO

Adanya konsentrasi NO 2

2 di udara dapat menimbulkan kerusakan tanaman.

Percobaan cara fumigasi tanaman-tanaman dengan NO2 menunjukkan adanya

bintik-bintik pada daun. Pencemaran udara oleh gas NOX

B. Terhadap Kesehatan Manusia

juga menyebabkan

timbulnya fotokimian yang sangat mengganggu lingkungan (Sunu, 2001)

− Partikel

Partikel (debu) yang masuk atau mengendap dalam paru-paru dapat

mengakibatkan Pneumoniosis, dan iritasi pada mata.efek tidak langsung

terhadap manusia bila partikel polutan yang mengandung zat kimia mengendap

pada daun dan daun digunakan sebagai bahan makanan oleh manusia

(Bapedaldasu, 2004).

− SO

SO 2

2 mempunyai sifat iritasi/perangsangan, gangguan yang lebih kuat. SO2

− NO

merupakan polutan yang berbahaya bagi kesehatan terutama bagi penderita

penyakit kronis sistem pernafasan dan kardiofaskuler (Sunu, 2001).

Organ tubuh yang paling peka terhadap pencemaran gas Nitrogen Oksida adalah

paru-paru. Paru-paru terkontaminasi oleh gas NO 2

2 akan membengkak sehingga

penderita sulit bernafas dan mengakibatkan kematian. Pengaruhnya terhadap

(49)

berpotensi terjadi Bronkhitis serta akan terjadi penimbunan Nitrogen Oksida dan

dapat merupakan sumber Karsinogenik (Sunu, 2001).

2.4.6. Tujuan Pengolahan Limbah Gas

1. Mencegah terjadinya penurunan kualitas udara di dalam area pabrik maupun di

desa-desa sekitarnya yang dekat dengan area pabrik sehingga berguna bagi hajat

hidup orang banyak.

2. Minimalisasi atau mengurangi bau yang tidak menyenangkan yang disebabkan

kegiatan operasional.

3. Minimalisasi atau mengurangi tingkat kebisingan di dalam area pabrik maupun di

daerah sekitarnya.

2.4.7. Cara-cara Pengolahan

Ada beberapa metode yang telah dikembangkan untuk penyederhanaan

buangan gas. Dasar pengembangan yang dilakukan adalah penyapuan partikel

(particulate scrubber), penyerapan absorbsi, pembakaran, penutupan bau, dilusi,

penyerapan ion excanger, dan kolam netralisasi (Bapedaldasu, 2004).

Beberapa jenis peralatan yang digunakan untuk pengolahan limbah gas :

1. Scrubber, alat ini digunakan untuk membersihkan gas yang mudah bereaksi dengan

air.Prinsip kerjanya adalah mencampur air dengan uap/gas dalam suatu wadah. Alat

ini terdiri dari beberapa tipe seperti wet scrubber, ventury scrubber dan vertical

scrubber, spray tower, package tower, plate tower dan cyclon.

2. Menara isi, terdiri dari yang berbentuk silinder yang diisi dengan butiran pengisi

(50)

3. Menara semprot (spray tower), pemakaiannya lebih banyak untuk keperluan

perpindahan panas.

4. Penyerapan berdasarkan tarikan cairan. Cara ini banyak dipakai untuk gas klor

yang membawa partikel-partikel kapur.

5. Ruang penyerapan berbentuk siklon. Cara ini adalah perpaduan antara teknik

penyemprotan dengan prinsip mekanis dari gaya sentrifugal. Alat ini bisa dipakai

untuk menyerap buangan dalam bentuk gas seperti gas klor atau gas yang membawa

partikel.

6. Penyerapan secara mekanis, dispersi cairan penyerap ke dalam gas pada alat ini

dilakukan dengan cara mekanis.

Untuk menghilangkan bau gas yang mengganggu dilakukan dengan cara

penutupan (counter of odor). Apabila bau yang keluar tidak efektif untuk dihilangkan

dengan cara kimia, pembakaran atau absorbsi maka perlu diberi zat lain yang berbau

lebih enak misalnya essens, parfum dan lain-lain yang dapat menutupi bau yang

mengganggu tersebut. Penambahan zat tersebut dapat dilakukan dengan

penyemprotan pada dasar cerobong dengan konsentrasi sampai 2%. Cara lain dapat

pula dengan penambahan pada scrubber zat tambahan kimiawi yang mudah menguap

dan dapat menetralkan bau (Bapedaldasu, 2004).

Pembakaran dilakukan terhadap gas buangan yang mengganggu tetapi tidak

mengandung pencemar yang berbahaya atau terhadap gas buangan yang sulit diolah

tetapi mengandung zat-zat yang dapat dibakar dan biasanya dilakukan pembakaran

(51)

menghilangkan pencemar yang dapat terbakar, bau, senyawa beracun dan dapat

mengurangi bahaya ledakan.

2.5. Minyak Bumi

Minyak bumi (petroleum) adalah campuran dari berbagai senyawa karbon,

baik karbon jenuh maupun yang tidak jenuh yang berasal dari zat-zat organik selama

ribuan tahun di dalam lapisan bumi dalam jumlah yang sangat besar. Minyak bumi

diperkirakan berasal dari pelapukan berbagai senyawa organik yang terkubur di

bawah tanah sejak berjuta-juta tahun yang lalu. Hasil pelapukan ini dibawa oleh air

ke laut dan akhirnya mengendap. Endapan yang terjadi bertumpuk-tumpuk dan

bercampur dengan binatang laut dan jasad renik yang mati. Akhirnya endapan

tersebut melapuk oleh panas matahari dan tekanan dari dalam bumi, sehingga

berubah menjadi minyak dan gas bumi.

Minyak bumi yang terbentuk kemudian masuk ke rongga batuan berpori yang

dapat ditembus. Disinilah minyak bumi dan gas bumi terperangkap dan siap

dilakukan pengeboran untuk diperoleh minyak mentah (Crude Oil). Minyak mentah

ini selanjutnya akan diolah dengan proses destilasi fraksinasi (destilasi bertingkat)

menjadi berbagai produk minyak bumi. Pada umumnya minyak bumi ini digunakan

sebagai bahan bakar dan bahan baku industri petrokimia. Kegunaannya selalu

disesuaikan dengan perubahan kebutuhan manusia, hal ini dapat dilihat dari berbagai

pola pengilangan minyak bumi untuk menghasilkan berbagai bahan dan zat

(52)

Komposisi minyak bumi terdiri dari (Nelson W.L., 1969) :

1. Karbon : 83-87%

2. Hidrogen : 11-15%

3. Nitrogen : 0-24%

4. Sulfur : 0-4%

5. Oksigen : 0-4%

2.5.1. Proses Pengolahan Minyak Bumi

Kegiatan proses pengolahan minyak bumi dilaksanakan dengan proses

destilasi fraksinasi (destilasi bertingkat).

a. Proses Produk Naptha

Naptha merupakan atom-atom yang dijenuhkan oleh Hidrogen yang juga

disebut dengan Cyloparaffin Hidrocarbon. Kandungan naptha dalam minyak mentah

terdiri dari berat campuran molekul-molekul yang lebih tinggi, kecuali berat

campuran molekul yang lebih rendah seperti Cylopentana dan Cyloheksana, yang

tidak ada kandungannya dalam minyak mentah.

CO (Crude Oil) dari tangki penampungan eksplorasi dan produksi ditarik

dengan pompa memasuki tangki penimbunan yang bertujuan untuk mengendapkan

kotoran padat dan lumpur serta air melalui Heat Exchanger, kemudian dipompakan

sehingga menjadi 35-40 0C. Selanjutnya CO dialirkan ke dapur (furnace)-I untuk

dipanaskan sehingga temperatur mencapai 135 0C kemudian dialirkan ke Coloumn-1,

melalui Tray. Di dalam coloumn terjadi pemisahan antara fasa uap dan cairan. Fasa

uap akan naik ke Top coloumn untuk menjadi Top Product (Produk Atas). Dan fasa

Gambar

Tabel 2.1. Parameter Limbah Cair Minyak Bumi
Tabel 2.2. Parameter Limbah Padat Minyak Bumi
Tabel 2.3. Parameter Limbah Gas Minyak Bumi
Gambar : 4.1. Struktur Organisasi PT. PERTAMINA PERSERO
+7

Referensi

Dokumen terkait