• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Mikrokristal Selulosa Dari Pelepah Batang Pisang Klutuk (Musa balbisiana Colla) Sebagai Eksipien Dalam Tablet Ekstrak Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Mikrokristal Selulosa Dari Pelepah Batang Pisang Klutuk (Musa balbisiana Colla) Sebagai Eksipien Dalam Tablet Ekstrak Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.)"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Lampiran 2. Gambar tanaman pisang klutuk, pelepah pisang klutuk,batang landoyung dan kulit batang landoyung

Tanaman pisang klutuk Pelepah pisang klutuk

(4)

Lampiran 3. Pelepah pisang segar setelah dirajang,simplisia, serbuk simplisia, α -selulosa, dan selulosa mikrokristal pelepah batang pisang klutuk

pelepah pisang segar setelah dirajang simplisia pelepah pisang klutuk

serbuk simplisia α-selulosa

(5)

Lampiran 4. Bagan kerja penelitian

1. Pembuatan ekstrak etanol kulit batang landoyung

Kulit batang landoyung

Dimasukkan ke dalam wadah

Dimasukkan etanol 80% sampai serbuk terendam sempurna

Disaring

Maserat Ampas

Dicuci ampas dengan etanol 80%

Dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil sesekali diaduk

(6)

Lampiran 4. (Lanjutan)

2. Pembuatan selulosa mikrokristal dari pelepah batang pisang klutuk

pelepah batang pisang

Dipanaskan dengan NaOH 4% pada suhu 100ºC selama 2 jam Disaring dan dicuci dengan akuades sampai pH netral

Residu Filtrat

Ditambahkan dengan NaOCl 2,5% selama 24 jam pada suhu kamar

Disaring dan dicuci dengan akuades sampai pH netral

Residu Filtrat

Dipanaskan dengan NaOH 17,5% pada suhu 80ºC selama 1 jam

Disaring dan dicuci dengan akuades sampai pH netral

Residu

Diputihkan dengan NaOCl 2,5% pada suhu 100ºC selama 5 menit

Dikeringkan di oven pada suhu 60ºC

Dihidrolisis dengan HCl 2,5N pada suhu 100ºC selama 15 menit

α-selulosa

Disaring dan dicuci dengan akuades sampai pH netral

Disaring dan dicuci dengan akuades sampai pH netral Dikeringkan di oven pada suhu 60ºC

Selulosa

(7)

Selulosa mikrokristal

Dihaluskan atau digerus Diayak

Dikarakterisasi

Organoleptik, pH, susut pengeringan, kadar abu total, kelarutan zat dalam air, bobot jenis, indeks hausner, indeks kompresibilitas, porositas, analisis FT-IR dan scanning electron microscopy (SEM)

Dievaluasi Tablet ekstrak etanol

kulit batang landoyung

Dicetak langsung

Keseragaman bobot, kekerasan, friabilitas,

waktu hancur Ekstrak etanol kulit

(8)

Lampiran 5. Perhitungan rendemen α-selulosa dan SMPBPK Berat serbuk pelepah batang pisang klutuk = 500 gram

Berat α-selulosa = 150 gram

Rendemen α-selulosa = 150

500x100% = 30% Berat selulosa mikrokristal = 108,12 gram

Rendemen selulosa mikrokristal dari α-selulosa

Rendemen = 108,12

150 x 100% = 72,08% Rendemen selulosa mikrokristal terhadap pelepah batang pisang klutuk

Rendemen = 108,12

(9)

Lampiran 6. Perhitungan hasil karakterisasi selulosa mikrokristal pelepah batang pisang klutuk (SMPBPK)

1. Perhitungan uji susut pengeringan SMPBPK

NO Berat Awal Sampel (g)

Berat Konstan (g) Susut Pengeringan (%)

Susut Pengeringan I = 1,0061−0,9621

1,0061 x 100% = 5,36%

Susut Pengeringan II = 1,0031−0,9500

1,0031 x 100% = 5,29%

Susut Pengeringan III = 1,0070−0,9432

1,0070 x 100% = 5,26%

Susut pengeringan rata-rata = 5,36%+5,291%+5,26%

3 = 5,30%

2. Perhitungan penetapan kadar abu total SMPBPK

(10)

Kadar abu III = 0,0089 g

2,0021 gx 100% = 0,44%

Kadar abu rata-rata = 0,48%+0,44%+0,44%

3 = 0,44%

3.Perhitungan uji bobot jenis SMPBPK a.Bobot jenis nyata

BJ nyata = W

Bobot jenis nyata rata-rata = 0,5698+0,5865 +0,5540

3 = 0,585 g/mL

b.Bobot jenis benar

Tentukan bobot jenis benzen dengan rumus :

ρ benzen = c−b a

(11)

Keterangan : a = volume piknometer kosong (mL), b = berat piknometer kosong (gram),

c = berat piknometer + larutan benzen (gram)

NO A B C d e Dt

Tentukan bobot jenis (BJ) benar dari sampel dengan rumus:

BJ benar = d-b

(d-b)+(c-e) x ρ benzen

Keterangan: d= berat zat uji + piknometer

(12)

Bobot jenis benar rata-rata =1,433+1,439+1,447

3 = 1,439 g/cm

3

c. Bobot jenis mampat

Bobot jenis mampat ditentukan dengan rumus :

Bobot jenis mampat = W

Volume Gelas Ukur (mL)

Bobot jenis mampat rata-rata =0,666+0,662+0,660

3 = 0,662%

4. Perhitungan kelarutan zat dalam air SMPBPK Dihitung berdasarkan persamaan:

Za= W1-W0

W1 x 100%

Keterangan:

W0 :berat beaker glass yang telah ditara

(13)

Za =128,28 g -128,26 g

128,26 g x 100%

= 0,019%

5. Perhitungan indeks kompresibilitas SMPBPK

Indeks kompresibilitas SMPBPK dapat dihitung dengan rumus:

Indeks kompresibilitas = BJ mampat-BJ nyata

BJ nyata x 100%

Bobot jenis (BJ) mampat SMPBPK = 0,662 g/mL Bobot jenis (BJ) nyata SMPBPK = 0,585 g/mL Indeks kompresibilitas =0,662-0,585

0,585 x 100% = 13,16%

6. Perhitungan indeks Hausner SMPBPK

Dihitung menggunakan data bobot jenis mampat dan bobot jenis nyata.

Hausner’s ratio =BJ mampat

BJ nyata

= 0,662

0,585

=

1,131 7. Perhitungan persentase porositas SMPBPK

Dihitung dengan persamaan :

% porositas = 1

-

Bobot jenis nyata

Bobot jenis benar x 100%

= 1

-

0,585

1,439x 100% = 59,34

(14)

IC50 = 30,94 ppm

30,94 = 30,94 x 10-6 gr/ l = 3,094 x 10-5 = 3,094 x 10-5 x 1000 = 0,03094 g/mL = 0,03094 g/ mL x 6,5

= 0,20111 g/mL = 0,200 g

(15)

Sebagai contoh F2 (Formula dengan bahan pengisi SMPBPK). Di buat formula untuk 150 tablet, bobot per tablet 650 mg dengan diameter tablet 13 mm. Berat 150 tablet = 150 tablet x 0,650 gram = 97,5 gram

EEKBL = 150 tablet x 0,200 gram = 30 gram Aerosil = 1 % x 97,5 gram = 0,975 gram Magnesium stearat = 1 % x 97,5 gram = 0,975 gram

Talkum = 1 % x 97,5 gram = 0,975 gram

Avicel = 97,5 gram – (30 + 0,975 + 0,975 + 0,975) gram = 64,575 gram

Pembuatan tablet ekstrak etanol kulit batang landoyung (EEKBL) Cara kerja: Metode Cetak Langsung

1`. Dimasukkan 30 g EEKBL ke dalam cawan penguap, kemudian ditambahkan etanol 80% sampai ekstrak mengental. Kemudian tambahkan aerosil 0,975 g dicampur hingga homogen. Keringkan di dalam oven suhu 40 ºC sampai massa lembab dan kompak.

2. Ayak campuran dengan mesh 12, keringkan di dalam lemari pengering.

3. Setelah kering, ayak kembali dengan ayakan mesh 14 masukkan ke dalam 4. lumpang, selanjutnya tambahkan 64,575 g SMPBPK, 0,975 g magnesium

stearat dan 0,975 g talkum, aduk hingga homogen.

(16)

650 gram dan diameter 13 mm. 6. Evaluasi tablet.

(17)

Tablet EEKBL dengan Bahan Pengisi Avicel PH 102

Tablet EEKBL dengan Bahan Pengisi SMPBPK

(18)

I = Vo−Vt

Vo x 100%

a. Perhitungan sudut diam

Sudut diam formula tablet EEKBL dapat dihitung dengan rumus:

tangen θ = 2h

b. Perhitungan indeks tap

Indeks tap formula tablet EEKBL dapat dihitung dengan rumus: Keterangan :

Vo = volume mula-mula, Vt = volume sesudah di tap

(19)

No Vo (mL) Vt (mL)

1. 25,2 22,7

2. 25,3 23,6

3. 25,2 22,4

I1

=

25,2-22,7

25,2 x 100% = 9,9%

I2 =

25,3-23,6

25,3 x 100% = 6,71%

I3 =

25,2-22,4

25,2 x 100% = 11,11%

Irata-rata = 9,9%+6,71%+11,11%

(20)

Lampiran 11. Hasil perhitungan evaluasi tablet EEKBL

Perhitungan keseragaman bobot tablet EEKBL Berat 20 tablet = 12,91 gram

Berat rata-rata =Berat seluruhnya

20 tablet =

Persyaratan: untuk bobot rata-rata lebih dari 300 mg, penyimpangan untuk kolom A adalah tidak lebih dari 5% dan kolom B tidak lebih dari 10%.

Perhitungan friabilitas tablet EEKBL

Friabilitas (F)

=

a-b

a x 100%

(21)

Syarat friabilitas tablet: kehilangan bobot tablet tidak boleh lebih dari 0,8% (F ≤0,8%).

Berat 20 tablet sebelum diputar = 12,91 gram Berat 20 tablet setelah diputar = 12,81 gram

Friabilitas tablet = 12,91-12,81

(22)

Lampiran 12. Gambar alat-alat uji karakteristik

pH meter

pH meter Spektrofotometer infra red

(23)

Lampiran 13. Gambar alat cetak, uji preformulasi dan evaluasi tablet

Alat pencetak tablet Alat uji waktu alir dan sudut diam

Alat pencetak tablet Alat uji waktu alir dan sudut diam

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2007). The United States Pharmacopoeia 30 – The National Formulary 25. United States Pharmacopoeia Convention, Inc. Electronik Verson.

Achor, M., Oyeniyi Y.J., dan Yahaya, A. (2014). Extraction and Characterization of Microcrystalline Cellulose Obtained From The Back Of The Fruit Of Lagerian siceraria (Water Gourd). Journal of Applied Pharmaceutical Science. 4(01): 59.

Agoes, G. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 197-198.

Anief. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 20-23.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Halaman 107, 387.

Balitbangkes. (2001). Inventaris Tanaman Obat Indonesia I. jilid 2. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Halaman33.

Banker, G.S., dan Anderson, N.R.(1994). Tablet., dalam Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi III. Jilid II. Editor: Lachman L., Herbert A., Lieberman, Josep L.K., Penerjemah Suyatni S. Jakarta: UI Press. Halaman 643-703.

Ben, E.S. (2008). Teknologi Tablet. Padang: Universitas Andalas Padang. Halaman 22.

Bhimte, N.A., dan Tayade, P.T. (2007). Evaluation of Microcrystalline Cellulose Prepared From Sisal Fibers as a Tablet Excipient: A Technical Note. AAPS PharmSciTech.8(1): 1.

Carstensen, J.T. (1977). Pharmaceutics of Solids and Solids Dosage Forms. New York: John Wiley and Sons. A Wiley Interscience Publication. Halaman 210-214.

Dalimartha, S. (2003). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 3. Jakarta: Puspa Swara. Halaman 97-99.

(25)

Depkes RI. (1986). Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 6-7.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 6-7, 33.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 1043, 1124.

Ditjen POM. (2000). Paramater Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 10-18.

Ditjen POM. (2010). Acuan Sediaan Herbal. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Halaman 18-19.

Ditjen POM. (2014). Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 47-57.

Ejikeme, M. P. (2007). Investigation of the Physiochemical of Microcrystalline Cellulose from Agricultural Wastes I: Orange Mesocarp.Journal Science. Gangurde, A., Patole, R.K., dan Sav, P.D. (2013). A Novel Directly Compressible

Co-Processed Excipient for Sustained Release Formulation. Journal of Applied Pharmaceutical Science. 3(09): 89-97.

Gusrianto, P., Zulharmita, dan Harrizul R. (2011). Preparasi Dan Karakterisasi Mikrokristalin Selulosa Dari Limbah Serbuk Kayu Penggergajian. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. ISSN : 1410-0177. Vol. 16, No.2, 180-188. Handayani, P., Juanita., dan Karsono. (2012). Pengaruh Selulosa Mikrokristal

Kulit Buah Kapuk Terhadap Laju Disolusi Tablet Furosemida. Journal of Pharmaceutics and Pharmacology. 1 (1): 55-62.

Hasairin, A. (1994). Etnobotani Rempah Dalam Makanan Adat Masyarakat Batak Angkola dan Mandaling. Tesis. Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor.

Herawan, T., Rivani, M., Sinaga, K., dan Sofwan, G.A (2013). Pembuatan Mikrokristal Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit sebagai Pengisi Tablet Karoten Sawit. Prosiding Insentif Ristek Pusat Peneliti Kelapa Sawit. Halaman 1-11.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jakarta: Yayasan Sarana Wanaja. Halaman 18.

Hutapea, J.R. (1994). Inventaris Tanaman Obat Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 69.

Indrawati, N.L., dan Razimin. (2013). Bawang Dayak Si Umbi Ajaib Penakluk Aneka Penyakit. Jakarta: PT Agromedia Pustaka. Halaman 50.

(26)

Kaleka, N. (2013). Pisang-pisang Komersial. Solo: Arcita. Halaman 8-10.

Kayang, H., B. Kharbuli, and D. Syeim. (2009). Litsea cubeba Pers. an untapped economic plant species of Meghalaya. Natural Product Radiance. A Bimontly Journal on Natural Product, 8(1): 1-2.

Kurniaty., Syamsuwida., Putri dan Aminah. (2000). Kilemo. Kementrian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Lachman L., Lieberman H.A., Kaning J.L., (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri diterjemahkan oleh Suyatni S., edisi II. UI Press Jakarta. Halaman 651

Leppanen, K., Andersson, S., Torkkeli, M., (2009). Structure of Cellulose and Microcrystalline Cellulose from Various Wood Species, Cotton and Flax Studied by X-Ray Scattering.Cellulose. 16: 999-1015.

Lukita, N. (2015). Pemanfaatan Selulosa Mikrokristal Sebagai Bahan Pengisi Tablet Ekstrak Etanol Sabut Buah Pinang (Areca catechu L). Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara. Halaman 1

Mardisiwoyo, S., dan Radjakmangunsudarso. (1986). Cabe puyang warisan nenek moyang. Jakarta: Karya Wreda. Halaman 636.

Mulyanti, N., Suprapto., Hendra, J. (2008). Teknologi Budidaya Pisang. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Halaman 1. Nosya, M.A. (2016). Pembuatan Mikrokristal Selulosa Dari Tandan Kosong

Kelapa Sawit. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung. Halaman 20.

Ohwoavworhua, F.O., dan Adelakun, T.A. (2005). Phosporic Acid-Mediated

Depolymerization and Decrystallization of α-Cellulose Obtained from Corn Cob: Preparation of Low Crystallinity Cellulose and Some Physicochemical Properties. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 4(2): 510.

Ohwoavworhua, F.O., T.A Adelakun dan A.O Okhamafe. (2009). Processing Pharmaceutical Grade microcrystalline cellulose from groundnut husk: extraction methods and characterization. InternationalJournal of Green Pharmacy. Reseacrh. 4(2): 508

Parrot, E.L.(1971). Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics. Minneapolis: Burgess Publishing Company. Halaman 82-83.

Perry, L.M. (1980). Medical Plants of East and Southeast Asia. London: The Mit Press.

(27)

Rahmawati, D. (2004). Mempelajari Aktifitas Antioksidan dan Antimikrobia Ekstrak Antarasa (Litsea cubeba) dan Aplikasinya sebagai Pengawet Alami pada Bahan Makanan.Skripsi. Fak. Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Rowe, R., Paul, S., dan Marian, Q. (2009). Handbook of Phafmaceutical Excipients. Edisi VI. Great Britain: Pharmaceutical Press. Halaman: 134-135.

Shanmugam, N., R.D. Nagarkar., dan Manisha K. (2014). Microcrystalline Cellulose Powder From Banana Pseudostem Fibres Using Bio-Chemical Route. Indian Journal of NaturalProducts and Resources. 6(1): 42-50. Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 154.

Sjostrom, E., (1995). Kimia Kayu, Dasar-Dasar dan Penggunaan. Edisi II. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Halaman 68, 69 dan 73.

Stevens, M. (2001). Kimia Polimer. Penerjemah: Iis Sopyan. Jakarta: Pradnya Paramita. Halaman 35, 177.

Sulaiman, T.N.S. (2007). Teknologi Formulasi Sediaan Tablet. Yogyakarta: UGM Press. Halaman 57.

Sumarjono, H. (2000). Prospek Berkebun Buah. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 27-30.

Syamsuni, H.A. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: EGC. Halaman 172-175.

Voight, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah: Soendani Noerono. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal. 221.

Yanuar. A., Rosmalasari, E., Anwar, E. (2003). Preparasi dan Karakteristik Selulosa Mikrokristali dari nata de coco untuk Bahan Pembantu Pembuatan Tablet. Journal Sciense and Technology Policy, IV. Halaman 71-78.

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang meliputi pengambilan sampel, idenfikasi sampel, pengolahan sampel, isolasi selulosa mikrokristal, karakterisasi selulosa mikrokristal, pembuatan ekstrak etanol, pembuatan sediaan tablet ekstrak etanol, uji preformulasi dan evaluasi tablet.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, ayakan bertingkat, alat uji sudut diam dan waktu alir, Disintegration Tester (copley), friabilator (copley), Hardness Tester (Copley), hot plate, single punch (Erweka), neraca listrik

(Sartorius), pH indikator (Merck), pH meter (Hanna), pompa vakum, Strong Cobb (copley), Scanning Electron Microscopy (TM3000 Hitachi), tanur (Noberthem), dan termometer.

3.2 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan adalah pelepah batang pisang klutuk, kulit batang landoyung sedangkan bahan kimia yang digunakan aerosil, akuades, asam klorida pa, Avicel PH 102, etanol, natrium hidroksida, magnesium stearat, natrium hipoklorit, talkum.

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3.3.1 Pengambilan sampel

(29)

yang diambil dari Jl. Kongsi gang Sulaiman Harahap desa Marindal dan kulit batang landoyung diambil dari kebun di daerah Gambiri Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi sampel

Identifikasi sampel pelepah batang pisang klutuk dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA) Universitas Sumatera Utara dan kulit batang landoyung dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong.

3.3.3 Pengolahan sampel

a. Pelepah batang pisang klutuk

Sampel yang digunakan adalah pelepah batang pisang klutuk. Kulit luar pertama dilepaskan yang diambil bagian dalam, pelepah batang pisang dicuci, lalu dipotong kecil-kecil, dikering anginkan dan dimasukkan kedalam lemari pengering pada suhu ±40º C. Pelepah batang pisang yang telah kering diserbukkan dengan menggunakan blender kemudian diayak dan disimpan ditempat yang kering.

b. Kulit batang landoyung

Kulit batang landoyung dibersihkan dan dipotong kira-kira 5 cm. Kulit batang dikeringkan di lemari pengering hingga kering yang ditandai jika simplisia tersebut diremas akan patah kemudian ditimbang sebagai berat kering.

3.4 Pembuatan Ekstrak

(30)

dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk kemudian disaring. Ampas dipindahkan kedalam wadah, ditambahkan dengan 1.250 mL etanol 80% dan ditutup, dibiarkan ditempat yang sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari, selanjutnya disaring. Maserat etanol yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator pada temperatur ± 40ºC sampai diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM, 1979).

3.5 Pembuatan Pereaksi

3.5.1 Larutan natrium hidroksida 4%

Natrium hidroksida ditimbang sebanyak 4 g, kemudian dilarutkan dalam air bebas karbondioksida secukupnya hingga 100 mL.

3.5.2 Larutan natrium hidroksida 17,5%

Natrium hidroksida ditimbang sebanyak 17,5 g, kemudian dilarutkan dalam air bebas karbondioksida secukupnya hingga volume 100 mL.

3.5.3 Larutan HCl 2,5 N

Asam klorida pekat sebanyak 208,4 mL diencerkan dengan air suling secukupnya hingga volume 1000 mL.

3.5.4 Pereaksi natrium hipoklorit 2,5%

Larutan pekat natrium hipoklorit (12%) sebanyak 20,8 mL diencerkan dengan akuades hingga volume 100 mL.

3.5.5 Air bebas karbondioksida

(31)

3.6 Isolasi Selulosa Mikrokristal

Serbuk pelepah batang pisang klutuk sebanyak 100 g dimasukkan ke dalam dalam beaker glass, ditambahkan 1,5 L NaOH 4% dan dipanaskan selama 2 jam pada suhu 100ºC, lalu disaring. Residu dicuci hingga pH netral, kemudian diputihkan dengan cara direndam dengan NaOCl 2,5% sebanyak 1 L selama 24 jam pada suhu kamar, lalu disaring. Residu dicuci dengan air suling sampai pH netral, kemudian dilanjutkan dengan penambahan NaOH 17,5% sebanyak 650 mL, dipanaskan pada suhu 80ºC selama 1 jam, kemudian disaring dan residu dicuci hingga pH netral. Residu diputihkan kembali dengan NaOCl 2,5% sebanyak 500 mL dan dipanaskan pada suhu 100ºC selama 5 menit, disaring dan residu dicuci sampai pH netral. Residu yang telah netral dikeringkan pada suhu 60ºC. Hasil yang didapat disebut α-selulosa (Herawan, dkk., 2013).

Serbuk α-selulosa dihidrolisis menggunakan asam klorida 2,5 N dengan cara dididihkan selama 10-15 menit, kemudian disaring. Residu yang diperoleh dinetralkan dengan akuades, lalu dikeringkan dan dihaluskan secara mekanik. Selulosa mikrokristal yang dihasilkan diayak dengan ayakan mesh 60 dan 100 (Yanuar, dkk., 2003).

3.7 Karakterisasi Selulosa Mikrokristal

Karakterisasi selulosa mikrokristal meliputi uji organoleptik, penetapan pH, kadar abu total, susut pengeringan, kelarutan zat dalam air, bobot jenis nyata, bobot jenis benar, bobot jenis mampat, indeks Hausner, indeks kompresibilitas, porositas, analisis FT-IR dan scanning electron microscopy.

3.7.1 Uji organoleptik

(32)

3.7.2 Penetapan pH

Penetapan pH dapat dilakukan dengan menggunakan pH meter. Caranya: alat pH meter dikalibrasi menggunakan larutan dapar pH 7 dan pH 4. 1 g zat yang akan diperiksa diencerkan dengan air suling hingga 10 mL. Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam larutan yang diperiksa, jarum pH meter dibiarkan bergerak sampai menunjukkan posisi tetap, pH yang ditunjukkan jarum pH meter dicatat (Herawan, dkk., 2013).

3.7.3 Kelarutan zat dalam air

Sampel sebanyak 5 g dicampur dengan ± 80 mL air selama 10 menit, disaring dengan vakum melalui kertas saring Whatman 42. Filtrat dipindahkan ke beaker yang telah ditara, lalu diuapkan hingga kering pada suhu 105o C selama 1 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perbedaan antara berat residu dan berat beaker kosong tidak lebih dari 12,5 mg (0,25%) (Ditjen POM, 1995). 3.7.4 Penetapan kadar abu total

Sampel sebanyak 2 g yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Pemijaran dilakukan perlahan-lahan sampai arang habis pada suhu 600o C selama 3 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara(Ditjen POM, 1995).

3.7.5 Susut pengeringan

(33)

ditimbang dalam botol timbang kemudian digoyangkan perlahan hingga rata, kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 1050 C selama 1 jam. Pada waktu pemanasan di oven, tutup botol timbang dibuka dan saat pengambilan botol timbang segera ditutup dan dibiarkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar, lalu ditimbang. Pekerjaan ini dilakukan sampai diperoleh berat yang konstan (Ditjen POM, 1995).

3.7.6 Bobot jenis nyata

Zat uji (W) sebanyak 100 g dikeringkan hingga bobotnya konstan,

kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur 200 mL, permukaan zat uji diratakan dan dicatat volume serbuk (V). Bobot jenis dihitung dengan persamaan (Ben, 2008):

Keterangan :

W : Zat uji

V : Volume dalam gelas ukur

3.7.7 Bobot jenis benar

Penentuan bobot jenis benar dilakukan menggunakan piknometer dan

pelarut yang tidak melarutkan sampel yaitu benzen. Piknometer kosong yang telah diketahui volumenya (a) ditimbang beratnya (b) kemudian diisi benzen dan ditimbang beratnya (c) (Voight, 1994).

Bobot jenis benzen dihitung dengan persamaan berikut: Keterangan :

a : Volume piknometer kosong (mL) b: Berat piknometer kosong (mL)

c : Berat piknometer +larutan benzen (g)

Serbuk sebanyak 2 g yang telah dikeringkan hingga berat konstan dimasukkan ke dalam piknometer, ditimbang (d), lalu ditambahkan benzen kedalam

Bobot jenis nyata = W V

(34)

piknometer sampai jenuh dan ditimbang kembali beratnya (e) (Ben, 2008). Keterangan:

d: Zat uji + piknometer Berat e: Berat zat uji + larutan benzen

+ piknometer 3.7.8 Bobot jenis mampat

Zat uji (W) sebanyak 100 g dikeringkan hingga bobotnya konstan, lalu dimasukkan ke dalam gelas ukur 200 mL, permukaan zat uji diratakan, kemudian gelas ukur dihentakkan sebanyak 1250 kali, catat volumenya. Dilakukan hentakan lagi sebanyak 1250 kali dan dicatat volumenya. Jika selisih Vt dan Vtl tidak lebih dari 2 mL maka dipakai Vt (Ben, 2008).

Keterangan:

W : Berat sampel (g) Vt : Volume sampel (mL)

3.7.9 Indeks kompresibilitas

Indeks kompresibilitas zat uji dihitung menggunakan persamaan:

Tabel 3.1 Persyaratan indeks kompresibilitas

Indeks Kompresibilitas

33-38 Sangat buruk

>40 Sangat-sangat buruk

3.7.10 Indeks Hausner

Bobot jenis benar = d-b

(d-b)+(c-e) x ρ benzen

Bobot jenis mampat = W Vt

Indeks kompresibilitas = berat jenis mampat - berat jenis nyata

(35)

Indeks Hausner dihitung menggunakan data bobot jenis mampat dan bobot jenis nyata seperti yang diperoleh di atas.

Adapun persyaratan indeks Hausner dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Persyaratan indeks Hausner

Indeks Hausner Sifat Aliran

< 1,25 Baik

1,25-1,5 Sedang

>1,5 Jelek

3.7.11 Porositas

Porositas zat uji dihitung menggunakan persamaan: (Carstensen, 1977).

3.7.12 Analisis FT-IR

Analisis gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan instrumen spektrofotometer FT-IR (Shimadzu) di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.7.13 Scanning Electron Microscopy

Analisis morfologi selulosa dilakukan menggunakan scanning electron Microscopy (TM3000 Hitachi) di Laboratorium Fisika FMIPA UNIMED.

3.8 Pembuatan Tablet Ekstrak Etanol Kulit Batang Landoyung (EEKBL)

Pembuatan tablet ekstrak etanol kulit batang landoyung dilakukan secara Indeks Hausner = bobot jenis mampat

bobot jenis nyata

Persen Porositas = 1- berat jenis nyata

(36)

cetak langsung dengan bobot tablet 650 mg dan diameter 13 mm. Dibuat dua formula dengan bahan tambahan yaitu selulosa mikrokristal dari pelepah batang pisang dan sebagai pembanding digunakan Avicel PH 102. Formula tablet yang dibuat dapat dilihat pada Tabel 3.3.

R/ EEKBL 0, 200

Aerosil 1%

Mg. Stearat 1%

Talkum 1%

Avicel PH 102/ SMPBPK q.s

Tabel 3.3 Formula tablet EEKBL

Komposisi F1 F2

EEKBL (mg) 200 200

Aerosil (mg) 6,5 6,5

Mg. stearat (mg) 6,5 6,5

Talkum (mg) 6,5 6,5

SMPBPK (mg) 430,5 -

Avicel PH 102 (mg) - 430,5

Keterangan :

F1 = formula tablet EEKBL dengan bahan pengisi SMPBPK F2 = formula tablet EEKBL dengan bahan pengisi Avicel PH 102

3.9 Uji Preformulasi

Uji preformulasi tablet SMPBPK meliputi pengujian sudut diam, penetapan waktu alir dan indeks kompresibilitas.

3.9.1 Sudut diam

(37)

yang mempunyai daya alir bebas akan mempunyai sudut diam antara 20o – 40o (Lachman, dkk., 1994).

tangen θ= 2h

D Keterangan: h = tinggi kerucut, D = diameter 3.9.2 Penetapan waktu alir

Granul yang akan dicetak dimasukkan kedalam corong alir, lalu dialirkan hingga seluruh granul mengalir. Waktu alir ditentukan hingga seluruh formula mengalir keluar.Syarat waktu alir yang baik adalah kurang dari 10 detik. 3.9.3 Penetapan indeks kompresibilitas

Granul dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 mL dan diukur volume awalnya (V1), lalu dihentakkan sehingga volume akhirnya (V2) konstan. Indeks tap dihitung dengan rumus: (Carstensen, 1977).

I = V1-V2

V1 x 100% Keterangan:

VI : volume sebelum hentakan V2 : volume setelah hentakan Syarat: I ≤ 20%

3.10 Evaluasi Tablet

3.10.1 Pemeriksaan keseragaman bobot tablet

Dimasukkan 20 tablet dan dibersihkan dari debu kemudian ditimbang. Dihitung bobot rata-rata tiap tablet, kemudian ditimbang satu persatu dan diambil 3 berat tablet yang berdeviasi tinggi (Ditjen POM, 1979).

Deviasi = bobot tablet - bobot rata-rata

bobot rata-rata x 100%

(38)

Tabel 3.4 Persyaratan keseragaman bobot tablet

Bobot rata-rata Penyimpangan

A B

Persyaratan tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang diterapkan pada kolom A dan tidak boleh 1 tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan pada kolom B (Ditjen POM, 1979).

3.10.2 Pemeriksaan friabilitas tablet

Sebanyak 20 tablet ditimbang, misalkan beratnya ”a” g, dimasukkan ke dalam alat friabilator, lalu tekan tombolnya sehingga alat berputar selama 4 menit (100 kali putaran). Tablet dikeluarkan, dibersihkan dari debu dan ditimbang beratnya, misalnya ”b” g. Friabilitas tablet dapat dihitung dengan rumus :

F =a-b

b x 100%

3.10.3 Uji kekerasan tablet

Alat yang digunakan adalah Strong Cobb Hardness Tester (Copley).

(39)

3.10.4 Uji waktu hancur tablet

Alat yang digunakan adalah Disintegration Tester (Copley). Pengujian

dilakukan terhadap enam tablet. Satu buah tablet dimasukkan ke dalam masing-masing tabung dari keranjang. Dimasukkan satu cakram pada tiap tabung

(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Herbarium Medanense (MEDA) adalah pelepah batang pisang klutuk (Musa balbisiana Colla) dari suku Musacea. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) adalah tumbuhan kulit batang landoyung (astri).

Penyarian terhadap kulit batang landoyung dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 80%, diharapkan senyawa kimia yang terkandung di dalamnya dapat tersari lebih sempurna. Hasil pengumpulan sampel sebanyak 4 kg menghasilkan 1,5 kg simplisia diperoleh ekstrak etanol sebanyak 85 g.

4.1 Hasil Pembuatan Selulosa Mikrokristal Pelepah Batang Pisang Klutuk (SMPBPK)

Hasil α-selulosa yang diperoleh sebesar 150 g atau 30,00% dari 500 g pelepah batang pisang klutuk setelah dihidroliosis diperoleh mikrokristal selulosa sebesar 108,12 g atau 21,624% .

4.2 Hasil Karakterisasi SMPBPK

(41)

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi SMPBPK dan Avicel PH 102

Kelarutan zat dalam air (%)

Serbuk kasar,

Keterangan: * = hasil perhitungan rata-rata karakterisasi

Kadar susut pengeringan SMPBPK dan Avicel PH 102 telah memenuhi syarat yaitu kurang dari 7% (Anonim, 2007). Penetapan bobot jenis dilakukan untuk memberikan penilaian sifat alirnya karena bobot jenis mempengaruhi sifat alirnya. Hasil bobot jenis benar SMPBPK dan Avicel PH 102 masih memenuhi syarat yang terdapat dalam USP sebesar 1,420-1,460 g/cm3. Bobot jenis nyata SMPBPK dan Avicel PH 102 tidak memenuhi persyaratan yang terdapat dalam USP yaitu sebesar 0,337 g/cm3.

Menurut Rowe dan kawan-kawan, (2009), bobot jenis mampat selulosa mikrokristal adalah 0, 478 g/cm3. Bobot jenis mampat SMPBPK dan Avicel PH 102 belum memenuhi persyaratan. Walaupun bobot jenis mampat dan bobot jenis nyata SMPBPK dan Avicel PH 102 tidak sesuai dengan persyaratan, tetapi masih mendekati nilai yang telah ditentukan.

(42)

kurang dari 1,25 dimana semakin tinggi nilai indeks hausner yang dihasilkan maka semakin buruk sifat aliran serbuk (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005).

Nilai indeks kompresibilitas dapat dilihat pada Tabel 4.2, dimana SMPBPK dan Avicel PH 102 menunjukkan sifat alir yang baik, nilai pada rentang12-16% menunjukkan sifat alir yang baik sedangkan nilai antara 18-21% menunjukkan sifat alir yang cukup baik (Juita, 2008). Sifat aliran serbuk dapat diperbaiki dengan penambahan glidan dalam proses pembuatan tablet (Achor, et al., 2014).

Tabel 4.2 Kategori sifat alir berdasarkan Indeks kompresibilitas (Juita, 2008).

Indeks Kompresibilitas (%)

Sifat Alir

5-15 Istimewa

12-16 Baik

18-21 Cukup baik

23-35 Buruk

33-38 Sangat buruk

>40 Sangat-sangat buruk

Sifat aliran serbuk berperan penting dalam penentuan kesesuaian serbuk sebagai bahan tambahan untuk cetak langsung. Indeks Hausner dan indeks kompresibilitas merupakan pengukuran secara tidak langsung sifat aliran serbuk (Achor, et al., 2014).

(43)

sampel. Kadar abu SMPBPK yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan Avicel PH 102. Hal ini dapat disebabkan proses pencucian SMPBPK yang kurang sempurna (Achor, et al., 2014).

Hasil uji kelarutan zat dalam air untuk SMPBPK dan Avicel PH 102 diperoleh sebesar 0,019% dan 0,08%. Hal ini menunjukkan bahwa SMPBPKlebih sedikit terlarut dalam air dibandingkan dengan Avicel PH 102. Persyaratan kelarutan zat dalam air tidak lebih dari 12,5 mg (0,25%) (Anonim, 2007).

4.3 Hasil Analisis Gugus Fungsi SMPBPK

Analisis sifat fisikokimia dilakukan menggunakan instrumen spektrofotometer FT-IR. Hasil spektrum IR SMPBPK dan Avicel PH 102 dapat

dilihat pada Gambar 4.1 dan 4.2 di bawah ini.

Gambar 4.1 Hasil spektrum IR SMPBPK

(44)

Hasil spektrum IR SMPBPK (Gambar 4.1) dan Avicel PH 102 (Gambar 4.2) dijumpai adanyaserapan padadaerah bilangan gelombang3348,42 cm-1 dan 3406,29 cm-1 yang menunjukkan gugus OH, bilangan gelombang 2893,22 cm-1 dan 2893,22 cm-1 menunjukkan gugus C-H alifatis dan bilangan gelombang 1045,42 cm-1 dan 1103,28 cm-1 menunjukkan gugus C-O. Semua bilangan gelombang yang diperoleh menggambarkan gugus fungsi yang terdapat pada molekul selulosa dan hasil spektrum SMPBPK dan Avicel PH 102 mempunyai pola spektrum yang sama.

4.4 Hasil Analisis Morfologi SMPBPK

Hasil analisa morfologi SMPBPK dan Avicel PH 102 dapat dilihat pada Gambar

4.3 di bawah ini.

Gambar 4.3 Uji hasil analisa SEM Keterangan:

a : SEM SMPBPK

b : Avicel PH 102 perbesaran 1000 kali

Analisis dengan SEM untuk mengetahui bentuk permukaan dan ukuran partikel dari selulosa mikrokristal. Pada Gambar 4.3 di atas, diperoleh hasil SEM SMPBPK dan Avicel PH 102 dengan perbesaran 1000 kali dari ukuran sebenarnya dapat diperkirakan ukuran partikelnya berkisar 20 µm sedangkan

(45)

Avicel PH 102 berkisar 20 µm dengan bentuk kristal, permukaan tekstur yang tidak rata serta membentuk sudut runcing dan tumpul. Menurut Rowe dan kawan-kawan (2009), selulosa mikrokristal merupakan serbuk yang mempunyai fasa amorf dan fase kristal sebagai komponen penyusunnya dengan kemurnian dan derajat kristalinitas yang tinggi. Hasil pembuatan dan karakterisasi secara keseluruhan dari SMPBPK menunjukkan ada kesamaan karakter dengan Avicel PH 102 sehingga memungkinkan untuk dapat digunakan sebagai bahan tambahan pada pembuatan tablet.

Tabel 4.3 Data uji preformulasi massa granul

Formula Waktu alir (detik)

Massa granul tablet dievaluasi dengan mengukur waktu alir, sudut diam dan indeks tap. Ketiga evaluasi ini berfungsi untuk mengetahui kemampuan mengalir massa granul yang dapat mempengaruhi keseragaman bobot tablet. Evaluasi terhadap kecepatan alir granul dilakukan untuk mengetahui sifat alir dari granul yang akan dibuat sehingga dapat menghasilkan keseragaman bobot yang baik. Granul yang mempunyai kecepatan alir yang baik akan menghasilkan tablet dengan berat yang konstan sehingga kadar zat aktif sama untuk setiap tabletnya (Siregar dan Wikarsa, 2010). Waktu alir yang dihasilkan kedua formula tidak jauh berbeda dan telah memenuhi syarat yaitu kurang dari 10 detik (Banker dan Anderson, 1994).

(46)

flowing” dan bila sudutnya lebih besar atau sama dengan 40 biasanya sifat alirnya

kurang baik (Banker dan Anderson, 1994). Semakin datar sudut yang dihasilkan, artinya sudut kemiringannya semakin kecil dan semakin baik aliran serbuk tersebut (Voight,1994). Hasil pengujian sudut diam kedua formula telah memenuhi syarat yang telah ditentukan sehingga tidak akan terjadi kesulitan dalam pencetakan tablet.

Hasil pengujian indeks tap kedua formula yang ditunjukkan Tabel 4.3 telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Menurut Carstensen, (1977), indeks tap yang kurang dari 20% akan mempunyai sifat alir yang baik dimana semakin kecil nilai yang dihasilkan maka semakin baik sifat fisik massa granul.

4.5 Hasil Evaluasi Tablet

4.5.1 Hasil uji keseragaman bobot tablet EEKBL

Hasil uji keseragaman bobot kedua formula tablet dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini.

Tabel 4.4 Data uji keseragaman bobot EEKBL

Keterangan SMPBPK Avicel PH 102

Bobot rata-rata (mg) 645,5 653

A1 (%) 2,40 3,52

A2 (%) 0,69 2,60

B (%) 2,40 3,52

(47)

III (1979), tablet dengan bobot lebih dari 300 mg jika ditimbang satu per satu tidak boleh lebih dari dua tablet yang bobotnya menyimpang lebih dari 5% dari bobot rata-rata tablet dan tidak boleh ada satu tablet yang bobotnya menyimpang lebih dari 10% dari bobot rata-rata. Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, dapat diketahui bahwa hasil uji keseragaman bobot tablet EEKBL memenuhi syarat.

4.5.2 Hasil uji kekerasan tablet EEKBL

Hasil uji kekerasan kedua formula tablet dapat dilihat pada Tabel 4.5 Tabel 4.5 Data uji kekerasan tablet EEKBL

No. Formula Kekerasan (kg)

1. SMPBPK 4,27

2. Avicel PH 102 4,62

Berdasarkan Tabel 4.5 kekerasan kedua formula telah memenuhi syarat, dimana menurut Parrot (1971), syarat kekerasan tablet antara 4-8 kg. Uji kekerasan tablet dilakukan untuk menjamin tablet tetap dalam keadaan baik ketika diterima. Proses pengemasan dan pendistribusian tablet bisa mengalami goncangan dan pengikisan atau mendapat tekanan yang cukup keras, sehingga dengan kekerasan yang cukup dapat menjamin keadaan fisik tablet tetap dalam keadaan baik. Kekerasan tabletm dipengaruhi oleh besarnya tekanan saat pengempaan, sifat bahan yang dikempa,konsentrasi bahan pengikat yang digunakan serta kondisi granul. Kekerasan tablet akan berpengaruh terhadap kerapuhan dimana semakin keras tablet, maka semakin rendah kerapuhannya (Sulaiman, 2007).

4.5.3 Hasil uji friabilitas tablet EEKBL

(48)

bawah ini. Hasil uji friabilitas kedua formula tablet telah memenuhi syarat yang telah ditentukan yaitu tidak lebih dari 0,8% (Voight, 1994). Kerapuhan obat merupakan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik terutama goncangan dan pengikisan yang dinyatakan dalam persentase bobot yang hilang selama uji friabilitas.

Tabel 4.6 Data hasil uji friabilitas tablet EEKBL

No. Formula Friabilitas (%)

1. SMSBP 0,77

2. Avicel PH 102 0,68

Faktor yang dapat mempengaruhi kerapuhan tablet adalah kelembapan, ukuran partikel dan faktor lainnya. Kelembapan menyebabkan gangguan ikatan antar partikel dan meningkatkan porositas yang dapat menganggu kekuatan tablet sehingga mengakibatkan perubahan friabilitas (Banker dan Anderson, 1994). 4.5.4 Hasil uji waktu hancur tablet EEKBL

Hasil uji waktu hancur kedua formula tablet dapat dilihat pada Tabel 4.7 di bawah ini.

Tabel 4.7 Data hasil uji waktu hancur tablet EEKBL

No. Formula Waktu Hancur (detik)

1. SMPBPK 192

2. Avicel PH 102 154

(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Hasil selulosa mikrokristal yang diperoleh adalah 108,12 g atau 21,624%.

Rendemen α selulosa adalah 30% dan rendemen selulosa mikrokristal dari α

selulosa yaitu sebesar 72,08%.

b. Selulosa mikrokristal dari pelepah batang pisang klutuk mempunyai kemiripan hasil karakterisasi bila dibandingkan dengan Avicel 102. Hasil karakterisasi SMPBPK dan Avicel PH 102 diperoleh organoleptik yaitu keduanya berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa. Hasil karakteristik dibandingkan dengan Avicel PH102 berturut-turut pH 7,0 dan 6,5; susut pengeringan 5,30 dan 4,75%; kadar abu total 0,45 dan 0,01%; zat larut dalam air 0,019 dan 0,08%. Selanjutnya bobot jenis nyata 0,585 dan 0,41 g/cm3; bobot jenis mampat 0,662 dan 0,48 g/cm3; bobot jenis benar 1,43 dan 1,46 g/cm3; indeks Hausner 1,13 dan 1,15; indeks kompresibilitas 13,6 dan 15,86%; porositas 59,34 dan 71,51%. Hasil FT-IR SMPBPK dan Avicel PH 102 memperoleh hasil spektrum yang hampir sama dan hasil analisa scanning electron microscopy (SEM) menunjukkan bentuk kristal, tekstur permukaan yang tidak rata dan membentuk sudut-sudut yang runcing dan tumpul.

(50)

5.2 Saran

(51)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Pisang

2.1.1 Morfologi tanaman

Tanaman pisang tumbuh didaerah tropik, tanaman ini dapat tumbuh di tanah yang cukup air pada daerah dengan ketinggian sampai 2.000 m diatas permukaan laut (dpl). Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 27ºC, dan suhu maksimumnya 38ºC, dengan keasaman tanah (pH) 4,5-7,5 (Mulyati, dkk, 2008). Umumnya, pisang merupakan tanaman pekarangan, walaupun dibeberapa daerah sudah diperkebunkan untuk diambil buahnya. Tingginya antara 2-9 m, berakar serabut dengan batang bawah tanah (bonggol) yang pendek. Dari mata tunas yang ada pada bonggol inilah bisa tumbuh tanaman baru (Dalimartha, 2003).

(52)

Jantung ini bewarna merah tua, tetapi ada pula yang bewarna kuning dan Ungu, jantung terdiri dari satu atau banyak bakal buah (sisir). Setiap sisir dilindungi oleh sebuah daun kelopak. Bunga nya sempurna, tetapi pada ujung jantung umumnya berbunga jantan. Buah pisang tersusun dalam tandan. Tiap tandan terdiri atas beberapa sisir, dan tiap sisir terdiri dari 6-22 buah pisang atau tergantung pada varietasnya. Buah pisang pada umumnya tidak berbiji (Sumarjono, 2000).

2.1.2 Sinonim dan nama daerah tanaman

Tanaman pisang memiliki nama daerah seperti cau, gedang, pisang, gedhang, kedhang, pesang, pisah (Jawa), galuh, gaol, punti, puntik, puti, pusi, galo, awal pisang, gae (Sumatera), harias, peti, punsi, pute, puti, rahias (Kalimantan), biu, kalo, mutu, punti, kalu, muu, muku, muko (Nusa Tenggara), tagin, see, lambi, lutu, pepe, uti, loka (Sulawesi), fudir, pitah, temai, seram, kula, uru, fiat, tele (Maluku), nando, rumaya, pipi, mayu (Irian) (Dalimartha, 2003). 2.1.3 Klasifikasi tanaman

Tumbuhan pisang diklasifikasikan sebagai berikut (Balitbangkes, 2001): Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Zingiberales Suku : Musaceae Marga : Musa

(53)

2.1.4 Kandungan kimia tanaman

Kandungan kimia yang terdapat pada pisang antara lain akar mengandung serotonin, norepinefrin, tanin, hidroksitriptamin, dopamin, vitamin A, B dan C. Buah mengandung flavonoid, glukosa, fruktosa, sukrosa, tepung, protein, lemak, minyak menguap, kaya akan vitamin (A, B, C dan E), mineral (kalium, kalsium, fosfor, fe), pektin, serotonin, 5-hidroksi triptamin, dopamin, dan noradrenalin (Dalimartha, 2003).

2.1.5 Manfaat tanaman

Buah pisang banyak manfaatnya selain untuk buah meja, buah pisang yang belum matang dapat dibuat keripik, sedangkan buah yang telah matang dapat dibuat sale dan pisang goreng. Buah masih muda dapat dibuat tepung yang mahal harganya (Sumarjono, 2000).

2.1.6 Jenis pisang

Berdasarkan manfaatnya bagi kehidupan manusia, pisang dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pisang serat, pisang hias dan pisang buah.

1. Pisang serat (Musa textiles)

Pada pisang serat yang dimanfaatkan adalah batangnya, yaitu untuk pembuatan tekstil. Batang pisang tersebut tersusun dari lapisan pelepah yang mengandung serat. Pisang serat dipanen pada saat kuncup bunga sudah terlihat.

2. Pisang hias (Heliconia indica)

(54)

3. Pisang buah (Musa paradisiaca)

Pisang buah ditanam dengan tujuan untuk dimanfaatkan buahnya. Pisang buah terdiri dari beberapa kelompok, yaitu kelompok pertama adalah pisang yang dapat dimakan langsung setelah matang. Contohnya pisang mas, raja. Kelompok kedua adalah pisang yang diolah terlebih dahulu baru dimakan. Contohnya pisang tanduk, nangka. Kelompok ketiga adalah pisang yang dapat langsung dimakan setelah masak maupun diolah terlebih dahulu. Contohnya pisang kepok dan pisang raja. Kelompok keempat adalah pisang yang dimakan sewaktu masih mentah. Contohnya pisang klutuk atau pisang batu (Kaleka, 2013).

2.2 Tumbuhan Landoyung 2.2.1 Morfologi tumbuhan

Di Indonesia landoyung tumbuh liar secara berkelompok di lereng-lereng gunung di Sumatera, Kalimantan, dan seluruh Jawa pada ketinggian 700-2300 m dpl (Heyne, 1987). Di Aceh dapat dijumpai di Tripa Peat Swamp Forest Kawasan Ekosistem Lauser Aceh, dan Sumatera Utara (Hasairin, 1994). Tumbuhan ini termasuk famili Lauraceae, merupakan pohon perdu dengan diameter batang 6– 20 cm, tinggi pohon 5–12 meter. Minyak landoyung umumnya dimanfaatkan untuk berbagai makanan dan keperluan industri. Kecuali sebagai sumber minyak untuk industri makanan, dan makanan ternak, minyak tersebut juga dapat digunakan industri kimia seperti tinta plastik dan biodisel (Kurniaty, dkk., 2000).

(55)

bagian ujung cabang berambut tebal dan pendek, berwarna coklat dan bagian yang tua gundul, berwarna hitam. Helaian daun tunggal, berbintik-bintik kelenjar yang dapat tembus cahaya, bila diremas berbau khas seperti lemon, bentuk lonjong atau lanset, sedangkan bagian ujungnya runcing, permukaan atas mengkilat, tipis menjangat, ukuran helaian daun 7-15cm x 15-30 mm, pada permukaan bawah helaian daun pertulangan daun tampak menonjol, panjang tangkai daun 7-18 mm. Perbungaan berupa bunga tandan, setiap bunga dilindungi oleh daun pelindung. buah buni berbentuk bulat, berwarna hitam. (Ditjen POM, 2010).

2.2.2 Sinonim dan nama daerah tumbuhan

Landoyung mempunyai nama lain seperti: krangean (Jawa tengah), ki lemo (Jawa barat), Antarasa (Sumatra utara). Sinonim: L cirata Bl., Laurus cubeba Lour., Tethrantera polyantha Walich ex Nees var. Citrata Meiss, T. Citrata Nees. (Ditjen POM, 2010).

2.2.3 Klasifikasi tumbuhan

Sistematika tumbuhan landoyung menurut Hutapea, (1994) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotylydoneae Bangsa : Rhamnales Suku : Lauraceae Marga : Litsea

(56)

2.2.4 Kandungan kimia tumbuhan

Kulit batang dan daun tumbuhan landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) mengandung saponin, flavonoida, dan tanin (Hutapea, 1994). Buah mengandung senyawa asam laurat, asam kaprik, asam oleat, minyak atsiri, glikosida, resin, dan alkaloid (Perry, 1980).

2.2.5 Manfaat tumbuhan

Tumbuhan landoyung merupakan sumber sitral yang berkualitas dan merupakan pesaing utama minyak lemongrass. Untuk mendapatkan minyak atsiri dapat melalui penyulingan dengan cara rebus, kukus (Kurniaty, dkk., 2000).

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. sedangkan ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai (Ditjen POM, 2014). Simplisia yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein, Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloida dan flavonoida dan lain-lain. Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut antara lain (Ditjen POM, 2000):

1. Maserasi

(57)

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas.

4. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstrak dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.

5. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-500 C.

6. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980 C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

7. Dekoktasi

Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.

2.4 Selulosa

(58)

dinding sel sekunder (Sjostrom, 1995). Selulosa juga menjadi konstituen utama dari berbagai serat alam misalnya kapas (Stevens, 2001). Selulosa dibuat secara alami dari selulosa yang telah dimurnikan. Hidrolisis dalam kondisi yang terkendali menjadikan mikrokristal selulosa stabil (Philips, 2000).

Sifat-sifat polimer selulosa biasanya dipelajari dalam keadaan larutan, menggunakan pelarut. Berdasarkan pada sifat-sifat dalam larutan seperti kekentalan instrinsik dan sedimentasi dan laju difusi maka selulosa dalam larutan termasuk dalam kelompok polimer linier. Ini berarti bahwa molekul-molekulnya tidak mempunyai struktur tertentu dalam larutan yang berbeda dengan amilosa dan sejumlah molekul protein.

Selulosa berbeda nyata dari polimer-polimer sintetik dan lignin dalam beberapa sifat polimernya. Kekhasan larutannya adalah kekentalannya yang relatif tinggi dan koefisien sedimentasi dan difusi yang rendah (Sjostrom, 1995).

2.5 Selulosa Mikrokristal

2.5.1 Rumus empiris dan berat molekul

(C6H10O5)n ≈ 36000 Dimana n ≈ 220 2.5.2 Struktur kimia

(59)

2.5.3 Uraian umum selulosa mikrokristal

Penggunaan kayu sebagai sumber pembuatan selulosa mikrokristal dapat mengurangi ketersediaan kayu dan menyebabkan penebangan hutansecara besar-besaran. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakseimbangan ekologis. Oleh karena itu, perlu dicari sumber nonkayu sebagai sumber alternatif untuk mengurangi masalah lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan kayu dalam pembuatan selulosa mikrokristal (Sjostrom, 1995).

Selulosa mikrokristal adalah selulosa yang dimurnikan dan telah mengalami depolimerisasi parsial, berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa dan berupa serbuk kristal yang terdiri atas partikel-partikel yang berpori (Rowe, et al., 2009). Beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa selulosa mikrokristal dapat dihasilkan dari serat rami (Bhimte dan Tayade, 2007), kulit kacang kedelai, sekampadi, ampas tebu (Zulharmita, dkk., 2012), kulit kacang tanah, tongkol jagung (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005), bambu India (Ejikeme,2007) dan serabut pinang (Lukita, 2015) Selain itu, serbuk kayu gergajian juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber bahan pembuatan mikrokristalin selulosa (Gusrianto, dkk., 2011).

Ohwoavworhua dan Adelakun, (2005) menghidrolisis α-selulosa dari

(60)

2.6 Sediaan Tablet

2.6.1 Uraian umum

Tablet adalah sediaan padat, mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan (Ditjen POM, 2014). Kriteria sediaan tablet adalah stabil secara fisik dan kimia, secara ekonomi dapat menghasilkan sediaan yang dapat menjamin agar setiap sediaan mengandung obat dalam jumlah yang benar, penerimaan oleh pasien (ukuran, bentuk, rasa, warna) dan untuk mendorong pasien menggunakan obat sesuai dengan aturan pemakaian obat (Agoes, 2008). Kriteria yang harus dipenuhi untuk mendapatkan tablet dengan kualitas yang baik antara lain:

1. Mempunyai kekerasan yang cukup dan tidak rapuh, sehingga kondisinya tetap baik selama pabrikasi/pengemasan dan distribusi ke konsumen.

2. Dapat melepaskan bahan obatnya sampai pada ketersediaan hayatinya. 3. Memenuhi persyaratan keseragaman bobot tablet dan kandungan obatnya. 4. Mempunyai penampilan yang menarik, dari segi bentuk, warna dan rasanya. 2.6.2 Bahan tambahan formula tablet

Bahan tambahan adalah komponen lain dari suatu sediaan obat selain bahan aktif. Bahan tambahan memiliki banyak fungsi antara lain untuk membantu proses produksi, membantu disolusi, meningkatkan kestabilan, bioavailabilitas, keamanan dan keefektifan obat (Gangurde, et al., 2013).

(61)

pengikat, penghancur (disintegrant), anti lengket (anti adhesive), pelicin (glidant), pembasah (wetting/surface active agent), zat warna (colours), peningkat rasa (flavors) dan lain-lain. Pemilihan eksipien untuk formulasi tablet tergantung pada bahan aktif, tipe tablet, karakteristik yang dibutuhkan dan proses pembuatan yang akan diaplikasikan (Agoes, 2008).

1. Bahan pengisi (diluent)

Berfungsi untuk memperbesar volume massa agar mudah dicetak atau dibuat. Bahan pengisi ditambahkan jika zat aktifnya sedikit atau sulit dikempa. Misalnya laktosa, pati, kalsium fosfat dibase, dan selulosa mikrokristal (Syamsuni, 2006).

2. Bahan pengikat (binder)

Bahan pengikat berfungsi memberikan daya adhesi pada massa serbuk sewaktu granulasi serta menambah daya kohesi pada bahan pengisi, misalnya gom akasia, gelatin, sukrosa, povidon, metilselulosa, CMC, pasta pati terhidrolisis, selulosa mikrokristal (Syamsuni, 2006).

3. Bahan penghancur/pengembang (disintegrant)

Bahan penghancur/pengembang berfungsi membantu hancurnya tablet setelah ditelan. Misalnya pati, pati dan selulosa yang dimodifikasi secara kimia, asam alginat, selulosa mikrokristal, dan povidon (Syamsuni, 2006).

4. Bahan pelicin (lubricant)

(62)

2.6.3 Metode pembuatan tablet

Tablet dibuat dengan 3 cara yaitu granulasi basah, granulasi kering dan kempa langsung.

a. Granulasi basah

Zat berkhasiat, pengisi dan penghancur dicampur homogen, lalu dibasahi dengan larutan pengikat, bila perlu ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-50°C. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan mesin tablet (Anief, 1994).

b. Granulasi kering

Dilakukan dengan menekan massa serbuk pada tekanan tingi sehingga menjadi tablet besar yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak sehingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan (Ditjent POM, 2014 ).

Setelah penimbangan dan pencampuran bahan, serbuk dislugged atau dikompresi menjadi tablet yang lebar dan datar dengan garis tengah sekitar 1 inci. Kempaan harus cukup keras agar ketika dipecahkan tidak menimbulkan serbuk yang berceceran. Tablet kempaan ini dipecahkan dengan tangan atau alat dan diayak dengan lubang yang diinginkan, pelicin ditambahkan dan tablet dikempa (Ansel, 1989).

c. Cetak langsung

(63)

dekstrosa atau selulosa yang mempunyai sifat aliran dan kemampuan kempa yang diinginkan. Kempa langsung menghindari banyak masalah yang timbul pada granulasi basah dan granulasi kering. Walaupun demikian sifat fisik dari masing-masing bahan pengisi merupakan hal kritis, perubahan sedikit dapat mengubah sifat alir dan kempa sehingga menjadi tidak sesuai untuk dikempa langsung (Ditjen POM, 2014).

2.7 SEM (Scanning Elektron Microscopy)

SEM (Scanning Elektron Microscopy) merupakan salah satu jenis

(64)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Hasil limbah pertanian yang didapat pada periode tertentu dalam setahun biasanya dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan, tetapi juga dapat memberikan keuntungan yang lebih tinggi. Umumnya limbah hasil-hasil produksi mengandung bahan organik yang tinggi (Achor, et al., 2014). Salah satu hasil limbah pertanian antara lain tanaman pisang setelah dipanen buahnya serta mengandung selulosa cukup tinggi (63-64%) dan dapat berfungsi sebagai bahan baku alternatif untuk industri berbasis serat seperti kertas (Shanmugam, et al., 2014).

(65)

Selulosa mikrokristal sebagai pengisi dan pengikat memberikan potensi dilusi yang tinggi dan banyak digunakan dalam industri farmasi sebagai eksipien (Shanmugam, et al., 2014). Disamping itu selulosa mikrokristal dapat diperoleh dari serat rami (Bhimte dan Tayade, 2007), kulit kacang kedelai, sekam padi, ampas tebu (Zulharmita, dkk., 2012), kulit kacang tanah, tongkol jagung (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005), bambu India (Ejikeme, 2007). Banyak solusi yang dapat untuk mengatasi kekurangan selulosa mikrokristal, salah satu diantaranya adalah daur ulang kertas. Serat yang dihasilkan dari tanaman non kayu biasanya pertumbuhannya lebih cepat dan mempunyai biomassa yang tinggi sebagai alternatif sumber bahan baku (Shanmugam, et al., 2014).

Pisang mempunyai batang semu yang sebenarnya dan tersusun atas tumpukan pelepah daun yang tumbuh dari batang bawah tanah sehingga mencapai ketebalan 20-50 cm. Batang pisang yang telah dipanen biasanya dibuang begitu saja atau dibakar, akibatnya memberikan kontribusi pada polusi, tetapi telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti pembuatan kertas (Shanmugam, et al., 2014). Pisang klutuk (Musa balbisiana Colla) merupakan salah satu jenis tanaman yang memiliki kandungan serat dengan kekuatan tarik yang kuat, kehalusan tinggi, lembut dan mengkilap, serta memiliki tekstur permukaan yang tinggi (Heyne, 1987). Batang pisang tersebut banyak mengandung air dan berupa padatan yang sebagaian besar adalah selulosa (Danu, dkk., 2000).

(66)

101 dan Avicel PH 102 (Handayani, dkk., 2012). Oleh karena itu diperlukan solusi untuk mendapatkan selulosa mikrokristal yang berasal dari tumbuhan antara lain tanaman pisang klutuk. Selulosa mikrokristal yang di iisolasi dari pelepah batang pisang klutuk dibuat menjadi suatu sediaan tablet menggunakan bahan aktif ekstrak etanol kulit batang landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.). Merupakan salah satu tumbuhan aromatis yang oleh masyarakat Indonesia dikenal dengan nama krangean atau ki lemo (Kayang, et al., 2009). Pemanfaatan ekstrak kulit batang landoyung karena merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai obat rematik, demam, dan untuk rempah (Rahmawati, 2004), mengandung metabolit sekunder seperti saponin, flavonoid dan tanin (Hutapea, 1994).

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan selulosa mikrokristal dari ampas pelepah batang pisang klutuk dengan cara dibasakan, kemudian diputihkan dan dihidrolisis dengan asam klorida encer. Selanjutnya diformulasi menjadi sediaan tablet menggunakan ekstrak kulit batang landoyung sebagai bahan aktif pembuatan tablet.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. Apakah selulosa mikrokristal dapat dibuat dari pelepah batang pisang klutuk? b. Apakah hasil pembuatan selulosa mikrokristal dari pelepah batang pisang

(67)

c. Apakah selulosa mikrokristal hasil pembuatan dari pelepah batang pisang klutuk dapat dibuat menjadi sediaan tablet memenuhi persyaratan dengan Avicel PH 102 sebagai pembanding?

1.3Hipotesis

Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah:

a. Selulosa mikrokiristal dapat dibuat dari pelepah batang pisang klutuk. b. Hasil karakterisasi dari selulosa mikrokristal pelepah batang pisang klutuk

(Musa balbisiana Colla) mempunyai kemiripin yang hampir sama dengan avicel PH 102.

c. Selulosa mikrokristal hasil pembuatan dari pelepah batang pisang klutuk dibuat menjadi sediaan tablet memenuhi persyaratan dengan avicel PH 102 sebagai pembanding.

1.4Tujuan Penelitian

a. Membuat selulosa mikrokristal dari pelepah batang pisang klutuk.

b. Mengetahui karakteristik selulosa mikrokristal dari pelepah batang pisang klutuk (Musa balbisiana Colla) yang dibandingkan dengan Avicel PH 102. c. Memformulasi hasil pembuatan selulosa mikrokristal dari pelepah batang

pisang klutuk menjadi sediaan tablet.

1.5Manfaat Penelitian

(68)

PEMANFAATAN MIKROKRISTAL SELULOSA DARI PELEPAH BATANG PISANG KLUTUK (Musa balbisiana Colla) SEBAGAI EKSIPIEN

DALAM TABLET EKSTRAK KULIT BATANG LANDOYUNG (Litsea

cubeba (Lour.)Pers.)

ABSTRAK

Latar Belakang: Tanaman pisang klutuk (Musa balbisiana Colla) termasuk limbah setelah diambil buahnya. Pelepahnya mengandung selulosa yang dapat diisolasi menjadi selulosa mikrokristal dan digunakan sebagai bahan eksipien pada tablet. Zat berkhasiat yang digunakan adalah ekstrak etanol kulit batang landoyung sebagai zat berkhasiat untuk pembuatan tablet.

Tujuan: Membuat selulosa mikrokristal dari pelepah batang pisang klutuk sebagai eksipien dalam pembuatan tablet ekstrak kulit batang landoyung.

Metode: Serbuk simplisia diekstraksi dengan etanol 80%, maserat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator. Selulosa mikrokristal diperoleh dengan cara memanaskan ampas pelepah batang pisang dengan NaOH 4%, dinetralkan. Kemudian diputihkan dengan NaOCl 2,5%, kemudian dinetralkan dan dipanaskan dengan NaOH 17,5%, dinetralkan. Hasil diperoleh alfa selulosa, selanjutnya dihidrolisis dengan HCl 2,5 N diperoleh selulosa mikrokristal, kemudian dilakukan karakterisasi, sebagai pembanding Avicel PH 102. Selulosa mikrokristal sebagai eksipien menjadi sediaan dengan menggunakan metode cetak langsung.

Hasil: Selulosa mikrokristal pelepah batang pisang klutuk mempunyai rendemen sebesar 21,62%. Hasil karakterisasi selulosa mikrokristal dan Avicel PH 102 secara berturut-turut diperoleh serbuk berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa; pH 7,0 dan 6,3; susut pengeringan 5,30 dan 4,75%; kadar abu total 0,45 dan 0,01%; kelarutan zat dalam air 0,019 dan 0,08%; bobot jenis nyata 0,5858 dan 0,41 g/cm3; bobot jenis mampat 0,662 dan 0,48 g/cm3; bobot jenis benar 1,43 dan 1,46 g/cm3; indeks Hausner 1,13 dan 1,15; indeks kompresibilitas 13,16 dan 15,86%; porositas; 59,34 dan 71,51%. Hasil FT-IR selulosa mikrokristal dan Avicel PH 102 menunjukkan spektrum yang hampir sama dan scanning electron microscopy (SEM) menunjukkan bentuk tidak beraturan dengan tekstur permukaan yang tidak rata. Hasil evaluasi tablet ekstrak etanol kulit batang landoyung dengan selulosa mikrokristal dan pembanding Avicel PH 102 diperoleh hasil uji kekerasan 4,27 dan 4,62 kg; uji friabilitas 0,77 dan 0,68%; uji waktu hancurnya 3 menit 12 detik dan 2 menit 34 detik.

Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa, selulosa mikrokristal dapat diisolasi dari pelepah batang pisang klutuk dan dapat diformulasi menjadi sediaan tablet yang memenuhi persyaratan.

(69)

UTILIZATION OF MICROCRYSTALLINE CELLULOSE FROM THE MIDRID STEM OF PISANG KLUTUK (Musa balbisiana Colla) AS

EXCIPIENTS IN EXTRACT BARK LANDOYUNG (Litsea cubeba (Lour.)Pers.) TABLET

ABSTRACT

Background: Pisang klutuk plants are considered as waste after hasvest. It sheaths contain cellulose which can be isolated and used as microcystalline cellulose for excipient in the tablet.Nutritious substanceswhich used was exracted from bark landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) for manufacture of tablets. Purpose:The purpose of this study was to make microcrystal cellulose from midrid stem of pisang klutuk (Musa balbisiana Colla) as an excipient producing extract bark landoyung tablets.

Methods:Dry material powder was extracted with 80% ethanol, The result of macerate was concentrated by rotary evaporator. Midrib stem of pisang klutuk microcrystalline cellulose was obtained by heating the midrib stem of pisang klutuk powder with 4% NaOH, neutralized. Bleached with 2.5% NaOCl and neutralized, then heated with 17.5% NaOH, neutralized. Is heated with the obtained alfa cellulose which was then hydrolyzed with 2.5 N HCl, neutralized to obtain microcrystalline cellulose, characterized compared to Avicel PH 102. microcrystalline cellulose as an excipient be a preparations using direct printing method.

Results: Microcrystalline cellulose midrib stem of pisang klutuk has a yield 21,62%. The results of characterization result microcrystalline cellulose midrib stem of pisang klutuk and Avicel PH 102 were obtained respectively for organoleptic: both were white, odourless and tasteless; pH 7.0 and 6.3; loss on drying 5.30 and 4.75%; level of total ash was 0.45 and 0.01%; solubility in water was 0.019 and 0.08%; bulk density 0.5858 and 0.41 g/cm3; tap density 0.662 and 0.48 g/cm3, true density 1.43 and 1.46 g/cm3; hausner index 1.13 and 1.15; compressibility index 13.16 and 15.86%; porosity 59.34 and 71.51%. FT-IR analysis of microcrystalline cellulose Avicel PH 102 showed almost the same spectrum; SEM analysis both showed irregular shapes and uneven surface texture. The result of evaluation of bark landoyung ethanolic extract with microcrystalline cellulose and comparators Avicel PH 102 obtained on hardness were 4.27 and 4.62 kg; friability 0.77 and 0.68%; disintegration time 3 minutes 12 second and 2 minutes 34 second.

Conclusion: Based on the result of the study microcrystalline isolated from the midrid stem of pisang klutuk can be formulated to tabletpreparations which meet the requirements.

(70)

PEMANFAATAN MIKROKRISTAL SELULOSA DARI

PELEPAH BATANG PISANG KLUTUK (Musa balbisiana Colla)

SEBAGAI EKSIPIEN DALAM TABLET EKSTRAK KULIT

BATANG LANDOYUNG (Litsea cubeba (Lour.) Pers.)

SKRIPSI

jana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utar

OLEH:

CUT NURUL KAMILAINI

NIM 131524059

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(71)

PEMANFAATAN MIKROKRISTAL SELULOSA DARI

PELEPAH BATANG PISANG KLUTUK (Musa balbisiana Colla)

SEBAGAI EKSIPIEN DALAM TABLET EKSTRAK KULIT

BATANG LANDOYUNG (Litsea cubeba (Lour.) Pers.)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

CUT NURUL KAMILAINI

NIM 131524059

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(72)

PENGESAHAN SKRIPSI

PEMANFAATAN MIKROKRISTAL SELULOSA DARI

PELEPAH BATANG PISANG KLUTUK (Musa balbisiana Colla)

SEBAGAI EKSIPIEN DALAM TABLET EKSTRAK KULIT

BATANG LANDOYUNG (Litsea cubeba (Lour.) Pers.)

OLEH:

CUT NURUL KAMILAINI

NIM 131524059

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: 01 Juni 2016

Disetujui Oleh: Pembimbing I,

Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.Si., NIP195504241983031003

Pembimbing II,

Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt. NIP195709091985112001

Panitia Penguji,

Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195409091982201001

D

NIP. 195306251986012001

Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195111021977102001

Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt. NIP 197712262008122002 Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt.

NIP195504241983031003

(73)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan anugerah dan kemurahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan mikrokristal selulosa dari pelepah batang pisang klutuk (Musa balbisianacolla) sebagai eksipien dalam tablet ekstrak kulit batang landoyung

(Litsea cubeba (Lour.)Pers.)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

(74)

perkuliahan. Pimpinan dan semua staf akademik dan keuangan yang telah membantu penulis dalam semua proses administrasi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan tak terhingga kepada Ayahanda T. Mansur T.A. S.Pd, dan Ibunda Nurjannah, S.Pd, serta abang, kakak ipar, dan keponakan tiada hentinya mendoakan, memberikan semangat, dukungan dan berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaannya. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi.

Medan, Juni 2016 Penulis

Gambar

Gambar  tanaman pisang klutuk, pelepah pisang klutuk,batang  landoyung dan kulit batang landoyung
Tablet EEKBL dengan Bahan Pengisi Avicel PH 102
Tabel 3.2 Persyaratan indeks Hausner
Tabel 3.3 Formula tablet EEKBL
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa kejadian insomnia di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur, adalah sebesar 8 responden (11,1%) sedangkan yang tidak mengalami gangguan

Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia, pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang

Berdasarkan tahapan dan jadwal lelang yang telah ditetapkan serta memperhatikan hasil evaluasi kualifikasi terhadap peserta yang lulus evaluasi dokumen penawaran, dengan

Berdasarkan tahapan dan jadwal lelang yang telah ditetapkan serta memperhatikan hasil evaluasi kualifikasi terhadap peserta yang lulus evaluasi dokumen penawaran, dengan

Dari hasil penelitian terhadap dokumen penawaran kualifikasi tersebut adalah, perusahan yang. bersangkutan dapat menunjukan dokumen asli dan legalisir sesuai dengan

[r]

[r]

[r]