• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi fisik tempat kerja harus benar-benar sesuai dengan standar Nilai Ambang Batas (NAB), karena bila melebihi NAB sangat berpengaruh terhadap kesehatan pekerja.

Heat stress didefinisikan sebagai akibat dari panas yang diproduksi oleh tubuh dan sumber dari luar yang melampaui kemampuan tubuh untuk mendinginkannya sendiri. Pengaruh heat stress di lingkungan kerja dapat mempengaruhi kesehatan dan memberikan keluhan subyektif pada pekerja. Dari tabel 4.3 diketahui bahwa keluhan yang sering dirasakan responden yaitu kelelahan yang sangat sebesar 50%, kemudian pusing 27,8%, dan kaku/kram otot 11,1%. Menurut Allen (1976) gejala-gejala heat stress yaitu keringat bertambah, denyut jantung meningkat, lelah, pusing, mual, dan sakit kepala, dan menurut Suma’mur (1996) gejala-gejala heat stress yaitu pingsan, enek, muntah-muntah dan lelah yang ditandai dengan rasa pusing, mual, dan sakit kepala.

Bekerja secara terus-menerus menyebabkan energi yang keluar dari tubuh sangat banyak sehingga tubuh mengambil cadangan energi dari protein dan lemak dalam jaringan otot. Setiap kontraksi dari otot selalu diikuti dengan oksidasi glukosa yang merubah glikogen menjadi tenaga dan asam laktat. Dengan beban kerja yang terus menerus menyebabkan persediaan oksigen dalam jaringan berkurang sehingga pengeluaran karbon dioksida terbatas dan asam laktat menumpuk yang akhirnya

menimbulkan rasa lelah. Meningkatnya rasa lelah menyebabkan kondisi tubuh menjadi lemas karena berkurangnya energi dari dalam tubuh. Setelah diberikan intervensi pemberian minum jus jambu biji yang mengandung energi 94,3 kalori, protein 0,63 gr, karbohidrat 23,54 gr, vitamin C 60,9 mg dan natrium 18,2 mg, maka dapat mengganti kehilangan energi dan cadangan energi (protein dan lemak) yang habis selama bekerja. Ditambah lagi dengan pemberian waktu istirahat memberikan kesempatan pada otot untuk istirahat dan menurunkan kerja otot, sehingga darah yang beredar dapat membawa asam laktat ke hati (Almatsier, 2004). Hal ini sesuai dengan pengakuan sebagian pekerja yang menyatakan bahwa keluhan subyektif yang mereka rasakan selama ini berupa pusing, kaku/kram otot, lelah, jantung berdebar-debar, dan mual/muntah menjadi berkurang setelah dilakukan intervensi berupa pemberian jus jambu biji dan pengaturan waktu istirahat.

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pengeluaran keringat yang sangat banyak (ditandai dengan pakaian basah) oleh responden adalah sebesar 44,4%, kebiasaan minum yang sangat banyak (1 gelas tiap 20-30 menit) sebesar 33,3% dan kebiasaan buang air kecil (BAK) yang sangat banyak (lebih dari 3 kali selama bekerja) sebesar 33,3%. Heat stress dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi, keluar keringat yang berlebihan, dan kehausan. Hal ini sesuai dengan penelitian Pusat Hiperkes Depnaker tahun 1989-1990 terhadap 35 perusahaan dengan tekanan panas lebih besar dari 300C

mencatat gejala gangguan kesehatan yaitu : rasa haus 90%, cepat lelah 80%, kulit selalu basah 100%, rasa tidak nyaman selama bekerja 80%, dan gatal-gatal pada kulit 1%, serta keluhan kaku/kram otot lengan atau tungkai 7,5%.

Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa ISBB pada bagian penggorengan industri kerupuk Tiga Bintang cukup tinggi (32,90C) dan telah melebihi NAB, di

mana berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No: Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja, untuk pekerjaan dengan beban kerja sedang di mana bekerja secara terus-menerus (8 jam per hari) ISBB tidak boleh melebihi 26,70C. Menurut Suma’mur (1996), suhu nikmat bagi orang-orang

Indonesia adalah sekitar 24-260C.

Untuk mengurangi gangguan fisiologis selama bekerja maka pekerja harus diatur untuk istirahat sejenak, minum dan mengganti kehilangan elektrolit, di mana pekerja harus membiasakan diri mengganti kehilangan cairan secara sistematis, karena bila tidak diganti akan menyebabkan gangguan kesehatan. Penyediaan air putih dan garam harus dilakukan agar pekerja dapat memperoleh masukan cairan sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang. Temperatur air minum harus dijaga pada suhu 10-150 C, dan ditempatkan pada tempat yang mudah dijangkau oleh pekerja

tanpa meninggalkan pekerjaannya (Megasari dan Juniani, 2005).

Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat peningkatan tekanan darah sistol maupun diastol pekerja setelah dilakukan intervensi berupa pengaturan waktu istirahat dan pemberian jus jambu biji di mana tekanan darah sistol meningkat sebesar 2 mmHg dan tekanan darah diastol meningkat sebesar 1,2 mmHg. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Utami (2004) di mana terdapat peningkatan tekanan darah sistol sebesar 10,0 mmHg dan tekanan darah diastol

sebesar 4,2 mmHg setelah dilakukan intervensi berupa pemberian 200 cc jus tomat dan pengaturan waktu istirahat pada petugas instalasi gizi.

Berdasarkan hasil uji t yang dilakukan, diperoleh nilai signifikansi 0,019 untuk tekanan darah sistol dan 0,035 untuk tekanan darah diastol. Nilai tersebut < 0,05, ini berarti ada perbedaan yang bermakna antara tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.

Selama bekerja terjadi pengeluaran keringat yang banyak pada pekerja, di mana keringat merupakan cairan hipotonik yang terdiri dari air, natrium, dan klorida. Penguapan dan pengeluaran keringat dari kulit yang bertujuan untuk mengatur temperatur tubuh menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah, sehingga menyebabkan kekurangan volume cairan jika asupannya tidak mencukupi yang akhirnya mengganggu curah jantung dan mengurangi arah balik vena ke jantung, keadaan ini disebut dengan hipovolemia. Dari penelitian Suma’mur (1996) juga menunjukkan telah terjadi penurunan tekanan darah pada pekerja yang terpapar tekanan panas dan pemberian air minum dapat memperbaiki tekanan darah tersebut.

Menurut Megasari dan Juniani (2006), pekerja yang bekerja di lingkungan dengan suhu tinggi, kebutuhan air dan elektrolit sebagai pengganti cairan yang hilang/keringat perlu mendapat perhatian. Selama bekerja satu hari (kurang lebih 8 jam) di lingkungan yang terpapar tekanan panas seorang pekerja dapat kehilangan 1 liter/jam cairan dan elektrolit dalam keringat. Kehilangan ini harus diganti dengan minum air setiap 15-20 menit sebanyak 250 ml.

Dari hasil penilaian kuesioner diketahui bahwa kebiasaan minum pekerja yang baik yaitu minum air 1 gelas tiap 20-30 menit hanya sebesar 33,3%, hal ini disebabkan karena pekerja belum membiasakan diri untuk minum air secara teratur dan lebih kepada kebiasaan minum air hanya ketika pekerja merasa haus, sehingga dengan pemberian jus jambu biji kepada pekerja sebesar 250 ml sebanyak 2 kali diharapkan dapat menambah kekurangan suplai air minum pada pekerja dan menggantikan cairan tubuh yang hilang akibat paparan panas yang tinggi pada lingkungan kerja, di mana jus jambu biji mengandung air dan elektrolit-elektrolit sebagai pengganti cairan tubuh. Jambu biji merupakan buah yang memiliki kandungan vitamin C yang paling tinggi. Vitamin C sangat dibutuhkan tubuh untuk aklimatisasi setelah terpapar panas, dengan memberikan vitamin C setiap hari sangat baik bagi tubuh yang langsung bekerja dalam lingkungan panas selama 4-8 jam sehari, dengan meningkatnya pengeluaran keringat dapat meningkatkan laju aliran darah (Utami, 2004).

Hal ini sesuai dengan penelitian Chen, et. al (2003) yang menyatakan bahwa kelelahan pekerja karena bekerja pada lingkungan yang mempunyai sumber panas menyebabkan menurunnya tekanan darah yang akhirnya mengakibatkan kelelahan sehingga pekerja harus menambah suplai minuman, di mana minum air putih menurunkan kelelahan sebesar 55,56%, minum teh menurunkan kelelahan sebesar 38,89%, dan minum air yang mengandung garam kelelahan menurun sebesar 5,56%. Dalam penelitian sejenis yang dilakukan oleh Agati (2003) menyatakan bahwa

pemberian garam ke dalam minuman sebelum bekerja dan selama bekerja bermanfaat dalam meningkatkan tekanan darah.

Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa terdapat peningkatan temperatur tubuh pekerja setelah dilakukan intervensi berupa pengaturan waktu istirahat dan pemberian jus jambu biji sebesar 0,20C. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

terdahulu yang dilakukan oleh Utami (2004) di mana terdapat peningkatan temperatur tubuh sebesar 0,70C setelah dilakukan intervensi berupa pemberian 200 cc jus tomat

dan pengaturan waktu istirahat pada petugas instalasi gizi.

Berdasarkan hasil uji t yang dilakukan, diperoleh nilai signifikansi 0,001 untuk temperatur tubuh. Nilai tersebut < 0,05, ini berarti ada perbedaan yang bermakna antara temperatur tubuh sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.

Menurut Suma’mur (1996) produktivitas seseorang akan menurun setelah bekerja 4 jam, keadaan ini terjadi seiring dengan menurunnya kadar gula dalam darah. Pengaturan waktu istirahat diperlukan bagi mereka yang terpapar panas selama bekerja. Periode istirahat pendek perlu diberikan selama masa kerja yang panjang, untuk itu perlu disediakan ruangan istirahat yang dingin dan tidak terpapar panas. Pengaturan waktu istirahat 15 menit setelah 2 jam bekerja terus-menerus pada lingkungan kerja panas dengan tingkat beban kerja sedang harus diberikan (NIOSH, 1986). Pengaturan waktu istirahat ini dimaksudkan agar apabila temperatur tubuh turun karena banyaknya keringat yang keluar dapat segera hilang dengan udara segar yang membawa keringat menjadi uap (Martin, 1987).

Pengaturan waktu istirahat pada pekerja dilakukan pada ruangan tersendiri yaitu pada sebuah pondok berukuran 2 x 3 m yang cukup sirkulasi udara dan jauh dari ruangan penggorengan, intevensi ini bertujuan untuk meningkatkan kembali temperatur tubuh karena terjadinya penurunan temperatur tubuh akibat pengeluaran keringat. Ruangan yang cukup sirkulasi udara menyebabkan terjadinya penguapan keringat menjadi uap air, sehingga temperatur tubuh menjadi stabil. Di samping itu, pengaturan waktu istirahat pendek mengurangi lamanya paparan panas sehingga pengeluaran keringat juga berkurang.

Banyaknya keringat yang keluar selama bekerja menyebabkan keluarnya elektrolit dan ion-ion baik itu natrium, klorida, besi, magnesium, kalium dan phospor. Setelah dilakukan intervensi dengan pemberian jus jambu biji yang mengandung vitamin C yang berperan dalam meningkatkan laju aliran darah maka sirkulasi darah kembali lancar. Pemberian istirahat pendek pada pekerja di ruangan yang cukup udara segar menyebabkan kerja otot berkurang sehingga sirkulasi darah kembali lancar dan oksigen yang cukup akan mampu membawa asam laktat ke hati untuk selanjutnya diubah kembali menjadi energi (Almatsier, 2004).

Dokumen terkait