KOMUNIKASI POLITIK DAN PREPERENSI PARTAI
POLITIK DALAM PEMILU TAHUN 2004 : STUDI DI
KABUPATEN KARO
TESIS
Oleh
TAUFAN AGUNG GINTING
027024025/SP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KOMUNIKASI POLITIK DAN PREPERENSI PARTAI
POLITIK DALAM PEMILU TAHUN 2004: STUDI DI
KABUPATEN KARO
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
OLEH
TAUFAN AGUNG GINTING
027024025/SP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : KOMUNIKASI POLITIK DAN PREPERENSI PARTAI POLITIK DALAMPEMILU TAHUN 2004 STUDI : KABUPATEN KARO
Nama Mahasiswa : Taufan Agung Ginting Nomor Pokok : 027024025
Program Studi : Studi Pembangunan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Drs. Kariono, M.Si)
Ketua Anggota
(Drs. Henry Sitorus, MA)
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji pada Tanggal 2 Maret 2009
____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Drs.Kariono, M.Si
Anggota : 1. Drs.Henry Sitorus, MA
2. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si 3. Drs. Agus Suriadi, M.Si
PERNYATAAN
KOMUNIKASI POLITIK DAN PREPERENSI PARTAI
POLITIK DALAM PEMILU TAHUN 2004: STUDI DI KABUPATEN KARO
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh grlar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar perpustakaan.
Medan, Maret 2009 Penulis,
ABSTRAK
Partai politik yang memiliki strategi dan taktik yang mampu memikat hati kalangan pemilih atau kontituennya dapat meningkatkan besaran perolehan suaranya dalam setiap pemilu. Pemilih dalam memberikan suaranya dilandasi oleh preferensinya terhadap parpol maupun calon legeslatif yang dikenalnya. strategi yang lazim dikembangkan untuk pengenalan parpol komunikasi politik dalam bentuk sosialisasi, kampanye dan pendidikan politik. penelitian ini menggambarkan realitas komunikasi politik menjelang pemilu 2004 yang lalu yang menghasilkan DPRD Kabupaten Karo.
Dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka data utama penelitian ini diperoleh melalui kajian deskriptif dengan metode survai terhadap 81 orang responden yang terpilih secara purposif di Kecamatan Berastagi dan Kabanjahe. Data sekunder penelitian didukung dari teknik observasi, wawancara dan studi dokumentasi.
Adapun kesimpulan hasil penelitian ini, yaitu : (1). Bentuk, subtansi dan media komunikasi politik yang dilakukan partai politik beserta pemilu tahun 2004 dalam berbagai bentuk dan saluran, serta media komunikasi berdampak pada konfigurasi partai politik di DPRD Kabupaten Karo, (2). Perubahan perilaku responden dalam memandang citra parpol memiliki hubungan dengan semakin rasionalnya basis pilihannya sebagai kontituen, dimana responden penelitian cenderung menilai program partai politik dan kinerja calon legeslatif sebelum pemilu 2004 sebagai bagian preferensi utamanya. (3). Peranan pesan pemberitaan dan iklan TV berkarakter audio-visual dan hu8bungan interpersonal melalui komunikasi langsung dalam bentuk tatap muka, dialog, dan diskusi serata berbagai bentuk kampanye, ternyata memiliki peran yang signifikan dalam mempengaruhi pengetahuan responden penelitian ini dalam memilih Parpol pada Pemilu 2004.
ABSTRACT
The political factions with strategi and attractive tactic fow constituents can increase the number of vote in each general election. The constituent to give their vote is based on their preference on political factions or legislative candidate whom they know. The typical strategies developed for introduction of political factions including political communication. Socialization campaign and political education. This research described the reality of political communication toward the 1994 general election ago leading to the regional representative board of Karo District.
To achieve the objective of this research, the prmary data of research was gained through survey descriptive assessment on 81 respondents selected purposivevely in subdistricts of Berastagi and Kabanjahe. The secondary data was support by technic of observation, interview, and documentation study.
This research concluded that : (1). Type, substance, and political communication media used in general election 2004 indicated significant impact on configuration of political factions in regional representative board of Karo district, (2). The change in responden behavior view the political factions image has a correlation with the more rational of election basis as constituent, in which the respondents of research tended to value the programs of political factions and performance of legislative candidates before general election 2004 as their main preference. (3). The role of information dissemination, news, and advertising via TV, audiovisual and interpersonal relation ship via communication and face-to-face dialoque, and discussion of various campaign strategies, really has a significant effect in influenting the respondent’s knowledge of this research in selecting the political faction in general election 2004.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan yang Maha Kuasa, atas Kasih
karunianya, maka penulis dapat menyelesaiak tesis ini untuk memenuhi persyaratan
dalam memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan dari Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul tesis ini adalah “KOMUNIKASI POLITIK DAN
PREPERENSI PARTAI POLITIK DALAM PEMILU TAHUN 2004: STUDI DI
KABUPATEN KARO”. Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis banyak memperoleh
bantuan dalam wujud ide, moril, dan materil, motivasi baik secara langsung maupun
tidak langsung. Untuk itu, pada kesempatan yang baik ini, penulis menyampaikan
terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, dan Bapak Drs. Agus Suriadi,
MSi, selaku Ketua dan Sekretaris Program Magíster Studi Pembangunan
Universitas Sumatera Utara, dengan tanggungjawab kepemimpinan dan
pengayomannya, telah menguatkan semangat dan motivasi kepada penulis
menyelesaikan program Magíster Studi Pembangunan USU. Demikian
halnya, penulis turut menyampaikan penghargaan kepada Bapak Prof.
Subhilhar Ph.D., yang andil memberi motivasi dan meluangkang waktu
untuk berdiskusi dalam menuntaskan pendidikan pascasarjana yang
penulis ikuti.
4. Bapak Drs. Karyono, MSi dan Bapak Drs. Henry Sitorus, MSi, selaku
Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing, yang telah menyediakan waktu
dan pikiran dalam memberikan arahan konsep, metodologi dan
saran-saran demi terpenuhinya tulisan ini sesuai dengan kriteria karya ilmiah
yang dikategorikan tesis Magíster Studi Pembangunan USU.
5. Bapak Prof. Dr. Badaruddin dan Bapak Drs. Agus Suriadi, Msi, selaku
Komisi Pembanding, dimana berbagai masukan dan kritik konstruktif
berguna sebagai bahan utama dalam penyempurnaan tesis ini.
6. Ayahanda terhormat Alm. Simpang Ginting dan Ibunda terkasih Tuhu Br
Bangun, yang telah memberi kasih sayang yang tulus untuk membesarkan,
menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme sebagai bekal
filsafat hidup, politik, dalam berbangsa dan bernegara.
7. Istriku tercinta Alemina Br Bangun, SPd, dan putriku Srikandi Megasari
Br Ginting, dimana berkat kasih sayang, dorongan, motivasi dan
kesabarannya sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan studi,
mohon doa, cinta dan penyertaannya yang indah pada setiap saat hingga
keluarga kita dapat tetap harmonis dan menjadi kesukaan bagi orangtua,
kerabat, masyarakat dan bangsa, serta dapat memuliakan bagi Tuhan.
8. Mertuaku Alm. Alus Bangun, BA, Alm. Kenden Br Surbakti/Rasita Br
Surbakti, yang telah turut memberikan doa yang tulus dan dukungan yang
sangat berarti, sehingga penulis memperoleh tambahan kepercayaan diri
dalam melakoni profesi dan pekerjaan.
9. Bapak Camat Kabanjahe dan Camat Berastagi, yang telah membantu
mengijinkan sehingga data-data penelitian ini dapat dikumpulkan dari
sumber sekunder dan para responden yang merupakan masyarakat yang
dipimpinnya. Demikian pula pada responden yang telah menyediakan
waktu untuk wawancara dan perkenannya memberikan jawaban yang
bermanfaat sebagai data primer penelitian ini.
10.Adinda Dina, Iwan, dan Dadek, yang melayani penulis secara baik ketika
masa kuliah dan tapan penyelesaian akhir untuk urusan administrasi dan
komunikasi, semoga tetap kompak dan selalu memberikan pelayanan
terbaik untuk kemajuan dan jayanya program Studi Pembagunan USU ke
masa depan.
11.Pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan identitasnya secara
memberikan bantuan yang tak ternilai sumbangsihnya, untuk penyelesaian
studi penulis.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis memohon kritik dan saran
dari para pembaca untuk melengkapi paparan dan uraian dalam setiap bab tesis ini.
Selajutnya, penulis berharap tesis ini dapat bergunan bagi pengkayaan khasanah
keilmuan Studi Pembangunan. Atas segala perhatian dan bantuan yang telah
diberikan oleh semua kerabat, teman-teman, dan saudara-saudaraku, penulis
menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarrnya. Merdeka!!!
Tuhan Memberkati.
Medan, 2 Maret 2009
Hormat Penulis,
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... v
DAFTAR ISI...vii
DAFTAR GAMBAR... ix
BAB I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah... 1
1. 2. Perumusan Masalah... 3
1. 3. Tujuan Penelitian... 4
1. 4. Manfaat Penelitian... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Konsep Demokrasi dan Pemilu... 6
2.2. Pemilihan Umum yang Demokratis... 9
2.3. Prilaku Pemilih... 11
2.4. Partai Politik... 14
2.5. Fungsi Partai Politik ... 15
2.6. Komunikasi Politik... 18
2.6. Partisipasi Politik... 21
BABIII. METODE PENELITIAN 3. 1. Jenis Penelitian... 24
3. 3. Populasi dan Sampel Penelitian... 26
3. 4. Teknik Pengumpulan Data... 28
3. 5. Teknik Analisis Data... 29
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 31
4. 1. 1. Sekilas Kabupaten Karo... 31
4. 1. 2. Deskripsi Ringkas Kecamatan Berastagi dan Kabanjahe... 45
4. 2. Karakteristik Responden Penelitian... 49
4. 3. Kepemilikan Dan Akses Responden Terhadap Media Komunikasi…….. 56
4. 4. Partisipasi Reponden Dalam Organisasi Dan Politik... . 58
4. 5. Pengetahuan Responden Tentang Sistem Pemilu……… 61
4. 6. Bentuk Komunikasi Politik... 65
4. 7. Media Komunikasi Politik dan Kesiapan Memilih dalam Pemilu... 69
4. 8. Perubahan Perilaku Pemilih dalam Pemilu 2004... 70
4. 9. Partai Politik Pilihan Responden dalam Pemilu 2004……… 76
4. 10. Media Komunikasi dan Partai Politik Pilihan dalam Pemilu 2004... 79
4. 11. Penilaian Kinerja Parpol dan DPRD Karo Hasil Pemilu 2004... 82
4. 12. Proyeksi Pilihan Pemilih dalam Pemilu 2009 nanti... 86
BAB V. PENUTUP 5. 1. Kesimpulan... 88
5. 2. Saran-saran... 89
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Cakupan Informasi yang Dijaring dalam Penelitian... 26
2. Luas Wilayah, Jumlah Desa, Penduduk, Rumah Tangga per Kecamatan Kabupaten Karo, tahun 2006 dan 2007... 35 3. PDRB Kabupaten Karo menurut Lapangan Usaha atas dasar Harga Berlaku, keadaan tahun 2000-2005. (Jutaan Rupiah)... 40 4. Sebaran Responden berdasarkan Desa/Kelurahan dan Kecamatan…… 50
5. Karakteritik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Status Kawin,dan Agama yang dianut... 50 6. Suku Bangsa Responden………. 52
7. Komposisi Responden Berdasarkan Lama Tinggal di Lokasi Penelitian……….. 53 8. Komposisi Tingkat Pendidikan Responden Bersadasarkan Kecamatan . 54 9. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan... 55
10. Komposisi Responden Berdasarkan Rata-rata Pendapatan Perbulan... 56
11. Kepemilikan Responden Atas TV dan Radio... 57
12. Prilaku Responden dalam Membaca Koran dan Majalah ... 58
13. Keikutsertaan Responden dalam Organisasi atau Perkumpulan... 59
14. Pengetahuan Responden tentang Tata Cara Pemberian Suara pada Pemilu 2004 lalu………..
63
15. Pentingnya Mengetahui Nama-nama caLon dan Latar Belakang Calon yang Diajukan oleh Partai Politik dalam Pemilihan Anggota DPR dan DPRD Propinsi Sumatera Utara dan DPRD Karo...
16. Informasi Mengenai Pemilu Tahun 2004, Partai Politik Peserta, Calon Anggota DPR dan DPRD, Calon Anggota DPD, Tata Cara Pencoblosan, Jadwal Pemilu dll...
66
17. Sumber Informasi dan Sosialisasi Mengenai Pemilu tahun 2004... 67
18. Media yang paling efektif menyebarkan informasi tentang Partai Politik peserta Pemilu 2004 lalu ...
68
19. Kesiapan Preferensi Responden Atas Partai Politik dan CALEG DPRD Karo yang akan Dipilih Sebelum sampai ke TPS pada Pemilu 2004 lalu………..
70
20. Alasan Responden Merasa tidak siap dengan Pilihan saat ke TPS pada Pemilu 2004 lalu...
70
21. Faktor yang Menyebabkan Bapak/Ibu memilih Anggota DPRD Kabupaten Karo pada Pemilu tahun 2004 lalu...
72
22. Komposisi Anggota DPRD Karo Periode 2004 – 2009 Berdasarkan Partai Politik dan Daerah Pemilihan Hasil Pemilu Tahun 2004...
73
23. Partai Politik yang dipilih Responden pada Pemilu 2004 lalu... 74
24. Partai Politik yang Dipilih Responden pada Pemilu 2009 nanti………. 75
25. Perolehan Suara Partai Politik di Kecamatan Berastagi dan Kabanjahe dalam Pemilu 2004...
76
26. Partai Politik yang Dipilih Berdasarkan Usia Responden pada Pemilu 2004...
77
27. Partai Politik yang Dipilih Berdasarkan Agama Responden pada Pemilu 2004...
78
28. Partai Politik yang Dipilih Berdasarkan Agama Responden pada Pemilu 2004...
79
29. Hubungan antara Media Komunikasi Politik dengan Partai Politik Pilihan dalam Pemilu 2004...
30. Symmetric Measures………. 81
31. Jumlah Keputusan DPRD Kabupaten Karo menurut Jenis Keputusan... 82
32. Partai Politik yang dapat Menyelasaikan dan Menangani Masalah Pemberantasan Korupsi...
84
33. Partai politik yang dapat Menyelasaikan dan Menangani Masalah Penanggulangan Krisis Ekonomi...
85
34. Partai politik yang dapat Menyelasaikan dan Menangani Masalah Penegakan Hukum...
85
ABSTRAK
Partai politik yang memiliki strategi dan taktik yang mampu memikat hati kalangan pemilih atau kontituennya dapat meningkatkan besaran perolehan suaranya dalam setiap pemilu. Pemilih dalam memberikan suaranya dilandasi oleh preferensinya terhadap parpol maupun calon legeslatif yang dikenalnya. strategi yang lazim dikembangkan untuk pengenalan parpol komunikasi politik dalam bentuk sosialisasi, kampanye dan pendidikan politik. penelitian ini menggambarkan realitas komunikasi politik menjelang pemilu 2004 yang lalu yang menghasilkan DPRD Kabupaten Karo.
Dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka data utama penelitian ini diperoleh melalui kajian deskriptif dengan metode survai terhadap 81 orang responden yang terpilih secara purposif di Kecamatan Berastagi dan Kabanjahe. Data sekunder penelitian didukung dari teknik observasi, wawancara dan studi dokumentasi.
Adapun kesimpulan hasil penelitian ini, yaitu : (1). Bentuk, subtansi dan media komunikasi politik yang dilakukan partai politik beserta pemilu tahun 2004 dalam berbagai bentuk dan saluran, serta media komunikasi berdampak pada konfigurasi partai politik di DPRD Kabupaten Karo, (2). Perubahan perilaku responden dalam memandang citra parpol memiliki hubungan dengan semakin rasionalnya basis pilihannya sebagai kontituen, dimana responden penelitian cenderung menilai program partai politik dan kinerja calon legeslatif sebelum pemilu 2004 sebagai bagian preferensi utamanya. (3). Peranan pesan pemberitaan dan iklan TV berkarakter audio-visual dan hu8bungan interpersonal melalui komunikasi langsung dalam bentuk tatap muka, dialog, dan diskusi serata berbagai bentuk kampanye, ternyata memiliki peran yang signifikan dalam mempengaruhi pengetahuan responden penelitian ini dalam memilih Parpol pada Pemilu 2004.
ABSTRACT
The political factions with strategi and attractive tactic fow constituents can increase the number of vote in each general election. The constituent to give their vote is based on their preference on political factions or legislative candidate whom they know. The typical strategies developed for introduction of political factions including political communication. Socialization campaign and political education. This research described the reality of political communication toward the 1994 general election ago leading to the regional representative board of Karo District.
To achieve the objective of this research, the prmary data of research was gained through survey descriptive assessment on 81 respondents selected purposivevely in subdistricts of Berastagi and Kabanjahe. The secondary data was support by technic of observation, interview, and documentation study.
This research concluded that : (1). Type, substance, and political communication media used in general election 2004 indicated significant impact on configuration of political factions in regional representative board of Karo district, (2). The change in responden behavior view the political factions image has a correlation with the more rational of election basis as constituent, in which the respondents of research tended to value the programs of political factions and performance of legislative candidates before general election 2004 as their main preference. (3). The role of information dissemination, news, and advertising via TV, audiovisual and interpersonal relation ship via communication and face-to-face dialoque, and discussion of various campaign strategies, really has a significant effect in influenting the respondent’s knowledge of this research in selecting the political faction in general election 2004.
BAB I PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang Masalah
Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi
sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik
peserta Pemilu mengupayakan strategi dan taktik yang bertujuan untuk memperoleh
jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun
calon pemilih agar partainyalah yang dipilih sehingga memenangkan Pemilu dan
menjadi partai politik mayoritas dalam parlemen. Manakala skema ini diparalelkan
dengan perspektif ekonomi politik baru, maka ketepatan memasarkan partai politik
dapat mendatangkan manfaat lebih yang terdeteksi dari besaran suara yang diperoleh
dalam Pemilu. Sejalan dengan pandangan ini, Riswandi (2009: 64) menjelaskan
bahwa partai politik ha rus memilih strategi yang sejalan dengan prinsip market
oriented, dimana suatu partai politik harus dapat membaca pasar, mampu menyusun
rangkain pesan-pesan politik yang dikemas yang menarik bagi para pemilih (voter)
berbasis komunitas, publik dan kepentingan. Dalam konteks ini, partai politik harus
menggeser apa yang merupakan kebutuhan (needs) dan kemauan (wants) kepada
hal-hal yang menyentuh seluruh kebutuhan lapisan masyarakat, yaitu adanya saluran
pendapat, terjaminnya sumber-sumber kehidupan yang mensejahterakan, misalnya
Bagaimanakah strategi adaptif yang ditempuh partai politik dalam memenuhi
tuntutan orientasi pasar dan publik? Menurut Harun dan Sumarno (2006) dapat
terjawab dari komunikasi politik yang dilakukan oleh partai politik. Memang
propaganda, kampanye, dan sosialisasi politik merupakan kegiatan komunikasi massa
yang biasa dipilih oleh politisi dan memiliki pengaruh terhadap perolehan suara
dalam Pemilu, namun tindakan tersebut akan lebih signifikan hasilnya bila
komunikasi politik ditempuh melalui pendidikan politik dan pemasran partai politik.
Sebaliknya kesadaran masyarakat sebagai pemilik suara (voter) dalam
menyumbangkan suaranya dalam Pemilu mencerminkan tingkat partisipasi politiknya
yang aktif. Menjatuhkan pilihan pada partai politik tertentu, merupakan keputusan
yang dilandasi faktor motivasi yang dapat bersumber dari dalam interpretasi diri
sendiri, dan dapat pula dipengaruhi oleh aktivitas komunikasi politik yang telah
dilakukan oleh partai politik. Pengalaman warga dalam mengakses layanan publik
dapat mempengaruhi pola ekspresi pemilih terhadap identifikasi parpol pilihan atau
berafiliasinya dalam partai politik.
Pemilu legislatif tahun 2004 yang lalu, yang terselenggara tanggal 5 April
2004 dengan sistem proporsional terbuka yang berpedoman pada UU Nomor 12
tahun 2003 merupakan Pemilu yang diselenggarakan untuk menghasilkan DPR,
DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten Kota dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)-RI.
Penilaian pemilih terhadap pola akomodasi kepentingan rakyat terhadap legislatif
terhadap kecenderungan pilihannya atas parpol peserta Pemilu tahun 2004. Karena
itu, penelitian ini ingin mengetahui bagaimana perilaku pemilih (dan calon pemilih)
serta preferensinya terhadap partai politik yang dipilih pada pemilu 2004 lalu.
Masyarakat Kabupaten Tanah Karo yang terdaftar sebagai pemilih melalui
Sistem P4B (Pendaftaran Pemilih dan Penduduk Berkelanjutan) dipandang memiliki
persepsi yang berbeda dalam mengapresiasi Pemilu 2004. Komunikasi politik yang
dilakukan partai politik dan kandidat legislatif (Caleg) dalam berbagai bentuk dan
saluran, serta media komunikasi mempengaruhi tingkat pemahaman pemilih yang
berada di dua Kabupaten Karto atas makna Pemilu dan persepsinya terhadap partai
politik. Pola komunikasi politik yang dikembangkan oleh partai politik yang berada
di Kabupaten Karo dapat pula mempengaruhi pandangan pemilih dan
kepercayaannya untuk keterwakilan kedaulatannya yang direfeksikan dari partai
politik yang dipilihnya, yang selanjutnya memiliki dampak ikutan terhadap
konfigurasi partai politik yang mendudukkan wakil-wakilnya di DPRD Kabupaten
Karo berdasarkan hasil Pemilu 2004 lalu.
1. 2. Perumusan Masalah
Dari paparan diatas, yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah:
1. Bagaimakah bentuk, metode, dan saluran komunikasi politik yang
dilaksanakan oleh partai politik dalam mempengaruhi konstituen politiknya
2. Apakah ragam komunikasi politik yang dilakukan oleh partai politik pada
konstituennya mempengaruhi preferensi partai politik yang dipilih masyarakat
Kabupaten Karo dalam Pemilu tahun 2004 lalu?
3. Apakah basis konfigurasi partai politik dalam struktur legislatif Kabupaten
Karo merupakan cerminan dari pola komunikasi politik yang efektif?
1. 3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan teoritik penelitian ini terkait dengan:
1. Untuk menggambarkan bentuk, metode, dan saluran komunikasi partai politik
yang dilaksanakan dalam Pemilu tahun 2004 yang lalu.
2. Untuk menguji pengaruh ragam komunikasi politik terhadap preferensi dan
prilaku pemilih dalam Pemilu tahun 2004 di Kabupaten.
3. Untuk menggambarkan perbedaan elemen basis yang membangun struktur
DPRD Kabupaten Karo periode tahun 2004 - 2009.
1. 4. Manfaat Penelitian
Adapun signifikansi penelitian ini, sebagai:
1. Referensi mengenai fungsi komunikasi politik berbasis evaluasi proses
Pemilu tahun 2004 di tingkat DPRD Kabupaten/Kota, khususnya dokumen
yang menggambarkan kondisi kecenderungan partisipasi politik konstituen di
2. Data utama mengenai gambaran pandangan dan harapan pemilih serta agenda
lokal dan isu-isu strategis berbasis pemilih dan parpol peserta pemilu dalam
rangka mengartikulasikan kepentingan konstituen untuk diakomodir oleh
DPRD Kabupaten Karo dalam berbagai program dan rencana kebijakan
pemerintah Kabupaten Karo dalam menyongsong Pemilu 2009 nanti.
3. Karya akademik dalam bentuk Tesis penelitian untuk memperoleh gelar
Magister Studi Pembangunan dari Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Konsep Demokrasi dan Pemilu
Demokrasi dan pemilu sering disederhanakan sebagai dua hal yang sama. Ada
klaim bahwa sebuah negara dikatakan demokratis manakala telah dilaksanakannya
pemilu di negara tersebut. Padahal demokrasi tidak identik dengan pemilu, meskipun
keduanya tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Tidak ada demokrasi tanpa
pemilu, tetapi diselenggarakannya pemilu bukanlah indikasi dari demokrasi.
Kata demokrasi yang dalam bahasa Inggrisnya democracy berasal dari bahasa
Perancis democratie yang baru dikenal abad ke 16, yang dirujuk dari bahasa Yunani
(Greek) demokratia yang berasal dari kata demos berarti rakyat (people) dan kratos
berarti tatanan (rule) (Held, 1996: 1).Saat ini, demokrasi identik dengan legitimasi
kehidupan politik modern, walaupun makna demokrasi menunjukkan moden yang
sangat beragamannya dan luas, mulai dari pemerintah bervisi teknokrat sampai pada
konsepsi kehidupan sosial yang ditandai oleh ektensifnya partisipasi politik.
Demokrasi merupakan sebuah konsep yang berarti pemerintahan dimana
kekuasaan tertinggi (atau kedaulatan) ada di tangan rakyat atau sering juga dikatakan
bahwa demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat atau pemerintahan mayoritas.
Salah satu definisi demokrasi yang paling umum, bahwa demokrasi adalah
dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah
sistem pemilihan bebas. (USIS, tanpa tahun: 4). Dari batasan ini, tampak beberapa
unsur penting ciri demokrasi, di antaranya adanya unsur kekuasan yang dilaksanakan
secara langsung atau melalui perwakilan, kedaulatan di tangan rakyat, sistem
pemilihan yang bebas. Prinsip kedaulatan rakyat dan kebebasan sangat penting dalam
konsepsi tersebut di atas. Selain prinsip-prinsip maka demokrasi juga mengandung
unsur seperangkat praktek dan prosedur dari sebuah proses pelembagaan kebebasan
yang panjang dan berliku (USIS, hal.4-5).
Dari prakteknya, maka demokrasi dapat dibedakan atas dua bentuk: langsung
dan tidak langsung (sering disebut ‘demokrasi perwakilan’). Demokrasi langsung
adalah sistem demokrasi yang semua warga biasanya aktif terlibat di dalam
pembuatan keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh
negara; mereka tidak mewakilkan pandangan, pikiran, atau kepentingan mereka pada
orang lain yang mengatas namakan mereka. Demokrasi langsung adalah yang paling
tua atau lebih dikenal sebagai demokrasi masa Yunani kuno atau demokrasi Athena.
Demokrasi model ini biasanya dilaksanakan dalam sebuah negara yang kecil dan
dengan penduduk yang jumlahnya kecil. Sedangkan demokrasi tidak langsung
bersifat lebih umum dan diberlakukan oleh banyak negara modern saat ini. Jumlah
penduduk yang besar dan wilayah negara yang sangat luas menyebabkan lebih
dipilihnya model demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan ini. Dalam
keputusan atau kebijakan politik, merumuskan undang-undang dan menjalankan
program untuk kepentingan umum atas nama mereka. Warga mewakilkan
kepentingan, aspirasi, pikiran, atau pandangan mereka pada para anggota dewan,
pemimpin atau pejabat yang mereka pilih melalui pemilu. Dengan demikian
kewenangan yang dimiliki oleh penguasa atau pemerintah baik untuk membuat
keputusan atau kebijakan pemerintah dan untuk melaksanakannya diperoleh
berdasarkan persetujuan warganya yang diberikan melalui pemilu.
Pemilu merupakan mekanisme memilih wakil-wakil atau pejabat-pejabat yang
akan mengatas namakan rakyat dalam melaksanakan tugas-tugas mereka. Dengan
kata lain ketika warga memilih wakil-wakil atau pejabat-pejabat untuk mewakili
mereka di dalam pemilu maka warga sekaligus memberikan mandat pada para wakil
dan pejabat tersebut untuk, atas nama rakyat, membuat dan mengambil keputusan
atau kebijakan dan melaksanakan program untuk kepentingan mereka. Untuk
memperoleh wakil atau pejabat yang absah mengatas namakan rakyat maka
pemilihan harus demokratis.
Untuk Indonesia, sejak masa pergolakan politik dalam rangka pencapaian
kemerdekaan, para pendiri negara memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam
menetukan pemikiran politik yang melandasi praktek-praktek kenegaraan dan
demokrasi. Secara historis, pelaksanaan (orde) demokrasi di Indonesia telah
demokrasi terpimpin (1959-1966), dan demokrasi Pancasila (1966-1997), dan
demokrasi pasca ode baru (1998 – sekarang).
2. 2. Pemilihan Umum yang Demokratis
Beberapa kriteria musti dipenuhi agar pemilu dapat disebut demokratis (USIS,
annotated: 16-17). Pertama, pemilu harus kompetitif. Ini artinya pemilu harus diikuti
oleh beberapa partai politik yang bebas dan otonom. Partai yang berkuasa maupun
partai-partai oposisi memperoleh hak-hak politik yang sama seperti kebebasan
berbicara, mengeluarkan pendapat, berkumpul, bergerak, atau mengkritisi
program-program yang diajukan oleh partai-partai lain. Partai oposisi juga dapat melakukan
kritik secara terbuka mengenai pemerintah, kebijakan-kebijakan yang dijalankan oleh
pemerintah, bahkan mengenai ideologi (partai-partai lain) sekalipun. Kedua, pemilu
harus diselenggarakan secara berkala. Ini artinya pemilihan harus diselenggarakan
secara teratur dengan jarak waktu yang jelas, misalnya setiap empat, lima, atau tujuh
tahun sekali. Pemilihan berkala merupakan sebuah mekanisme lewat mana pejabat
yang terpilih bertanggungjawab pada para pemilihnya dan memperbarui mandat yang
diterimanya pada pemilihan yang lalu. Pemilih dapat memilih kembali pejabat yang
bersangkutan jika cukup puas dengan kerja selama masa jabatannya, tetapi dapat juga
menggantinya dengan kandidat lain yang dianggap lebih mampu, lebih
bertanggungjawab, lebih mewakili kepentingan, suara atau aspirasi mereka. Selain itu
dapat memperbaiki diri dan mempersiapkan diri lagi untuk bersaing dalam pemilu
berikut. Ketiga, pemilihan haruslah inklusif. Ini artinya tidak boleh ada orang atau
kelompok orang (dengan dasar pengelompokan apapun misalnya ras, suku, jenis
kelamin, lokalitas, kondisi fisik, aliran ideologis, dsb.) yang dapat diabaikan haknya
sebagai pemilih ataupun dipilih. Semua warga negara dari kelompok manapun berhak
untuk ikutserta dalam pemilu sehingga hasil pemilu dapat merefleksikan kondisi
keaneka-ragaman dan perbedaan-perbedaan yang terdapat di dalam masyarakat.
Keempat, pejabat, pemimpin, atau wakil-wakil yang dihasilkan lewat pemilu haruslah
definitif. Ini artinya mereka yang terpilih dalam pemilu memegang kekuasaan yang
sesungguhnya, bukan sekedar lambang atau semata-mata pemimpin atau pejabat
boneka.
Dua hal penting lain tentang pemilihan yang perlu diperhatikan dalam
demokrasi. Pertama, pemilihan mestinya tidak terbatas pada memilih kandidat saja.
Pemilihan dapat juga diselenggarakan untuk memutuskan sebuah kebijakan ataupun
pilihan politik yang krusial atau kontroversial yang dihadapi oleh sebuah
pemerintahan di sebuah negara. Pemilihan dimana pemilih diminta untuk membuat
keputusan sedemikian disebut referendum. Salah satu contoh referendum yang pernah
dilakukan di Timor Timur, dimana rakyat Timor Timur diminta untuk memutuskan
apakah mereka akan tetap bergabung dengan Indonesia atau melepaskan diri lalu
memerdekakan sebagai suatu Negara baru. Kedua, pemilihan yang demokratis
kelompok-kelompok dapat bersaing secara fair dan terbuka. Yang kalah dapat menerima
kekalahan dengan kerelaan, menerima hasil pemilihan dengan besar hati, dan
mentolerir keberadaan saingannya dalam posisi atau jabatan yang diperebutkan
melalui pemilu. Kelompok yang kalah bisa menjadi oposisi yang setia; dan kesetiaan
mereka ditujukan “… pada keabsahan fundamental negara dan pada proses demokrasi
itu sendiri”. (USIS: 17)
Selanjutnya hasil Pemilu yang demokratis menggambarkan pemenang yang
tidak meniadakan atau menindas kelompok yang dikalahkannya. Kelompok yang
menang harus dapat mentolerir keberadaan dan mengakui peran-peran dari
orang-orang atau kelompok-kelompok yang dikalahkannya. Untuk menciptakan suasana
sedemikian maka pemilu harus dilaksanakan secara bebas, jurdil, dan akuntabel.
Pemilihan umum berkala memungkinkan kelompok-kelompok yang kalah dan yang
menang untuk kembali bersaing memenangkan mandat rakyat untuk memimpin atau
memerintah pada periode berikutnya.
2. 3. Prilaku Pemilih
Beragam fenomena politik dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan
tingkah laku (behavioral approach). Pendekatan ini bersumber dari premis yang
menyatakan bahwa persoalan dasar organisasi politik dan pemerintah adalah tingkah
Salah satu aspek tingkah laku politik itu adalah tingkah laku pemilih, yang
khusus membahas tingkah laku individual warga negara dalam hubungannya dengan
kegiatan pemilihan umum. Persoalan ini menyangkut serangkaian kegiatan untuk
membuat keputusan apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum dan
kalau memutuskan untuk memilih apakah memilih partai atau kandidat X ataukah
partai atau kandidat Y. Persoalan memilih dan tidak memilih merupakan hak seorang
warga negara. Di Indonesia hak memilih dikenal dengan hak pilih aktif yakni hak
yang dimiliki seseorang untuk ikut dalam memberikan suara pada saat pemilihan
umum. Memilih dan tidak memilih juga dapat dikatergorikan sebagai partisipasi
politik sepanjang kegiatan itu dilakukan secara sadar.
Untuk melihat bagaimana sikap masyarakat terhadap suatu partai politik, ataupun
melihat kecenderungan seseorang untuk memilih salah satu partai politik yang ada,
kita dapat melihatnya dari beberapa pendekatan. Adapun pendekatan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Pendekatan Struktural
Pendekatan ini menekankan bahwa kegiatan memilih terjadi dalam konteks yang
lebih luas, seperti struktur sosial, sistem partai, peraturan pemilu, dan lain-lain. Dasar
struktur sosial yang menjadi sumber pengkotakan politikk dapat berupa kelas sosial
atau perbedaan-perbedaan majikan dengan buruh, desa-kota, bahasa dan
nasionalisme. Partai Republik di Amerika, misalnya, basisnya adalah masyarakat
2. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini melihat kegiatan memilih dalam keterkaitan individual dengan
struktur sosial. Dapat dikatakan pilihan seseorang sangat dipengaruhi beberapa faktor
seperti: demografi, jenis kelamin, kelas sosial, pendidikan, penghasilan, dan lain-lain.
3. Pendekatan Ekologis
Pendekatan ini melihat bahwa faktor ekologis seperti daerah berpengaruh
terhadap tingkah laku politik seseorang. Alat analisis yang diperlukan adalah statistik
untuk melihat hubungan pemilih dengan perumahan penduduk, daerah atau keadaan
alam (desa-kota).
4. Pendekatan Psikologi Sosial.
Pendekatan ini melihat faktor psikologis yang melatarbelakangi pilihan
seseorang. Konsep yang ditawarkan adalah identifikasi partai. Konsep ini mengacu
kepada proses pemilihan melalui mana seseorang merasa dekat dengan salah satu
partai. Salah satu variabel yang banyak ditawarkan oleh pendekatan ini adalah
identifikasi partai. Identifikasi partai ini diartikan sebagai perasaan yang dekat dan
rasa memiliki dari seseorang kepada salah satu partai politik.
5. Pendekatan Rasional
Pendekatan ini merupakan pinjaman dari konsep ilmu ekonomi, di mana pilihan
2. 4. Partai Politik
Partai politik merupakan salah satu kekuatan politik kontemporer yang harus
ada dalam negara yang demokratis dan modern1
Selain itu, Sigmund Neumann (dalam Budiarjo: 1988) membatasi pengertian
partai politik sebagai organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik . Peran dan fungsi partai politik dapat
mewarnai penjalanan suatu bangsa. Sebagai organisasi, partai politik yang ideal
mampu memobilisasi dan mengaktifkan rakyat, merupakan perwakilan kepentingan,
memberikan jalan kompromi karena perbedaan prinsip dan pandangan terhadap
imbas keputusan, serta menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik seacra
abash (legitimate) dan damai (Amal, 1988: xi). Pengertian partai politik beragam
yang pada dasarnya didefinisikan oleh ahli politik terkait dengan esensi, fungsi,
ideologi, dan tujuannya. Miriam Budiarjo (1998:16). mendefinisikan partai politik
sebagai suatu kelompok yang terorganisir, yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Selain itu, menurut Sukarna (1992:57)
partai politik adalah sekelompok orang-orang yang terorganisasikan didalam suatu
organisasi formal yang bertujuan untuk menguasai negara dan mempertahankan
kedudukan kekuasaan di dalam negara baik dengan cara legal yaitu melalui Pemilu
ataupun dengan cara illegal melalui revolusi atau kudeta (coup d’etat) atau
perampasan kekuasaan.
1
yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada
menguasai kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan
rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan berbeda-beda.
Dengan demikian partai politik merupakan perantara besar yang menghubungkan
kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang
resmi dan yang mengkaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang
lebih luas.
Pengertian partai politik dapat pula mengggambarkan basis sosiologis suatu
partai yaitu ideologi dan kepentingan yang diarahkan pada usaha-usaha untuk
memperoleh kekuasaan, seperti pandangan Mark Hagopian (dalam Amal, 1988) yang
merumuskan partai politik sebagai suatu organisasi yang dibentuk untuk
mempengaruhi bentuk dan karakter kebijaksaan publik dalam kerangka
prinsip-prinsip dan kepentingan ideologis tertentu melalui praktek-praktek kekuasaan secara
langsung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan.
2. 5. Fungsi Partai Politik
Pada dasarnya fungsi partai politik berbentuk representasi (perwakilan),
konversi dan agregasi, integrasi (partisipasi, sosialisasi, mobilisasi), persuasi, represi,
rekrutmen, dan pemilihan pemimpin, pertimbangan-pertimbangan dan perumusan
kebijaksanaan, serta kontrol terhadap pemerintah. Representasi merupakan ekspresi
menggambarkan partai sebagai sarana atau institusi yang dapat mengekspresikan
kepentingan-kepentingan secara langsung dari kelompok, kelas, dan golongan
masyarakat tertentu yang merupakan basis pendukungnya. Tapi yang paling kerap
dilakukan oleh partai di Indonesia sekarang ini partai berperan sebagai perantara
(brokerage) yang terjadi karena adanya beda kepentingan dan pendapat dicapai
secara kompromi.
Konversi dan agregasi merupakan varian dari fungsi representasi dan
perantara. Konversi dan agregasi diartikan manakala partai dapat melakukan
transformasi dari bahan-bahan mentah politik berupa kepentingan dan tuntutan
menjadi kebijaksanaan dan keputusan. Sosialisasi adalah proses, dimana kumpulan
norma-norma, nilai-nilai, pandangan, ideologi dari partai dan sistem politik
ditansmisikan (ditularkan) kepada orang-orang yang lebih muda. Mobilisasi adalah
variasi ekstrem dari sosialisasi, yaitu partai berusaha memasukkan secara cepat
sejumlah besar orang yang sebelumnya berada diluar sistem, termasuk yang apatis,
terasing, tidak tahu-menahu, tidak tertarik, takut, ke dalam sistem untuk
mengamankan kepentingan dan dukungan massa. Partisipasi terletak diantara
sosialisasi dan mobilisasi yang berarti partai terbuka untuk semua pihak sebagai
medium ekspresi kepentingan dan partisipasi untuk memilih pemimpin, menetapkan
kebijaksanaan dan sikap. Keberhasilan sosialisasi merupakan paskakondisi
Persuasi merupakan kegiatan partai yang dikaitkan dengan pembangunan dan
pengajuan usul-usul kebijaksanaan agar memperoleh dukungan seluas mungkin bagai
kegiatan-kegiatan tersebut. Semua media komunikasi bebas untuk digunakan oleh
semua partai dengan tujuan dapat mengajukan pendapat secara bebas pula. Represi
merupakan kebalikan dari persuasi, dimana partai melalui pemerintah atau secara
langsung mengenakan sanksi kepada anggota atau bukan, mengendalikan asosiasi dan
partai lain, membentuk pikiran dan loyalitas anggota dengan cara tidak mengijinkan
adanya oposisi, dan menghukum pihak oposisi dan pembangkang. Partai yang
cenderung melakukan mobilisasi biasanya berkaitan dengan tindakan represi ini.
Rekrutmen pengertian luas bukan hanya pendaftaran, seleksi dan penetapan anggota
partai termasuk juga latihan (training) dan persiapan untuk kepemimpinan yang
terbuka untuk masyarakat untuk menduduki posisi dalam partai, legislatif dan
pemerintahan.
Fungsi partai lain adalah membuat pertimbangan untuk berbagai perumusan
kebijaksanaan yang dilakukan melalui berbagai kesempatan yang melibatkan partai
politik secara langsung ataupun tidak sehubungan dengan kepentingan dan tuntutan
dari masyarakat, anggota partai maupun partai lainnya. Selain itu, fungsi kontrol
merupakan ukuran sikap partai tersebut manakala merupakan kekuatan politik
terbesar atau bukan yang membangun pemerintahan dan struktur legislatif. Tetapi
bagaimanapun komposisinya dalam pemerintahan dan legislative, seharusnyalah
yang akhirnya menunjukkan dukungannya terhadap pemilihan pemimpin
pemerintahan dan legislative. Selanjutnya, Miriam Budiarjo (1998) menyatakan
bahwa untuk negara demokratis, bahwa salah satu fungsi partai politik adalah sebagai
sarana komunikasi politik.
2. 6. Komunikasi Politik
Untuk sampai pada definisi komunikasi politik, maka kita harus memahami
terlebih dulu pengertian komunikasi dan politik secara terpisah.
Dalam tataran makro, komunikasi menurut Littlejohn (2002:3) merupakan
sesuatu yang disebarkan, penting, aspek yang kompleks dari hidup manusia.
Komunikasi manusia melayani segala sesuatu, merupakan hal yang universal, sebuah
proses interaksi kita dengan orang lain dalam bentuk pesan-pesan dari orang yang
belum pernah kita ketahui, orang hidup, dan penyampai pesan yang dekat maupun
jauh. Theodorson & Theodorson mengartikan batasan komunikasi sebagai kegiatan
transmisi informasi, ide-ide, sikap atau pernyataan emosional dari satu orang atau
kelompok yang disampaikan ke pihak lain, terutama melalui simbol-simbol tertentu
(Ruslan, 2003:89). Jane Pauley (dalam Liliweri: 2004: 7) menyatakan bahwa dalam
definisi komunikasi ada tiga komponen yaitu; (1) transmisi informasi (2) transmisi
pengertian, (3) menggunakan simbol-simbol yang sama. Esensi tematik komunikasi
diantaranya adanya pengirim (communicators) , media saluran (channels),
hubungan (mutually relationships), dan kadangkala berlanjut pada adaya saling aksi
dalam bentuk kontak fisik, kerjasama dalam tindakan, dan atau sebaliknya efek dari
komunikasi dapat menampakkan proses sosial yang bersifat kompetisi, akomodasi
bahkan konflik.
Dalam tataran mikro, maka komunikasi sesungguhnya merupakan
penggunaan simbol-simbol dalam interaksi sosial. Pemikiran para teoritisi
interaksionisme simbolik mendefinikan simbol sebagai sesuatu yang nilai atau
maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya (Sunarto:
2003:44). Makna atau nilai tersebut tidak berasal dari atau ditentukan oleh sifat-sifat
yang secara instrinsik terdapat didalam bentuk fisik dari sesuatu itu. Menurut
Herberth Blumer (Sunarto: 2003:44) bahwa makna yang dipunyai sesuatu tersebut
berasal atau muncul dari interaksi sosial antara seseorang atau sesamanya.
Dari paparan tersebut diatas dapatlah dipahami bahwa komunikasi sangat
penting dalam kehidupan manusia, terutama dalam interaksinya dengan orang lain
dalam kelompok, komunitas, organisasi, masyarakat dan pergaulan antar etnis dan
bangsa. Komunikasi merupakan pembingkai hubungan antar personal, kelompok dan
jejaring organisasi (networking of organization). Komunikasi merupakan inti utama
yang membangun prilaku individu dalam interaksinya dengan orang lain. Karena itu,
interaksi tidak hanya memperhatikan apa yang dikatakan (verbal communications)
orang lain tetapi apa juga yang dilakukannya. Dalam hal ini, maka komunikasi
merupakan bentuk komunikasi yang paling klasik dipahami dalam sejarah interaksi
antar individu dan kelompok-kelompok sosial.
Mengartikan politik, sesungguhnya berada pada lingkup kajian yang berfokus
pada kekuasaan, yaitu trias politika (presiden dan kabinet, parlemen, kekuasaan
kehakiman). Selain itu, politik mengandung makna akan hubungan
kekuatan-kekuatan politik dalam bentuk kekuasaan dari institusi-instritusi yang ada, serta
intinya tidak menyimpang dari esensi pemanfaatan dan permainan kekuasaan. Selain
itu, dalam Riswandi (2009: 1-2) digambarkan definisi politik antara lain, bawha
politik adalah relasi yang menghasilkan siapa memperoleh apa, kapan dan
bagaimana. Tambahan, bahwa politik adalah proses pembagian nilai-nilai dan
wewenang, atau cara-cara bagaimana memperoleh kekuasaan, memperagakannya,
dan mempertahankannya. Disamping itu, politik dapat diartikan sebagai kegiatan
mempengaruhi, tindakan yang diarahkan untuk mempertahankan atau memperluas
tindakan laian, atau kegiatan orang secara kolektif yang mengatur perbuatan mereka
dalam kondisi konflik.
Politik dan komunikasi merupakan dua hal yang dapat saling terkait dalam
suatu pembicaraan tentang kekuasaan, pengaruh, otoritas/wewenang, dan konflik.
Selain itu, mengartikan komunikasi politik, maka esensinya terkait dengan interaksi
sosial dan konflik sosial. Nimno (dalam Riswandi: 2009, 3) merumuskan komunikasi
politik sebagai kegiatan yang bersifat politis atas dasar konsekuensi aktual yang
politik, media komunikasi politik, dan akibat-akibat komunikasi politik. Kegiatan
komunikasi politik bertujua untuk mengharmoniskan dan menjamin keberlanjutan
sistem politik secara berkesinambungan yang akan mengayomi seluruh elemen dan
anggota sistem politik tersebut. Selain itu Maswadi Rauf (dalam Harun & Sumarno;
2006, 3) menyebutkan bahwa komunikasi sebagai kegiatan politik merupakan
penyampaian pesan-pesan yang bercirikan politik oleh aktor-aktor politik kepada
pihak lain, dimana kegiatan komunikasi politik tersebut dapat bersifat empirik
maupun ilmiah. Sedangkan Rusadi Kantaprawira (dalam Harun & Sumarno: 2006, 3)
menyatakan komunikasi politik adalah untuk menghubungkan pikiran politik yang
hidup dalam masyarakat, baik pikira intern golongan, instansi, asosiasi, ataupun
sektor kehidupan politik pemerintah.
2. 7. Partisipasi Politik
Dampak dari adanya komunikasi politik yang efektif adalah adanya partisipasi
politik rakyat yang sering diperhatikan dalam pelaksanaan Pemilihan Umum di
negara-negara demokratis. Karena itu, tingkat partisipasi politik masyarakat di negara
berkembang merupakan masalah yang menarik bagi para ahli politik. Secara umum
definisi partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang yang ikut
serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan
negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah
Pemilu, menghadiri rapat umum (kampanye), menjadi anggota parpol atau organisasi
social politik yang underbauw partai politik, mengadakan hubungan dengan pejabat
pemerintah atau parlemen yang bertujuan politik.
Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson dalam bukunya No Easy Choice:
Political Participation in Developing Countries menyatakan bahwa: partisipasi
politik adalah kegiatan warganegara yang bertidak sebagai pribadi-pribadi, yang
dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi
bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadic,
secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif
(Budiardjo, 1988:3).
Pemikiran mengenai partisipasi politik bagi negara demokratis berangkat dari
prinsip kedaulatan adalah ditangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan
bersama untuk menetapkaan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat itu dan untuk
menentukan orang-orang yang akan menduduki jabatan-jabatan publik dan politis.
Jadi partisipasi politik merupakan pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan
politik yang abash oleh masyarakat. Dalam negara demokratis makin banyak
masyarakat mengambil peran makin baik.
Partisipasi dapat berbentuk otonom (autonomous participation) dan
partisipasi yang dimobilisasi (mobilized participation). Pada umumnya orang
beranggapan partisipasi politik dalam bentuk yang positif saja, tetapi Huntington dan
bentuk kekerasan lain yang bermotif politik juga merupakan bentuk partisipasi.
Namun Verba (Budiardjo: 1998) tidak mau masuk dalam bentuk partisipasi yang
rumit tersebut, akan tetapi membatasi diri pada tindakan-tindakan yang legal.
Metode atau cara berpartisipasi, intensitasnya terkait dengan keterikatan atau
posisi politik yang dimiliki seseorang. Untuk memudahkan kita membedakan cara
berpartisipasi berdasarkan intensitasnya dalam kegiatan politik dapat dilihat dalam
BAB III
METODE PENELITIAN
3. 1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah studi kasus terhadap sampel yang dipilih sebagai kajian
untuk menggambarkan kondisi populasi yang lebih luas, dimana hubungan antara
sampel dengan total populasi tidak dapat diperkirakan atau ditaksir secara pasti
(Black & Chmapion, 1976: 93-94).
Dari segi tujuan penelitian ini adalah deskriptif, sebagaimana dijelaskan oleh
Vredenbergt (1979: 34), untuk menggambarkan realitas sosial dan pembangunan
yang kompleks dengan menerapkan konsep-konsep teori yang telah dikembangkan
oleh para ilmuan sosial sebelumnya. Realitas sosial yang dipelajari adalah fenomena
preferensi pemilih terhadap partai politik dalam pemilu 2004 di Kabupaten Karo.
3. 2. Kerangka Penelitian
Untuk menggambarkan hubungan antar variabel penelitian ini, dapat dilihat
Variabel Independen Variabel Antara Variabel Terikat
Gambar 1. Kerangka Berfikir
Secara operasional maka cakupan informasi yang dijaring dalam penelitian ini
sebagaimana gambaran matriks berikut. Komunikasi
Politik
1. Jenis Isi pesan komunikasi politik 2. Metode Komunikasi
Politik 3. Frekuensi
Komunikasi Politik 4. Media komunikasi
politik
Status Sosial Ekonomi (Jenis Kelamin, Agama, Usia, Tempat Tinggal, Pekerjaan, Pendidikan, Status Kawin, Etnis)
Afiliasi dalam Parpol
Pengalaman Pemilu
Preferensi Parpol Pilihan:
Tabel 1. Cakupan Informasi yang Dijaring dalam Penelitian
Variabel Indikator Variabel
Karakteristik
6. Pekerjaan (1 bulan terakhir)
7. Jumlah anggota keluarga yang memiliki hak pilih 8. Afiliasi partai politik
Pendapat tentang Komunikasi Politik
1. Jenis Isi pesan komunikasi politik 2. Metode Komunikasi Politik 3. Frekuensi Komunikasi Politik 4. Instrumen Komunikasi Politik 5. Media komunikasi politik Preferensi Partai
Politik Pilihan dalam Pemilu 2004
1. Sistem pemilihan anggota legislatif
2. Ideologi atau aliran Parpol (agama, etnis, nasionalis) 3. Program-program Parpol dan cara kampanye
4. Rekruitmen dan karakteristik anggota Parpol 5. Karakteristik calon anggota legislatif
6. Kinerja parlemen dan anggotanya
7. Sektor unggulan yang menjadi pusat perhatian kebijakan legislative terpilih
Perilaku Pemilih di Pemilu 2004
1. Bentuk pemanfaatan hak pilih
2. Karakteristik Partai politik yang dipilih
3. Evaluasi terhadap Konerja Partai politik yang dipilih
3. 3. Populasi, Sampel dan Responden
Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk Kabupaten, baik laki-laki
maupun perempuan yang telah memberikan suaranya pada legislatif tahun Pemilu
2004. Sampel penelitian berjumlah 81 orang yang ditetapkan secara purposif.
Responden yang dipilih terdiri dari pengurus Parpol dan masyarakat yang terdaftar
Unit analisa survai ini adalah individu, bukan rumah tangga (household).
Alasannya karena hak memilih adalah hak politik dan keputusan individual, bukan
keputusan kolektif, selaras dengan prinsip pemilu yang salah satu sifatnya adalah
rahasia.
Sesuai dengan tujuan studi ini yang diharapkan dapat menghasilkan
kecenderungan data mengenai preferensi yang mendasari terbentuknya pola prilaku
pemilih dalam Pemilu legislatif 2004, maka akan dikumpulkan data dari 81 orang
responden mewakili penduduk Kabupaten Karo.
Penarikan sampel wilayah penelitian dari 2 Kecamatan yang dipilih dari 13
Kecamatan se-Kabupaten Karo dilakukan secara “multistage sampling”, yang dimulai
dengan menetapkan 1 (satu) Kecamatan yang berkarakteristik urban secara random,
serta 1 Kecamatan yang termasuk kategori rural. Dari kecamatan yang terpilih
ditetapkan masing-masing 3 kelurahan/desa yang dipilih secara random dimana
penduduknya mayoritas berstatus status sosial ekonomi atas, menengah dan bawah.
Sampel setiap desa terpilih dengan purposive sampling.
Selain itu prasyarat penentuan Kecamatan terpilih didasarkan perimbangan
perolehan suara Parpol pada Pemilu tahun 2004. Alasannya adalah agar metode dan
temuan penelitian ini tidak bias, atau didominasi Parpol tertentu sajat. Proporsi
responden akan mempertimbangkan 3 (tiga) karakteristik, yakni; (1) jenis kelamin
atau gender; (2) usia (pemilih dan calon pemilih pemula); dan (3) lapisan SSE (Status
sedangkan usia maksimal adalah 70 tahun. Pembatasan usia ini didasari alasan
umum, bahwa usia lebih dari 70 tahun dipandang sudah menurun daya ingatnya, dan
mungkin serapan informasi politik yang ia peroleh juga semakin menurun. Lebih dari
itu, rentang usia juga dianggap berperan dalam melihat peta politik Indonesia
mendatang, termasuk mungkin afiliasi Parpol yang dipilih.
3. 4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan teknik survai dengan cara wawancara
berstruktur yaitu tanyajawab melalui tatap muka langsung antara enumerator
(pewawancara) dengan responden dengan menggunakan kuesioner tertutup atau
terstruktur, yang substansinya adalah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk
mendapatkan data komunikasi politik dan preferensi partai politik pilihan, persepsi
dan harapan responden terhadap legislatif hasil Pemilu tahun 2004 yang lalu. Selain
itu, akan dilakukan pula wawancara mendalam kepada beberapa informan kunci
diantaranya pimpinan partai politik, politisi yang menduduki kursi DPRD Kabupaten
Karo, serta pengamat politik. Selanjutnya dilakukan kajian dokumen terpilih untuk
mendapatkan data-data sekunder dan regulasi yang mengatur sistem pemilu tahun
3. 5. Teknik Analisa Data
Analisis data yang telah dikumpulkan dan ditabulasi, dianalisis dengan
menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif.
Analisis data kuantitatif dilakukan terhadap data kuantitatif, dan analisis data
kualitatif dilakukan terhadap data kualitatif dan data kuantitatif yang tidak dapat
dianalisis dengan pendekatan kuantitatif.
Analisis deskriptif terhadap variabel-variabel penelitian dilakukan dengan
penggambaran fenomena melalui tabel-tabel frekuensi. Dalam hal ini, abstraksi
temuan penelitian dikerangkakan dengan kecenderungan nilai statistik deskriptif
dengan uji mean, modus, dan median. Tujuan pengujian adalah untuk melihat
kecenderungan persentase dan perbedaan-perbedaannya saja. Dengan demikian
interpretasi bermaksud untuk menggambarkan dasar perbedaan kategori-kategori
yang ada. Analisa data kuantitatif bivariat disajikan dalam bentuk tabel silang. Luaran
data ini akan menunjukkan kecenderungan dan signifikansi hubungan antarvariabel.
Selanjutnya hasil analisis ini menjadi dasar untuk menginterpretasi makna di balik
angka dari data kuantitatif yang ada untuk mengarahkan kelompok kesimpulan
penelitian. Setelah itu dikomparasikan teori dan temuan penelitian serta hasil
penelitian yang sejenis, untuk mendapatkan kesimpulan penelitian dan kesimpulan
teoritis.
Sedangkan analisis kualitatif atas yang dikumpulkan dengan teknik
memahami secara mendalam fenomena sosial yang membangun fakta-fakta sosial.
Proses pengamatan dilakukan secara saling silang dan kait mengkait, guna
menemukan kesamaan dan perbedaan fenomena sosial dalam bentuk pola-pola
perilaku dan norma-norma sosial yang berlaku dimasyarakat.2
Akhirnya kesimpulan yang diperoleh dengan pendekatan kualitatif ini
di-match-kan dengan kesimpulan analisis kuantitatif untuk menghasilkan kesimpulan
penelitian.
2
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Pada bagian ini, akan digambarkan karakteristik daerah penelitian dari aspek
demografi, pembangunan wilayah, dan kondisi sosial budaya dan ekonominya.
Paparan dimulai dengan menguraikan Kabupaten Karo, yang selanjutnya dilengkapi
dengan ulasan ringkas Kecamatan Berastagi dan Kabanjahe.
4. 1. 1 Sekilas Kabupaten Karo
Kabupaten Karo yang sering dinamai dengan ”Tanah Karo Simalem”
merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama Sumatera Utara dan yang paling
dekat dengan Kota Medan. Daya tarik wisata Kabupaten Karo yang sebagian besar
wilayahnya terpapar dalam kawasan pegunungan Bukit Barisan, dapat dikategorikan
sebagai obyek ekowisata dengan view keindahan alam, udara yang sejuk, dan
diwarnai dengan budaya dan adat istiadat etnis Batak Karo.
Disamping sebagai daerah tujuan wisata, Kabupaten Karo merupakan salah
satu daerah yang memiliki potensi perekonomian dari sektor Pertanian. Wilayah
Kabupaten Karo terletak pada dataran tinggi Bukit Barisan yaitu 400-1600 meter
diatas permukaan laut. Dengan Kabanjahe sebagai ibukota dan Berastagi sebagai
wilayahnya adalah 2.127,25 Km2 yang berada pada posisi geografis 020 50’ – 030 19’
Lintang Utara dan 970 55’ – 980
Penduduk asli yang mendiami Kabupaten Karo adalah Suku Bangsa Karo,
yang mempunyai adat-istiadat yang terbangun dari tradisi 5 (lima) Marga yang
disebut Merga Silima yaitu Karo-karo, Ginting, Sembiring, Tarigan dan
Perangin-angin. Berdasarkan kelima marga tersebut tersusunlah silsilah dan pola kekerabatan
yang dilabelkan dengan konsep Rakut Sitelu, Tutur Siwaluh dan Parkade-kadean
Sepuluh Dua Tambah Sada.
38’ Bujur Timur.
Kuatnya pegangan adat-istiadat dan loyalitas pada leluhur dalam kehidupan
masyarakat Karo, merupakan modal sosial dan filosofi hidup yang menjadi spirit
dalam pembangunan yang orientasinya pada ”sura-sura pusuh peraten” (idaman dan
harapan) untuk pencapaian 3 (tiga) hal pokok, yaitu: Tuah, yag berarti menerima
berkat dari Tuhan Yang Maha Esa, mendapat keturunan, banyak kawan dan sahabat,
cerdas, gigih, disiplin dan menajaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan
hidup untuk generasi mendatang; Sangap berarti mendapat rejeki, kemakmuran bagi
pribadi, bagi anggota keluarga, bagi masyarakat, serta generasi yang akan datang;
Mejuah-juah, berarti sehat sejahtera, lahir batin, aman dan damai, bersemangat serta
seimbang dan selaras antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan
4. 1. 1. 2. Topografi
Kabupaten Karo yang berbatasan di sebelah Utara dengan Kabupaten Langkat
dan Deli Serdang, disebelah Selatan dengan Kabupaten Dairi dan Toba Samosir, di
sebelah Timur dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun, serta
sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Tenggara Propinsi Aceh. Luas wilayah
Kabupaten Karo yang terletak pada 2050’ - 3019’ Lintang Utara dan 97055’ – 980
Kabupaten Karo yang beriklim tropis dengan dua musim (hujan dan kemarau)
terkenal sebagai daerah penghasil berbagai buah-buahan dan bunga-bungaan
(agriculture), memiliki penduduk yang sebagian mata pencahariannya adalah pada
sektor pertanian pangan dan holtikultura. Sebagian besar wilayah Kabupaten Karo
merupakan daerah tangkapan hujan yang menjadi Daerah Hulu Sungai (DHS) dan
Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu/Ular, sera SubDAS Sungai Laubiang. Suhu
udara Kabupaten Karo berkisar 16,1
38’
Bujur Timur adalah 212.725 Ha, dimana sebagian besar wilayahnya yaitu 72.737 Ha
(34,19 %) terletak dengan topografi curam 40 derajat, sedangkan lainnya bertopografi
miring antara 15- 40 derajat (41,169 Ha atau 19,35 %), dan pada kondisi datar dan
landai antara 2 – 15 derajat yaitu seluas 98.819 Ha (46,46 %).
0
C s/d 19.90 C, dengan kelembaban udara
keadaan tahun 2005 yaitu rata-rata 85,66 persen, yang simultan dengan musim hujan
yang lamanya 147 hari yaitu pada bulan Agustus sampai Januari dan bulan Maret
4. 1. 1. 3. Demografi dan Pemerintahan
Kabupaten Karo sejak tahun 2006 telah memiliki 17 Kecamatan (berubah dari
13 Kecamatan) dan 262 desa/kelurahan. Dalam memilih 35 orang anggota DPRD
Kabupaten Karo, pada Pemilu tahun 2004 lalu terbagi dalam 5 Daerah Pemilihan,
yaitu Dapil I: KecamatanLau Baleng, Mardinding, dan Tigabinanga, Dapil II:
Kecamatan Juhar, Kutabuluh, Munte, Payung, Dapil III: Kecamatan Kabanjahe,
Dapil IV: Kecamatan Berastagi dan Simpang Empat, Dapil V: Kecamatan Barus
Jahe, Tigapanah, Merek.
Mengenai jumlah penduduk Kabupaten Karo, untuk keadaan tahun 2006,
telah mencapai 316.207 jiwa yang terunifikasi dalam 85.183 rumah tangga dengan
rata-rata 3,70 jiwa, yang meningkat signifikan dengan laju pertumbuhan 2,19 persen
pertahun dari hasil Sensus tahun 2000 yang tercatat sebanyak 283.713 jiwa.
Sdangkan untuk tahun 2007, maka keadaan penduduk Kabupaten Karo berubah
Tabel 2. Luas Wilayah, Jumlah Desa, Penduduk, Rumah Tangga per Kecamatan Kabupaten Karo, tahun 2006 dan 2007
Kecamatan Luas Sumber: Diolah dari Kabupaten Karo dalam Angka, tahun 2007 dan 2008.
* Data Kec. Tiganderket masih bergabung dengan KecamatanPayung, Kec. Namanteran dan Merdeka dalam Kec. Simpang Empat, dan Kec. Dolat Rakyat masih bergabung dalam Kec. Tigapanah.
Catatan:
** Data tahun 2007, merupakan hasil proyeksi BPS Kabupaten Karo, karena data dasarnya adalah hasil sensus tahun 2000.
Berdasarkan jenis kelamin, maka penduduk laki-laki berjumlah 157.107 jiwa
dan perempuan berjumlah 159.100 jiwa dengan tingkat rasio jenis kelamin 98,75.
Selanjutnya dikaitkan dengan angka tanggungan (dependency ratio) dari penduduk
usia produktif terhadap penduduk usia dibawah 15 tahun dan diatas 65 tahun berada
172.862 orang lakik-laki dan 178.506 orang perempuan, dengan rasio jenis kelamin
96,84.
4. 1. 1. 4. Kualifikasi Sumberdaya Manusia dan Infrastruktur Pembangunan
Sektor pendidikan memiliki peranan yang penting dalam peningkatan kualitas
sumber daya manusia Kabupaten Karo. Berdasarkan data yang dihimpun dari Badan
Statistik Kabupaten Karo, maka untuk keadaan tahun 2005 tercatat sebanyak 289
bangunan SD dengan 1.833 kelas yang menjadi tempat belajar 45.660 siswa dari
2.756 guru. Sementara itu, terdapat 59 SLTP dengan jumlah ruang belajar 556 kelas
yang merupakan tempat bagi 1.532 guru dalam mendidik 17.073 siswa. Selanjutnya
terdapat 32 SMTA yang menjadi tempat menimba ilmu sejumlah 11.782 siswa dari
hasil didikan 1.149 orang tenaga guru.
Dalam bidang kesehatan, maka penduduk yang bermukim di Kabupaten Karo
hingga tahun 2005 telah dapat dilayani oleh 5 unit Rumah Sakit yang berada di
Kaban Jahe, 15 unit Puskesmas dan 166 unit Pustu, serta 80 buah balai pengobatan
umum dan 369 unit Posyandu. Dalam memberikan layanan kesehatan masyarakat,
tenaga medis yang melakukannya terdiri dari 64 Dokter Umum, 15 Dokter spesialis,
32 orang Dokter PTT, 9 orang Dokter Gigi, yang bertugas di hampir semua
4. 1. 1. 5. Kondisi Sosial Masyarakat Karo
Secara umum, masyarakat Karo pada dewasa ini telah mengalami perubahan
pandangan menyangkut kerjasama dalam masyarakat. Kerjasama tolong-menolong
(resiprositas) memang masih terdapat dalam keluarga batih seperti "ningkih"
(pinjam-meminjam beras/padi) namun dibandingkan dengan situasi pada masa lalu
frekuensinya telah jauh menurun. Di tingkat keluarga luas juga masih ditemukan
"ripe" (sejumlah keluarga secara bersama-sama mengumpulkan uang untuk
membantu keluarga lain dalam ikatan kekerabatan yang sama). Menurut para tokoh
masyarakat, penurunan ini terjadi sebagai akibat lokasi pemukiman anggota kerabat
yang kian menyebar sehingga frekuensi komunikasi menjadi menurun, dan juga
karena ketergantungan terhadap kerabat kian menurun akibat institusi perkreditan
yang kian berkembang dalam masyarakat dan pergaulan yaang semakin meluas.
Namun, dalam hal menyelenggarakan pesta adat tingkat ketergantungan terhadap
sesama kerabat masih cukup tinggi. Hal ini berkaitan dengan pandangan bahwa
eksistensi keluarga dalam peradatan masih ditentukan oleh kekompakan anggota
kerabat.
Etos kerja yang menonjol dalam masyarakat Karo antara lain: 1. Erkemalun
atau meteh mela (budaya malu), 2. Metenget (Teliti), 3. Inget pagin, Kai pe la gelgel
(ingat hari esok). Pola pembagian yang dikenal dalam masyarakat Karo dilakukan
berdasarkan: Umur, Jenis kelamin dan kelompok kerabat (Tutur). Pola Kerjasama