• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyeimbangan Lintasan Pada Proses Pembuatan Pintu Dengan Metode Helgeson Birnie, Kilbridge Wester Dan Moodie Young Pada Production Training Centre

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penyeimbangan Lintasan Pada Proses Pembuatan Pintu Dengan Metode Helgeson Birnie, Kilbridge Wester Dan Moodie Young Pada Production Training Centre"

Copied!
220
0
0

Teks penuh

(1)

PENYEIMBANGAN LINTASAN PADA PROSES PEMBUATAN P

I N T U D E N G A N M E T O D E H E L G E S O N

BIRNIE, KILBRIDGE WESTER DAN MOODIE

YOUNG

PADA PRODUCTION TRAINING

CENTRE

TUGAS SARJANA

D i a j u k a n u n t u k M e m e n u h i S e b a g i a n d a r i Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

JUNI YANTI NAPITUPULU

0 5 0 4 0 3 0 4 7

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)
(3)
(4)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK... xv

I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1

1.2. Rumusan Permasalahan ... I-3

1.3. Tujuan Penelitian ... I-3

1.3.1. Tujuan Umum ... I-3

1.3.2. Tujuan Khusus ... I-4

1.4. Batasan Masalah dan Asumsi ... I-4

(5)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN... II-1 2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-2

2.3. Organisasi dan Manajemen ... II-3

2.3.1. Struktur Organisasi Production Training Centre... II-3

2.3.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-4

2.3.3. Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perushaan ... II-4

2.3.3.1. Tenaga Kerja... II-4

2.3.3.2. Jam Kerja... II-5

2.3.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya... II-6

2.3.4.1. Tunjangan ... II-7

2.3.4.2. Fasilitas... II-8

2.4. Proses Produksi... II-8

2.4.1. Bahan ... II-8

2.4.1.1. Bahan Baku ... II-8

2.4.1.2. Bahan Tambahan ... II-10

2.4.1.3. Bahan Penolong ... II-11

2.4.2. Uraian Proses Produksi... II-11

2.4.2.1. Gudang Bahan Baku ... II-12

(6)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

2.5. Mesin dan Peralatan ... II-19

2.5.1. Mesin ... II-19

2.5.2. Peralatan ... II-20

2.6. Utilitas ... II-20

2.7. Safety and Fire Protection... II-21

2.8. Waste and Water Treatment... II-22

2.9. Maintenance... II-22

III LANDASAN TEORI... III-1 3.1. Definisi Keseimbangan Lintasan ... III-1

3.2. Permasalahan Keseimbangan Lintasan ... III-4

3.3. Pendefinisian Masalah Keseimbangan Lintasan... III-5

3.4. Istilah-istilah dalam Keseimbangan Lintasan... III-6

3.5. Pengukuran Waktu Jam Henti ... III-8

3.5.1. Langkah-langkah Sebelum Melakukan Pengukuran . III-8

3.5.2. Melakukan Pengukuran Waktu ... III-10

3.6. Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan ... III-11

3.7. Kelonggaran... III-12

(7)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

3.9. Uji Kecukupan Data ... III-15

3.10. Penentuan Waktu Baku ... III-16

3.11. Beberapa Teknik Line Balancing... III-16

3. 11.1. Metode Helgeson Birnie... III-18

3. 11.2. Metode Kilbridge dan Wester... III-19

3. 11.3. Metode Moodie Young... III-20

3. 11.4. Perbandingan Algoritma Region Approach,

Positional Weight, dan Moodie Young... III-21

IV METODOLOGI PENELITIAN... IV-1 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... IV-1

4.2. Objek Penelitian ... IV-1

4.3. Instrumen Penelitian... IV-1

4.4. Studi Pendahuluan... IV-1

4.5. Metode Pengumpulan Data ... IV-2

4.6. Metode Pengujian, Pengolahan dan Analisis Pemecahan

(8)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

4.7. Blok Diagram Prosedur Penelitian... IV-3

4.8. Metode Pengukuran Waktu, Pengolahan Data dan Analisis

Pemecahan Masalah ... IV-5

4.8.1. Metode Pengukuran Waktu... IV-5

4.8.2. Metode Pengolahan Data ... IV-7

4.8.3. Analisis Pemecahan Masalah... IV-11

4.8.4. Kesimpulan dan Saran ... IV-11

4.9. Blok Diagram Prosedur Penelitian... IV-7

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA... V-1 5.1. Pengumpulan Data ... V-1

5.1.1. Work Center Awal di Production Training Centre.... V-1

5.1.2. Data Waktu Pengerjaan Setiap Elemen Kerja... V-4

5.1.3. Job Qualification... V-4

5.1.4. Gambar Produk Pintu Engineer Petak 8... V-6

5.2. Pengolahan Data ... V-7

5.2.1. Pengujian Keseragaman dan Kecukupan Data... V-7

5.2.1.1. Uji Keseragaman Data... V-8

(9)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

5.2.2. Menghitung Waktu Baku Setiap Elemen Kerja ... V-17

5.2.2.1. Menghitung Waktu Proses Terpilih ... V-17

5.2.2.2. Menghitung Rating Factor dan Allowance ... V-19

5.2.2.3. Perhitungan Waktu Baku ... V-19

5.2.3. Menghitung Waktu Siklus Work Centre... V-23

5.2.4. Elemen Kerja Pembentuk Precedence Diagram dan

Pembentukan Precedence Diagram... V-24

5.2.4.1. Elemen Kerja Pembentuk Diagram

Precedence... V-24

5.2.4.2. Diagram Precedence... V-28

5.2.4.3. Pengelompokan Elemen Kerja Aktual... V-29

5.2.4.4. Perhitungan Balance Delay, Line

Efficiency dan Smoothness Index... V-32

5.2.5. Membagi Elemen Kerja ke Dalam Work Centre ... V-34

5.2.5.1. Metode Helgeson Birnie... V-34

5.2.5.2. Metode Kilbridge Wester... V-55

(10)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH... VI-1 6.1. Analisis Perbandingan Keseimbangan Lintasan Hasil

Ketiga Metode ... VI-1

6.2. Analisis Perbandingan Keseimbangan Lintasan Aktual

dan Usulan... VI-2

6.3. Analisis Stasiun Kerja Hasil Ketiga Metode... VI-2

6.4. Analisis Stasiun Kerja Aktual dan Usulan ... VI-3

6.5. Analisis Precedence Diagram... VI-4

6.6. Analisis Penerapan Hasil... VI-4

VII KESIMPULAN DAN SARAN... VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1

7.2. Saran ... VII-2

(11)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Tenaga Kerja Production Training Centre... II – 5

2.2. Kelas Berat Kayu ... III-9

2.3. Jenis-jenis Grade Kayu ... III-14

2.4. Mesin-mesin yang Digunakan di PTC... III-19

2.5. Peralatan yang Digunakan di PTC... III-20

5.1. Work Center Awal di Production Training Centre... V - 1

5.2. Waktu Elemen Kerja 1 (Blanking Awal Panel)... . V - 8

5.3. Rekapitulasi Hasil Uji Keseragaman Data ... V - 10

5.4. Pengukuran Waktu Elemen Kerja 1 Pembuatan Pintu

Engineer Petak 8... V - 13

5.5. Uji Kecukupan Data Pembuatan Pintu Engineer Petak 8 ... V -14

5.6. Waktu Proses Terpilih... V - 18

5.7. Perhitungan Waktu Baku ... V - 20

5.8. Elemen Kerja Pembentuk Precedence... V - 24

5.9. Penentuan Ranking untuk Setiap Elemen Kerja ... V - 29

5.10. Pengurutan Berdasarkan Ranking ... V – 32

5.11. Pembentukan Stasiun Kerja... V - 36

5.12. Jumlah Waktu ... V - 39

(12)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.14. Pengelompokan Elemen Kerja Tiap-tiap Region... V - 50

5.15. Penentuan Stasiun Kerja ... V - 54

5.16. Stasiun Kerja Hasil Modifikasi ... V - 59

5.17. Matriks P dan F... V - 64

5.18. Pengelompokan Elemen Kerja ... V - 68

5.19. Penyusunan Elemen Kerja ke Dalam Stasiun Kerja... V - 73

5.20. Stasiun Kerja Hasil Modifikasi ... V – 78

6.1. Perbandingan Keseimbangan Lintasan Hasil Ketiga Metode ... VI - 1

6.2. Perbandingan Keseimbangan Lintasan Aktual dan Usulan ... V I- 2

6.3. Perbandingan Stasiun Kerja Hasil Ketiga Metode ... V I- 3

(13)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi Production Training Centre (PTC) ... II-4

2.2. Daun Pintu Petak 8 ... II-12

2.3. Sisi Ujung Kayu Setelah Dishaper ... II-16

2.4. Stile Setelah Diprofil... II-18

3.1. Precedence Diagram... III-6

3.2. Precedence Diagram yang Sesuai untuk Metode Moodie Young... III-25

3.3. Precedence Diagram yang Sesuai untuk Metode Rank Positional

Weight... III-6

4.1. Flowchart Pengolahan Data ... IV-2

5.1. Daun Pintu Engineer Petak 8 ... V-6

5.2. Precedence Diagram Perakitan Daun Pintu Engineer Petak 8 ... V-28

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN

1. Tugas dan Tanggung Jawab Organisasi di Production Training Centre

2. Spesifikasi Mesin-mesin di Production Training Centre

3. Besar Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh

4. Uji Keseragaman Data Tahap I

5. Uji Keseragaman Data Tahap II

(15)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melakukan penelitian dan

menyelesaikan Tugas Sarjana dengan baik. Tugas Sarjana merupakan salah satu

syarat akademis yang harus dipenuhi untuk dapat menyelesaikan studi di Departemen

Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Tugas Sarjana ini berjudul “Penyeimbangan Lintasan pada Proses Pembuatan

Pintu dengan metode Helgeson Birnie, Kilbridge Wester dan Moodie Young pada

Production Training Centre”. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan model

penyeimbangan lintasan yang efektif serta mampu mendistribusikan elemen-elemen

kerja secara seimbang sehingga waktu menganggur dapat ditekan seminimal

mungkin. Model penyeimbangan lintasan yang tepat diterapkan di pabrik sebagai

hasil akhir penelitian ini adalah metode Moodie Young.

Hambatan yang dialami oleh penulis dalam penelitian ini adalah kurangnya

data pada kegiatan pengumpulan data sehingga dilakukan pengumpulan data

tambahan.

Tugas Sarjana ini belum sepenuhnya sempurna sehingga diharapkan kritik dan

saran dari pembaca. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, MEDAN PENULIS.

(16)

UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini penulis banyak mendapatkan

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Danci Sukatendel selaku Dosen Pembimbing I atas bimbingan,

arahan dan masukan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

2. Ibu Ir. Dini Wahyuni, M.T., selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan,

arahan dan masukan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

3. Bapak Darmin Tan selaku manager Production Training Centre yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

4. Bapak Syawaluddin Siregar, selaku kepala produksi di Production Training

Centre yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data.

5. Bapak Paeran selaku karyawan lantai produksi di Production Training Centre

yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data.

6. Siti Maretia dan Abdul Hafis mahasiswa Teknik Industri angkatan 2005 yang

(17)

ABSTRAK

Membuat sistem produksi yang efisien masih menjadi masalah penting bagi kebanyakan industri manufaktur di Indonesia. Cukup banyak industri yang terpaksa harus menutup usahanya karena tidak mampu mengendalikan beban kerja perusahaan. Production Training Centre merupakan sebuah perusahaan yang memproduksi mebel. Production Training Centre mempunyai proses produksi yang masih belum terstruktur secara rapi dan efisien sehingga terjadi pemborosan (waste).

Dari hasil pengamatan awal ke Production Training Centre, maka dapat dilihat permasalahan yang ada yaitu pembagian elemen kerja masih belum seimbang sehingga menyebabkan bobot waktu setiap work center berbeda-beda, terdapat penumpukan bahan di beberapa work center karena adanya satu work center yang telah selesai tetapi di work center lain belum selesai dan terdapat keterlambatan order delivery.

Atas dasar permasalahan tersebut, maka dapat diberikan solusi yang mungkin yaitu dilakukan penyeimbangan lintasan perakitan pintu engineer petak 8. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan model penyeimbangan lintasan yang efektif dilaksanakan dalam mengatasi masalah-masalah keterlambatan di Production Training Centre. Data yang diambil dan diperlukan yaitu data proses produksi dan pengukuran waktu proses untuk pembuatan pintu engineer petak 8, data catatan proses dan waktu kerja yang diperoleh, serta data Job kualifikasi.

(18)

ABSTRAK

Membuat sistem produksi yang efisien masih menjadi masalah penting bagi kebanyakan industri manufaktur di Indonesia. Cukup banyak industri yang terpaksa harus menutup usahanya karena tidak mampu mengendalikan beban kerja perusahaan. Production Training Centre merupakan sebuah perusahaan yang memproduksi mebel. Production Training Centre mempunyai proses produksi yang masih belum terstruktur secara rapi dan efisien sehingga terjadi pemborosan (waste).

Dari hasil pengamatan awal ke Production Training Centre, maka dapat dilihat permasalahan yang ada yaitu pembagian elemen kerja masih belum seimbang sehingga menyebabkan bobot waktu setiap work center berbeda-beda, terdapat penumpukan bahan di beberapa work center karena adanya satu work center yang telah selesai tetapi di work center lain belum selesai dan terdapat keterlambatan order delivery.

Atas dasar permasalahan tersebut, maka dapat diberikan solusi yang mungkin yaitu dilakukan penyeimbangan lintasan perakitan pintu engineer petak 8. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan model penyeimbangan lintasan yang efektif dilaksanakan dalam mengatasi masalah-masalah keterlambatan di Production Training Centre. Data yang diambil dan diperlukan yaitu data proses produksi dan pengukuran waktu proses untuk pembuatan pintu engineer petak 8, data catatan proses dan waktu kerja yang diperoleh, serta data Job kualifikasi.

(19)

ABSTRAK

Membuat sistem produksi yang efisien masih menjadi masalah penting bagi kebanyakan industri manufaktur di Indonesia. Cukup banyak industri yang terpaksa harus menutup usahanya karena tidak mampu mengendalikan beban kerja perusahaan. Production Training Centre merupakan sebuah perusahaan yang memproduksi mebel. Production Training Centre mempunyai proses produksi yang masih belum terstruktur secara rapi dan efisien sehingga terjadi pemborosan (waste).

Dari hasil pengamatan awal ke Production Training Centre, maka dapat dilihat permasalahan yang ada yaitu pembagian elemen kerja masih belum seimbang sehingga menyebabkan bobot waktu setiap work center berbeda-beda, terdapat penumpukan bahan di beberapa work center karena adanya satu work center yang telah selesai tetapi di work center lain belum selesai dan terdapat keterlambatan order delivery.

Atas dasar permasalahan tersebut, maka dapat diberikan solusi yang mungkin yaitu dilakukan penyeimbangan lintasan perakitan pintu engineer petak 8. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan model penyeimbangan lintasan yang efektif dilaksanakan dalam mengatasi masalah-masalah keterlambatan di Production Training Centre. Data yang diambil dan diperlukan yaitu data proses produksi dan pengukuran waktu proses untuk pembuatan pintu engineer petak 8, data catatan proses dan waktu kerja yang diperoleh, serta data Job kualifikasi.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Keseimbangan lintas perakitan berhubungan erat dengan produksi massal.

Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan ke dalam beberapa pusat-pusat kerja.

Waktu yang diijinkan untuk menyelesaikan elemen pekerjaan itu ditentukan oleh

kecepatan lintas perakitan. Semua stasiun kerja sedapat mungkin harus memiliki

waktu siklus yang sama. Bila suatu stasiun kerja memiliki waktu di bawah waktu

siklus idealnya, maka stasiun tersebut akan memiliki waktu menganggur. Tujuan

akhir dari keseimbangan lintas adalah meminimasi waktu menggangur di tiap stasiun

kerja, sehingga dicapai efisiensi kerja yang tinggi pada setiap stasiun kerja.

Tujuan perencanaan keseimbangan lintasan adalah mendistribusikan unit-unit

kerja atau elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari

stasiun kerja pada suatu lintasan produksi dapat ditekan seminimal mungkin,

sehingga pemanfaatan peralatan dan operator semaksimal mungkin. Pembuatan suatu

produk pada umumnya dilakukan melalui beberapa tahapan proses produksi pada

beberapa departemen yang berupa aliran proses produksi. Apabila terjadi hambatan

atau ketidakefisienan dalam suatu departemen akan mengakibatkana terjadinya waktu

menunggu dan penumpukan material.

Production Training Centre (PTC) adalah salah satu unit Balai Besar Latihan

(21)

dilaksanakan berdasarkan make to order sehingga perusahaan memproduksi sejumlah

daun pintu dengan model yang bervariasi sesuai dengan pesanan konsumen.

Production Training Centre sering mengalami keterlambatan order delivery

yang disebabkan penyelesaian produk yang tidak tepat waktu. Data yang diperoleh

dari catatan perusahaaan menunjukkan bahwa produk yang tidak memenuhi due date

mencapai 15% dari keseluruhan order. Pada bulan Mei 2010 perusahaan menerima

order sebanyak 3.000 buah pintu. Sebanyak 435 buah pintu mengalami keterlambatan

waktu penyelesaian. Akibat dari keterlambatan penyelesaian produk ini maka order

delivery juga mengalami keterlambatan. Setiap keterlambatan order delivery akan

mengakibatkan perusahaan dikenakan biaya ganti rugi.

Proses produksi yang ada di lantai produksi belum terlaksana secara optimal

dimana terdapat penumpukan bahan di beberapa work center. Penumpukan bahan

yang terjadi jelas terlihat pada bagian clamping, pengepressan, perakitan daun pintu

dan bagian penghalusan daun pintu. Penumpukan bahan ini dapat menyebabkan

bertambahnya waktu penyelesaian produk.

Atas dasar permasalahan tersebut diatas, maka dalam penelitian ini akan

dilakukan penyeimbangan lintasan perakitan pintu sehingga diharapkan dapat

menyelesaikan masalah yang ada.

Penelitian sebelumnya oleh Dyah Saptanti Perwitasari dengan judul

“Perbandingan Metode Ranked Positional Weight dan Kilbridge Wester Pada

Permasalahan Keseimbangan Lini Lintasan Produksi Berbasis Single Model”.

(22)

Positional Weight dan Moodie Young dalam Efisiensi dan Keseimbangan Lini

Produksi” oleh Teguh Baroto.

1.2. Rumusan Masalah

Pada penelitian ini yang menjadi rumusan masalahan pada Production

Training Centre adalah:

1. Bagaimana mengatasi pembagian elemen kerja yang masih belum

seimbang?

2. Bagaimana mengatasi penumpukan bahan di beberapa work center yang

mengalami bottleneck?

Untuk permasalahan di atas, Production Training Centre perlu mencari solusi

optimal dalam penentuan keseimbangan lintasan sehingga waktu produksi menjadi

lebih efisien.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah melakukan penyeimbangan lintasan

pada proses pembuatan pintu engineer petak 8 dengan metode Helgeson Birnie,

(23)

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan model penyeimbangan lintasan yang paling efektif sebagai

usulan kepada Production Training Centre.

2. Membandingkan ketiga metode pengolahan data dengan kriteria perbandingan

balance delay dan smoothness index yang kecil, dan efisiensi yang paling

besar.

1.4. Batasan Masalah dan Asumsi

Batasan yang digunakan pada penelitian ini antara lain:

1. Penelitian dilakukan pada lantai produksi Production Training Centre.

2. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2010 hingga November 2010.

3. Penentuan keseimbangan lintasan dilakukan untuk jenis produk yang paling

banyak diorder dan diproduksi oleh perusahaan yaitu jenis pintu engineer petak 8.

4. Data yang akan digunakan dalam penelitian adalah data urutan elemen kerja dan

waktu elemen kerja untuk perancangan keseimbangan lintasan.

5. Metode penyeimbangan lintasan yang digunakan adalah metode Helgeson Birnie,

Kilbridge Wester dan Moodie Young.

Asumsi dalam penelitian ini antara lain:

1. Tidak ada perubahan urutan proses produksi pintu engineer petak 8.

2. Kondisi perusahaan Production Training Centre dianggap stabil.

3. Semua fasilitas maupun mesin yang digunakan dalam proses produksi berada

(24)

4. Operator yang diamati berada dalam kondisi sehat.

5. Proses produksi berlangsung dengan jam kerja normal yaitu 7 jam kerja efektif.

1.5. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana

Penulisan tugas sarjana ini dibagi ke dalam tujuh bab. Bab-bab yang

dimaksud adalah sebagai berikut.

Bab I adalah pendahuluan yang berisi latar latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup, asumsi penelitian serta sistematika

penulisan tugas sarjana.

Bab II merupakan gambaran umum perusahaan yang memuat isi sejarah

perusahaan, ruang lingkup bidang usaha, organisasi dan manajemen serta proses

produksi pembuatan pintu engineer petak 8.

Bab III adalah bab yang berisi tentang landasan teori. Pada bab ini diuraikan

definisi keseimbangan lintasan, permasalahan keseimbangan lintasan, istilah-istilah

dalam keseimbangan lintasan, teori pengukuran waktu jam henti, tingkat ketelitian dan

tingkat keyakinan, teori penyesuaian dengan cara Westinghouse, teori kelonggaran,

teori mengenai uji keseragaman data dan kecukupan data, penentuan waktu baku serta

teori mengenaimetode Helgeson Birnie, Kilbridge Wester dan Moodie Young .

Bab IV merupakan metodologi penelitian yang berisi lokasi dan waktu

penelitian, objek penelitian, instrumen penelitian, studi pendahuluan, metode

pengumpulan data, metode pengujian, pengolahan dan analisis pemecahan masalah

(25)

Bab V adalah pengumpulan dan pengolahan data. Pada bab ini diuraikan

pengumpulan data yaitu work centre awal di Production Training Centre, data waktu

pengerjaan setiap elemen kerja, job qualification, dan gambar produk pintu engineer

petak 8. Sedangkan pengolahan data berisi tentang uji keseragaman dan kecukupan

data, perhitungan waktu proses terpilih, perhitungan rating factor dan allowance,

perhitungan waktu siklus work centre, menyusun precedence diagram, dan membagi

elemen kerja ke dalam work centre dengan metode Helgeson Birnie, Kilbridge Wester

dan Moodie Young.

Bab VI merupakan analisis pemecahan masalah yang berisi perbandingan

metode Helgeson Birnie, Kilbridge Wester dan Moodie Young dilihat dari balance

delay, efisiensi lini dan smoothness index. Bab ini juga berisi perbandingan hasil

ketiga metode dengan penelitian sebelumnya, serta analisis penerapan hasil metode

terpilih.

Bab VII adalah kesimpulan dan saran. Pada bab ini diuraikan kesimpulan

yang diperoleh dari hasil penyeimbangan lintasan di Production Training Centre

(26)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

Production Training Centre (PTC) adalah sebuah perusahaan mebel yang

dibentuk oleh Departemen Tenaga Kerja (Depnaker). PTC didirikan pada tahun 1994

dengan bantuan pemerintah Denmark sebagai tempat untuk memperkerjakan tenaga

siap pakai yang telah dicetak oleh Balai Besar Latihan Kerja Industri (BBLKI)

Medan. Atas kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Denmark didirikan suatu

badan usaha patungan yang dikenal dengan nama Danida yang pada awal

pendiriannya bertugas untuk mengelola Production Training Centre.

Pada awal pendirian Production Training Centre, ada beberapa PTC yang

dialokasikan di beberapa daerah Indonesia seperti PTC Jabotabek, PTC Medan, PTC

Surabaya dan PTC Banjar Baru. Beberapa di antaranya tidak bertahan lama karena

adanya kesalahan manajemen dalam pengelolaannya. Hal ini menyebabkan pada

tahun 1996 Production Training Centre dialihkan kepada pihak swasta dan hingga

saat ini hanya ada dua PTC yang bertahan yaitu PTC Surabaya dan PTC Medan.

Production Training Centre didirikan dengan tujuan untuk membantu

pemerintah dalam hal pengadaan lapangan kerja dan tenaga kerja terampil yang siap

pakai. Sistem produksi Production Training Centre Medan adalah suatu sistem

penyelenggaraan siswa yang dituntut untuk mencapai tujuan instruksional dari

(27)

bermutu melalui kerja praktek selama mengikuti latihan. Production Training Centre

telah menyerap dan memperkerjakan tenaga kerja terampil yang diambil dari para

siswa yang telah mengikuti latihan. Production Training Centre bergerak dalam

bidang perkayuan dan kerajinan rotan. Pemasaran rotan yang sulit menyebabkan PTC

Medan tidak lagi bergerak dalam bidang industri rotan dan fokus pada industri kayu.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

Production Training Centre (PTC) saat ini hanya fokus mengolah bahan baku

utamanya yaitu kayu yang akan diolah menjadi daun pintu. Daun pintu yang

dihasilkan terdiri dari dua tipe, yaitu daun pintu yang terbuat dari komponen solid dan

daun pintu veneer (gabungan dari potongan-potongan kayu). Beberapa sampel model

daun pintu yang diproduksi adalah :

1. Daun pintu petak 10

2. Daun pintu petak 8

3. Daun pintu petak 6

4. Daun pintu petak 4

PTC menerapkan sistem produksi make to order, produksi dapat berjalan

setelah ada pesanan dari pelanggan. PTC memiliki pelanggan tetap untuk jenis pintu

petak 4, petak 6, petak 8 dan petak 10. Produksi daun pintu dibuat dan dipasarkan

domestik, lokal maupun internasional. Untuk pemasaran domestik, PTC menerima

pesanan pembuatan daun pintu dari pabrik-pabrik yang letaknya di sekitar wilayah

Medan. Distribusi juga dilakukan kebeberapa daerah di Indonesia yaitu daerah Jawa,

(28)

negara-negara Asia seperti Malaysia, Singapura, dan Jepang, negara-negara Timur

Tengah, Eropa dan Afrika.

2.3. Organisasi dan Manajemen

2.3.1. Struktur Organisasi Production Training Centre (PTC)

Organisasi merupakan sekumpulan manusia yang memiliki peran, jabatan atau

fungsi masing-masing dan bersepakat melaksanakan aktivitas-aktivitas tertentu guna

mencapai tujuan yang telah direncanakan, sedangkan struktur organisasi adalah

kerangka antar hubungan dari orang-orang atau unit-unit organisasi yang

masing-masing memiliki tugas, tanggung jawab dan wewenang tertentu. Suatu struktur

organisasi harus menunjukkan satuan-satuan organisasi dan garis wewenang sehingga

terlihat jelas batasan-batasan tugas, wewenang dan tanggung jawab dari setiap

personil dalam organisasi. Metode pembagian tugas memunculkan empat jenis

hubungan kerja dalam organisasi yaitu hubungan garis (hubungan lini atau komando),

hubungan fungsional, multidivisional, strategic business unit structure, dan campuran

dari beberapa struktur yang ada. Dengan demikian diharapkan adanya suatu kejelasan

arah dan kordinasi untuk mencapai tujuan perusahaan.

Struktur organisasi yang digunakan Production Training Centre adalah

struktur fungsional. Struktur organisasi fungsional dapat dilihat dari pengelompokan

aktivitas dan tugas untuk membentuk unit-unit kerja yang memiliki fungsi yang

terspesialisasi setiap bidang seperti administrasi, kepala bengkel, koordinator dan

(29)

Gambar 2.1. Struktur Organisasi Production Training Centre (PTC)

2.3.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

Uraian tugas dan tanggung jawab pada masing-masing bagian Production

Training Centre dapat dilihat pada lampiran 1.

2.3.3. Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan 2.3.3.1. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam menjalankan seluruh aktifitas kerja baik

(30)

yang diangkat untuk menduduki jabatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki

dan mematuhi peraturan yang berlaku di perusahaan.

Pelaksanaan kegiatan pada PTC sampai dengan tahun 2010 memiliki 88

tenaga kerja secara keseluruhan. Tenaga kerja yang bekerja pada PTC terdiri dari 46

orang karyawan tetap dan 13 orang siswa dan 15 orang pekerja harian. Perincian

jumlah tenaga kerja pada PTC Medan untuk tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja Production Training Centre (PTC)

No Bagian Jumlah

(Orang)

1 Manajer 1

2 Administrasi 1

3 Kepala Bengkel 1

4 Koordinator 2

5 Supervisor 2

6 Produksi 74

7 Kebersihan 2

8 Maintenance 3

9 Bahan Baku 2

Total 88

Sumber : Production Training Centre (PTC)

2.3.3.2. Jam Kerja

Jam kerja yang berlaku di PTC sama untuk semua bagian baik kantor maupun

produksi. Berdasarkan syarat kerja umum setiap pekerja mempunyai 7-8 jam kerja

per hari dan bekerja 6 hari dalam seminggu yaitu hari Senin sampai dengan Sabtu.

Perbedaan jam kerja terjadi pada hari Jumat dan Sabtu. Jam kerja yang diterapkan

(31)

Senin sampai dengan Kamis :

1. Pukul 08.00 WIB – Pukul 12.00 WIB : jam kerja 2. Pukul 12.00 WIB – Pukul 12.45 WIB : jam istirahat 3. Pukul 12.45 WIB – Pukul 16.00 WIB : jam kerja Jumat :

1. Pukul 08.00 WIB – Pukul 12.00 WIB : jam kerja 2. Pukul 12.00 WIB – Pukul 13.30 WIB : jam istirahat 3. Pukul 13.30 WIB – Pukul 16.30 WIB : jam kerja Sabtu :

1. Pukul 08.00 WIB – Pukul 12.00 WIB : jam kerja

Tidak ada pergantian jam kerja atau shift pada PTC, seluruh tenaga kerjanya

bekerja sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

2.3.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas yang Digunakan

Bagian yang menangani pengupahan dan penggajian di Production Training

Centre yaitu bagian administrasi. Sistem penggajian pada PTC bervariasi untuk

masing-masing jabatan. Pihak manajemen PTC selalu melakukan peninjauan berkala

terhadap para pekerjanya. Pemberian gaji ini disesuaikan dengan peraturan

pemerintah dan peraturan perusahaan. Besarnya kenaikan gaji ini didasarkan atas:

a. Prestasi kerja

b. Tanggung jawab terhadap pekerjaan

(32)

Pemberian gaji atau upah didasarkan atas beberapa hal yaitu sebagai berikut :

1. Gaji bulanan

Gaji ini diberikan kepada tenaga kerja pada hari kerja pertama setiap bulan.

Besarnya gaji yang diberikan di atas Upah Minimum Provinsi (UMP) yang

ditetapkan sesuai dengan jabatan dan jenis pekerjaannya masing-masing,

kemudian ditambah dengan uang makan, uang kerajinan dan jaminan sosial tenaga

kerja.

2. Upah harian

Upah harian hanya diberikan kepada tenaga kerja harian yaitu sebesar Rp.

30.000/hari kerja. Siswa menerima uang transport sebesar Rp 20.000/hari kerja.

3. Upah lembur

Upah lembur diberikan kepada pekerja jika waktu kerjanya lebih dari 40 jam per

minggu.

2.3.4.1. Tunjangan

Selain gaji pokok dan upah lembur di atas, perusahaan juga memberikan

beberapa jenis tunjangan, yaitu:

1. Tunjangan Hari Raya (THR)

Besarnya adalah tambahan satu bulan gaji bagi karyawan yang mempunyai masa

kerja lebih dari satu tahun.

2. Tunjangan Selama Sakit

Diberikan kepada karyawan yang sedang dalam perawatan karena sakit dan tidak

(33)

2.3.4.2. Fasilitas

Adapun fasilitas yang disediakan oleh Production Training Centre untuk para

karyawannya adalah sebagai berikut:

1.Rumah ibadah yaitu masjid yang dibangun di lokasi lingkungan pabrik.

2.Ruang teori untuk mengajar para siswanya.

3.Cuti yang diberikan kepada karyawan tetap Production Training Centre.

2.4. Proses Produksi

Rangkaian proses produksi pintu akan diuraikan sebagai berikut.

2.4.1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan produk daun pintu pada

Production Training Centre adalah sebagai berikut.

2.4.1.1. Bahan Baku

Bahan baku merupakan bahan utama yang memiliki komposisi terbesar

dalam proses produksi, yang mana sifat dan bentuknya akan mengalami perubahan

fisik maupun kimia hingga menjadi produk.

Bahan baku yang digunakan dalam memproduksi daun pintu adalah kayu.

Persyaratan teknis kayu untuk keperluan mebel adalah sebagai berikut.

1. Berat kayu

Berdasarkan berat jenisnya, kayu digolongkan ke dalam kelas-kelas seperti

(34)

Tabel 2.2. Kelas Berat Kayu

No Kelas Berat Kayu Berat Jenis

1 Sangat Berat > 0,90

2 Berat 0,75 – 0,90

3 Sedang 0,60 – 0,75

4 Ringan < 0,60

Sumber : Production Training Centre

Kayu untuk keperluan mebel adalah kayu dengan kelas sedang, misalnya kayu

mahoni dan meranti.

2. Awet

Keawetan kayu adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur perusak

kayu dari luar, seperti jamur, rayap, cacing dan makhluk lain, yang diukur dalam

jangka waktu tahunan.

3. Tekstur halus

Tekstur ialah ukuran relatif serat-serat kayu. Berdasarkan teksturnya, jenis kayu

digolongkan atas :

a. Kayu bertekstur halus, contohnya: giam.

b. Kayu bertekstur sedang, contoh: jati.

c. Kayu bertekstur kasar, contohnya : meranti

4. Mudah dikerjakan, dibubut, dipaku, diskrup serta dilem atau direkatkan.

Jenis kayu yang lazim digunakan adalah:

(35)

b. Ebony

c. Mahoni

d. Meranti

e. Rengas

f. Sono Keling

h. Agathis

i. Tusam (Pinus)

2.4.1.2. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam proses produksi

sehingga dapat meningkatkan mutu produksi. Bahan tambahan ditambahkan pada

produk sehingga menghasilkan suatu produk akhir yang siap dipasarkan dapat berupa

aksesoris atau kemasan. Bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan

daun pintu adalah:

1. Plastik

Daun pintu yang telah distempel kemudian dipacking dengan menggunakan

plastik.

2. Lem Kayu

Lem kayu digunakan untuk melekatkan potongan kayu untuk komponen pintu.

3. Tepung Dempul

Tepung dempul digunakan untuk menutupi celah pada pintu pada saat finishing.

(36)

Lem cair digunakan untuk melekatkan serat kayu yang kasar pada saat

penghalusan.

2.4.1.3. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan yang digunakan untuk menolong kelancaran

proses produksi dan bahan tersebut tidak ikut menjadi produk. Bahan penolong yang

digunakan dalam proses pembuatan pintu adalah oli. Oli digunakan sebagai pelumas

mesin yang berfungsi untuk memudahkan pengerjaan.

2.4.2. Uraian Proses Produksi

Daun pintu terdiri dari beberapa komponen baik yang berasal dari kayu veener

ataupun komponen solid. Masing-masing komponen dikerjakan berdasarkan perintah

(37)
[image:37.612.259.379.101.361.2]

Gambar 2.2. Daun Pintu Petak 8

Keterangan komponen :

ST : Stile

P : Panel

M : Middle (tengah)

BR : Bottom Rail (rel bawah)

MR : Middle Rail (rel tengah)

TR : Top Rail (rel atas)

2.4.2.1. Gudang Bahan Baku

Bahan baku yang masuk ke PTC telah disortir sesuai ukuran di tempat

(38)

A. Untuk panel :

a. 2,54 cm x 7,62 cm x 210 cm

b. 2,54 cm x 10,16 cm x 210 cm

c. 2,54 cm x 12,7 cm x 210 cm

d. 2,54 cm x 15,24 cm x 210 cm

B. Untuk komponen :

a. 2,54 cm x 7,62 inchi x 210 cm

b. 2,54 cm x 10,16 cm x 210 cm

c. 2,54 cm x 12,7 cm x 210 cm

d. 2,54 cm x 15,24 cm x 210 cm

e. 2,54 cm x 20,32 cm x 210 cm

Kayu-kayu tersebut digunakan pada proses pembuatan panel, top rail, middle

rail, middle, dan bottom rail. Pemilihan kayu dilakukan setelah kayu melalui proses

blanking.

2.4.2.2. Blanking

Kayu yang berasal dari gudang bahan baku kemudian melalui proses

blanking. Dalam mesin ini, kayu akan dihaluskan bagian atas dan bawahnya. Proses

ini bertujuan untuk mengetahui grade kayu yang dapat dilihat dari serat kayu dan

warna dasar kayu. Grade kayu yang sesuai dengan kriteria PTC dapat dilihat pada

(39)

Tabel 2.3. Jenis-Jenis Grade kayu

NO Grade Keterangan

1 A Warna kayu halus

2 B Warna kayu sedang

3 C Warna kayu dibawah B

4 Lokal Warna kayu kurang bagus

Sumber : Production Training Centre

Setelah melalui proses blanking, masing-masing komponen akan melewati

tahapan yang berbeda. Tahapan pembuatan pintu selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Panel

Kayu yang telah melalui proses blanking, kemudian masuk ke stasiun

pembuatan panel. Tahapan pembuatan panel adalah sebagai berikut:

A. Pemotongan

Kayu berukuran panjang yang berasal dari mesin blanking, kemudian

dipotong menggunakan mesin Under Cutter sesuai dengan ukuran panel yang tertera

pada Surat Perintah Kerja (SPK) dan ditambah allowance 20 mm. Potongan kayu

dikatakan sebagai hasil reject apabila pada potongan kayu tersebut busuk atau patah.

Potongan kayu yang memenuhi syarat dikumpulkan ke dalam keranjang, kemudian

dipisahkan sesuai warna dan grade kayu. Kayu yang memiliki warna dan grade yang

hampir mendekati satu sama lain, kemudian dirapatkan sesuai dengan ukuran panel

(40)

B. Pengetaman

Kayu yang telah dipotong kemudian diketam sisi sampingnya menggunakan

mesin jointer. Mengetam kedua sisi samping adalah untuk memperoleh kesikuan

kayu. Kesikuan kayu sangat penting agar kayu dapat menempel satu sama lain pada

tahapan selanjutnya. Tahapan selanjutnya adalah clamping.

C. Clamping

Potongan kayu yang telah melalui proses pengetaman, kemudian disatukan

dengan lem kayu pada masing-masing sisi samping. Setelah masing-masing sisi

diberi lem kayu, potongan kayu tersebut dipress. Proses ini bertujuan agar potongan

kayu melekat kuat dan tidak mudah lepas.

D. Pembelahan Panel dan Penyesuaian Tebal

Panel yang telah selesai dari tahap clamping, kemudian dibentuk sesuai

ukuran panel pada Surat Perintah Kerja. Pada tahap ini, panel dibelah sesuai ukuran

panjang dan lebar serta diketam untuk memperoleh tebal yang standar. Mesin yang

digunakan adalah radial arm saw untuk membelah panel sesuai lebar panel, mesin

thickness planner untuk memperoleh tebal panel yang standar dan mesin panel saw

untuk membelah panel sesuai panjang panel. Panel kemudian masuk ke proses wide

belt sander. Sisa pembelahan panel dimasukkan ke dalam keranjang untuk dapat

digunakan pada proses pembuatan dowel.

E. Wide Belt Sander

Panel kemudian masuk ke tahapan proses ini, tujuan dari proses ini yaitu

(41)

Penghalusan dua sisi kayu ini menggunakan mesin wide belt sander (WBS). Proses

selanjutnya panel di profil.

F. Profil Shaper

Shaper digunakan untuk membuat profil panel. Panel yang telah diprofil dapat

dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Sisi Ujung Kayu Setelah dishaper

G. Penghalusan Permukaan

Permukaan panel yang telah diprofil kemudian dihaluskan. Proses ini berguna

untuk membersihkan serat-serat halus pada panel.

2. Stile

Kayu untuk bagian stile yang telah diblanking kemudian masuk ke stasiun

pembuatan Stile.

A. Pemotongan

Kayu yang masih berukuran panjang kemudian dipotong menggunakan mesin

under cutter. Pemotongan disesuaikan dengan lurus atau tidaknya kayu yang akan

diproses. Kayu dipotong sedikit tanpa terputus dari bagian kayu. Hal ini berguna agar

(42)

dipotong hingga menjadi beberapa bagian lalu disatukan dengan menggunakan lem

kayu.

B. Pemasangan Lipping

Lipping adalah kayu yang digunakan untuk menyangga stile agar lurus.

Lipping juga sangat berguna untuk menyatukan stile yang terdiri dari beberapa

potongan kayu Bagian sisi samping stile diberi lem lalu dilekatkan pada lipping.

C. Pemasangan Kulit Kayu

Setelah proses pemasangan lipping, stile diberi lem pada sisi atas dan bawah.

Kemudian kulit kayu ditempel pada sisi yang telah diberi lem. Kulit kayu ini disebut

veener.

D. Ketam/Jointer

Stile dimasukkan ke dalam mesin jointer dengan pisau R dan diketam sisi

kanan dan kiri. Proses ini untuk memperoleh kayu yang siku.

E. Pemotongan

Pemotongan stile dilakukan di mesin cross cut. Stile dipotong sesuai ukuran

standar daun pintu.

F. Bor

Stile dibor dengan kedalaman 70 milimeter pada salah satu sisi sampingnya

untuk penempatan dowel. Pengoboran stile yaitu berguna untuk mengaitkan atara

(43)

G. Profil Shaper

Profil shaper ini dilakukan setelah stile dibor. Alat yang digunakan yaitu

mesin shaper fungsinya untuk mem-profil samping stile agar komponen lain dengan

stile dapat terkait. Hasil komponen stile yang telah di profile dapat dilihat pada

Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Stile Setelah di Profil

3. Top Rail (TR), Middle (M), Middle Rail (MR) dan Bottom Rail (BR)

A. Pemotongan

Komponen TR, M, MR dan BR dipotong sesuai ukuran yang tertera di SPK.

Pemotongan TR, M, MR dan BR menggunakan mesin radial arm saw.

B. Pemotongan Profil

Kayu yang telah dipotong sesuai ukuran SPK, kemudian diprofil sisi ujung

kayu menggunakan mesin single end. Pemotongan sisi kayu bertujuan menyatukan

masing-masing komponen pintu.

C. Profil Shaper

Alat yang digunakan adalah mesin shaper. Profil shaper dilakukan pada

komponen agar komponen BR, TR, M dan MR dapat terkait dengan panel dan

(44)

D. Bor

Sama seperti stile, komponen-komponen dibor dengan kedalaman 60 mm agar

dapat dipasang dowel sehingga antar komponen dapat terkait.

2.5. Mesin dan Peralatan 2.5.1. Mesin

Dalam proses produksinya perusahaan menggunakan mesin-mesin yang

ditunjukkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Mesin-Mesin yang Digunakan di PTC No Nama Mesin Jumlah

(Unit) Fungsi

1 Kompresor 2 Untuk kompresor dan menghisap debu kayu

2 Potong Binding 1 Untuk memotong binding

3 Radial arm saw 5 Untuk pemotongan dan pembelahan

4 Cross cut 1 Untuk memotong

5 Long bed 1 Untuk membor komponen

6 Shaper 1 Untuk profil tenon, profil shaper, dan untuk memotong

7 Band saw 1 Untuk profil bentuk

8 Table saw 1 Untuk memotong

9 Thicknesser 2 Untuk pengetaman

10 Six bore 1 Untuk pengeboran pada stile

11 One bore 1 Untuk pengeboran pada komponen lainnya

12 Two bore 2 Untuk pengeboran

13 Single end 2 Untuk profil tenon

14 Wide belt sender 1 Untuk menghaluskan permukaan kayu

15 Chisel 1 Untuk proses blanking

16 Finger jointer 1 Untuk proses jointer

18 Moulder 2 Untuk perataan sisi-sisi kayu

19 Jointer /Roll 4 Untuk membuat kesikuan kayu

20 Under Cut 3 Untuk pemotongan kayu

21 Pres angin 2 Untuk merekatkan veneer dengan inti veneer

22 Glue spider 1 Untuk memberikan lem pada veneer

(45)

Spesifikasi masing-masing mesin dapat dilihat pada lampiran-2.

2.5.2. Peralatan

Pada proses pengerjaannya, peralatan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel

[image:45.612.119.518.262.476.2]

2.5.

Tabel 2.5. Peralatan yang Digunakan di PTC

No Nama Peralatan Ketarangan

1 Hand saw Gergaji potong

2 Sliding rule Untuk mengukur kayu

3 Sieghmat (Vernier caliper gauge) Untuk mengukur kayu

4 Marking gauge Untuk menandakan kayu

5 Jack plane Untuk memperhalus siku, kontu dan profil

6 Iron try square Penggaris siku besi

7 wood try square Penggaris siku kayu

Sumber : Production Training Centre

2.6. Utilitas

Unit utilitas merupakan penunjang bagi unit lain dalam pabrik atau merupakan

sarana penunjang untuk menjalankan suatu pabrik dari tahap awal sampai produk

akhir.

(46)

1. Energi Listrik yang diperoleh dari PLN untuk mengoperasikan mesin-mesin dan

peralatan produksi. Generator digunakan sebagai cadangan listrik apabila terjadi

pemadaman listrik PLN. Spesifikasi generator yang digunakan yaitu:

Merek : Mitsubishi / Mercedes-Benz / Chumming

Daya : 97 KVA / 125 KVA / 250 KVA

Tegangan : 380 Volt

Frekwensi : 50-60 Hz

Cos : 0,85

Buatan : Jepang / Jerman / Inggris

Jumlah : 1 unit / 1 unit / 1 unit

2. Penyediaan air diperoleh dari PDAM Tirtanadi. Air digunakan untuk perebusan

kayu, membersihkan peralatan dan untuk keperluan karyawan.

2.7. Safety and Fire Protection

Safety and Fire Protectioan merupakan tindakan pengamanan dan

perlindungan terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dan kebakaran yang

merupakan resiko pabrik pada umumnya. Faktor safety yaitu tindakan pengamanan

dan pencegahan terhadap resiko kecelakaan kerja yang mungkin timbul. Tindakan

safety yang dilakukan perusahaan adalah mewajibkan tenaga kerjanya untuk

menggunakan pelindung diri seperti :

1. Sarung Tangan

2. Masker

(47)

4. Alat pelindung dari polusi suara.

Fire protection adalah tindakan perlindungan terhadap sumber yang dapat

mengakibatkan api. Tindakan fire protection yang dilakukan adalah dengan

memberikan penutup pada panel listrik, menyediakan racun api berupa alat pemadam

api ringan, pada jarak tertentu di lantai pabrik atau pada daerah yang mudah terjadi

kebakaran.

2.8. Waste and Water Treatment

Setiap perusahaan perlu memperhatikan masalah limbah. Limbah yang

dihasilkan sepanjang proses produksi berlangsung terdiri dari potongan kayu, air sisa

perebusan dan debu. Masing-masing dikelola dengan cara yang berbeda.

Sisa potongan kayu dapat digunakan sebagai bahan bakar perebusan kayu. Air

sisa perebusan tidak berbahaya bagi lingkungan sehingga dapat langsung dialirkan ke

saluran pembuangan air. Limbah berupa debu telah dihisap oleh mesin penghisap

debu yang berada pada tiap-tiap mesin. Debu tersebut kemudian dialirkan melalui

pipa ke luar pabrik untuk dibuang.

2.9. Maintenance

Maintenance merupakan proses perawatan terhadap mesin dan alat kerja

untuk mencegah terjadinya kerusakan dan kesalahaan pada saat proses produksi

berlangsung. Perawatan ini ditujukan agar proses seluruh produksi dapat berjalan

(48)

yang dapat mengakibatkan cacat pada produk dan keterlambatan waktu penyelesaian

produk yang berakibat pada keterlambatan waktu pengiriman.

Proses maintenance terbagi atas 2 jenis, maintenance yang dilakukan secara

berkala sesuai periode waktu tertentu, dan maintenance yang dilakukan sebagai

penanggulangan kerusakan. Pada perusahaan ini proses maintenance dilakukan secara

(49)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Definisi Keseimbangan Lintasan

Konsep keseimbangan lini produksi sangat cocok diterapkan untuk

perusahaan bertipe produksi massal. Pada produksi massal, penurunan sedikit waktu

siklus produksi akan memberikan penghematan besar dalam biaya produksi. Lini

produksi yang seimbang berarti tidak ada operasi-operasi yang menganggur (idle) dan

akan memberikan efisiensi yang bermuara pada optimalitas biaya produksi.

Lini produksi adalah penempatan area-area kerja dimana operasi-operasi

diatur secara berurutan dan material bergerak secara kontinu melalui operasi yang

terangkai seimbang. Menurut karakteristik proses produksinya, lini produksi dibagi

menjadi dua1.

1. Lini pabrikasi, yaitu lintasan produksi yang terdiri dari sejumlah operasi yang

bersifat membentuk atau mengubah bentuk benda kerja.

2. Lini perakitan, yaitu lintasan produksi yang terdiri dari sejumlah operasi

perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja dan digabungkan menjadi

benda assembly atau subassembly.

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari perencanaan lini produksi

yang baik adalah sebagai berikut.

1

(50)

1. Jarak perpindahan material yang minim diperoleh dengan mengatur susunan dan

tempat kerja.

2. Aliran benda kerja (material), mencakup gerakan dari benda kerja yang kontinu.

Alirannya diukur dengan kecepatan produksi dan bukan oleh jumlah spesifik.

3. Pembagian tugas terbagi secara seimbang yang disesuaikan dengan keahlian

masing-masing pekerja sehingga pemanfaatan tenaga kerja lebih efisien.

4. Pengerjaan operasi yang serentak (simultan) yaitu setiap operasi dikerjakan pada

saat yang sama di seluruh lintasan produksi.

5. Operasi unit. Lintasan dimaksudkan sebagai penghasil unit tunggal, satu seri

operasi atau grup pekerja ditugaskan untuk suatu produk. Seluruh lintasan

merupakan satu unit produksi.

6. Gerakan benda kerja tetap sesuai dengan set-up dari lintasan dan bersifat tetap.

7. Proses memerlukan waktu yang minimum.

Persyaratan yang harus diperhatikan untuk menunjang kelangsungan lintasan

produksi antara lain sebagai berikut.

1. Pemerataan distribusi kerja yang seimbang di setiap stasiun kerja yang terdapat

di dalam suatu lintasan produksi pabrikasi atau suatu lintasan perakitan yang

bersifat manual.

2. Pergerakan aliran benda kerja yang kontinu pada kecepatan yang seragam.

Alirannya tergantung pada waktu operasi.

3. Arah aliran material harus tetap sehingga memperkecil daerah penyebaran dan

(51)

4. Produksi yang kontinu guna menghindari adanya penumpukan benda kerja di

lain tempat sehingga diperlukan aliran benda kerja pada lintasan produksi secara

kontinu.

Line Balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang

digunakan untuk pembuatan produk. Line Balancing (lintasan perakitan) biasanya terdiri

dari sejumlah area kerja yang dinamakan stasiun kerja yang ditangani seorang atau lebih

operator dan ada kemungkinan ditangani dengan bermacam – macam alat.2

Kriteria umum keseimbangan lintasan produksi adalah memaksimumkan

efisiensi atau meminimumkan balance delay. Tujuan pokok dari penggunaan metode

ini adalah untuk meminimumkan waktu menganggur (idle time) pada lintasan yang

ditentukan oleh operasi yang paling lambat.

Tujuan perencanaan keseimbangan lintasan adalah mendistribusikan unit-unit

kerja atau elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari

stasiun kerja pada suatu lintasan produksi dapat ditekan seminimal mungkin sehingga

pemanfaatan peralatan maupun operator semaksimal mungkin.

Pembuatan suatu produk pada umumnya dilakukan melalui beberapa tahapan

proses produksi pada beberapa departemen berupa aliran proses produksi. Aliran

proses produksi di sini adalah yang diperlukan untuk memindahkan elemen-elemen

produksi, seperti bahan atau material, part, dan orang mulai dari awal proses sampai

produk yang dikehendaki bisa melalui lintasan produksi.

Aliran proses produksi dari suatu departemen ke departemen lain merupakan

bagian dari waktu proses (waktu siklus) produk tersebut. Apabila terjadi hambatan

2

(52)

atau ketidakefisienan dalam suatu departemen akan mengakibatkan tidak lancarnya

aliran material ke departemen berikutnya, sehingga terjadi waktu menunggu (delay

time) dan penumpukan material (material in process storage). Lini perakitan

(assembly line) adalah sebuah lini produksi yang mana material atau bahan bergerak

secara kontinu dalam tingkat rata-rata seragam pada seluruh urutan stasiun kerja di

mana pekerjaan perakitan dilakukan. Pengaturan kerja sepanjang lini perakitan akan

bervariasi sesuai ukuran produk yang akan dirakit, kebutuhan proses pendahuluan,

ketersediaan ruang, elemen pengerjaan dan kondisi pengerjaan yang akan dikenakan

pada job. Adapun dua permasalahan penting dalam penyeimbangan lini adalah

penyeimbangan antara stasiun kerja dan menjaga kelangsungan produksi di dalam lini

perakitan.

3.2. Permasalahan Keseimbangan Lintasan3

Permasalahan pada lintasan produksi banyak terjadi pada proses perakitan

dibandingkan dengan proses pabrikasi. Dalam pabrikasi, part-part biasanya

membutuhkan mesin-mesin berat dengan waktu siklus yang panjang. Bila beberapa

operasi dengan peralatan yang berbeda dibutuhkan secara proses seri, maka akan sulit

untuk menyeimbangkan panjangnya waktu siklus mesin yang pada akhirnya akan

menghasilkan rendahnya penggunaan kapasitas. Gerakan kontinu lebih dapat dicapai

dengan operasi yang dilakukan secara manual jika operasi tersebut dapat dibagi-bagi

menjadi pekerjaan-pekerjaan kecil dengan waktu yang sangat pendek. Semakin besar

3

(53)

fleksibilitas dalam mengkombinasikan tugas-tugas tersebut, semakin tinggi pula

derajat keseimbangan yang dapat dicapai.

Pengelompokan tugas-tugas yang akan dihasilkan pada lintasan produksi yang

seimbang membutuhkan informasi tentang waktu pelaksanaan tugas, kebutuhan

precedence (tingkat ketergantungan) yang menentukan urutan yang feasible, tingkat

output dan waktu siklus yang diinginkan.

3.3. Pendefinisian Masalah Keseimbangan Lintasan

Dalam lintasan perakitan satu unit produk, biasanya ada sejumlah k elemen

kerja. Untuk masing-masing elemen kerja dibutuhkan waktu proses selama tk (k = 1,

2, 3, … k) dan total waktu yang dibutuhkan untuk merakit satu unit produk adalah :

=

n

i

Pi

1

=

=

k

k k

t

1

k elemen juga dibatasi oleh hubungan precedence yang biasa diberikan oleh diagram

precedence, seperti yang dicantumkan pada Gambar 3.1. Simbol di dalam lingkaran

menyatakan elemen kerja dan nomor di luar lingkaran menyatakan waktu pengerjaan

elemen. Elemen kerja i merupakan predecessor dari elemen kerja j jika proses

perakitan menghendaki elemen kerja i lebih dulu sebelum elemen j.

3.4. Istilah-istilah dalam Keseimbangan Lintasan

a. Precedence Diagram

Adalah diagram yang menggambarkan urutan dan keterkaitan antar

elemen kerja perakitan sebuah produk. Pendistribusian elemen kerja yang

dilakukan untuk setiap stasiun kerja harus memperhatikan precedence

(54)

U1

U3 U2

U4

U5

U6

U7

U8 U10

U9 U11

Gambar 3.1. Precedence Diagram

b. Elemen Kerja

Adalah pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu kegiatan perakitan.

c. Stasiun Kerja

Adalah lokasi-lokasi tempat elemen kerja dikerjakan.

d. Waktu Siklus /Cycle Time

Adalah waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk pada satu

stasiun kerja.

e. Waktu Stasiun Kerja (WSK)

Adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah stasiun kerja untuk

mengerjakan semua elemen kerja yang didistribusikan pada stasiun kerja

tersebut.

f. Waktu Operasi

Adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi.

(55)

Adalah rasio antara waktu idle dalam lini perakitan dengan waktu yang

tersedia.

Untuk mengukur performansi sebelum dan sesudah dilakukan proses

keseimbangan lintasan dilakukan perhitungan kriteria-kriteria berikut ini :

1. Efisiensi Lini

Adalah rasio antara waktu yang digunakan dengan waktu yang tersedia.

Berkaitan dengan waktu yang tersedia, lini akan mencapai keseimbangan apabila

setiap daerah pada lini mempunyai waktu yang sama.

2. Indeks Penghalusan (Smoothness Index / SI)

Adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran relatif dari penyeimbang

lini perakitan tertentu. Formula yang digunakan untuk menentukan besarnya SI

adalah sebagai berikut :

SI =

=

N

i

WSKi WSK

1

2

) max

(

WSK max = Waktu terbesar dari stasiun kerja terbentuk

WSKi = Waktu stasiun kerja i yang terbentuk

(56)

3.5. Pengukuran Waktu Jam Henti4

Pengukuran waktu jam henti menggunakan stop watch sebagai alat utamanya.

Cara ini merupakan cara yang paling banyak dikenal dan dipakai. Salah satu faktor

penyebabnya adalah kesederhanaan aturan-aturan pengajaran yang dipakai.

Ada beberapa aturan pengukuran yang perlu dijalankan untuk mendapatkan

hasil yang baik. Aturan-aturan tersebut dijelaskan dalam langkah-langkah berikut.

3.5.1. Langkah-langkah Sebelum Melakukan Pengukuran

Untuk mendapatkan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan maka tidak

cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan jam henti.

Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang

pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang behubungan dengan kondisi

kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran data dan lain-lain. Langkah-langkah yang

perlu diikuti agar maksud tersebut dapat tercapai adalah:

1. Penetapan Tujuan Pengukuran

Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan kegiatan

harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal penting yang

harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan,

beberapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil

pengukuran tersebut.

2. Melakukan Penelitian Pendahuluan

4

(57)

Hal yang dicari dari pengukuran waktu adalah waktu yang pantas diberikan

kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Suatu perusahaan biasanya

menginginkan waktu kerja yang sesingkat-singkatnya agar dapat meraih keuntungan

yang sebesar-besarnya. Keuntungan demikian tidak akan diperoleh jika kondisi kerja

dari pekerjaan-pekerjaan yang ada di perusahaan tersebut tidak menunjang

tercapainya hal tadi. Pengukuran waktu sebaiknya dilakukan bila kondisi kerja dari

pekerjaan yang diukur sudah baik.

3. Memilih operator

Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang

begitu saja diambil dari pabrik. Orang ini harus memenuhi beberapa persyaratan

tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik dan dapat diandalkan hasilnya.

Syarat-syarat tersebut adalah berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama.

4. Melatih Operator

Apabila pada saat pengukuran pendahuluan terjadi perubahan kondisi kerja atau

cara kerja, maka operator harus dilatih terlebih dahulu karena sebelum diukur

operator harus terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah ditetapkan.

5. Menguraikan Pekerjaan atas Elemen Pekerjaan

Pada langkah ini, pekerjaan dipecah menjadi elemen pekerjaan, yang merupakan

gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemen inilah yang diukur

waktunya. Waktu siklus diperoleh dari jumlah waktu setiap elemen yang ada. Waktu

siklus adalah waktu penyelesaian satu satuan produksi sejak bahan baku mulai

diproses di tempat kerja yang bersangkutan.

(58)

Alat-alat yang dibutuhkan untuk pengukuran adalah:

- Jam henti

- Lembaran-lembaran pengamatan

- Pena atau pensil

- Papan pengamatan

3.5.2. Melakukan Pengukuran Waktu

Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu

kerja setiap elemen maupun waktu siklus dengan menggunakan alat-alat yang

diperlukan. Apabila operator telah siap di depan mesin atau di tempat kerja lain yang

waktu kerjanya akan diukur, maka peneliti melakukan pengukuran di dekat operator

dengan posisi berdiri. Posisi ini hendaknya sedemikian rupa sehingga operator tidak

terganggu gerakan-gerakannya atau canggung karena merasa diamati.

Hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan

melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali

pengukuran harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang

diinginkan. Tingkat ketelitian dan keyakinan ditetapkan pada saat menjalankan

langkah penetapan tujuan pengukuran. Untuk mengetahui berapa kali pengukuran

harus dilakukan, diperlukan beberapa tahap pengukuran pendahuluan.

Pengukuran pendahuluan pertama dilakukan dengan melakukan beberapa kali

pengukuran yang banyaknya ditentukan oleh pengukur. Biasanya sepuluh kali atau

lebih. Setelah pengukuran tahap pertama ini dijalankan maka tiga hal yang kemudian

(59)

pengukuran yang diperlukan dan jika jumlah belum mencukupi dilanjutkan dengan

pengukuran pendahuluan kedua. Jika tahap kedua selesai maka dilakukan lagi ketiga

hal yang sama seperti sebelumnya. Begitu seterusnya sampai jumlah keseluruhan

penggukuran mencukupi untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang

dikehendaki. Istilah pengukuran pendahuluan terus digunakan selama jumlah

pengukuran yang dilakukan pada tahap pengukuran belum mencukupi.

3.6. Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan

Pengukuran waktu penyelesaian suatu pekerjaan idealnya dilakukan dengan

jumlah yang sangat banyak misalnya sampai tidak terhingga kali, karena dengan

demikian diperoleh jawaban yang pasti. Hasil yang diperoleh akan sangat kasar jika

dilakukan hanya beberapa kali pengukuran saja. Jadi walaupun jumlah pengukuran

tidak berjuta kali, tetapi jelas tidak hanya beberapa kali saja. Dengan tidak

dilakukannya pengukuran yang banyak sekali maka pengukur akan kehilangan

sebagian kepastian dari waktu penyelesaian yang sebenarnya. Tingkat ketelitian dan

keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur

setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak.

Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran

dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen (dari

waktu penyelesaian sebenarnya yang seharusnya dicari). Sedangkan tingkat

keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh

(60)

memberi arti bahwa rata-rata hasil pengukuran menyimpang sejauh 5% dari rata-rata

sebenarnya dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal ini adalah 95%.

3.7. Kelonggaran5

Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi,

menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan.

Oleh sebab itu kelonggaran perlu ditambahkan kepada waktu normal. Kelonggaran

terdiri dari tiga jenis, yaitu:

1. Kelonggaran untuk Kebutuhan Pribadi

Yang termasuk ke dalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal seperti minum

sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap

dengan teman sekerja, sekedar untuk menghilangkan ketegangan ataupun

kejemuan dalam kerja.

2. Kelonggaran untuk Menghilangkan Rasa Fatique

Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah

maupun kualitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya

kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan

mencatat pada saat kapan hasil produksi menurun disebabkan

oleh timbulnya rasa fatique.

3. Kelonggaran untuk Hambatan-Hambatan Tak Terhindarkan

Beberapa contoh yang termasuk ke dalam hambatan tak terhindarkan adalah:

- Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.

5

(61)

- Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin.

- Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong

yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya.

- Mengasah peralatan potong.

- Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.

Besarnya kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh dapat

dilihat pada lampiran 3.

3.8. Uji Keseragaman Data

Tugas mengukur adalah mendapatkan data yang seragam. Ketidakseragaman

dapat saja terjadi dalam suatu pengukuran. Batas-batas kontrol yang dibentuk dari

data merupakan batas seragam tidaknya data. Data yang dikatakan seragam berasal

dari sebab yang sama dan berada di antara kedua batas kontrol. Data yang tidak

seragam berasal dari sebab yang berbeda dan berada di luar batas kontrol. Apabila

terdapat sub grup yang di luar batas kontrol, maka sub grup ini harus dibuang dan

untuk perhitungan-perhitungan selanjutnya sub grup ini tidak turut diperhitungkan.

Beberapa langkah untuk uji keseragaman data adalah sebagai berikut.

1. Menghitung standar deviasi

(

)

1

2

− − =

N X Xi

σ

Dimana: σ = standar deviasi

Xi = nilai pada gugus data

(62)

N = jumlah data

σ

= standar deviasi dari distribusi harga rata-rata

2. Menentukan Batas Kendali Atas (BKA) dan Batas Kendali Bawah (BKB)

BKA = X + z BKB = X - z

Dimana: X = rata-rata nilai pada gugus data

z = angka deviasi standar untuk Xi yang besarnya tergantung

pada tingkat keyakinan (confidence level) yang diambil,

dimana:

- 90% confidence level : z = 1,65

- 95% confidence level : z = 2,00

- 99,7% confidence level : z = 3,00

3.9. Uji Kecukupan Data

Dengan menggunakan teori statistik tentang sampling data, diperoleh

formulasi untuk mengetahui kecukupan jumlah pengamatan atau pengukuran.

Formulasi untuk uji kecukupan data pengamatan adalah sebagai berikut6.

(

)

2 2

Gambar

Gambar 2.2. Daun Pintu Petak 8
Tabel 2.5. Peralatan yang Digunakan di PTC
Gambar 3.3. Precedence Diagram yang sesuai untuk  Metode
Gambar 4.1. Blok Diagram Metodologi Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait