• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kesesuaian agroklimat tanaman salak Bali (Salacca edulis Reinw.), serta prospek pengembangannya di Propinsi Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kesesuaian agroklimat tanaman salak Bali (Salacca edulis Reinw.), serta prospek pengembangannya di Propinsi Bali"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KESESUAIAN AGROKLIMAT TANAMAN SALAK BALI

(Salacca edulis Reinw.), SERTA PROSPEK PENGEMBANGANNYA

DI PROPINSI BALI

I MADE DWI W

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ANALISIS KESESUAIAN AGROKLIMAT TANAMAN SALAK BALI

(Salacca edulis Reinw.), SERTA PROSPEK PENGEMBANGANNYA

DI PROPINSI BALI

I MADE DWI W

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

I Made Dwi Wiratmaja. Analisis Kesesuaian Agroklimat Tanaman Salak Bali (Salacca

edulis Reinw.), Serta Prospek Pengembangannya di Propinsi Bali. Dibimbing oleh Ir. Heny

Suharsono, MS.

Latar belakang penelitian ini adalah tingginya kebutuhan akan buah-buahan di Propinsi Bali serta kurangnya pemenuhan atas permintaan buah tersebut.

Metode yang digunakan adalah overlay tanpa pembobotan.. Data yang digunakan berupa data vektor dan data tabel. Data vektor diubah kedalam bentuk data digital menggunakan software ArcView 3.3, sedangkan data table diubah kedalam bentuk isoline menggunakan software surfer 7. setelah semua data tersedia dalam bentuk polygon (area), kemudian overlay, sehingga memberikan empat tingkatan kesesuaian, yaitu sangat sesuai (S1), sesuai (S2), kurang sesuai (S3) dan tidak sesuai (N).

Peta yang dihasilkan terdiri dari peta kesesuaian tanah, kesesuaian iklim, kesesuaian ketinggian, kesesuaian iklim dan tanah, serta kesesuaian iklim dan lahan (agroklimat). Berdasarkan kesesuaian tanah, luas wilayah sangat sesuai 2628,61 km2, sesuai 637,83 km2, dan kurang sesuai 2366,42 km2. Untuk kesesuaian iklim, luas wilayah sangat sesuai 3611.19 km2, sesuai 1958.08 km2, dan kurang sesuai 63.59 km2. Untuk kesesuaian ketinggian, luas wilayah sangat sesuai 3458,35 km2, sesuai 825,38 km2, kurang sesuai 328,09 km2, dan tidak sesuai 1022,61 km2. Untuk kesesuaian iklim dan tanah, luas wilayah sangat sesuai 2075.84 km2, sesuai 1168.33 km2, dan kurang sesuai 2388.69 km2. Sedangkan untuk kesesuaian agroklimat, luas wilayah sangat sesuai mencapai 1539.79 km2, sesuai 1162.47 km2, kurang sesuai 1935.97 km2, dan daerah tidak sesuai seluas 994.63 km2.

(4)

RIWAYAT HIDUP

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga laporan hasil penelitian (Skripsi) yang berjudul “Analisis Kesesuaian Agroklimat Tanaman Salak Bali (Salacca edulis Reinw.), Serta Prospek Pengembangannya Di Propinsi Bali” dapat segera diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan di program studi Geofisika dan Meteorologi

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada Ayah dan Ibu yang tiada hentinya memberikan dorongan semangat dan motivasi serta yang selalu mendoakan keberhasilan penulis. Kakak serta seluruh keluarga. Yulia atas semua kesabaran dan kasih sayangnya yang tiada pernah berakhir, tu me manques.

Bapak Komang Susila dan Ibu atas segala kebaikan dan jasa-jasanya, tanpa beliau penulis tak akan pernah menjejakkan kaki di Bogor, serta tiga malaikat kecilnya (Krishna, Vishnu dan Nara) yang selalu menghibur.

Bapak Imam Santosa, yang telah bersedia menjadi pembimbing akademik, pembimbing PL, dosen penguji serta sebagai pencetus ide tentang pewilayahan salak ini. Bapak Heny Suharsono, atas bimbingannya selama pengerjaan skripsi ini hingga selesai. Bapak Putu Santika (Bli ’Tu) atas kesediaannya menjadi dosen penguji dan konsultasi-konsultasinya. Bapak Ngakan Putu Kirim atas bantuan peta dari BAPPEDA Bali, Bapak Nyoman Suarsa atas negosiasi data iklimnya.

Teman-teman GFM 39, Basyar atas pinjaman printernya, Fio atas memori ram-nya, Ani, Kiki, Ode atas bantuan Mangga dua-nya, Yohana, Misna atas gorengannya, An-an, Hesti, Vivi, Gian, Joko atas bantuan komputer cadangan, Lupi, Lina, Nana atas printer dan curhatnya, Anton, Ipit, Linda, Sapta, Samba, Deni yang sudah ngerawat komputer, Ridwan yang sudah meminjamkan motor, Rahmat atas laptop-nya, Mian, Ana, Sasat, Rudi, Eko, Nida, Dwinita, Aprian, Zainul dan Wahyu. Bahagia rasanya bisa mengenal kalian semua, semoga persahabatan kita tak akan lekang oleh waktu. Teman-teman jurusan Tanah, Aris dan Hendi atas bantuan pengenalan ArcView dan SIG.

Segenap civitas GEOMET FMIPA, Pa Toro, Bu Indah, Aa’ Aziz, Pa Jun, Pa Pono, Mba Wanti, Mba Icha, Pa Kaerun, Pa Udin, serta seluruh staf dosen dan pengajar atas bimbingan dan kuliahnya selama ini.

Penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan atas semua kebaikan dan dukungan yang telah diberikan. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Oktober 2006

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. ... 1

1.2. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Propinsi Bali ... 2

2.2. Pengenalan Jenis dan Daya Guna Tanaman Salak... 2

2.2.1. Pedoman Budidaya Tanaman Salak... 3

2.2.1. Jenis-Jenis Salak ... 4

2.2.2. Morfologi Buah Salak ... 4

2.2.3. Anatomi Buah Salak ... 5

2.2.4. Sentra Produksi dan Daerah Pengembangan Buah Salak... 5

2.3. Aspek Ekologi Yang Penting Dalam Pengembangan ... 6

2.3.1. Curah Hujan ... 6

2.3.2. Suhu Udara ... 7

2.3.3. Tanah ... 7

2.3.4.Topografi ... 9

2.4. Evaluasi Lahan dan Pewilayahan Tanaman... 9

2.5. Sistem Informasi Geografis ... 9

2.5.1. Surfer Mapping System (Surfer)... 10

2.5.2. ArcView ... 10

III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat ... 10

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 10

3.3. Metode... 10

3.3.1. Analisis dan Survei Kepustakaan ... 10

3.3.2. Pemasukan (Input) Data... 10

3.3.3. Klasifikasi Kesesuaian ... 10

3.3.4. Penentuan Tingkat Kesesuaian Iklim ... 11

3.3.5. Penentuan Tingkat Kesesuaian Tanah ... 11

3.3.6. Penentuan Tingkat Kesesuaian Iklim dan Tanah... 11

3.3.7. Penentuan Tingkat Kesesuaian Ketinggian... 11

3.3.8. Penentuan Tingkat Kesesuaian Agroklimat (Iklim, Tanah, Ketinggian) ... 11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Geografi Propinsi Bali ... 12

4.2. Kesesuaian Tanah... 12

4.3. Kesesuaian Iklim ... 12

4.4. Kesesuaian Ketinggian ... 13

4.5. Kesesuaian Iklim dan Tanah ... 14

4.6. Kesesuaian Iklim, Tanah dan Ketinggian (Agroklimat)... 14

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 17

5.1. Kesimpulan ... 17

(7)
(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1. Persyaratan Penggunaan Lahan Untuk Tanaman Salak (Salacca Edulis). ... 8 2. Luas Wilayah Tiap-Tiap Kabupaten Di Propinsi Bali... 12 3. Luas Wilayah Tanaman Salak Bali Berdasarkan Kesesuaian Tanah

di Tiap-Tiap Kabupaten, Propinsi Bali ... 12 4. Luas Wilayah Tanaman Salak Bali Berdasarkan Kesesuaian Iklim

di Tiap-Tiap Kabupaten, Propinsi Bali ... 13 5. Luas Wilayah Tanaman Salak Bali Berdasarkan Kesesuaian Ketinggian

di Tiap Kabupaten, Propinsi Bali... 14 6. Luas Wilayah Tanaman Salak Bali Berdasarkan Kesesuaian Iklim Dan Tanah

di Tiap-Tiap Kabupaten Di Propinsi Bali ... 14 7. Luas Wilayah Pengembangan Salak Bali Berdasarkan Tingkat Kesesuaian Agroklimat

di Tiap-Tiap Kabupaten Di Propinsi Bali ... 15 8. Luas Wilayah Rekomendasi Pengembangan Salak Bali

di Tiap-Tiap Kabupaten Di Propinsi Bali ... 15 9. Jumlah Penduduk Di Tiap-Tiap Kabupaten ... 15 10. Perbandingan Beberapa Daerah Yang Memiliki Kesesuaian Sangat Sesuai

Dari Segi Iklim, Tanah Dan Ketinggian ... 16

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Buah Salak Segar Dalam Tandan ... 2

2. Tanaman Salak Yang Masih Muda ... 4

3. Anatomi Buah Salak ... 5

4. Peta Pengembangan Dan Pemasaran Buah Salak Di Indonesia ... 5

5. Peta Produksi Salak Di Bali ... 6

6. Peta Pengembangan Dan Pemasaran Buah Salak Di Bali. ... 6

7. Peta Kesesuaian Tanah Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) ... 12

8. Peta Kesesuaian Iklim Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) ... 13

9. Peta Kesesuaian Ketinggian Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) ... 13

10. Peta Kesesuaian Iklim Dan Tanah Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.)... 14

11. Peta Kesesuaian Iklim, Tanah Dan Ketinggian Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) ... 14

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Stasiun Di Tiap Kabupaten Di Propinsi Bali... 19

2. Jenis-Jenis Tanah Beserta Corak Dan Sifatnya ... 20

3. Peta Lokasi Titik Stasiun Pengamat Suhu Dan Curah Hujan Di Masing-Masing Kabupaten Di Propinsi Bali ... 21

4. Peta Jenis Tanah Di Propinsi Bali ... 22

5. Peta Sebaran Curah Hujan Rata-Rata Tahunan Di Propinsi Bali ... 23

6. Peta Sebaran Suhu Rata-Rata Tahunan Di Propinsi Bali ... 24

7. Peta Kesesuaian Ketinggian Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) Di Propinsi Bali ... 25

8. Peta Kesesuaian Tanah Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) Di Propinsi Bali ... 26

9. Peta Kesesuaian Iklim Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) Di Propinsi Bali ... 27

10. Peta Kesesuaian Iklim, Tanah Dan Ketinggian (Agroklimat) Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) Di Propinsi Bali ... 28

11. Peta Rekomendasi Wilayah Pengembangan Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) Di Propinsi Bali ... 29

12. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2000 Di Propinsi Bali... 30

13. Peta Pembukaan Lahan (Konversi) Untuk Tanaman Salak Bali (Salacca Edulis Reinw.) ... 31

14. Peta Pembagian Daerah Prakiraan Musim (DPM) Dan Pola Rata-Rata Hujannya ... 32

(11)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Buah-buahan telah lama dikenal sebagai sumber vitamin dan mineral. Pada zaman sekarang ini, buah-buahan banyak diperdagangkan untuk menambah pendapatan. Kondisi ini memungkinkan terjadinya persaingan di pasar buah dunia. Masing-masing negara mempunyai kebanggaan menawarkan jenis buah-buahan yang dimilikinya di pasar dunia. Fiji, Honduras bangga dengan pisang Gros Michel (sejenis pisang ambon di Indonesia), Israel bangga dengan alpukat Puerte, Filipina bangga dengan mangga Kerabau, New Zealand (selandia baru) bangga dengan buah kiwinya, serta Thailand yang bangga dengan duriannya. Untuk itu Indonesia diharapkan akan muncul kebanggaannya terhadap salak dan manggis.

Dari segi ilmu pengetahuan, buah-buahan asli Indonesia belum banyak mendapat perhatian. Pengembangannya kearah pemuliaan masih terbatas pada pemilihan varietas-varietas yang baik/unggul. Memang tidak semua buah-buahan asli mempunyai potensi untuk dikembangkan karena rasanya tidak dapat memenuhi selera umum. Namun sebenarnya ada kemungkinan juga dapat dikembangkan kearah pemilihan bibit yang unggul dengan cara persilangan.

Pulau Bali selain terkenal sebagai daerah wisata juga dikenal sebagai daerah penghasil buah-buahan, salah satu diantaranya adalah buah salak. Nama “Salak Bali” sesungguhnya adalah nama populer yang diberikan oleh konsumen di luar bali untuk ukuran yang kecil-kecil.

Di Bali buah salak memiliki peranan yang penting baik dalam bidang sosial-budaya maupun ekonomi (Suter, 1988). Di bidang sosial-budaya yaitu adanya kebiasaan masyarakat Bali untuk menjadikan buah salak sebagai oleh-oleh atau buah tangan bila berkunjung kepada keluarga, baik di Bali maupun di luar daerah Bali. Buah salak diperlukan hampir pada setiap kegiatan pembuatan sesajen dalam rangka pelaksanaan upacara adat dan keagamaan di Bali. Secara ekonomis, khususnya bagi beberapa petani salak, dimana budidaya tanaman salak telah mendapat bentuk sebagai suatu usaha tunggal

yaitu hampir semua sumber pendapatan keluarga berasal dari usaha tani tanaman salak, terutama di daerah Kabupaten Karangasem. Bagi Pemerintah Daerah Bali, buah salak merupakan salah satu sumber pendapatan daerah karena retribusi yang diterima dari hasil penjualannya.

Daerah Bali sebagai salah satu daerah wisata terkenal secara internasional, dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk mengenalkan buah salak bagi orang asing, sehingga dapat membuka peluang pemasaran buah salak sebagai komoditi ekspor. Sampai saat ini ekspor buah salak langsung dari Bali belum ada, namun sejak tahun 1970 telah ada rintisan ekspor buah salak ke Belanda (Sugihat, 1973), dan belakangan telah meluas ke Timur Tengah (Anonim, 1986).

Buah salak tidak hanya dihasilkan di Bali, tetapi juga di daerah-daerah lainnya di Indonesia. Walaupun demikian penyebaran tanaman salak di Indonesia masih terbatas di beberapa tempat di daerah Bali dan Jawa, serta terdapat di beberapa tempat di daerah-daerah seperti di Sumatera, Sulawesi dan Maluku. Potensi budidaya tanaman salak dapat ditingkatkan ke daerah-daerah lainnya termasuk daerah Kalimantan dan Irian Jaya.

Dalam pengembangan usaha tani buah-buahan secara agribisnis yang mengarah pada usaha untuk memasok hasil buah-buahan di pasar bebas (pasar global) akan menghadapi persaingan dagang yang tidak ringan. Selama produksi dan mutu hasil buah-buahan ditentukan oleh kondisi bibit (varietas) dan dipengaruhi pula oleh kondisi lingkungan maka pengembangannya harus menentukan lokasi yang sesuai dengan agroklimatnya. Terlebih lagi bila varietas unggul yang dianjurkan (yang telah dilepas ke pasaran) belum dikaji daya penyesuaiannya dengan kondisi setempat di lokasi pengembangan baru.

Dalam rangka pengembangan potensi budidaya tanaman salak khususnya di Bali, perlu diadakan suatu studi agroklimat untuk tanaman salak, agar potensi-potensi daerah lain di Bali dapat diketahui apakah memiliki kelayakan untuk pengembangan budidaya tanaman salak tersebut. Hal ini mengingat sentra produksi tanaman salak sampai saat ini hanya meliputi satu wilayah saja yaitu Kabupaten Karangasem.

(12)

persebaran tipe iklim tersebut bersifat kasar (global). Ada baiknya pembagian wilayah tersebut berdasarkan agroklimat yang lebih rinci, sesuai dengan kebutuhan tanaman masing-masing varietas, karena setiap varietas membutuhkan kesesuaian agroklimat yang berbeda.

Dalam pengembangan potensi budidaya tanaman salak pada daerah-daerah lain, perlu diperhatikan faktor-faktor iklim, jenis tanah, topografi serta keadaan umum pada daerah bersangkutan. Hal ini karena di tiap-tiap daerah memiliki iklim, jenis tanah dan topografi yang berbeda-beda. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang pewilayahan agroklimat tanaman salak mengingat belum adanya penelitian tentang pewilayahan tanaman salak, khususnya untuk daerah Bali. 1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daerah-daerah lain di Propinsi Bali yang memiliki potensi untuk pengembangan tanaman salak Bali (Salacca

edulis Reinw.) selain Kabupaten Karangasem,

melalui pendekatan beberapa aspek agroklimatnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keadaan Umum Propinsi Bali

Pulau Bali terletak di sebelah Timur pulau Jawa, membujur dari barat ke timur pada koordinat 8°03’40’’ – 8°50’48’’ Lintang Selatan dan 114°25’53’’ – 115°42’40’’ Bujur Timur. Sebelah utara Pulau Bali berbatasan dengan Laut Bali, sebelah selatan berbatasan dengan samudera Hindia. Sebelah timur Pulau Bali berbatasan dengan Selat Lombok sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Selat Bali. Pegunungan yang tinggi membujur disepanjang Pulau Bali mulai dari Timur sampai ke Barat, mulai dari Gunung Agung (3.142 m) di bagian Timurnya, sampai ke Barat dengan pegunungan yang tidak begitu tinggi dimana puncak-puncaknya : Gunung Merbuk (1.386 m) dan Gunung Patas (1.414 beberapa tempat di kepulauan Indonesia saja,

melainkan di Burma, Thailand, Filipina dan di Malaya. Jenis salak yang umum ditanam di Burma berbeda dengan salak yang biasa ditanam di Malaya, demikian pula jenis salak yang ditanam di Jawa dan Sumatera berlainan dengan yang ada di Bali.

Gambar 1. Buah salak segar dalam tandan. Salak (Salacca edulis Reinw.) yang terdapat di berbagai wilayah di Indonesia mempunyai kualitas yang bermacam-macam. Suatu jenis salak yang telah mempunyai kualitas tertentu akan tetap dipertahankan apabila diperbanyak dari tunas yang tumbuh pada batangnya. Adapun salak yang terkenal paling baik di Indonesia ialah salak Bali

(Salacca edulis) varietas amboinensis Becc.

(Mogea, 1983).

Buah salak adalah salah satu jenis buah-buahan asli Indonesia yang telah lama dibudidayakan tetapi kualitasnya masih bermacam-macam. Jenis salak yang dibudidayakan di Bali, dari tempat yang berbeda biasanya kualitasnya juga berlainan. Varietas salak yang dikenal paling baik ialah salak Bali, meskipun di pulau Bali sendiri juga kualitasnya bermacam-macam (Sulastri, 1986). Buah salak yang dinilai baik ialah salak yang memiliki rasa manis, tidak sepet, tidak masam dan halus daging buahnya. Pohon yang buahnya sepet seterusnya akan menghasilkan buah yang sepet, demikian pula pohon yang buahnya manis seterusnya akan menghasilkan buah yang rasanya sama (Sulastri, 1986).

Salak (Salacca edulis Reinw.) merupakan tanaman yang termasuk dalam ordo (suku) Spadiciflorae, Famili Palmae, genus (keluarga) Salaccca, spesies (macam)

Salacca edulis (Soemarsono dan Moerbono,

1954). Tanaman salak termasuk tanaman asli yang berasal dari wilayah Indonesia. Tanaman salak sudah lama dikenal di Indonesia, namun catatan resmi tentang kapan salak mulai ditanam tidak diketahui.

(13)

tanaman salak yang besar. Daun-daun tanaman salak bersirip, pelepahnya dapat mencapai panjang lima meter. Pelepah daun penuh dengan duri, tetapi ada juga yang jarang durinya.

Pada setiap ketiak pelepah daun yang baru, tumbuh tongkol bunga yang tidak semuanya mekar menjadi bunga dan buah. Tongkol bunga tertutup rapat oleh beberapa kelopak daun. Menurut Soedijanto (1978) persarian bunga-bunga betina pada salak umumnya dibantu oleh manusia. Untuk jenis salak tertentu misalnya salak Condet, penyerbukan dibantu oleh serangga moncong (Pritandjolo Yudo, 1984). Sedangkan salak Bali pembuahanya terjadi karena proses penyerbukan sendiri (salak Bali berumah satu, perbungaannya menghasilkan bunga hermafrodit dan bunga jantan yang berfungsi sebagai serbuk sari) (Soepraptono, 1954 dan Pritandjolo Yudo, 1984). Pohon salak dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, namun musim buah yang mencolok hanya permulaan musim hujan yaitu pada bulan-bulan November-Januari dan permulaan musim kemarau yaitu pada bulan-bulan Mei-Juni (Slamet Soeseno, 1983). Buah salak tersusun pada tandan, kulit buahnya berwarna coklat, bersisik dan berbulu kasar. Perbanyakan tanaman salak di Bali umumnya dengan biji, sedangkan untuk tanaman salak Pondoh perbanyakan dilakukan dengan cara dicangkok (Sudarmiyono, 1985).

Buah salak umumnya dimakan segar. Walaupun demikian, terkadang buahnya juga dibuat asinan, manisan atau dikalengkan dalam sirup. Daunnya yang berduri biasa digunakan untuk pelapis pagar, bahkan pohon salak sering ditanam sebagai pagar hidup yang efektif.

2.2.1.aPedoman Budidaya Tanaman Salak

Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam mengusahakan tanaman salak adalah penggunaan bibit unggul dan bermutu. Tanaman salak merupakan tanaman tahunan, karena itu kesalahan dalam pemakaian bibit akan berakibat buruk dalam pengusahaannya, walaupun diberi perlakuan kultur teknis yang baik tidak akan memberikan hasil yang diinginkan, sehingga modal yang dikeluarkan tidak akan kembali karena adanya kerugian dalam usaha tani. Untuk menghindari masalah tersebut, perlu dilakukan cara pembibitan salak yang baik. Pembibitan salak dapat berasal dari biji (generatif) atau dari anakan (vegetatif).

Pembibitan secara generatif adalah pembibitan dengan menggunakan biji yang diperoleh dari pohon induk yang mempunyai sifat-sifat baik, yaitu: cepat berbuah, berbuah sepanjang tahun, hasil buah manis, banyak dan seragam, pertumbuhan tanaman baik, tahan terhadap serangan hama dan penyakit serta pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan.

Keuntungan perbanyakan bibit secara generatif diantaranya :

a) Dapat dikerjakan dengan mudah dan murah

b) Diperoleh bibit yang banyak

c) Tanaman yang dihasilkan tumbuh lebih sehat dan hidup lebih lama

d) Untuk transportasi biji dan penyimpanan benih lebih mudah

e) Tanaman yang dihasilkan mempunyai perakaran kuat sehingga tahan rebah dan kekeringan

f) Memungkinkan diadakan perbaikan sifat dalam bentuk persilangan.

Kekurangan perbanyakan secara generatif: a) Kualitas buah yang dihasilkan tidak persis

sama dengan pohon induk karena mungkin terjadi penyerbukan silang b) Agak sulit diketahui apakah bibit yang

dihasilkan jantan atau betina.

c) Membutuhkan waktu lebih lama untuk menghasilkan (sekitar 4-5 tahun) daripada dengan vegetatif (2-3 tahun).

(14)

berjalan secara efektif untuk menampung produksi yang dihasilkan oleh kelompok tani yang bersangkutan. Sentra-sentra produksi tersebut di daerah-daerah terpencil sehingga proses pemasaran untuk pertanian menjadi tidak efisien baik dari segi waktu, mutu dan biaya. Lemahnya petani dalam mengakses pasar sehingga proses produksi tidak bisa direncanakan secara terpadu sesuai dengan prinsip agrobisnis. Petani belum bisa memberikan alternatif apabila produknya tidak sepenuhnya terserap oleh pasar.

2.2.2. Jenis-Jenis Salak

Salak yang dibudidayakan secara meluas di Indonesia dibedakan antara varietas

zalacca dari Jawa, dan varietas amboinensis

(Becc) dari Bali dan Ambon. Jenis-jenis salak yang telah diketahui cukup banyak. Burkil pada tahun 1935 dan Heyne pada tahun 1950 melaporkan spesies salak diantaranya :

Salacca conferta, Salacca edulis, Salacca

globuscans, Salacca affinis dan Salacca

wullichiana. Sedangkan Bruckman

melaporkan varietas salak diantaranya : salak Putih, salak Pondoh, salak Madu dan salak Malam (Sudibyo, 1974). Salak Putih memiliki ciri-ciri kulit buah muda berwarna hijau muda, lalu menguning sehingga warna kulit buah masak putih kekuningan. Rasanya seperti salak biasa tetapi tidak sepet. Salak Pondoh memiliki ciri-ciri buahnya kecil-kecil, kulit buahnya hitam, daging buahnya berwarna putih, tipis dan rasanya manis sejak muda sampai masak. Salak Madu ciri-cirinya kulit buah berwarna coklat, lebih cepat masak, dalam daging buah ada zat manis seperti madu. Salak Malam memiliki rasa seperti salak biasa tetapi daging buahnya lunak.

Varietas salak lebih dikenal menurut nama daerahnya yang disebut kultivar. Nama salak asalnya inilah yang popular dimasyarakat. Kultivar yang terkenal adalah salak Bali dari Bali, salak Condet dari DKI Jakarta, salak Sleman dan salak Jenu dari Yogyakarta, salak Madura dari Madura, salak Gondanglangi dan salak Suwaru dari Malang, salak Tanulandang dari Sulawesi Utara, salak Banten dari Banten, salak Padangsidempuan dari Sumatera Utara, salak Manonjaya dari Tasikmalaya, salak Hutalambung dan salak Sibakus dari Tapanuli Selatan, dan lain-lainnya.

Menurut Setijati Sastrapradja, et al (1978) salak yang dikembangkan di Bali berasal dari spesies edulis yaitu varietas

amboinensis Becc. , sedangkan yang

umumnya dikembangkan di

Padangsidempuan, Sumatera Utara adalah merupakan jenis Salacca sumatrana Becc. Jenis salak yang ada di daerah Sibetan ada dua, yakni: salak bali yang memiliki rasa enak dan khas dan salak "gula pasir" (sebutan oleh penduduk setempat), warna dan rasa salak gula pasir mirip dengan salak pondoh. Hanya buahnya lebih besar dan bijinya lebih kecil dibanding salak pondoh. Pohon salak ini secara kebetulan ditemukakan oleh Nengah Dondong (65) sekitar lima tahun 1991 di tengah-tengah kebun salaknya sendiri. Karena rasanya yang berbeda, jauh lebih manis dari salak bali, maka sejumlah orang mulai menangkarnya. Kini sudah ada sekitar 15.000 pohon salak gula pasir berkembang di Desa Sibetan.

2.2.3. Morfologi Buah Salak Perbedaan morfologi antara jenis-jenis salak terkadang terlihat mencolok, misalnya mengenai bentuk dan ukuran daunnya. Ada daun salak yang susunan anak daunnya menyirip dan ada daun salak yang bentuknya seperti kipas. Suatu jenis yang dikenal dengan salak berdaun kipas ialah Salacca flabellate (Mogea, 1980) mempunyai ukuran yang kecil, panjang daunnya antara 70-100 cm.

(15)

dilakukan oleh Haryati Hudayah dan Adil Basuki Ahza (1981) dengan mengambil contoh buah salak di toko buah di Bali, diperoleh satu tandan berisi 17 buah dengan berat berkisar antara 38-78 gram per buahnya, dengan jumlah buah per kilogramnya adalah 26 buah.

Menurut Ochse (1931) buah salak mempunyai bentuk bulat atau segitiga dengan panjang buah dapat mencapai 2,5-10 cm dan lebarnya antara 5-8 cm. buah salak memiliki kulit yang bersisik coklat sampai kekuningan. Intensitas warna kuning ini bervariasi dan khas untuk masing-masing jenis buah. Kulit buah sangat tipis, tebalnya sekitar 0,3 milimeter.

2.2.4. Anatomi Buah Salak

Buah salak terdiri atas kulit buah, daging buah dan biji. Kulit buah yang masak mudah dikupas dari dagingnya. Jika kulit sudah terkupas maka terlihatlah pada bagian dalamnya tiga butir daging buah yang berwarna putih kekuning-kuningan yang dilindungi oleh selaput tipis yang berwarna putih yang disebut dengan kulit ari. Diantara ketiga butir daging buah, paling sedikit memiliki satu butir biji. Butir yang tidak berbiji disebut anakan. Daging buah muda berwarna putih pucat, sedangkan yang sudah tua berwarna kekuning-kuningan (kecuali salak Hutalambung dan salak Sibakus dari Tapanuli Selatan, daging buahnya berwarna putih kemerah-merahan).

Biji salak yang muda berwarna pucat dan lunak, sedangkan setelah tua biji menjadi keras dan berwarna coklat tua. Panjang biji dapat mencapai 2-3 cm (Ochse, 1931). Kulit luar buah salak berfungsi sebagai pelindung secara alami terhadap daging buah yang dibungkusnya dari pengaruh keadaan lingkungan.

Gambar 3. Anatomi buah salak.

Skematis anatomi buah salak dapat dilihat pada gambar dibawah :

Keterangan : 1. Pangkal buah 2. Ujung buah 3. Kulit luar dan sisik 4. Daging buah 5. Kulit ari 6. Biji 7. Embrio

2.2.5. Sentra Produksi dan Daerah Pengembangan Buah Salak Banyak daerah di Indonesia yang potensial sebagai daerah penghasil salak. Alasannya antara lain, banyak lahan yang cocok untuk tanaman ini karena memang asalnya dari Indonesia. Disamping itu, tersedia tenaga kerja yang cukup melimpah ditambah pangsa pasar yang luas.

Gambar 4. Peta pengembangan dan pemasaran buah salak di Indonesia.

(16)

Daerah Karangasem di Bali misalnya, sejak ratusan tahun yang lalu telah terkenal sebagai daerah penghasil salak. Sejak tahun 1976 perkembangan tanaman salak di tempat ini melonjak pesat. Pada tahun 1976 di daerah Sibetan, pusat penghasil salak di Karangasem , populasi tanaman salaknya tercatat 2. 360. 000 pohon. Pada tahun 1983 tanaman salaknya telah berkembang menjadi 4. 155. 058 pohon. Jumlah keseluruhan tanaman salak di Karangasem pada akhir tahun 1985 adalah 5. 301. 056 pohon, yang tersebar di beberapa kecamatan diantaranya Bebandem, Sidemen, Manggis, Karangasem dan lain-lain.

Gambar 5. Peta produksi Salak di Bali. Populasi tanaman salak di Propinsi Bali akhir tahun 1985 adalah 9. 502. 408 pohon produktif, dengan jumlah produksi 5. 241 ton dan 114. 924 pohon salak baru yang belum berbuah. Dinas Pertanian Propinsi Bali masih merencanakan untuk mengembangkan lagi jumlah tanaman salaknya. Hal yang perlu diperhatikan dalam usaha perluasan perkebunan salak adalah syarat tumbuh yang diinginkan tanaman salak terpenuhi. Dalam hal ini terutama agroklimatnya. Apabila telah dipenuhi maka suatu daerah akan tetap memiliki potensi untuk pengembangan jenis buah salak ini.

Gambar 6. Peta pengembangan dan pemasaran buah salak di Bali.

Salak juga dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia, umumnya nama salak yang diberikan adalah nama daerah dimana salak tersebut dikembangkan. Berikut di bawah ini beberapa daerah sentra produksi salak di Indonesia :

1) DKI Jakarta : Condet, Pasarminggu. 2) Jawa Tengah : Banjarnegara, Jekulo,

Kedengporak, Ajibarang, Madukoro, Mertoyudan, Magelang.

3) Daerah Istimewa Yogyakarta : Sleman, Tempel.

4) Jawa Timur : Sacah, Walingi, Karangsari.

5) Sumatera Utara : Padangsidempuan. 6) Sulawesi Utara : Sangir, Talaud. 7) Sulawesi Selatan : Enrekang. 8) Bali : Karangasem.

9) Nusa Tenggara Barat : Lombok Barat.

10) Maluku Tengah.

2.3. Aspek Ekologi Yang Penting dalam Pengembangan

Pengembangan salak sedang dilakukan di Bogor. Koleksi plasma nuftah paling lengkap dan penyilangan di antara koleksi tersebut sedang dilakukan untuk mendapatkan buah yang berkualitas unggul. Selanjutnya pengembangan teknologi budidayanya dan pasca panen buahnya masih perlu dilakukan. Tanaman, seperti halnya komponen lingkungan yang lain juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh sebab itu perlu juga diketahui faktor-faktor iklim yang mempengaruhi persyaratan tumbuh tanaman salak.

2.3.1. Curah Hujan

Hujan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk pengembalian air yang telah diuapkan ke atmosfer menuju permukaan bumi. Udara yang naik dan melewati ketinggian tertentu akan berkondensasi membentuk awan, dan awan ini selanjutnya akan menghasilkan hujan. Tidak semua awan dapat menghasilkan hujan, terkadang butir awan yang terbentuk ukurannya terlalu kecil untuk dapat jatuh sebagai hujan. Apabila ukurannya cukup besar sehingga memiliki kecepatan jatuh yang dapat melawan aliran udara keatas, maka butir-butir air (yang dapat berupa es) tersebut akan jatuh sebagai hujan.

(17)

permukaan tanah selama periode waktu tertentu dan diukur dengan suatu ketinggian diatas permukaan horizontal (pengukuran Curah Hujan dalam satuan milimeter/mm). Untuk daerah tropis basah, Curah Hujan merupakan unsur yang sangat penting perannya dalam bidang pertanian, karena berhasil tidaknya suatu produksi suatu komoditas tanaman seperti salak sangat tergantung pada awal, jumlah, serta lamanya musim hujan.

Pulau Bali memiliki karakteristik hujan yang berbeda-beda di tiap-tiap daerahnya, hal ini disebabkan oleh perbedaan topografi masing-masing daerah, letak tempat dengan laut/pantai, maka kejadian bulan basah dan bulan keringnya tidak selalu sama di berbagai tempat. Secara umum, tipe pola hujan di Pulau Bali adalah tipe Monsunal, yaitu puncak musim hujan terjadi pada Desember – Januari, sedangkan pada pertengahan tahun cenderung kering (musim kemarau). Karena hujan di Pulau Bali berpola Monsunal, maka kejadian iklim global seperti El-Nino dan La-Nina dapat mempengaruhi keadaan curah hujan di Pulau Bali.

Tanaman salak memerlukan cukup air sepanjang tahun dengan curah hujan berkisar antara 1700-3100 mm per tahun. Daerah-daerah dimana salak akan diusahakan haruslah memiliki iklim yang basah. Di daerah-daerah kering tanaman salak juga dapat tumbuh asalkan mendapat pengairan yang cukup. Salak tidak berakar panjang, sehingga menghendaki air tanah yang dangkal atau dengan kata lain memerlukan pengairan/hujan sepanjang tahun. Salak tidak tahan air yang berlebihan.

2.3.2. Suhu Udara

Iklim tropika umumnya dicirikan oleh suhu tinggi sepanjang tahun dan variasi suhu musiman yang lebih kecil dibandingkan variasi diurnal. Sebaliknya, iklim kutub memiliki suhu rendah sepanjang tahun dengan variasi suhu musiman yang lebih besar dari variasi diurnal. Indonesia yang beriklim tropika, terletak pada garis Equator, hal ini mengakibatkan suhu udaranya cenderung konstan sepanjang tahun. Penerimaan sinar matahari yang hampir sama sepanjang tahun juga menyebabkan fluktuasi suhu udara rata-ratanya relatif rendah, atau dengan kata lain kisaran suhunya tidak terlalu jauh. Pada daerah equator, faktor yang cenderung mempengaruhi suhu adalah ketinggian.

Pulau Bali yang letaknya berdekatan dengan garis Equator juga memiliki

kecenderungan suhu udara yang relatif konstan sepanjang tahun. Perbedaan kisaran suhu di tiap-tiap daerah di Pulau Bali, dipengaruhi oleh faktor topografi atau ketinggian daerah tersebut dari muka laut. Pada dataran tinggi suhu cenderung rendah akibat kurangnya radiasi matahari yang masuk sebagai sumber energi, hal ini diakibatkan oleh tingkat keawanan (penutupan langit oleh awan) yang relatif lebih tinggi.

Bila pemanasan permukaan bumi berlangsung intensif, maka pemanasan suhu udara oleh permukaan bumi juga berlangsung intensif, sehingga mengurangi keragaman suhu udara di daerah tersebut. Sebaliknya bila pembentukan awan berlangsung intensif, pemanasan udara oleh permukaan tidak intensif karena radiasi terhalang oleh adanya awan (awan rendah seperti cumulus dan cumulonimbus).Suhu rata-rata tertinggi umumnya tidak terjadi tepat saat matahari berada di equator (maret dan september), melainkan terjadi perbedaan 1-2 bulan yaitu pada bulan Januari-Pebruari dan Oktober-November, hal ini dikarenakan letak lintang Pulau Bali yang berbeda sekitar 8° dengan Ekuator.

Penentuan suhu untuk daerah-daerah di Bali dilakukan dengan menggunakan asumsi bahwa suhu akan turun 0.6°C tiap kenaikan 100 meter (Hukum Braak). Sebagai patokan suhu digunakan suhu rata-rata dari Stasiun Meteorologi Klas I Ngurah Rai (dengan ketinggian 3 meter dpl), hal ini dilakukan mengingat bahwa data suhu di Ngurah Rai dapat dikatakan lebih akurat dan juga letak stasiunnya yang hampir mendekati permukaan laut (0 mdpl).

Kecepatan tumbuh tanaman salak dibatasi oleh suhu maksimum. Suhu optimal Salak merupakan tumbuhan khas daerah tropis, karena itu juga salak kurang toleran dengan kisaran suhu harian yang rendah.

2.3.3. Tanah

(18)

juga menyediakan udara dan air sehingga akar dapat bernapas dan menghirup makanan dari dalamnya.

Agar tanah dapat melaksanakan fungsi-fungsi diatas maka perlu disediakan kondisi tanah yang sesuai bagi tanaman tersebut. Umumnya dapat dilihat kecocokan antara jenis tanah dengan tanaman melalui jenis perakaran tanaman itu sendiri. Salak mempunyai perakaran yang dangkal. Tanah yang cocok adalah tanah yang banyak mengandung bahan organik, mampu menyimpan air tetapi tidak mudah tergenang, gembur, dan secara kualitatif mengandung zat-zat hara utama bagi tanaman.

Salak mampu beradaptasi di berbagai macam tanah asal strukturnya cocok. Bisa saja mengusahakan salak pada lahan yang bercadas dangkal, tetapi cadas terlebih dahulu harus dihancurkan sedalam kurang lebih satu meter, agar perakaran salak mampu menembusnya. Bila tanah banyak mengandung batu, maka batu-batu harus disingkirkan terlebih dahulu. Walau bagaimanapun, struktur tanah yang secara alamiah subur dan gembur adalah yang terbaik untuk pertumbuhan dan perkembangan salak. Jenis tanah yang paling cocok adalah tanah liat berpasir (teksturnya agak halus sampai halus). Tanah seperti ini disamping gembur juga lembab. Bila menanam salak di tanah liat, sering terjadi genangan air yang mengganggu. Pohon salak umumnya tidak

suka akan adanya genangan air. Hal ini akan menyebabkan akar-akar salak menjadi sulit bernapas. Jenis tanah liat pada musim hujan terasa lengket dan sulit meresapkan air. Lambat laun akar tanaman bisa lembek dan membusuk. Fungsi akar sebagai pengangkut bahan makanan menjadi terganggu sehingga tanaman sulit untuk bertahan hidup.

Tanah berpasir mempunyai porositas tinggi. Ini dikarenakan hubungan antara partikel-partikel pasir tidak rapat. Pori-pori antar partikelnya memungkinkan air dan udara mudah beredar di dalam tanah. Tetapi, daya simpan air pada tanah berpasir sangat kurang.

Hal ini mengakibatkan persediaan air tanah yang diperlukan bagi tanaman salak sulit dipenuhi.

Gabungan kedua jenis tanah liat dan pasir adalah kombinasi lahan yang baik untuk tanaman salak. Kekurangan yang terdapat pada tanah liat dapat dibantu oleh pasir. Sebaliknya kekurangan yang terdapat pada tanah berpasir dapat dibantu oleh tanah liat. Hal inilah yang menjadi alasan tanah liat berpasir merupakan tanah yang paling cocok untuk tanaman salak.

Tanah yang secara alamiah masih kaya akan unsur hara sangat baik untuk dijadikan lahan atau perkebunan salak. Warna tanah biasanya kehitaman karena humus tanah masih banyak. Lahan yang kekurangan unsur hara atau tanah kritis tidak bagus ditanami Tabel 1. Persyaratan penggunaan lahan untuk tanaman salak (Salacca edulis).

(Sumber : Biro Perencanaan, Departemen Pertanian, 1997)

Kelas Kesesuaian Lahan Persyaratan

penggunaan/karakteristik

lahan Sangat sesuai Sesuai Kurang sesuai Tidak sesuai

Temperatur (tc)

Temperatur rata-rata (°C) 22-28

28-34

Curah hujan (mm) 1000-2200

500-1000 Kepekaan erosi (eh) Sangat ringan

Ringan-sedang

(19)

salak. Tanda-tanda tanah yang miskin akan unsur hara biasanya berwarna kemerah-merahan.

Lahan yang kurang baik pun sebenarnya dapat ditanami salak. Penambahan pupuk organik seperti kompos, OST, pupuk kandang, dan sebagainya akan membantu memperbaiki struktur tanah menjadi gembur. Sedangkan unsur hara yang kurang dapat ditambah dengan pupuk anorganik yang mengandung unsur hara lebih tinggi dibandingkan pupuk organik. permukaan laut. Produksi yang baik diperoleh dari tanaman salak yang ditanam lebih rendah dari 300 meter di atas permukaan laut (Ochse, 1961). Batas toleransi ketinggian yang masih memungkinkan adalah 900 meter di atas permukaan laut. Apabila ketinggian tempat diatas 900 meter, maka pohon salak akan sulit untuk berbuah.

Dataran rendah menerima sinar matahari dalam jumlah yang besar. Karena itu, tanaman salak membutuhkan naungan yang lebih rapat. Pada ketinggian 700-900 meter di atas permukaan laut, naungan tidak perlu terlalu rapat karena sinar matahari biasanya tidak terlalu terik.

Tanah yang berada di kemiringan, lereng bukit, atau lembah masih memungkinkan untuk ditanami salak. Daerah pegunungan atau perbukitan (asalkan ketinggiannya tidak lebih dari 900 meter di atas permukaan laut) masih dapat dimanfaatkan. Pada kondisi lahan seperti ini, cara penanaman disesuaikan dengan garis kontur. Salak dapat ditanam dengan jarak tanam yang lebih rapat. Kerapatan tanam selain dapat menambah jumlah populasi, yang berarti jumlah tanaman produktif lebih banyak, juga berfungsi untuk konservasi alam. Akar tanaman salak akan membantu menahan tanah dari erosi yang sering terjadi di lereng pegunungan atau lereng-lereng bukit.

2.4. Evaluasi Lahan dan Pewilayahan Tanaman

Evaluasi lahan merupakan suatu proses dalam menduga potensi lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun non pertanian, sesuai dengan kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk

penggunaan tertentu, seperti misalnya lahan sesuai untuk pemukiman, perkebunan dan sebagainya. Lahan perlu dievaluasi karena tidak semua lahan sesuai untuk setiap komoditas.

Potensi suatu daerah untuk pengembangan suatu komoditas pertanian pada umumnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan (dalam hal ini mencangkup iklim, tanah, topografi) dengan persyaratan tumbuh tanaman. Kecocokan antara sifat fisik lingkungan dari suatu daerah dengan persyaratan tumbuh tanaman dapat memberikan informasi bahwa komoditas tersebut potensial dikembangkan di daerah bersangkutan.

Pewilayahan tanaman merupakan salah satu metode evaluasi lahan yang mengidentifikasi lahan yang dapat digunakan untuk tanaman tertentu, sehingga dapat ditentukan kelas-kelas kesesuaian lahan terhadap tanaman dan dapat diperoleh lahan yang potensial untuk pengembangan tanaman tersebut (Khomarudin, 1998).

Penilaian kesesuaian lahan dibedakan menurut tingkatannya yaitu, yang tergolong sesuai (S) dan yang tergolong tidak sesuai (N). Lahan yang tergolong sesuai (S) dibedakan antara lahan sangat sesuai (S1), sesuai (S2), dan sesuai marjinal (S3). Ketiga kelas ini didasarkan pada faktor pembatas yang mempengaruhi kelanjutan penggunaan lahan. Tabel 1 diatas menunjukan beberapa persyaratan penggunaan lahan untuk tanaman salak.

2.5. Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena-fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis (Aronof, 1989 dalam Widiyawati, 2005).

Konsep dasar SIG merupakan suatu sistem terpadu yang mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan data yang selanjutnya dapat mendayagunakan sistem penyimpanan, pengolahan maupun analisis data secara simultan, sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan (spasial). Perangkat lunak (software) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Surfer

(20)

2.5.1. Surfer Mapping System (surfer)

Surfer Mapping System (Surfer)

adalah suatu perangkat lunak yang berfungsi dalam pembuatan peta kontur baik dalam dua dimensi maupun tiga dimensi. Keunggulan dari perangkat lunak ini adalah dapat menghubungkan titik-titik pada peta yang mempunyai nilai yang sama, sehingga daerah-daerah yang tidak memiliki nilai atau nilainya tidak terdeteksi data dapat diketahui.

2.5.2. ArcView

Software ArcView adalah tool/perangkat yang mudah digunakan, memungkinkan kita untuk melakukan organisasi, me-maintain, menggambarkan dan menganalisa peta dan informasi spasial. ArcView juga mempunyai kemampuan untuk menggambarkan, menyelidiki dan melakukan query (pencarian informasi secara cepat) dan melakukan analisa spasial. Dengan ArcView, kita dengan cepat dapat mengubah simbol peta, menambah gambar citra atau grafik, menempatkan tanda arah utara, skala batang dan judul serta mencetak peta dengan kualitas yang baik. ArcView bekerja dengan data dalam penelitian ini adalah :

1. Data iklim Propinsi Bali, yang meliputi data curah hujan dan suhu udara rata-rata (tahun 1961-2005). 2. Peta tanah dengan skala 1:250.000

yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanah. Peta topografi dengan skala 1:500.000 yang diperoleh dari BAKOSURTANAL, serta peta administrasi dan penggunaan lahan Propinsi Bali skala 1:500.000 yang diperoleh dari BAPPEDA Propinsi Bali.

3. Seperangkat PC (personal computer) dengan perangkat lunak (software) pengolah kata (MS Word), MS Excel, Surfer 8, ArcView 3.3, AutoCad 2004.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Agrometeorologi Departemen

Geofisika dan Meteorologi IPB, mulai bulan April 2006 sampai dengan Agustus 2006, dan di perkebunan salak Bali di Kabupaten Karangasem.

3.3. Metode

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu :

3.3.1. Analisis dan Survei Kepustakaan

Pada tahap ini dimulai dengan studi pustaka dan melakukan survey langsung ke tempat penelitian. Studi pustaka ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang syarat tumbuh tanaman salak yang berkaitan dengan iklim dan tanah. Sedangkan survey ke tempat penelitian bertujuan untuk memperoleh data sekunder yaitu data iklim, tanah, produksi, serta untuk mengetahui penyebaran tanaman salak.

3.3.2. Pemasukan (input) data Pada tahap ini dilakukan konversi peta cetak yang didapat menjadi bentuk digital. Setelah peta menjadi bentuk digital kemudian dilakukan pengeditan atau koreksi geometrik agar memiliki koordinat yang sesuai dengan koordinat bumi. Pada proses konversi dan koreksi ini digunakan software

ArcView 3.3.

3.3.3. Klasifikasi Kesesuaian Pada tahap ini, setiap peta (poligon) diklasifikasikan dan diberi nilai berdasarkan tingkat kelas kesesuaian tanaman salak, yaitu :

• Sangat sesuai (S1)

Daerah sangat sesuai untuk pengembangan tanaman salak, dimana tidak ada faktor pembatas terhadap penggunaannya secara berkelanjutan.

• Sesuai (S2)

Daerah sesuai untuk pengembangan tanaman salak, dimana tidak ada faktor pembatas terhadap penggunaannya secara berkelanjutan, atau memiliki faktor pembatas yang sifatnya minor (dapat diatasi) serta tidak akan menurunkan hasil produksi.

• Kurang sesuai (S3)

Daerah cukup sesuai atau sesuai marjinal (S3) yang memiliki faktor pembatas yang sangat perlu untuk diperhatikan, agar tidak menurunkan hasil produksi.

• Tidak sesuai (N)

(21)

lebih lanjut, karena memiliki faktor pembatas yang sangat besar.

3.3.4. Penentuan Tingkat Kesesuaian Iklim

Peranan iklim dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman salak sangat perlu diperhatikan, hal ini dikarenakan tanaman salak adalah tanaman daerah tropis, sehingga iklim memiliki pengaruh yang besar.

Untuk mendapatkan peta kesesuaian iklim tanaman salak, diperlukan data curah hujan dan suhu udara rata-rata bulanan, yang kemudian dibuat menjadi peta (peta isohyet dan peta isoterm) dengan menggunakan

software Surfer 8. Data yang diinput adalah

data lintang (lintang Bumi Belahan Utara bernilai positif, dan lintang Bumi Belahan Selatan bernilai negatif), bujur, dan nilai Z (untuk nilai ketinggian tempat, curah hujan, suhu udara, dan atribut lainnya).

Penentuan suhu untuk daerah-daerah di Bali dilakukan dengan menggunakan asumsi bahwa suhu akan turun 0.6° C tiap kenaikan 100 meter (Hukum Braak). Sebagai patokan suhu digunakan suhu rata-rata dari Stasiun Meteorologi Klas I Ngurah Rai (ketinggian 3 meter dpl). Hal ini dilakukan mengingat bahwa data suhu di Ngurah Rai dapat dikatakan lebih akurat dan juga letak stasiunnya yang hampir mendekati permukaan laut (0 mdpl).

Suhu udara rata-rata diduga menggunakan persamaan Braak, dengan rumus :

T = X - 0,0061 h pada 0< h > 2000 mdpl T = X - 0,0052 h pada h > 2000 mdpl

Dimana T = Suhu udara rata-rata (dalam °C) h =Ketinggian tempat di atas

permukaan laut (dalam meter) X =Suhu rata-rata stasiun acuan

(dalam °C)

Nilai curah hujan yang dipetakan adalah curah hujan rata-rata tahunan, yang didapat dengan menjumlahkan curah hujan bulanan pada tiap stasiun atau pos hujan.

3.3.5. Penentuan Tingkat Kesesuaian Tanah

Tingkat kesesuaian tanah untuk tanaman salak didasarkan pada Peta Tanah Tinjau Propinsi Bali. Peta ini memiliki informasi tentang tanah di Propinsi Bali. Tanah merupakan komponen atau faktor penting dalam proses pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman. Penentuan kelas kesesuaian untuk tanaman

salak ini disusun sama seperti pada proses penentuan tingkat kesesuaian iklim yang didasarkan pada tabel kesesuaian lahan untuk tanaman salak yang telah disusun oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Iklim (Puslitbangtanak).

3.3.6. Penentuan Tingkat Kesesuaian Iklim dan Tanah

Setelah mendapatkan peta kesesuaian iklim dan kesesuaian tanah untuk tanaman salak, kemudian dilakukan overlay atas keduanya sehingga didapatkan peta kesesuaian iklim dan tanah.

3.3.7. Penentuan Tingkat Kesesuaian Ketinggian

Pada penentuan kesesuaian topografi atau ketinggian ini, yang diperhatikan hanyalah ketinggian tempat atau daerah, sedangkan untuk kelerengan tidak diikutkan karena lereng tidak mempengaruhi secara langsung pertumbuhan dan perkembangan tanaman salak. Sedangkan untuk ketinggian tempat memiliki pengaruh yang nyata terhadap tanaman salak, dimana pada ketinggian lebih dari 900 mdpl, tanaman salak sulit untuk berbuah.

3.3.8. Penentuan Tingkat Kesesuaian Agroklimat

Pewilayahan tanaman yang berdasarkan kesesuaian agroklimat ini tidak dapat dilihat dari satu unsur saja, tetapi memerlukan penggabungan beberapa unsur, diantaranya peta kesesuaian iklim dan tanah dan ketinggian. Hasil overlay dari kedua peta ini adalah peta kesesuaian agroklimat untuk tanaman salak di Propinsi Bali.

Peta kesesuaian agroklimat ini kemudian di overlay dengan peta administrasi Propinsi Bali, untuk melihat daerah mana yang cocok untuk pengembangan perkebunan tanaman salak, mengingat banyak lahan baru dan kosong yang telah dimanfaatkan sebagai pemukiman penduduk. Hasil akhir dari overlay peta ini adalah peta tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman salak.

(22)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Geografi Propinsi Bali Propinsi Bali terdiri dari beberapa pulau, yakni Pulau Bali sebagai pulau terbesar, Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Ceningan, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Serangan (terletak disekitar kaki pulau Bali), dan Pulau Menjangan yang terletak di bagian barat pulau Bali.

Daerah pemerintahan Propinsi Bali saat ini terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota, yakni Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng dan Kota Denpasar. Luas wilayah Propinsi Bali secara keseluruhan adalah 5.632,86 km2 (0,29 %) dari luas kepulauan Indonesia.

Tabel 2. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Propinsi Bali.

Berdasarkan pada Peta Tanah Tinjau Propinsi Bali, wilayah yang memiliki kesesuaian sangat sesuai terluas adalah daerah Tabanan, Jembrana dan Buleleng. Dari keseluruhan analisa tanah, hampir semua jenis tanah di Bali layak untuk dijadikan media tumbuh tanaman Salak Bali ini, namun selain kesesuaian tanah, kesesuaian dengan komponen lain harus diperhatikan juga seperti kesesuaian iklim ataupun ketinggian.

Tabanan memiliki luas tanah terluas untuk kesesuaian sangat sesuai, dengan total luas 709,65 km2 untuk kelas sangat sesuai, 105,18 km2 untuk kelas sesuai, 24,5 km2 untuk kelas sesuai marjinal. Hamper diseluruh wilayah Propinsi Bali tidak ditemukan daerah dengan kelas kesesuaian tanah tidak sesuai (N). Hal ini dapat diartikan Salak Bali dapat dibudidayakan hampir diseluruh wilayah Propinsi Bali karena memiliki kesesuaian tanah yang cocok.

Gambar 7. Peta kesesuaian tanah tanaman Salak Bali (Salacca edulis Reinw.) Tabel 3. Luas wilayah tanaman salak Bali

berdasarkan kesesuaian tanah di tiap-tiap kabupaten, Propinsi Bali.

4.3. Kesesuaian Iklim

Hasil tumpang tindih (overlay) dari unsur iklim (curah hujan dan suhu udara) menggambarkan daerah-daerah yang memiliki kesesuaian iklim untuk tanaman salak. Seluruh wilayah kajian penelitian umumnya memiliki kondisi yang optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman salak.

Suhu udara rata-rata di Propinsi Bali berkisar antara 18°-27° C, dimana masuk kedalam kelas kesesuaian sangat sesuai (S1) dan sesuai (S2). Hal ini diakibatkan variasi suhu di daerah tropis tidak terlalu besar, sehingga parameter suhu udara bukan merupakan faktor penghambat untuk pertumbuhan dan perkembangan Salacca

edulis Reinw.

Curah hujan memiliki variasi yang cukup besar di Propinsi Bali. Umumnya curah hujan dipengaruhi oleh topografi daerah setempat. Perbedaan curah hujan ini masih masuk dalam kelas kesesuaian sangat sesuai (S1), sesuai (S2) dan kurang sesuai (S3).

(23)

Gambar 8. Peta kesesuaian iklim tanaman Salak Bali (Salacca edulis Reinw.) Berdasarkan Peta Kesesuaian Iklim ini, daerah sangat sesuai (S1) mencangkup hampir semua daerah Propinsi Bali, dengan luas area 3611,46 km2. Untuk daerah dengan kelas sesuai (S2) mencangkup area seluas 1958,08 km2, sedangkan untuk kelas kesesuaian kurang sesuai hanya mencangkup area seluas 63,59 km2.

Tabel 4. Luas wilayah tanaman salak Bali berdasarkan kesesuaian iklim di tiap-tiap kabupaten, Propinsi Bali.

Kabupaten S1 (km2

Topografi sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman salak Bali (Salacca

edulis Reinw.), sedangkan untuk kelerengan,

karena dianggap tidak begitu mempengaruhi pertumbuhan maka tidak dimasukkan kedalam kriteria pengkelasan. Menurut Mahyar (1993), tanah yang berada di kemiringan, lereng bukit, atau lembah masih memungkinkan untuk ditanami salak. Daerah pegunungan atau perbukitan (asalkan ketinggiannya tidak lebih dari 900 meter di atas permukaan laut) masih dapat dimanfaatkan.

Salak tumbuh subur pada daerah dengan ketinggian antara 0-300 meter diatas permukaan laut. Batas toleransi ketinggiannya

adalah 900 mdpl, lebih dari itu tanaman salak akan sulit untuk berbuah.

Ketinggian daerah di Bali bervariasi dari 0 mdpl sampai lebih dari 3000 mdpl. Relief dan topografi Pulau Bali digambarkan dengan membentangnya pegunungan ditengah-tengah yang memanjang dari barat ke timur. Diantara pegunungan tersebut terdapat gunung berapi yaitu Gunung Batur (1.717 meter) dan Gunung Agung (3.142 meter). Sedangkan gunung yang tidak berapi/mati diantaranya adalah Gunung Merbuk (1.356 meter), Gunung Patas (1.414 meter) dan Gunung Seraya (1.058 meter) serta beberapa gunung lainnya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan wilayah Bali secara geografis terbagi dalam 2 (dua) bagian, yakni :

o Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai.

o Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai.

Gambar 9. Peta kesesuaian ketinggian tanaman Salak Bali (Salacca edulis

Reinw.)

Wilayah penelitian yang memiliki ketinggian sesuai untuk tanaman salak umumnya lebih banyak ditemukan di Bali Selatan, dengan luas total wilayah sangat sesuai (S1) untuk tanaman salak adalah 3458,35 km2, sesuai (S2) dengan total luas 825,381 km2, sesuai marjinal (S3) dengan total luas 328,09 km2 dan untuk wilayah tidak sesuai (N) dengan total luas 1022,61 km2.

(24)

Tabel 5. Luas wilayah tanaman salak Bali berdasarkan kesesuaian ketinggian di tiap kabupaten, Propinsi Bali.

Kabupaten S1 (km2 Kesesuaian Tanah menghasilkan Peta Kesesuaian Iklim dan Tanah. Dari seluruh wilayah, Kabupaten Jembrana memiliki luas wilayah kesesuaian sangat sesuai terluas dibandingkan daerah-daerah lainnya.

Gambar 10. Peta kesesuaian iklim dan tanah km2, dan daerah kurang sesuai seluas 2388,69 km2. Tidak ditemukannya kelas kesesuaian tidak sesuai (N) mungkin disebabkan hampir seragamnya sebaran iklim di Propinsi Bali, serta corak dan sifat tanah yang hampir sama di seluruh wilayah. Mengingat Propinsi bali termasuk kedalam daerah yang memiliki iklim tropis, sehingga iklim di tiap-tiap daerahnya tidak berbeda jauh.

Propinsi Bali dibagi kedalam 13 Daerah Prakiraan Musim (DPM), dimana pengkelasan ini didasarkan oleh perbedaan waktu datangnya musim hujan di tiap-tiap

daerah. Akan tetapi, apabila diperhatikan pola-pola hujan di masing-masing daerah hampir sama/mirip, hal ini karena Propinsi Bali terletak disebelah selatan garis equator sehingga memiliki pola hujan monsunal (memiliki 2 puncak musim hujan) sebagai akibat pergerakan matahari.

Tabel 6. Luas wilayah tanaman salak Bali berdasarkan kesesuaian iklim dan tanah di tiap-tiap kabupaten, Propinsi Bali.

4.6. Kesesuaian Iklim, Tanah dan Ketinggian (Agroklimat)

Ditinjau dari hasil analisis (overlay) kesesuaian tanah (kesuburan fisik), iklim dan ketinggian, hampir semua wilayah penelitian masuk kedalam kelas kesesuaian sesuai, yaitu untuk kelas sangat sesuai dengan luas area

Gambar 11. Peta kesesuaian iklim, tanah, dan ketinggian tanaman Salak Bali

(Salacca edulis Reinw.)

Umumnya daerah tinggi di Propinsi Bali terletak di tengah-tengah sehingga daerah disekitarnya memiliki kesesuaian kurang sesuai. Adanya barisan pegunungan yang

(25)

memisahkan daratan utara dan selatan menyebabkan daerah utara cenderung lebih kering. Hal ini lebih dikarenakan angin muson, baik yang bertiup dari timur/tenggara ataupun barat/barat laut, yang membawa uap air, tertahan oleh pegunungan sehingga menjatuhkan uap air tersebut sebagai hujan sebelum melewati barisan pegunungan. Bila angin muson tenggara/timur bertiup, hujan akan cenderung jatuh lebih banyak di daerah selatan. Sedangkan bila angin muson barat/barat laut yang bertiup, maka hujan akan cenderung jatuh lebih banyak di sekitar Jawa Timur.

Tabel 7. Luas wilayah pengembangan Salak Bali berdasarkan tingkat kesesuaian agroklimat di tiap-tiap kabupaten, Propinsi Bali.

Hasil overlay ini menunjukkan hampir keseluruhan wilayah sesuai untuk pengembangan Salak Bali, sedangkan nilai tidak sesuai (N) ditemukan umumnya di bagian tengah pulau, hal ini dikarenakan adanya barisan pegunungan yang membelah Pulau Bali menjadi dua bagian, utara dan selatan

Tabel 8. Luas wilayah rekomendasi pengembangan Salak Bali di tiap-tiap kabupaten di Propinsi Bali.

Luas wilayah rekomendasi pengembangan Salak Bali ini ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya jumlah penduduk, kedekatan wilayah dengan jalan dan sungai atau badan air.

Kabupaten Buleleng menjadi alternatif pertama dalam pengembangan perkebunan salak ini, alasannya antara lain wilayahnya sangat cocok untuk pengembangan Salak Bali, baik dari segi iklim, tanah dan ketinggiannya (agroklimat), selain jumlah penduduknya yang tertinggi, yaitu 607.616 jiwa, dimana dari jumlah penduduk keseluruhan, yang sedang mencari keja di Kabupaten Buleleng merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 19.749 jiwa. Jumlah penduduk ini merupakan total jumlah angkatan kerja keseluruhan di masing-masing kabupaten.

Kabupaten Jembrana juga cocok untuk dikembangkan sebagai perkebunan salak, mengingat luas daerah dengan kesesuaian sangat sesuai di Propinsi Bali paling luas terletak di Jembrana.

Daerah Tabanan sebenarnya merupakan daerah yang cocok untuk pengembangan tanaman salak ini, tetapi lahan yang ada lebih banyak digunakan sebagai area persawahan, sehingga konversi lahan dari sawah menjadi perkebunan hendaknya tidak dilakukan mengingat kebutuhan akan beras/padi sangat banyak melebihi kebutuhan akan salak. Hal inilah yang menjadikan daerah Tabanan memiliki nama Lumbung Beras Propinsi Bali.

Banyaknya lahan yang tidak sesuai untuk pengembangan perkebunan salak disebabkan oleh kurangnya lahan yang dapat dikonversi penggunaannya menjadi lahan perkebunan.

Tabel 9. Jumlah penduduk di tiap-tiap kabupaten.

Kabupaten Penduduk Mencari kerja

Jembrana 221316 7451

Tabanan 397673 11842

Badung 358311 7251

Gianyar 379005 8661

Klungkung 170092 2658

Bangli 210103 2210

Karangasem 389576 14134

Buleleng 607616 19749

Denpasar 446226 15684

Kabupaten S1 (km2

(26)

Selain karena jumlah penduduknya yang cukup besar yang dapat digunakan sebagai sumber tenaga kerja (SDM), wilayah Buleleng dan Jembrana juga dilalui oleh jalan atau lalu lintas utama (jalan arteri utama/jalan lintas propinsi) serta banyaknya aliran sungai yang melalui Kabupaten Buleleng dan Jembrana.

Tabel 10. Perbandingan beberapa daerah yang memiliki kesesuaian sangat sesuai dari segi iklim, tanah dan ketinggian.

Karangasem Jembrana Buleleng Klungkung

CH (mm/th) 1400-3000 1400-2200 800-3000 800-1800

Suhu (°C) 25-27 23-27 18-27 25-27

Ketinggian (m) 0-3000 0-1700 0-2500 0-300

Jenis Tanah Latosol Latosol Latosol Mediteran

Tekstur Liat-pasir Liat-pasir

Liat-pasir Liat-pasir

Dari perbandingan beberapa daerah yang memiliki kesesuaian untuk tanaman salak dengan daerah asal tanaman salak yaitu Karangasem, dapat dilihat adanya persamaan diantaranya seperti kisaran curah hujan dan suhu, jenis tanah dan ketinggian. Suhu udara di beberapa wilayah cenderung sama karena fluktuasi suhu di daerah tropis sangat rendah, umumnya perbedaan suhu diakibatkan oleh ketinggian tempat. Hal ini menyebabkan suhu seperti di Karangasem, Jembrana, Buleleng, Klungkung dan daerah lainnya di Bali cenderung sama.

Hal yang sangat nyata membedakan adalah jenis tekstur tanahnya. Dengan melakukan uji tekstur di Laboratorium, maka akan dapat dilihat perbedaan antara tekstur tanah di masing-masing wilayah.

Tanah dengan tekstur liat berpasir sangat cocok untuk pengembangan salak jenis Gulapasir. Salak jenis ini hanya ditemukan di daerah Karangasem, namun tidak semua daerah Karangasem menghasilkan salak jenis ini. Salak Gulapasir ini banyak ditemukan di daerah Sibetan Karangasem, untuk daerah lain umumnya hanya menghasilkan salak jenis biasa. Perbedaan antara Salak Biasa dan Salak Gulapasir (sebutan oleh penduduk setempat) adalah terletak pada warnanya yang putih kapur dan rasa salak gula pasir yang mirip dengan salak pondoh, hanya buahnya lebih besar, bijinya lebih kecil dan tidak melekat serta daging buahnya lebih tebal dibandingkan salak pondoh. Sedangkan Salak Biasa warnanya kuning susu, rasanya manis tetapi

ada campuran asam dan sedikit sepet. Ukuran buahnya jauh lebih besar daripada Salak Gulapasir. Pada Salak Gulapasir, rasa sepet seperti pada Salak Biasa tidak ditemukan. Perbedaan lain terdapat pada harga jual, dimana harga satu kilogram Salak Gulapasir bisa mencapai Rp. 40.000,- sedangkan Salak

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Bulan

Gambar 12. Pola curah hujan tahunan. Hampir seluruh daerah di Propinsi Bali memiliki pola hujan seperti gambar diatas. Dari pola tersebut dapat dilihat pola perkembangan tanaman salak, dimana seperti yang disebutkan beberapa petani salak di Bali bahwa musim panen umumnya Pebruari-Maret, adalah merupakan akhir dari puncak musim hujan. Sedangkan musim berbunga adalah bulan Mei yang merupakan awal dari musim kering.

Buah salak selalu tersedia di pasaran. Dalam setahun umumnya salak dipanen dua kali, yaitu bulan Pebruari-Maret yang merupakan panen raya, serta panen kedua yaitu enam bulan setelahnya. Perbedaan yang sangat nyata adalah ukuran buah saat panen raya cenderung lebih besar dari panen kedua, oleh karena itu umumnya para petani menyebut panen kedua sebagai panen “nyeladin” (“nyeladin”, bahasa bali yang berarti sisa diantara sela-sela).

(27)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kebutuhan akan buah-buahan di Bali umumnya terus meningkat. Membanjirnya buah-buahan import semakin menenggelamkan buah-buahan lokal. Untuk itu pengembangan produksi buah lokal perlu diusahakan dengan cara membuka lahan perkebunan baru, dengan menganalisa kesesuaian agroklimat daerah bersangkutan.

Dalam rangka pengembangan perkebunan buah Salak Bali, perlu dilihat beberapa faktor seperti keadaan penduduk, sarana dan prasarana di daerah bersangkutan, dan lain sebagainya.

Wilayah rekomendasi pengembangan Salak Bali dengan kriteria kesesuaian sangat sesuai (S1) memiliki luas 1009.45 km2, untuk kesesuaian sesuai (S2) luas wilayahnya 556.43 km2, wilayah kurang sesuai (S3) seluas 903.96 km2, dan untuk wilayah yang tidak sesuai (N) luas wilayahnya 3194.13 km2. Hal-hal yang menjadi pembatas wilayah pengembangan perkebunan salak ini adalah pemukiman penduduk, lahan sawah serta hutan.

Dari hasil analisa didapatkan wilayah yang sesuai untuk pengembangan Salak Bali lebih lanjut adalah Kabupaten Buleleng dan Jembrana, dimana selain wilayahnya sangat sesuai dari segi agroklimatnya, jumlah penduduknya juga cukup tinggi yang sangat sesuai untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Kedekatan dengan sarana transportasi atau jalan raya dapat memudahkan pengangkutan hasil produksi ke berbagai daerah. Sedangkan untuk irigasi atau pengairan dapat diusahakan dari beberapa aliran sungai yang melintasi wilayah tersebut. 5.2. Saran

Dalam penelitian ini belum dikaji nilai ekonomi pembukaan lahan tersebut, disamping faktor-faktor lain yang juga perlu dikaji seperti sosial budaya, politik serta kebijakan daerah setempat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1986. Melacak jenis-jenis salak yang paling enak. Trubus. 197 : 6-9. Balai Informasi Pertanian. (1994-1995).

Pembibitan Tanaman Salak. LIPTAN.Lembar Informasi Pertanian. Sumatera Barat. Bey, A. 1991. Kapita Selekta dalam

Agrometeorologi. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Biro Perencanaan. 1997. Kriteria Kesesuaian Tanah dan Iklim Tanaman Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta

Handoko, 1993. Klimatologi Dasar: Landasan Pemahaman Fisik Atmosfer dan Unsur-unsur Iklim. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. FMIPA – IPB.

Haryati, H, Ahza, AB. 1981. Laporan survey salak. Paper disampaikan pada Seminar standarisasi dan Pengawasan Mutu Barang ke IV (Sayur-sayuran dan Buah-buahan). Direktorat Standarisasi, Normalisasi dan Pengendalian Mutu. Departemen Perdagangan dan Kooperasi, Jakarta.

Kaslan, AT. 1967. Pedoman Bercocok Tanam. Jakarta. Balai Pustaka.

Khomaruddin, MR. 1998. Pewilayahan Tanaman Mangga dan Jambu Mete di Sulawesi Tenggara. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. (Tidak dipublikasikan).

Mahyar, UW. 1993. Pendayagunaan Tanaman Buah-buahan Pada Lahan Kritis. Yayasan Prosea. Bogor.

(28)

Mogea, YP. 1983. Three New Species of Salacca (Palmae) From Malay Peninsula. Herbarium Bogoriense, Bogor. Indonesia. Nazaruddin dan Kristiawati, R. 1992. 18

Varietas Salak. Budidaya, Prospek Bisnis dan Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta. Ochse, JJ. 1931. Fruit and Fruit Culture in the

Dutch East Indies. G. Kolff & Co-Batavia-c.

Ochse, JJ. 1961. Tropical and Subtropical Agriculture. Vol. 1. The MacMillan Company. New York.

Schuiling, DL, Mogea, SP. 1991. Salacca

zalacca (Gaertner) Voss. In:

Verheij, EWM, Coronel, RE. (eds.) PROSEA No. 2 Edible fruits and nuts. Pudoc Wageningen. P :284-287. Rumah. PT. Kinta. Jakarta. Soemarsono, Moerbono, R. 1954. Biologi

bunga salak. Hortikultura. 2 : 3-11.

Soepraptono. 1954. Biologi bunga salak Bali. Hortikultura. 3 : 41-48.

Sudarmiyono. 1985. Cara baru mencangkok salak. Trubus. 185 : 226-228. Sudibyo, M. 1974. Sedikit Tentang Buah

Salak (Salacca edulis) dan Masalah-masalahnya. Lembaga Penelitian Hortikultura, Pasarminggu. Jakarta.

Sugihat, Y. 1973. Mempelajari Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Manisan Salak (Salacca edulis

Reinw.). Tesis. Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian IPB, Bogor. (Tidak Dipublikasikan).

Sulastri, S. 1986. Studi Kromosom Buah Salak. Laporan Penelitian. Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sunarjono, HH. 1998. Prospek Berkebun

Buah. Penebar Swadaya. Jakarta. Suter, I Ketut. 1988. Telaah Sifat Buah Salak Asal Bali Sebagai Dasar Pembinaan Mutu Hasil. Disertasi. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).

Tohir, KM. 1981. Bercocok Tanam Buah-buahan. Pradnya Paramita. Jakarta.

Widiyawati, F. 2005. Potensi Perkembangan Tanaman Jeruk (Citrus sp.) Berdasarkan Kesesuaian Iklim dan Tanah di Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam. Institut Pertanian Bogor. (Tidak dipublikasikan).

Wijana, Gede. 1990. Telaah Sifat Buah Salak Kultivar Gulapasir Sebagai Dasar Penggunaannya. Tesis. Fakultas Pascasarjana, IPB. Bogor. (Tidak Dipublikasikan). Yudo, P. 1984. Kutu salak yang jadi

(29)

Gambar

Gambar 4. Peta pengembangan dan pemasaran buah salak di Indonesia.
Gambar 6.  Peta pengembangan dan
Tabel 1. Persyaratan penggunaan lahan untuk tanaman salak ( Salacca edulis).
Gambar 7. Peta kesesuaian tanah tanaman  Salak Bali (Salacca edulis Reinw.)
+6

Referensi

Dokumen terkait