• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : HUKUM PENGANGKUTAN UDARA DI INDONESIA

B. Angkutan Udara Dalam Negeri

Dalam angkutan udara dalam negri terdapat beberapa jenis angkutan antara lain;

1. Angkutan Udara Niaga Berjadwal (Scheduled Airlines)

Dalam UURI No. 1 tahun 2009, diatur angkutan udara niaga adalah angkutan udara untuk umum dengan memungut bayaran,

Dari aspek operasional, angkutan udara terdiri atas angkutan udara niaga berjadwal (scheduled airlines) dan angkutan udara niaga tidak berjadwal (non-scheduled airlines) baik domestic maupun internasional. Dalam UURI No. 1 tahun 2009 tidak terdapat pengertian angkutan udara niaga berjadwal (scheduled airlines) namun demikian dapat meminjam pengertian yang terdapat di dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK 13/S/1971 tentang syarat-syarat dan

berjadwal (scheduled airlines) angkutan udara niaga terdiri atas angkutan udara niaga dalam negeri dan angkutan udara niaga luar negeri. Menurut pasal 1 angka 13 UURI No. 1 tahun 2009, angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara lain atau beberapa bandar udara, sedangkan angkutan udara niaga adalah angkutan udara untuk umum dengan memungut bayaran, tidak jelaskan apa yang dimaksud dengan bayaran, apakah bayaran berupa uang atau bentuk imbal jasa lainnya. Dalam hukum internasional, pengertian angkutan udara terdapat dalam pasal 96 huruf a konfensi Chicago 1944. Menurut pasal tersebut angkutan udara adalah setiap angkutan udara yang dilakukan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo dan pos yang terbuka untuk umum.

ketentuan-ketentuan mengenai penggunaan pesawat terbang secara komersial di Indonesia. Menurut keputusan tersebut angkutan udara berjadwal (scheduled airlines) adalah penerbangan yang berencana menurut suatu jadwal perjalanan pesawat udara yang tetap dan teratur (sesuai Pasal 5 huruf (A) SK 13/S/1971)

2. Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal. melalui rute-rute yang telah di tetapkan.

Pada umumnya angkutan udara niaga berjadwal (scheduled airlines) mempunyai ciri-ciri antara lain angkutan udara tersebut disediakan untuk penumpang yang menilai waktu lebih berharga di bandingkan dengan nilai uang, pesawat udara tetap tinggal landas sesuai dengan jadwal penerbangan yang diumumkan walaupun pesawat udara belum penuh, biasanya harga tiket lebih mahal dibandingkan dengan angkutan udara niaga tidak berjadwal, penumpangnya orang-orang yang mempunyai urusan penting, penumpang sanggup tinggal di hotel yang mahal karena biasanya di biayai oleh perusahaan tetapi secepatnya kembali pulang, penumpang dapat akses secara individu tanpa harus merupakan rombongan. Dari aspek yuirdis dalam hukum internasional diatur dalam Pasal 6 konvensi Chicago 1944.

Secara historis sebelum Perang Dunia Kedua, hanya terdapat angkutan udara niaga berjadwal (scheduled airlines) untuk memenuhi kebutuhan para pejabat dan perjalanan bisnis, namun demikian dalam perkembangannya angkutan udara niaga berjadwal (scheduled airlines) tidak dapat memenuhi kebutuhan

angkutan udara6 karena itulah secara seporadis lahirlah angkutan udara niaga tidak berjadwal (non-scheduled airlines) tetapi tidak merupakan saingan yang berarti terhadap angkutan udara niaga berjadwal (scheduled airlines).

Di Indonesia menurut keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/1657/VIII/76 tentang jenis dan persyaratan pelaksanaan penerbangan borongan Internasional kedan atau dari wilayah Indonesia pernah diatur jenis-jenis angkutan udara niaga tidak berjadwal (non-scheduled airlines) masing-masing angkutan udara niaga tidak berjadwal pembukuan dimuka (advance booking carter), borongan perkumpulan (affinity group), borongan paket wisata (inclusive tour charter), borongan khusus (special event charter), borongan mahasiwa (student charter), borongan pribadi (own use charter).

Pada umumnya angkutan udara tidak berjadwal (non-scheduled airlines) mempunyai ciri-ciri angkutan udara disediakan untuk penumpang yang menilai uang lebih berharga dibandingkan dengan nilai waktu, pesawat udara tinggal landas tidak terikat pada jadwal penerbangan yang ditetapkan lebih dahulu, biasanya tarif relatif lebih murah dibandingkan dengan angkutan udara niaga berjadwal (scheduled airlines), penumpangnya orang-orang yang santai (leasure people) yang tidak terikat pada waktu, mereka jarang tinggal di hotel yang mahal karena membayar dengan uang sendiri, penumpang tidak dapat membeli tiket secara individu, pada umumnya merupakan rombongan sepakbola, mahasiswa, inclusive tour charter, jamaah haji, rombongan keluarga dan lain-lain.

6 Dalam tulisan sering di atur “Transportasi udara” dengan “Angkutan udara” saling bergantian tanpa mempengaruhi artinya

Perusahaan penerbangan tidak berjadwal umumnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Penerbangan dilakukan untuk mengangkut barang, orang dan atau pos ke seluruh wilayah Republik Indonesia dengan tidak ada pembatasan rute tertentu secara tetap;

b. Penerbangan tidak dilakukan sesuai dengan daftar perjalanan terbang (jadwal penerbangan);

c. Penjualan karcis atau surat muatan udara secara sekaligus seluruh kapasitas pesawat udara tersebut ;

d. Penumpang merupakan suatu rombongan dan bukan merupakan penumpang umum yang dihimpun oleh pencarter atau biro perjalanan (travel bureau); e. Pesawat udara mengangkut penumpang, barang dan atau pos dari suatu tempat

langsung ke tempat tujuan dengan tidak diperkenankan menurunkan dan atau menaikkan penumpang dalam perjalanan ;

f. Tidak boleh memasang iklan di surat kabar, majalah maupun media massa lainnya;

g. Tarif angkutan tidak berdasarkan surat keputusan pemerintah yang telah ditetapkan terlebih dahulu;

h. Jenis penerbangan ini dimaksudkan untuk melayani masyarakat yang lebih mengutamakan nilai uang daripada nilai waktu.

Mereka pada umumnya tidak terikat pada keterbatasan waktu. Mereka biasanya adalah pelancong (tourist) atau perusahaan- perusahaan untuk mennunjang usaha mereka yang tidak mempunyai pesawat sendiri.7

Dalam perkembangannya kedua jenis angkutan udara niaga berjadwal dan angkutan udara tidak berjadwal tersebut bergabung menjadi satu yang disebut schedulized programme misalnya penerbangan haji yang sebenarnya angkutan udara niaga tidak berjadwal tetapi dijadwalkan, angkutan udara musiman seperti musim panas maupun musim dingin yang diselenggarakan oleh perusahaan perjalanan. Semakin lama pesan tiket, semakin murah dan sebaliknya semakin dekat dengan tanggal keberangkatan semakin mahal tiketnya. Dari aspek yuridis hukum internasional diatur dalam Pasal 5 konvensi Chicago 1944 sebagaimana disebutkan diatas.

3. Angkutan Udara Bukan Niaga (General Aviation)8

Kegiatan angkutan udara bukan niaga (general aviation)9

Di samping itu, angkutan udara bukan niaga juga untuk kegiatan pendidikan dan /atau pelatihan personel pesawat udara atau angkutan udara bukan

adalah angkutan udara untuk melayani kepentingan sendiri yang dilakukan untuk mendukung kegiatan yang usaha pokoknya selain di bidang angkutan udara. Angkutan udara bukan niaga (general aviation) digunakan untuk kegiatan keudaraan (aerial work) misalnya penyemprotan pertanian, pemadaman kebakaran, hujan buatan, pemotretan udara, survey dan pemetaan, pencarian dan pertolongan, kalibrasi serta patroli

8 Pasal 1 angka 15 UURI No. 1 tahun 2009 : angkutan udara bukan niaga adalah angkutan udara yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri yang dilakukan untuk mendukung kegiatan yang usaha pokoknya selain di bidang angkutan udara

9 Dalam hukum Internasional kegiatan angkutan udara bukan niaga (General Aviation) terdapat dalam annex 6 Konvensi Chicago 1944 yaitu penggunaan pesawat udara sipil untuk komersial

niaga lainnya yang kegiatan pokoknya bukan usaha angkutan udara niaga. Menurut Keputusan Menteri Nomor SK 31/U/1970 tentang syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan mengenai penerbangan umum yang bersifat nonkomersial dalam wilayah Republik Indonesia, angkutan udara bukan niaga dikenal sebagai penerbangan umum (general aviation) yaitu penggunaan pesawat udara sipil sebagai alat pembantu sesuatu usaha yang bukan terletak dalam bidang penerbangan dan penerbangan tersebut bersifat non-komersial, dilarang menjual seluruh maupun sebagian kapasitas pesawat udara, dilarang penyewaan atau penggantian dengan uang untuk pemakaiannya dengan cara apapun tidak dibenarkan, kecuali ada izin khusus Menteri Perhubungan.

Dalam RUU Penerbangan, kegiatan angkutan udara bukan niaga diusulkan didalam Pasal 29 ayat (2). Menurut usul dalam pasal tersebut kegiatan angkutan udara bukan niaga (general aviation) dapat dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, badan hukum Indonesia, lembaga tertentu atau perorangan warga negara Indonesia yang telah mendapat izin Menteri Perhubungan. Kegiatan angkutan udara bukan niaga untuk menunjang kegiatan usaha yang usaha pokoknya bukan di bidang penyediaan jasa angkutan udara sebagaimana diatur dalam UURI No. 1 Tahun 2009. Kegiatan angkutan udara bukan niaga dapat dilakukan setelah memperoleh izin Menteri Perhubungan.

Persyaratan untuk memperoleh izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha Indonesia dan lembaga keagamaan, lembaga sosial, dan perkumpulan olahraga paling sedikit harus memiliki persetujuan dari instansi yang membina kegiatan pokoknya, akta

pendirian badan usaha atau lembaga yang telah disahkan oleh Menteri yang berwenang, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), surat keterangan domisili tempat kegiatan diterbitkan oleh instansi yang berwenang dan rencana kegiatan angkutan udara bagi badan hukm Indonesia, sedangkan untuk mendapatkan izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang digunakan oleh orang perseorangan paling sedikit harus memiliki tanda bukti identitas diri yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), surat keterangan domisili tempat kegiatan diterbitkanoleh instansi yang berwenang dan rencana angkutan udara.

4. Angkutan Udara Perintis(Pioneer Air Transport)

Angkutan udara perintis (pioneer air transport) adalah kegiatan angkutan udara niaga dalam negeri yang melayani jejaring dan rute penerbangan untuk menghubungkan daerah terpencil dan tertinggal atau daerah yang belum menguntungkan (Pasal 1 angka 18 UURI No. 1 tahun 2009 tentang penerbangan). Tujuan utama angkutan udara perintis adalah untuk merangsang pembangunan daerah terpencil dan tertinggal yang belum terlayani oleh moda angkutan lain. Dengan adanya angkutan udara perintis yang memperoleh subsidi dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, daerah-daerah tersebut akan terangsang perkembangannya.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1978 tentang pengalihan dan penguasaan modal Negara Republik Indonesia dalam perusahaan perseroaan PT Merpati NusantaraAirlines kepada perusahaan perseroaan PT Garuda Indonesia Airwayspemerintah wajib menyelenggarakan angkutan udara perintis

yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan udara nasional berdasarkan perjanjian. Dalam penyelenggaraan angkutan udara perintis, pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya lahan, prasarana angkutan udara, keselamatan dan keamanan penerbangan serta kompensasi lainnya. Angkutan udara perintis harus dilaksanakan secara terpadu dengan sector lain berdasarkan pendekatan pembangunan wilayah. Setiap tahun angkutan udara perintis dievaluasi oleh pemerintah yang hasilnya untuk mengubah suatu rute angkutan udara perintis menjadi rute komersial.

Dokumen terkait