• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbaikan Stasiun Tin Granular Menggunakan Metode HIRA (Hazard Identification and Risk Assessment) dan RULA (Rapid Upper Limb Assessment)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbaikan Stasiun Tin Granular Menggunakan Metode HIRA (Hazard Identification and Risk Assessment) dan RULA (Rapid Upper Limb Assessment)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

159

PERBAIKAN STASIUN TIN GRANULAR MENGGUNAKAN METODE HIRA (HAZARD

IDENTIFICATION AND RISK ASSESSMENT)

DAN RULA (RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT)

Ade Sri Mariawati1, Ani Umyati2, Mustika Noorina3

JurusanTeknikIndustri, Fakultas Teknik Untirta Jl.Jend.Sudirman Km.3Cilegon, Banten 42435

adesri77@gmail.com1, anie_oe@yahoo.com2, mustikanoorina@gmail.com3

Abstrak

Area peleburan timah di PT. XYZ memiliki potensi bahaya dari faktor fisika, kimia dan ergonomi. Dari identifikasi potensi bahaya menggunakan HIRA ditemukan bahaya dengan kategori risiko menengah dari faktor ergonomi yang diperlukan perbaikan. Bekerja berdiri dengan lengan atas berada di atas bahu merupakan faktor terjadinya musculoskeletaldisorder. Perbaikan dilakukan jika postur dinyatakan berbahaya dan beban kerja berat. Maka dari itu, tujuan penelitian adalah mengetahui level risiko postur kerja dengan metode RULA dan penilaia n beban kerja dengan pendekatan fisiologis pada kondisi eksisting, mengetahui perancangan program pengendalian risiko dalam merancang tools dengan pendekatan anthropometri, dan mengetahui hasil evaluasi implementasi program pengendalian risiko berupa pijakan. Metode HIRA, RULA, pendekatan fisiologis dan pendekatan anthropometri merupakan metode yang digunakan dalam penelitian. Hasil pengukuran eksisting postur kerja dengan RULA adalah 7 dan berdasarkan rata -rata denyut jantung adalah sedang, berdasarkan %CVL adalah diperlukan perbaikan, dan konsumsi energi adalah beban kerja sedang (operator 1) dan berat (operator 2).Program pengendalian risiko dilakukan dengan implementasi pijakan dengan dimensi tinggi pijakan adalah 43 cm.Setelah adanya pijakan berdasarkan RULA diperoleh skor level 4, berdasarkan rata -rata denyut jantung adalah ringan, berdasarkan %CVL adalah tidak terjadi kelelahan dan berdasarkan konsumsi energi adalah beban kerja ringan (operator 1) dan sedang pada (operator 2).

Kata Kunci: Potensi Baha ya, HIRA, RULA, Anthropometri, Fisiologi

1. PENDAHULUAN

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah program yang dibuat perusahaan maupun pekerja sebagai upaya pencegahan timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta tindakan antisipatif apabila terjadi penyakit dan kecelakaan akibat kerja, dengan tujuan untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan dan penyakit akibat kerja (T. & Trisyulianti, 2007). Setiap area kerja memiliki potensi bahaya, namun potensi bahaya yang ditimbulkan berbeda-beda sesuai dengan kondisi area kerja itu sendiri. Pada dasarnya potensi bahaya yang terjadi pada area tin granular sudah diminimalisir dengan adanya identifikasi risiko potensi bahaya menggunakan metode HIRA yang dilakukan oleh pihak perusahaan, tetapi masih terjadi kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor seperti unsafe condition (misalnya: kondisi yang tidak aman) dan unsafe action (misalnya: perbuatan tidak disengaja). Dalam hal ini, pihak perusahaan menggunakan metode HIRA hanya berdasarkan pembagian 3 aktivitas yaitu persiapan, pencetakan bulir timah dan pembersihan area.

(2)

160 Tabel 1. Rekapitulasi Identifikasi Potensi Bahaya

No Potensi bahaya Kategori risiko Keterangan matriks Program pengendalian risiko Keterangan

1. Menghirup uap

peleburan timah M

Moderate Risk (Risiko Menengah)

Menggunakan

masker kimia Sudah ada

2.

Temperatur meningkat saat berada di dekat bak furnace

M

Moderate Risk (Risiko Menengah)

Menggunakan pakaian anti panas, helm pelindung wajah dan sarung tangan

Sudah ada

3.

Suhu yang tidak terkontrol

mencapai 400-500 °C

H High Risk (risiko tinggi)

Menggunakan alat

pendeteksi panas Sudah Ada

4.

Posisi menaiki bak furnace dapat menyebabkan tersandung M Moderate Risk (risiko menengah) Memberikan plang beton pada bak furnace Belum Tersedia 5. Ketinggian bak furnace terlalu tinggi, potensi kesulitan dalam proses pengadukan M Moderate Risk (risiko menengah) Menggunakan alat bantu pijakan Belum Tersedia 6. Terkena percikan timah putih yang keluar dari bak penampungan dengan kadar panas yang tinggi

M Moderate Risk (risiko menengah) Memasang rambu peringatan dan memasang plang beton pada bak furnace

Belum Tersedia

Berdasarkan hasil brainstorming, diperlukan implementasi terhadap program pengendalian risiko yang belum tersedia dan yang berkaitan dengan aktivitas utama dalam jangka waktu yang cukup lama. Maka dari itu, implementasi dilakukan pada potensi bahaya ketinggian bak furnace yang menyebabkan posisi lengan atas berada di atas bahu seperti gambar berikut.

Gambar 1. Postur Tubuh Pengadukan Kondisi Eksisting

(3)

161

menyulitkan pekerja dalam proses pengadukan. Hal ini sangat membahayakan bagi pekerja yaitu, dapat terkena air panas yang berada dalam bak pencetak dan juga dapat menyebabkan keluhan berlebih pada lengan bagian atas akibat dari proses pengadukan yang mengharuskan tangan pekerja bergerak naik turun. Keluhan pada anggota bagian tubuh dibuktikan dengan adanya kuisioner Nordic Body Map (NBM) yang menampilkan keluhan secara subjektif dari setiap operator pada area tin granular. Keluhan sakit 100% yang dialami dari kedua operator adalah pada bagian bahu kanan, lengan atas kiri, punggung dan lengan atas kanan.

Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.Mengetahui level risiko postur kerja dengan metode RULA dan penilaian beban kerja dengan pendekatan fisiologis pada kondisi eksisting.

2.Mengetahui perancangan program pengendalian risiko dalam merancang tools dengan pendekatan anthropometri.

3.Mengetahui hasil evaluasi implementasi program pengendalian risiko berupa pijakan.

2. METODOLOGI

Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini: Mulai

Studi Literatur Studi Lapangan

Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Batasan Masalah

Kesimpulan dan saran

Selesai Pengumpulan Data:

1. Proses pencetakan pada tin granular 2. Data pekerja dan postur tubuh 3. Identifikasi potensi bahaya 4. Data anthropometri 5. Nordic Body Map (NBM) 6. Gambar 3D pencetakan timah 7. Denyut jantung pekerja Tahap Identifikasi Awal

Tahap Pengumpulan Data

Penilaian Risiko Potensi Bahaya

Program Pengendalian Risiko 1. Identifikasi ketersediaan dan kebutuhan program pengendalian 2. Identifikasi postur kerja dan denyut jantung kondisi eksisting Tahap

Pengolahan Data

Program belum tersedia?

Implementasi Program Pengendalian

Evaluasi Implementasi terhadap postur kerja dan denyut jantung setelah

perbaikan

Analisa Tahap Analisa

Hasil Penelitian

Tahap Kesimpulan dan Saran

Ya

Tidak

(4)

162

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data. Terdapat 3 pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pengolahan data dengan metode HIRA, perancangan dengan pendekatan anthropometri dan evaluasi implementasi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengolahan data dilakukan berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan sebelumnya. Adapun hasil pengolahan data sebagai berikut:

3.1 Penilaian Risiko Bahaya Kerja Dengan Metode HIRA

Penilaian potensi bahaya kerja yang ditemukan pada area tin granular adalah penilaian dengan potensi bahaya tertinggi yang termasuk dalam klasifikasi potensi bahaya moderate risk (risiko menengah) dan high risk (risiko tinggi) yang perlu ditangani oleh manajemen terkait. Terdapat 9 aktivitas pekerja yang memiliki potensi risiko menengah yaitu pada aktifitas ke-2, ke-7, ke-9, ke-10, ke-11, ke-13, ke-14, ke-16 dan ke-20. Dan juga terdapat 5 potensi bahaya dengan kategori menengah dan 1 potensi bahaya dengan kategori tinggi seperti yang dapat dilihat pada tabel 1. rekapitulasi identifikasi potensi bahaya.

Berdasarkan hasil brainstorming program pengendalian risiko dilakukan terhadap potensi bahaya landasan kerja yang terlalu tinggi menyebabkan pekerja mengangkat lengan atas berada di atas bahu.

Maka dari itu, sebelum dilanjutkan pada pengolahan data selanjutnya, penelitian ini mengukur level postur kerja dan tingkat beban kerja yang dialami pekerja dalam kondisi eksisting. Hasil yang diperoleh sebagai berikut:

RULA

Gambar 7. Penilaian Postur Tubuh Sebelum Perbaikan

(5)

163

Pada anggota tubuh lengan bawah diperoleh skor 2 karena fleksi yang terbentuk pada gambar adalah fleksi dengan sudut > 1000. Sehingga diperoleh skor 2 menurut penilaian RULA manual. Menurut Humantech (1995), postur lengan yang berisiko ketika melakukan fleksi melebihi batas normal dengan sudut 600-1000 dan ketika posisi lengan berada pada bagian tubuh. Sehingga postur ini adalah postur berisiko.

Pada anggota tubuh pergelangan tangan diperoleh skor 3 karena pergelangan tangan yang terbentuk pada gambar adalah pergelangan tangan dengan sudut fleksi > 150. Sehingga diperoleh skor 3 menurut penilaian RULA manual. Menurut Kumar (2001) untuk pergelangan tangan yang memiliki risiko adalah ketika melakukan fleksi lebih dari 450, sedangkan untuk kegiatan sehari-hari pekerja secara normal memperbolehkan dilakukannya fleksi sebesar 100 dan ekstensi sebesar 350. Sehingga pada postur pergelangan tangan yang terbentuk tidaklah memiliki risiko.

Sedangkan untuk kisaran sudut pergelangan tangan memuntir diperolah skor 1 karena pergelangan tangan dalam kisaran tangan pada posisi memuntir. Berdasarkan Bridger (1995), ulnar deviasi yang dilakukan pekerja atau membengkokan pergelangan tangan ke sisi luar dari garis tengah pergelangan tangan, dapat menyebabkan gesekan pada bagian ibu jari. Sehingga pada postur pergelangan tangan yang memuntir jika dilakukan dalam jangka waktu panjang dapat membatasi pergerakan pergelangan tangan.

Skor postur pada grup A menunjukkan penilaian antara anggota tubuh bagian lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan pergelangan tangan memuntir. Dimana, hasil kombinasi nilai setiap anggota tubuh tersebut diperoleh skor 8 untuk skor postur grup A.

Pada anggota tubuh leher diperoleh skor 1 karena posisi leher pada gambar terbentuk fleksi leher dengan sudut 00– 150. Sehingga diperoleh skor 1 menurut penilaian RULA manual. Bekerja dengan menekuk leher lebih dari 300 tanpa penyangga dan tanpa variasi postur lain selama lebih dari 2 jam sehari merupakan faktor risiko MSDs (Levy, 2006), sehingga postur leher pada aktivitas pencetakan timah tidak menyebabkan gangguan kronis pada leher, karena sudut yang terbentuk adalah <300.

Pada anggota tubuh badan diperoleh skor 1 karena batang tubuh ditopang dengan baik. Kemudian ditambahkan dengan +1 karena badan sedikit membungkung kesamping karena beban yang ditarik menggunakan tangan bagian kiri sehingga badan pun ikut membungkuk ke kiri. Jadi total skor untuk anggota tubuh badan bernilai 4. Menurut Manning et al dalam Kumar (2001), 60% dari total cidera pada punggung diakibatkan oleh perputaran batang tubuh, sedangkan pada postur ini tidak terjadi perputaran batang tubuh sehingga menurunkan keluhan pada punggung.

Pada anggota tubuh kaki diperoleh skor 2 karena kaki berdiri dengan berat badan terdistribusi dengan rata oleh kedua kaki. Menurut Humantech (1995) postur kaki yang merupakan faktor risiko ergonomi antara lain adalah berjongkok, yaitu menekuk lutut horizontal sebesar <450, berdiri dengan satu kaki dan berlutut dengan kedua kaku menyentuh lantai. Sedangkan postur kaki yang terbentuk adalah dalam kondisi normal sehingga dapat menghilangkan risiko ergonomi.

Skor postur pada grup B menunjukkan penilaian antara anggota tubuh leher, badan dan kaki. Hasil kombinasi nilai setiap anggota tubuh tersebut diperoleh skor 5 untuk skor postur grup B.

Perhitungan grand skor diperoleh dari skor postur grup A (menjadi grup C setelah penambahan) dan skor postur grup B (menjadi grup D setelah penambahan). Hasil matriks antara skor C dan skor D adalah 7. Skor ini adalah skor akhir penilaian metode RULA. Skor tersebut menunjukkan arti bahwa diperlukan adanya investigasi dan perbaikan secepatnya karena postur tubuh yang seperti ini dianggap sangat berbahaya oleh penilaian metode RULA.

3.2 Penilaian fisiologi 1. Heart Rate

Perolehan rata-rata denyut nadi kerja sebelum perbaikan pada Operator 1 sebesar 101.17 denyut/menit termasuk dalam klasifikasi beban kerja sedang (100-125 denyut/menit). Sedangkan untuk Operator 2 sebesar 124.11 denyut/menit termasuk dalam klasifikasi beban kerja sedang (100-125 denyut/menit).

2. %CVL

(6)

164

Operator 2 sebesar 50.10% termasuk dalam klasifikasi beban kerja yang diperlukan perbaikan (30%-60%).

3. Konsumsi Energi

Perolehan konsumsi energi sebelum perbaikan pada Operator 1 sebesar 258.90 kkal/jam termasuk dalam klasifikasi beban kerja sedang (>200-350 kkal/jam). Sedangkan untuk Operator 2 sebesar 373.67 kkal/jam termasuk dalam klasifikasi beban kerja berat (>350-500 kkal/jam).

Terlihat jelas bahwa hasil rata-rata denyut nadi, %CVL dan konsumsi energi pada operator 2 selalu lebih besar jika dibandingkan dengan operator 1, sedangkan jenis pekerjaan yang dilakukannya sama yaitu, melakukan proses pencetakan bulir timah. Hal ini dapat diperngaruhi oleh beberapa jenis faktor seperti usia, kebiasaan merokok, masa kerja yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Usia

Menurut penelitian Eva (2010), usia yang bertambah tua diikuti dengan kemampuan organ yang menurun sehingga menyebabkan tenaga kerja semakin mudah lelah dan peningkatan denyut nadi menjadi semakin cepat. Sehingga pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian ini, yakni ditemukan denyut nadi operator 2 lebih besar yaitu 124,11 denyut/ menit sedangkan operator 1 yaitu 101,17 denyut/menit.

Tenaga kerja yang berumur 40-50 tahun akan lebih cepat menderita kelelahan dibandingkan dengan tenaga kerja yang lebih muda, selain itu tenaga kerja yang berumur lebih tua akan mengalami penurunan kekuatan otot dan menyebabkan kelelahan otot yang terjadi karena akumulasi asam laktat dalam otot (Setyawati, 2000). Hal ini pun dapat dilihat pada pengukuran beban kerja menurut %CVL (ketahanan tubuh terhadap pekerjaan) dan konsumsi energi, berdasarkan pernyataan Setyawati diatas, orang yang lebih tua mengalami beban kerja yang lebih tinggi yang dibuktikan dengan hasil %CVL operator 2 (41 tahun) yaitu 50,10% sedangkan operator 1 (36 tahun) yaitu 35,29%. Operator 2 menganggap pekerjaan ini lebih berat sehingga dinyatakan dengan %CVL yang tinggi. Dan juga dibuktikan dengan hasil konsumsi energi yang menyatakan tingkatan beban kerja yang dialami pekerja, pada operator 2 yaitu 373,67 kkal/jam termasuk dalam kategori beban kerja berat sedangkan operator 1 yaitu 258,90 kkal/jam termasuk dalam kategori beban kerja sedang

2. Kebiasaan Merokok

Berdasarkan hasil penellitian ini, kebiasaan merokok ditemukan pada operator 2, sedangkan operator 1 tidak merokok. Bila dikaitkan dengan denyut jantung, pengaruh kebiasaan merokok dapat meningkatkan denyut jantung, hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakuan Putu (2009) yang menunjukkan terdapatnya hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan denyut jantung (hipertensi). Operator 2 yang memiliki kebiasaan merokok denyut jantung pada saat bekerja lebih tinggi yaitu 124,11 denyut/menit sedangkan operator 1 yang tidak memiliki kebiasaan merokok denyut jantung pada saat bekerrja adalah 101,17 denyut/menit.

Operator 2 yang mengalami kebiasaan merokok mengalami beban kerja yang lebih berat sejalan dengan teori menurut Bridger (1995) dalam Aprilia (2009) bahwa asap rokok mengandung 4% karbon monoksida (CO) di dalamnya yang dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar dibandingkan oksigen. Sehingga rokok dapat menyebabkan penurunan kemampuan kerja dengan menghambat aliran oksigen dalam darah. Hal ini dibuktikan dari hasil pengukuran %CVL dan tingkat konsumsi energi yang menunjukkan operator 2 memiliki nilai beban kerja yang lebih besar dari operator 1 yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Operator 2 memiliki nilai %CVL lebih besar yaitu 50,10 % sedangkan operator 2 yaitu 35,29%. Dan dibuktikan juga dengan hasil konsumsi energi, operator 2 termasuk dalam beban kerja berat yaitu 373,67 kkal/jam sedangkan operator 1 yaitu 258,90 kkal/jam.

3. Masa Kerja

(7)

165

kerja seseorang pada pekerjaan tertentu maka pengalaman yang didapatkannya semakin banyak, sehingga tingkat kecakapan atas pekerjaan yang menjadi tugasnya akan semakin tinggi karena didukung dengan kamampuan dan pengalaman kerja yang memadai akan membuahkan hasil/kinerja yang tinggu bagi tenaga kerja itu sendiri, juga menunjukkan kualitas pekerjaan yang dilaksanakan.

Pengaruh positif masa kerja sejalan dengan penelitian ini, yaitu semakin lama masa kerja seseorang, maka tingkat kecakapannya akan mengurangi tingkat kelelahan. Dapat dilihat pada tingkat ketahanan pada operator 1 yang lebih lama bekerja yaitu 5 tahun, memiliki hasil %CVL lebih kecil yaitu 35,29% dibandingkan dengan operator 2 yaitu 50,10%. Dan juga pada tingkat konsumsi energi, operator 1 dengan masa kerja lebih lama termasuk dalam kategori beban kerja sedang yaitu 258,90 kkal/jam sedangkan operator 2 dengan masa kerja lebih sedikit termasuk dalam beban kerja berat yaitu 373,67.

Tabel 2. Rekapitulasi Kondisi Eksisting Kriteria Kondisi Eksisting Metode

RULA Final Score : 7 (action level 3)

Heart Rate

Operator 1 : 101.17 denyut/menit (Sedang) Operator 2 : 124.11 denyut/menit (Sedang)

% CVL

Operator 1 : 35.29 % (Diperlukan Perbaikan) Operator 2 : 50.10 % (Diperlukan Perbaikan)

Konsumsi Energi

Operator 1 : 258.90 kkal/jam

(Beban Kerja Sedang) Operator 2 : 373.67 kkal/jam

(Beban Kerja Berat)

3.3 Perancangan Alat Bantu dengan Pendekatan Anthropometri

Perancangan alat bantu berupa pijakan disesuaikan dengan kondisi kerja berdiri. Menurut Grandjean (1993), untuk pekerjaan berdiri yang memerlukan penekanan dengan kuat, tinggi meja kerjanya adalah 15 – 40 cm dibawah tinggi siku berdiri.Sehubungan dengan area tin granular, khususnya pada bak pencetakan timah tidak dapat diganti ukuran ketinggiannya. Maka peneliti tidak akan mengubah fasilitas kerja yang telah tersedia, melainkan merancang ulang pijakan untuk menciptakan posisi kerja berdiri yang tepat sesuai yang disarankan oleh Grandjean (1993).

a.Dimensi tinggi siku berdiri. Persentil 95% = 100,86 cm

b.Tinggi meja yang disarankan 40 cm dibawah tinggi siku berdiri c.Tinggi meja sebenarnya = 103,9 cm

Tinggi meja disarankan = tinggi siku berdiri – 40 cm = 100,86 cm – 40 cm= 60,86 cm

Tinggi pijakan = tinggi meja sebenarnya – tinggi meja yang disarankan = 103,9 cm – 60,86 cm = 43,04 cm 43 cm

(8)

166

Gambar 8. Rancangan Pijakan Gambar 9. 3D Pencetakan Timah dengan Rancangan Pijakan

3.4 Evaluasi Implementasi

Pengolahan data evaluasi imlementasi diakukan berdasarkan postur tubuh dengan menggunakan metode RULA dan berdasarkan denyut jantung dengan melakukan pendekatan fisiologis yaitu Heart rate, %CVL, dan konsumsi energi. Evaluasi implementasi menggunakan metode RULA dan pendekatan fisiologis sebagai berikut:

RULA. Penilaian postur tubuh berdasarkan metode RULA dilakukan dengan menilai postur tubuh pada saat proses pengadukan bulir timah. Berikut adalah penilaian postur tubuh berdasarkan metode RULA sesudah adanya alat bantu:

Gambar 10. Penilaian Postur Tubuh Setelah Perbaikan

Fisiologi

(9)

167 1.Heart Rate (setelah perbaikan)

Perolehan rata-rata denyut nadi kerja setelah perbaikan Operator 1 sebesar 74.56 denyut/menit termasuk dalam klasifikasi beban kerja ringan (75-100 denyut/menit). Sedangkan untuk Operator 2 sebesar 96.72 denyut/menit termasuk dalam klasifikasi beban kerja ringan (75-100 denyut/menit)

2.%CVL

Perolehan persentase kardiovaskular sebelum perbaikan pada Operator 1 sebesar 11.02% termasuk dalam klasifikasi beban kerja yang tidak terjadi kelelahan (<30%). Sedangkan untuk Operator 2 sebesar 27.83% termasuk dalam klasifikasi beban kerja yang tidak terjadi kelelahan (<30%).

3.Konsumsi Energi

Perolehan konsumsi energi sebelum perbaikan pada Operator 1 sebesar 163.11 kkal/jam termasuk dalam klasifikasi beban kerja ringan (100-200 kkal/jam). Operator 2 sebesar 240.11 kkal/jam termasuk dalam klasifikasi beban kerja sedang (>200-350 kkal/jam).

4. KESIMPULAN

Berikut ini merupakan kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian perbaikan metode kerja dan tools pada proses peleburan timah putih dengan pendekatan ergonomi di PT. XYZ: 1.Level risiko postur kerja kondisi eksisting dengan metode RULA adalah 7 dan penilaian beban

kerja kondisi eksisting berdasarkan rata-rata denyut jantung adalah sedang (operator 1= 101,17 denyut/menit dan operator 2= 124,11 denyut/menit), berdasarkan % CVL adalah beban kerja yang diperlukan perbaikan (operator 1= 35,29% dan operator 2= 50,10%) dan berdasarkan konsumsi energi adalah beban kerja sedang pada operator 1 (258, 90 kkal/jam) dan berat pada operator 2 (373,67 kkal/jam).

2.Program pengendalian risiko dilakukan dengan implementasi pijakan dengan dimensi tinggi pijakan adalah 43 cm.

3.Hasil evaluasi implementasi setelah adanya pijakan berdasarkan metode RULA diperoleh skor level adalah 4 dan penilaian beban kerja setelah perbaikan berdasarkan rata-rata denyut jantung adalah ringan (operator 1= 74,56 denyut/menit dan operator 2= 96,72 denyut/menit), berdasarkan % CVL adalah beban kerja yang tidak terjadi kelelahan (operator 1= 11,02% dan operator 2= 27,83%) dan berdasarkan konsumsi energi adalah beban kerja ringan pada operator 1 (163,11 kkal/jam) dan sedang pada operator 2 (240,11 kkal/jam).

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, D.A., Kumar, V. and Day, G.S. 2001. Marketing Research”(7th edition), John Wiley and Son Inc, New York.

Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomics. McGraw-Hill, Singapore

Dwiana, Eva. 2010. Pengaruh Beban Kerja Terhadap Denyut Nadi Tenaga Kerja di Bagian Humantech. 1995. Applied Ergonomics Training Manual 2nd. Australia: Barkeley Vale.

Mekanik di PT. Indo Acidatama. Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar, Skripsi. Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas kedokteran, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Setyawati, L. 2000. Pengaruh Pengadaan Peralatan yang Ergonomis Terhadap Tingkat Kelelahan Kerja dan Stress Psiokososial, Dalam: Wignyosoebroto, S & Wiratno. Proceedings Seminar Nasional Ergonomi. PT. Guna Widya. Surabaya, hal 94-99

Susihono, Wahyu. 2012. Manajemen Bahaya Kerja I. Diktat Mata Kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja, FT.UNTIRTA, Cilegon.

T. & Trisyulianti. 2011. Hubungan Keselamatan dan Kesehatan (K3) dengan Produktivitas Kerja Karyawan (Studi kasus: Bagian pengolahan PTPN VIII Gunung Mas, Bogor), jurnal ilmiah. hal. 1.

Gambar

Tabel 1. Rekapitulasi Identifikasi Potensi Bahaya
Gambar 2. Flow Chart Penelitian
tabel 1. rekapitulasi identifikasi potensi bahaya.  Berdasarkan hasil brainstorming program pengendalian risiko dilakukan terhadap potensi bahaya landasan kerja yang terlalu tinggi menyebabkan pekerja mengangkat lengan atas berada di
Tabel 2. Rekapitulasi Kondisi Eksisting Kriteria Kondisi Eksisting
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan masalah diatas, maka pokok permasalahan yang dihadapi adalah bagaimanakah analisa perubahan postur kerja pada proses pewarnaan batik tulis secara

Pengembangan RULA dilakukan melalui evaluasi mengenai postur yang di adopsi pekerja, tenaga yang dibutuhkan serta gerakan otot baik oleh operator display maupun

Berdasarkan skor tersebut maka level resiko dari aktivitas tersebut berada pada kategori level resiko sedang dan diperlukan tindakan dalam waktu dekat Posisi pada

Skor yang diperoleh pada masing – masing bagian pengerjaan adalah sebesar (berturut – turut) 6, 2, 4, 7, 5, 1 dari hasil tersebut terlihat pada grafik bahwa harus segera

Level RULA 5-6 yang memiliki keluhan pegal dan nyeri di bagian punggung, pergelangan tangan dan leher, pengendalian yang mungkin dilakukan adalah melakukan

Berdasarkan masalah diatas, maka pokok permasalahan yang dihadapi adalah bagaimanakah analisa perubahan postur kerja pada proses pewarnaan batik tulis secara

Berdasarkan masalah diatas, maka pokok permasalahan yang dihadapi adalah bagaimanakah analisa perubahan postur kerja pada proses pewarnaan batik tulis secara

Metedologi penelitian yang digunakan adalah deskriptif yang menggambarkan bagaimana postur kerja pada saat angkat-angkut, menilai setiap postur kerja berdasarkan