• Tidak ada hasil yang ditemukan

Agen Penjualan Umum Sebagai Salah Satu Aspek Kegiatan Usaha Penunjang Angkutan Udara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Agen Penjualan Umum Sebagai Salah Satu Aspek Kegiatan Usaha Penunjang Angkutan Udara"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

AGEN PENJUALAN UMUM SEBAGAI SALAH SATU ASPEK

KEGIATAN USAHA PENUNJANG ANGKUTAN UDARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh

gelar SARJANA HUKUM

Oleh :

070200352 PUTI LENGGO GENI

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

AGEN PENJUALAN UMUM SEBAGAI SALAH SATU ASPEK

KEGIATAN USAHA PENUNJANG ANGKUTAN UDARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh

gelar SARJANA HUKUM

Oleh :

070200352 PUTI LENGGO GENI

Disetujui oleh :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

NIP.196603031985081001 DR.HASIM PURBA,SH.M.HUM

DOSEN PEMBIMING I DOSEN PEMBIMBING II

PROF.DR.TAN KAMELLO.SH.MS

NIP.196204211988031004 NIP. 131568378

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai persyaratan yang harus di peroleh untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul :

“Agen Penjualan Umum sebagai salah satu Aspek Kegiatan Usaha

Penunjang Angkutan Udara”

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tepat waktu.

Pada kesempatan ini, dengan segala hormat penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak PROF. Dr. RUNTUNG. SH. M. HUM, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak DR. HASIM PURBA, SH. M. HUM selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan yang telah memberi bimbingan dan masukan-masukan yang sangat berharga.

(4)

4. Bapak Muhammad Siddik. SH. M. HUM, selaku Dosen pembimbing II yang telah memberi bimbingan dan masukan yang sangat berharga.

5. Bapak dan Ibu Dosen dan Asisten Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas pengabdian serta dedikasinya menyumbangkan ilmu dan mendidik penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Hukum USU, berikut segenap staf administrasi yang telah banyak membantu pengurusan dokumen administrasi selama perkuliahan.

6. Bapak Drs. H .Noer Basir selaku pimpinan PT.Siar Haramain dan Ibu Lenny Agus Besar, SE selaku karyawan PT. Siar Haramain yang telah membantu penulis dalam mengolah dan menganalisis data yang diperlukan untuk skripsi ini.

7. Teristimewa untuk kedua orang tua penulis, H. Syahrir Awal. SH dan Hj. Isna Mahyar, terima kasih penulis ucapkan atas segala bentuk kasih sayang yang tak terhingga, dukungan, motivasi, bimbingan, fasilitas dan segala sesuatu yang telah di berikan kepada penulis dari kecil sampai sekarang ini yang hanya bisa penulis balas dengan doa anak sholeh yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan skripsi ini dengan baik.

8. Tersayang untuk abang penulis H.Wira Karya Dinata. SH dan Andi Faraby. SE yang telah banyak memberikan kasih sayang dan bantuan dalam segala hal serta doa yang telah di berikan kepada penulis.

(5)

10. Untuk semua teman-teman di Fakultas Hukum USU terutama Desi Hariani, Yurista Arini, Febriansyah, Ivo Farah, Kemala atika sari, Desi syahrina terima kasih untuk pemberian semangat dalam penulisan skripsi ini.

11. Untuk seluruh keluaga besar Alm KH.Mahyaruddin Salim & Alm Hj. Anizar Basir (Buya&emak) terutama Filza Lianda, Puti Andam Dewi, Valdy Azhari,Haikal Dimas yang telah membantu penulis menghilangkan rasa jenuh dalam penulisan skripsi ini.

12. Disamping itu juga sekaligus keberhasilan ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua penulis serta abang-abang penulis dengan harapan menjadi titik tolak untuk penulis agar terus menambah ilmu pada masa-masa yang akan datang.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Medan,22 Febuari 2011

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI ... vi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Keaslian Penulisan ... 5

E. Tinjauan Kepustakaan ... 5

F. Metode Penelitian... 9

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II : HUKUM PENGANGKUTAN UDARA DI INDONESIA DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 2009 ... 12

A. Kebijakan Baru Angkutan Udara Nasional berdasarkan UU No. 1 tahun 2009 ... 12

B. Angkutan Udara Dalam Negeri ... 21

C. Angkutan Udara Luar Negeri ... 28

(7)

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG KEAGENAN STUDI

PADA PT. SIAR HARAMAIN ... 37

A. Sejarah PT. Siar Haramain ... 37

B. Pengertian Keagenan ... 41

C. Perjanjian Keagenan di Antara Pihak ... 43

D. Hak dan Kewajiban para Pihak ... 46

E. Agen penjualan sebagai salah satu bentuk Keagenan ... 48

BAB IV : AGEN PENJUALAN UMUM SEBAGAI SALAH SATU ASPEK KEGIATAN PENUNJANG ANGKUTAN UDARA STUDI PADA PT. SIAR HARAMAIN ... 50

A. PT. Siar Hamarain sebagai Agen Penjualan Umum dalam kegiatan Usaha Penunjang Angkutan Udara ... 50

B. Para Pihak yang terkait, Kewajiban serta Tanggungjawab PT. Siar Haramain sebagai Agen Penjualan Umum dalam Kegiatan Usaha Penunjang Angkutan Udara ... 56

C. Upaya Hukum jika terjadi wanprestasi di antara pihak ... 62

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 68

(8)

ABSTRAKSI

Indonesia adalah Negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta sebagian besar lautan, hal ini menyebabkan pengangkutan mempunyai peranan dan fungsi yang makin lama makin penting terutama dalam menciptakan wawasan nusantara serta menyatukan kesatuan Negara Republik Indonesia. Dari sekian banyak alat pengangkutan tidak dapat dipungkiri bahwa moda transportasi udara merupakan moda transportasi yang memilki karakteristik yang dapat melayani angkutan penumpang relatif terbatas khususnya barang bernilai tinggi atau membutuhkan waktu tempuh yang cepat dibanding moda transportasi lainnya, selain itu transportasi udara mempunyai jangkauan yang lebih luas bahkan sampai ke wilayah yang tidak terjangkau. Untuk itu diperlukan suatu kegiatan yang usahanya menunjang angkutan udara, salah satu kegiatan yang dapat menunjang angkutan udara adalah agen penjualan. Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana agen penjualan umum melakukan kegiatan usaha angkutan udara, siapa sajakah Pihak yang terkait dan bagaimana kewajiban, tanggung jawab agen penjualan umum dalam kegiatan usaha penunjang angkutan udara serta bagaimana upaya hukum jika terjadi wanprestasi diantara para pihak.

Penulisan skripsi ini adalah penulisan hukum normatif, hal ini dilakukan untuk mengetahui substansi hukum yang mencakup perangkat kaedah atau prilaku yang menyangkut tentang keberadaan agen penjualan sebagai usaha kegiatan penunjang angkutan udara dikaitkan dengan Undang-undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Sifat dari penulisan ini adalah bersifat deskriptif sebab akan menggambarkan dan melukiskan asas-asas atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan penulisan ini.

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem Transportasi Nasional yang keberadaannya memiliki posisi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional maupun dalam kaitannya dengan hubungan internasional terdiri dari transportasi darat, laut dan udara. Transportasi udara merupakan salah satu alat transportasi yang cepat dibandingkan alat transportasi lainnya dalam memperlancar roda perekonomian nasional dan internasional, membuka akses ke daerah pedalaman atau terpencil, membina dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa menegakkan kedaulatan negara, menjamin dan menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat.

(10)

Penerbangan yang mempunyai karakteristik dan keunggulan tersendiri, perlu dikembangkan agar mampu meningkatkan pelayanan yang lebih luas baik domestik maupun internasional. Pengembangan penerbangan di tata dalam satu kesatuan sistem dengan mengintegrasikan dan mendominasikan prasarana dan sarana penerbangan, metode, prosedur dan peraturan sehingga berdaya guna dan berhasil guna.1

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 sebagai produk baru perundang-undangan penerbangan di Indonesia yang menggantikan Undang-Undang Nomor 15 tahun 1992, yang di dalam penyelenggaraan kegiatan penerbangan belum merampung kegiatan usaha penunjang angkutan udara di harapkan dapat melengkapi produk-produk kegiatan usaha penunjang angkutan Penanganan permasalahan penerbangan yang sebelumnya di atur dalam Undang-Undang Nomor 15 tahun 1992 tentang Penerbangan perlu disempurnakan guna menyelaraskan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan paradigma dan lingkungan strategis, peran serta masyarakat, persaingan usaha, konvensi internasional tentang penerbangan, dengan profesi serta perlindungan konsumen.

Berdasarkan pertimbangan di atas ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 15 tahun 1992, sehingga dengan demikian penyelenggaraan penerbangan sebagai suatu sistem dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat, bangsa dan negara.

1 Penjelasan Undang-Undang RI No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Indonesia Legal

(11)

udara sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 131 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 menyebutkan “Untuk menunjang kegiatan angkutan udara niaga, dapat dilaksanakan kegiatan usaha penunjang angkutan udara”.

Kegiatan usaha penunjang angkutan udara tersebut dapat berupa kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan kegiatan angkutan udara niaga antara lain sistem reservasi melalui computer (computerized reservation system), pemasaran dan penjualan tiket pesawat atau agen penjualan umum (ticket marketing and selling), pelayanan di darat untuk penumpang dan kargo (ground handling) dan penyewaan pesawat udara (aircraft leasing), dan lain-lain.

Berdasarkan uraian di atas, penulis menaruh perhatian umtuk menyelesaikan tugas akademik berupa skripsi dengan judul “Agen Penjualan Umum sebagai

salah satu Aspek Kegiatan Usaha Penunjang Angkutan Udara (studi kasus

pada PT. Siar Haramain).

B. Perumusan Masalah

Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi oleh pelaksanaan penelitian. Dengan adanya rumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada permasalahan yang diluar permasalahan.

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

(12)

2. Siapa sajakah pihak yang terkait dan bagaimana kewajiban serta tanggung jawab PT. Siar Haramain sebagai Agen Penjualan Umum dalam kegiatan Usaha Penunjang Angkutan Udara ?

3. Bagaimana upaya hukum jika terjadi wanprestasi di antara para pihak ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian skripsi yang akan dilakukan adalah :

a. Untuk mengetahui PT. Siar Haramain sebagai agen penjualan umum melakukan kegiatan usaha penunjang angkutan udara.

b. Untuk mengetahui pihak-pihak yang terkait, kewajiban dan tanggung jawab PT. Siar Haramain sebagai agen penjualan umum dalam kegiatan penunjang angkutan udara.

c. Untuk mengetahui upaya hukum yang dilakukan apabila terjadi wanprestasi di antara para pihak.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian skripsi yang akan dilakukan adalah :

a. Sebagai bahan masukan teoritis untuk menambah pengetahuan dan pemahaman hukum tentang agen penjualan umum sebagai kegiatan usaha yang menunjang angkutan udara.

(13)

D. Keaslian Penelitian

Adapun judul tulisan ini adalah Agen Penjualan Umum sebagai salah satu aspek kegiatan penunjang angkutan udara. Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama diperpustakaan Fakultas Hukum USU, sehingga tulisan ini asli atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan skripsi mahasiswa fakultas hukum USU. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Dalam perkembangannya angkutan udara menjadi salah satu moda angkutan yang diminati oleh sebagian bahkan hampir seluruh lapisan masyarakat, apalagi di era reformasi ini harga tarif pesawat terbang yang relatif murah dan semakin banyaknya maskapai penerbangan membuat masyarakat menengah ke bawah dapat menikmati jasa angkutan udara dengan mudah. Untuk mendukung perkembangan angkutan udara tersebut diperlukan beberapa kegiatan usaha dalam rangka menunjang angkutan udara itu baik kegiatan secara langsung maupun secara tidak langsung. Kegiatan usaha penunjang angkutan darat secara langsung antara lain sistem reservasi melalui computer (computerized reservation system), pemasaran dan penjualan tiket pesawat atau agen penjualan umum (ticket marketing and selling), pelayanan di darat untuk penumpang dan kargo (ground handling) dan penyewaan pesawat udara (aircraft leasing), dan lain-lain.

(14)

tiket pesawat udara sebagai perantara dari pihak maskapai penerbangan yang bertujuan memudahkan para calon penumpang dalam memperoleh tiket pesawat terbang. Dalam hal ini agen penjualan umum dapat memasarkan dan menjual tiket pesawat terbang baik domestik maupun internasional. Untuk domestik, agen penjualan umum menjual dan memasarkan tiket sesuai dengan perjanjian dengan pihak maskapai penerbangan dalam negeri yang dikehendakinya sedangkan untuk internasional, agen tersebut dinamakan agen penjualan umum perusahaan asing dimana maskapai penerbangan asing menunjuk salah satu badan hukum di Indonesia untuk melakukan kegiatan penunjang maskapai penerbangan asing tersebut sesuai dengan perjanjian bilateral dan multilateral.

Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 51 tahun 2000 tentang Perwakilan dan Agen Penjualan Umum perusahan angkutan udara asing ditetapkan pasal 2. Perusahaan angkutan asing yang melakukan kegiatan udara asing niaga berjadwal ke dan dari Indonesia berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral wajib menempatkan atau menunjuk perwakilannya di Indonesia.

Dalam hal perusahaan angkutan udara asing tidak menempatkan perwakilannya wajib menunjuk Badan Hukum Indonesia sebagai perwakilan. Penempatan atau penunjukan perwakilan sebagaimana tersebut diatas wajib dilaporkan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara dan laporan tersebut sekurang-kurangnya memuat alamat kantor perwakilan, nama penanggung jawab dari kantor perwakilan dan struktur organisasi kantor perwakilan.

(15)

bidang administrasi dari perusahaan angkutan udara asing yang diwakili berupa mengurus perizinan yang berkaitan dengan kegiatannya mengurus manajemen perkantoran dan keuangan, mengurus operasi penerbangan antara lain teknis pesawat udara dan penanganan (handling) kegiatan angkutan udara dan kepentingan lain di bidang operasi dan administrasi. Disamping itu, perwakilan perusahaan angkutan udara asing juga mempunyai kewajiban melaporkan kegiatan angkutan udara setiap 3 bulan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara dengan tembusan kepada kantor wilayah Departemen Perhubungan (sekarang Dinas Perhubungan) dan melaporkan setiap terjadi perubahan alamat kantor perwakilan atau penanggungjawab dari kantor perwakilan.

Sebagaimana tercantum di dalam Keputusan Menteri Perhubungan di atas di sebutkan bahwa Agen Penjualan umum perusahaan angkutan udara asing adalah kegiatan yang dilakukan oleh Badan Hukum Indonesia untuk mewakili kepentingan perusahaan angkutan udara asing dalam melaksanakan pemasaran dan penjualan jasa angkutan udara asing.

Keberadaan Agen Penjualan Umum sesuai dengan rujukan yuridis yaitu Keputusan Menteri Perhubungan dengan Nomor KM 51 tahun 2000 sebagaimana tercantum diatas antara lain disebutkan.

Pasal 6

(16)

badan hukum Indonesia sebagai Agen Penjualan Umum atau dilakukan oleh perusahaan angkutan udara asing yang bersangkutan ”.

Perusahaan angkutan udara asing sebagaimana yang dimaksud ayat (1) terbatas hanya yang berasal dari Negara yang telah memiliki perjanjian bilateral atau multilateral dengan Republik Indonesia. Badan Hukum Indonesian yang dimaksudkan oleh pasal 6 diatas berupa Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk perusahaan perseroan yang telah memiliki izin umtuk melakukan usaha Agen Penjualan Umum.

Untuk mendapatkan izin usaha Agen Penjualan Umum, Badan Hukum Indonesia tersebut harus memenuhi persyaratan :

1. Memiliki akte pendirian perusahaan yang harus memuat bidang usaha kegiatan di bidang Agen Penjulan Umum dan telah disahkan oleh Menteri Kehakiman.

2. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 3. Memiliki atau menguasai ruang kantor.

Setelah Agen Penjualan Umum mendapatkan izin usaha sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, pemegang izin usaha dapat melakukan kegiatan-kegiatan dan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh pasal 11 dan 12 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 51 tahun 2000. Agen Penjualan Umum sebagai salah satu aspek

(17)

“Kegiatan usaha penunjang angkutan udara adalah kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan kegiatan angkutan udara niaga antara lain sistem reservasi melalui komputer (computerized reservation), pemasaran dan penjualan tiket pesawat atau Agen Penjualan Umum (ticket marketing and selling), pelayanan untuk penumpang dan kargo (ground handling) dan penyewaan pesawat udara (aircraft leasing)”.

F. Metode Penelitian

Dalam penulisan karya ilmiah, data merupakan dasar utama dikarenakan metode penelitian sangat diperlukan dalam penyusunan skripsi. Oleh karena itu dalam penyusunan skripsi ini penulis menyusun data dengan menghimpun dari data yang ada yang referensinya sesuai dengan masalah yang ada.

Jenis penelitian atau metode pendekatan yang dilakukan adalah metode penelitian hukum empiris dan metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif) atau disebut penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau sekunder belaka. Penelitian hukum yang digunakan adalah pendekatan hukum normatif dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi secara menyeluruh yang bersifat normatif.

(18)

Penelitian hukum empiris mengungkapkan hukum yang hidup (living law) dalam masyarakat melalui perbuatan yang dilakukan dalam masyarakat. Penelitian hukum empiris meliputi penelitian terhadap identifikasi hukum dan penelitian terhadap efektifasi hukum.

Pengumpulan data ini merupakan landasan utama dalam menyusun skripsi, didasarkan atas suatu penelitian yang menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

1. Penelitian kepustakaan (Library Research)

Dalam metode ini pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan (library research) ini dilakukan dari beberapa literatur berupa buku-buku ilmiah peraturan perundang-undangan, majalah-majalah dan lain-lain yang berhubungan dengan skripsi ini.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan ini penulis lakukan dengan mengunjungi langsung objek yang diteliti guna memperoleh bahan-bahan maupun data-data yang konkrit sesuai dengan yang dibutuhkan dengan cara wawancara yang ditujukan kepada PT. Siar Haramain Medan.

G. Sistematika Penulisan

(19)

Adapun bab-bab yang di maksud adalah sebagai berikut :

BAB I. Pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II. Hukum Pengangkutan Udara di Indonesia, dalam bab ini dikemukakan tentang Kebijakan baru angkutan udara nasional, Angkutan Udara dalam negeri, Angkutan Udara luar negeri, Kegiatan Usaha Penunjang yang terkait dengan Angkutan Udara.

BAB III. Tinjauan Umum tentang Keagenan, dalam bab ini berisikan tentang sejarah PT.Siar Haramain, Pengertian Keagenan, Perjanjian Keagenan diantara pihak, Hak dan Kewajiban para pihak, Agen penjualan sebagai salah satu bentuk keagenan.

BAB IV. Agen Penjualan Umum sebagai salah satu aspek kegiatan usaha penunjang Angkutan udara studi pada PT. Siar Haramain. Bab ini berisi tentang PT. Siar Haramain sebagai agen penjualan umum dalam kegiatan usaha penunjang angkutan udara. Para pihak yang terkait, kewajiban serta tanggung jawab PT. Siar Haramain sebagai Agen Penjualan Umum dalam kegiatan penunjang angkutan udara, upaya hukum jika terjadi wanprestasi di antara pihak.

(20)

BAB II

HUKUM ANGKUTAN UDARA DI INDONESIA

A. Kebijakan Baru Angkutan Udara Nasional Berdasarkan UU RI No.1 Tahun 2009.

Menurut PPC Haanappel,2

Di Indonesia pada saat orde lama, ideologi politiknya cenderung sosialis, karena itu penyelenggaraan angkutan darat dilakukan sepenuhnya oleh perusahaan milik negara (state owned enterprise), yaitu Garuda Indonesian Airways

Mc Gill University, Montreal, Canada, kebijakan angkutan udara tergantung dari ideologi politik negara yang bersangkutan. Di Negara-negara yang ideologinya sosialis semua kegiatan yang merupakan pelayanan umum seperti listrik, air minum, irigasi, komunikasi, telepon televisi, radio, bahan bakar, gas bumi, angkutan darat, air dan udara dikuasai oleh negara.

Berbeda dengan negara-negara yang ideologinya sosialis, di negara-negara liberalis, penyelenggaraan angkutan udara internasional sepenuhnya dilakukan oleh swasta. Sedangkan di negara-negara yang menganut ideologi gabungan antara sosialis dan liberalis, penyelenggaraan angkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan milik pemerintah (state owned enterprise) berdampingan dengan perusahaan penerbangan milik swasta (privately owned enterprise).

3

2 Haanappel PPC, Rate Making In International Air Transport : A legal analysis of international Air Fares and Rates. The Netherlands : Kluer, 1978, di dalam buku Hukum sAngkutan Udara Berdasarkan UURI No.1 tahun 2009

3 Garuda Indonesian Airways yang semula Perusahaan Negara (PN) diubah menjadi

Perusahaan Terbatas (PT) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 67 tahun 1971 tentang pengalihan bentuk PN perhubungan udara Garuda Indonesia Airways menjadi perusahaan perseroan (persero)

yang didirikan berdasarkan akte notaris Raden Kadiman Nomor 137 tanggal 31 Maret

(21)

1950 dan Merpati Nusantara Airlines4 yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 1962 tentang Pendirian Perusahaan Negara Perhubungan Udara Daerah dan Penerbangan Serbaguna Merpati Nusantara. Merpati Nusantara Airlines ditugaskan untuk melakukan penerbangan daerah dan penerbangan serba guna.

Pada saat orde lama tidak ada perusahaan penerbangan milik swasta (privately owned enterprise), perusahaan penerbangan hanya dilakukan oleh perusahan penerbangan milik pemerintah (state owned enterprise), karena itu tidak ada persaingan antarperusahaan penerbangan, tetapi pada saat orde baru, mulai meninggalkan ideologi sosialis dan menuju ideologi neo-liberalis yang merupakan gabungan antara sosialis dan liberal.

Berdasarkan ketetapan MPRS No.XXIII tahun 1966 tentang Pembaharuan Kebijakan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan

4 Merpati Nusantara Airlines yang semula PN diubah menjadi PT berdasarkan PP Nomor

70 tahun 1971 tentang pengalihan bentuk Perusahan Negara (PN) perhubungan udara daerah dan penerbangan serbaguna Merpati Nusantara menjadi perusahaan perseroan (persero)

(22)

Perusahaan penerbangan milik pemerintah masing-masing Garuda Airways sebagaimana di sebutkan di atas, yang melayani rute nusantara (trunk lines) dan Merpati Nusantara yang melayani rute pengumpan (feeder lines) berdampingan perusahaan penerbangan milik swasta masing-masing AOA Zamrud Aviation yang berpangkalan induk di Denpasar, Bouraq Airlines yang berpangkalan induk di Balikpapan, Mandala Airlines yang berpangkalan induk di Surabaya dan Seulawah Airservice yang berpangkalan induk di Palembang, sebagai pelengkap suplementer penerbangan nasionla Indonesia. Indonesian Air Transport dan Sempati Airlines saat itu merupakan penerbangan komersial yang terdiri dari penerbangan teratur, penerbangan tidak teratur, penerbangan suplementer dan penerbangan untuk kegiatan keudaraan.

(23)

Dalam kebijakan angkutan udara orde lama yang bersifat sosialis dan orde baru yang bersifat neo-generalis tersebut semua rute penerbangan, jenis pesawat udara, frekuensi penerbangan, tarif angkutan udara maupun jasa kebandarudaraan, kapasitas tempat duduk yang harus disediakan oleh perusahaan penerbangan diatur ketat oleh Departemen Perhubungan Udara dan Departemen Perhubungan.

Demikian pula tarif angkutan udara sepenuhnya diatur oleh pemerintah, Karena itu dalam masa orde baru tidak ada persaingan tarif yang ketat antara perusahaan penerbangan milik pemerintah dengan milik swasta seperti pada era reformasi.

Pada era Reformasi sekarang ini, kebijakan angkutan udara cenderung liberal. Perusahaan penerbangan tumbuh dengan pesat. Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 11 tahun 2001 yang di sempurnakan dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 81 tahun 2004 tentang penyelenggaraan angkutan udara yang mengatur angkutan udara niaga (commercial airlines) dan bukan niaga (general aviation), jumlah perusahaan penerbangan meningkat dari 103 tahun 2004 menjadi 157 perusahaan penerbangan yang terdiri dari perusahaan penerbangan milik pemerintah, swasta, dan penerbangan umum.

(24)

laut. Tampaknya Pemerintah menyadari kebijakan relaksasi tersebut kurang menguntungkan, karena itu KM 81 tahun 2004 disempurnakan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 tahun 2008 tentang penyelenggaraan angkutan udara.

Dalam penyempurnaan Menteri Perhubungan Nomor KM 81 Tahun 2004 tersebut antara lain diisyaratkan untuk memperoleh izin usaha angkutan udara niaga harus mempunyai minimal 2 unit pesawat udara yang dapat mendukung rute yang dilayani berdasarkan KM 81 Tahun 2004, setelah disempurnakan dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor Km 25 Tahun 2008 yang mensyaratkan untuk memperoleh izin usaha angkutan udara niaga harus mempunyai 5 unit pesawat udara, 2 unit pesawat udara dimiliki, dan 3 unit pesawat yang dapat dikuasai dengan jenis yang dapat mendukung usahanya untuk angkutan udara niaga berjadwal, sedangkan untuk angkutan udara tidak berjadwal minimal harus mempunyai 3 unit pesawat udara, masing-masing 1 unit pesawat udara dimiliki dan 2 unit pesawat dikuasai yang dapat mendukung usahanya.

(25)

mereka lahir membawa modal yang tidak memadai, personel kurang professional sehingga terjadi banyak kecelakaan pesawat udara.

Seperti Negara-negara lain, menurut jiwa yang terkandung dalam UURI No. 1 tahun 2009, jumlah perusahaan penerbangan tidak perlu banyak tetapi sangat lemah lebih baik jumlah perusahaan penerbangan sedikit tetapi mampu memenuhi kebutuhan angkutan udara untuk mendukung pembangunan nasional, tangguh dan dapat bersaing pada tataran nasional, regional maupun global karena itu UURI No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan meletakkan dasar hukum agar perusahaan penerbangan nasional dapat bertahan bersaing pada tataran nasional, regional maupun internasional.

Untuk itu UURI No. 1 tahun 2009 mensyaratkan5 1. Kepemilikan pesawat udara yang mencukupi,

:

2. Kepemilikan modal yang kuat (capital intensive),

3. adanya bank guarantee, single majority, personel yang professional (kompeten) baik kualitas maupun kuantitas yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi,

4. Penegakan Hukum yang ketat (law enforcement and fully regulated), 5. Kepatuhan yang tinggi (highly compliance),

6. Penguasaan teknologi yang tinggi (high technology) meningkatkan keselamatan penerbangan (aviation safety culture),

7. Kejujuran dalam pelaksanaan operasional (just culture) 8. Dan lain-lain.

(26)

UURI No.1 tahun 2009 tentang Penerbangan tidak menginginkan angkutan udara nasional yang ala kadarnya, jangan sampai perusahaan penerbangan tidak mempunyai kantor, yang pada akhirnya masyarakat menjadi korban. Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa jiwa UURI No. 1 tahun 2009 menghendaki tidak perlu banyak perusahaan penerbangan yang tidak mempunyai kemampuan bersaing di dalam negeri apalagi secara regional maupun global, karena itu UURI No. 1 tahun 2009 mensyaratkan izin usaha angkutan udara yang berat. Perusahaan Penerbangan yang baru diisyaratkan untuk menyerahkan bank garanti, memiliki dan menguasai pesawat udara yang memadai sesuai dengan izin usaha angkutan udara berjadwal (scduled airline), izin usaha angkutan udara tidak berjadwal (non scheduled airline), borongan khusus semua dimaksudkan untuk meletakkkan dasar hukum angkutan udara nasional maupun global.

(27)

Dalam UURI No. 83 Tahun 1958 maupun dalam UURI No. 15 Tahun 1992 tidak terdapat ketentuan sanksi admistrasi baik berupa sanksi peringatan dan/atau pencabutan sertifikat, pembekuan sertifikat dan/atau pencabutan sertifikat, pembekuan izin dan/atau pencabutan izin, penurunan tariff jasa Bandar udara, pembekuan lisensi dan/atau pencabutan lisensi apalagi denda dalam hal terjadi pelanggaran. Dalam UURI No. 83 Tahun 1958 terdapat 28 Pasal terdapat 8 sanksi pidana, sedangkan dalam UURI No. 15 Tahun 1992 terdapat 76 Pasal terdapat 19 sanksi pidana, selama ini belum dimanfaatkan sanksi pidana tersebut. Tidak adanya sanksi administrasi tersebut disebabkan dalam pasal-pasal dalam UURI No. 15 Tahun 1992 dijabarkan dengan peraturan pemerintah, sedangkan didalam peraturan pemerintah tidak terdapat sanksi administrasi.

Hal ini berbeda dengan UURI No. 1 Tahun 2009 yang dapat memerintahkan langsung kepada Menteri Perhubungan untuk mengeluarkan peraturan Menteri Perhubungan. Suatu regulasi tanpa sanksi ibarat puisi yang didengar enak, tetapi tidak mempunyai daya mengikat. Berdasarkan perintah UURI No. 1 Tahun 2009 tersebut Menteri Perhubungan dapat mengenakan sanksi administrasi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.

(28)

pesawat terbang, helikopter, balon udara penumpang, dan kapal udara yang telah mempunyai tanda pendaftaran Indonesia dan tanda kebangsaan Indonesia yang tidak dilengkapi dengan bendera kebangsaan Republik Indonesia, (b) setiap orang yang mengaburkan identitas tanda pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara. Sedangkan sanksi berupa peringatan, pembekuan sertifikat dan/atau pencabutan sertifikat berlaku terhadap pelanggaran (a) orang yang menempatkan penumpang yang tidak mampu melakukan tindakan dekat pintu darurat dan jendela darurat pesawat udara dalam pesawat udara yang sedang melakukan penerbangan, (b) setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara tidak mengasuransikan pesawat udara yang dioperasikan, personel pesawat udara yang dioperasikan, tanggung jawab pihak kedua, tanggung jawab kerugian pihak ketiga dan kegiatan investigasi insiden dan kecelakaan pesawat udara.

(29)

B. Angkutan Udara Dalam Negeri

Dalam angkutan udara dalam negri terdapat beberapa jenis angkutan antara lain;

1. Angkutan Udara Niaga Berjadwal (Scheduled Airlines)

Dalam UURI No. 1 tahun 2009, diatur angkutan udara niaga adalah angkutan udara untuk umum dengan memungut bayaran,

Dari aspek operasional, angkutan udara terdiri atas angkutan udara niaga berjadwal (scheduled airlines) dan angkutan udara niaga tidak berjadwal (non-scheduled airlines) baik domestic maupun internasional. Dalam UURI No. 1 tahun 2009 tidak terdapat pengertian angkutan udara niaga berjadwal (scheduled airlines) namun demikian dapat meminjam pengertian yang terdapat di dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK 13/S/1971 tentang syarat-syarat dan

(30)

ketentuan-ketentuan mengenai penggunaan pesawat terbang secara komersial di Indonesia. Menurut keputusan tersebut angkutan udara berjadwal (scheduled airlines) adalah penerbangan yang berencana menurut suatu jadwal perjalanan pesawat udara yang tetap dan teratur (sesuai Pasal 5 huruf (A) SK 13/S/1971)

2. Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal. melalui rute-rute yang telah di tetapkan.

Pada umumnya angkutan udara niaga berjadwal (scheduled airlines) mempunyai ciri-ciri antara lain angkutan udara tersebut disediakan untuk penumpang yang menilai waktu lebih berharga di bandingkan dengan nilai uang, pesawat udara tetap tinggal landas sesuai dengan jadwal penerbangan yang diumumkan walaupun pesawat udara belum penuh, biasanya harga tiket lebih mahal dibandingkan dengan angkutan udara niaga tidak berjadwal, penumpangnya orang-orang yang mempunyai urusan penting, penumpang sanggup tinggal di hotel yang mahal karena biasanya di biayai oleh perusahaan tetapi secepatnya kembali pulang, penumpang dapat akses secara individu tanpa harus merupakan rombongan. Dari aspek yuirdis dalam hukum internasional diatur dalam Pasal 6 konvensi Chicago 1944.

(31)

angkutan udara6 karena itulah secara seporadis lahirlah angkutan udara niaga tidak berjadwal (non-scheduled airlines) tetapi tidak merupakan saingan yang berarti terhadap angkutan udara niaga berjadwal (scheduled airlines).

Di Indonesia menurut keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/1657/VIII/76 tentang jenis dan persyaratan pelaksanaan penerbangan borongan Internasional kedan atau dari wilayah Indonesia pernah diatur jenis-jenis angkutan udara niaga tidak berjadwal (non-scheduled airlines) masing-masing angkutan udara niaga tidak berjadwal pembukuan dimuka (advance booking carter), borongan perkumpulan (affinity group), borongan paket wisata (inclusive tour charter), borongan khusus (special event charter), borongan mahasiwa (student charter), borongan pribadi (own use charter).

Pada umumnya angkutan udara tidak berjadwal (non-scheduled airlines) mempunyai ciri-ciri angkutan udara disediakan untuk penumpang yang menilai uang lebih berharga dibandingkan dengan nilai waktu, pesawat udara tinggal landas tidak terikat pada jadwal penerbangan yang ditetapkan lebih dahulu, biasanya tarif relatif lebih murah dibandingkan dengan angkutan udara niaga berjadwal (scheduled airlines), penumpangnya orang-orang yang santai (leasure people) yang tidak terikat pada waktu, mereka jarang tinggal di hotel yang mahal karena membayar dengan uang sendiri, penumpang tidak dapat membeli tiket secara individu, pada umumnya merupakan rombongan sepakbola, mahasiswa, inclusive tour charter, jamaah haji, rombongan keluarga dan lain-lain.

6 Dalam tulisan sering di atur “Transportasi udara” dengan “Angkutan udara” saling

(32)

Perusahaan penerbangan tidak berjadwal umumnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Penerbangan dilakukan untuk mengangkut barang, orang dan atau pos ke seluruh wilayah Republik Indonesia dengan tidak ada pembatasan rute tertentu secara tetap;

b. Penerbangan tidak dilakukan sesuai dengan daftar perjalanan terbang (jadwal penerbangan);

c. Penjualan karcis atau surat muatan udara secara sekaligus seluruh kapasitas pesawat udara tersebut ;

d. Penumpang merupakan suatu rombongan dan bukan merupakan penumpang umum yang dihimpun oleh pencarter atau biro perjalanan (travel bureau); e. Pesawat udara mengangkut penumpang, barang dan atau pos dari suatu tempat

langsung ke tempat tujuan dengan tidak diperkenankan menurunkan dan atau menaikkan penumpang dalam perjalanan ;

f. Tidak boleh memasang iklan di surat kabar, majalah maupun media massa lainnya;

g. Tarif angkutan tidak berdasarkan surat keputusan pemerintah yang telah ditetapkan terlebih dahulu;

h. Jenis penerbangan ini dimaksudkan untuk melayani masyarakat yang lebih mengutamakan nilai uang daripada nilai waktu.

Mereka pada umumnya tidak terikat pada keterbatasan waktu. Mereka biasanya adalah pelancong (tourist) atau perusahaan- perusahaan untuk mennunjang usaha mereka yang tidak mempunyai pesawat sendiri.7

(33)

Dalam perkembangannya kedua jenis angkutan udara niaga berjadwal dan angkutan udara tidak berjadwal tersebut bergabung menjadi satu yang disebut schedulized programme misalnya penerbangan haji yang sebenarnya angkutan udara niaga tidak berjadwal tetapi dijadwalkan, angkutan udara musiman seperti musim panas maupun musim dingin yang diselenggarakan oleh perusahaan perjalanan. Semakin lama pesan tiket, semakin murah dan sebaliknya semakin dekat dengan tanggal keberangkatan semakin mahal tiketnya. Dari aspek yuridis hukum internasional diatur dalam Pasal 5 konvensi Chicago 1944 sebagaimana disebutkan diatas.

3. Angkutan Udara Bukan Niaga (General Aviation)8

Kegiatan angkutan udara bukan niaga (general aviation)9

Di samping itu, angkutan udara bukan niaga juga untuk kegiatan pendidikan dan /atau pelatihan personel pesawat udara atau angkutan udara bukan

adalah angkutan udara untuk melayani kepentingan sendiri yang dilakukan untuk mendukung kegiatan yang usaha pokoknya selain di bidang angkutan udara. Angkutan udara bukan niaga (general aviation) digunakan untuk kegiatan keudaraan (aerial work) misalnya penyemprotan pertanian, pemadaman kebakaran, hujan buatan, pemotretan udara, survey dan pemetaan, pencarian dan pertolongan, kalibrasi serta patroli

8 Pasal 1 angka 15 UURI No. 1 tahun 2009 : angkutan udara bukan niaga adalah angkutan

udara yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri yang dilakukan untuk mendukung kegiatan yang usaha pokoknya selain di bidang angkutan udara

9 Dalam hukum Internasional kegiatan angkutan udara bukan niaga (General Aviation)

(34)

niaga lainnya yang kegiatan pokoknya bukan usaha angkutan udara niaga. Menurut Keputusan Menteri Nomor SK 31/U/1970 tentang syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan mengenai penerbangan umum yang bersifat nonkomersial dalam wilayah Republik Indonesia, angkutan udara bukan niaga dikenal sebagai penerbangan umum (general aviation) yaitu penggunaan pesawat udara sipil sebagai alat pembantu sesuatu usaha yang bukan terletak dalam bidang penerbangan dan penerbangan tersebut bersifat non-komersial, dilarang menjual seluruh maupun sebagian kapasitas pesawat udara, dilarang penyewaan atau penggantian dengan uang untuk pemakaiannya dengan cara apapun tidak dibenarkan, kecuali ada izin khusus Menteri Perhubungan.

Dalam RUU Penerbangan, kegiatan angkutan udara bukan niaga diusulkan didalam Pasal 29 ayat (2). Menurut usul dalam pasal tersebut kegiatan angkutan udara bukan niaga (general aviation) dapat dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, badan hukum Indonesia, lembaga tertentu atau perorangan warga negara Indonesia yang telah mendapat izin Menteri Perhubungan. Kegiatan angkutan udara bukan niaga untuk menunjang kegiatan usaha yang usaha pokoknya bukan di bidang penyediaan jasa angkutan udara sebagaimana diatur dalam UURI No. 1 Tahun 2009. Kegiatan angkutan udara bukan niaga dapat dilakukan setelah memperoleh izin Menteri Perhubungan.

(35)

pendirian badan usaha atau lembaga yang telah disahkan oleh Menteri yang berwenang, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), surat keterangan domisili tempat kegiatan diterbitkan oleh instansi yang berwenang dan rencana kegiatan angkutan udara bagi badan hukm Indonesia, sedangkan untuk mendapatkan izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang digunakan oleh orang perseorangan paling sedikit harus memiliki tanda bukti identitas diri yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), surat keterangan domisili tempat kegiatan diterbitkanoleh instansi yang berwenang dan rencana angkutan udara.

4. Angkutan Udara Perintis(Pioneer Air Transport)

Angkutan udara perintis (pioneer air transport) adalah kegiatan angkutan udara niaga dalam negeri yang melayani jejaring dan rute penerbangan untuk menghubungkan daerah terpencil dan tertinggal atau daerah yang belum menguntungkan (Pasal 1 angka 18 UURI No. 1 tahun 2009 tentang penerbangan). Tujuan utama angkutan udara perintis adalah untuk merangsang pembangunan daerah terpencil dan tertinggal yang belum terlayani oleh moda angkutan lain. Dengan adanya angkutan udara perintis yang memperoleh subsidi dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, daerah-daerah tersebut akan terangsang perkembangannya.

(36)

yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan udara nasional berdasarkan perjanjian. Dalam penyelenggaraan angkutan udara perintis, pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya lahan, prasarana angkutan udara, keselamatan dan keamanan penerbangan serta kompensasi lainnya. Angkutan udara perintis harus dilaksanakan secara terpadu dengan sector lain berdasarkan pendekatan pembangunan wilayah. Setiap tahun angkutan udara perintis dievaluasi oleh pemerintah yang hasilnya untuk mengubah suatu rute angkutan udara perintis menjadi rute komersial.

C. Angkutan Udara Luar Negeri

1. Angkutan Udara Niaga Berjadwal Luar Negri10

Dalam UURI No. 15 Tahun 1992, angkutan udara niaga berjadwal luar negri diatur dalam pasal 36.Menurut pasal tersebut kegiatan angkutan udara niaga yang melayani angkutan udara luar negri hanya dapat diusahakan oleh badan hukum Indonesia yang telah mendapat izin Menteri Perhubungan.Badan hukum Indonesia tersebut dapat berupa Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) atau koperasi11.

Hal ini berbeda dengan UURI No. 1 Tahun 2009. Menurut UURI No. 1 TAhun 2009, kegiatan angkutan udara niaga luar negri (Pasal 1 angka 17 UURI Berdasarkan ketentuan ini tidak ada perusahaan angkutan udara asing dapat melakukan angkutan udara berjadwal luar negeri sementara itu UURI No. 15 Tahun 1992 tidak berbicara mengenai perjanjian angkutan udara bilateral.

10 Dalam hukum Internasional angkutan udara niaga berjadwal diatur dalam pasal 6

Konvensi Chicago 1946

(37)

No. 1 tahun 2009 : Angkutan udara luar negeri adalah kegiatan angkutan udara niaga untuk melayani angkutan udara dari satu Bandar udara di dalam negeri ke Bandar udara lain di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia) dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal nasional dan/atau perusahaan angkutan udara niaga berjadwal asing untuk mengangkut penumpang, kargo berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral.

Badan usaha angkutan udara niaga berjadwal tersebut harus merupakan badan usaha angkutan udara niaga yang telah ditunjuk oleh pemerintah Republik Indonesia dan mendapat persetujuan dari negara asing yang bersangkutan dan sebaliknya perusahaan angkutan udara niaga berjadwal asing tersebut juga harus merupakan perusahaan angkutan udara niaga yang telah ditunjuk oleh negara yang bersangkutan dan mendapat persetujuan pemerintah Republik Indonesia.

Menurut Pasal 87 UURI No.1 Tahun 2009, dalam hal Indonesia melakukan perjanjian plurilateral mengenai angkutan udara dengan suatu organisasi komunitas negara asing, pelaksanaan perjanjian dilakukan berdasarkan perjanjian bilateral dengan masing-masing negara komunitas tersebut, pelaksanaan perjanjian dilakukan berdasarkan ketentuan yang disepakati dalam perjanjian tersebut.

(38)

2. Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal Luar Negeri

Kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal luar negri (foreign non-scheduled airlines) hanya dapat dilakukan oleh perusahaan angkutan udara niaga tidak berjadwal atau berjadwal asing yang merupakan angkutan udara dalam bentuk rombongan tertentu (affinity group) atau penumpang yang dikumpulkan untuk melakukan perjalanan dalam bentuk paket (inclusive tour charter) atau perorangan yang membeli seluruh kapasitas pesawat udara untuk kepentingan sendiri (own used charter). Perusahaan angkutan udara niaga asing yang akan melaksanakan kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal luar negri harus mendapatkan diplomatic clearance dari Departemen Luar Negeri, security clearance dari Departemen Pertahanan dan persetujuan terbang (flight approval) dari Direktur Jenderal Perhubungan udara. Perusahaan angkutan udara niaga tidak berjadwal asing hanya dapat menurunkan penumpangnya ke wilayah Indonesia dan menaikkan penumpang asal penerbangan yang diturunkan pada penerbangan sebelumnya (in bound traffic).

(39)

berjadwal luar negeri (international non-scheduled airlines) diusulkan dalam Pasal 30 ayat (3) dan (4).

Menurut usul tersebut kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal luar negeri dapat diusahakan oleh perusahaan angkutan udara niaga nasional dan perusahaan angkutan udara asing berdasarkan izin pemerintah. Angkutan udara niaga luar negeri tidak berjadwal menurut RUU Penerbangan dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional dan/atau asing untuk mengangkut penumpang dan kargo atau khusus kargo. Kecuali penumpangnya sendiri yang diturunkan pada penerbangan sebelumnya (in-bound traffic), perusahaan angkutan udara tidak berjadwal asing yang melayani rute ke Indonesia, dilarang mengangkut penumpang dari wilayah Republik Indonesia dengan dikenakan ancaman sanksi administrasi berupa denda administrasi. Ketentuan prosedur dan cara pengenaan sanksi tersebut diatur dalam peraturan pemerintah mengenai penerimaan negara bukan pajak kecuali dengan izin Menteri Perhubungan.

3. Perjanjian Angkutan Udara Bilateral (Bilateral AirTransport Agreement)

(40)

sepanjang menyangkut regulasi teknis maupun operasional, para delegasi setuju mengambil alih ketentuan yang terdapat didalam konvensi Paris 1919 maupun konfensi Havana 1928.

Pada pokoknya perjanjian angkutan udara bilateral mengatur pertukaran hak-hak penerbangan (five freedom of the air), kemudian dibungkus dengan judul, pertimbangan, pengertian, pertukaran hak penerbangan (traffic rights), penunjukan perusahaan penerbangan (designated airlines), pejabat yang berwenang (civil aviation authority), persyaratan kelayakan keudaraan pesawat udara (aircraft airworthiness requirements), pengakuan sertifikat awak pesawat udara (recognition of aircraft certificate), persyaratan kepemilikan perusahaan penerbangan (ownership and effective control), persyaratan pengoperasian untuk pembebasan berbagai peralatan yang digunakan selama penerbangan berlangsung, keberangkatan dan pendaratan, kesempatan yang sama, rute penerbangan, hukum yang berlaku, konsultasi, tarif, sengketa, kepatuhan, perubahan (amandemen), mulai dan berakhirnya perjanjian, dan bahasa yang digunakan serta penandatanganan. Indonesia saat ini telah mempunyai perjanjian angkutan udara bilateral tidak kurang dari 67 negara.

(41)

Dalam UURI No. 1 Tahun 2009, dasar hukum nasional untuk membuat perjanjian angkutan udara internasional diatur dalam Pasal 86, 87, 89, 90. Menurut Pasal 86 UURI No. 1 Tahun 2009 ada dua macam perjanjian internasional masing-masing perjanjian angkutan udara secara bilateral oleh pemerintah Republik Indonesia dengan satu Negara asing yang menjadi mitra perikatan (contracting party) dan perjanjian angkutan udara internasional secara multilateral yang bersifat khusus atau umum yang dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia dengan beberapa negara asing yang menjadi mitra perikatan (contracting parties) dan anggota dalam perjanjian tersebut. Perjanjian angkutan udara internasional bilateral maupun multilateral tersebut sebagai dasar hukum angkutan udara niaga berjadwal luar negeri yang dilakukan oleh perusahaan angkutan udara nasional maupun perusahaan angkutan udara asing untuk mengangkut penumpang dan kargo.

D. Kegiatan Usaha Penunjang yang Terkait dengan Angkutan Udara

(42)

Dalam UURI No. 1 Tahun 2009, kegiatan usaha penunjang angkutan udara diatur dalam Pasal 131 sampai dengan Pasal 133. Menurut Pasal 131 UURI No. 1 Tahun 2009, untuk menujang kegiatan angkutan udara niaga, dapat dilaksanakan kegiatan usaha penunjang angkutan udara. Kegiatan usaha penunjang angkutan udara tersebut dapat berupa kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan kegiatan angkutan udara niaga seperti sistem reservasi melalui komputer (computerized reservation system), pemasaran dan penjualan tiket pesawat atau agen panjualan umum (ticket marketing and selling), pelayanan di darat untuk penumpang dan kargo (ground handling) dan penyewaan pesawat udara (aircraft leasing), dan lain-lain.

Menteri Perhubungan memberi izin usaha penunjang angkutan udara setelah memenuhi persyaratan akta pendirian badan usaha yang telah di sahkan oleh menteri yang berwenang dan salah satu usaha nya bergerak di bidang penunjang angkutan udara, nomor pokok wajib pajak (NPWP), surat keterangan domisili yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang, surat persetujuan dari badan koordinasi penanaman modal atau badan koordinasi penanaman modal daerah apabila menggunakan fasilitas penanaman modal, tanda bukti modal yang disetor, garansi/jaminan bank, serta kelayakan teknis dan operasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara, dan prosedur pemberian izin kegiatan usaha penunjang angkutan udara diatur dengan Peraturan Menteri Perhubungan

(43)

Berdasarkan Pasal 465 (Pasal 465 UURI No. 1 tahun 2009 : pada saat UU ini mulai berlaku UU No. 15 tahun 1992 tentang penerbangan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku)yuncto Pasal 464 (Pasal 464 UURI No. 1 tahun 2009 tentang penerbangan : pada saat UU ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan UU No. 15 tahun 1992 tentang penerbangan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau diganti dengan yang baru berdasarkan UU ini), UURI No. 1 Tahun 2009, karena itu berlaku keputusan Menteri Perhubungan Nomor 51 Tahun 2000 tentang perwakilan dan agen penjualan umum perusahaan angkutan udara asing.

(44)

operasi dan administrasi. Disamping itu, perwakilan perusahaan angkutan udara asing juga mempunyai kewajiban melaporkan kegiatan angkutan udara setiap 3 bulan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara dengan tembusan kepada kantor wilayah Departemen Perhubungan (sekarang Dinas Perhubungan) melaporkan setiap terjadi perubahan alamat kantor perwakilan atau penanggungjawab dari kantor perwakilan.

(45)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG KEAGENAN (STUDI PADA PT.SIAR)

A. Sejarah PT. Siar Haramain

Sejak tahun 1980an perusahaan-perusahaan di bidang angkutan udara berkembang pesat di Indonesia, oleh karena itu pada tanggal 10 April 1999 berdirilah suatu perseroan terbatas di bidang jasa dalam pelayanan pemasaran dan penjualan tiket pesawat angkutan udara yaitu PT. Siar Haramain. PT. Siar Haramain berdiri dengan akte notaris Ibu Herawati Harun SH No.C.34.HT.03.02. Tahun 1999. PT. Siar Haramain merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa pelayanan tiket pesawat angkutan darat baik dalam negeri maupun perusahaan asing yang mewakili tiket angkutan darat ke luar negeri, selain itu PT. Siar juga memberikan jasa paket wisata keluar negri maupun umroh dan Haji khusus. Keberadaan perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas pengaturannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku antara lain sebagai berikut12

1. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas :

2. Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas

3. Permen Hukum dan HAM RI No.M.01.HT.01.10.Th.2007 tanggal 21 September 2007 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar, Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan. 4. Permen Hukum dan HAM RI No.M.02.HT.01.10.Th.2007 tanggal 21

September 2007 tentang Tata Cara Pengumuman Perseroan Terbatas dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia

12 Handi Raharjo SH. Hukum perusahaan, halaman 71

(46)

Maksud dan Tujuan dari pendirian perseroan ini adalah untuk sebagai kegiatan usaha penunjang angkutan udara dengan berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia. Hingga tahun 2010 ini PT. Siar Haramain sudah memiliki dua kantor cabang yaitu di Jl. SM Raja No.18 Medan dan di Jl. Pemuda No. 297 Padang. Untuk lebih memperlancar jalannya operasi perusahaan, PT. Siar Haramain bekerja sama dengan beberapa maskapai penerbangan dalam negeri dan maskapai penerbangan luar negeri yang melakukan perjaanjian bilateral dan multilateral dengan Indonesia, selain itu bergabung juga dengan beberapa organisasi antara lain ASITA, PATA, IATA dan AMPUH13

1. Adanya dua orang atau lebih.

.

Dalam PT. Siar Haramaian terdapat unsur-unsur organisasi yang terdiri dari :

2. Adanya maksud untuk bekerja sama. 3. Adanya pengaturan hubungan. 4. Adanya tujuan yang hendak dicapai.

Struktur organisasi tersebut adalah keseluruhan dari tugas-tugas yang dikelompokkan kedalam fungsi-fungsi yang ada sehingga merupakan satu kesatuan yang harmonis, yakni diarahkan dan dikembangkan secara terus-menerus pada suatu tujuan tertentu menuju kondisi yang optimal dan sesuai keinginan. Maksud dari penggunaan struktur organisasi adalah membuat pembagian tugas dari unit-unit organisasi, sehingga terdapat organisasi utama dan satuan organisasi

13 Wawancara dengan Ibu Lenny, Pegawai PT. Siar Haramain pada tanggal 9 November

(47)

lanjutan. Berikut ini diuraikan bagian-bagian didalam organisasi pada PT. Siar Haramain, yaitu :

1. Direktur, merupakan pimpinan tertinggi dalam pengendalian aktivitas perusahaan, tugas direktur antara lain :

i. Melaksanakan kepimpinan terhadap perusahaan dan mewakili perusahaan keluar maupun kedalam organisasi.

j. Menandatangani perjanjian kontrak usaha . k. Menentukan kebijaksanaan umum perusahaan.

l. Mengambil keputusan dan menetapkan tindakan yang akan dijalankan kemudian.

m. Ikut aktif dalam mempromosikan produk perusahaan dalam setiap kesempatan.

n. Memperhatikan dan mempertahankan kesejahteraan para karyawan dan karyawati.

2. General Manager bertugas melaksanakan pengawasan terhadap divisi operasional dan mengkoordinasikan tata kerja, serta memberikan laporan kegiatan operasional kepada direktur, tugas GM antara lain :

a. Mengadakan pengawasan terhadap semua kegiatan operasional perusahaan.

b. Merumuskan pelaksanaan teknis bidang pemasaran, ticketing berdasarkan kebijakan direksi.

(48)

d. Membuat laporan kegiatan usaha secara berkala.

e. Mewakili direktur apabila direktur berhalangan baik kedalam maupun keluar perusahaan.

3. Bagian Keuangan, Tugasnya adalah :

a. Memeriksa dan membuat laporan keuangan ynag berhubungan dengan keluar masuknya uang perusahaan.

b. Membuat data keuangan mengenai perimcian hasil penjualan. 4. Bagian Pemasaran, tugasnya adalah :

a. Mengumpulkan data dan informasi semua produk yang diperlukan para calon penumpang dan merekam segala keluhan dan pujian dalam pemgembangan usaha.

b. Melaksanakan Relationship Marketing kepada pelanggan atau calon penumpang dan mengadakan perjanjian kerja sama dengann berbagai principal dalam penjualan produk/jasa yang disediakan oleh principal dengan kondisi dan syarat yang menguntungkan.

c. Memasarkan semua produk yang dihasilkan secara terencana, terarah dan teratur dengan menyebar luaskan brosur dan alat promosi lainnya melalui mass media, travel mada, ataupun langsung kepada calon penumpang. d. Menjalin hubungan baik dengan instansi pemerintah, principal, mass

(49)

5. Bagian Administrasi, tugasnya adalah :

a. Menerima dan memperhatikan karyawan dan mengkalkulasi semua biaya yang dioperasikan di dalam perusahaan.

b. Memeriksa dan membuat surat masuk dan surat keluar. c. Menyimpan data-data perusahaan.

6. Bagian Ticketing Tugasnya adalah :

a. Melakukan pemesanan ticket penerbangan domestic dan internasional. b. Melakukan pemesanan tiket PELNI.

c. Melakukan pemesanan tiket akomodasi hotel dan restaurant

d. Membuat laporan yang sifatnya periodik maupun khusus untuk Direksi dan General Manager.

B. Pengertian Keagenan

Agen, broker, makelar adalah serangkaian istilah yang memiliki arti yang sama. Secara umum dapat diartikan sebagai orang yang melakukan pekerjaan antara bagi kepentingan seseorang dalam melakukan sesuatu. Dalam perdagangan jual beli dalam masyarakat awam, fungsi agen, broker dan makelar begitu penting dalam mencari barang atau pun jasa yang di butuhkan atau dalam mencari pembeli dari barang yang akan di jual.

(50)

untuk mengurus suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai mewakili si pemberi kuasa. Si penerima langsung mewakili si pemberi kuasa kepada pihak ketiga dalam hubungannya, bukan hanya hubungan yang bersifat “hubungan intern” antara si penerima kuasa dan si pemberi kuasa.14

Keagenan dalam hal ini merupakan aturan dalam pemberian kuasa, komisioner, dan makelar. Akan tetapi terdapat perbedan antara keagenan, komisioner dan makelar yaitu komisioner akan terjadi pada seseorang yang ingin melaksanakan jual beli barang atau jasa melalui perantara dengan memberikan kuasa kepada perantara tadi untuk bertindak atas namanya, tetapi dengan tanggung jawab sendiri dengan menerima komisi. Sedangkan yang dikatakan dengan makelar atau broker merupakan seseorang yang pekerjaannya adalah Pemberian kuasa dalam hal keagenan merupakan suatu wewenang yang dipunyai agen dari seorang principal yang dalam tindakannya wewenang tersebut dilakukan menurut batas-batas yang di berikan. Dan apabila penerima kuasa melakukan tindakan-tindakan di luar batas-batas yang diberikan maka seorang agen yang akan menanggung segala akibat dari tindakan tersebut.

Bentuk kuasa yang diberikan kepada si penerima kuasa membuat agen atau si penerima kuasa mempunyai hak sebagai perantara dalam hubungan hukun antara principal dan pihak ketiga. Bentuk kuasa yang demikian tersebut dinamakan dengan kuasa perantara. Kuasa ini selanjutnya membuat penerima kuasa hanya menjadi perantara dan mengenai pelaksanaan, tuntutan serta tagihan menjadi urusan pihak ketiga dan pemberi kuasa (sesuai Pasal 1799 KUH Perdata).

(51)

bertindak sebagai perantara dalam suatu transaksi bisnis antara pihak-pihak yang tersangkut, dalam hal ini ia tidak mempunyai wewenang untuk bertindak atas nama salah satu pihak.

Dalam dunia bisnis kedudukan agen dari sebuah perusahaan biasanya dapat mewakili lebih dari satu perusahaan. Umumnya agen seperti ini akan didirikan pada suatu tempat dimana perusahaan yang diageninya tersebut memiliki banyak relasi, namun perusahaan itu sendiri tidak mempunyai cabang disana.15

Suatu agen dalam melakukan tindakannya untuk principal harusnya ditunjuk dengan suatu kontrak oleh principal, atau dengan kata lain suatu agen dan principal tidak mungkin dapat melakukan hak dan kewajibannya yang timbul dalam kontrak sehingga agen harus memiliki kapasitas dalam perjanjian agar perjanjian dengan principal tersebut dapat dilaksanakan. Dalam perjanjian ini, seperti pada perjanjian-perjanjian lain ada para pihak yang saling mengikatkan

C. Perjanjian Keagenan dan Para Pihak yang Terkait.

Secara umum banyak tindakan bisnis yang dilakukan oleh seseorang yang disebut sebagai agen untuk melakukan tindakan tersebut untuk pihak lain yang disebut principal. Dalam hal ini agen hanya merupakan instrument dalam transaksi bisnis atau hal lainnya untuk mengadakan kontrak dengan memiliki kapasitas berdasarkan kontrak.

(52)

diri dalam hukum yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi sekaligus mewajibkan para pihak lain untuk menunaikan prestasi.

Dan tidak ada satu pun bentuk khusus perjanjian bagi perjanjian keagenan, yang dalam hal ini ke semua pihak dapat mulain menentukan bentuk dan isi perjanjian mereka menurut keinginan para pihak. Bisa saja perjanjian tersebut berbentuk sedehana saja atau hanya berupa nota yang menyatakan pihak lain mendapat penunjukan atau letter of appointment dari pihak pemberi kuasa atau bisa pula mereka membuat perjanjian beserta uraian lengkap mengenai hak dan kewajibannya, walaupun tidak semua orang dapat membuat kontrak seperti itu. Hal ini sangat penting karena semakin lengkap dan terperincinya suatu perjanjian semakin kecil kesalahan penafsiran yang terjadi.

Dalam hal penunjukan yang disebutkan diatas maka penunjukan tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1. Penunjukan Ekspres, yaitu suatu penunjukan yang dilakukan tanpa adanya perjanjian yang khusus tetapi hanya dengan surat kuasa yang bermaterai. Penunjukan tersebut harus tertulis bahwa apa yang telah ditunjuk sebelumnya secara lisan akan mengikat principal dalam suatu perjanjian tertulis.

2. Penunjukan Ratifikasi, yaitu suatu tindakan dari agen untuk membuat suatu perjanjian yang tidak sah demi melakukan tindakan atas nama principal yang nantinya akan di sah kan oleh principal.

(53)

Namun penunjukan ratifikasi ini hanya akan mungkin apabila principal

memiliki kapasitas pada saat perjanjian dibuat dan perjanjian yang dibuat tidak

melebihi kekuasaan principal.16

Khusus untuk sektor-sektor alat-alat berat, kendaraan bermotor dan pupuk

memang dengan tegas dinyatakan harus melalui agen tunggal.

Pihak pertama dalam perjanjian keagenan yang

disebut sebagai principal dalam menunjuk pihak kedua sebagai agen sering

mengadakan perjanjian pada beberapa agen saja walaupun ada juga yang

mengadakan perjanjian dengan satu agen saja. Untuk beberapa sektor memang

secara tegas dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan bahwa penunjukan

harus dalam bentuk agen tunggal. Dapat saja dalam praktek sering berbeda

dengan perjanjian yang dibuat mengenai penunjukan agen, Seharusnya dalam

perjanjian tidak harus dalam bentuk agen tunggaltetapi dalam praktek ternyata

harus memilki agen tunggal.

17

16 Frank Wood dan Joe Twonsley, Bussiness Law, CIMA STUDY dan REVISION

PACK, London 1987 halaman 193-194

17 Khusus untuk alat-alat berat lihat PP No. 16 tahun 1967 tanggal 17 April 1970,

KEPPRES No. 45 tahun 1972 tanggal 26 Juni 1972. Khusus untuk sepeda motor lihat SK Mendagri No. 140/KP/V/70 tanggal 11 Mei 1970, KEPPRES No. 45 tahun 1975 tanggal 26 Juni 1972

Sehingga untuk

sektor lain besar kemungkinan adanya kebebasan untuk menunjuk satu atau lebih

agen yang dibutuhkan oleh principal. Bahkan sering kita jumpai seorang principal

yang memiliki dua agen atau lebih untuk satu wilayah yang sama. Dalam hal

adanya pengalihan hanya sebagian atau seluruh hak dan kewajban pada pihak lain

dari sebuah perjanjian keagenan diberi kebebasan pada kedua belah pihak untuk

(54)

D. Hak dan Kewajiban Para Pihak

Kewajiban agen dalam perjanjian keagenan dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut

1. Secara Umum

Semenjak perjanjian dibuat maka dengan semestinya agen berkewajiban untuk melakukan segala sesuatu yang tercantum dalam perjanjian menurut isi dari perjanjian dan menurut hukum perjanjian yang berlaku. Agen menjadi sebuah jaminan bagi principal untuk melakukan tindakan nya dengan baik, benar, dan jujur dalam standart kerja yang tertinggi.

2. Berdasarkan Kepercayaan

a. Agen harus melakukan tindakan baik secara sendiri atau bersama-sama untuk kepentingan dan keuntungan principal dalam segala hal.

b. Agen harus memberikan kepada principal pemasukan financial yang merupakan hasil dari pekerjaan yang dilakukan atas nama principal.

c. Agen tidak dapat mempergunakan atau menunjukkan pada pihak lain hal-hal mengenai principal tanpa persetujuan dari pihak principal

d. Agen tidak dapat mencampurkan hak miliknya dengan hak milik principal dan agen tidak dapat berurusan dengan hak milik principal sehingga seperti hak miliknya sendiri.

3. Berdasarkan Pelayanan

(55)

b. Agen harus melakukan hubungan yang baik pada principal dan tidak melakukan tindakan yang dapat merusak nama baik principal.

c. Agen harus memberikan informasi yang benar kepada principal tentang segala sesuatu yang dimilikinya.

d. Agen harus menjaga secara teliti catatan-catatan keuangan semua transaksi beserta kwitansinya.

e. Agen hanya dapat melakukan suatu tindakan sesuai pemberian kuasa dari principal dan jika perintah tersebut tidak jelas maka principal harus menerangkannya kepada agen, jika saja principal tidak mau melakukannya maka agen dapat menerjemahkannya dengan sebuah pertimbangan sikap menurut keadaan yang ada.

f. Agen tidak akan mengambil tindakan mengambil alih perbuatan dalam keadaan yang menunjukkan tindakannya tersebut tidak efektif dan akan menambah biaya yang harus dikeluarkan oleh principal.

4. Berdasarkan Ketaatan

a. Agen harus menaati dan mempertimbangkan perintah principal. Dalam hal ini kebiasaan, etika dan akibat dari perbuatan agen dalam pembukaan hubungan kerja keagenan mereka merupakan factor-faktor yang yang memastikan apakah perintah dari principal beralasan.

b. Seorang agen harus sama sekali tidak boleh mentaati perintah dari principal yang melawan hukum.

(56)

E. Agen Penjualan sebagai salah satu bentuk Keagenan

Sebagaimana yang diuraikan pada bab terdahulu bahwa agen penjualan umum berfungsi sebagai salah satu unsur atau aspek kegiatan usaha penunjang yang terkait dengan angkutan udara. Penjelasan pasal 131 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyebutkan yang dimaksud dengan “kegiatan usaha penunjang angkutan udara” adalah kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan kegiatan angkutan udara niaga antara lain pemasaran dan penjualan tiket pesawat atau agen penjualan umum (ticket marketing and selling).

Dalam kontrak dunia perdagangan dengan berbagai dan beraneka ragam sektornya, fungsi agen sedemikian penting artinya dan memiliki nuansa yang strategis, terutama dalam kaitannya dengan kegiatan pekerjaan dan kepentingan usaha baik yang dikelola oleh orang perseorangan (individu) maupun oleh badan hukum (perusahaan) dalam hal memasarkan atau menjual suatu produk kepada pihak lain.

(57)

Pada dasarnya keagenan tersebut diatas terwujud sebagai akibat dari adanya interaksi pemberian kuasa oleh pihak principal untuk mengurus dan membantu suatu kepentingan usaha/sektor bisnis atas nama si pemberi kuasa tersebut. Pemberian kuasa kepada agen penjualan umum merupakan suatu authoritas atau kewenangan yang melekat pada agen yang diperoleh dari perusahaan-perusahaan maskapai penerbangan dalam negeri dan maskapai luar negeri yang memiliki jaringan angkutan udara di Indonesia, namun demikian kewenangan yang dimiliki agen tersebut terbatas sesuai dengan ketentuan yang diterapkan oleh pihak pemberi kuasa dan perundangan yang berlaku.

Selanjutnya apabila agen selaku penerima kuasa melakukan kebijakan atau tindakan diluar batas kewenangan yang diberikan oleh pihak pemberi kuasa maka agen harus bertanggung jawab sendiri atas akibat yang timbul dari kebijakan atau tindakan yang menyimpang dari batasan yang telah ditetapkan.

Bentuk pemberian kuasa kepada agen penjualan umum mencakup hak sebagai perantara dalam hubungan hukum antara perusahaan-perusahaan-penerbangan dalam negeri dan perusahaan perusahaan-perusahaan-penerbangan asing dengan urusan/kepentingan konsumen atau pihak ketiga yang membutuhkan pelayanan. Akan tetapi penyelesaian sengketa atas suatu gugatan atau tuntutan tidak menjadi urusan agen penjualan umum melainkan menjadi wewenang pihak principal/pemberi kuasa dengan pihak ketiga.

(58)

BAB IV

AGEN PENJUALAN UMUM SEBAGAI SALAH SATU ASPEK KEGIATAN USAHA PENUNJANG ANGKUTAN UDARA STUDI

PADA PT. SIAR HARAMAIN

A. PT. Siar Haramain sebagai Agen Penjualan Umum dalam Kegiatan Usaha Penunjang Angkutan udara.

PT.Siar Haramain sebagai perusahaan yang melayani penjualan dan pemasaran tiket pesawat udara baik dalam negeri maupun luar negeri mempunyai peranan yang cukup penting untuk menunjang perkembangan angkutan udara di Indonesia. Pihak maskapai penerbangan atau si pemberi kuasa memberikan kuasanya kepada PT. Siar Haramain sebagai agen atau penerima kuasa untuk membantu menyediakan tiket pesawat udara bagi calon penumpang.

PT. Siar Haramain menjadi distributor resmi dari pihak maskapai penerbangan dalam hal pemasaran. Pihak maskapai penerbangan itu biasanya mendatangi dan mununjuk pihak agen untuk membantu menjualkan/memasarkan tiket penumpang dengan memberikan komisi yang sebelumnya telah diatur oleh pihak maskapai itu sendiri. Segala bentuk peraturan harus disetujui bersama dalam sebuah perjanjian antara pihak maskapai dengan pihak agen/PT. Siar Haramain.

Ada 2 jenis bentuk keagenan penjualan tiket pada PT. Siar Haramain yaitu:

1. Agen penjualan dalam negeri/domestic

PT. Siar Haramain menjadi agen penjualan tiket dalam negeri/domestic atas perjanjian dengan beberapa maskapai penerbangan antara lain : Garuda Airways, Lion Airlines, Batavia Airlines, Sriwijaya Airlines dan Mandala

(59)

Airlines, akan tetapi perjanjian dengan Mandala Airlines dibatalkan dikarenakan maskapai ini telah dinyatakan tutup. Pada kenyataanya PT. Siar Haramain dapat menjual 30-50 tiket dalam negeri setiap hari.

Ada 2 sistem kerja PT. Siar Haramain sebagai agen penjualan tiket penumpang angkutan udara yaitu :

a) Sistem penjualan tiket secara manual (blanko)

Sebelum adanya elektronik tiket, semua penjualan tiket angkutan udara dari maskapai penerbangan masih berbentuk tiket manual atau sering disebut tiket blanko. Tiket blanko adalah tiket yang berbentuk buku yang isinya menjelaskan berbagai hal antara lain :

1) Nama penumpang, 2) Tujuan penumpang,

3) Tanggal keberangkatan penumpang.

4) Harga tiket pesawat yang ditetapkan maskapai penerbangan tersebut, 5) Segala peraturan yang ditetapkan maskapai penerbangan yang mencakup

Referensi

Dokumen terkait