• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hijauan Makanan Ternak

Rumput memegang peranan penting dalam penyediaan pakan hijauan bagi ternak ruminansia di Indonesia. Rumput sebagai hijauan makanan ternak telah umum digunakan oleh peternak dan dapat diberikan dalam jumlah yang besar. Rumput mengandung zat-zat makanan yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup ternak seperti air, lemak, serat kasar, beta-protein, mineral serta vitamin.

Dari cara tumbuhnya, rumput dapat digolongkan menjadi dua yaitu rumput liar/alami, dan rumput budidaya. Ketersediaan rumput alami semakin berkurang dengan meningkatnya persaingan antara lahan untuk tanaman pangan, perumahan dan industri sehingga perlu diadakan upaya pembudidayaan rumput alami ini agar tatap lestari dan bernilai ekonomi (Setyana dan Abdullah, 1993).

Pada dasarnya ada dua faktor yang mempengaruhi produktivitas rumput yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan yang mencakup keadaan tanah dan kesuburannya, pengaruh iklim termasuk cuaca dan perlakuan manusia atau manajemen. Sementara Mc. Ilroy (1976) menjelaskan bahwa produktivitas rumput tergantung pada faktor- faktor seperti persistensi, agresivitas, kemampuan tumbuh kembali, sifat tahan kering dan tahan dingin, penyebaran produksi musiman, kesuburan tanah dan iklim.

Hijauan memegang peranan penting pada produksi ternak ruminansia, termasuk Indonesia karena pakan yang dikonsumsi oleh sapi, kerbau, kambing dan domba sebagian besar dalam bentuk hijauan, tetapi ketersediaanya baik kualitas, kuantitas, maupun kontinuitasnya masih sangat terbatas

Tabel 1. Analisa Kadar Protein Kasar dan Serat Kasar berbagai Jenis Hijauan Makanan Ternak

Spesies Protein Kasar

3-4 minggu Rataan Serat Kasar 3-4 minggu Rataan Andropogon sp 13.20 7.60 26.90 31.00 Chloris gayana 14.90 8.40 27.40 30.10 Panicum maximum 13.50 8.20 28.30 33.80 Pennisetum sp 14.00 9.20 26.00 30.00 Setaria sp 10.90 6.50 30.80 33.00 (Sumber: Mc.Ilroy 1981).

Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum schamach)

Rumput gajah mempunyai sistematika sebagai berikut, yaitu phylum: Spermatophyta: Sub phylum: Angiospermae; Class: Monocotyledoneae; Genus: pennisetum; Spesies: Pennisetum purpureum schamach. Rumput gajah secara umum merupakan tanaman tahunan yang berdiri tegak, berakar dalam, dan tinggi dengan rimpang yang pendek. Tinggi batang dapat mencapai 2-4 meter (bahkan mencapai 6-7 meter), dengan diameter batang dapat mencapai lebih dari 3cm dan terdiri sampai 20 ruas per buku. Rumput diperbanyak dengan potongan- potongan batang atau rizhoma yang mengandung 3 sampai 4 buku batang (Reksohadiprodjo, 1985).

Rumput gajah mini di budidayakan dengan potongan batang atau sobekan rumpun sebagai bibit. Bahan stek berasal dari batang yang sehat dan tua, dengan panjang stek 20-25 cm (2-3 ruas atau paling sedikit 2 buku atau mata) (Reksohadiprodjo, 1994). Dan dilanjutkan pernyataan Regan, (1997) bahwa waktu yang terbaik untuk memotong tanaman yang akan dibuat silase adalah pada fase vegetatif, sebelum pembentukan bunga.

Rumput gajah (Pennisetum purpureum schamach) sebagai pakan ternak yang merupakan hijauan unggul, dari aspek tingkat pertumbuhan, produktifitas

dan nilai gizinya. Produksi rumput gajah dapat mencapai 20-30 ton/ha/ tahun (Ella, 2002).

Rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach) merupakan tumbuhan yang memerlukan hari dengan waktu siang yang pendek, dengan foto periode kritis antara 13-12 jam. Kandungan nutrisi rumput gajah mini terdiri atas 19,9% bahan kering (BK), 10,2% protein kasar (PK), 1,6% Lemak, 34,2% serat kasar, 11,7% Abu dan 42,3% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (Reksohadiprodjo, 1985).

Berdasarkan penelitian Andriano (2010) bahwa hasil analisis nilai gizi tanaman rumput pada gajah bahwa perlakuan interval pemotongan 4 minggu dianggap lebih baik, dengan menghasilkan komposisi kadar air dan kadar protein kasar yang lebih tinggi sebesar (82,79%) dan (8,86%) serta lemak kasar dan serat kasar yang lebih rendah sebesar (4,46%) dan (33,20%). Sedangkan interval pemotongan 8 minggu dan 10 minggu dianggap tanaman tersebut agak terlalu tua dalam hubungannya dengan analisis nilai gizi. Hal ini sesuai dengan pendapat Lubis (1992), bahwa tanaman rumput gajah mini yang dipotong setiap 2 sampai 4 minggu menghasilkan komposisi kadar air dan protein kasar sebesar (85,50%) dan (11,50%) serta lemak kasar dan serat kasar sebesar (3,20%) dan (29,3%).

Pupuk Organik Padat (Feses)

Pupuk kandang adalah kotoran padat dan cair dari hewan yang tercampur degan sisa-sisa pakan dan alas kandang. Nilai pupuk kandang tidak saja ditentukan oleh kandungan nitrogen, asam fosfat dan kalium saja, tetapi karena mengandung hamper semua unsur hara makro unsur hara makro seperti, nitrogen

Magnesium (Mg), Tembaga (Cu), Mangan (Mn) dan Boron (Bo) yang dibutuhkan tanaman serta berperan dalam memelihara keseimbangan hara dalam tanah (Sarno, 2008).

Pupuk kandang (feses ternak) merupakan salah satu bentuk pupuk organik yang dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah sebagai bahan organik dalam tanah, pupuk kandang selain berperan sebagai penyumbang unsur hara untuk tanaman meskipun dalam jumlah sedikit, juga memperbaiki jumlah fisik tanah dan kimia tanah seperti meningkatkan kapasitas tukar kation dan meningkatkan kapasitas biologi tanah (Buckman dan Brady, 1982).

Pupuk kandang yang penulis gunakan adalah pupuk kandang reksa yang diproduksi oleh Reksa subur sembada. Komposisi kandungan pupuk dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan unsur hara dari pupuk kandang Reksa

No Unsur hara Jumlah (%)

1 N 1,94 2 P2O5 1,89 3 K2O 2,52 4 CaO 2,90 5 MgO 0,70 6 C/N ratio 11,59 7 C organik 9,04 8 Ph 6,8-7,5 9 Moisture Max 25

Sumber: Reksa Subur Sembada (2011).

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari ternak, baik berupa kotoran padat (feses) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urin) sehingga kualitas pupuk kandang beragam tergantung pada jenis, umur serta kesehatan ternak, jenis dan kadar serta jumlah pakan yang dikonsumsi, jenis pekerjaan dan lamanya ternak bekerja, lama dan kondisi penyimpanan, jumlah

dan kandungan haranya (Soepardi, 1979). Pupuk kandang termasuk urin biasanya

terdiri atas campuran 0,5% N, 0,25% P2O5 dan 0,5% K2O (Tisdale and Nelson, 1965).

Rumput gajah (Pennisetum purpureum schamach) merupakan tanaman pakan ternak yang sangat responsif terhadap pemupukan berat yaitu pada dosis 40 ton pupuk kandang/ha/tahun, 800 kg/urea/ha/tahun, 200 kg KCl/ha/tahun dan 200 kg TSP/ha/tahun (Lugiyo dan Sumarto, 2000). Rumput gajah juga sebagai tanaman konservasi lahan, terutama di daerah bertopografi pegunungan dan berlereng (Prasetyo, 2003) dan sumber bioethanol (Sari, 2009).

Pupuk Organik Cair (Urin)

Pupuk cair selama ini masih jarang menggunakan urin kerbau lumpur sebagai pupuk padahal urin kerbau lumpur memiliki prospek yang bagus untuk diolah menjadi pupuk cair karena mengandung unsur-unsur yang sangat dibutuhkan oleh tanaman secara lengkap seperti N, P, K, Ca, Mg yang terikat dalam bentuk senyawa organik.

Nutrisi alami belum banyak digunakan atau dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas, sedangkan untuk pupuk telah lama digunakan petani. Pupuk atau nutrisi ini berasal dari kotoran hewan, seperti ayam, kambing, kerbau, kuda, babi dan sapi. Kotoran tersebut dapat berupa padat dan cair (urin ternak) dengan kandungan zat hara yang berlainan. Pupuk kandang cair jarang digunakan, padahal kandungan haranya lebih banyak. Hal ini disebabkan untuk menampung urin ternak lebih susah, repot dan secara estetika kurang baik (Phrimantoro, 1994).

Lingga (1991) melaporkan bahwa jenis dan kandungan hara yang terdapat pada beberapa kotoran ternak padat dan cair dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis dan kandungan zat hara pada beberapa kotoran ternak feses dan urin. Nama Ternak Bentuk Kotorannya Nitrogen (%) Fosfor (%) Kalium (%) Air (%) Kuda Feses 0.55 0.30 0.40 75 Urin 1.40 0.02 1.60 90 Kerbau Feses 0.60 0.30 0.34 85 Urin 1.00 0.15 1.50 52 Sapi Feses 0.40 0.20 0.10 85 Urin 1.00 0.50 1.50 92 Kambing Feses 0.60 0.30 0.17 60 Urin 1.50 0.13 1.80 85 Domba Feses 0.75 0.50 0.45 60 Urin 1.35 0.05 2.10 85 Babi Feses 0.95 0.35 0.40 80 Urin 0.40 0.10 0.45 87 Ayam Feses Urin 1.00 0.80 0.40 55 Kelinci Feses Urin 2.72 1.10 0.50 55.3 Sumber: Lingga (1991) Pemupukan

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (feses) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urin), sehingga kualitas pupuk kandang beragam tergantung pada jenis, umur serta kesehatan ternak, jenis dan kadar serta jumlah pakan yang dikonsumsi, jenis pekerjaan dan lamanya ternak bekerja, lama dan kondisi penyimpanan, jumlah serta kandungan haranya (Soepardi, 1983). Pupuk kandang (termasuk urin)

biasanya terdiri atas campuran 0,5%, N; 0,25% P2O5 dan 0,5% K2O (Tisdale and Nelson, 1965).

Pemupukan dapat dilakukan dalam bentuk pupuk organik maupun anorganik. Pupuk kandang merupakan salah satu bentuk pupuk organik yang dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah. Pupuk kandang adalah kotoran padat dan cair dari hewan yang tercampur dengan sisa-sisa pakan dan alas kandang. Nilai pupuk kandang tidak saja ditentukan oleh kandungan nitrogen, asam posfat, dan kalium saja, tetapi karena mengandung hampir semua unsur hara makro (unsur hara makro seperti Nitrogen (N), Fosfat (P2O5), Kalium (K) dan Air (H2O) dan Mikro Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), dan Boron (Bo) dan dibutuhkan tanaman serta berperan dalam memelihara keseimbangan hara dalam tanah (Sarno, 2008).

Metode Fermentasi Urin Kerbau Lumpur Penambahan Bakteri

Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang melibatkan mikroorganisme. Fermentasi merupakan segala macam proses metabolisme (enzim, jasad renik secara oksida, reduksi, hidrolisa atau reaksi kimia lainnya) yang melakukan perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk akhir. Prinsip dari fermentasi ini adalah bahan limbah organik dihancurkan oleh mikroba dalam kisaran temperatur dan kondisi tertentu yaitu fermentasi. Studi tentang jenis bakteri yang respon untuk fermentasi dimulai sejak tahun 1892 sampai sekarang. Ada dua tipe bakteri yang terlibat yaitu bakteri fakultatif yang mengkonversi selulosa menjadi glukosa selama proses dekomposisi akhir dari bahan organik yang menghasilkan bahan yang sangat berguna dan alternatif energi pedesaan (Judoamidjojo et al. 1992).

Urin kerbau lumpur segar dalam pembuatan pupuk cair membutuhkan bakteri pengurai. Bakteri pengurai yang umum digunakan adalah berupa produk EM-4 ataupun botani dan molases sebagai energi yang digunakan oleh bakteri. EM-4 merupakan Effective Microorganism 4 yang berguna untuk mempercepat proses pengomposan ataupun pada pembuatan pupuk cair. EM-4 mengandung sekitar 80 macam genus mikroorganisme, tetapi hanya ada lima golongan yang paling pokok, yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp (BAL), Streptomyces sp, Ragi (yeast) dan Actinomycetes. Proses pembuatan pupuk cair dari urin kerbau lumpur dapat berlangsung secara cepat dengan bantuan EM-4 ini, yaitu sekitar empat sampai tujuh hari. Proses pengolahan yang baik dan benar akan menghasilkan pupuk cair yaitu tidak panas, tidak berbau busuk, tidak mengandung hama dan penyakit, serta tidak membahayakan pertumbuhan ataupun produksi tanaman (Indriani, 2004).

Produk EM-4 pertanian merupakan bakteri fermentasi bahan organik tanah menyuburkan tanaman dan menyehatkan tanah. Terbuat dari hasil seleksi alami mikroorganisme fermentasi dan sintetik didalam tanah yang dikemas dalam medium cair. EM-4 pertanian dalam kemasan berada dalam kondisi istirahat (dorman). Sewaktu diinokulasikan dengan cara menyemprotkanya kedalam bahan organik dan tanah atau batang tanaman, EM-4 pertanian akan aktif dan memfermentasi bahan organik (sisa-sisa tanaman, pupuk hijau, pupuk kandang, dll) yang terdapat dalam tanah. Hasil fermentasi bahan organik tersebut adalah berupa senyawa organik yang mudah diserap langsung oleh peranakan tanaman misalnya gula, alcohol, asam amino, protein, karbohidrat, vitamin dan senyawa organik lainnya. Produk EM-4 peternakan merupakan kultur EM-4 dalam

medium cair berwarna coklat kekuning-kuningan yang menguntungkan untuk pertumbuhan dan produksi ternak dengan ciri-ciri berbau asam manis (Nita, 2007).

Penambahan molases

Tetes tebu merupakan sumber karbon dan nitrogen bagi ragi. Prosesnya merupakan proses fermentasi. Prinsip fermentasi adalah proses pemecahan senyawa organik menjasi senyawa sederhana yang melibatkan mikroorganisme. Mikroorganisme ini berfungsi untuk menjaga keseimbangan karbon (C) dan nitrogen (N) yang merupakan faktor penentu keberhasilan dalam proses fermentasi. Tetes tebu berfungsi untuk fermentasi urin kerbau lumpur dan menyuburkan mikroba yang ada didalam tanah, karena didalam tetes tebu (molases) terdapat nutrisi bagi bakteri ragi (yeast), sacharomyces cereviceae, dan Actinomycetes. Bakteri ini bertugas untuk menghancurkan material organik yang ada didalam urin dan tentunya mereka juga membutuhkan nitrogen (N) dalam jumlah yang tidak sedikit untuk nutrisi mereka. Nitrogen N akan bersatu dengan mikroba selama penghancuran material organik. Oleh karena itu dibutuhkan tambahan material tetes tebu yang mengandung komponen nitrogen sangat diperlukan untuk menambah kandungan unsur hara agar proses fermentasi urin berlangsung dengan sempurna. Selain itu berdasarkan kenyataan bahwa tetes tebu tersebut mengandung karbohidrat dalam bentuk gula yang tinggi (64%) disertai berbagai nutrient yang diperlukan jasad renik juga dapat meningkatkan kecepatan proses produksi pengolahan urin kerbau lumpur menjadi pupuk dalam waktu yang relatif singkat (Misro Tech, 2009).

Apabila pembuatan pupuk cair dan dapat dikerjakan peternak, maka akan menghasilakan nilai tambah bagi peternak dan membantu petani dalam pengadaan pupuk tanaman yang semakin hari semakin susah didapat. Setelah melalui proses fermentasi dan perlakuan enzim bakteri pengurai selama dua minggu, pupuk cair yang berasal dari urin dan kotoran kerbau dapat digunakan untuk berbagai aplikasi diantaranya tanaman hias, hijauan, buah dan sayuran (Widodo, 2005).

Dalam pembuatan urin, setiap 20 liter urin kerbau lumpur segar membutuhkan bakteri pengurai yang berupa produk EM-4 atau biotani sebanyak 0,5% dan molases atau larutan gula sebagai energi bakteri sebanyak 1 liter (Hadisuwito, 2007).

Defoliasi dan Interval Pemotongan

Defoliasi adalah pemotongan atau pengambilan bagian tanaman yang ada diatas permukaan tanah, baik oleh manusia maupun renggutan hewan waktu ternak itu digembalakan. Untuk menjamin pertumbuhan kembali (regrowth) yang optimal, sehat dan kandungan gizi tinggi, defoliasi harus dilakukan pada periode tertentu (Nasution, 1997).

Interval pemotongan berpengaruh terhadap produksi hijauan, nilai nutrisi, kemampuan untuk tumbuh kembali, komposisi botani dan ketahanan spesies. Frekuensi pemotongan berlaku pada batas tertentu, frekuensi yang semakin tinggi

dibandingkan produksi komulatif oleh pemotongan yang lebih sering (Crowder and Cheda, 1982).

Semakin lama unsur pemotongan pada tanaman akan menigkatkan kandungan serat kasarnya. Kandungan serat kasar erat hubungannya dengan umur

tanaman. Semakin tua umur tanaman semakin meningkatkan kandungan serat kasarnya (Erwanto, 1984).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak kerbau lumpur merupakan ternak lokal yang hidup pada daerah lembab, khususnya di daerah yang beriklim tropis. Kerbau lumpur sangat menyukai air dan berpotensi untuk dikembangkan di pedesaan. Hal ini sehubungan dengan peran yang ditunjukkan ternak kerbau sebagai penghasil daging, susu dan tenaga kerja, sehingga ternak ini bisa juga disebut sebagai hewan triguna. Selain itu hasil ikutan ternak kerbau yang memiliki potensi adalah kulit. Kulit mempunyai potensi ekonomi yang cukup baik dan merupakan salah satu komoditi ekspor juga sebagai bahan baku industri perkulitan dalam negeri (Baruselli, 2001).

Masyarakat peternakan kebanyakan hanya memanfaatkan produk utama dari peternakannya saja, tidak melihat masih banyak lagi peluang dari hasil sampingnya seperti feses dan urin ternak tersebut. Hasil samping tersebut dapat digunakan sebagai pupuk organik yang sangat bermanfaat dari tanaman khususnya hijauan pakan ternak seperti rumput gajah mini (Pennisetum Purpureum Schamach) yang mampu tumbuh diberbagai jenis tanah dan merupakan rumput yang bernilai gizi tinggi serta disukai oleh ternak.

Di Indonesia kerbau memiliki peranan yang cukup penting bagi kehidupan manusia, dari segi sosial maupun ekonomi dengan sistem pemeliharaan yang bersifat tradisional dan merupakan peternakan rakyat. Keistimewaannya dibandingkan sapi yaitu kemampuannya dalam memanfaatkan serat kasar, daya adaptasinya terhadap daerah yang berkondisi buruk, serta bobot badannya yang

relatif besar sehingga memungkinkan untuk dikembangkan sebagai ternak penghasil daging yang baik (Lita, 2009).

Pemanfaatan limbah peternakan ini sebagai pupuk organik juga sangat membantu para petani yang selama ini memakai pupuk buatan, karena harga pupuk buatan yang tidak ekonomis dan penggunaan pupuk organik yang terus- menerus akan menyebabkan degradasi tanah, struktur tanah akan rusak sehingga perkembangan akar tanaman akan terganggu, sehingga lahan akan menjadi lebih sukar untuk diolah.

Jenis pupuk organik asal hewani yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat petani peternak selama ini yaitu pupuk organik padat (pupuk kandang), sedangkan limbah cair (urin) masih belum banyak dimanfaatkan. Sumber limbah cair (urin) ternak yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair tersebut dapat kita peroleh dari ternak ruminansia contohnya ternak kerbau lumpur Guntoro (2006) menyatakan bahwa urin kerbau lumpur dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair karena mengandung nitrogen, posfat, kalium dan air lebih banyak jika dibandingkan pada kotoran kerbau lumpur padat. Pupuk organik cair dari urin kerbau lumpur ini merupakan pupuk yang mudah larut pada tanah dan membawa unsur-unsur penting guna kesuburan tanah serta mempunyai efek jangka panjang yang baik bagi tanah, yaitu dapat memperbaiki struktur kandungan organik biologi dan fisika tanah karena memiliki banyak jenis kandungan unsur hara yang diperlukan tanah.

Urin kerbau lumpur segar dalam proses fermentasi membutuhkan bakteri pengurai dan juga sumber energi bagi bakteri pengurai tersebut. Diharapkan dengan sentuhan inovasi teknologi dan penambahan bahan campuran yang tepat,

limbah urin diproses (difermentasi) sebagai cara optimalisasi untuk menghasilkan pupuk cair dengan kualitas dan kandungan hara tinggi sebagai nutrisi tanaman khususnya kepada pertumbuhan dan produksi rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach) sehingga menjadikan salah satu pendapatan bagi setiap peternak.

Penggunaan urin kerbau lumpur sebagai pupuk organik cair sebaiknya melalui suatu proses fermentasi yaitu proses perubahan senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana, karena proses fermentasi dapat menigkatkan kandungan zat kimia dalam urin seperti nitrogen, posfat, kalium dan air, mengurangi bau khas urin yang menyengat serta menghasilkan pupuk cair yang tidak panas sehingga bagus diaplikasikan bagi tanaman.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh pemberian feses, urin kerbau lumpur fermentasi dan tanpa fermentasi terhadap produktivitas (tinggi tanaman, jumlah anakan, produksi segar, produksi bahan kering) dan kandungan nutrisi (protein kasar, serat kasar) rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach).

2. Mengetahui pengaruh interaksi antara pemberian feses dan urin kerbau lumpur dengan interval pemotongan terhadap produktivitas (tinggi tanaman, jumlah anakan, produksi segar, produksi kering) dan kandungan nutrisi (protein kasar dan serat kasar) rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach).

3. Mengetahui pengaruh interval pemotongan terhadap produksi dan kandungan nutrisi Pennisetum purpureum schamach.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk melihat pengaruh pemberian feses, urin kerbau lumpur terhadap produktivitas rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach) dan memberikan informasi tentang penggunaan feses dan urin kerbau lumpur terhadap pertumbuhan dan produktivitas rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach) pada peneliti ataupun peternak.

Hipotesis Penelitian

1. Interval pemotongan meningkatkan produktivitas dan kandungan nutrisi rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach).

2. Pemberian feses, urin kerbau lumpur fermentasi dan non fermentasi meningkatkan produktivitas dan kandungan nutrisi rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach).

3. Interaksi pemberian feses dan urin kerbau lumpur dengan interval pemotongan meningkatkan produktivitas dan kandungan nutrisi rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach).

ABSTRAK

EVI REKA BANJARNAHOR, 2016: Pengaruh Pemberian Feses dan Urin Kerbau Lumpur Dengan Interval Pemotongan yang Berbeda terhadap Produksi dan Kualitas Rumput Gajah Mini (Pennisetum Purpureum Schamach) . Dibimbing oleh NEVY DIANA HANAFI dan MA’RUF TAFSIN.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian feses dan urin kerbau lumpur dan interval pemotongan terhadap produksi dan kandungan nutrisi Pennisetum purpureum schamach. Penelitian dilaksanakan dilahan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2015. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design), terdiri dari interval pemotongan (4 minggu dan 6 minggu) sebagai petak utama dan jenis pupuk (kontrol/tanpa pemberian pupuk, feses kerbau lumpur, feses kerbau lumpur + urin non fermentasi dan feses kerbau lumpur + urin fermentasi) sebagai anak petak. Parameter penelitian adalah tinggi tanaman, produksi segar, produksi kering, jumlah anakan, protein kasar dan serat kasar Pennisetum purpureum schamach.

Interval pemotongan menunjukkan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan kandungan nutrisi seperti protein kasar dan serat kasar rumput gajah mini. Interaksi hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kotoran kerbau lumpur (feses dan urin) berpengaruh nyata meningkatkan produksi segar, produksi bahan kering, tinggi tanaman dan jumlah anakan rumput gajah mini. Interaksi antara pemberian kotoran kerbau lumpur (feses dan urin) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap produksi segar, produksi bahan kering, tinggi tanaman, jumlah anakan, protein kasar dan serat kasar.

Kata kunci : Pennisetum purpureum schamach, kerbau lumpur, feses, urin, produktivitas, kualitas.

ABSTRACT

EVI REKA BANJARNAHOR, 2016: “EFFECT OF MUD BUFFALO FECES DAN URINE ON PRODUCTION AND QUALITY OF NAPIER GRASS

(Pennisetum purpureum schamach) WITH DIFFERENT CUTTING INTERVAL” Under supervised by NEVY DIANA HANAFI and MA’RUF TAFSIN.

This study aimed to examine the effect of feces and urine buffalo mud and cutting interval on production and nutrient content of Pennisetum purpureum schamach. The experiment was conducted at the Agricultural Faculty, University of Sumatera Utara started from July to October 2015. The design used in the study was Split Plot Design consist of cutting interval (4 week and 6 week) as main plot and type (of fertilizer, faecal sludge buffalo, buffalo faecal sludge + urine non fermented and faecal sludge + buffalo urine fermenting) as sub plot. The variables was measured consist of plant height, number of tiller, fresh and dry matter production, crude protein and crude fiber.

The result showed that cutting interval 4 weeks higher (P˂0,05) on crude protein and lower on crude fiber than cutting interval 6 weeks. Interaction

result showed that the mud buffalo feces and urine had significant effect (P˂0,05)

increasing fresh and dry matter production, plant height and number of tiller napier grass. Conversesly for, nutrient content had no significant effect. The conclusion of this study is the utilization of buffalo feces with fermented urine can increase the productivity of napier grass.

Keywords: Pennisetum purpureum Schamach, buffalo, feces, urine, productivity, quality .

PENGARUH PEMBERIAN FESES DAN URIN KERBAU

Dokumen terkait