• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pemberian feses dan urin kerbau lumpur terhadap produksi dan kualitas rumput gajah mini (pennisetum purpureum schamach) dengan interval Pemotongan yang berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pemberian feses dan urin kerbau lumpur terhadap produksi dan kualitas rumput gajah mini (pennisetum purpureum schamach) dengan interval Pemotongan yang berbeda"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Tests of Hypotheses Using the Type III MS for ulangan(pemotongan) as an Error Term

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F pemotongan 1 228.2900167 228.2900167 50.19 0.0021

Duncan's Multiple Range Test for respon

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error

(3)
(4)
(5)

3 P2A1 46,58 0 5,88*

4 P3A1 50,29 0 6,02*

(6)
(7)
(8)

Critical Range 2.096 2.194 2.253

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N pupuk

(9)

Lampiran 4: Hasil uji lanjut DMRT Produksi Segar Selama Penelitian Pada

Syi=3,08 (0,277717) Syi=3,23 (0,277717) Syi=3,33 (0,277717)

(10)

3 P2A1 64,38 0 22,93*

4 P3A1 80,89 0 30,58

(11)
(12)
(13)
(14)
(15)

2 P1A1 11,78 0 3,61*

3 P2A1 16,45 0 3,12tn

4 P3A1 20,67 0 3,84

Syi(2)= 3,19987

(16)
(17)

Duncan's Multiple Range Test for respon

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error

rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 4

Error Mean Square 0.171879 Number of Means 2

Critical Range .4699 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N pemotongan A 10.8067 12 6

B 7.9850 12 4

Duncan's Multiple Range Test for respon

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error

rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 12 Error Mean Square 0.00419 Number of Means 2 3 4

Critical Range .08143 .08523 .08754

(18)
(19)
(20)

H1=ІYi-Y’iІ>Syi (Maka H1 dapat diterima)

no perlakuan P0A1 P0A2 P1A1 P1A2 P2A1 P2A2 P3A1 P3A2

Rataan 5,90 7,36 8,18 9,88 8,77 12,69 9,02 13,30

1 P0A1 5,90 0 1,46*

2 P1A1 8,18 0 1,70*

3 P2A1 8,77 0 3,92*

4 P3A1 9,02 0 4,28*

(21)
(22)

Tests of Hypotheses Using the Type III MS for ulangan(pemotongan) as an Error Term

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F pemotongan 1 3.26343750 3.26343750 370.85 <.0001

Duncan's Multiple Range Test for respon

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error

(23)

A 9.890000 6 3 B 9.763333 6 2 C 9.638333 6 1 D 9.303333 6 0

Lampiran 10: Hasil uji lanjut DMRT Protein Kasar Selama Penelitian Pada Rumput Gajah Mini (Pennisetum Purpureum Schamach)

DMRT (Duncan Multiple Range Test) for jenis pupuk*interval Respon= Protein kasar

Pada (p>0,05)

Syi=t(αdbg,) √��� Syi=t(αdbg,) √��� Syi=t(αdbg,) √���

Syi=3,08 √ , Syi=3,23 √ , Syi=3,33 √ ,

Syi=3,08 (0,00559) Syi=3,23 (0,00559) Syi=3,33 (0,00559)

Syi(2)=0,01721 Syi(3)=0,01805 Syi(4)=0,01861

H1=ІYi-Y’iІ>Syi (Maka H1 dapat diterima)

no perlakuan A1P0 A1P1 A1P2 A1P3 A2P0 A2P1 A2P2 A2P3

Rataan 9,51 10,04 10,19 10,34 9,10 9,24 9,34 9,44

1 A1P0 9,51 0

2 A1P1 10,04 0,53* 0

3 A1P2 10,19 0,68* 0,15* 0

4 A1P3 10,34 0.83* 0.30* 0.15* 0

(24)

2 A2P1 9,24 0,14* 0

3 A2P2 9,34 0,24* 0,10* 0

4 A2P3 9,44 0,34* 0,20* 0,10* 0

Syi(2)= 0,01721 Syi(3)=0,01805 Syi(4)=0,01861

*= Perlakuan memeberikan pengaruh nyata

Syi=t(αdbg,) √���

Syi=3,93√ , Syi=3,93 (0,02707) Syi(2)=0,10640

H1=ІYi-Y’iІ>Syi (Maka H1 dapat diterima)

no perlakuan P0A1 P0A2 P1A1 P1A2 P2A1 P2A2 P3A1 P3A2

Rataan 9,51 9,10 10,04 9,24 10,19 9,34 10,34 9,44

1 P0A1 9,51 0 0,41*

2 P1A1 10,04 0 0,80*

3 P2A1 10,19 0 0,85*

4 P3A1 10,34 0 0,90

(25)

Lampiran 11 : Hasil SAS Serat Kasar Rumput Gajah Mini (Pennisetum Purpureum Schamach) Selama Penelitian .

The SAS System 10:25 Thursday, January 22, 2016 1 The GLM Procedure

Class Level Information

Class Levels Values pemotongan 2 4 6 pupuk 4 0 1 2 3 ulangan 3 1 2 3 Number of Observations Read 24

Number of Observations Used 24 Dependent Variable: respon

Sum

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 11 1.04901250 0.09536477 847.69 <.0001

Error 12 0.00135000 0.00011250 Corrected Total 23 1.05036250

(26)
(27)

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error

rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 12 Error Mean Square 0.000113 Number of Means 2 3 4 Critical Range .01334 .01397 .01434

(28)

Lampiran 12: Hasil uji lanjut DMRT Serat Kasar Selama Penelitian Pada Rumput Gajah Mini (Pennisetum Purpureum Schamach).

DMRT (Duncan Multiple Range Test) for jenis pupuk*interval Respon= serat kasar

Pada (p>0,05)

Syi=t(αdbg,) √��� Syi=t(αdbg,) √��� Syi=t(αdbg,) √���

Syi=3,08 √ , Syi=3,23 √ , Syi=3,33 √ ,

Syi=3,08 (0,00860) Syi=3,23 (0,00860) Syi=3,33 (0,00860)

Syi(2)=0,02651 Syi(3)=0,00277 Syi(4)=0,57808

H1=ІYi-Y’iІ>Syi (Maka H1 dapat diterima)

no perlakuan A1P0 A1P1 A1P2 A1P3 A2P0 A2P1 A2P2 A2P3

Rataan 32,26 32,19 32,14 32,06 32,70 32,56 32,47 32,39

1 A1P0 32,26 0

2 A1P1 32,19 0,07* 0

3 A1P2 32,14 0,12* 0,05* 0

4 A1P3 32,06 0,20* 0,13* 0,08tn 0

1 A2P0 32,70 0

2 A2P1 32,56 0,14* 0

3 A2P2 32,47 0,23* 0,09* 0

4 A2P3 32,39 0,31* 0,17* 0,08tn 0

Syi(2)= 0,02651 Syi(3)=0,00277 Syi(4)=0,57808

(29)

Syi=t(αdbg,) √���

Syi=3,93√ , Syi=3,93 (0,01456) Syi(2)=0,05722

H1=ІYi-Y’iІ>Syi (Maka H1 dapat diterima)

no perlakuan P0A1 P0A2 P1A1 P1A2 P2A1 P2A2 P3A1 P3A2

Rataan 32,26 32,70 32,19 32,56 32,14 32,47 32,06 32,39

1 P0A1 32,26 0 0,44*

2 P1A1 32,19 0 0,37*

3 P2A1 32,14 0 0,33*

4 P3A1 32,06 0 0.33

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, 2010. Pertumbuhan dan Nilai Gizi Tanaman Rumput Gajah Pada Berbagai Interval Pemotongan. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako.

Baruselli, P.S., V.H. Barnabe, R.C. Barnabe, J.A. Visintin, J.R. Molero-Filho and R. Porto. 2001. Effect of Body Condition Score at Calving on Postpartum Reproductive Performance in Buffalo. J. Buffalo 17: 53-65. ternak dan Faktor-faktornya. Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Departemen Pertanian, Bogor.

Ella, 2002. Produktifitas dan Nilai Nutrisi Beberapa Jenis Rumput dan Leguminosa Pakan yang Ditanam pada Lahan Kering Iklim Basah. Balai Pengkajian Pertanian Sulawesi Selatan, Makasar.

Erwanto. 1984. Pengaruh Interval dan Intensitas Pemotongan Interval dan Intensitas Pemotongan terhadap Produksi dan Kualitas Hijauan Pertanaman Campuran antara Rumput Setaria dengan Tiga Jenis Kacang-kacangan Thesis. Bogor: Program Pasca Sarjana Fakultas Peternakan IPB. Guntoro, S. 2006. Leaftet "Teknik Produksidan Aplikasi Pupuk Organik Cair dari

Limbah Ternak". Kerjasama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali De ngan Bappeda Provinsi Bali.

Hadisuwito, S. 2007. Tata Cara Pembuatan Kompos Cair. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Indriani. 2004. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya,Jakarta.

Judoamidjojo, M. Darwis, A.A. Said, E. G. 1992. Teknologi Fermentasi. Penerbit Rajawali, Jakarta.

(31)

Pemupukan Nitrogen. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro.

Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan. Jakarta. Lingga, Pinus. 1991. Pupuk dan Cara Memupuk. Kanisius, Jakarta.

Lita, M. 2009. Produktivitas Kerbau Rawa di Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. IPB. BogorLita, M. 2009. Produktivitas Kerbau Rawa di Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. IPB. Bogor.

Lugiyo dan Sumarto. 2000. Teknik Budidaya Rumput Gajah cv Hawaii (Pennisetum purpureum). Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti. Diterbitkan Pusat

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian : 120 - 125.

Madjid, M.D, Bachtiar E.H, Fauzi, H. Hamidah, 2011. Dasar Pupuk dan Pemupukan Kesuburan Tanah. USU Press, Medan.

Mc. Ilroy RJ. 1976. Pengantar Budaya Padang Rumput Tropika. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.IPB

Misro Tech. 2009. Http://wongkendal. Wordpress. Com/2009/12/25/enzim-dan-fermentasi.

Murbandono, L. 1999. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.

(32)

Regan, C.S. 1997. Forage Concervation in The Wet/ Dry Tropics for Small Landholder Farmers. Thesis.Faculty of Science, Nothern Territory University, Darwin Austalia.

Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropika. BPFE, Yogyakarta.

Reksohadiprodjo, S. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. B.P.F.E. University Gadjah Mada, Yogyakarta.

Setiyana MA, Abdullah L. 1993.Studi Potensi Tumbuhan Alam Sebagai Hijauan Pakan di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo kab. Bogor. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan IPB.Bogor IPB.

Soepardi, G., 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Susetyo S. 1980. Padang Pengembalaan Pengelolaan Pastura dan Padang Rumput. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Tisdale, S. H. L and Nelson. 1965. Soil Fertily and Fertilizer. Mc Millanco, New York.

Widodo, W. 2005. Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak. UMM Press. Malang.

(33)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Lahan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini berlangsung selama 4 bulan di mulai dari Bulan Juli sampai dengan Oktober 2015.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

Feses kerbau lumpur, urin kerbau lumpur fermentasi dan tanpa fermentasi yang diberikan ketanah sebagai sumber energi karbon dan nitrogen bagi bakteri pengurai, EM-4 sebagai starter pengurai pada saat fermentasi, rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach) berupa pols sebagai objek yang akan diteliti. Alat

Peralatan yang digunakan meliputi: cangkul, meteran, gembor, kertas label, pisau dan polibag, timbangan sebagai alat menimbang bahan segar dan bahan kering, karung sebagai alat tempat rumput yang dipotong, oven sebagai alat pengeringan bahan segar setelah panen sehingga diperoleh bahan kering.

Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak terbagi (split plot design) dengan dua faktor perlakuan.

Faktor pertama (petak utama) adalah:

(34)

Faktor kedua (anak petakan) adalah: P0 = tanpa feses dan urin (kontrol)

P1 = Feses Kerbau 50 g/ polibag (30 ton/ha/thn)

P2 = Feses Kerbau + Urin non fermentasi 50 ml/ polibag (30.000 liter/ha/thn) P3 = Feses Kerbau + Urin Fermentasi 50 ml/polibag (30.000 liter/ha/thn)

Model linier yang akan digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot

Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi dengan cara menegakkan seluruh daun ke atas sampai tegak lurus, kemudian dilakukan pengukuran secara vertikal pada bagian tanaman yang paling tinggi dari permukaan tanah. Tinggi tanaman diukur setiap 1 minggu sekali.

2. Produksi segar

(35)

Penimbangan produksi segar rumput gajah dilakukan setiap 4 minggu sekali atau 6 minggu sekali..

3. Jumlah anakan

Anakan rumput raja yang dihitung adalah anakan yang muncul dari dalam tanah atau tumbuh pada rhizome batang, bukan yang tumbuh ke samping pada buku- buku batang yang tidak terpotong. Pada tanaman yang mempunyai anakan jika telah mempunyai daun, artinya daun telah membuka dengan sempurna. Jumlah anakan diukur setiap empat minggu sekali.

4. Produksi kering

Produksi bahan kering diperoleh dari produksi bahan segar rumput gajah mini setelah dilakukan penimbangan. Selanjutnya dioven pada suhu 600C selama 24 jam, kemudian ditimbang berat kering rumput tersebut.

Selanjutnya diambil sampel untuk mengetahui berat kering tanaman pada oven 1050C. Dilakukan konversi antara BK suhu 600C dengan BK suhu 1050C untuk mengetahui persentase bahan kering. Untuk menghitung produksi bahan kering dapat diketahui dengan rumus:

Produksi bahan kering = % bahan kering x produksi segar 5. Kandungan nutrisi rumput gajah mini

(36)

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Media Pertanaman

Dalam penelitian ini menggunakan areal seluas 10 m2 sebagai areal tempat media tanaman dengan menggunakan polibag. Polibag yang digunakan sebanyak 24 buah polibag yang berukuran 8 kg. Bibit yang ditanam dalam bentuk pols. Kemudian diadakan pengacakan blok dan kombinasi perlakuan pada polibag yang tersedia, setelah itu dilakukan penanaman. Pada saat umur tanaman 21 hari, dilakukan pemotongan pertama (trimming) dengan tujuan untuk menyeragamkan pertumbuhan tanaman. Kemudian dilakukan pemotongan sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan. Pemotongan dilakukan 10 cm diatas permukaan tanah. Proses Fermentasi Urin Kerbau Lumpur

Molases 1 kg, air 5 liter dan bakteri EM-4 0,5% terlebih dahulu dicampur an difermentasi selama 5 jam, hasil fermentasi tersebut kemudian dimasukkan kedalam jerigen yang berisi urin sapi 20 liter kemudian diaduk dan difermentasi selama 14 hari.

Pemberian Feses dan Urin Kerbau Lumpur Fermentasi

Setelah media tanam selesai feses, urin kerbau lumpur fermentasi dan non fermentasi juga dapat digunakan, dilakukan pemberian masing-masing ke polibag sesuai dengan perlakuan.

Pemotongan Rumput Gajah Mini

(37)

Pengambilan Data

1. Jumlah anakan rumput gajah mini yang tumbuh setiap 4 minggu atau 6 minggu sekali yang dihitung sesuai dengan interval pemotongan.

2. Pertumbuhan tinggi tanaman dilakukan pengukuran 1 kali dalam 1 minggu setiap interval 4 minggu atau 6 minggu sesuai dengan perlakuan.

3. Produksi segar rumput gajah mini setiap 4 minggu atau 6 minggu sekali dan setelah pemotongan dilakukan penimbangan.

4. Produksi bahan kering rumput gajah mini setiap 4 minggu atau 6 minggu sekali.

5. Kandungan nutrisi rumput berupa protein kasar, serat kasar dilakukan dengan menggunakan analisis proksimat setelah pemotongan pada 4 minggu dan 6 minggu.

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Tanaman Pennisetum Purpureum Schamach

Hasil penelitian diperoleh bahwa interval pemotongan dan pemberian jenis pupuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Interaksi antara interval pemotongan dan tinggi tanaman juga memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan tanaman (Lampiran 1). Hasil uji lanjut dengan DMRT tinggi tanaman Pennisetum purpureum schamach selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4: Pengaruh jenis pupuk dan interval pemotongan terhadap tinggi tanaman Pennisetum purpureum schamach (cm)

Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda kearah kolom menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)

Superskrip dengan huruf besar yang berbeda kearah baris menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)

(39)

Berdasarkan data pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa interval pemotongan 6 minggu (A2) dengan rataan 49,41±6,76 cm nyata lebih tinggi dibandingkan dengan interval pemotongan 4 minggu (A1) dengan rataan 43,29±7,63 cm. Hal ini disebabkan bahwa semakin panjang interval pemotongan maka pertumbuhan tinggi tanaman semakin baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nasution (1997) yang menyatakan bahwa semakin sering dipotong pertumbuhan kembali tanaman tersebut akan semakin lambat karena persediaan energi (karbohidrat) dan pati yang ditinggalkan pada batang semakin sedikit. Pendeknya interval pemotongan menyebabkan pertumbuhan tanaman lambat dan kesempatan untuk tumbuh juga singkat, sedangkan pada pemotongan lebih lama kesempatan tumbuh lama sehingga tanaman dapat tumbuh optimal.

Sesuai hasil penelitian bahwa perlakuan (P0) menghasilkan tinggi tanaman dengan rataan 36,55±5,61 cm dan nyata lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan (P1, P2 dan P3). Adanya perbedaan tinggi tanaman Pennisetum purpureum schamach yang nyata lebih rendah karena tanaman yang diberi pupuk (P1, P2 dan P3) otomatis pertumbuhannya akan lebih baik jika dibandingkan dengan tanaman tanpa pemberian pupuk (P0). Hal ini sesuai dengan pernyataan Madjid et. al (2011) yang menyatakan bahwa pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik maupun anorganik bila ditambahkan kedalam tanah atau ketanaman dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, biologi tanah dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.

(40)

menghasilkan tinggi tanaman yang lebih tinggi (53,30±4,26 cm) dibandingkan dengan pemberian jenis pupuk kotoran kerbau lumpur P1 (46,04±3,27 cm) dan kotoran kerbau lumpur dengan urin non fermentasi P2 (49,52±4,16 cm). Menurut Phrimantoro (2002) fermentasi urin mempunyai sifat menolak hama atau penyakit pada tanaman. Pemupukan dengan menggunakan urin yang telah difermentasi dapat meningkatkan produksi tanaman. Karena dengan adanya fermentasi, maka zat-zat kompleks dalam urin tersebut akan dipecah oleh mikroorganisme akan mengalami perubahan bentuk senyawa yang lebih sederhana atau dengan kata lain proses fermentasi akan mengubah senyawa kimia ke substrat organik. Perubahan sifat senyawa dalam urin tersebut akan memperkaya kandungan bahan kimia yang berguna bagi tanaman sehingga lebih mudah diserap oleh tanaman. Sehingga dengan pemberian urin fermentasi sebagai pupuk terhadap tanaman akan meningkatkan produksi bagi tanaman tersebut.

Produksi Segar Pennisetum Purpureum Schamach

Hasil penelitian diperoleh bahwa interval pemotongan, jenis pupuk dan interaksi antara interval pemotongan dan jenis pupuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi segar Pennisetum purpureum schamach (lampiran 3). Hasil uji lanjut dengan DMRT produksi segar Pennisetum purpureum schamach selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:

(41)

Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda kearah kolom menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)

Superskrip dengan huruf besar yang berbeda kearah baris menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)

Analisis data statistika menunjukkan bahwa produksi segar Pennisetum purpureum schamach pada interval pemotongan berbeda nyata dengan jenis pupuk. Pada pengujian lebih lanjut dengan DMRT (Tabel 5) dapat diketahui bahwa tinggi tanaman pada Pennisetum purpureum schamach yang paling tinggi adalah A2P3 dengan rataan (96,18±21,62 g/pot) dan berbeda nyata dengan perlakuan A1P0 dengan rataan (35,40±8,64 g/pot).

Sesuai hasil penelitian interval pemotongan 6 minggu (A2) dengan rataan 76,39±29,94 g/pot nyata lebih tinggi dibandingkan dengan interval pemotongan 4 minggu (A1) dengan rataan 55,88±22,00 g/pot. Dilihat dari hasil penelitian produksi segar mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya interval pemotongan. Hal ini disebabkan oleh cadangan makanan semakin tersedia untuk pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman sehingga penyerapan hara mineral semakin baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nasution (1991) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kembali adalah adanya persediaan makanan berupa karbohidrat didalam akar tanaman yang ditinggal setelah pemotongan. Semakin tinggi interval pemotongan produksi segar juga meningkat. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa semakin sering rumput dipotong semakin sedikit produksi segar yang diperoleh, hal ini dapat terjadi karena pada rumput yang sering dipotong terjadi pengurasan terus menerus terhadap karbohidrat dalam akar.

(42)

rendah dibandingkan dengan perlakuan (P1, P2 dan P3) dengan perlakuan jenis pupuk yang berbeda. Dimana produksi rumput dipengaruhi oleh unsur hara yang terdapat didalam tanah sebagai cadangan makanan bagi tanaman, sehingga pada tanah yang tidak memiliki unsur hara yang cukup tidak dapat menyediakan cadangan makanan untuk tanaman sehingga mempengaruhi tingkat produksinya. Oleh karena itu pemupukan dengan menggunakan pupuk organik dapat mempengaruhi mutu tanah dan meningkatkan produksi rumput dan mempercepat pertumbuhan vegetatif tanaman dan akhirnya mempercepat produksi segar hijauan tersebut. Sesuai dengan pernyataan Sarief (1990) bahwa pupuk adalah setiap bahan yang diberikan kedalam tanah atau disemprotkan pada tanaman dengan maksud menambah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman.

Sesuai penelitian jenis pupuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi segar Pennisetum purpureum schamach dimana pada pemberian jenis pupuk kotoran kerbau lumpur dengan urin fermentasi P3 menghasilkan tinggi tanaman yang lebih tinggi (96,18±21,62 g/pot) dibandingkan dengan pemberian jenis pupuk kotoran kerbau lumpur P1 (57,10±11,53 g/pot) dan kotoran kerbau lumpur dengan urin non fermentasi P2 (75,85±16,21 g/pot). Pemupukan adalah setiap usaha pemberian pupuk yang bertujuan menambah persediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk meningkatkan produksi dan hasil mutu tanaman.

Jumlah Anakan Pennisetetum Purpureum Schamach

(43)

berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan Pennisetum purpureum schamach (lampiran 5). Hasil uji lanjut dengan DMRT jumlah anakan Pennisetum purpureum schamach selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6 berikut:

Tabel 6: Pengaruh jenis pupuk dan interval pemotongan terhadap jumlah anakan Pennisetum purpureum schamach

Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda kearah kolom menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)

Superskrip dengan huruf besar yang berbeda kearah baris menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)

Hasil statistik menunjukkan bahwa jumlah anakan Pennisetum purpureum schamach pada interval pemotongan berbeda nyata dengan jenis pupuk. Pada pengujian lebih lanjut dengan DMRT (Tabel 6) dapat diketahui bahwa jumlah anakan pada Pennisetum purpureum schamach yang paling tinggi adalah A1P3 dengan rataan (18,75±2,71) berbeda nyata dengan perlakuan A2P0 dengan rataan (5,39±1,96).

(44)

cadangan karbohidrat cukup untuk mendukung pemunculan dan pertumbuhan tunas baru yang terbentuk. Dilanjut dengan pernyataan Sanchez (1993) bahwa pemotongan dapat mendorong pembentukan tunas-tunas baru, hal ini akan menggambarkan tanaman yang lebih sering mengalami pemotongan akan membentuk tunas yang lebih banyak.

Perlakuan (P0) menghasilkan jumlah anakan (5,39±1,96) dan nyata lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan (P1, P2 dan P3) dengan perlakuan jenis pupuk yang berbeda. Hal ini disebabkan karena Perlakuan P0 adalah kontrol (tanpa pemberian pupuk) sehingga mempengaruhi jumlah anakan yang tumbuh dibandingkan dengan perlakuan dengan pemberian pupuk, karena tidak ada unsur hara dalam tanah yang menyediakan karbohidrat untuk pertumbuhan jumlah anakan yang baru. Tanah yang memiliki nilai kebutuhan hara yang cukup akan menghasilkan nilai produksi yang baik pula terhadap Pennisetum purpureum schamach atau dapat menekan pertumbuhan tunas-tunas Pennisetum purpureum schamach. Salah satu jenis pupuk yang cukup baik, agar sifat fisik tanah dapat dipertahankan adalah pupuk organik (dapat menggunakan kompos atau pupuk kandang). Pupuk ini dapat terbentuk dari daun-daunan, jerami atau kotoran hewan yang sudah lapuk/hancur dan berubah menjadi bagian tanah (Murbandono, 1999).

(45)

dengan rataan (14,39±2,91). Pemupukan adalah setiap usaha pemberian pupuk yang bertujuan menambah persediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk meningkatkan produksi dan hasil mutu tanaman. Tanah yang memiliki nilai kebutuhan hara yang cukup akan menghasilkan nilai produksi yang baik pula terhadap Pennisetum purpureum pchamach atau dapat menekan pertumbuhan tunas-tunas Pennisetum purpureum schamach.

Produksi Kering Pennisetum Purpureum Schamach

Hasil penelitian diperoleh bahwa interval pemotongan, jenis pupuk dan interaksi antara interval pemotongan dan jenis pupuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi bahan kering Pennisetum purpureum schamach (lampiran 7). Hasil uji lanjut dengan DMRT produksi kering Pennisetum purpureum schamach selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7 berikut:

Tabel 7: Pengaruh jenis pupuk dan interval pemotongan terhadap produksi kering Pennisetum purpureum schamach (g/pot/panen)

Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda kearah kolom menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)

Superskrip dengan huruf besar yang berbeda kearah baris menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)

(46)

bahwa produksi kering pada Pennisetum purpureum schamach yang paling tinggi adalah A2P3 dengan rataan 11,03±3,03 g/pot berbeda nyata dengan perlakuan A1P0 sebesar 6,63±1,03 g/pot.

Sesuai hasil penelitian bahwa interval pemotongan 4 minggu (A1) dengan rataan 7,97±1,42 g/pot nyata lebih rendah dibandingkan dengan interval pemotongan 6 minggu (A2) dengan rataan 10,81±2,74 g/pot. Hal ini dikarenakan bahwa semakin sering hijauan dipotong maka produksi bahan keringnya semakin rendah, sedangkan pada interval pemotongan yang panjang maka produksi bahan kering semakin tinggi. Hasil berat kering ini berbanding lurus dengan rataan produksi saegar yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mc Ilroy (1976) bahwa interval pemotongan yang pendek terutama pada fase-fase awal pertumbuhannya disamping menurunkan produksi bahan kering hijauan, juga akan mengurangi ketegaran tanaman dan melemahkan akar. Dilanjut dengan pernyataan Wijaya (2008) menyatakan bahwa produksi bahan kering yang tinggi diikuti dengan bertambahnya panjang interval pemotongan dan cenderung menurun dengan semakin singkatnya interval pemotongan. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kapasitas fotosintesis, kemampuan tanaman untuk menyerap zat-zat hara dan persediaan cadangan energi untuk pertumbuhan kembali.

(47)

dibandingkan dengan perlakuan dengan pemberian pupuk, karena tidak ada unsur hara dalam tanah yang menyediakan karbohidrat untuk pertumbuhan jumlah anakan yang baru. Pemupukan dengan menggunakan pupuk organik dapat mempengaruhi mutu tanah dan meningkatkan produksi rumput dan mempercepat pertumbuhan vegetatif tanaman dan akhirnya mempercepat produksi segar hijauan tersebut. Sesuai dengan pernyataan Sarief (1990) bahwa pupuk adalah setiap bahan yang diberikan kedalam tanah atau disemprotkan pada tanaman dengan maksud menambah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman.

Sesuai penelitian jenis pupuk memberikan pengaruh nyata terhadap produksi kering Pennisetum purpureum schamach dimana pada pemberian jenis pupuk kotoran kerbau lumpur dengan urin fermentasi P3 menghasilkan produksi kering yang lebih tinggi (11,03±3,03 g/pot) dibandingkan dengan pemberian jenis pupuk kotoran kerbau lumpur P1 (9,03±1,20 g/pot) dan kotoran kerbau lumpur dengan urin non fermentasi P2 (10,88±2,77 g/pot). Pemupukan adalah setiap usaha pemberian pupuk yang bertujuan menambah persediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk meningkatkan produksi dan hasil mutu tanaman.

Protein Kasar Pennisetum Purpureum Schamach

(48)

Tabel 8: Pengaruh jenis pupuk dan interval pemotongan terhadap protein kasar

Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda kearah kolom menunjukkan adanya perbedaan yang tidak nyata (P˃0,05)

Superskrip dengan huruf besar yang berbeda kearah baris menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)

Hasil statistik diperoleh bahwa protein kasar Pennisetum purpureum schamach pada interval pemotongan tidak berbeda nyata dengan jenis pupuk. Pada pengujian lebih lanjut dengan DMRT (Tabel 8) dapat diketahui bahwa protein kasar pada Pennisetum purpureum schamach yang paling tinggi adalah P3 dengan rataan 9,89±0,78% dan berbeda nyata dengan perlakuan P0 sebesar 9,30±0,29%.

(49)

kasar yang tinggi dan serat kasar yang rendah. Selain itu kandungan protein yang tinggi pada P3 dibandingkan dengan perlakuan P0, P1 dan P2 didukung oleh adanya kebutuhan unsur hara yang cukup bagi akar tanaman sebagai cadangan makanan yang diperoleh dari kotoran kerbau lumpur dan urin fermentasi pada interval pemotongan 6 minggu dan jenis pupuk berupa kotoran kerbau lumpur dengan urin fermentasi. Nilai kandungan protein kasar pada interval 4 minggu yaitu A1P3 10,34% lebih baik dibandingkan dengan kombinasi perlakuan A2P3 yaitu 9,24% pada interval 6 minggu. Interval pemotongan 4 minggu tanaman masih dalam fase-fase awal pertumbuhan sehingga pembentukan serat masih rendah dan belum maksimal. Kandungan protein kasar tanaman Pennisetum purpureum schamach yang menurun seiring dengan meningkatnya umur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Djajanegara (1998) bahwa umur tanaman pada saat pemotongan sangat berpengaruh terhadap kandungan gizinya. Umumnya makin tua umur tanaman pada saat pemotongan, makin berkurang kadar proteinnya dan serat kasarnya makin tinggi. Demikian dengan pendapat Susetyo (1980), bahwa tanaman pada umur muda kualitas lebih baik karena serat kasar lebih rendah, sedangkan kadar proteinnya lebih tinggi.

Serat Kasar Pennisetum Purpureum Schamach

(50)

Tabel 9: Pengaruh jenis pupuk dan interval pemotongan terhadap protein kasar

Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda kearah kolom menunjukkan adanya perbedaan yang tidak nyata (P˃0,05)

Superskrip dengan huruf besar yang berbeda kearah baris menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)

Hasil statistik diperoleh bahwa serat kasar Pennisetum purpureum schamach pada interval pemotongan tidak berbeda nyata dengan jenis pupuk. Pada pengujian lebih lanjut dengan DMRT (Tabel 9) dapat diketahui bahwa serat kasar pada Pennisetum purpureum schamach yang paling tinggi adalah A2P0 sebesar 32,70% dan berbeda nyata dengan perlakuan A1P3 sebesar 32,06%.

(51)

rendah dan menghasilkan serat kasar yang tinggi dibandingkan dengan P1, P2 dan P3 yang diberikan perlakuan pupuk sehingga menghasilkan protein yang tinggi dan serat kasar yang rendah dibandingkan dengan P0. Hal ini disebabkan semakin lamanya interval pemotongan dan jenis pupuk yang diberikan maka akan mempengaruhi tingkat kandungan serat kasar Pennisetum purpureum schamach yakni semakin lama pemotongan maka semakin tinggi serat kasar tanaman tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Crowder and Chedda (1982), bahwa peningkatan umur tanaman akan diikuti peningkatan bobot total dinding sel dan akan terjadi penurunan terhadap bobot isi sel.

(52)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian jenis pupuk terhadap produksi Pennisetum purpureum schamach tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu pemberian feses kerbau lumpur + urin fermentasi pada interval 6 minggu dengan hasil tertinggi tanaman (56,31 cm), produksi segar (111,47 g/plot/panen) dan produksi bahan kering (13,30 %), sedangkan jumlah anakan yang paling tinggi terdapat pada P3 yaitu pemberian feses kerbau + urin fermentasi pada interval 4 minggu dengan jumlah anakan (20,67).

Pada faktor interval pemotongan sebagai petak utama penelitian diperoleh hasil penelitian bahwa kandungan nutrisi Pennisetum purpureum schamach yang paling baik adalah pada pemotongan 4 minggu dibandingkan dengan interval pemotongan 6 minggu, dengan hasil protein kasar (10,02±0,36 %), serat kasar (32,16±0,08 %).

Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat interaksi antara interval pemotongan dan jenis pupuk terhadap produksi dan kandungan nutrisi Pennisetum purpureum schamach.

Saran

(53)

TINJAUAN PUSTAKA

Hijauan Makanan Ternak

Rumput memegang peranan penting dalam penyediaan pakan hijauan bagi ternak ruminansia di Indonesia. Rumput sebagai hijauan makanan ternak telah umum digunakan oleh peternak dan dapat diberikan dalam jumlah yang besar. Rumput mengandung zat-zat makanan yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup ternak seperti air, lemak, serat kasar, beta-protein, mineral serta vitamin.

Dari cara tumbuhnya, rumput dapat digolongkan menjadi dua yaitu rumput liar/alami, dan rumput budidaya. Ketersediaan rumput alami semakin berkurang dengan meningkatnya persaingan antara lahan untuk tanaman pangan, perumahan dan industri sehingga perlu diadakan upaya pembudidayaan rumput alami ini agar tatap lestari dan bernilai ekonomi (Setyana dan Abdullah, 1993).

Pada dasarnya ada dua faktor yang mempengaruhi produktivitas rumput yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan yang mencakup keadaan tanah dan kesuburannya, pengaruh iklim termasuk cuaca dan perlakuan manusia atau manajemen. Sementara Mc. Ilroy (1976) menjelaskan bahwa produktivitas rumput tergantung pada faktor- faktor seperti persistensi, agresivitas, kemampuan tumbuh kembali, sifat tahan kering dan tahan dingin, penyebaran produksi musiman, kesuburan tanah dan iklim.

(54)

Tabel 1. Analisa Kadar Protein Kasar dan Serat Kasar berbagai Jenis Hijauan

Rumput gajah mempunyai sistematika sebagai berikut, yaitu phylum: Spermatophyta: Sub phylum: Angiospermae; Class: Monocotyledoneae; Genus: pennisetum; Spesies: Pennisetum purpureum schamach. Rumput gajah secara umum merupakan tanaman tahunan yang berdiri tegak, berakar dalam, dan tinggi dengan rimpang yang pendek. Tinggi batang dapat mencapai 2-4 meter (bahkan mencapai 6-7 meter), dengan diameter batang dapat mencapai lebih dari 3cm dan terdiri sampai 20 ruas per buku. Rumput diperbanyak dengan potongan- potongan batang atau rizhoma yang mengandung 3 sampai 4 buku batang (Reksohadiprodjo, 1985).

Rumput gajah mini di budidayakan dengan potongan batang atau sobekan rumpun sebagai bibit. Bahan stek berasal dari batang yang sehat dan tua, dengan panjang stek 20-25 cm (2-3 ruas atau paling sedikit 2 buku atau mata) (Reksohadiprodjo, 1994). Dan dilanjutkan pernyataan Regan, (1997) bahwa waktu yang terbaik untuk memotong tanaman yang akan dibuat silase adalah pada fase vegetatif, sebelum pembentukan bunga.

(55)

dan nilai gizinya. Produksi rumput gajah dapat mencapai 20-30 ton/ha/ tahun (Ella, 2002).

Rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach) merupakan tumbuhan yang memerlukan hari dengan waktu siang yang pendek, dengan foto periode kritis antara 13-12 jam. Kandungan nutrisi rumput gajah mini terdiri atas 19,9% bahan kering (BK), 10,2% protein kasar (PK), 1,6% Lemak, 34,2% serat kasar, 11,7% Abu dan 42,3% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (Reksohadiprodjo, 1985).

Berdasarkan penelitian Andriano (2010) bahwa hasil analisis nilai gizi tanaman rumput pada gajah bahwa perlakuan interval pemotongan 4 minggu dianggap lebih baik, dengan menghasilkan komposisi kadar air dan kadar protein kasar yang lebih tinggi sebesar (82,79%) dan (8,86%) serta lemak kasar dan serat kasar yang lebih rendah sebesar (4,46%) dan (33,20%). Sedangkan interval pemotongan 8 minggu dan 10 minggu dianggap tanaman tersebut agak terlalu tua dalam hubungannya dengan analisis nilai gizi. Hal ini sesuai dengan pendapat Lubis (1992), bahwa tanaman rumput gajah mini yang dipotong setiap 2 sampai 4 minggu menghasilkan komposisi kadar air dan protein kasar sebesar (85,50%) dan (11,50%) serta lemak kasar dan serat kasar sebesar (3,20%) dan (29,3%).

Pupuk Organik Padat (Feses)

(56)

Magnesium (Mg), Tembaga (Cu), Mangan (Mn) dan Boron (Bo) yang dibutuhkan tanaman serta berperan dalam memelihara keseimbangan hara dalam tanah (Sarno, 2008).

Pupuk kandang (feses ternak) merupakan salah satu bentuk pupuk organik yang dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah sebagai bahan organik dalam tanah, pupuk kandang selain berperan sebagai penyumbang unsur hara untuk tanaman meskipun dalam jumlah sedikit, juga memperbaiki jumlah fisik tanah dan kimia tanah seperti meningkatkan kapasitas tukar kation dan meningkatkan kapasitas biologi tanah (Buckman dan Brady, 1982).

(57)

dan kandungan haranya (Soepardi, 1979). Pupuk kandang termasuk urin biasanya

terdiri atas campuran 0,5% N, 0,25% P2O5 dan 0,5% K2O (Tisdale and Nelson, 1965).

Rumput gajah (Pennisetum purpureum schamach) merupakan tanaman pakan ternak yang sangat responsif terhadap pemupukan berat yaitu pada dosis 40 ton pupuk kandang/ha/tahun, 800 kg/urea/ha/tahun, 200 kg KCl/ha/tahun dan 200 kg TSP/ha/tahun (Lugiyo dan Sumarto, 2000). Rumput gajah juga sebagai tanaman konservasi lahan, terutama di daerah bertopografi pegunungan dan berlereng (Prasetyo, 2003) dan sumber bioethanol (Sari, 2009).

Pupuk Organik Cair (Urin)

Pupuk cair selama ini masih jarang menggunakan urin kerbau lumpur sebagai pupuk padahal urin kerbau lumpur memiliki prospek yang bagus untuk diolah menjadi pupuk cair karena mengandung unsur-unsur yang sangat dibutuhkan oleh tanaman secara lengkap seperti N, P, K, Ca, Mg yang terikat dalam bentuk senyawa organik.

(58)

Lingga (1991) melaporkan bahwa jenis dan kandungan hara yang terdapat pada beberapa kotoran ternak padat dan cair dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis dan kandungan zat hara pada beberapa kotoran ternak feses dan (urin), sehingga kualitas pupuk kandang beragam tergantung pada jenis, umur serta kesehatan ternak, jenis dan kadar serta jumlah pakan yang dikonsumsi, jenis pekerjaan dan lamanya ternak bekerja, lama dan kondisi penyimpanan, jumlah serta kandungan haranya (Soepardi, 1983). Pupuk kandang (termasuk urin)

(59)

Pemupukan dapat dilakukan dalam bentuk pupuk organik maupun anorganik. Pupuk kandang merupakan salah satu bentuk pupuk organik yang dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah. Pupuk kandang adalah kotoran padat dan cair dari hewan yang tercampur dengan sisa-sisa pakan dan alas kandang. Nilai pupuk kandang tidak saja ditentukan oleh kandungan nitrogen, asam posfat, dan kalium saja, tetapi karena mengandung hampir semua unsur hara makro (unsur hara makro seperti Nitrogen (N), Fosfat (P2O5), Kalium (K) dan Air (H2O) dan Mikro Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), dan Boron (Bo) dan dibutuhkan tanaman serta berperan dalam memelihara keseimbangan hara dalam tanah (Sarno, 2008).

Metode Fermentasi Urin Kerbau Lumpur

Penambahan Bakteri

(60)

Urin kerbau lumpur segar dalam pembuatan pupuk cair membutuhkan bakteri pengurai. Bakteri pengurai yang umum digunakan adalah berupa produk EM-4 ataupun botani dan molases sebagai energi yang digunakan oleh bakteri. EM-4 merupakan Effective Microorganism 4 yang berguna untuk mempercepat proses pengomposan ataupun pada pembuatan pupuk cair. EM-4 mengandung sekitar 80 macam genus mikroorganisme, tetapi hanya ada lima golongan yang paling pokok, yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp (BAL), Streptomyces sp, Ragi (yeast) dan Actinomycetes. Proses pembuatan pupuk cair dari urin kerbau lumpur dapat berlangsung secara cepat dengan bantuan EM-4 ini, yaitu sekitar empat sampai tujuh hari. Proses pengolahan yang baik dan benar akan menghasilkan pupuk cair yaitu tidak panas, tidak berbau busuk, tidak mengandung hama dan penyakit, serta tidak membahayakan pertumbuhan ataupun produksi tanaman (Indriani, 2004).

(61)

medium cair berwarna coklat kekuning-kuningan yang menguntungkan untuk pertumbuhan dan produksi ternak dengan ciri-ciri berbau asam manis (Nita, 2007).

Penambahan molases

(62)

Apabila pembuatan pupuk cair dan dapat dikerjakan peternak, maka akan menghasilakan nilai tambah bagi peternak dan membantu petani dalam pengadaan pupuk tanaman yang semakin hari semakin susah didapat. Setelah melalui proses fermentasi dan perlakuan enzim bakteri pengurai selama dua minggu, pupuk cair yang berasal dari urin dan kotoran kerbau dapat digunakan untuk berbagai aplikasi diantaranya tanaman hias, hijauan, buah dan sayuran (Widodo, 2005).

Dalam pembuatan urin, setiap 20 liter urin kerbau lumpur segar membutuhkan bakteri pengurai yang berupa produk EM-4 atau biotani sebanyak 0,5% dan molases atau larutan gula sebagai energi bakteri sebanyak 1 liter (Hadisuwito, 2007).

Defoliasi dan Interval Pemotongan

Defoliasi adalah pemotongan atau pengambilan bagian tanaman yang ada diatas permukaan tanah, baik oleh manusia maupun renggutan hewan waktu ternak itu digembalakan. Untuk menjamin pertumbuhan kembali (regrowth) yang optimal, sehat dan kandungan gizi tinggi, defoliasi harus dilakukan pada periode tertentu (Nasution, 1997).

Interval pemotongan berpengaruh terhadap produksi hijauan, nilai nutrisi, kemampuan untuk tumbuh kembali, komposisi botani dan ketahanan spesies. Frekuensi pemotongan berlaku pada batas tertentu, frekuensi yang semakin tinggi

dibandingkan produksi komulatif oleh pemotongan yang lebih sering (Crowder and Cheda, 1982).

(63)
(64)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak kerbau lumpur merupakan ternak lokal yang hidup pada daerah lembab, khususnya di daerah yang beriklim tropis. Kerbau lumpur sangat menyukai air dan berpotensi untuk dikembangkan di pedesaan. Hal ini sehubungan dengan peran yang ditunjukkan ternak kerbau sebagai penghasil daging, susu dan tenaga kerja, sehingga ternak ini bisa juga disebut sebagai hewan triguna. Selain itu hasil ikutan ternak kerbau yang memiliki potensi adalah kulit. Kulit mempunyai potensi ekonomi yang cukup baik dan merupakan salah satu komoditi ekspor juga sebagai bahan baku industri perkulitan dalam negeri (Baruselli, 2001).

Masyarakat peternakan kebanyakan hanya memanfaatkan produk utama dari peternakannya saja, tidak melihat masih banyak lagi peluang dari hasil sampingnya seperti feses dan urin ternak tersebut. Hasil samping tersebut dapat digunakan sebagai pupuk organik yang sangat bermanfaat dari tanaman khususnya hijauan pakan ternak seperti rumput gajah mini (Pennisetum Purpureum Schamach) yang mampu tumbuh diberbagai jenis tanah dan merupakan rumput yang bernilai gizi tinggi serta disukai oleh ternak.

(65)

relatif besar sehingga memungkinkan untuk dikembangkan sebagai ternak penghasil daging yang baik (Lita, 2009).

Pemanfaatan limbah peternakan ini sebagai pupuk organik juga sangat membantu para petani yang selama ini memakai pupuk buatan, karena harga pupuk buatan yang tidak ekonomis dan penggunaan pupuk organik yang terus-menerus akan menyebabkan degradasi tanah, struktur tanah akan rusak sehingga perkembangan akar tanaman akan terganggu, sehingga lahan akan menjadi lebih sukar untuk diolah.

Jenis pupuk organik asal hewani yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat petani peternak selama ini yaitu pupuk organik padat (pupuk kandang), sedangkan limbah cair (urin) masih belum banyak dimanfaatkan. Sumber limbah cair (urin) ternak yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair tersebut dapat kita peroleh dari ternak ruminansia contohnya ternak kerbau lumpur Guntoro (2006) menyatakan bahwa urin kerbau lumpur dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair karena mengandung nitrogen, posfat, kalium dan air lebih banyak jika dibandingkan pada kotoran kerbau lumpur padat. Pupuk organik cair dari urin kerbau lumpur ini merupakan pupuk yang mudah larut pada tanah dan membawa unsur-unsur penting guna kesuburan tanah serta mempunyai efek jangka panjang yang baik bagi tanah, yaitu dapat memperbaiki struktur kandungan organik biologi dan fisika tanah karena memiliki banyak jenis kandungan unsur hara yang diperlukan tanah.

(66)

limbah urin diproses (difermentasi) sebagai cara optimalisasi untuk menghasilkan pupuk cair dengan kualitas dan kandungan hara tinggi sebagai nutrisi tanaman khususnya kepada pertumbuhan dan produksi rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach) sehingga menjadikan salah satu pendapatan bagi setiap peternak.

Penggunaan urin kerbau lumpur sebagai pupuk organik cair sebaiknya melalui suatu proses fermentasi yaitu proses perubahan senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana, karena proses fermentasi dapat menigkatkan kandungan zat kimia dalam urin seperti nitrogen, posfat, kalium dan air, mengurangi bau khas urin yang menyengat serta menghasilkan pupuk cair yang tidak panas sehingga bagus diaplikasikan bagi tanaman.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh pemberian feses, urin kerbau lumpur fermentasi dan tanpa fermentasi terhadap produktivitas (tinggi tanaman, jumlah anakan, produksi segar, produksi bahan kering) dan kandungan nutrisi (protein kasar, serat kasar) rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach).

2. Mengetahui pengaruh interaksi antara pemberian feses dan urin kerbau lumpur dengan interval pemotongan terhadap produktivitas (tinggi tanaman, jumlah anakan, produksi segar, produksi kering) dan kandungan nutrisi (protein kasar dan serat kasar) rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach).

(67)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk melihat pengaruh pemberian feses, urin kerbau lumpur terhadap produktivitas rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach) dan memberikan informasi tentang penggunaan feses dan urin kerbau lumpur terhadap pertumbuhan dan produktivitas rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach) pada peneliti ataupun peternak.

Hipotesis Penelitian

1. Interval pemotongan meningkatkan produktivitas dan kandungan nutrisi rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach).

2. Pemberian feses, urin kerbau lumpur fermentasi dan non fermentasi meningkatkan produktivitas dan kandungan nutrisi rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach).

(68)

ABSTRAK

EVI REKA BANJARNAHOR, 2016: Pengaruh Pemberian Feses dan Urin Kerbau Lumpur Dengan Interval Pemotongan yang Berbeda terhadap Produksi dan Kualitas Rumput Gajah Mini (Pennisetum Purpureum Schamach) . Dibimbing oleh NEVY DIANA HANAFI dan MA’RUF TAFSIN.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian feses dan urin kerbau lumpur dan interval pemotongan terhadap produksi dan kandungan nutrisi Pennisetum purpureum schamach. Penelitian dilaksanakan dilahan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2015. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design), terdiri dari interval pemotongan (4 minggu dan 6 minggu) sebagai petak utama dan jenis pupuk (kontrol/tanpa pemberian pupuk, feses kerbau lumpur, feses kerbau lumpur + urin non fermentasi dan feses kerbau lumpur + urin fermentasi) sebagai anak petak. Parameter penelitian adalah tinggi tanaman, produksi segar, produksi kering, jumlah anakan, protein kasar dan serat kasar Pennisetum purpureum schamach.

Interval pemotongan menunjukkan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan kandungan nutrisi seperti protein kasar dan serat kasar rumput gajah mini. Interaksi hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kotoran kerbau lumpur (feses dan urin) berpengaruh nyata meningkatkan produksi segar, produksi bahan kering, tinggi tanaman dan jumlah anakan rumput gajah mini. Interaksi antara pemberian kotoran kerbau lumpur (feses dan urin) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap produksi segar, produksi bahan kering, tinggi tanaman, jumlah anakan, protein kasar dan serat kasar.

(69)

ABSTRACT

EVI REKA BANJARNAHOR, 2016: “EFFECT OF MUD BUFFALO FECES DAN URINE ON PRODUCTION AND QUALITY OF NAPIER GRASS

(Pennisetum purpureum schamach) WITH DIFFERENT CUTTING INTERVAL” Under supervised by NEVY DIANA HANAFI and MA’RUF TAFSIN.

This study aimed to examine the effect of feces and urine buffalo mud and cutting interval on production and nutrient content of Pennisetum purpureum schamach. The experiment was conducted at the Agricultural Faculty, University of Sumatera Utara started from July to October 2015. The design used in the study was Split Plot Design consist of cutting interval (4 week and 6 week) as main plot and type (of fertilizer, faecal sludge buffalo, buffalo faecal sludge + urine non fermented and faecal sludge + buffalo urine fermenting) as sub plot. The variables was measured consist of plant height, number of tiller, fresh and dry matter production, crude protein and crude fiber.

The result showed that cutting interval 4 weeks higher (P˂0,05) on crude protein and lower on crude fiber than cutting interval 6 weeks. Interaction

result showed that the mud buffalo feces and urine had significant effect (P˂0,05)

increasing fresh and dry matter production, plant height and number of tiller napier grass. Conversesly for, nutrient content had no significant effect. The conclusion of this study is the utilization of buffalo feces with fermented urine can increase the productivity of napier grass.

(70)

PENGARUH PEMBERIAN FESES DAN URIN KERBAU

LUMPUR TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS

RUMPUT GAJAH MINI (Pennisetum purpureum schamach)

DENGAN INTERVAL PEMOTONGAN YANG BERBEDA

SIKRIPSI

EVI REKA BANJARNAHOR 110306006

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(71)

PENGARUH PEMBERIAN FESES DAN URIN KERBAU

LUMPUR TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS RUMPUT

GAJAH MINI (Pennisetum purpureum schamach) DENGAN

INTERVAL PEMOTONGAN YANG BERBEDA

SIKRIPSI

Oleh:

EVI REKA BANJARNAHOR 110306006

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara.

(72)

Judul : Pengaruh pemberian feses dan urin kerbau lumpur terhadap produksi dan kualitas rumput gajah mini (pennisetum purpureum schamach) dengan interval Pemotongan yang berbeda.

Nama : Evi Reka Banjarnahor

NIM :110306006

Program Studi : Peternakan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

(Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt., M.Si) (Dr.Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si)

Ketua Anggota

Mengetahui,

(Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si) Ketua Program Studi Peternakan

(73)

ABSTRAK

EVI REKA BANJARNAHOR, 2016: Pengaruh Pemberian Feses dan Urin Kerbau Lumpur Dengan Interval Pemotongan yang Berbeda terhadap Produksi dan Kualitas Rumput Gajah Mini (Pennisetum Purpureum Schamach) .

Dibimbing oleh NEVY DIANA HANAFI dan MA’RUF TAFSIN.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian feses dan urin kerbau lumpur dan interval pemotongan terhadap produksi dan kandungan nutrisi Pennisetum purpureum schamach. Penelitian dilaksanakan dilahan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2015. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design), terdiri dari interval pemotongan (4 minggu dan 6 minggu) sebagai petak utama dan jenis pupuk (kontrol/tanpa pemberian pupuk, feses kerbau lumpur, feses kerbau lumpur + urin non fermentasi dan feses kerbau lumpur + urin fermentasi) sebagai anak petak. Parameter penelitian adalah tinggi tanaman, produksi segar, produksi kering, jumlah anakan, protein kasar dan serat kasar Pennisetum purpureum schamach.

Interval pemotongan menunjukkan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan kandungan nutrisi seperti protein kasar dan serat kasar rumput gajah mini. Interaksi hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kotoran kerbau lumpur (feses dan urin) berpengaruh nyata meningkatkan produksi segar, produksi bahan kering, tinggi tanaman dan jumlah anakan rumput gajah mini. Interaksi antara pemberian kotoran kerbau lumpur (feses dan urin) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap produksi segar, produksi bahan kering, tinggi tanaman, jumlah anakan, protein kasar dan serat kasar.

(74)

ABSTRACT

EVI REKA BANJARNAHOR, 2016: “EFFECT OF MUD BUFFALO FECES DAN URINE ON PRODUCTION AND QUALITY OF NAPIER GRASS

(Pennisetum purpureum schamach) WITH DIFFERENT CUTTING INTERVAL” Under supervised by NEVY DIANA HANAFI and MA’RUF TAFSIN.

This study aimed to examine the effect of feces and urine buffalo mud and cutting interval on production and nutrient content of Pennisetum purpureum schamach. The experiment was conducted at the Agricultural Faculty, University of Sumatera Utara started from July to October 2015. The design used in the study was Split Plot Design consist of cutting interval (4 week and 6 week) as main plot and type (of fertilizer, faecal sludge buffalo, buffalo faecal sludge + urine non fermented and faecal sludge + buffalo urine fermenting) as sub plot. The variables was measured consist of plant height, number of tiller, fresh and dry matter production, crude protein and crude fiber.

The result showed that cutting interval 4 weeks higher (P˂0,05) on crude protein and lower on crude fiber than cutting interval 6 weeks. Interaction

result showed that the mud buffalo feces and urine had significant effect (P˂0,05)

increasing fresh and dry matter production, plant height and number of tiller napier grass. Conversesly for, nutrient content had no significant effect. The conclusion of this study is the utilization of buffalo feces with fermented urine can increase the productivity of napier grass.

(75)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Doloksanggul pada tanggal 07 September 1993 dari Ayah Lamsihar Banjarnahor dan Ibu Hetbin Purba. Penulis merupakan putri ke 3 dari 5 bersaudara.

Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Program Studi Peternakan Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN Undangan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET), anggota Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP). Selain itu penulis juga aktif mengikuti UKM-KMK Fakultas Pertanian USU, anggota di Paduan Suara Fakultas Pertanian USU (TRANSEAMUS) menjabat sebagai Badan Pengurus Harian Pada tahun 2013-2014, sebagai Badan Pengurus Harian di Perayaan Natal Fakultas Pertanian pada tahun 2015.

(76)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul ” Pengaruh pemberian feses dan urin kerbau lumpur dengan interval pemotongan yang berbeda terhadap produksi dan kualitas rumput gajah mini (pennisetum purpureum schamach).

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua saya atas doa, semangat dan dukungan serta pengorbanan materil maupun moril yang telah

diberikan selama ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Nevy Diana Hanafi. S.Pt, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Juga kepada Bapak Ir. Iskandar Sembiring, MM dan Bapak Hamdan, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji saya yang telah memberikan berbagai masukan kepada penulis.

(77)

DAFTAR ISI

Rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach) ... 6

(78)

Proses fermentasi urin kerbau lumpur ... 18

Pemberian feses dan urin kerbau lumpur fermentasi. ... 19

Pemotongan rumput gajah mini. ... 19

Pengambilan data. ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

Tinggi tanaman (Pennisetum purpureum schamach) ... 21

Produksi kering (Pennisetum purpureum schamach ... 23

Jumlah anakan (Pennisetum purpureum schamach) ... 26

Produksi kering (Pennisetum purpureum schamach) ... 28

Protein kasar (Pennisetum purpureum schamach) ... 31

Serat kasar (Pennisetum purpureum schamach) ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

Kesimpulan ... 35

Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(79)

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Analisa kadar protein kasar dan serat kasar berbagai jenis hijauan

makanan ternak ... 6 2. Kandungan unsur hara dari pupuk kandang reksa ... 8 3. Jenis dan kandungan zat hara pada beberapa kotoran ternak padat

dan cair... 10 4. Pengaruh jenis pupuk dan interval pemotongan terhadap tinggi

tanaman

... 20 5. Pengaruh jenis pupuk dan interval pemotongan terhadap produksi

segar

... 22 6. Pengaruh jenis pupuk dan interval pemotongan terhadap jumlah

anakan

... 26 7. Pengaruh jenis pupuk dan interval pemotongan terhadap produksi

kering ... 27 8. Pengaruh jenis pupuk dan interval pemotongan terhadap protein

kasar

... 30 9. Pengaruh jenis pupuk dan interval pemotongan terhadap protein

kasar

Gambar

Tabel 4: Pengaruh jenis pupuk dan interval pemotongan terhadap tinggi tanaman Pennisetum purpureum schamach (cm)
Tabel 5: Pengaruh jenis pupuk dan interval pemotongan terhadap produksi segar Pennisetum purpureum schamach (g/pot/panen)
Tabel 6: Pengaruh jenis pupuk dan interval pemotongan terhadap jumlah anakan Pennisetum purpureum schamach
Tabel 7: Pengaruh jenis pupuk dan interval pemotongan terhadap produksi kering Pennisetum purpureum schamach  (g/pot/panen)
+6

Referensi

Dokumen terkait

UENINGKATKAM UTVAT SISWA TERHADAP SENT*. Oleh:

Peraturan Presiden republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;6. Alokasi

Dengan adanya bahasa pemrograman Java 2 Micro Edition (J2ME) kita dapat membuat suatu aplikasi yang dapat dijalankan pada hand phone. Dengan bahasa pemrograman tersebut penulis

Peraturan Presiden republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;.. Alokasi

Kemajuan teknologi terutama pada bidang teknologi informasi pada satu dasawarsa terakhir ini telah berubah sangat cepat dimana komputer pada beberapa dasawarsa yang lalu hanya

Peraturan Presiden republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;6. Alokasi

Aplikasi berbasis web ini bekerja secara klien-server terdiri dari dua form utama yang menggunakan bahasa pemrograman web PHP4 dan MySQL

Dalam jawaban yang disampaikan atas kuesioner IEA untuk Kementerian ESDM, terkait peraturan di sub sektor ketenagalistrikan, Jarman menjawab bahwa berdasarkan Undang-Undang