• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Industri Kecil Mengembangkan Usaha Di Era Perdagangan Bebas (Studi Deskriptif Strategi Pengrajin Sepatu di Kawasan PIK, Jl.Menteng VII Kel. Medan Tenggara).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Strategi Industri Kecil Mengembangkan Usaha Di Era Perdagangan Bebas (Studi Deskriptif Strategi Pengrajin Sepatu di Kawasan PIK, Jl.Menteng VII Kel. Medan Tenggara)."

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI INDUSTRI KECIL MENGEMBANGKAN USAHA

DI ERA PERDAGANGAN BEBAS

(Studi Deskriptif Strategi Pengrajin Sepatu di Kawasan PIK, Jl.MentengVII Kel. Medan Tenggara)

SKRIPSI

OLEH :

Rizki Verina Simorangkir

060901066

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Daftar Isi

2.2 Industri Kecil di Era Perdagangan Bebas………... 15

2.3 Dampak Perdagangan Bebas Industri Kecil……….………….. 19

2.4 Jaringan Sosial……… 19

BAB III METODE PENELITIAN……… 23

3.1 Jenis Penelitian………. 23

3.2 Lokasi Penelitian……….. 24

3.4 Unit Analisa dan Informan……… 24

3.4 Teknik Pengumpulan Data……….….. 25

3.5 Interpretasi Data……… 26

3.6 Jadwal Kegiatan……… 28

3.7 Keterbatasan Penelitian……… 29

BAB IV TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA………. 30

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian……… 30

4.1.1 Sejarah Kelurahan Menteng………. 30

4.1.2 Letak dan Keadaan Wilayah……….… 30

4.1.3 Luas Wilayah……… 31

4.1.4 Jumlah penduduk………. 31

4.1.5 Sarana Pendidikan……… 36

4.2 Profil informan……… 37

4.4 Temuan Data……….. 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… 71

5.1 Kesimpulan………. 71

(3)

ABSTRAK

Perdagangan bebas adalah hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Persaingan yang cukup ketat di pasar kerja menyebabkan angkatan kerja semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini menjadi sangat penting untuk di pertimbangkan menyikapi perdagangan bebas yang akan terjadi.

Industri kecil menjadi salah satu alternatif yang dianggap mampu mengurangi tingginya jumlah pengangguran, karena sektor formal yang menuntut ketrampilan,

ternyata juga memberikan tempat yang kecil jika dibandingkan dengan arus deras pencari kerja. Usaha untuk menciptakan lingkungan usaha yang kondunsif menjadi tantangan dalam pertumbuhan ekonomi untuk mendukung peningkatan produktivitas Indonesia yang dapat diklasifikasikan menjadi industri besar, sedang, kecil, dan juga industri rumah tangga.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi industri kecil sepatu dalam mengembangkan usahanya di era perdagangan bebas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif, dimana informasi dikumpulkan melalui wawancara dan observasi pasif yang meliputi pengrajin sepatu dan pembeli di kawasan pusat industri kecil (PIK) serta jaringan sosial di lingkungan PIK. Wawancara dilakukan dengan beberapa informan yang di pandang memiliki pengalaman dan dapat memberikan penjelasan tentang kegiatan industri kecil sepatu di kawasan ini, dan survey dilakukan ketika mereka sedang melakukan proses produksi. Data hasi penelitian di olah dan dideskripsikan sesuai dengan konteksnya secara kualitatif.

(4)
(5)

ABSTRAK

Perdagangan bebas adalah hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Persaingan yang cukup ketat di pasar kerja menyebabkan angkatan kerja semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini menjadi sangat penting untuk di pertimbangkan menyikapi perdagangan bebas yang akan terjadi.

Industri kecil menjadi salah satu alternatif yang dianggap mampu mengurangi tingginya jumlah pengangguran, karena sektor formal yang menuntut ketrampilan,

ternyata juga memberikan tempat yang kecil jika dibandingkan dengan arus deras pencari kerja. Usaha untuk menciptakan lingkungan usaha yang kondunsif menjadi tantangan dalam pertumbuhan ekonomi untuk mendukung peningkatan produktivitas Indonesia yang dapat diklasifikasikan menjadi industri besar, sedang, kecil, dan juga industri rumah tangga.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi industri kecil sepatu dalam mengembangkan usahanya di era perdagangan bebas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif, dimana informasi dikumpulkan melalui wawancara dan observasi pasif yang meliputi pengrajin sepatu dan pembeli di kawasan pusat industri kecil (PIK) serta jaringan sosial di lingkungan PIK. Wawancara dilakukan dengan beberapa informan yang di pandang memiliki pengalaman dan dapat memberikan penjelasan tentang kegiatan industri kecil sepatu di kawasan ini, dan survey dilakukan ketika mereka sedang melakukan proses produksi. Data hasi penelitian di olah dan dideskripsikan sesuai dengan konteksnya secara kualitatif.

(6)
(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Globalisasi perdagangan bebas adalah satu kata yang mungkin paling banyak dibicarakan orang selama akhir tahun ini,dengan pemahaman makna yang beragam namun apa yang dipahami dengan istilah globalisasi akhirnya membawa kesadaran manusia, bahwa globalisasi itu ditandai dengan lajunya teknologi komunikasi dan informasi. Dalam perdagangan bebas ini terdapat persaingan yang tinggi,akan mengalami perubahan-perunahan cepat.

Perdagangan bebas dapat dimaknai sebagai proses integrasi dunia disertai dengan ekspansi pasar (barang dan uang) yang di dalamnya mengandung banyak implikasi bagi kehidupan manusia. Bagi negara maju karena ketersediaan dukungan berbagi keunggulan, barangkali hipotesis itu dapat menjadi kenyataan. Bagi kebanyakan negara berkembang dengan berbagai macam kondisi keterbelakangan merasa khawatir bahwa integrasi dunia hanya akan menguntungkan pemilik modal (negara-negara maju) dan akan menimbulkan malapetaka bagi (negara-negara-(negara-negara berkembang.

(8)

dan memasuki kegiatan ekonomi yang baru yaitu sektor industri di perkotaan yang lebih menjanjikan.

Kegagalan tenaga kerja untuk memasuki pasar kerja formal pada umumnya disebabkan oleh berbagai hal, seperti rendahnya tingkat kreatifitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, jenis keahlian dan ketrampilan yang mereka miliki tidak sesuai dengan permintaan pasar tenaga kerja.

Persaingan yang cukup ketat di pasar kerja menyebabkan angkatan kerja semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Usaha untuk menciptakan lingkungan usaha yang kondunsif menjadi tantangan dalam pertumbuhan ekonomi untuk mendukung peningkatan produktivitas Indonesia yang dapat diklasifikasikan menjadi industri besar, sedang, kecil, dan juga industri rumah tangga.

Industri kecil menjadi salah satu alternatif yang dianggap mampu mengurangi tingginya jumlah pengangguran, karena sektor formal yang menuntut ketrampilan,

ternyata juga memberikan tempat yang kecil jika dibandingkan dengan arus deras pencari kerja.

Indusrti kecil terdiri dari unit usaha berskala kecil yang memproduksi dan mendistribusikan barang, dengan tujuan menciptakan kesempatan kerja bagi dirinya masing-masing yang dibatasi oleh faktor modal dan ketrampilan. Industri kecil ini akan sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan hidup pelaku usahanya.

(9)

kemauan, sedikit pengetahuan dan ketrampilan praktis, serta peralatan yang sederhana dan keuletan dalam berusaha, maka setiap orang dapat melakukan usaha pada bidang ini.

Keberadaan industri kecil pada saat ini, telah menjadi harapan baru bagi sebagian besar masyarakat yang tumbuh bersamaan dengan kegagalan yang terjadi pada sektor pertanian di pedesaan dan juga akibat dari tidak adanya situasi simbolis mutualis antara desa dan kota, antara perubahan yang terjadi di perkotaan dengan kesempatan kerja yang tersedia. Stabilitas industri kecil (Usaha Kecil dan Mikro), secara tidak langsung akan memperkuat perekonomian Indonesia yang sedang mengalami krisis moneter sekitar pertengahan tahun 1997.

Perkembangan usaha kecil dan menengah merupakan faktor penting bagi pembangunan pertumbuhan ekonomi di kota Medan. Karakteristik dan kinerja industri kecil sangat efesien, produktif, dan memiliki responsibilitas yang tinggi terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah dalam sektor swasta dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi ekspor. Keberadaan unit usaha kecil yang cukup banyak dan hampir disemua sektor ekonomi serta besarnya kontribusi dalam penciptaan kesempatan kerja, membuat eksistensi usaha industri kecil di kota Medan.

(10)

sektor industri telah memberikan kontribusi yang begitu besar bagi perekonomian di kota Medan.

Hal ini ditunjukan dengan sumbangan sektor industri terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kota Medan atas dasar harga berlaku mencapai 16,92% tahun 2004, 16,58% tahun 2005, 16,30% tahun 2006, 16,28% tahun 2007, 15,98% tahun 2008. (BPS,2008)

Tabel 1.1

Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil

Sumber : Deperindag Kota Medan, 2008

Berdasarkan tabel 1.1 di atas, selama kurun waktu 2004 – 2008, industri kecil di Kota Medan mengalami penurunan sebesar 207 unit selama kurun waktu lima tahun dengan laju penurunan rata – rata pertahunnya sebesar 0,28 %. Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang terserap pada industri kecil di Kota Medan selama periose 2004 – 2008 juga mengalami penurunan dari 9.429 pada tahun 2004 menjadi 7.919 orang dari tahun 2008. dengan demikian, selama tahun 2004 – 2008, perkembangan industri kecil di Kota Medan mengalami penurunan rata – rata 337 orang pertahun.

Selama kurun waktu lima tahun (2004 - 2008) perkembangan industri sepatu di Kota Medan juga memperlihatkan perkembangan yang relatif kecil. Begitu juga

(11)

kemampuan industri kecil sepatu ini dalam menyerap tenaga kerja di Kota Medan juga menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Hal ini terlihat dari tabel berikut :

Tabel 1.2

Perkembangan Industri Kecil Sepatu di Kota Medan

Sumber : Disperindag Kota Medan 2008

Tabel 1.2. menunjukkan laju pertumbuhan industri kecil sepatu hanya 0,99 % per tahun dalam kurun waktu 2004-2008. Demikian juga dalam kemampuan industri kecil sepatu yang menyerap tenaga kerja pada kurun waktu 5 tahun hanya mampu tumbuh sebesar 0,21 %. Perkembangan yang kurang menggembirakan tersebut tentu tidak lepas dari kualitas sumber daya manusia yang tersedia. Pratiwi (2006), menyimpulkan bahwa ketidaktersediaan tenaga kerja terampil pada industri kecil sepatu di Kota Medan menjadi penghambat dalam peningkatan hasil produksi.

Beberapa tahun terakhir ini pemerintah memang mulai memperhatikan sektor industri kecil sebagai salah satu sektor yang dianggap cukup mampu untuk bertahan menghadapi kondisi krisis ekonomi yang dihadapi Negara Indonesia. Industri kecil dapat dikatakan memiliki peranan dalam perluasan kesempatan kerja didaerah

(12)

pedesaan dalam masalah kemiskinan, sehingga sector ini merupakan salah satu sector perekonomian rakyat yang dianggap mampu mengurangi pengangguran, mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional, serta berperan dalam proses industrialisasi.

Sebagai bentuk kepeduliannya terhadap keberadaan industri kecil maka pemerintah membuat kebijakan–kebijakan yang diharapkan akan dapat mempertahankan keberadaan industri kecil tersebut. Salah satu industri kecil yang berada di Sumatera Utara pemerintah membuat kebijakan dalam pengembangan industri dengan berbagai strategi. Salah satu kebijakannya adalah membangun lokasi khusus untuk industri kecil menengah (UKM) yang di beri nama Pusat Industri Kecil (PIK) yang terletak di Kecamatan Medan Denai.

(13)

Untuk menghadapi persaingan pengrajin sepatu harus beradaptasi dengan kondisi dan keadaan yang terjadi). Dengan adanya berbagai masalah yang dihadapi oleh pengrajin sepatu seperti : keterbatasan modal, bahan baku, kualitas sumber daya manusia yang masih rendah, kurangnya aspek informasi dan jaringan bisnis, kurangnya pengetahuan tentang kemitraan, rendahnya kemampuan/kapasitas persaingan dan rendahnya pengetahuan tentang perizinan serta perlindungan. Ini menunjukkan sepertinya sulit untuk mempertahankan kehidupan sebagai pengrajin. Namun pengrajin sepatu tetap menjalankan usaha dagangnya walaupun pendapatan pengrajin sepatu itu tidak tetap.

Perdagangan bebas membuka peluang sekaligus tantangan bagi industri kecil sepatu, karena pada era ini daya saing produk sangat tinggi, live cycle product relatif pendek mengikuti trend pasar, dan kemampuan inovasi produk relatif cepat. Ditinjau dari sisi ekspor, liberalisasi berdampak positif bukan terhadap produk pengrajin sepatu saja melainkan tekstil/pakaian jadi, akan tetapi kurang menguntungkan sektor pertanian khususnya produk makanan.

(14)

Mulai 1 Januari 2010 Indonesia membuka pasar dalam negeri secara luas kepada negara-negara ASEAN dan Cina. Pembukaan pasar ini merupakan perwujudan dari perjanjian perdagangan bebas antara enam negara anggota ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan Brunei Darussalam) dengan Cina, yang disebut dengan ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA). Produk-produk impor dari ASEAN dan China akan lebih mudah masuk ke Indonesia dan lebih murah karena adanya pengurangan tarif dan penghapusan tarif, serta tarif akan menjadi nol persen dalam jangka waktu tiga tahun (Dewitari,dkk 2009). Sebaliknya, Indonesia juga memiliki kesempatan yang sama untuk memasuki pasar dalam negri negara-negara ASEAN dan Cina.

(15)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui strategi-strategi pengrajin sepatu yang dilakukan dalam mengembangkan industri kecil sepatu di tengah munculnya era perdagangan bebas.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di latar belakang masalah, penulis tertari untuk melakukan penelitian. Yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : Bagaimana strategi industri kecil sepatu dalam mengembangkan usahanya di era perdagangan bebas?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi industri kecil sepatu dalam mengembangkan usahanya di era perdagangan bebas?

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis.

Hasil dari penelitian ini dapat menambah wawasan keilmuan khususnya sosiologi ekonomi, sosiologi industri yang berkaitan dengan kegiatan industri kecil bagi mahasiswa,khususnya mahasiswa sosiologi.

1.4.2 Manfaat Praktis

(16)

penelitian selanjutnya dan khususnya tentang industri kecil yang berada dikawasan PIK Menteng untuk meningkatkan dalam menambah kegiatan produksi.

1.5. Defenisi konsep

Agar tidak tejadi kesalah pahaman antara penulis dengan pembaca maka, penulis membuat beberapa definisi konsep untuk memudahkan pengambilan data dilapangan,antara lain :

1. Industri kecil dimana yang dimaksud industri kecil adalah unit kegiatan ekonomi yang biasanya identik dengan industri rumah tangga, yang dikelola oleh perseorangan atau kelompok keluarga yang memiliki tenaga kerja minimal 7 orang yang terdiri dari pekerja kasar dan pekerja keluarga, dan modal usahanya tidak lebih dari Rp.10 juta.

2. Strategi permodalan adalah segala sesuatu (uang, barang, harta) yang sifat pokoknya yang dipergunakan untuk menjalankan suatu usaha. Dalam permodalan tersebut sangat berpengaruh terhadap jaringan sosial karena berkaitan dengan cara memperoleh modal untuk kelangsungan usaha di dalam industri.

(17)

4. Strategi Jaringan Sosial sesama pengrajin kecil adalah suatu kegiatan pinjam-meminjam barang-barang produksi seperti paku, lem jarum jahit, benang dan lain – lain.

(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Strategi pengrajin sepatu masyarakat Menteng dalam menghadapi perdagangan bebas diwujudkan dalam bentuk tindakan sosial yang penuh arti dilakukan oleh pengrajin tersebut. Tindakan pengrajin sepatu menyangkut perdagangan yang merupakan pertukaran perilaku dalam memberikan pelayanan kepada konsumen. Dalam hal ini termasuk melakukan adaptasi trend dan model yang beredar dipasaran. Dan mereka pun memperhitungkan strategi merek dengan tujuan agar memperoleh keuntungan sebagai pendapatan hidup sehingga strategi bertahan yang dilakukan dalam menghadapi perdagangan bebas.

Pengrajin sepatu dalam strategi pengembangannya beusaha untuk memperluas jaringannya dan menarik pelanggan melalui teori aksi tentang tindakan sosial sebagai konsep dasar dari Talcot Parsons, menyatakan bahawa manusia merupakan aktor yang kreatif dan realitas sosial yang memiliki kebebasan untuk bertindak. Menurut teori aksi ada beberapa asumsi tentang teori aksi (Hadikusumo,1990 : 73) yaitu:

1. Tindakan manusia mulai dari kesadaran sendiri sehingga subjek dan situasi eksternal dalam posisi sebagai objek.

2. Sebagai subjek manusia bertindak untuk mencapai tujuan tertentu. 3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, metode serta

perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut. 4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi tidak

(19)

5. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan dilakukannya.

Keberadaan Industri kecil

Industri kecil adalah badan usaha yang menjalankan proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa dalam skala kecil. Apabila dilhat dari sifat dan bentuknya, maka industri kecil bercirikan (Bantacut dalam Haeruman, 2001) yakni :

1. Berbasis pada sumber daya lokal sehingga dapat memanfaatkan potensi secara maksimal dan memperkuat kemandirian

2. Dimiliki dan dilaksanakan oleh masyarakat lokal sehingga mampu mengembangkan sumberdaya manusia

3. Menerapkan teknologi lokal (indigenous technology) sehingga dapat dilaksanakan dan dikembangkan oleh tenaga lokal.

4. Tersebar dalam jumlah yang banyak sehingga merupakan alat pemerataan pembangunan yang efektif

(20)

(sustainable) dari aktivitas itu. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam mengembangkan kegiatan industri, umumnya bergerak hanya melihatnya dari perspektif ekonomi seperti modal, manajemen, tenaga kerja, pengembangan desain, pengembangan promosi pemasaran dan intervesnsi pemerintah, sedang hal-hal yang bersifat non-ekonomi belum banyak dilihat.

Keberhasilan industri kecil tidak semata-mata ditentukan oleh faktor ekonomi melainkan faktor non-ekonomi juga perlu diperhatikan. Berbagai strategi yang dilakukan oleh pengusaha dalam hal permodalan, perolehan keuntungan, kontinuitas produksi, dan pengendalian tenaga kerja. Untuk menjaga kelangsungan usaha, maka para pengusaha mempertahankan hubungan baik dengan pihak-pihak yang terkait dalam produksi dan para pedagang perantara.

Jalinan kerjasama dengan pedagang perantara terwujud dalam praktek pinjam meminjam uang,di antara mereka terjadi saling menolong. Pengusaha mendapat pinjaman modal dan pedagang perantara memperoleh keuntungan dari pemasaran barang. Strategi pengusaha dalam menjalin hubungan dengan pedagang perantara, strategi yang dilakukan oleh para pengusaha tesebut merupakan suatu bentuk gerakan sosial. (dalam Suryana,2003)

Departemen Perindustrian menetapkan kriteria prioritas bagi Industri kecil yang akan dikembangkan sebagai berikut:

1. Industri yang ketersediaan bahan bakunya terjamin dan teknologi dasar untuk memproduksi telah dikuasai serta nilai tambahnya dapat ditingkatkan.

(21)

3. Industri yang mempunyai keterkaitan luas, baik dengan industri besar/menengah maupun dengan sektor ekonomi lain.

4. Industri yang padat karya.

5. Industri yang dapat menunjang pengembangan/pemerataan kegiatan ekonomi wilayah.

6. Industri yang berkaitan dengan nilai-nilai budaya. Adapun undang-undang yang mengatur industri kecil di Indonesia:

1. UU No.5 tahun 1984 tentang Perindustrian menyebutkan bahwa (1) Pemerintah menetapkan bidang usaha industri yang masuk ke dalam kelompok industri kecil yang dapat diusahakan hanya oleh WNI dan (2) Pemerintah menetapkan jenis industri yang khusus dicadangkan bagi kegiatan industri kecil yang dijalankanoleh masayarakat pengusaha dari golongan ekonomi lemah.

2. UU No. 9 tahun 1995 tentang Usaha industri kecil memberikan dasar hukum bagi pemberian fasilitas kemudahan dana, keringanan tarif, tempat usaha, bidang dan kegiatan usaha, dan pengadaan barang dan jasa untuk usaha industri kecil.

Industri Kecil di Era Perdagangan Bebas

Globalisasi “perdagangan bebas“ Berdasarkan asal katanya, kata “globalisasi” berasal dari kata global yang maknanya universal. Menurut Achmad Suparman menyatakan globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah.

(22)

yang berasal dari berbagai bentuk usaha mendorong integrasi pasar antar negara dengan seminimal mungkin hambatan. Berbagai bentuk kerjasama ekonomi regional maupun multilateral seperti AFTA, APEC dan GATT berlangsung dengan cepat dan mendorong perekonomian yang semakin terbuka. Pada kondisi lain, strategi pengembangan industri kecil masih menghadapai kondisi nilai tambah yang kecil termasuk kontribusinya terhadap ekspor.

Dengan pergeseran yang terjadi pada tatanan ekonomi dunia yang mengarah pada persaingan bebas, dapat dikatakan bahwa industri kecil sesungguhnya mengahadapi situasi yang bersifat double squeze, yaitu

A. situasi yang datang dari sisi internal (dalam negeri) berupa ketertinggalan dalam produktivitas, efisiensi dan inovasi,

B. Situasi yang datang dari ekstermal pressure. Salah satu aspek penting yang perlu mendapat perhatian dari kombinsi situasi yang dihadapi ini adalah masalah ketimpangan struktur usaha seperti yang diungkapkan diawal dan juga kesenjangan antara usaha besar dengan usaha kecil dan menengah.

(23)

dengan usaha sejenis. Ketiga, kurangnya keberpihakan kebijakan dan keputusan strategis pemerintah pada industri.

Dalam era perdagangan bebas, dimana siklus produk relatif pendek dan sangat ditentukan oleh selera konsumen, mengharuskan setiap pelaku bisnis memiliki akses yang cukup terhadap pasar dan kemampuan inovasi produk, guna meningkatkan daya saingnya. Justru hal inilah yang merupakan titik lemah yang dimiliki oleh industri kecil pada umumnya. Disisi lain industri kecil memegang peran penting dalarn perekonomian Indonesia baik ditinjau dari segi jumlah usaha maupun dalam penciptaan lapangan kerja. Dalam hal ekspor, industri kecil memiliki potensi untuk meningkatkan penerimaan ekspor. Hanya saja potensi ini belum dimanfaatkan dengan optimal. Hanya industri kecil yang bergerak di sektor industri tertentu saja yang sudah melakukan ekspor.

(http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop/EDISI%2023/mangara%20tambunan. 7.htm diakses pada Selasa,16 November 2010)

(24)

seperti menurunnya pendapatan yang disebabkan oleh menurunnya daya beli konsumen terhadap suatu produk sehingga mengakibatkan lambatnya pertumbuhan dalam kegiatan berdagang, seperti halnya kepada para pedagang industri kecil yang mengalami penurunan pendapatan diakibatkan konsumen/pembeli beralih/lebih memilih mutu impor lainnya karena barang impor yang terlihat menarik.

Perdagangan bebas telah menjadi kenyataan yang tidak dapat dielakkan lagi. Peristiwa dan segala bentuk perubahan terjadi kapan saja, dimana saja, dan melibatkan siapa saja. Upaya pembuatan terobosan untuk memenangkan persaingan diperlukan pengetahuan dan keterampilan dalam banyak faktor dengan tetap menjaga dan memelihara budaya dan kepribadian bangsa serta kelestarian fungsi dan mutu lingkungan. Pada satu sisi ada usaha untuk masuk dalam perdagangan internasional, di sisi lain justru muncul semangat untuk kembali pada etnisitas dan lokalitas, mempertanyakan kembali etnisitas kebangsaannya, mempertimbangkan warna budayanya.

(25)

Pembeli atau konsumen merupakan fokus dari aktivitas bisnis pasar apapun. Dengan demikian, pembeli atau konsumen adalah orang nomor satu di dalam sirkulasi pasar. Segala sesuatunya harus dipandang dari sudut konsumen. Keingintahuan tentang konsumen hendaknya berfokus pada apa yang sebenarnya mereka inginkan serta mengantisipasi apa yang mereka inginkan di kemudian hari. Penjualan yang bersifat dinamis, baik itu teknologi, pasar maupun ekonomi akan berubah seiring dengan semakin berkembangnya persaingan dalam dunia usaha maupun perdagangan. Konsumen mempunyai informasi terkini dan menuntut lebih banyak. Semuanya memerlukan pemahaman, antisipasi, dan kecerdikan dalam memanfaatkan perubahan dan harus mampu menyelaraskan antara kemampuan dan keterbatasannya untuk memanfaatkan peluang sekaligus menahan ancaman yang diakibatkan dari perubahan tersebut.

Dampak Perdagangan Bebas Industri Kecil

Di berlakukannya perjanjian atas perdagangan bebas pada negara – negara ASEAN terhadap China (ACFTA) pada awal tahun 2010 merupakan bagian yang dapat dijadikan seluruh efektifitas dalam pergerakan perekonomian yang tentunya berujung pada tujuan kemajuan pada negara masing – masing dalam perjanjian tersebut. Secara konseptual tentunya diharapkan memberikan keuntungan pada tiap negaranya, dimana tiap negara yang terlibat dengan mudah untuk mendapatkan kemudahan – kemudahan dalam menjual hasil produksinya di negara lain.

(26)

menengah yang mampu bersaing ataupun sebagainya yang tentunya menimbulkan tantangan tersendiri bagi pelakunya. Pelaku usaha di Indonesia akan mengalami ketatnya tingkat kompetisi bisnis di tahun 2010, khususnya sejak berlakunya Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) sejak 1 Januari lalu (antarnews). Membanjirnya produk – produk China tidak tertahankan dan akan mempengaruhi pasar serta menjadi tantangan berat.

Dalam hal ini, terdapat dampak positif dan negatif dari adanya ACFTA yang diberlakukan oleh Indonesia.

a) Dampak Negatif

1. Serbuan produk asing terutama dari Cina dapat mengakibatkan kehancuran sektor-sektor ekonomi yang diserbu.

2. Pasar dalam negeri yang diserbu produk asing dengan kualitas dan harga yang sangat bersaing akan mendorong pengusaha dalam negeri berpindah usaha dari produsen di berbagai sektor ekonomi menjadi importir atau pedagang saja.

3. Karakter perekomian dalam negeri akan semakin tidak mandiri dan lemah. b) Dampak Positif

1. ACFTA akan membuat peluang untuk menarik investasi. Hasil dari investasi tersebut dapat diputar lagi untuk mengekspor barang-barang ke negara yang tidak menjadi peserta ACFTA.

(27)

Jaringan Sosial Dalam Mendukung Keberadaan Industri Kecil

Jaringan sosial merupakan suatu jaringan tipe khusus, dimana ’ikatan’ yang menghubungkan satu titik ke titik lain dalam jaringan adalah hubungan sosial. Berpijak pada jenis ikatan ini, maka secara langsung atau tidak langsung yang menjadi anggota suatu jaringan sosial adalah manusia (person). Mungkin saja, yang menjadi anggota suatu jaringan sosial itu berupa sekumpulan dari orang yang mewakili titik-titik, jadi tidak harus satu titik diwakili dengan satu orang, misalnya organisasi, instansi, pemerintah atau negara (jaringan negara-negara nonblok).

Suatu usaha suatu usaha yang berbasis industri kecil tidak lepas kaitannya dengan hubungan antara pelaku usaha, sehingga dibutuhkan suatu keterlekatan atau suatu jaringan sosial sebagai salah satu bentuk dari modal sosial yang dibutuhkan. Pada tingkatan individu, jaringan sosial dapat didefinisikan sebagai rangka hubungan yang khas diantara jumlah orang dengan sifat tambahan, yang ciri–ciri dari hubungan ini sebagai keseluruhan yang digunakan untuk mengiterpretasikan tingkah laku sosial ari individu – individu yang terlibat pada tingkatan struktur memperlihatkan bahwa pola atau struktur hubungan sosial meningkatkan dan / atau menghambat perilaku orang untuk terlibat dalam bermacam arena dari kehidupan sosial.

(28)

birokrasi. Jaringan sosial memudahkan mobilisasi sumber daya, mempertahankan seseorang untuk memegang suatu jabatan atau membangun usaha bisnis.

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskrpitif digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan tentang apa yang diteliti dan berusaha mendapatkan data sebanyak mungkin sehingga memberikan gambaran yang jelas dan tepat tentang apa yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian.

Metode kualitatif digunakan dengan berbagai pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan. Ketiga, metode ini lebih jelas dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moeleong, 2006:5).

(30)

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dilakukan di kawasn Pusat Industri Kecil (PIK) yang berada di Jalan Menteng VII, kelurahan Medan Tenggara, Sumatera Utara. Adapun yang menjadi alasan peneliti ingin membuat penelitian di Menteng, Sumatera Utara karena daerah ini merupakan salah satu daerah yang pengrajin sepatu. Peneliti sangat tertarik untuk menelitinya.

3.3 Unit Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Unit analisa adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subyek penelitian (Arikunto, 2002:132). Adapun yang menjadi unit analisa data dalam penelitian ini adalah pengrajin sepatu, dan pembeli.

3.3.2 Informan

a) Informan Kunci (key informan)

Informan kunci merupakan sumber informasi yang aktual dalam menjalankan dagangannya berupa sepatu dalam strateginya mengembangkan barang dagangannya di tengah maraknya produk barang impor. Informan kunci dalam penelitian ini adalah:

1. Pengrajin Sepatu

(31)

b. Informan Biasa

Informan biasa merupakan sumber informasi sebagai data-data pendukung. Informan biasa dalam penelitian ini adalah:

1. Pembeli

Informasi yang ingin diperoleh dari informan ini adalah alasan tentang untuk tetap membeli sepatu ini.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Metode yang dipilih berdasarkan pada berbagai faktor terutama jenis data dan informan. Metode pengumpulan data tergantung pada karakteristik data, maka metode yang digunakan tidak selalu sama dengan informan (Gulo, 2002:110-115).

Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Data Primer,

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu:

a. Observasi adalah suatu kegiatan pengamatan selama proses penelitian berlangsung.

(32)

dengan dipandu oleh pedoman wawancara (Depth Interview). Hal-hal yang ingin diwawancarai adalah berupa informasi tentang strategi yang dilakukan para pengrajin sepatu ini sehingga mereka telah mengetahui hal-hal apa saja yang dilakukan agar tetap berkembang di tengah maraknya produk impor.

2. Data Sekunder, diperoleh melalui : a. Studi Kepustakaan

Data yang diperlukan melalui literatur yang berhubungan dengan penelitian atau suatu cara yang digunakan untuk statistik yang gunanya untuk melengkapi data-data penelitian. Selain itu bisa juga berupa bahan-bahan yang berasal dari buku, juga sumber lainnya seperti surat kabar dan internet yang berkaitan langsung dan dianggap relevan dalam penelitian ini.

3.5. Interpretasi Data

Dalam penelitian ini penganalisaan data adalah proses penyederhanaan data dan informasi yang sudah dikumpulkan dimana peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif yang menggambarkan strategi-strategi yang dilakukan oleh para pengrajin sepatu di tengah maraknya produk impor serta meneliti kondisi sosial-ekonomi pegrajin sepatu.

(33)

data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesisikan, mencari, dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, serta memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Dalam penelitian kualitatif, tahap analisis dan interpretasi data diawali dengan proses observasi dan wawancara mendalam yang berkenaan dengan masalah penelitian, sehingga untuk kemudian data-data yang didapat akan dikategorikan dan dikaitkan satu dengan yang lainnya agar dapat diinterpretasikan secara kualitatif.

(34)

3.6 Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan ke…

2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Pra Observasi X

2 ACC judul X

3 Penyusunan proposal penelitian X X X

4 Seminar proposal penelitian X

5 Revisi proposal penelitian X X X

6 Penelitian ke lapangan X

7 Sistem pengumpulan data dan analis X X

8 Bimbingan X X X X

9 Penulisan laporan akhir X X X

(35)

3.7 Keterbatasan Penelitian

1. Para pengrajin sepatu ini sangat susah diwawacarai karena mereka tidak mau terbuka.

2. Mereka hanya mempunyai waktu yang sedikit untuk bisa memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.

3. Lokasi penelitian hanya diadakan pada siang hari.

(36)

BAB IV

TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA

4.1 Deskripsi Lokasi

4.1.1. Sejarah Kelurahan Medan Tenggara

Kelurahan Medan Tenggara (Menteng) adalah bagian Kecamatan Medan Denai yang dulunya merupakan satu bagian dengan Kelurahan Binjai. Sebelumnya dari Kelurahan Binjai sampai daerah Kecamatan Percut Sei Tuan merupakan bagian dari Kecamatan Medan Denai, kemudian pda tahun 1986 pemerintah kota Medan mengadakan pemekaran yang pada akhirnya membagi Kelurahan Binjai menjadi dua kelurahan yaitu menjadi Kelurahan Binjai dan Kelurahan Medan Tenggara (Menteng).

4.1.2. Letak dan Keadaan Wilayah

Kelurahan medan tenggara (menteng) merupakan salah satu dari enam kelurahan yang terdapat di kecamatan medan denai sebagai bagian dari wilayah kota medan. Secara administratif kelurahan menteng ini terdiri dari sebelas lingkungan yang menjadi bagian wilayahnya , yaitu lingkungan I sampai Lingkungan XI. Secara geografis Kelurahan Menteng ini Berbatasan secara langsung dengan :

(37)

4.1.3. Luas Wilayah

Keberadaan Menteng ini memiliki wilayah seluas 2,07km2,dimana luas pemukiman 1,503 km2 luas perkantoran 0,057 km2, luas perkarangan 0,07 km2, luas taman 0,002 km2, serta luas untuk prasarana lainnya deluas 0,329 km2 dan dalam wilayah kelurahan menteng ini terdapat lokasi pusai industri kecil (PIK) dengan wilayah seluas 17,745 m2

4.1.4. Jumlah Penduduk

Berdasarkan data monografi kelurahan pada bulan Desember 2009 maka dapat diketahui jumlah penduduk Kelurahan Menteng adalah sebanyak 15.928 jiwa. Menurut jenis kelaminya, jumlah penduduk tersebut terbagi lagi atas jenis kelamin laki – laki 8.026 jiwa (50,4%) dan perempuan sebanyak 7.902 jiawa (49,6). Terlihat bahwa penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak sekitar 124 jiwa dari penduduk yang berjenis kelamin perempuan. Untuk lebih jelasnya lagi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Jumlah Penduduk

No Jenis kelamin Jumlah %

1 Laki – laki 8.026 50,4%

2 Perempuan 7.902 49,6 %

Jumlah 15.928 100 %

(38)

4.1.4.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Keberagaman etnis para penduduk pendatang ke daerah kelurahan Menteng ini juga menggambarkan berbagai agama yang diyakini oleh penduduk setempat. Komposisi penduduk daerah Kelurahan Menteng jika dilihat bedasarkan agama, maka ada lima jenis agama yang dianut oleh penduduk Kelurahan Menteng, yaitu Agama Islam sebanyak 8.252 orang, Kristen 7.604 orang, Katolik 50 orang, Hindu 10 orang, dan Agama Budha 12 orang.

Tabel 2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Jumlah %

1 Islam 8.252 51,8 %

2 Kristen 7.604 47,73%

3 Katolik 50 0,31%

4 Hindu 10 0,06%

5 Budha 12 0,07%

Jumlah 15.928 100%

(39)

4.1.4.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis

Penduduk Kelurahan Menteng terdiri dari berbagai etnis yang berbeda, hal ini terkait dengan kondisi Kota Medan sebagai salah satu ibu kota provinsi yang dianggap menjanjikan bagi para pendatang untuk memperoleh pekerjaan.

Tabel 3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis

No Etnis Jumlah %

1 Batak Toba 4.938 31%

2 Mandailing 3.416 21,44%

3 Jawa 2.994 18,79%

4 Simalungun 2.036 12,78%

5 Minang 903 5,66%

Sumber : Data kantor Lurah Medan Tenggara Tahun 2009

4.1.4.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

(40)

sampai ke tingkat Sekolah Lanjutan Atas ataupun yang menamatkan pendidikan sampai ke tingkat Perguruan Tinggi. Untuk lebih jelas tentang komposisi penduduk tersebut dapat dilihat pada tabel dibwaha ini :

Tabel 4. Komposisi Menurut Tingkat Pendidikan

No Pendidikan Jumlah %

1 Belum Sekolah 1.967 12,34 %

2 Tidak Tamat SD 100 0,62%

3 SD 2.500 15,69%

4 SLTP 3.985 25,01%

5 SLTA 4.587 28,79%

6 Akademi/DI-DIII 1.231 7,72%

7 Sarjana 1.558 9,78%

Jumlah 15.928 100%

Sumber : Data kantor Lurah Medan Tenggara Tahun 2009

Tabel diatas menjelaskan bahwa penduduk yang memiliki jenjang pendidikan yang mayoritas adalah SLTA dan SLTP. Hal ini berarti Kelurahan Menteng memiliki tingkat pendidikan yang cukup baik. Banyaknya penduduk yang berada ditingkat pendidikan SLTA yaitu sebanyak 3.985 orang dan SLTA 4.587 orang.

4.1.4.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

(41)

pengusaha 87 orang, montir 64 orang, dokter 60 orang, petani 51 orang,dan lain-lain 840 orang.

Tabel 5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Pendidikan Jumlah %

1 Pegawai Swasta 5.181 32,52%

2 Pedagang 3.387 21,26%

3 Buruh 2.574 16,16%

4 Pegawai negeri 1.282 8,04%

5 Tukang batu 600 3,76%

6 Tukang kayu 400 2,51%

7 Pensiunan 407 2,55%

8 ABRI 386 2,42%

9 Pengrajin 245 1,53%

10 Pengemudi becak 152 0,95%

11 Penjahit 112 0,70%

12 Sopir 100 0,62%

13 Montir 90 0,56%

14 Dokter 70 0,43%

15 Petani 51 0,32%

16 Dan lain-lain 891 5,59%

Jumlah 15.928 100%

(42)

4.1.5. Sarana Pendidikan

Dalam sebuah pemerintah,sektor pendidikan merupakan hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui sektor pendidikan merupakan salah satu usaha untuk mencapai peningkatan dalam pembangunan. Untuk mendukung usaha peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia harus didukung oleh tersedianya sarana dan prasarana yang terkait dengan pendidikan baik secara kuantitas maupun kualitas.

Sarana pendidikan yang ada di Kelurahan Menteng cukup lengkap, mulai dari tingkat paling rendah seperti taman kanak-kanak,hingga ketingkat perguruan tinggi. Sarana-sarana pendidikan tersebut terlihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5. Jumlah Sarana Pendidikan

No Pendidikan Jumlah Gedung Jumlah Guru Jumlah Siswa

1 Perguruan Tinggi 1 unit 56 1.950

2 SMA 4 unit 24 1.450

3 SLTP 2 unit 24 300

4 SD Negeri 2 unit 29 814

5 SD Swasta 4 unit 39 565

6 MI 2 unit 6 70

7 TK 3 unit 12 130

(43)

4.2. Profil Informan

4.2.1. Pengrajin

1. Ahmad Sani Silaban (Lk, 33 Tahun)

Pak Ahmad Sani Silaban ini telah menikah dan bersuku Batak Toba yang mempunyai pendidikan terakhir yaitu SMA. Ia telah tinggal di Menteng sejak tahun 1992. Sebelum tinggal di Tebing Tinggi, Ia tinggal di Medan bersama dengan istri dan anak-anaknya. Ia memutuskan untuk meninggalkan Tebing Tinggi dan mencoba usaha di Meteng. Sejak ia tinggal di Menteng, maka sejak itulah ia mencoba untuk membuka usaha sepatu. Jadi, sudah kurang lebih selama 15 tahun bapak ini membuka usaha sepatu.

Adapun dalam menjual sepatu ini, ia membuka usaha berupa kios yang sekaligus kios tersebut menjadi tempat tinggal keluarganya. Usaha kios jualan sepatu ini dapat kita jumpai tepatnya di dekat kantor lurah Menteng. Ia membuka usaha sepatunya setiap harinya dimulai pada pukul 11.00 WIB.

Ia mempunyai 3 orang anak, 1 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Anak pertamanya bernama Rudy, Rudy ini bersekolah di salah satu SMP negeri yang ada di Menteng ini. Anak no dua benama Lisa, Lisa ini bersekolah di SD negeri juga. Sedangkan anak yang paling kecil masih berumur 4 tahun.

(44)

memutuskan untuk tidak lagi mempekerjakan orang untuk membantunya membuat sepatu.

2. Sutiyoso (Lk, 40 Tahun)

Bagi Pak Sutiyoso, 40. Berbekal pengalaman sebagai pekerja di pabrik pembuatan sepatu di Medan, dia mulai membuka usaha sendiri dengan mengontrak sebuah rumah kecil di Pik Menteng. Selain membuka usaha di kiosnya, Sutiyoso pernah membuka usaha menambal sepatu (ngesol) di pingir jalan Menteng.

Ayah satu anak itu memulai usaha di Menteng 2002, tepatnya semenjak mempersunting Rumini, wanita idamannya, asal kota lemang. Pertama membuka usaha pembuatan sepatu di Jalan Bromo dengan modal sendiri Rp7 juta. Usahanya sempat maju dengan merekrut tiga tenaga kerja terampil yang merupakan temannya sewaktu bekerja di pabrik Medan.

Namun karena pemilik rumah tidak memperpanjang kontrak, dia berpindah usaha ke Jalan Menteng, yang saat ini menjadi tempat tinggalnya. Sekarang, pekerjanya tinggal satu orang Afrizen namanya. Menurut Pak Sutiyoso, pembuatan atau tempahan berbagai jenis sepatu memerlukan keterampilan khusus. “Untuk belajar paling cepat setengah tahun. Saya sempat lama bekerja makan gaji dari 1995 sampai 2001 bekerja di pabrik.”

(45)

tak menentu, terkadang bisa Rp100 ribu–Rp300 ribu. “Harga per potong sama dengan di toko-toko bahkan bisa lebah murah,” ucapnya menjelaskan, satu sepatu dapat diselesaikan dalam waktu seminggu.

Perjalanan hidup dan pengamalaman bekerja, membentuknya menjadi orang yang mandiri dan berdikari, tidak tergantung dan membebani orang lain. Pria kelahiran Buntu Raja Kabupaten Dairi tahun 1973 ini semula bernama Mangatur Fredy. Namun kemudian berganti nama setelah memeluk agama Islam, tepatnya tahun 1999 semasa bekerja di pabrik pembuatan sepatu di Medan.

Sutiyoso, merupakan salah satu pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang membutuhkan bantuan dan pembinaan dari Pemko Medan. Sampai saat ini dia tidak pernah mendapatkan bantuan modal usaha itu. “Mungkin kalau ada modal saya akan menambah steling usaha dan membuka usaha yang lebih besar,” katanya berharap.

3. Ibu Sri (Pr,44 Tahun)

Bu Sri adalah seorang pengrajin sepatu,dan beliau berusia 44 tahun. Dia lahir tahun 1967, beliau memulai dan menekuni usaha tersebut sejak menikah dan pindah ke Medan dengan suaminya yang sama-sama berasal dari suku Minang.

(46)

Ibu ini memberikan upah kepada pekerjanya setiap minggunya sesuai dengan jumlah sepatu yang diselesaikannya. Sistem pengupahan yang diberikan ibu ini dilakukan dengan menggunakan jumlah perkodinya. Untuk setiap satu kodi sepatu yang terselesaikan itu memperoleh upah Rp.60.000,-

4. Keluarga Suhardi(Lk,41 tahun)

Suhardi dalah bapak kepala rumah tangga yang bekerja sebagai pengrajin sepatu, suhardi bekerja sebagai pengrajin sepatu telah lama ditekuninya sebagai pengrajin sepatu pada tahun 1998 sampai sekarang. Suhardi lahir pada tahun 1970,suhardi memliki anak 3 orang yang diantaranya 2 anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan. Pada tahun 1998 suhardi sudah membuka usaha sendiri dan bekerja sebagai pengrajin sepatu yang berlokasi di PIK.

Pekerjaan sebagai pengrajin sepatu ditekuninya selama 2 tahun. Setelah itu suhardi berhenti dari pekerjaan sebagai pengrajin sepatu. Pada tahun 2001 suhardi merantau ke aceh bekerja sebagai buruh bangunan, kira-kira selama 3 bulan suhardi berhenti karena tidak tahan sebagai buruh bangunan, pada dasarnya suhardi biasanya bekerja ringan dengan hanya bermodalan keterampilan dan keuletan dalam bekerja. Suhardi kembali ke Medan dan suhardi sempat mengangur selama 2 bulan.

(47)

menyewa sebuah kios yang tidak begitu besar,dengan modal yang sudah ia miliki pada waktu ia bekerja di perusahan sepatu. ia juga meminjam modal ke lembaga keuangan untu membeli alat-alat untuk membuat sepatu dan bahan baku. Penghasilan suhardi pada setiap minggunya sebanyak 96 pasang, dengan harga Rp.250.000,-. Menurut suhardi penghasilan tersebut masih kurang karena untuk membeli bahan baku saja tidak cukup dikarenakan harga bahan baku semakin meningkat.

5. Tomy (Lk,37 Tahun)

Tomy seorang pengrajin sepatu yang telah melakukan usahanya selama 12 tahun, bapak ini membangun usahanya dengan modal sendiri yaitu dari uang tabungannya, ia memutuskan melakukan usaha tersebut atas dasar keinginannya sendiri. Ia juga memliki kios yang mungkin untuk melakukan usahanya.

Selama melakukan usahanya, bapak ini memngakui banyak hambatan,seperti banyaknya persaingan antara pengrajin sepatu yang ada disekitar ini. Ia hanya mendapatkan keuntungan Rp.300.000 per bulan. Ia hanya dibantu oleh istinya.

6. Keluarga Ibu Ningsih (Pr,38 Tahun)

(48)

kandungnya sendiri dan beberapa pekerja yang pernah bekerja sama suaminya. Selama melakukan usaha ini, ibu Ningsih mengakui banyak hambatan dan masalah. Namun ibu ini berusaha untuk mengatasi hal tersebut. Ibu ini kebanyakan membuat sepatu wanita seperti sepatu bekerja dan sepatu untuk sekolah atau kuliahan. Ibu ini memperoleh keuntungan Rp.350.000 per bulan.

7. Keluarga Bapak Supri (Lk,40 Tahun)

Bapak Supri ini seorang pengrajin sepatu. Bapak ini menekuni profesinya sebagai pengrajin sepatu baru dilakukan selama 2,5 tahun. Sebelum sebagai pengrajin sepatu bapak ini berprofesi sebagai buruh bangunan. Menurut bapak ini buruh bangunan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya sangat kurang karena upah sebagai buruh bangunan tergantung jika ia dipanggil mandornya untuk bekerja. Bapak ini memliki 2 orang anak. Menurut bapak ini sebagai pengrajin sepatu bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, walaupun keuntungan yang di dapatkan bapak ini tidak terlalu besar.

(49)

4.2.2. Pembeli

1. Lili (Pr,29 Tahun)

Lili seorang wanita penggemar sepatu. Ia bekerja di salah satu pegawai swasta yang ada di Medan. Lili ini selalu membeli sepatu luar,bagi ia sepatu luar modelnya lebih bagus dan mengikuti trend. Menurut Lili harga sepatu luar terjangkau.

2. Tina (Pr,20 Tahun)

Tina seorang mahasiswa. Dia kuliah di salah satu Universitas Swasta yag berada di Medan. Tina ini tinggal di daerah Menteng VII. Dia pernah membeli sepatu buatan lokal yang ada di PIK. Menurut Tina model sepatu yang berada di PIK ini kurang menarik sehingga ia tidak mau membeli sepatu buatan lokal. Kemudian Tina beralih membeli sepatu buatan luar, menurut dia sepatu buatan luar bentuknya unik-unik dan hargnya murah.

3. Wati (Pr,38 Tahun)

(50)

4. Indah (Pr,32 Tahun)

Indah adalah seorang ibu yang berprofesi sebagai pegawai Bank. Ibu ini masih memiliki 1 orang anak. Ia mengaku hampir tiap bulan membeli sepatu. Sepatu yang di beli ibu ini sepatu buatan luar. Karena menurut ibu ini memakai sepatu buatan luar membuat ibu ini semakin percaya diri terhadap penampilannya. Menurut ibu ini kualitas sepatu buatan luar bagus, dan bentuknya juga unik-unik.

4.3 Temuan Data

4.3.1. Latar Belakang Pendirian Pusat Industri kecil (PIK)

Ide pertama pendirian Pusat Industri kecil (PIK) ini atas prakarsa dari Ir.Himanuddin Nasution sebagai kepala Kandep Perindustrian kota Medan pada tahun 1991-1992 dalam rangka ingin menjadikan PIK sebagai cibaduyutnya Medan. Kemudian hal ini dibicarakan dengan pengurus KOPINKRA sepatu kota Medan yang dipimpin oleh Ir.Budi D.Sinulingga yang mewakili Pemda tingkat II Medan,sekaligus sebagai ketua Bappeda kota Medan.

(51)

Setelah biaya untuk pembangunan rumah toko dengan dua tingkat, berlantai semen, serta beratap genteng diperkirakan banyak dari pengusaha ini yang mengundurkan diri dengan berbagai alasan. Pada akhirnya pembangunan PIK ini tidak lagi dikhususkan hanya untuk para pengrajin sepatu saja, akan tetapi juga oleh pengrajin yang lainnya dengan permohonan yang diajukan melalui lurah/camat se kota Medan dengan menetapkan syarat-syarat tertentu.

Pada tahun 1995, kawasan PIK telah dibangun diatas tanah seluas 17.745 m2 sebagai komplek perumahan PIK yang terdiri dari bangunan berbentuk rumah toko (ruko) permanen tingkat dua sejumlah 98 unit, yang berlokasi di kelurahan Medan Tenggara (Menteng) kecamatan Medan Denai. PIK ini akhirnya dibangun di atas tanah milik Pemda Tingkat II kota madya Medan, dimana para pengrajin yang berlokasi disana diberikan hak pengolahan atas bangunan tersebut dan kemudian statusnya meningkat menjadi Hak Guna Bangunan (HGB).

Para pengrajin sebagai penghuni diberi kelonggaran untuk mencicil kredit setiap bulan dengan jangka waktu diberikan sekitar 5,10,15,sampai 20 tahun. Pembangunan PIK ini terlaksana dengan adanya kerja sama antara Pemda Tingkat II Medan, PT.Bank Tabungan Negara (BTN), dan PT.Rezeki Berkah Utama.

(52)

4.3.2. Tujuan Pendirian Pusat Industri Kecil (PIK)

Pemerintah pada masa Walikota Bactiar Dja’far ini memutuskan untuk membangunan kawasan PIK sebagai sentra industry dengan tujuan :

1. Untuk menjadikannya sebagai cibaduyutnya Kota Medan

2. Untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan para pengrajin industri kecil

3. Dengan adanya suatu sentra industri kecil diharapkan akan dapat meningkatkan pertumbuhan industri-industri kecil yang tadinya tersebar di beberapa lokasi/kelurahan.

4. Dengan menyatukan beberapa pengrajin dalam satu lokasi akan memudahkan pemerintah atau instansi terkait untuk melakukan pembinaan, sehingga akan menghasilkan produk unggulan yang dapat berkompetisi menembus pasaran internasional untuk mewujudkan industri yang tangguh.

Untuk mewujudkan tujuan pemerintah dalam pendirian PIK tersebut maka pihak Departemen Perindustrian dan Perdagangan sebagai pihak yang bertanggung jawab melakukan beberapa pembinaan berupa :

(53)

2. Memberikan pelatihan-pelatihan, seperti diklat pembuatan sepatu, diklat untuk memberikan motivasi berusaha dengan nama Achievement Motivation Training (AMT) selama 8 hari dengan tenaga pelatih dari Kanwil Perindustrian dan Perdaganagn Sumut dengan dana yang disediakan oleh Pemko, dan Diklat Warung Informasi yang seluas-luasnya pada pengrajin.

3. Mengadakan pameran dan promosi untuk menembus pasar, baik itu dengan mengikuti pameran atau promosi untuk menembus pasar, baik itu dengan mengikuti pameran langsung yang mengikutsertakan beberapa pengrajin industri kecil diantaranya berasal dari kawasan PIK Menteng misalnya dengan mengikuti Pekan Raya Jakarta dan sebagainya, amupun dengan melakukan terobosan pemasaran langsung dengan sistem pendekatan Perindustrian Kota Medan

(54)

akan tetapi juga terdiri dari beberapa profesi seperti pegawai perkebunan, pegawai negeri, pengusaha kelontong dan kedai kopi. Disamping itu 1 unit gedung yang dari awal memang sudah disediakan sebagai swalayan produk-produk dari PIK untuk memudahkan para pengunjung agar dapat melihat dan memesan contoh produk yang diinginkan ternyata kurang difungsikan, bahkan terkesan kurang terawat.

4.3. Hambatan Dalam Pengembangan Usaha dan Strategi Mengatasinya

Setiap kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing individu memiliki segala resiko ataupun masalah berkaitan dengan kegiatannya tersebut. Proses kewirausahaan berkisar pada penggabungan sumber-sumber daya yang ada, proses tersebut melibatkan resiko yang tinggi, ketika suatu usaha tersebut berkembang maka seorang pengusaha akan berhadapan dengan masalah yang berhubungan kegiatan usahanya tersebut (Long,1997:174)

Keberlangsungan usaha adalah suatu keadaan atau kondisi usaha, dimana didalamnya terdapat cara-cara untuk mempertahankan, mengembangkan dan melindungi sumber daya serta kebutuhan yang ada di dalam suatu usaha (industri) untuk mencapai maksud yaitu mencari untung.

(55)

1. Persaingan (Competition)

Persaingan dapat diartikan sebagai suatu proses sosial dimana individu atau kelompok-kelompok manusia bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik secara perorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa menggunakan kekerasan atau ancaman. Tidak dapat dipungkiri apabila setiap usaha yang dilakukan setiap orang, apalagi usaha tersebut tidak hanya dilakukan oleh satu orang saja, namun ada beberapa orang maka para pelaku usaha memiliki persaingan dengan pelaku usaha lain. Begitu pula yang terjadi pada industri kecil sepatu di PIK Menteng ini.

Persaingan sering kali muncul diantara para pengrajin pada saat mencari dan membeli bahan baku, kelangkaan bahan baku menjadi alasan yang mendasar terjadinya persaingan, kondisi seperti ini mengakibatkan masing-masing pengrajin khawatir akan tidak tersedianya bahan baku bagi proses produksi mereka. Hal yang menimbulkan adanya perbedaan harga bahan baku, jika ada yang berani bayar mahal maka dialah yang memperoleh bahan baku lebih cepat, hal ini menimbulkan ketidakstabilan harga bahan baku sehingga cenderung melonjak naik. Berikut hasil wawancara dengan salah seorang pengrajin :

(56)

Biasanya persaingan ini tidak sengaja dan tidak ditujukan kepada perorangan atau golongan. Biasanya ada tujuan yang ingin dicapai seperti dalam pembuatan barang, orang ingin mencapai kualitas tinggi dan harga rendah. Dengan sendirinya diantar dua pengrajin yang tujuannya sama terjadi persaingan karena adanya pihak ketiga yaitu pembeli yang memilih tempat/pengrajin yang lebih memenuhi syarat untuk mencapai tujuan. Berikut hasil wawancaranya :

“diantara kami sesama pengrajin timbul persaingan antara lain masalah harga jual..sering dijumpai harga yang berbeda dan tempat lokasi berjualan selalu mencari tempat yang strategis supaya para pembeli lebih mudah datang untuk membeli”. (Wawancara dengan Informan Sutiyoso,2011)

Berikut hasil wawancara terhadap pengrajin sepatu :

“Kendala usaha pengrajin sepatu mutu atau kualitas model juga harus diperhatikan dari pada kita mengalami bangkrut ya mau gak mau, kita harus membuat model selera pembeli” (Wawancara dengan Informan Sri,2011)

(57)

2. Kurangnya Modal.

Masalah permodalan merupakan suatu masalah utama yang dihadapi pengrajin. Pada umumnya pengrajin terbentur dalam masalah modal yang akan digunakan dalam mengembangkan usaha, meskipun banyak pengrajin yang mempunyai kemampuan untuk mengelola usahanya tetapi tidak mempunyai modal yang cukup sehingga pengrajin ini dapat mengembangkan usahanya lebih maju. Jelaslah modal merupakan faktor yang utama menentukan arah perkembangan usaha yang dijalankan. Berikut hasil wawancaranya dengan salah satu pengrajin :

“sangat jelas sekali. Tanpa modal nggak mungkin bisa mengembangkan usaha sepatu ini. Mau beli bahan baku saja harus pake modal,,apa lagi harga bahan baku sekarang mahal,,mau gak mau harus meminjam uang buat dapatin modal.” (Wawancara dengan Informan Suhardi, 2011)

Modal yang cukup sehingga pengrajin ini dapat mengembangkan usahanya lebih maju. Jelaslah modal merupakan faktor yang utama untuk menentukan arah perkembangan usaha yang dijalankan. seperti diketahui modal sangat penting dalam perkembangan usaha karena modal mempunyai 2 fungsi yaitu :

1. Menopang kegiatan produksi dan penjualan dengan jalan menjembatani antara saat pengeluaran untuk pembelian bahan serta jasa yang diperlukan dengan penjualan

(58)

modal, usaha yang dijalankan tidak dapat beroperasi dengan baik (Pitoyo,1993)

Permodalan merupakan suatu aspek terpenting dalam menentukan suatu keberlangsungan usaha, tanpa modal dalam hal ini modal uang suatu usaha tidak dapat berjalan atau tidak dapat dibangun atau dirintis kembali. Pengrajin sepatu yang dilihat dari banyaknya pekerja terhadap pengrajin tersebut dalam memenuhi kebutuhan akan modal untuk usaha ada yang berasal dari modal sendiri dan ada yang merupakan modal pinjaman.

Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Untuk menjalankan usaha pada awalnya tidak membutuhkan modal usaha yang besar, tetapi kebutuhan akan modal (baik untuk modal investasi maupun modal kerja) semakin meningkat seiring dengan perkembangan usaha. Keluhan yang selalu dihadapi pengrajin sepatu ini adalah kuranganya modal, naiknya harga bahan baku, kesulitan mendapatkan bahan baku yang berkualitas karena terkendala dana maka sering kali tidak bisa untuk memenuhi permintaan dan akhirnya banyak pengrajin tersebut yang tidak mampu bertahan dan mengalami kebangkrutan. Berikut wawancara dengan salah satu pengrajin sepatu :

(59)

Modal sendiri (modal perorangan) merupakan modal yang berasal dari uang pribadi pengrajin, bisa merupakan modal usaha yang sejak dulu ada karena usahanya merupakan usaha rintisan atau bisa merupakan murni modalnya pengrajin sendiri datang dari kantongnya. Modal pinjaman merupakan modal yang diperoleh dengan cara meminjam baik itu meminjam kepada orang atau lembaga keuangan seperti Bank. Sedangkan untuk pengrajin sepatu modalnya ada yang datang dari diri sendiri dan dari modal pinjaman kepada lembaga keuangan yaitu Bank dengan jangka waktu peminjaman biasanya tahunan dan berdasar besaran dana pinjam. Berikut hasil wawancara dengan salah satu pengrajin sepatu :

“…..Jika saya kekurangan modal ya saya biasanya meminjam dari lembaga keuangan seperti Bank atau koperasi tapi kadang-kadang saya pake modal sendiri dan pinjem dari keluarga lain,, karena mau nanti pihak bank sangat susah meminjamkannya lagi karena sudah pernah meminjam.” (Wawancara dengan Informan Ningsih,2011)

Industri kecil mampu bertahan sampai saat ini karena permodalan mereka tidak tergantung pada perbankan, dimana perbankan tidak lebih hanya sebagai alat transaksi maupun untuk menjaga keamanan. Sebagian besar pelaku industri kecil dalam menjalankan usahanya mengandalkan permodalannya sendiri yang bersumber dari tabungan pribadi, pinjaman kerabat dan bahkan tidak jarang modal mereka peroleh melalui pinjaman dari lembaga keuangan yang bukan bank.

(60)

usaha tersebut menggunakan uangnya sendiri sebagai modal. Berikut hasil wawancara terhadap salah satu seorang pengrajin :

“selain masalah modal uang untuk mengembangkan usaha modal,, modal untuk memperbaiki alat-alat yang rusak juga penting, kalau mesin rusak ya tidak bisa memproduksi sepatu”. (Wawancara dengan Informan Supri,2011)

Berikut hasil wawancara dengan salah satu pengrajin sepatu :

“sekarang ini sangat sulit mendapatkan bahan baku,,contohnya saja bahan kulit.. Harga kulit saja sudah mahal,sudah gitu mendapatkan bahan baku kulit saja harus mencarinya ke daerah lain”. (Wawancara dengan Informan Sri,2011)

Proses produksi sepatu juga membutuhkan modal tetap dan modal berjalan. Modal tetap adalah modal yang tidak habis dalam sekali proses produksi dan terdiri dari peralatan serta sarana untuk proses pembuatan sepatu tersebut. Sedangkan modal berjalan adalah modal untuk membiayai pelaksanaan proses produksi, meliputi pembelian bahan baku,dan biaya upah pekerja. Dalam hal modal tetap pengrajin sepatu tidak memiliki masalah yang berarti, hanya saja masalah yang berkaitan dengan modal tetap cenderung kepada masalah mesin, dan kurangnya alat-alat pencetak. Dalam hal modal tetap pengrajin sepatu tidak memiliki masalah yang berarti, hanya saja masalah yang berkaitan dengan modal tetap cenderung kepada masalah mesin, dan kurangnya alat-alat pencetak.

(61)

terutama biaya operasional kerja sangat dibutuhkan bagi para pengrajin, modal berjalan yang diperlukan pengrajin untuk kelancaran produksi adalah biaya pembelian bahan baku. Masalah kelancaran bahan baku muncul apabila pengrajin tidak mampu membeli bahan baku akibat harga bahan baku yang semakin naik

3. Aspek Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia merupakan segala kemampuan yang dimiliki sesorang untuk melakukan suatu kegiatan, sumber daya manusia sangat dibutuhkan untuk pencapaian suatu kegiatan optimal, suatu usaha yang dikelola oleh seseorang yang memliki sumber daya yang berkualitas, maka usaha tersebut akan terus berkembang, sebaliknya apabila kualitas sumber daya pengelola usaha rendah, maka usaha tersebut akan mengalami stagnasi.

Sumber Daya manusia meliputi kemampuan para pengusaha dalam mengelola usahanya, kemampuan pekerja, tingkat pendidikan pengrajin yang tidak mendukung, dan sebagainya. Dilihat dari tingkat pendidikan para pengusaha yang hanya menamatkan sekolahnya hingga SMU, maka sumber daya manusia yang dimiliki pun hanya setingkat SMU, artinya kemampuan akan penggunaan teknologi dan wawasan tentang kewirausahaan sangat minim dimiliki oleh para pengrajin.

(62)

tidak terlepas dari tingkat pendidikan, wawasan dan pengetahuan yang dimiliki. Selain itu sebahagian perajin yang telah mendapatkan bantuan beralih profesi dan pindah ke daerah lain, sehingga hal ini mengakibatkan pengrajin yang ada dilokasi PIK ini menjadi berkurang.

4. Majemen

Sistem manajemen yang baik sangat diperlukan dalam berusaha, hal tersebut diperlukan sebagai indikator yang sangat menentukan dalam mengukur pertumbuhan sebuah kegiatan usaha. Pada umumnya industri kecil berawal dari industri rumah tangga yang melibatkan anggota keluarga terdekat. Pengrajin yang bekerja dilokasi ini kebanyakan merupakan pendatang dari kampung pemilik usaha.

Dalam pengolahan usaha lebih mengandalkan manajemen keluarga dari pada menerapkan prisip-prinsip manajemen (baik itu manajemen keuangan maupun manajemen pemasaran), dan para pengusaha ini tidak memliki penataan administrasi yang baik.

4.4. Strategi Yang Digunakan Untuk Mengembangkan Usahanya

4.4.1. Strategi Produksi

(63)

lebih spesifik hanya dimaksudkan sebagai kegiatan yang menghasilkan barang baik barang jadi maupun barang setengah jadi. Kegiatan produksi akan selalu diperlukan bagi pemenuhan kebutuhan manusia yang terbatas. Dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang tersedia sebagai sarana kegiatan produksi, diharapkan akan dapat menghasilkan nilai kegunaan baru dari barang atau jasa yang diperlukan bagi pemenuhan kebutuhan manusia.

Untuk melindungi kegiatan industrinya agar tidak mengalami kebangkrutan, maka para pengrajin sepatu harus tetap melakukan strategi produksi, pelaksanaan strategi produksi membutuhkan modal berjalan, sehingga pemenuhan akan modal berjalan sangat diperhatikan oleh para pengrajin. Jika terjadi hambatan akan modal berjalan, yakni modal uang dan bahan baku, para pengrajin mengumpulkan modal kembali dari berbagai sumber modal yang paling sering diperoleh oleh para pengrajin ialah modal dana dari pinjaman kerabat. Berikut hasil wawancara dengan salah seorang pengrajin :

“Kami sering mengalami kekurangan modal, apalagi kalau agen kami belum melunasi sepatu kami. Salah satu jalan kami supaya bisa buat sepatu ya.. minjem sama keluarga, kalau pinjem sama saudara kan lebih enak kita bayar cicil”. (Wawancara dengan Informan Sri,2011)

(64)

“…Pinjaman dari Bank ya pernah tapi kan resikonya besar, kalau gak bisa bayar takutnya tanah dan rumah kita disita, maunya sih kalau pinjaman modal usaha dari mereka bunganya gak banyak jadi kami gak kewalahn bayarnya.” (Wawancara dengan Informan Supri,2011)

Strategi lain dalam mengatasi kelancaran proses produksi adalah berusaha tetap memperoleh bahan baku dari para agen, dengan jalan menjalankan kerja sama dengan para agen dapat memperoleh bahan baku yang murah dan berkualitas baik, hal ini dimulai sejak awal proses produksi, walaupun tidak ada perjanjian tertulis antara pengrajin dengan pemasok bahan baku, mereka mampu memperoleh bahan baku yang murah dengan sistem cicil, hal ini karena adanya proses tawar menawar antara pengrajin dan pemasok, dalam hal ini pengrajin harus memiliki kemampuan untuk bertransaksi dengan pihak pemasok. Berikut hasil wawancara dengan salah satu pengrajin :

“Bahan baku sepatu kami dapatkan dari pemasok, setelah bahan tersebut sudah diserahkan kepada kami,kami ngecek barang tersebut. Kami tinggal nanya berapa harganya,kalau uang kami tidak cukup kami bisa nyicil,lagi pula sama peamsok langganan kami nggak gengsi lagi dan kalau bahan bakunya tidak bagus kami bisa komplain, mereka lagsung ngurangi harga atau nggak paling untuk kedepannya dicarikan yang lebih bagus”. (Wawancara dengan Informan Tomy,2011)

(65)

dalam proses produksi terutama mesin-mesin berat dan ringan kesemuanya akan berpengaruh terhadap aktivitas perusahaan atau usaha untuk menghasilkan kualitas produk. Berikut hasil wawancara dengan salah satu pengrajin sepatu:

“saya memproduksi sepatu dengan membuat model-model yang terbaru.. agar pelanggan saya tidak lari.. kalau tidak bagus ya pelanggan saya berlarian donk..” (Wawancara dengan Informan Sutiyoso,2011)

Tersedianya tenaga kerja, tenaga kerja yang sebelum melaksanakan kegiatan produksi harus memenuhi persyaratan bahwa kualitas tanaga kerja yang digunakan oleh suatu perusahaan atau usaha akan berpengaruh terhadap efisiensi produksi serta kualitas akhir yang dihasilkan, memperhatikan prospek perkembangan ekonomi pada masa yang akan datang yang akan mempengaruhi permintaan terhadap jenis-jenis produksi yang dihasilkan oleh suatu usaha (perusahaan), baik itu usaha berskala kecil ataupun berskala besar dengan kapasitas produksi yang banyak dan beragam.

Kaitannya dengan ini kelangsungan produksi dalam penelitian ini mencakup faktor-faktor atau aspek-aspek kualitas, kuantitas, bahan baku, dan teknologi.

4.4.2. Strategi Pemasaran

Dalam pertumbuhan ekonomi Mc.Clelland (dalam Suwarsono;1990) tidak hanya menjelaskannya melalui faktor eksternal, akan tetapi pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu nilai-nilai yang mendorong individu untuk mengeksploitasi peluang untuk meraih kesempatan yang ada.

(66)

produksi kemampuan melihat peluang merupakan salah satu yang penting. Selain itu agar berkembang usahanya setiap pengrajin harus membentuk jaringan yang luas dengan pedagang, baik pedagang pasar maupun pedagang kaki lima. Oleh karena itu keberadaan pemasaran yang tetap langganan menjadi hal yang penting bagi pengrajin industri kecil agar tetap produktif. Hubungan langganan yang terbentuk antara pedagang dan pengrajin industri kecil didasari oleh adanya kepercayaan yang akan mempertahankan hubungan dagang yang telah dijalankan.

Pengrajin sepatu ini ada yang mengaku tidak perlu lagi mencari tempat pemasaran hasil produksinya karena sudah memiliki langganan tetap yang diperoleh melalui kerja sama dengan pihak lain ketika kawasan PIK tersebut diresmikan, sehingga hanya perlu dipertahankan agar pelanggan tidak “lari” dengan berusaha menjaga dan memperbaiki kualitas produksinya. Seperti penuturan seorang pengrajin sepatu yang mempunyai pemasaran di Malaysia secara kerja sama.

“Ada beberapa sepatu kami di ambil pengusaha Malaysia, mereka tertarik dengan model yang kami buat, selain itu ada juga pelanggan kami di luar medan. Kami tetap menjaga kualitas barang biar pelanggan kami tidak lari” (Wawancara dengan Informan Tomy,2011)

(67)

perhatian para pelanggan dengan tindakan-tindakan rasional seperti membuat model yang bagus, harga relatif murah supaya dijangkau oleh masyarakat. Berikut hasil wawancaranya :

“untuk lebih mudah memasarkan saya memiliki agen tetap dan selalu mengikuti tren mode yang berkembang dipasaran, juga harganya tidak terlalu mahal supaya bisa ternjangkau pembeli”. (Wawancara dengan Informan Ahmad Sani,2011)

Sebelum sampai kepada konsumennya, sepatu dipasarkan kepada agen, pedagang toko. Setiap minggunya pengrajin mampu mengirim sepatu sebanyak lima ratus pasang sampai tujuh ratus pasang, sepatu tersebut kebanyakan di pasarkan daerah Medan,Belawan, dan pulau Jawa. Untuk tingkat ekspor, pengrajin sepatu tidak langsung mengekspor produknya, melainkan terdapat perantara atau pihak penampung dari luar negeri mengimpor sepatu melalui agen sepatu yang berada di luar daerah.

Selain ada juga yang menuturkan untuk memperluas pemasaran ini juga diperoleh atau didapatkan dari ikut organisasi. Mekanisme pengambilan atau pembayaran barang juga beragam ada yang tunai dan ada juga tempo (kredit). Pengrajin sepatu ini biasanya mekanisme pengambilan barangnya tunai namun ada yang tempo. Kebanyakan diberikan dengan tempo dan untuk pembayarannya setengah harganya sebagai uang muka kemudian sisanya kalau sudah pengambilan dan barang jadi.

(68)

produk yang hampir serupa tapi juga melihat dari kualitas barangnya. Berikut hasil wawancara dengan salah satu pelanggan pengrajin sepatu :

“terkadang untuk menentukan harga jual sepatu kami mengalami sedikit kebingungan karena harus menentukan harga yang terjangkau pembeli, namun juga harus memperhatikan biaya yang sudah kami keluarkan untuk membuat sepatu”. (wawancara dengan informan Ningsih, 2011

Pengembangan produk sepatu ini biasanya di ikuti dengan adanya suatu ide, pengembangan ide, pembuatan percobaan, analisis usaha, dan percobaan penjualan dipasar (dalam Buchari,2000). Upaya untuk meningkatkan omset penjualan, para pengrajin sepatu adalah dengan selalu tepat waktu bila ada pesanan dan inovasi lain adalah antara lain :

1. harga yang terjangkau,

2. Melakukan inovasi-inovasi dalam bentuk kreasi, 3. Promosi-promosi seperti ramah kepada setiap pembeli, 4. Promosi yang dilakukan dari pembeli ke pembeli.

4.5. Pemanfaatan Jaringan Sosial Dalam Pengembangan Usaha

Gambar

Tabel 1.1 Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil
Tabel 1.2
Tabel 1. Jumlah Penduduk
Tabel 2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
+5

Referensi

Dokumen terkait