UPAYA PENGENDALIAN EFEK FISIOLOGIS
AKIBAT HEAT STRESS PADA PEKERJA
INDUSTRI KERUPUK TIGA BINTANG
KECAMATAN BINJAI UTARA
TAHUN 2008
TESIS
Oleh
HIKMAH RIDHA SIREGAR
067010006/KK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : UPAYA PENGENDALIAN EFEK FISIOLOGIS AKIBAT HEAT STRESS PADA PEKERJA INDUSTRI KERUPUK TIGA BINTANG KECAMATAN BINJAI UTARA TAHUN 2008 Nama Mahasiswa : Hikmah Ridha Siregar
Nomor Pokok : 067010006
Program Magister : Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Erna Mutiara, MKes) (dr. Halinda Sari Lubis, MKKK)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)
UPAYA PENGENDALIAN EFEK FISIOLOGIS AKIBAT HEAT STRESS PADA PEKERJA
INDUSTRI KERUPUK TIGA BINTANG KECAMATAN BINJAI UTARA
TAHUN 2008
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (MKes)
Dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
HIKMAH RIDHA SIREGAR
067010006/KK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Telah diuji pada
Tanggal : 21 Agustus 2008
=============================================================
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, MKes
Anggota : dr. Halinda Sari Lubis, MKKK
Ir. Kalsum, MKes
PERNYATAAN
UPAYA PENGENDALIAN EFEK FISIOLOGIS
AKIBAT HEAT STRESS PADA PEKERJA
INDUSTRI KERUPUK TIGA BINTANG
KECAMATAN BINJAI UTARA
TAHUN 2008
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Agustus 2008
ABSTRAK
Pekerja bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara terpapar panas pada suhu 32,90C selama 8 (delapan) jam kerja. Kondisi ini akan menyebabkan gejala heat stress seperti pusing, kaku/kram otot, lelah, jantung berdebar-debar, dan mual/muntah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui besar tekanan panas pada bagian penggorengan, mengetahui keluhan subyektif pekerja akibat heat stress, mengetahui pengaruh pengaturan waktu istirahat dan pemberian jus jambu biji terhadap tekanan darah, dan mengetahui pengaruh waktu istirahat dan pemberian jus jambu biji terhadap temperatur tubuh akibat heat
stress di lingkungan kerja.
Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen, one group before and after
design, dengan intervensi pengaturan waktu istirahat dan pemberian jus jambu biji
pada pekerja. Sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 18 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan pengukuran tekanan darah menggunakan spigmomanometer serta pengukuran temperatur tubuh menggunakan termometer aksila. Uji statistik dilakukan dengan uji t berpasangan menggunakan program komputer.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar tekanan panas rata-rata pada bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang yaitu 32,90C, keluhan subyektif yang sering dirasakan pekerja yaitu kelelahan 50%, pusing 27,8%, dan kaku/kram otot 11,1%, pengaturan waktu istirahat dan pemberian jus jambu biji berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan tekanan darah sistol dan diastol, serta pengaturan waktu istirahat dan pemberian jus jambu biji berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan temperatur tubuh pekerja bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang.
Disarankan kepada pekerja untuk tetap melaksanakan waktu istirahat dan mengkonsumsi jus jambu biji serta memakai pakaian kerja yang terbuat dari katun, dan kepada pengusaha untuk mengatur tata letak lokasi penggorengan dengan baik dan bekerjasama dengan petugas kesehatan dalam melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.
ABSTRACT
The workers in the frying section of Tiga Bintang Kerupuk Industry in Binjai Utara are exposed to the temperature of 32.90C for 8 (eight) working hours. This condition will result ini the symptoms of heat stress such as feeling dizzy, stiff/muscle cramp, tired, heart pounding, and nausea/vomiting.
The type of this research is quasi-experiment, i.e. one group before and after design with an intervention of arranging the break time and giving guava juice to the workers. The purpose of this study is to examine the degree of heat pressure in the frying section, to find out the workers’ subjectives complaint due to heat stress, to look at the influence of arranging the break time and giving guava juice on blood pressure, and to explore the influence of arranging the break time and giving guava juice on body temperature caused by heat stress in the work environment. The sample for this study is 18 workers working in the frying section. The data for this study were collected through questionnaire-based interviews, measuring blood pressure by using spigmomanometer and measuring body temperature by means of axilla thermometer. The data obtained were statistically analyzed by using pair t test using computer program.
The result of this study shows that the average of heat temperature in the frying section of Tiga Bintang Kerupuk Industry is 32.90C, the subjective complaint felt by the workers are feeling tired 50%, feeling dizzy 27,8% and feeling stiff/muscle cramp 11,1%. Break time arrangement and guava juice administration have a significant influence on the increase of systolic and diastolic blood pressure, and break time arrangement and guava juice administration have a significant influence on the increase of body temperature of the workers working in the frying section of Tiga Bintang Kerupuk Industry.
It is suggested that the workers keep making use of their break time and consume guava juice and wear cotton clothes. It is recommended to the companies to arrange a good lay out of the frying section and cooperate with the healthy workers to carry out a periodical medical check-up.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahi rabbil alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis ini sebagai salah satu
syarat dalam menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-2 pada Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Program Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan Tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc selaku Direktur Pasca Sarjana USU,
Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Universitas Sumatera Utara
serta Bapak dan Ibu seluruh staf Dosen yang selama ini memberikan pengajaran
ilmu yang sangat berharga kepada penulis.
2. Komisi pembimbing yaitu : Ibu Dr. Ir. Erna Mutiara, MKes dan Ibu dr. Halinda
Sari Lubis, MKKK yang selalu membimbing dan memberi saran-saran hingga
selesainya Tesis ini.
3. Komisi penguji yaitu : Ibu Ir. Kalsum, MKes dan Bapak dr. Taufik Azhar, MKes
yang banyak memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan penulisan
4. Bapak Kasmarwanto selaku pemilik industri Kerupuk Tiga Bintang Kecamatan
Binjai Utara serta seluruh pekerja yang turut membantu terlaksananya penelitian
hingga selesai.
Tidak lupa pula penulis haturkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada
kedua orang tua, Bapak Muhammad Nurdin Siregar dan Ibu Hj. Amanah Nurbaiyah
yang telah membesarkan,mendidik dan membina dengan penuh kasih sayang serta
diiringi do’a hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada Strata Magister.
Kiranya hanya do’a yang dapat penulis panjatkan semoga Allah SWT yang akan
membalas segala apa yang telah mereka berikan.
Dengan penuh rasa kasih penulis sampaikan kepada suami tercinta, Mulyu
Hendri, SpdI yang selalu memberi dukungan, motivasi dan perhatian dalam
menyelesaikan Tesis ini, seiring rasa kasih yang mendalam kepada ananda
Muhammad Rafiq Mustafa, yang senantiasa membawa kegembiraan dan semangat
dalam hidup ini. Dengan rasa haru Umi persembahkan Tesis ini kiranya menjadi
pendorong bagi Ananda untuk selalu mencintai ilmu dan meraih jenjang pendidikan
yang lebih tinggi.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Tesis ini,
semoga karya ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan
kerja khususnya.
Medan, Agustus 2008
RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS
1. Nama : Hikmah Ridha Siregar
2. Jenis Kemin : Perempuan
3. Agama : Islam
4. Tempat/Tanggal lahir : Medan, 27 Desember 1976
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SD Negeri 060794 Medan Tahun 1983 - 1989
2. SMP Negeri 3 Medan Tahun 1989 - 1992
3. SMA Negeri 5 Medan Tahun 1992 - 1995
4. FKM USU Medan Tahun 1995 - 1999
5. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kekhususan Kesehatan Kerja Sekolah Pasca Sarjana
USU Medan Tahun 2006 - 2008
C. RIWAYAT PEKERJAAN
DAFTAR ISI
2.2 Pengaruh Fisiologis Akibat Tekanan Panas ... 13
2.3 Tekanan Darah ... 15
2.4 Temperatur Tubuh ... 18
2.5 Pengendalian Lingkungan Kerja Panas ... 20
2.6 Buah Jambu Biji (Psidium guajava linn) ... 23
2.7 Landasan Teori ... 28
2.8 Kerangka Konsep ... 31
BAB 3 METODE PENELITIAN ... 32
3.1 Jenis Penelitian ... 32
3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 32
3.3 Populasi dan Sampel ... 33
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 34
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 34
3.6 Pelaksanaan Penelitian ... 36
3.7 Metode Pengukuran ... 38
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 41
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 41
4.2 Analisis Univariat ... 44
4.2.1 Karakteristik Responden ... 44
4.2.2 Data Keluhan Subyektif Responden ... 46
4.2.3 Hasil Pengukuran ... 47
4.3 Analisis Bivariat ... 49
4.3.1 Pengaruh Pengaturan Waktu Istirahat dan Pemberian Jus Jambu Biji Terhadap Tekanan Darah ... 49
4.3.2 Pengaruh Pengaturan Waktu Istirahat dan Pemberian Jus Jambu Biji Terhadap Temperatur Tubuh ... 50
BAB 5 PEMBAHASAN ... 52
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 59
6.1 Kesimpulan ... 59
6.2 Saran ... 59
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Pengaturan Waktu Kerja dengan ISBB ... 12
2.2 Kandungan Gizi Jambu Biji dalam 100 gr Bagian yang
Dapat Dimakan (BDD) ... 26
4.1 Tekanan Panas di Industri Kerupuk Tiga Bintang
Mei 2008 ... 43
4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Bagian
Penggorengan Industri Kerupuk Tiga Bintang . ... 44
4.3 Data Keluhan Subyektif Responden Selama Bekerja Akibat
Heat Stress di Bagian Penggorengan Industri Kerupuk
Tiga Bintang ... 46
4.4 Data Keluhan Subyektif Pengeluaran Keringat, Kebiasaan Minum, dan Kebiasaan Buang Air Kecil (BAK) Responden
di Bagian Penggorengan Industri Kerupuk Tiga Bintang ... 47
4.5 Tekanan Darah Responden Sebelum dan Sesudah Pengaturan Waktu Istirahat dan Pemberian Jus Jambu Biji di Bagian
Penggorengan Industri Kerupuk Tiga Bintang ... 48
4.6 Temperatur Tubuh Responden Sebelum dan Sesudah Pengaturan Waktu Istirahat dan Pemberian Jus Jambu Biji di Bagian
Penggorengan Industri Kerupuk Tiga Bintang ... 48
4.7 Distribusi Rata-rata Tekanan Darah Sistol dan Diastol Sebelum dan Sesudah Pengaturan Waktu Istirahat dan Pemberian Jus
Jambu Biji ... 49
4.8 Distribusi Rata-rata Temperatur Tubuh Sebelum dan Sesudah
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Landasan Teori ... 30
2.2 Kerangka Konsep ... 31
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Jadwal Penelitian ... 64
2. Surat Pernyataan ... 65
3. Kuesioner ... 66
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan di bidang kesehatan pada hakekatnya merupakan bagian
integral dari pembangunan kesejahteraan bangsa secara berkesinambungan,
terus-menerus dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menggapai cita-cita luhur yakni
terciptanya masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun material.
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 2004 mengamanatkan perlunya
meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung
melalui pendekatan paradigma sehat, dengan memberikan prioritas pada upaya
peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan rehabilitasi.
Pokok-pokok pemikiran dalam GBHN tersebut merupakan dasar untuk
mengembangkan rencana Pembangunan Indonesia Sehat 2010 (Darmanto, 1999).
Menurut Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, sehat
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Maka dengan kesehatan yang baik
manusia akan mampu bekerja dan berprestasi. Bagi tenaga kerja, kesehatan
merupakan modal utama untuk dapat bekerja dengan baik.
Kesehatan kerja merupakan suatu spesialisasi ilmu kesehatan yang
mempunyai tujuan meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik
penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja.
Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 86 ayat 2
menyatakan bahwa upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk
memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/
buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian
bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.
Agar seseorang dapat bekerja dengan baik maka perlu kenyamanan
lingkungan tempat kerja, karena lingkungan fisik yang tidak nyaman terutama bekerja
pada tekanan panas dapat mempengaruhi kesehatan pekerja. Ketidaknyamanan iklim
kerja fisik mengakibatkan perubahan fungsional pada organ tubuh manusia. Kondisi
panas yang berlebih-lebihan mengakibatkan rasa letih, kantuk, mengurangi kestabilan
dan meningkatkan angka kesalahan kerja (Grandjean, 1986). Suhu panas berakibat
menurunnya prestasi kerja fikir dan penurunan sangat hebat sesudah 320C. Suhu
panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan
keputusan, mengganggu kecermatan otak, mengganggu koordinasi saraf perasa dan
saraf motoris (Suma’mur, 1996).
Seorang karyawan dapat bekerja secara efisien dan produktif bila lingkungan
kerja nyaman. Banyak faktor yang mempengaruhi kenyamanan lingkungan kerja di
antaranya adalah tekanan panas. Menurut hasil penelitian suhu udara yang dirasakan
nyaman bagi pekerja Indonesia adalah antara 24-260C dan kelembaban relatif 30-70%
pekerja terpaksa bekerja di lingkungan kerja yang tingkat tekanan panasnya di atas
nilai ambang batas (Agati, 2003).
Pemerintah telah membuat Undang-Undang tentang kesehatan kerja
khususnya pada Kepmenaker No : Kep 51/Men/1999 bertujuan untuk memberikan
perlindungan terhadap tenaga kerja yang bekerja pada iklim di atas nilai ambang
batas (NAB) dan Permenakertrans RI No. Per-03/Men/1982 tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja.
Kenyataannya di lapangan masih banyak perusahaan yang tidak
menghiraukan peraturan tersebut. Penyebabnya mungkin karena kurangnya
pengertian tenaga kerja maupun para pengelola industri terhadap masalah-masalah
yang ada hubungannya dengan kesehatan dan keselamatan, ditambah lagi dengan
sulitnya mencari pekerjaan atau kesempatan bekerja yang sangat terbatas sehingga
berbagai risiko karena pekerjaan, baik yang disadari maupun yang tidak disadari
belum dianggap sesuatu yang perlu diperhatikan (Agati, 2003).
Menurut Siswantara (2006) pekerja di dalam lingkungan kerja panas dapat
mengalami tekanan panas. Panas yang dihasilkan selama proses produksi akan
menyebar ke seluruh lingkungan kerja, sehingga mengakibatkan suhu udara di
lingkungan kerja juga meningkat. Iklim kerja yang panas mempunyai dampak negatif
terhadap respon fisiologis pekerja sehingga diperlukan pekerja yang sehat, fit, muda,
dan sudah beraklimatisasi untuk bekerja didalamnya. Asupan air dan garam yang
cukup merupakan salah satu bentuk pengendalian selain itu perlu juga penyesuaian
Paparan panas selama berjam-jam mengganggu sistem keseimbangan tubuh,
di mana tubuh mengeluarkan keringat sebagai mekanisme kompensasi. Pusat panas
tubuh terletak pada bagian otak yang mengatur aliran darah melalui
pembuluh-pembuluh kulit seperti keringat dan pusat panas ini akan mengatur keseimbangan
panas di dalam tubuh. Pada temperatur lingkungan di atas 250C, kulit manusia
mampu untuk kehilangan panas melalui proses konveksi atau radiasi dan keluarnya
keringat merupakan satu-satunya mekanisme yang ada (Nurmianto, 2004). Hilangnya
banyak cairan karena berkeringat menyebabkan kelelahan, tekanan darah rendah dan
kadang pingsan. Pengeluaran keringat merupakan mekanisme penguapan tubuh
sehingga temperatur tubuh turun dan kulit tubuh menjadi dingin (NIOSH, 1986).
Heat stress dapat menimbulkan efek negatif berupa gangguan psikologis dan
gangguan fisiologis bagi tenaga kerja. Gangguan fisiologis berupa meningkatnya
kapasitas pembuluh darah yang mengakibatkan dilatasi pembuluh darah dan
menurunkan tekanan darah. Penurunan tekanan darah dapat menyebabkan lemah dan
pusing sehingga produktivitas pekerja menurun. Meningkatnya pengeluaran keringat
yang merupakan mekanisme penguapan tubuh dapat menyebabkan temperatur tubuh
menurun. Apabila heat stress tidak dilakukan upaya pengendaliannya dapat
mengakibatkan kedaruratan heat stress yaitu : heat rash, heat cramps, heat
exhaustion dan heat stroke (OSHA, 1995).
Keseimbangan air di dalam tubuh dipengaruhi oleh persentase larutan dalam
tubuh dan tekanan osmotik. Kedua keadaan ini dapat mengalami perubahan oleh
kreatinin) serta molekul yang lebih besar (plasma protein). Tubuh harus mampu
memelihara konsentrasi elektrolit yang sesuai di dalam cairan tubuh, sehingga
tercapai keseimbangan cairan dan elektrolit. Ketidakseimbangan terjadi pada kondisi
dehidrasi (kehilangan air secara berlebihan) akibat terpapar panas dalam waktu yang
cukup lama (Almatsier, 2004).
Pemberian jus jambu biji diharapkan dapat menggantikan cairan tubuh yang
hilang akibat paparan panas yang tinggi pada lingkungan kerja. Jambu biji merupakan
buah yang sangat istimewa karena memiliki kandungan zat gizinya yang tinggi,
seperti vitamin C, potasium, dan besi. Selain itu, juga kaya zat nongizi, seperti serat
pangan, komponen karotenoid, dan polifenol. Vitamin C sangat dibutuhkan tubuh
untuk aklimatisasi setelah terpapar panas, dengan memberikan vitamin C setiap hari
sangat baik bagi tubuh yang langsung bekerja dalam lingkungan panas selama 4-8
jam sehari, dengan meningkatnya pengeluaran keringat dapat meningkatkan laju
aliran darah (Utami, 2004).
Pengaturan waktu istirahat diperlukan bagi mereka yang terpapar panas
selama bekerja. Periode istirahat pendek diberikan selama masa kerja yang panjang,
untuk itu perlu disediakan ruangan istirahat yang dingin dan tidak terpapar panas.
Pengaturan waktu istirahat 15 menit setelah 2 jam bekerja terus-menerus pada
lingkungan kerja panas dengan tingkat beban kerja sedang harus diberikan (NIOSH,
1986).
Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2004) tentang Program Intervensi
Heat Stress di instalasi Gizi RS Dr. Pirngadi Medan menunjukkan bahwa dengan
pemberian minuman jus tomat dan pengaturan waktu istirahat mempengaruhi tekanan
darah dan temperatur tubuh petugas gizi secara signifikan akibat heat stress.
Survei awal yang dilakukan pada pekerja industri kerupuk di bagian
penggorengan, diketahui bahwa pekerja terpapar panas dalam waktu yang lama dan
pada suhu yang cukup tinggi serta belum dilakukan upaya pengendalian akibat
tekanan panas (heat stress) tersebut. Tempat para pekerja berada di dalam satu
ruangan berukuran 8 meter x 6 meter, di mana terdapat 6 tungku pembakaran yang
dijajarkan memanjang. Para pekerja di tempat tersebut sering merasakan
ketidaknyamanan dalam bekerja akibat suhu panas tadi. Keringat yang dihasilkanpun
cukup banyak, ditambah lagi mereka bekerja secara terus-menerus, di mana tidak
adanya jam istirahat yang ditetapkan secara khusus. Jika hal ini diabaikan akan
menimbulkan dampak negatif bagi pekerja yang akhirnya dapat menurunkan
produktivitas kerja. Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian untuk
mengetahui efek fisiologis akibat heat stress dan upaya pengendaliannya pada
pekerja industri kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara tahun 2008.
1.2 Perumusan Masalah
Industri kecil seperti industri kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara
yang dikelola secara tradisional mempunyai lingkungan kerja yang buruk yaitu
pekerjaan yang juga panas. Bila bekerja dengan lingkungan panas dibutuhkan waktu
istirahat pendek di antara istirahat panjang dan harus mengkonsumsi makanan/
minuman pengganti cairan tubuh yang hilang, karena lingkungan panas dapat
menurunkan tekanan darah dan suhu tubuh disebabkan pengeluaran keringat yang
cukup banyak. Berdasar uraian tersebut maka rumusan masalah yang akan dibahas
pada penelitian ini adalah : perlu dilakukan upaya pengendalian efek fisiologis akibat
heat stress pada pekerja industri kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara tahun
2008.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui besar tekanan panas pada bagian penggorengan industri
kerupuk Tiga Bintang.
2. Mengetahui keluhan subyektif pekerja akibat heat stress pada bagian
penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang.
3. Mengetahui pengaruh pengaturan waktu istirahat dan pemberian jus jambu
biji terhadap tekanan darah pekerja akibat heat stress di lingkungan kerja.
4. Mengetahui pengaruh pengaturan waktu istirahat dan pemberian jus jambu
biji terhadap temperatur tubuh pekerja akibat heat stress di lingkungan
1.4 Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh pengaturan waktu istirahat dan pemberian jus jambu biji
terhadap tekanan darah pekerja akibat heat stress di industri kerupuk Tiga
Bintang Kecamatan Binjai Utara.
2. Ada pengaruh pengaturan waktu istirahat dan pemberian jus jambu biji
terhadap temperatur tubuh pekerja akibat heat stress di industri kerupuk
Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Memberi masukan kepada pihak pengusaha upaya apa yang dapat dilakukan
dalam mengatasi heat stress di tempat kerja untuk mendapatkan hasil
produktivitas yang tinggi.
2. Sebagai pedoman bagi pekerja yang bekerja di lingkungan panas untuk
mengantisipasi terjadinya pengaruh paparan panas di tempat kerja.
3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya dalam mencari solusi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tekanan Panas (Heat Stress)
2.1.1 Definisi Heat Stress
Menurut Suma’mur (1996) cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara,
kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor itu
dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas.
Tekanan panas (heat stress) adalah batasan kemampuan penerimaan panas
yang diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat melakukan
pekerjaan dan faktor lingkungan (seperti temperatur udara, kelembaban, pergerakan
udara, dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. Pada saat heat
stress mendekati batas toleransi tubuh, risiko terjadinya kelainan kesehatan
menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2001).
2.1.2 Lingkungan Kerja Panas
Pekerja di dalam lingkungan panas, seperti di sekitar furnaces, peleburan,
boiler, oven, tungku, pemanas atau bekerja di luar ruangan di bawah terik matahari
dapat mengalami tekanan panas. Selama aktivitas pada lingkungan panas tersebut,
tubuh secara otomatis akan memberikan reaksi untuk memelihara suatu kisaran panas
lingkungan yang konstan dengan menyeimbangkan antara panas yang diterima dari
luar tubuh dengan kehilangan panas dari dalam tubuh. Menurut Suma’mur (1984) dan
hampir menetap (homoeotermis) oleh suatu pengaturan suhu (thermoregulatory
system). Suhu menetap ini dapat dipertahankan akibat keseimbangan di antara panas
yang dihasilkan dari metabolisme tubuh dan pertukaran panas di antara tubuh dan
lingkungan sekitarnya.
Menurut VOHSC & VCAB (1991) dan Bernard (1996) dalam Tarwaka
(2004) produksi panas di dalam tubuh tergantung dari kegiatan fisik tubuh, makanan,
gangguan sistem pengaturan panas seperti dalam kondisi demam dan lain-lain.
Selanjutnya faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas di antara tubuh
dengan lingkungan sekitarnya adalah panas konduksi, panas konveksi, panas radiasi,
dan panas penguapan.
Di samping itu pekerja di lingkungan panas juga dapat beraklimatisasi untuk
mengurangi reaksi tubuh terhadap panas (heat strain). Pada proses aklimatisasi
menyebabkan denyut jantung lebih rendah dan laju pengeluaran keringat meningkat.
Khusus untuk pekerja yang baru di lingkungan panas diperlukan waktu aklimatisasi
selama 1-2 minggu. Jadi, aklimatisasi terhadap lingkungan panas sangat diperlukan
pada seseorang yang belum terbiasa dengan kondisi tersebut. Aklimatisasi tubuh
terhadap panas memerlukan sedikit liquid tetapi lebih sering diminum. Tablet garam
juga diperlukan dalam proses aklimatisasi. Seorang tenaga kerja dalam proses
aklimatisasi hanya boleh terpapar 50% waktu kerja pada tahap awal, kemudian dapat
2.1.3 Parameter Tekanan Panas
Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas sebagai
berikut (Suma’mur, 1996) :
1. Suhu efektif yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh seseorang
tanpa baju dan kerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan
kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah tidak
memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh sendiri. Untuk
penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi,
dibuatlah Skala Suhu Efektif Dikoreksi. Namun tetap ada kekurangannya yaitu
tidak diperhitungkannya panas hasil metabolisme.
2. Indeks suhu basah bola (Wet Bulb Globe Temperature Index), yaitu rumus-rumus
sebagai berikut :
a. ISBB indoor = 0,7 x suhu basah bola (tnwb) + 0,3 x suhu radiasi (tg)
b. ISBB outdoor = 0,7 x suhu basah bola (tnwb) + 0,2 x suhu radiasi (tg) +
0,1 suhu kering (ta)
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Kep-51/MEN/1999, tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, pasal 1 ayat 5 berbunyi :
“Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan
udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja
sebagai akibat pekerjaannya”.
“Indeks suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang
merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami dan suhu
bola”.
Tabel 2.1. Pengaturan Waktu Kerja dengan ISBB
ISBB (0C) Pengaturan waktu kerja
Beban Kerja
Waktu Kerja Waktu Istirahat Ringan Sedang Berat
Bekerja terus menerus (8 jam/hari)
75 % kerja
Sumber : Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No : Kep-51/MEN/1999
Catatan :
a. Beban kerja ringan membutuhkan kalori 100-200 Kkal/ jam
b. Beban kerja sedang membutuhkan kalori > 200-350 Kkal/ jam
c. Beban kerja berat membutuhkan kalori > 350-500 Kkal/ jam
3. Indeks kecepatan keluar keringat selama 4 jam (=predicated-4-hour sweetrate
disingkat P4SR), yaitu banyaknya keringat keluar selama 4 jam, sebagai akibat
kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan gerakan udara serta panas radiasi.
Dapat pula dikoreksi dengan pakaian dan tingkat kegiatan pekerjaan-pekerjaan.
4. Indeks Belding-Hatch, dihubungkan dengan kemampuan berkeringat dari orang
standard yaitu seseorang muda dengan tinggi 170 cm dan berat 154 pond, dalam
panas. Dalam lingkungan panas, efek pendinginan dari penguapan keringat adalah
terpenting untuk keseimbangan termis. Maka dari itu, Belding dan Hatch
mendasarkan indeksnya atas perbandingan banyaknya keringat yang diperlukan
untuk mengimbangi panas dan kapasitas maksimal tubuh untuk berkeringat.
Untuk menentukan indeks tersebut, diperlukan pengukuran-pengukuran suhu
kering dan basah, suhu globetermometer, kecepatan aliran udara, produksi panas
akibat kegiatan dalam pekerjaan.
2.2 Pengaruh Fisiologis Akibat Tekanan Panas
Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh untuk
memelihara keseimbangan panas. Menurut Pulat (1992) dalam Tarwaka (2004)
bahwa reaksi fisiologis tubuh (heat strain) oleh karena peningkatan temperatur udara
di luar comfort zone adalah sebagai berikut :
a. Vasodilatasi
b. Denyut jantung meningkat
c. Temperatur kulit meningkat
d. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat dan lain-lain
Selanjutnya apabila pemaparan terhadap tekanan panas terus berlanjut, maka
risiko terjadi gangguan kesehatan juga akan meningkat. Menurut Graham (1992) dan
Bernard (1996) dalam Tarwaka (2004) reaksi fisiologis akibat pemaparan panas yang
berlebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampai
juga menyebabkan penurunan berat badan. Menurut hasil penelitian Priatna (1990)
dalam Tarwaka (2004) bahwa pekerja yang bekerja selama 8 jam/hari berturut-turut
selama 6 minggu, pada ruangan dengan Indeks Suhu Basah Bola (ISBB) antara
32,02-33,010C menyebabkan kehilangan berat badan sebesar 4,23 %.
Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan
panas yang berlebihan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Gangguan perilaku dan performansi kerja, seperti terjadinya kelelahan, sering
melakukan istirahat curian, dan lain-lain.
b. Dehidrasi, yaitu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik
oleh pergantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan.
Pada kehilangan cairan tubuh < 1,5 % gejalanya tidak nampak, kelelahan muncul
lebih awal dan mulut mulai kering.
c. Heat Rash, keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit akibat
kondisi kulit terus basah. Pada kondisi demikian pekerja perlu beristirahat pada
tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak penghilang keringat.
d. Heat Cramps, merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat
keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang
kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit
garam natrium.
e. Head Syncope atau Fainting, keadaan ini disebabkan karena aliran darah ke otak
tidak cukup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan kulit atau
f. Heat Exhaustion, keadaan ini terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu banyak
cairan dan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering, sangat haus, lemah,
dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami pekerja yang belum
beraklimatisasi terhadap suhu udara panas.
2.3 Tekanan Darah
2.3.1 Definisi Tekanan Darah
Tekanan darah adalah menunjukkan keadaan di mana tekanan yang dikenakan
oleh darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh
anggota tubuh. Sebenarnya tekanan darah berarti tenaga yang digunakan oleh darah
terhadap setiap satuan daerah dari dinding pembuluh tersebut (Guyton, 1981).
Tekanan darah dapat dilihat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya
ditunjukkan dengan angka 120/80 mmHg. Angka 120 menunjukkan tekanan pada
pembuluh arteri ketika jantung berkontraksi, disebut dengan tekanan sistolik. Angka
80 menunjukkan tekanan ketika jantung sedang berelaksasi, disebut dengan tekanan
diastolik (Ganong, 1983).
Tekanan darah diukur dengan manometer air raksa (spigmomanometer) dalam
satuan milimeter air raksa atau mmHg. Tekanan darah ini sangat penting dalam
sistem sirkulasi darah dan selalu diperlukan untuk daya dorong mengalirnya darah di
dalam arteri, arteriola, kapiler dan sistem vena, sehingga terbentuklah aliran darah
Tekanan darah seseorang dapat lebih atau kurang dari batasan nilai normal.
Jika melebihi normal, orang tersebut menderita tekanan darah tinggi/hipertensi.
Sebaliknya jika kurang dari normal, orang tersebut menderita tekanan darah
rendah/hipotensi (Vitahealth, 2004).
Tekanan darah rendah adalah kondisi abnormal di mana tekanan darah
seseorang jauh lebih rendah dari pada biasanya, yang dapat menyebabkan gejala
pusing/tidak bisa berpikir secara jernih atau bergerak dengan mantap (light
headedness).
Penyebab tekanan darah rendah antara lain ”hipotensi ortostatik”, yang berarti
bahwa pembuluh darah tidak menyesuaikan diri terhadap posisi berdiri, sehingga
terjadi penurunan tekanan darah. Penyebab lainnya adalah dehidrasi (kekurangan
cairan), reaksi tubuh terhadap panas, sehingga darah berpindah ke pembuluh darah di
kulit, sehingga memicu dehidrasi, gagal jantung, serangan jantung, perubahan irama
jantung, pingsan (stres emosional, takut, rasa tidak aman/nyeri), anafilaksis (reaksi
alergi yang mengancam jiwa), donor darah, peredaran darah di dalam tubuh,
kehilangan darah, kehamilan, atherosklerosis (pengerasan dinding arteri).
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu (Kozier, 1987) :
a. Usia
Perbedaan usia mempengaruhi tekanan darah. Tekanan darah rata-rata orang
b. Latihan
Latihan fisik meningkatkan cardiac output oleh karena itu meningkatkan tekanan
darah.
c. Emosi dan stres fisik
Emosi, kecemasan, rasa takut, stres fisik dan rasa sakit dapat meningkatkan
tekanan darah oleh karena rangsangan terhadap saraf simpatis menghasilkan
peningkatan cardiac output dan vasokonstriksi arteri.
2.3.3 Proses Penurunan Tekanan Darah Akibat Lingkungan Panas
Air secara normal akan hilang dari tubuh ke lingkungan melalui 4 jalan :
ginjal (kemih), usus halus (feses), paru-paru (penguapan air dalam udara ekspirasi),
dan kulit (melalui penguapan dan keringat). Hilangnya air melalui penguapan dari
paru-paru dan kulit dikenal sebagai kehilangan air yang tidak disadari yang bertujuan
untuk mengatur temperatur tubuh.
Keringat adalah cairan hipotonik yang terutama terdiri dari air, natrium, dan
klorida. Selama latihan yang berat pada lingkungan yang panas, bisa terjadi
kehilangan 1 L keringat/jam, sehingga dapat menyebabkan kekurangan volume cairan
jika asupannya tidak mencukupi. Kebutuhan normal cairan setiap hari pada orang
dewasa kira-kira 2,5 L.
Berkurangnya volume ekstrasellular (hipovolemia) menganggu curah jantung
dengan mengurangi arah balik vena ke jantung. Manifestasi klinis dari berkurangnya
volume terlihat pada efek langsung yang menurunkan curah jantung, dan efek
curah jantung. Karena tekanan arteri = curah jantung x tahanan perifer total, maka
penurunan curah jantung berakibat menurunnya tekanan darah (Price, 1984).
2.4 Temperatur Tubuh
2.4.1 Definisi Temperatur Tubuh
Temperatur tubuh adalah keseimbangan antara panas yang dihasilkan dalam
tubuh dan panas yang hilang. Tubuh seseorang yang sehat dapat mempertahankan
temperatur secara tetap terhadap perubahan kondisi lingkungan oleh karena
keberadaan organ sistem pengatur tubuh atau thermoregulatory system yaitu
hypothalamus (Kozier, 1987).
Menurut Suma’mur (1996) suhu tubuh manusia hampir menetap
dipertahankan oleh suatu sistem pengatur suhu. Suhu menetap ini karena adanya
keseimbangan antara panas yang dihasilkan di dalam tubuh karena proses
metabolisme dan pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan sekitar.
2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Temperatur Tubuh
Faktor- faktor yang mempengaruhi temperatur tubuh yaitu (Kozier, 1987) :
a. Usia
Perbedaan usia menyebabkan adanya perbedaan temperatur. Temperatur tubuh
b. Emosi
Pengaruh emosi menyebabkan perbedaan yang besar terhadap temperatur tubuh.
Emosi yang tinggi dapat meningkatkan temperatur tubuh dan dalam keadaan
depresi temperatur tubuh berkurang oleh karena menurunnya produksi panas.
c. Latihan
Temperatur tubuh dapat mengalami peningkatan karena aktivitas otot, misalnya
latihan fisik.
d. Makanan, minuman dan alkohol
Makanan panas atau dingin dapat menyebabkan temperatur tidak menetap, contoh
makan es krim dapat menurunkan temperatur mulut sekitar 0,90C atau 1,60F.
e. Lingkungan
Lingkungan memberikan pengaruh terhadap temperatur tubuh walaupun tidak
semua temperatur pasien mengalami peningkatan karena cuaca panas, hanya
sebagian.
2.4.3 Proses Penurunan Temperatur Tubuh Akibat Lingkungan Panas
Tubuh mempunyai kadar air yang tinggi. Komponen air di dalam tubuh
dikenal sebagai cairan tubuh dan mengandung elektrolit dan mineral seperti sodium,
potassium, kalsium dan klorida. Keseimbangan air tubuh diatur oleh hormon
antidiuretik (ADH) yang mempertahankan isoosmotik plasma. Peningkatan
osmolalitas plasma merangsang rasa haus maupun pelepasan ADH.
Kehilangan air melalui keringat dapat terjadi pada temperatur lingkungan
akhirnya mempengaruhi keseimbangan garam-garam di dalam tubuh. Keseimbangan
garam diatur oleh hormon aldosteron dengan tujuan mempertahankan volume
ekstrasellular. Akibat kekurangan volume cairan, yang berarti berkurangnya volume
ekstrasellular (hipovolemia) mengganggu curah jantung, mengurangi alir balik vena
ke jantung.
Paparan panas di lingkungan kerja meningkatkan aliran darah untuk
membawa panas tersebut ke permukaan tubuh. Akibat aliran darah tersebut, kulit
tubuh mengalami dilatasi dan membuka pori-pori untuk mengeluarkan panas melalui
pengeluaran keringat. Mekanisme penguapan menyebabkan tubuh menjadi dingin dan
temperatur tubuh menurun (Price, 1994).
2.5 Pengendalian Lingkungan Kerja Panas
Untuk mengendalikan pengaruh paparan tekanan panas terhadap tenaga kerja
perlu dilakukan koreksi tempat kerja, sumber-sumber panas lingkungan dan aktivitas
kerja yang dilakukan. Koreksi tersebut dimaksudkan untuk menilai secara cermat
faktor-faktor tekanan panas dan mengukur ISBB pada masing-masing pekerjaan
sehingga dapat dilakukan langkah pengendalian secara benar. Di samping itu koreksi
itu juga dimaksudkan untuk menilai efektifitas dari sistem pengendalian yang telah
dilakukan di masing-masing tempat kerja (Tarwaka, 2004).
Teknik pengendalian terhadap pemaparan tekanan panas di perusahaan dapat
a. Mengurangi faktor beban kerja dengan mekanisasi.
b. Mengurangi beban panas radiasi dengan cara :
1. Menurunkan temperatur udara dari proses kerja yang menghasilkan panas.
2. Relokasi proses kerja yang menghasilkan panas.
3. Penggunaan tameng panas dan alat pelindung yang dapat memantulkan panas.
c. Mengurangi temperatur dan kelembaban. Cara ini dapat dilakukan melalui
ventilasi pengenceran (dilution ventilation) atau pendinginan secara mekanis
(mechanical cooling). Cara ini telah terbukti secara dramatis dapat menghemat
biaya dan meningkatkan kenyamanan (Bernard, 1996 dalam Tarwaka, 2004).
d. Meningkatkan pergerakan udara. Peningkatan pergerakan udara melalui ventilasi
buatan dimaksudkan untuk memperluas pendinginan evaporasi, tetapi tidak boleh
melebihi 0,2 m/det. Sehingga perlu dipertimbangkan bahwa menambah
pergerakan udara pada temperatur yang tinggi (> 400C) dapat berakibat kepada
peningkatan panas.
e. Pembatasan terhadap waktu pemaparan panas dengan cara :
1. Melakukan pekerjaan pada tempat panas pada pagi dan sore hari.
2. Penyediaan tempat sejuk yang terpisah dengan proses kerja untuk pemulihan.
3. Mengatur waktu kerja-istirahat secara tepat berdasarkan beban kerja dan nilai
ISBB. Menurut Suma’mur (1996) produktivitas seseorang akan menurun
setelah bekerja 4 jam, keadaan ini terjadi seiring dengan menurunnya kadar
gula dalam darah. Pengaturan waktu istirahat diperlukan bagi mereka yang
masa kerja yang panjang, untuk itu perlu disediakan ruangan istirahat yang
dingin dan tidak terpapar panas. Pengaturan waktu istirahat 15 menit setelah 2
jam bekerja terus-menerus pada lingkungan kerja panas dengan tingkat beban
kerja sedang harus diberikan (NIOSH, 1986).
f. Mengganti cairan yang hilang selama terpapar panas. Hilangnya air melalui
keringat merupakan kehilangan cairan yang tidak disadari. Tipe kehilangan air ini
meningkat pada temperatur lingkungan yang tinggi. Untuk itu perlu dilakukan
pemeliharaan keseimbangan cairan tubuh dengan cara :
1. minum air dingin yang mempunyai suhu 500F-600F.
2. minum air sebelum bekerja dan total air yang diminum selama bekerja 4-6
gelas per hari (Martin, 1987).
3. Jus buah juga baik dikonsumsi untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang.
Selain rasanya enak dan segar, pada jus terkandung beragam vitamin dan
mineral yang dapat menyehatkan dan mengembalikan kebugaran tubuh
(PDGI, 2006).
g. Meningkatkan kemampuan fisik pekerja terhadap lingkungan panas, yaitu :
1. melakukan latihan/senam misalnya : aerobik.
2. tidak meminum alkohol.
h. Menyediakan alat pelindung diri berupa : baju atau jaket dingin, pakaian yang
2.6 Buah Jambu Biji (Psidium guajava linn)
2.6.1 Kandungan dan Manfaat Buah Jambu Biji
Jambu biji adalah salah satu tanaman buah jenis perdu, dalam bahasa Inggris
disebut Lambo guava. Tanaman ini berasal dari Brazilia Amerika Tengah, menyebar
ke Thailand kemudian ke negara Asia lainnya seperti Indonesia. Hingga saat ini telah
dibudidayakan dan menyebar luas di daerah-daerah Jawa. Jambu biji sering disebut
juga jambu klutuk, jambu siki, atau jambu batu (Prihatman, 2000).
Jambu biji dikatakan buah yang sangat istimewa karena memiliki kandungan
zat gizinya yang tinggi, seperti vitamin C, potasium, dan besi. Selain itu, juga kaya
zat nongizi, seperti serat pangan, komponen karotenoid, dan polifenol. Buah jambu
biji bebas dari asam lemak jenuh dan sodium, rendah lemak dan energi, tetapi tinggi
akan serat pangan.
Di antara berbagai jenis buah, jambu biji mengandung vitamin C yang paling
tinggi dan cukup mengandung vitamin A. Dibanding buah-buahan lainnya seperti
jeruk manis yang mempunyai kandungan vitamin C 49 mg/100 gram bahan,
kandungan vitamin C jambu biji 2 kali lipat. Vitamin C ini sangat baik sebagai zat
antioksidan. Sebagian besar vitamin C jambu biji terkonsentrasi pada kulit dan daging
bagian luarnya yang lunak dan tebal. Kandungan vitamin C jambu biji mencapai
puncaknya menjelang matang (Astawan, 2006).
Kandungan vitamin C pada jambu biji sanggup memenuhi kebutuhan harian
anak berusia 13-20 tahun yang mencapai 80-100 mg per hari, atau kebutuhan vitamin
jambu biji dengan berat 275 gr per buah dapat mencukupi kebutuhan harian akan
vitamin C pada tiga orang dewasa atau dua anak-anak (Yuan, 2008).
Vitamin C merupakan komponen dasar pembentukan jaringan penghubung
dalam tubuh. Pembentukan kolagen optimal sangat diperlukan untuk pembentukan
ligamen, tendon, dentin, kulit, pembuluh darah, dan tulang. Juga membantu proses
penyembuhan luka dan perbaikan jaringan. Vitamin C juga berperan dalam proses
penyerapan zat besi nonorganik (zat besi dan makanan nonhewani) sehingga dapat
mencegah dan membantu penyembuhan anemia (lesu darah). Vitamin C memiliki
kemampuan sebagai antioksidan, yang dapat membantu mencegah kerusakan sel
akibat aktivitas molekul radikal bebas. Dalam tubuh, molekul radikal bebas
mengoksidasi protein, asam lemak, dan DNA. Kerusakan akibat radikal bebas
berimplikasi pada timbulnya sejumlah penyakit, termasuk kanker, kardiovaskular,
dan katarak.
Secara signifikan, hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa asupan vitamin
C yang tinggi dari makanan dapat mencegah kenaikan LDL teroksidasi. Kadar LDL
teroksidasi tinggi merupakan faktor utama berkembangnya penyakit jantung.
Beberapa penelitian epidemiologi memang telah memperlihatkan hubungan
signifikan antara asupan vitamin C dengan risiko kematian akibat penyakit
kardiovaskular (Suryana, 2008).
Jambu biji juga mengandung kalium yang berfungsi meningkatkan
keteraturan denyut jantung, mengaktifkan kontraksi otot, mengatur pengiriman
dan sel tubuh serta menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida darah. Menurut
Dr. James Cerda dengan memakan jambu biji 0,5 - 1 kg/hari selama 4 minggu risiko
terkena penyakit jantung dapat berkurang sebesar 16 % (Astawan, 2006).
Jambu biji juga mengandung natrium sebesar 26 mg/100 gram, yang berfungsi
untuk menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh. Natriumlah yang sebagian besar
mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan tidak keluar dari sel (Almatsier,
2004).
Jambu biji juga kaya serat, khususnya pektin (serat larut air). Manfaat pektin
antara lain menurunkan kolesterol dengan cara mengikat kolesterol dan asam empedu
dalam tubuh serta membantu mengeluarkannya (Yuan, 2008).
Di samping manfaat jambu biji untuk menjaga kesehatan jantung dan
pembuluh darah serta mencegah munculnya kanker, memperkuat daya tahan tubuh
terhadap serangan penyakit, meningkatkan kesehatan gusi, gigi dan pembuluh kapiler
serta membantu penyerapan zat besi dan penyembuhan luka. Jambu biji juga
berkhasiat anti radang, anti diare dan menghentikan pendarahan (Ditjen BPPHP
Deptan, 2002).
Kandungan gizi dalam 100 gram jambu biji disajikan pada tabel berikut (Ditjen
Tabel 2.2 Kandungan Gizi Jambu Biji dalam 100 Gram Bagian yang Dapat Dimakan (BDD)
Kandungan Jumlah Kandungan Jumlah
Energi 49,00 kal Vitamin A 25 SI
Protein 0,90 gr Vitamin B1 0,05 mg
Lemak 0,30 gr Vitamin B2 0,04 mg
Karbohidrat 12,20 gr Vitamin C 87,00 mg
Kalsium 14,00 mg Niacin 1,10 mg
Fosfor 28,00 mg Serat 5,60 gr
Besi 1,10 mg Air 86 gram
Bagian yang Dapat
Dimakan (BDD) 82 %
2.6.2 Keseimbangan Cairan Tubuh dan Elektrolit
Keseimbangan cairan tubuh adalah keseimbangan antara jumlah cairan yang
masuk dan keluar tubuh. Melalui mekanisme keseimbangan, tubuh berusaha agar
cairan di dalam tubuh setiap waktu berada di dalam jumlah yang tetap/konstan.
Ketidakseimbangan terjadi pada dehidrasi (kehilangan air secara berlebihan) dan
intoksikasi air (kelebihan air). Konsumsi air terdiri atas air yang diminum dan yang
diperoleh dari makanan, serta air yang diperoleh sebagai hasil metabolisme. Air yang
keluar dari tubuh termasuk yang dikeluarkan sebagai urine, air di dalam feses, dan air
yang dikeluarkan melalui kulit dan paru-paru (Almatsier, 2004).
Dalam proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh, air mempunyai dua
mineral serta juga akan berfungsi sebagai pembawa oksigen (O2) ke dalam sel-sel
tubuh. Selain itu, air di dalam tubuh juga akan berfungsi untuk mengeluarkan produk
samping hasil metabolisme seperti karbon dioksida (CO2) dan juga senyawa nitrat.
Selain berperan dalam proses metabolisme, air yang terdapat di dalam tubuh
juga akan memiliki berbagai fungsi penting antara lain sebagai pelembab
jaringan-jaringan tubuh seperti mata, mulut dan hidung, pelumas dalam cairan sendi tubuh,
katalisator reaksi biologik sel, pelindung organ dan jaringan tubuh serta juga akan
membantu dalam menjaga tekanan darah dan konsentrasi zat terlarut. Selain itu agar
fungsi-fungsi tubuh dapat berjalan dengan normal, air di dalam tubuh juga akan
berfungsi sebagai pengatur panas untuk menjaga agar suhu tubuh tetap berada pada
kondisi ideal yaitu ± 370C (Irawan, 2007).
Tubuh harus mampu memelihara konsentrasi elektrolit yang sesuai di dalam
cairan tubuh, sehingga tercapai keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengaturan ini
penting bagi kehidupan sel, karena sel harus secara terus menerus berada di dalam
cairan dengan komposisi yang benar, baik cairan di dalam maupun di luar sel.
Mineral makro terdapat dalam bentuk ikatan garam yang larut dalam cairan tubuh.
Sel-sel tubuh mengatur ke mana garam harus bergerak dengan demikian mengatur ke
mana cairan tubuh harus mengalir, karena cairan mengikuti garam. Kecenderungan
air mengikuti garam disebut osmosis.
Jumlah berbagai jenis garam di dalam tubuh hendaknya dijaga dalam keadaan
luar tubuh, yaitu dari makanan dan minuman. Tubuh mempunyai suatu mekanisme
yang mengatur agar konsentrasi semua mineral berada dalam batas-batas normal.
Pengaturan ini terutama dilakukan oleh saluran cerna dan ginjal.
Secara normal, tubuh juga mampu mempertahankan diri dari
ketidakseimbangan elektrolit. Namun, ada kalanya tubuh tidak mampu mengatasinya.
Ini terjadi bila kehilangan terjadi dalam jumlah banyak sekaligus, seperti pada
muntah-muntah, diare, berkeringat luar biasa, terbakar, luka/perdarahan, dan
sebagainya. Dalam keadaan ini elektrolit pertama yang hilang adalah natrium dan
klorida, karena keduanya merupakan elektrolit ekstraseluler utama dalam tubuh, dan
biasanya perlu segera diberikan cairan elektrolit (Almatsier, 2004).
2.7 Landasan Teori
Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup, terbuka, bergerak
ataupun tetap di mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja
untuk keperluan suatu usaha di mana terdapat sumber-sumber bahaya (UU Nomor 1/
1970 tentang Keselamatan Kerja).
Sumber bahaya yang ditemukan di tempat kerja sangat banyak, salah satunya
adalah bahaya kondisi fisik berupa tekanan panas. Kondisi ini hampir pasti ditemui
pada industri di Indonesia. Sangat disayangkan hingga saat ini masih belum terlihat
upaya maksimal untuk mengatasi hal tersebut. Padahal Indonesia telah
REPELITA pertama. Namun saat ini program ini terlihat belum populer dalam
komunitas industri, tenaga kerja, maupun masyarakat secara umum (Khairida, 2007).
Negara Indonesia merupakan negara tropis dengan ciri utamanya adalah suhu
dan kelembaban yang tinggi. Kondisi awal seperti seharusnya sudah menjadi
perhatian karena iklim kerja yang panas merupakan beban bagi tubuh ditambah lagi
dengan pekerja yang harus mengerjakan pekerjaan fisik yang berat. Hal ini dapat
memperburuk kondisi kesehatan dan stamina pekerja (Agati, 2003).
Panas merupakan sumber penting dalam proses produksi maka tidak menutup
kemungkinan pekerja terpapar langsung, dalam jangka waktu yang lama pekerja yang
terpapar panas dapat mengalami penyakit akibat kerja yaitu menurunnya daya tahan
tubuh dan berpengaruh terhadap timbulnya gangguan kesehatan sehingga
berpengaruh terhadap produktivitas dan efisiensi kerja (Suma’mur, 1996).
Respon-respon fisiologis akan nampak jelas terhadap pekerja dengan iklim
panas tersebut, seperti hasil penelitian Sari (2007) yang menyatakan bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna antara tekanan darah sebelum dan sesudah pemaparan
panas, yang jelas sekali akan memperburuk kondisi pekerja. Selain respon tekanan
darah, sistem termoregulator di otak (hypothalamus) akan merespon dengan beberapa
mekanisme kontrol seperti konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi dengan tujuan
untuk mempertahankan suhu tubuh sekitar 36-370C. Namun apabila paparan
dibiarkan terus-menerus akan menyebabkan kelelahan (fatigue) dan akan
menyebabkan mekanisme kontrol ini tidak lagi bekerja yang pada akhirnya akan
Pengaruh dari cuaca kerja digambarkan pada bagan sebagai berikut
berkurang Kelelahan panas
2.8 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Tekanan Darah
- Temperatur Tubuh - Pengaturan Waktu Istirahat
- Pemberian Jus Jambu Biji
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat kuasi eksperimen jenis rancangan one group
before and after design (Arikunto, 2006), dengan intervensi pengaturan waktu
istirahat dan pemberian jus jambu biji pada pekerja.
3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada industri kerupuk Tiga Bintang yang beralamat di
Kelurahan Cengkeh Turi Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai. Industri ini
memproduksi makanan ringan berupa keripik ubi, alen-alen dan pop corn.
Adapun pemilihan lokasi ini dikarenakan :
1. Ruangan penggorengan di industri kerupuk ini cukup panas, proses kerja juga
panas, dan bangunan ruangan kurang memadai untuk proses kerja.
2. Belum pernah dilakukan upaya program pengendalian lingkungan kerja panas di
industri tersebut .
3. Adanya kemudahan dan dukungan dari pihak pengusaha untuk melakukan
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dimulai dengan melakukan penelusuran pustaka, konsultasi,
dilanjutkan dengan mempersiapkan proposal penelitian, kolokium, dan penelitian di
lapangan, pengumpulan data, analisis data serta penyusunan laporan penelitian atau
seminar hasil, membutuhkan waktu selama 8 (delapan) bulan mulai bulan Desember
2007 s/d Juli 2008.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja pada bagian
penggorengan di industri kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara sejumlah 20
orang, di mana yang memenuhi kriteria inklusi sejumlah 18 orang.
3.3.2 Sampel
Cara pengambilan sampel dengan pembatasan subjek yang memenuhi kriteria
inklusi sebagai berikut :
a. usia 20-40 tahun dan terpapar panas selama lebih atau sama dengan 4 jam
b. tidak ada riwayat hipotensi/hipertensi
c. berbadan sehat
d. Indeks Massa Tubuh (IMT) normal, pada laki-laki 20,1-25,0 dan pada perempuan
18,7-23,8
f. tidak menggunakan obat tertentu yang dapat mencegah pengaturan suhu tubuh
dan tekanan darah, seperti antidepressant, obat penenang dan obat
kardiovaskular.
Besarnya sampel dalam penelitian ini menggunakan total populasi yaitu
seluruh pekerja pada bagian penggorengan.
3.4 Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer
Berupa data hasil pengukuran tekanan darah dan temperatur tubuh, data
karakteristik pekerja dan keluhan-keluhan subyektif masing-masing sampel
penelitian yang diperoleh dengan metode wawancara menggunakan
kuesioner.
2. Data Sekunder
Berupa gambaran umum industri kerupuk yang diperoleh dari pengusaha
industri kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara.
3.5 Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1 Variabel
Variabel penelitian ini dikelompokkan menjadi :
1. Variabel bebas (independen) adalah upaya pengendalian berupa pengaturan
2. Variabel terikat (dependen) adalah efek fisiologis yang dilihat dari tekanan
darah dan temperatur tubuh.
3.5.2 Definisi Operasional
1. Heat stress adalah tekanan panas di dalam lingkungan kerja diukur dengan heat
stress monitor di bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang Kecamatan
Binjai Utara.
2. Efek Fisiologis adalah respon tubuh jika mendapat tekanan panas yang tinggi dari
lingkungan, di mana yang diukur dalam penelitian ini adalah :
a. Tekanan darah yaitu suatu kekuatan darah yang menekan dinding pembuluh
darah diukur dalam satuan mmHg dengan alat ukur spigmomanometer.
Pengukuran tekanan darah yang dilakukan sebelum dan sesudah intervensi.
Hasilnya kemudian dibandingkan antara hasil pengukuran sebelum dan
sesudah intervensi.
b. Temperatur tubuh yaitu besarnya panas yang dihasilkan tubuh dihubungkan
dengan besarnya panas lingkungan diukur dalam satuan oC. Pengukuran
temperatur tubuh yang dilakukan sebelum dan sesudah intervensi. Hasilnya
kemudian dibandingkan antara hasil pengukuran sebelum dan sesudah
intervensi.
3. Pengaturan waktu istirahat adalah pemberian waktu istirahat pendek di antara
istirahat panjang. Pengaturan waktu istirahat ini disesuaikan dengan jenis
pekerjaan yang dilakukan. Untuk pekerjaan yang dilakukan di industri kerupuk
yaitu pukul 10.00 WIB dan pukul 15.00 WIB dan istirahat panjang pukul 12.00
WIB.
4. Pemberian jus jambu biji adalah pemberian 1 gelas jus jambu biji dengan daging
buah warna putih, yang berfungsi untuk menggantikan kehilangan cairan akibat
heatstress di lingkungan kerja panas. Kandungan gizi dalam 1 gelas jus jambu biji
(250 ml) yaitu energi 94,3 kalori, protein 0,63 gr, karbohidrat 23,54 gr, vitamin C
60,9 mg dan natrium 18,2 mg (Konversi nilai gizi berdasarkan Daftar Komposisi
Bahan Makanan/DKBM).
3.6 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri dari pre intervensi, intervensi dan post
intervensi, seperti terlihat pada skema berikut ini :
PRE INTERVENSI POST INTERVENSI EFEK FISIOLOGIS :
- Tekanan darah
- Temperatur tubuh
EFEK FISIOLOGIS :
- Tekanan darah
- Temperatur tubuh
UPAYA PENGENDALIAN :
- Pengaturan waktu istirahat
- Pemberian Jus Jambu Biji
3.6.1 Pre Intervensi
1. Memberi penjelasan kepada responden tentang tujuan penelitian dan jalannya
penelitian.
2. Pengukuran heat stress dengan menggunakan peralatan heat stress monitor
dilakukan di bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang Kecamatan
Binjai Utara.
3. Kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah dengan menggunakan
spigmomanometer setelah responden terpapar panas selama bekerja 1 jam.
Selanjutnya dilakukan pengukuran temperatur tubuh dengan menggunakan
termometer aksila, di mana pengukurannya dilakukan bersamaan dengan
tekanan darah.
3.6.2 Intervensi
Sesudah dilakukan pengukuran tekanan darah dan temperatur tubuh untuk
mengetahui efek fisiologis setelah terpapar panas, kemudian dilakukan tahap
intervensi yaitu :
1. Pengaturan waktu istirahat, berdasarkan standar NIOSH diperlukan istirahat
pendek 15 menit setelah 2 jam kerja terus-menerus dengan beban kerja
sedang. Pada pengaturan waktu istirahat ini, sampel akan diberikan 2 kali
waktu istirahat pendek 15 menit setelah 2 jam bekerja yaitu pukul 10.00 WIB
dan pukul 15.00 WIB, dan istirahat panjang pukul 12.00 WIB. Untuk
keperluan istirahat bagi yang terpapar panas selama bekerja perlu disediakan
sirkulasi udara (Martin, 1987). Saat pelaksanaan istirahat pendek sampel
ditempatkan dalam ruangan yang berbeda dengan tempat bekerja yang cukup
sirkulasi udara, hal ini dimaksudkan agar selama masa istirahat sampel tidak
terpapar panas. Sebaiknya suhu 220C-260C diperlukan bagi mereka yang
terpapar panas (Suma’mur, 1996).
2. Selanjutnya pemberian minum jus jambu biji yang diberikan pada istirahat
pendek pertama yaitu pukul 10.00 dan istirahat pendek kedua yaitu pukul
15.00. Pemberian 1 gelas jus jambu biji (250 ml) dimaksudkan untuk
menggantikan kehilangan cairan akibat heatstress di lingkungan kerja panas.
3. Pelaksanaan upaya pengendalian ini dilakukan selama 5 hari berturut-turut.
Hal ini dapat mewakili adanya perubahan terhadap tekanan darah. Lamanya
perlakuan (intervensi) ini disesuaikan dengan lamanya pemberian sodium
pada keadaan sakit, diare atau berkeringat banyak. Pada keadaan tertentu
pemberian sodium dapat diberikan untuk mengganti kehilangan garam
tersebut selama 2-5 hari sebagai maintenance (Garrow, 1993 dalam Utami,
2004).
3.6.3 Post Intervensi
Jika kedua upaya pengendalian telah dilakukan pada responden, selanjutnya
dilakukan kembali pengukuran tekanan darah dan temperatur tubuh. Dalam hal ini
dapat dilihat ada tidaknya peningkatan tekanan darah dan temperatur tubuh dengan
3.7. Metode Pengukuran
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah pengukuran langsung,
kuesioner serta anamnese.
1. Untuk mengukur tekanan panas di lingkungan kerja dengan Heat Stress
Monitor yaitu pengukuran WBGT (Wet Bulb Globe Temperature) di bagian
penggorengan.
2. Tekanan darah diukur dengan menggunakan spigmomanometer. Pengukuran
dilengkapi dengan alat stetoscope yang berguna untuk mengetahui bunyi
denyut jantung systole dan diastole. Pengukuran tekanan darah pada posisi
berbaring, manset diletakkan di lengan atas sambil mengunci balon.
Stetoscope diletakkan pada kedua telinga dan ujung stetoscope berada pada
arteri branchialis, pompa hingga jarum tensi bergerak secara perlahan-lahan
buka pengunci balon sambil melihat jarum dan terdengar bunyi detakan ”dug”
yang pertama hingga bunyi terakhir. Bunyi pertama itulah systolic dan bunyi
terakhir diastolic. Pengukuran ini dilakukan oleh tenaga perawat.
3. Temperatur tubuh diukur dengan menggunakan termometer aksila.
Pengukuran temperatur tubuh sampel dengan alat termometer yang diletakkan
pada ketiak (aksila) sampel, kemudian ditunggu lebih kurang 5 menit, secara
otomatis air raksa akan naik pada angka tertentu sesuai dengan temperatur
tubuh. Pengukuran dilakukan oleh tenaga perawat.
4. Kuesioner berisikan : data pribadi pekerja, penyakit yang pernah dialami,
kebiasaan-kebiasaan pekerja dan lain-lain, hasilnya dicatat pada lembar instrumen
pengumpul data.
3.8 Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian kemudian dianalisis dengan :
1. Analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-masing
variabel.
2. Analisis bivariat untuk menguji apakah ada perbedaan bermakna efek
fisiologis antara sebelum dan sesudah intervensi. Uji statistik dilakukan
dengan uji t berpasangan pada = 5 %.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Industri kerupuk Tiga Bintang terletak di Kecamatan Binjai Utara tepatnya di
Jl. KL Yos Sudarso Gg. Famili No. 4 Kelurahan Cengkeh Turi Kecamatan Binjai
Utara, Kota Binjai. Industri ini didirikan di suatu lokasi yang mempunyai luas lebih
kurang 800 m2. Bangunan industri ada tiga bagian, yaitu bagian penggorengan,
bagian pengepakan dan bagian penyimpanan (gudang). Industri ini merupakan salah
satu usaha kecil menengah di kota Binjai. Batas-batas bangunan industri kerupuk
Tiga Bintang yaitu :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan kebun dan ternak ikan
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan mesjid Mukhlisin
c. Sebelah Barat berbatasan dengan sawah penduduk
d. Sebelah Timur berbatasan dengan pemukiman penduduk
Industri yang dimiliki oleh Bapak Kasmarwanto ini dimulai sejak tahun 1998,
pada mulanya hanya terdiri dari 1 tungku hingga setahun kemudian mencapai 6
tungku sampai dengan sekarang. Daerah pemasarannya ditujukan ke Medan, Binjai,
Deli Serdang, Langkat dan Aceh.
Pemilik industri ini tidak memberlakukan sistem shift kerja. Rata-rata tenaga
kerja bekerja 6-8 jam sehari tergantung dengan ketersediaan bahan baku. Adapun
Dilihat dari posisi bangunan, industri ini berada di tengah-tengah pemukiman
penduduk dan bangunan merupakan semi permanen. Luas bangunan pada bagian
penggorengan yaitu 8 x 6 m2, di mana ruangan tidak memiliki dinding dan hanya
ditopang dengan 6 buah tiang kayu. Tungku penggorengan berjumlah 6 buah yang
dijajarkan secara memanjang, dengan 6 buah wajan yang berdiameter kurang lebih 1
m. Adapun bahan bakar yang digunakan yaitu kayu bakar. Atap bangunan terbuat
dari seng sehingga menambah tekanan panas di ruangan penggorengan tersebut.
Lingkungan kesehatan tempat kerja yang buruk dapat menurunkan derajat
kesehatan dan juga produktivitas. Hasil pengukuran dari komponen iklim kerja pada
industri ini diketahui dengan menekan tombol wet bulb temperature, dry bulb
temperature dan globe temperature. Dan didapati kondisi paparan tekanan panas di
bagian penggorengan tinggi yaitu 32,90C dan telah melebihi NAB, di mana
berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No: Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja, untuk pekerjaan dengan beban kerja
sedang di mana bekerja secara terus-menerus (8 jam per hari) ISBB tidak boleh
melebihi 26,70 C. Kegiatan yang dilakukan pada tingkat beban kerja sedang yaitu :
berdiri, kerja pada mesin atau bongkar, kadang-kadang jalan. Jalan-jalan, dengan
mengangkat atau mendorong beban yang sedang beratnya (Suma’mur, 1996).
Sumber paparan panas di industri ini ada 2 macam yaitu dari proses produksi
yang menggunakan tungku-tungku penggorengan dan juga kondisi atap bangunan
yang terbuat dari seng. Pada tabel 4.1 berikut terlihat bahwa sumber paparan panas di
Tabel 4.1 Tekanan Panas di Industri Kerupuk Tiga Bintang Mei 2008
1. WBGT Indoor : keseimbangan panas di dalam ruangan yang dinyatakan dengan
proses penguapan yang dibutuhkan dibandingkan dengan panas penguapan maksimum.
2. WBGT Indoor : keseimbangan panas di luar ruangan yang dinyatakan dengan
proses penguapan yang dibutuhkan dibandingkan dengan panas penguapan maksimum.
3. Wet Bulb : parameter untuk menilai tingkat iklim kerja, merupakan hasil
perhitungan antara suhu kering, suhu basah alami dan suhu bola.
4. Dry Bulb : suhu udara yang diukur dengan termometer suhu kering.
5. Globe : suhu yang diukur dengan menggunakan termometer suhu bola yang
sensornya dimasukkan dalam bola tembaga yang dicat hitam, sebagai indikator tingkat radiasi.
6. Heat Index : kondisi iklim yang relatif dirasakan seseorang dengan suhu 21-490C.
7. Relative humidity : kelembaban udara 21-99 %.
ISBB1 + ISBB2 + …….. + ISBBn
4.2 Analisis Univariat
Analisis univariat dimaksudkan untuk mendeskripsikan masing-masing
variabel dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Normalitas data umur, masa
kerja, tekanan darah sistol dan diastol, serta temperatur tubuh diuji dengan
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji normalitas data menunjukkan
bahwa semua variabel berdistribusi normal.
4.2.1 Karakteristik Responden
Dari 20 orang pekerja di bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang,
responden yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebanyak 18
orang yang terdiri dari 9 orang pekerja laki-laki dan 9 orang pekerja perempuan.
Distribusi frekuensi karakteristik responden pada penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 4.2 sebagai berikut :
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Bagian Penggorengan Industri Kerupuk Tiga Bintang