• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan lanskap pantai Tanjung Baru sebagai kawasan wisata berbasis ekologis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan lanskap pantai Tanjung Baru sebagai kawasan wisata berbasis ekologis"

Copied!
302
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN LANSKAP PANTAI TANJUNG BARU

SEBAGAI KAWASAN WISATA BERBASIS EKOLOGIS

JUNIAR ADI NUGRAHA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

PERENCANAAN LANSKAP PANTAI TANJUNG BARU SEBAGAI KAWASAN WISATA BERBASIS EKOLOGIS

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tulisan ini.

Bogor, Maret 2011

(3)

RINGKASAN

JUNIAR ADI NUGRAHA. A44060181. Perencanaan Lanskap Pantai Tanjung Baru sebagai Kawasan Wisata Berbasis Ekologis. Di bawah bimbingan AFRA D.N. MAKALEW dan VERA DIAN DAMAYANTI

Kabupaten Karawang berada di bagian utara Provinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak pada posisi 5o56’ - 6o34’ LS dan 107o02’ - 107o40’ BT. Secara administratif, Kabupaten Karawang mempunyai batas wilayah administratif dengan lima kabupaten, yaitu Purwakarta, Subang, Bekasi, Bogor, dan Cianjur. Luas wilayah Kabupaten Karawang 1.753,27 km2 atau 3,73% dari luas Provinsi Jawa Barat dan terbagi menjadi 30 (tiga puluh) kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 297 dan 12 kelurahan.

Kabupaten Karawang merupakan salah satu wilayah yang sedang mengalami pergeseran pola pembangunan dan kebijakan yang lebih mengarah ke sektor riil. Salah satu dampaknya adalah peningkatan jumlah penduduk sebagai tenaga kerja yang tentu berimbas kepada terjadinya alih fungsi tata guna lahan. Hal ini merupakan salah satu keuntungan dibidang ekonomi tetapi akan berdampak negatif pada aspek lainnya. Salah satunya akan terjadi alih guna lahan pertanian maupun area pesisir/pantai.

Jumlah tenaga kerja di suatu daerah tentu membutuhkan sarana pendukung bagi kegiatan di waktu luangnya misalnya waktu untuk berwisata. Area wisata merupakan salah satu pendukung ekonomi bagi wilayah tersebut, tetapi fenomena yang kurang baik adalah kurang seimbangnya penataan aspek wisata dengan aspek lingkungan/ekologi kawasan wisata tersebut. Salah satu contohnya adalah pada kawasan wisata Pantai Tanjung Baru (PTB). Area yang terletak di sebelah utara Kabupaten Karawang ini merupakan salah satu andalan wisata pantai. Tetapi kurang diperhatikannya aspek lingkungan/ekologi pantai berdampak terhadap bencana abrasi yang telah terjadi dan menjadi salah satu faktor menurunnya jumlah kunjungan disamping aspek pengelolaan yang kurang baik.

Agar keseimbangan aspek ekologi dan aspek wisata dapat terjalin dengan baik, maka rencana pengembangan kawasan ini perlu didukung dengan perencanaan lanskap wisata pantai yang baik serta searah dengan program pemerintah daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu, perencanaan lanskap wisata Pantai Tanjung Baru berbasis ekologi perlu dilakukan dengan harapan agar dapat memberikan pengalaman wisata yang menarik dan menyenangkan bagi pengunjung, serta secara tidak langsung menjaga kelestarian lingkungan di kawasan itu.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan proses perencanaan ekologi yang terdiri dari studi literatur, wawancara dengan narasumber, dan pengamatan lapang (survey). Adapun tahapan kerjanya didasarkan pada tahapan perencanaan menurut Gold (1980). Tahapan-tahapan perencanaan tersebut antara lain persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan perancangan, tetapi dalam penelitian ini hanya dibatasi sampai tahap perencanaan dengan penambahan tahap penyusunan konsep sebelum tahap perencanaan.

(4)

terhadap kedua aspek tersebut menghasilkan analisis berupa peta komposit. Peta komposit ini didapatkan dengan melakukan overlay terhadap kedua aspek tersebut dengan bobot antara aspek ekologi dan aspek wisata yaitu 60:40. Kategori area yang didapatkan pada peta komposit ada empat, yaitu zona kualitas ekologi dan wisata baik, sedang, kurang, dan buruk. Selanjutnya dalam tahap sintesis dibuat peruntukan ruang berupa block plan (rencana ruang) untuk masing-masing kategori tersebut.

Konsep dasar perencanaan ini adalah menjadikan PTB sebagai kawasan wisata pantai berbasis ekologis berupa mangrove. Penataan kawasan ini dilakukan dengan mengembangkan atraksi wisata dan sarana pengunjung wisata tanpa mengurangi nilai ekologis dari tapak. Hal ini diharapkan dapat berdampak terhadap kepuasan pengunjung dan kelestarian lingkungan.

Perencanaan lanskap wisata pantai berbasis ekologi di kawasan Pantai Tanjung Baru bertujuan agar wisatawan mendapatkan pengalaman dan pemahaman tentang arti penting ekosistem mangrove sesuai dengan fungsi ekologisnya. Untuk memenuhi tujuan tersebut dibuat jalur wisata yang dapat mengakomodir tujuan dan kepuasan wisatawan pada saat mengunjungi kawasan ini. Secara garis besar pembagian ruang wisata dibagi menjadi tiga, yaitu ruang wisata utama, ruang wisata penunjang, dan ruang pendukung wisata. Pada zona wisata utama pembangunan diminimalkan karena lebih diarahkan pengembangan kawasan bernuansa alami hutan mangrove. Pembangunan fasilitas pun diarahkan yang bersifat alamiah. Adapun pada zona wisata penunjang selain terdapat kompilasi tambak dengan mangrove (sistem tambak silvofishery) juga terdapat ruang pembibitan serta pusat pengembangan/penelitian dan area outbond. Zona wisata pendukung lebih diarahkan pada aspek sarana pendukung wisata.

Hasil akhir dari studi ini adalah rencana lanskap wisata Pantai Tanjung Baru berbasis ekologi yang terdiri dari rencana ruang, rencana sirkulasi, rencana vegetasi, rencana aktivitas dan fasilitas, serta rencana daya dukung. Rencana ruang dibagi menjadi ruang pendukung wisata, ruang wisata penunjang, dan ruang wisata utama. Rencana sirkulasi dibagi menjadi dua, yaitu jalur wisata dan jalur non-wisata wisata. Rencana vegetasi terdiri dari rencana vegetasi konservasi pantai dan vegetasi non-konservasi pantai. Rencana aktivitas dan fasilitas terdiri dari rencana aktivitas dan fasilitas wisata berbasis konservasi serta aktivitas dan fasilitas wisata berbasis non-konservasi. Rencana daya dukung kawasan disesuaikan dengan daya tampung maksimum yang diperbolehkan sesuai dengan hasil penghitungan.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tujuan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.

(6)

SEBAGAI KAWASAN WISATA BERBASIS EKOLOGIS

JUNIAR ADI NUGRAHA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(7)

Judul : PERENCANAAN LANSKAP PANTAI TANJUNG BARU SEBAGAI KAWASAN WISATA BERBASIS

EKOLOGIS

Nama Mahasiswa : JUNIAR ADI NUGRAHA

NIM : A44060181

Disetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.Ir. Afra D.N. Makalew, MSc Vera Dian Damayanti, SP, MLA NIP. 19650119 198903 2 001 NIP. 19740716 200604 2 004

Diketahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001

(8)

Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT karena berkat, rahmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Perencanaan Lanskap Pantai Tanjung Baru sebagai Kawasan Wisata

Berbasis Ekologis.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapakan terima kasih kepada: 1. Orangtua, Mamah, Papah dan dua kakakku tersayang Sindy dan Shinta serta

keponakanku Rama atas segala doa, perhatian, serta dukungan materil kepada penulis.

2. Dr.Ir. Afra D.N. Makalew, MSc dan Vera D. Damayanti, SP, MLA sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan dorongan, arahan dan masukan, serta nasehat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Tati Budiarti, MS selaku dosen pembimbing akademik atas perhatian dan arahan selama penulis menjadi mahasiswa di Departemen Arsitektur Lanskap.

4. Ir. Qodarian Pramukanto, MSi selaku dosen penguji atas kritik, saran, dan masukannya.

5. Seluruh dosen, staf, dan pegawai di Departemen Arsitektur Lanskap atas ilmu, bimbingan, dan bantuannya.

6. Keluarga besar Dinas Pertanian dan Kehutanan, DKP, DLH, Dinas Cipta Karya, Disbudpar, serta aparat Desa Pasirjaya Kabupaten Karawang atas dukungan data dan morilnya.

7. Teman-teman seperjuangan (Kaka dan Nita) terimakasih atas segala bantuan, dukungan, dan perhatiannya.

8. Teman-teman seperjuangan di Lanskap 43, pengurus Himaskap 2009 semoga kita semua selalu diberi rahmat dan berkah.

9. Teman-teman lanskap lainnya dari angkatan 40, 41, 42, 44,45.

10. Keluarga Ijo Royo-royo Nurseries (IRR) atas ilmu dan pengalamannya. 11. Teman-teman satu komunitas lainnya (Kelas TPB A3 dan A4, DPM-A 2008,

(9)

12. Teman-teman satu kontrakan Pondok Mohhabat (Yadoy, Deni, dan Doni) dan Pondok Sabar terimakasih atas segala bantuan dan dukungannya.

13. Pihak-pihak yang telah membantu penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran yang bersifat membangun agar penulis dapat melakukan hal yang lebih baik lagi. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita bersama.

Bogor, Maret 2011

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 10 Juni 1987. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan E. Koswara dan Diah Dharmawati.

Penulis menghabiskan masa kecilnya di Karawang dan mulai mengawali masa jenjang pendidikan formal pada tahun 1993 di TK Aisyiah 2 Benda, kemudian melanjutkan tingkat pendidikan dasar pada tahun 1994 di SDN 2 Sukamanah, pada tahun 1995 pindah ke SDN 1 Pinayungan dan pada tahun 1998 pindah ke SDN 2 Sukaharja sampai lulus pada tahun 2000, dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 penulis melanjutkan jenjang pendidikan ke tingkat SLTP di SLTPN 2 Karawang.

(11)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ii 

DAFTAR TABEL ... iii 

DAFTAR GAMBAR ... iv 

DAFTAR LAMPIRAN ... vi 

I. PENDAHULUAN ... 1 

1.1. Latar Belakang ... 1 

1.2. Tujuan ... 3 

1.3. Manfaat ... 3 

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5 

2.1. Lanskap Pesisir dan Pantai ... 5 

2.2. Ekologi dan Ekosistem Pantai ... 6 

2.3. Wisata Pantai... 8 

2.4. Kriteria Kesesuaian Ekologis dan Wisata Pantai ... 9 

2.4.1. Kriteria Kesesuaian Ekologis ... 9 

2.4.2. Kriteria Kesesuaian Wisata Pantai ... 9 

2.4.3. Daya Dukung ... 10 

2.5. Perencanaan Lanskap ... 12 

III. METODOLOGI ... 14 

3.1. Lokasi dan Waktu ... 14 

3.2. Batasan Studi... 15 

3.3. Alat dan Bahan ... 15 

3.4. Metode dan Pendekatan Perencanaan ... 16 

3.4.1. Tahapan Studi/Penelitian ... 16 

IV. KONDISI UMUM WILAYAH ... 25 

4.1. Kabupaten Karawang ... 25 

4.1.1. Administratif dan Geografis ... 25 

4.1.2. Kondisi Fisik ... 26 

4.1.3. Pola Penggunaan Lahan ... 30 

(12)

4.2. Pariwisata di Kabupaten Karawang ... 32 

4.2.1. Potensi Wisata Bahari ... 32 

4.2.2. Potensi Pengunjung ... 32 

4.2.3. Kebijakan Sektor Wisata ... 33 

4.3. Desa Pasirjaya ... 33 

4.3.1. Administrasi dan Geografis ... 33 

4.3.2. Demografi ... 33 

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36 

5.1. Data dan Analisis ... 36 

5.1.1. Kondisi Tapak ... 36 

5.1.2. Aspek Ekologi ... 42 

5.1.3. Aspek Wisata ... 57 

5.1.4. Hasil Analisis ... 75 

5.2. Sintesis ... 78 

5.3. Konsep Perencanaan ... 81 

5.3.1. Konsep Dasar Perencanaan ... 81 

5.3.2. Pengembangan Konsep ... 82 

5.4. Perencanaan Lanskap ... 97 

5.4.1. Rencana Ruang ... 97 

5.4.2. Rencana Sirkulasi ... 104 

5.4.3. Rencana Vegetasi ... 105 

5.4.4. Rencana Aktivitas dan Fasilitas ... 106 

5.4.5. Rencana Daya Dukung ... 112 

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 119 

6.1. Kesimpulan ... 119 

6.2. Saran... 120 

DAFTAR PUSTAKA ... 121 

(13)

iv

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Kriteria aspek ekologis (kualitas terestrial)... 9 

2. Kesesuaian lahan untuk wisata pantai ... 10 

3. Alat pengambilan data beserta kegunaan dan keluarannya ... 15 

4. Jenis, bentuk, sumber, dan cara pengambilan data ... 18 

5. Standar kriteria penilaian/skoring aspek ekologi dan aspek wisata ... 21 

6. Perbandingan penutupan lahan tahun 2006-2008 ... 31 

7. Tingkat pendidikan penduduk Desa Pasirjaya ... 33 

8. Mata pencaharian penduduk Desa Pasirjaya ... 35 

9. Potensi dan kendala sarana/fasilitas wisata di PTB ... 59 

10. Data jumlah dan rata-rata pengunjung Pantai Tanjung Baru ... 65 

11. Pembagian zona pada sintesis ... 78 

12. Tema jalur interpretasi ... 86 

13. Deskripsi rute jalur wisata ... 89 

14. Matriks hubungan jenis vegetasi dengan fungsi ... 94 

15. Alternatif vegetasi berdasar ruang dan fungsinya ... 105 

16. Rencana fasilitas... 112 

17. Kebutuhan ruang per orang dalam melakukan program tertentu ... 113 

(14)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Kerangka Pikir Studi ... 4 

2. Pola Zonasi Mangrove dan Asosiasinya dengan Hewan Air Lainnya ... 8 

3. Peta Orientasi Lokasi Penelitian ... 14 

4. Tahapan Proses Perencanaan (Modifikasi Gold, 1980) ... 16 

5. Overlay Data Peta Komposit ... 19 

6. Peta Kabupaten Karawang ... 25 

7. Gosong Karang (Patch reef) ... 27 

8. Peta Batimetri Kabupaten Karawang dan Lokasi Terumbu Karang ... 28 

9. Kurva Pasang Surut Air Laut di Perairan Karawang ... 29 

10. Peta Pergerakan Arus Laut Sepanjang Tahun di Kabupaten Karawang ... 29 

11. Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Karawang ... 31 

12. Lokasi Wisata Pantai di Kabupaten Karawang ... 32 

13. Peta Administrasi Desa Pasirjaya ... 34 

14. Kondisi Permukiman Warga PTB dan Pencari Udang Rebon ... 35 

15. Peta Batas Kawasan Studi ... 37 

16. Grafik Fluktuasi Suhu Tahun 2005-2009 ... 38 

17. Grafik Fluktuasi RH Tahun 2005-2009 ... 39 

18. Grafik Fluktuasi Curah Hujan Tahun 2005-2009 ... 39 

19. Grafik Fluktuasi Kecepatan Angin Tahun 2005-2009 ... 40 

20. Peta Sebaran Sedimen Dasar Laut Kabupaten Karawang Tahun 2004 ... 43 

21. Sisa Hutan Mangrove di Pantai Tanjung Baru ... 44 

22. Peta Sejarah Luasan Mangrove di Pantai Tanjung Baru ... 45 

23. Peta Persebaran Sisa Mangrove di Pantai Tanjung Baru ... 46 

24. Abrasi Pantai ... 47 

25. Peta Analisis Bahaya Abrasi ... 48 

26. Penggunaan Lahan di Pantai Tanjung Baru ... 49 

27. Peta Analisis Penggunaan Lahan ... 51 

28. Peta Analisis Penutupan Lahan (Aspek Ekologi) ... 52 

29. Peta Overlay Kualitas Terestrial ... 55 

30. Peta Overlay Kesesuaian Kualitas Ekologi ... 56 

31. Peta Analisis Visual ... 58 

32. Diagram Aksesibilitas menuju Pantai Tanjung Baru (PTB) ... 61 

33. Kondisi Jalan Menuju PTB ... 62 

34. Peta Alternatif Aksesibilitas menuju Pantai Tanjung Baru ... 63 

35. Grafik Fluktuasi Jumlah Pengunjung Pantai Tanjung Baru ... 64 

36. Tipe Pantai di PTB ... 67 

37. Peta Analisis Tipe Pantai ... 68 

38. Peta Analisis Penutupan Lahan Pantai (Aspek Wisata) ... 71 

39. Peta Analisis Sebaran Variasi Kegiatan ... 72 

40. Peta Overlay Kesesuaian Aspek Wisata ... 74 

41. Peta Komposit (Overlay Aspek Ekologi dan Aspek Wisata)... 77 

(15)

vi

43. Diagram Konsep Wisata Berbasis Ekologis di Kawasan PTB ... 81 

44. Konsep Ruang ... 85 

45. Konsep Sirkulasi ... 87 

46. Konsep Jalur Wisata ... 88 

47. Konsep Vegetasi ... 95 

48. Rencana Lanskap Pantai Tanjung Baru ... 99 

49. Detail Plan Segmen 1 ... 100 

50. Detail Plan Segmen 2 ... 101 

51. Detail Plan Segmen 3 ... 102 

52. Gambar Ilustrasi Kawasan ... 103 

53. Ilustrasi Tampak Potongan Zona Vegetasi ... 106 

54. Ilustrasi Gerbang Masuk Utama Kawasan ... 108 

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Karakteristik dan persepsi pengunjung terhadap PTB……… 125 

2. Kuisioner penelitian (penduduk)……… 128 

3. Kuisioner penelitian (wisatawan)……… 130 

4. Model-model sistem tambak silvofishery (Saparinto, 2007)………...133 

5. Struktur pelindung mangrove……….. 134 

(17)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kabupaten Karawang adalah salah satu kabupaten dengan tingkat produktivitas padi terbesar di Jawa Barat. Pada zaman dulu kabupaten ini terkenal sebagai lumbung padi Jawa Barat. Pergeseran pola pembangunan dan kebijakan yang lebih mengarah ke sektor riil mengakibatkan terjadinya alih fungsi tata guna lahan di kabupaten ini. Hal ini dapat terlihat dengan semakin berkembangnya Karawang sebagai salah satu kota dengan jumlah kawasan industri yang banyak di Indonesia (seperti Karawang International Industrial City/KIIC, Suryacipta, dan lain-lain).

Pertumbuhan ke arah peningkatan kota industri berakibat kepada kebutuhan tenaga kerja yang meningkat. Hal ini dapat berimbas terhadap peningkatan tenaga kerja dan peningkatan jumlah pendatang ke Kabupaten Karawang (sebagai tenaga kerja). Dampak dari hal tersebut adalah peningkatan populasi di Kabupaten Karawang yang membutuhkan pembangunan infrastruktur dan fasilitas pengakomodasi kebutuhan masyarakat (lokal dan pendatang). Pembangunan tersebut pada akhirnya akan berdampak pada okupasi dan konversi lahan yang semakin meningkat. Perubahan tata guna lahan dapat terjadi pada area terbuka hijau dan bisa jadi pada lahan pesisir/pantai. Selain membutuhkan peningkatan infrastruktur dan fasilitas, peningkatan populasi penduduk perlu ditunjang oleh objek wisata yang memadai. Peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Karawang akan memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif yang mungkin timbul seperti berkembangnya kegiatan ekonomi masyarakat, sedangkan dampak negatif dari fenomena ini yaitu alih guna lahan pertanian bahkan lahan pesisir/pantai.

(18)

area wisata. Hal ini akan berbahaya karena dapat melebihi daya dukung maksimal yang dapat disediakan oleh kawasan tersebut. Untuk itu perlu adanya perencanaan tempat wisata baru atau perbaikan area wisata yang telah ada agar dapat mendukung lebih banyak kebutuhan masyarakat akan area wisata khususnya pada hari libur dan akhir pekan.

Wisata pantai adalah salah satu potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Karawang. Jajaran pantai sepanjang batas utara kawasan ini merupakan potensi yang dapat dioptimalkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Karawang. Salah satu wisata pantai yang berada di Kabupaten Karawang yaitu Pantai Tanjung Baru (PTB) di Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon. Kawasan tersebut merupakan salah satu tujuan wisata baik bagi warga Kabupaten Karawang maupun dari luar Kabupaten Karawang. Permasalahan yang timbul dari keberadaan kegiatan wisata di area ini adalah alih tata guna lahan (walaupun sebelumnya sudah terjadi alih tata guna lahan mangrove menjadi tambak) yang mendorong degradasi lingkungan. Hal tersebut berdampak terhadap jumlah kunjungan yang terus menurun dan ancaman alam (abrasi) yang akan merugikan masyarakat dan lingkungan itu sendiri. Tentu dalam perencanaan sebuah area pantai sebagai tujuan wisata harus diperhatikan fungsi ekologis dan fungsi wisata dari kawasan tersebut. Permasalahan yang ada di kawasan pantai salah satunya adalah alih guna lahan kawasan hutan bakau/mangrove menjadi area tambak/sawah dan fasilitas wisata yang berdampak negatif serta berbahaya bagi kelangsungan kawasan wisata yang dikembangkan maupun terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar kawasan tersebut.

(19)

3

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. mengidentifikasi keadaan bio-fisik di kawasan wisata PTB Kecamatan Cilamaya Kulon Karawang,

b. mengidentifikasi potensi wisata di kawasan PTB,

c. menganalisis keadaan bio-fisik terkait fungsi ekologis dan fungsi wisata di kawasan wisata PTB,

d. menyusun konsep dan rencana wisata di PTB sebagai kawasan wisata pantai yang berwawasan ekologis dan berkelanjutan.

1.3. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. memberikan manfaat bagi mahasiswa dalam pengaplikasian ranah ilmunya, khususnya dalam perencanaan kawasan wisata di area pesisir,

b. menjadikan rekomendasi bagi Pemda Kabupaten Karawang dalam perencanaan kawasan lanskap pesisir (PTB) yang berwawasan ekologis, c. dapat menjadi arahan bagi pengembangan kawasan lanskap pesisir (PTB)

sebagai kawasan wisata yang berkelanjutan (sustainable).

1.4. Kerangka Pikir

(20)

Gambar 1. Kerangka Pikir Studi

4

Keterangan:

: Aspek yang dianalisis secara deskriptif

: Aspek yang dianalisis secara deskriptif dan spasial

: Keterkaitan antar aspek

: Hubungan antar aspek Aspek Ekologis

Kualitas Akuatik Kualitas Terestrial

Pantai Tanjung Baru/PTB

Aspek Wisata

Penggunaan Lahan Penutupan

Lahan

Penutupan Lahan Tipe

Pantai

Zona Ekologis Zona wisata

Konsep Wisata Pantai Berbasis Ekologis di PTB

Rencana Lanskap PTB sebagai Area Wisata Berbasis Ekologis

Block Plan Wisata Pantai Berbasis Ekologis di PTB Peta Analisis Kesesuaian Wisata Pantai

Berbasis Ekologis di PTB

Kemiringan Bahaya Alam Kedalaman dasar

perairan Variasi

Kegiatan Luas/Tebal

Mangrove (Penelusuran

Sejarah)

Kecepatan Arus dan Kecerahan

(21)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Pesisir dan Pantai

Sugandhy (1994) dalam Ulfah (2006) menyatakan bahwa wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara laut dan daratan. Pesisir itu sendiri adalah bagian dari wilayah pesisir yang tidak lebih dari 200 meter, yang dibentuk oleh endapan pantai dan sungai yang bersifat lepas yang umumnya dicirikan dengan adanya bagian yang basah (rawa) dan kering (daratan).

Ulfah (2006) menyatakan bahwa lanskap pesisir merupakan kawasan yang sangat peka dan rapuh. Kerusakan yang terjadi di wilayah tersebut akan berdampak sangat serius terhadap kelangsungan hidup ekosistem wilayah pesisir. Selain itu, kawasan pesisir dapat mengalami perubahan fisik yang bersifat dinamis setiap menit. Hal tersebut sependapat seperti dalam Simonds (1983) dikatakan bahwa elemen-elemen utama dalam lanskap adalah elemen lanskap dominan yang tidak dapat diubah, seperti bentukan-bentukan gunung, sungai, dan pantai.

Wibisono (2005) menyatakan bahwa pantai merupakan daerah pinggir laut atau wilayah darat yang berbatasan langsung dengan bagian laut. Pantai juga dapat didefinisikan sebagai wilayah pertemuan antara daratan dan lautan. Wilayah pantai merupakan badan air alami yang dilindungi oleh batuan atau pasir yang terbentuk oleh pemukulan dan pencucian ombak yang dikendalikan oleh angin Simond (1983). Pantai merupakan bagian dari pesisir yang dipengaruhi oleh gelombang air laut dari gelombang air surut terendah hingga dasar dari coastal cliff.

(22)

Dahuri (2003) menyatakan bahwa terdapat dua formasi vegetasi di ekosistem pesisir yang tidak tergenang air, yaitu formasi pes-caprae dan formasi barringtonia. Ekosistem pes-caprae umumnya berada di belakang pantai berpasir. Formasi ini didominasi oleh vegetasi pionir, khususnya kangkung laut (Ipomoea pes-caprae). Sedangkan formasi barringtonia lebih berkembang di pantai berbatu tanpa deposit pasir dimana formasi pes-caprae tidak dapat tumbuh. Habitat berbatu ini ditumbuhi oleh komunitas rerumputan dan belukar yang dikenal dengan formasi barringtonia. Pada formasi ini pun dapat ditemui jenis pohon seperti cemara laut (Casuarina equisitifolia) dan Callophyllum innopphyllum yang dapat lebih mendominasi dibanding vegetasi lainnya.

Hoedhijatmoko (1993) dalam Ulfah (2006) menyatakan bahwa faktor dari lautan yang mempengaruhi perubahan garis pantai tergantung pada energi dari angin yang menghasilkan gelombang dan tingkat pasang surut yang bekerja sepanjang garis pantai. Gelombang tsunami adalah salah satu contoh faktor dari lautan yang mempengaruhi perubahan garis pantai.

Faktor biotik (salah satunya adalah tumbuhan pantai) sangat menunjang dalam meredam energi gelombang yang menerpa kawasan pantai. Pada faktor ini, proses biologi memainkan peranan penting dalam menentukan garis pantai dimana penambangan karang pantai dan penggundulan vegetasi pantai akan menggangu stabilitas yang berakibat garis pantai akan mundur akibat erosi.

2.2. Ekologi dan Ekosistem Pantai

Odum (1959) mendefinisikan ekologi secara umum sebagai suatu studi yang mempelajari hubungan antara organisme atau kelompok organisme terhadap lingkungan sekitarnya. Menurut Martosudarmo dan Bambang (1992) ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara jasad hidup dengan lingkungannya.

(23)

7

Selanjutnya dikatakan pula, untuk hidup dan hidup berkelanjutan bagi manusia harus belajar memahami lingkungannya dan pandai mengatur pemakaian sumber daya alam dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan demi pengamanan dan kelestarian. Seorang ahli ekologi harus dapat melihat jauh ke depan, dalam jangka panjang yang lebih bersifat pengamanan dan pemeliharaan untuk dapat hidup labih baik dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi.

Menurut Dahuri (2003) penetapan wilayah pesisir belum ada definisi yang baku sampai saat ini. Kesepakatan dunia menyatakan bahwa wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan laut. Ditinjau dari garis pantai (coastline), wilayah pesisir memiliki dua jenis batas yaitu batas yang sejajar garis pantai (long-shore) dan batas yang tegak lurus garis pantai ( cross-shore). Penetapan batas long-shore relatif lebih mudah misalnya dari batas administrasi suatu daerah. Sedangkan batas yang tegak lurus agak sulit ditentukan karena berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Perbedaan antar negara disebabkan oleh perbedaan karakteristik lingkungan, sumber daya, dan sistem pemerintahan negara tersebut.

Ekosistem pesisir berdasarkan sifatnya, dibagi menjadi ekosistem yang bersifat alami (natural) dan yang bersifat buatan (man made). Ekosistem alami yang terdapat di lingkungan pesisir seperti terumbu karang (coral reefs), hutan mangrove (mangrove forest), padang lamun (seagrass beds), pantai berpasir (sandy beach), pantai berbatu (rocky beach), formasi pes-caprae, formasi barringtonia, estuaria, laguna, delta, dan ekosistem pulau kecil. Ekosistem tersebut ada yang tergenangi secara terus-menerus/berkala dan ada yang hanya sesaat (formasi pes-caprae dan barringtonia). Sedangkan ekosistem buatan contohnya adalah tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, dan kawasan permukiman.

(24)

pesisir yang memiliki muara sungai yang besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur. Mangrove akan sulit untuk tumbuh di wilayah pesisir yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut yang tinggi (pengendapan lumpur sulit sebagai substrat bagi pertumbuhan mangrove).

Pembentukan zonasi dimulai dari arah laut menuju daratan, yang terdiri atas zona Avicennia dan Sonneratia yang berada paling depan dan langsung berhadapan langsung dengan laut. Zona dibelakangnya berturut-turut adalah tegakan Rhizopora dan Bruguiera seperti terlihat pada Gambar 2. Beberapa genera yang dapat ditemui di pesisir Indonesia adalah bakau (Rhizopora sp.), api-api (Avicennia sp.), pedada (Sonneratia sp.), tanjang (Bruguiera sp.), nyirih (Xylocarpus sp.), tengar (Ceriops sp.), dan buta-buta (Exoecaria sp.).

Sumber: Meadows and Campbell (1983) dalam Dahuri (2003)

Gambar 2. Pola Zonasi Mangrove dan Asosiasinya dengan Hewan Air Lainnya

2.3. Wisata Pantai

(25)

9

Dahuri (2003) menyatakan bahwa wisata pantai adalah jenis wisata yang menyediakan keindahan dan kenyamanan alami dari kombinasi cahaya matahari, laut, dan pantai berpasir putih bersih. Berbagai kegiatan yang umum yang dilakukan oleh para wisatawan dalam wisata pantai, antara lain: berenang, berjemur, berdayung, snorkling, berjalan-jalan/berlari-lari di sepanjang pantai, menikmati keindahan dan kedamaian suasana pantai, serta bermeditasi.

2.4. Kriteria Kesesuaian Ekologis dan Wisata Pantai 2.4.1. Kriteria Kesesuaian Ekologis

Kriteria aspek ekologis yang dilihat dari kualitas terestrial mencakup empat unsur penilaian yaitu penutupan lahan pantai, topografi/kemiringan pantai, bahaya, dan tata guna lahan seperti terlihat pada Tabel 1. Masing-masing unsur tersebut memiliki empat kategori yang dinilai dengan skoring berdasarkan dari nilai tertinggi-terendah (skor 4-1). Skor tersebut dipergunakan berdasarkan modifikasi Bakosurtanal (1996) dan DKP (2003) dalam Sevita (2007) serta Modifikasi Depbudpar Dirjen Pengembangan Produk Wisata (2001).

Tabel 1. Kriteria aspek ekologis (kualitas terestrial)

No. Unsur

Skor

1 2 3 4

1 Penutupan Lahan Pantai¹

Alami Semi Alami Non Alami Campuran

2 Kemiringan¹ 0 < x ≤ 8% 8 < x ≤ 15% 15 < x ≤ 25% x >25% 3 Bahaya¹ Tidak Bahaya Agak Bahaya Bahaya Sangat Bahaya 4 Tata guna

Sumber: ¹Modifikasi Bakosurtanal (1996) dan DKP (2003) dalam Sevita (2007) ²Modifikasi Depbudpar Dirjen Pengembangan Produk Wisata (2001)

2.4.2. Kriteria Kesesuaian Wisata Pantai

(26)

berdasarkan modifikasi Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) dan Depbudpar Dirjen Pengembangan Produk Wisata (2001) seperti terlihat pada Tabel 2. Skoring dilakukan untuk mengetahui/mendapatkan zona kesesuaian lahan sebagai area wisata berdasarkan parameter tersebut.

Tabel 2. Kesesuaian lahan untuk wisata pantai

No. Parameter Skor

3 Penutupan Lahan Pantai¹

0-0,17 0,17-0,34 0,34-0,51 >0,51

5 Kedalaman Dasar Perairan (m)¹

(27)

11

Menurut Knudson (1980), hal-hal yang mempengaruhi daya dukung suatu kawasan rekreasi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu karakteristik sumberdaya alam, seperti geologi dan tanah, topografi, vegetasi, hewan, iklim dan air, kemudian karakteristik pengelolaan, seperti kebijakan dan metode pengelolaan, juga karakteristik pengunjung, seperti psikologi, peralatan, perilaku sosial dan pola penggunaan. Pendugaan daya dukung suatu kawasan dilihat dari kegiatan yang dilakukan di dalam kawasan itu dan tergantung dari 3 aspek utama yaitu:

1. kepekaan sumberdaya alam dan site productivity,

2. bentuk, cara dan laju (rate) penggunaan serta tingkat apresiasi dari pemakai atau pengguna sumberdaya alam dan lingkungan,

3. bentuk pengelolaan (fisik dan non-fisik), bertujuan jelas dan berjangka panjang. Pigram (1983) dalam Siti Nurisyah, Pramukanto, dan Wibowo (2003) menyatakan bahwa daya dukung ekologis sebagai tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan atau ekosistem, baik berapa jumlah maupun kegiatan yang diakomodasikan di dalamnya, sebelum terjadi suatu penurunan dalam kualitas ekologis kawasan atau ekosistem tersebut, termasuk estetika lingkungan alami yang dimillikinya. Kawasan yang menjadi perhatian utama dalam daya dukung ekologis ini termasuk kawasan dengan ekosistem lahan basah (wetland) antara lain rawa, payau, danau, laut, pesisir, dan sungai.

Untuk dapat menghitung daya dukung pesisir diperlukan penguasaan terhadap beberapa hal penting. Dengan memahami hal-hal penting tersebut akan dapat membantu ketepatan dan keakuratan penentuan daya dukung tersebut. Berdasarkan kedua hal tersebut maka metode penghitungan daya dukung kawasan pesisir dilakukan dengan menganalisis:

(1) kondisi (variables) biogeofisik yang menyusun kemampuan wilayah pesisir dalam memproduksi/menyediakan Sumber Daya Alam (SDA) dan Jasa Lingkungan (JASLING), dan

(28)

Berdasarkan hal di atas, maka tahapan untuk menentukan daya dukung wilayah pesisir yang ditunjukan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan adalah:

(1) menetapkan batas-batas (boundaries), vertikal dan horizontal terhadap garis pantai (coastline), wilayah pesisir sebagai “a management unit” , seperti Catchment area atau watershed,

(2) menghitung luasan wilayah pesisir yang kita kelola, atas dasar butir (1), (3) mengalokasikan (melakukan pemintakatan atau zonation) wilayah pesisir

tersebut menjadi 3 zona utama: (1) preservasi (preservation), (2) konservasi (conservation), dan (3) pemanfaatan (utilization),

(4) melakukan penghitungan tentang potensi dan distribusi SDA dan JASLING yang tersedia,

(5) menyusun tata ruang pembangunan pada zona konservasi dan zona pemanfaatan,

(6) melakukan assessment kapasitas asimilasi,

(7) melakukan assessment permintaan internal dan permintaan eksternal terhadap SDA dan JASLING pesisir.

2.5. Perencanaan Lanskap

(29)

13

Tarigan (2008) berpendapat bahwa terdapat empat elemen dasar perencanaan, yaitu:

1. merencanakan berarti memilih,

2. perencanaan merupakan alat pengalokasian sumberdaya, 3. perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan, dan 4. perencanaan berorientasi pada masa depan.

(30)

III. METODOLOGI

3.1. Lokasi dan Waktu

Rencana Pengembangan Lanskap Pantai Tanjung Baru sebagai Kawasan Wisata Berbasis Ekologis ini dilaksanakan di Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian adalah area wisata pantai di Pantai Tanjung Baru/PTB. Gambar 3 adalah peta orientasi lokasi penelitian. Kegiatan studi perencanaan lanskap pantai wisata ini dilakukan selama enam bulan efektif, yaitu dari Februari 2010-Juli 2010 dan dilanjutkan dengan penyusunan laporan.

Gambar 2. Peta Orientasi Perencanaan RTH

PETA JAWA BARAT U

DESA PASIRJAYA

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Penelitian

TANPA SKALA KEC.CILAMAYA KULON

KEC.CILAMAYA WETAN KEC.LEMAHABANG

KEC.TEMPURAN

TANPA SKALA

LAUT JAWA

DESA PASIRJAYA

U

U KABUPATEN KARAWANG

KAB.SUBANG

KAB.BOGOR KAB.BEKASI

TANPA SKALA LAUT JAWA KEC.CILAMAYA

KULON

KAB.PURWAKARTA

(31)

15

3.2. Batasan Studi

Batas kawasan studi dari penelitian ini yaitu batas kawasan Pantai Tanjung Baru berdasarkan rencana yang telah dibuat oleh Pemda Kabupaten Karawang. Studi ini dibatasi sampai terciptanya sebuah produk arsitektur lanskap berbentuk perencanaan lanskap (landscape plan) kawasan wisata pantai berbasis ekologis di Pantai Tanjung Baru Karawang dan dilengkapi dengan gambar detail kawasan, gambar ilustrasi/perspektif serta jalur wisata.

3.3. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain: alat gambar manual, kamera digital, peta tematik (bahan dalam menganalisis aspek-aspek tertentu), dan komputer dengan software yang menunjang (Microsoft Office 2007, AutoCad 2006, Adobe Acrobat 7.0 Profesional, Adobe Photoshop CS3, SketchUp 6) seperti terlihat pada Tabel 3. Bahan yang dipergunakan dalam perencanaan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diambil di lapangan berupa foto, kuisioner, dan informasi hasil wawancara. Adapun data sekunder didapatkan dari berbagai pustaka dan informasi dari pihak-pihak terkait.

Tabel 3. Alat pengambilan data beserta kegunaan dan keluarannya

Alat Kegunaan Keluaran

Kamera digital Dokumentasi objek/tapak Foto

Alat gambar manual Mengolah draft perencanaan Peta

Komputer dan

Mengolah data tulisan (deskriptif), tabular, seluruh penulisan pelaporan

Membuat gambar rencana lanskap, potongan, dan berbagai gambar yang berhubungan dengan spasial Mengkonversi format file

Membuat ilustrasi gambar dan memperhalus tampilan gambar yang telah dibuat dengan AutoCAD dan Sketch Up

Membuat ilustrasi dari rencana yang dibuat

(32)

3.4. Metode dan Pendekatan Perencanaan

Metode studi yang digunakan adalah tahapan perencanaan menurut Gold (1980) dengan modifikasi sampai pada tahap perencanaan. Pendekatan yang dipergunakan berdasarkan pendekatan terhadap sumberdaya alam (ekologis).

3.4.1. Tahapan Studi/Penelitian

Tahapan perencanaan terdiri dari persiapan, pengumpulan data/inventarisasi, analisis dan sintesis untuk melihat kesesuaian tapak terhadap konsep yang akan dikembangkan, serta perencanaan lanskap untuk area wisata berbasis ekologis seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Tahapan Proses Perencanaan (Modifikasi Gold, 1980) Data Teknik:

-Hidrooceanografi -Area Pantai -Aksesbilitas dan

Sirkulasi -Pengunjung -Fasilitas Existing -Sumberdaya

Pengumpulan Data Analisis Sintesis Perencanaan

(33)

17

3.4.1.1. Persiapan

Tahap persiapan dimulai dengan penetapan latar belakang, tujuan, kegunaan studi, rencana kerja dan anggaran biaya yang dibutuhkan serta administrasi dan perijinan. Pendekatan studi terhadap sumberdaya alam, untuk mendapatkan kesesuaian tapak terhadap konsep.

3.4.1.2. Pengumpulan Data/Inventarisasi

Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah pengumpulan data dan informasi pembentuk tapak, serta informasi lain yang mempengaruhi tapak dan perencanaan yang akan dibuat. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder seperti terlihat pada Tabel 4. Metode yang dipergunakan dalam pengambilan data primer adalah survei lapang, berupa pengamatan, dokumentasi, penyebaran kuisioner dan wawancara. Pengambilan data sekunder diperoleh dari studi pustaka sesuai dengan tujuan studi.

Wawancara dilakukan terhadap instansi terkait di Pemerintah Daerah Karawang dan masyarakat PTB, untuk mengetahui perilaku dan keinginan stake holder (masyarakat dan wisatawan) terhadap rencana pengembangan kawasan wisata pantai berdasarkan panduan yang telah disusun sebelumnya. Wawancara1 terhadap instansi tersebut dilakukan terhadap pihak yang memiliki peranan terhadap PTB atau terkait secara tidak langsung dengan upaya/kegiatan pesisir dan mangrove. Jumlah responden sebanyak 45 orang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling, dimana responden dipilih secara sengaja yang sedang berada di kawasan PTB. Jumlah responden tersebut terbagi atas 15 orang penduduk di sekitar Pantai Tanjung Baru dan 30 orang responden adalah wisatawan di kawasan tersebut. Wawancara sejarah kawasan dilakukan terhadap 3 orang warga di Pantai Tanjung Baru yang rata-rata telah tinggal >10 tahun di kawasan PTB. Hasil wawancara terhadap responden akan dijadikan salah satu acuan untuk rencana pengembangan PTB masyarakat sekitar kawasan PTB.

1

Narasumber dalam wawancara dengan aparat Pemda Kabupaten Karawang: (1) Bapak H. Mamat (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang), (2) Bapak Adit (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Karawang),

(3) Bapak Yan Suryana (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Karawang), (4) Dinas Cipta Karya Kabupaten Karawang,

(5) Bapak Permadi (Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karawang), (6) Bapak Zaenudin Sofyan (Kepala Desa Pasirjaya), dan

(34)

Tabel 4. Jenis, bentuk, sumber, dan cara pengambilan data

No. Jenis Data Bentuk

Data

2 Jenis tanah Deskriptif Instansi terkait Studi Pustaka/peta

3 Topografi/Kemiringan Lahan

Deskriptif RDTR PTB (DCK Kab. Karawang)

Survei, Studi Pustaka/peta

4 Iklim

Curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan, dan arah angin

Deskriptif b. Kualitas Terestrial

•Kemiringan Lahan

• Arus dan gelombang 

• Air Tanah dan Sungai

Deskriptif RDTR PTB

•Tipe pantai, penutupan lahan, dan variasi DLHPE : Dinas Lingkungan Hidup,

(35)

19

3.4.1.3. Analisis

Tahap analisis dilakukan dengan cara analisis deskriptif dan analisis secara spasial. Data dan informasi yang diperoleh dari inventarisasi, dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif berupa analisis data secara tertulis, serta analisis secara spasial dengan melakukan overlay terhadap peta tematik untuk tujuan pengembangan area wisata di Pantai Tanjung Baru yang berbasis ekologis.

Analisis dengan melakukan overlay (Gambar 5) peta tematik secara garis besar dibagi berdasarkan dua aspek yaitu aspek ekologis dan aspek wisata. Hasil analisis dari kedua aspek tersebut merupakan peta komposit yang merupakan hasil akhir dari analisis. Hasil analisis kemudian digunakan sebagai dasar tahap selanjutnya yaitu tahap sintesis.

Analisis aspek ekologis dilakukan untuk mengetahui karakteristik kawasan yang direncanakan. Analisis dilakukan terhadap seluruh sub aspek, baik secara deskriptif maupun analisis secara spasial. Aspek ekologis yang dianalisis yaitu kualitas terestrial dan kualitas akuatik. Kualitas terestrial mencakup variabel penutupan lahan pantai, bahaya alam, kemiringan, dan penggunaan lahan. Adapun kualitas akuatik hanya mencakup aspek kesejarahan tapak yaitu dari segi tebal/lebar mangrove. Analisis secara spasial dilakukan terhadap kualitas terestrial

(36)

(penutupan lahan, bahaya, dan penggunaan lahan) dan kualitas akuatik, sedangkan aspek lainnya tidak dianalisis secara spasial karena kriteria yang didapat secara umum menunjukkan kesamaan kriteria/homogen (seperti kemiringan lahan). Walaupun tidak dianalisis secara spasial aspek tersebut akan dipertimbangakan pada saat pembuatan block plan (analisis secara deskriptif). Analisis kualitas akuatik berdasarkan wawancara dengan penduduk di PTB (berdasarkan rata-rata penduduk terlama yang tinggal di tapak) akan turut mempengaruhi hasil akhir yaitu peta kualitas ekologi.

Pada aspek wisata juga tidak semua variabel akan dianalisis secara spasial karena adanya homogenitas data di dalam tapak. Pada aspek ini yang dianalisis secara spasial yaitu variabel tipe pantai, variasi kegiatan, dan penutupan lahan pantai. Variabel lainnya dianalisis secara deskriptif sebagai bahan pertimbangan pada saat penyusunan block plan.

Dalam penelitian dibuat kriteria penilaian di PTB berdasarkan modifikasi Bakosurtanal (1996) dan DKP (2003) dalam Sevita (2007), Modifikasi Depbudpar Dirjen Pengembangan Produk Wisata (2001), Modifikasi Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), Depbudpar Dirjen Pengembangan Produk Wisata (2001) serta hasil analisis data yang diperoleh selama penelitian dan dapat dilihat pada Tabel 5.

(37)

21

Tabel 5. Standar kriteria penilaian/skoring aspek ekologi dan aspek wisata

Aspek Variabel Bobot % Kriteria Skor

25 Rencana mendukung 4

TGL mendukung 3

Belum ada TGL /tata guna lingkungan tidak sesuai

Berpasir putih kecoklatan 4

Berpasir putih kecoklatan, sedikit karang 3 Berpasir putih kecoklatan, berkarang,

sedikit terjal

Semak, belukar rendah, savana 3

Belukar tinggi 2

Permukiman, fasilitas wisata 1 3. Variasi

Sumber : ¹Modifikasi Bakosurtanal (1996) dan DKP (2003) dalam Sevita (2007) ²Modifikasi Depbudpar Dirjen Pengembangan Produk Wisata (2001) ³Modifikasi Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001)

Penentuan bobot aspek ekologi (60%) lebih tinggi daripada aspek wisata (40%) karena tanpa adanya kualitas ekologi yang ideal bagi pantai (misalnya mangrove) yang direncanakan, maka obyek dan atraksi wisata pun dapat terancam/semakin berkurang akibat terjadinya bahaya alam jika ekosistem pantai tanpa buffer zone alamiah. Selain itu, objek yang rencananya akan dikembangkan pada tapak juga berdasarkan kondisi ekologi pantai itu sendiri. Pada aspek ekologi dan aspek wisata yang masing-masing terdiri dari 3 variabel (yang dianalisis secara spasial). Ketiga variabel tersebut memiliki bobot yang berbeda sesuai dengan tingkat keterkaitannya dengan kegiatan wisata di PTB.

(38)

Depbudpar Dirjen Pengembangan Produk Wisata (2001). Variabel penutupan lahan memiliki empat kriteria, yaitu alami, semi alami, non-alami, dan campuran. Kriteria alami meliputi lahan kosong, sungai/kali, dan pasir pantai. Kriteria semi alami mencakup tambak dan sawah, sedangkan kriteria non alami berupa area terbangun yang tidak sesuai dengan aturan sempadan pantai. Adapun kriteria campuran berupa kebun.

Variabel bahaya terdiri dari empat kriteria, yaitu tidak bahaya, agak bahaya, bahaya, dan sangat bahaya. Kriteria tidak bahaya adalah area yang tidak terdapat kemungkinan bahaya gelombang. Kriteria agak bahaya adalah area pengamanan bahaya. Adapun kriteria bahaya berupa area waspada gelombang laut, abrasi, dan tsunami. Kriteria sangat bahaya berupa area bahaya gelombang, abrasi, dan tsunami.

Variabel tata guna lahan (TGL)/perencanaan dibagi menjadi empat kriteria, yaitu rencana mendukung, TGL mendukung, belum ada TGL /tata guna lingkungan tidak sesuai, dan TGL tidak sesuai. Kriteria rencana mendukung adalah tertata sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) PTB. Kriteria TGL mendukung adalah berupa penggunaan lahan berupa vegetasi pantai, pasir pantai, dan sungai. Adapun kriteria belum ada TGL /tata guna lingkungan tidak sesuai berupa lahan kosong, tambak, dan sawah. Kriteria TGL tidak sesuai berupa permukiman dan fasilitas wisata (tidak sesuai zonasi ekologi pantai).

Aspek wisata mengacu pada modifikasi Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) untuk variabel tipe pantai dan penutupan lahan, sedangkan variabel variasi kegiatan mengacu pada Depbudpar Dirjen Pengembangan Produk Wisata (2001). Variabel tipe pantai dibagi menjadi empat, yaitu pantai berpasir putih kecoklatan, pantai berpasir putih kecoklatan dan sedikit karang, pantai berpasir putih kecoklatan dan berkarang serta sedikit terjal, dan pantai berlumpur. Tipe pantai akan dinilai sesuai dengan empat kriteria tersebut dan batasan wilayah pantai sesuai dengan batas pasang surut tertinggi (maksimal) pada tapak.

(39)

23

terhadap keterbatasan, keamanan, dan kenyamanan dalam melakukan kegiatan wisata.

Variabel variasi kegiatan berwisata terkait dengan jumlah atraksi wisata pada area-area tertentu dan terdiri dari empat kriteria, yaitu lebih dari 6, ada 5-6, ada 3-4, dan ada 1-2 atraksi wisata yang dapat dinikmati. Variasi kegiatan eksisting yang dapat dinikmati oleh wisatawan adalah wisata kuliner, viewing, berenang, duduk-duduk, bermain pasir, dan jalan-jalan/fotografi.

Analisis terhadap aspek ekologi dan aspek wisata secara spasial dilakukan dengan metode skoring. Hasil analisis aspek ekologis dan aspek wisata akan menghasilkan peta komposit sehingga dapat diketahui kriteria kesesuaian lahan dilihat dari kedua aspek tersebut. Peta komposit hasil overlay ini sebagai dasar pembentukan block plan. Dalam menentukan kriteria dari peta tersebut akan dicari selang/interval kriteria berdasarkan klasifikasi penilaian akan dihitung dengan menggunakan persamaan berdasarkan Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dalam Mulyati (2007):

Keterangan:

S : Selang dalam penetapan selang klasifikasi penilaian Smaks : Skor maksimal

Smin : Skor minimal

K : Banyaknya klasifikasi

Rumus di atas digunakan untuk mencari selang kualitas aspek ekologi, kualitas aspek wisata, serta kualitas aspek ekologi dan wisata (hasil overlay kedua aspek). Pada studi ini banyaknya klasifikasi (K) yaitu 4. Hal ini untuk mendapatkan tingkat kedetailan pada penilaian kualitas masing-masing aspek.

(40)

Perhitungan jumlah pengunjung maksimal untuk rekreasi menggunakan rumus:

Keterangan:

DD = daya dukung

A = luas area yang digunakan untuk rekreasi (m²)

B = luas area yang dibutuhkan oleh seorang pengunjung untuk berekreasi dengan tetap memperoleh kepuasan (m²/individu)

Rf = faktor rotasi

Penghitungan daya dukung pada kawasan ekologi, termasuk rencana wisata pantai berbasis ekologis di PTB pada akhirnya hanya 40% dari hasil penghitungan daya dukung normal. Sehingga kelestarian tapak, kenyamanan, dan keamanan wisatawan dapat terjaga.

3.4.1.4. Sintesis dan Konsep

Peta komposit hasil overlay yang diperoleh pada tahap analisis selanjutnya dijadikan dasar untuk menghasilkan solusi berupa alternatif pengembangan ruang yang direncanakan dalam bentuk rencana blok/block plan. Hasil dari tahap ini adalah konsep dasar perencanaan berupa konsep dasar rencana lanskap wisata pantai berbasis ekologis. Konsep dasar dijadikan sebagai dasar pengembangan selanjutnya, yaitu berupa konsep ruang, konsep sirkulasi, konsep vegetasi, dan konsep aktivitas serta fasilitas.

3.4.1.5. Perencanaan Lanskap

(41)

25

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1. Kabupaten Karawang

4.1.1. Administratif dan Geografis

Kabupaten Karawang berada di bagian utara Provinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak pada posisi 5o56’ - 6o34’ LS dan 107o02’ - 107o40’ BT (Gambar 6). Secara administratif, Kabupaten Karawang mempunyai batas wilayah sebagai berikut :

• Utara : Laut Jawa

• Selatan : Kabupaten Purwakarta

• Timur : Kabupaten Subang

• Barat : Kabupaten Bekasi

• Tenggara : Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur.

Luas wilayah Kabupaten Karawang 1.753,27 km2 atau 3,73% dari luas Provinsi Jawa Barat dan terbagi menjadi 30 (tiga puluh) kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 297 dan 12 kelurahan.

Sumber: Bappeda Kabupaten Karawang (2007)

(42)

4.1.2. Kondisi Fisik

4.1.2.1. Fisiografi Kawasan

Kabupaten Karawang berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara sehingga secara umum kondisi fisiografi didominasi oleh daerah yang relatif datar, dengan variasi ketinggian 0 – 5 m diatas permukaan laut. Hanya sebagian kecil wilayah yang bergelombang dan berbukit pada ketinggian antara 0 – 1.200 m, yaitu pada bagian selatan Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang mempunyai variasi kemiringan lahan 0 – 2%, 2 – 15% dan di atas 40%, yaitu bagian selatan Kabupaten Karawang (RDTR Tanjung Baru, 2003).

4.1.2.2. Geologi

Wilayah Kabupaten Karawang sebagian besar berupa dataran pantai yang luas, yang terhampar di bagian pantai utara dan terbentuk dari batuan sedimen yang terdiri dari bahan-bahan lepas terutama endapan laut dan aluvium vulkanik. Di bagian tengah ditempati oleh perbukitan terutama dibentuk oleh batuan sedimen, sedang di bagian selatan terletak Gunung Sanggabuana dengan ketinggian ± 1.291 m di atas permukaan laut (RDTR Tanjung Baru, 2003).

4.1.2.3. Iklim

Sesuai dengan bentuk fisiografinya Kabupaten Karawang merupakan dataran rendah dengan temperatur udara rata-rata 27oC dengan tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66% dan kelembaban nisbi 80%. Secara regional, kontrol dominan pada arus dan gelombang di laut Jawa adalah angin muson yang bertiup tetap dari arah tenggara pada bulan April-November dan dari arah barat laut pada bulan Desember-Maret, kecepatan angin antara 30 – 35 km/jam, lamanya tiupan rata-rata 5 – 7 jam (RDTR Tanjung Baru, 2003).

4.1.2.4. Hidro-oceanografi

(43)

27

Kabupaten Karawang mempunyai panjang pantai sekitar 84,32 Km (RDTR Tanjung Baru, 2003) yang membentang di sembilan wilayah kecamatan (Cilamaya Kulon, Cilamaya Wetan, Tempuran, Pedes, Cilebar, Cibuaya, Tirtajaya, Batujaya, dan Pakisjaya). Laut teritorial kabupaten sesuai Undang-Undang Otonomi Daerah seluas 4 mil dari pasang surut terendah, dengan demikian dapat diketahui luas laut keseluruhan Kabupaten Karawang adalah ± 621,27 Km2.

Pantai Karawang termasuk ke dalam Pantai Utara yang memiliki kondisi topografi laut/batimetri yang relatif mendatar/landai. Secara umum perairan Kabupaten Karawang mempunyai kedalaman berkisar antara 0-20 meter. Pada bagian pinggir pantai mempuyai kedalaman antara 0-5 meter (RDTR Tanjung Baru, 2003). Peta batimetri perairan Kabupaten Karawang memperlihatkan morfologi undulasi, yaitu morfologi yang berbentuk punggungan berselingan dengan cekungan dengan kemiringan lereng yang relatif datar, dan tidak memperlihatkan morfogi tonjolan, kecuali di perairan Kecamatan Cilamaya Kulon terdapat delta dan terumbu karang. Kedalaman rata-rata daerah berterumbu karang tersebut sekitar 4-8 meter dan berupa gosong karang (Patch reefs), yaitu tumpukan karang yang sudah mati seperti terlihat pada Gambar 7. Peta batimetri perairan Kabupaten Karawang dapat dilihat pada Gambar 8.

Sumber: DKP Kabupaten Karawang (2007)

Gambar 7. Gosong Karang (Patch reef)

(44)

karang untuk bangunan, jangkar nelayan yang lego disekitar terumbu karang, dan sedimentasi. Bagi nelayan setempat, rusaknya ekosistem ini disadari atau tidak sangat signifikan berpengaruh buruk pada mata pencaharian mereka. Produktivitas ikan cenderung menurun beberapa tahun terakhir karena kerusakan ekosistem yang mengganggu keseimbangan siklus kehidupan mereka.

Sumber: DKP Kabupaten Karawang (2004)

Sifat pasang surut di perairan Karawang termasuk ke dalam tipe campuran dominan tunggal, yaitu terjadi satu kali sampai dua kali air pasang dan air surut dalam sehari semalam (Dinas Cipta Karya, 2004). Gambar 9 menunjukkan kurva pasang surut di perairan Kabupaten Karawang. Kondisi iklim pesisir sangat dipengaruhi oleh adanya arus laut. Arus laut (sea current) adalah gerakan massa air laut dari satu tempat ke tempat lain secara vertikal maupun horizontal. Pergerakan arus laut dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni angin, bentuk topografi dasar lautan dan pulau-pulau yang ada di sekitarnya serta pengaruh dari adanya gaya Corilolis dan arus Ekman (Dinas Cipta Karya, 2004).

Gambar 8. Peta Batimetri Kabupaten Karawang dan Lokasi Terumbu Karang

(45)

29

Sumber: Dinas Cipta Karya Kabupaten Karawang (2004)

Arus laut di Kabupaten Karawang juga dipengaruhi oleh angin, terutama angin Muson Timur dan angin Muson Barat. Pada bulan Desember-Februari angin bertiup dari arah tenggara, bulan Maret-Mei angin bertiup dari arah timur laut, bulan Juni-Agustus angin bertiup dari arah barat dan pada bulan September-Nopember angin bertiup dari arah selatan (Gambar 10).

Sumber: DLHPE Kabupaten Karawang (2008)

Gambar 9. Kurva Pasang Surut Air Laut di Perairan Karawang

Gambar 10. Peta Pergerakan Arus Laut Sepanjang Tahun di Kabupaten Karawang

1315

16.517.5181817.516.515.5 1514

1211 9.5

8 6.55.5

4.254 4.5 6.258

9.511 13

0 5 10 15 20

6 8 10 12 14 16 18 20 22 0 2 4 6

Ti

n

ggi Pasu

t (m)

Waktu

(46)

4.1.3. Pola Penggunaan Lahan 

Lahan di Kabupaten Karawang dibedakan menjadi lahan sawah dan lahan non-sawah, dimana lahan sawah dibagi menjadi lahan berpengairan teknis, setengah teknis dan berpengairan sederhana. Lahan non-sawah terdiri dari lahan untuk bangunan dan halaman sekitarnya, tegal/kebun/ladang/ huma, padang rumput, tambak, kolam/ tebet/empang, lahan yang sementara tidak diusahakan, lahan untuk tanaman kayu-kayuan dan perkebunan negara/swasta. Luas seluruh lahan di Kabupaten Karawang adalah 175.327 ha dengan perincian sebagai berikut: lahan sawah seluas 94.311 ha dan lahan kering seluas 81.016 ha. Dari jumlah tersebut sebesar 33,14% digunakan untuk bangunan dan halaman sekitarnya (DCK Kabupaten Karawang, 2004).

Pola penggunaan lahan di sekitar Desa Pasirjaya, yaitu Desa Muktijaya dan Desa Sukajaya (Kecamatan Cilamaya Kulon) dan Desa Ciparagejaya (Kecamatan Tempuran) secara umum terdiri dari sawah beririgasi, empang/tambak, permukiman, kebun, dan ladang. Penggunaan terbesar yaitu sebagai sawah irigasi di Desa Muktijaya dan Desa Sukajaya, sedangkan di Desa Ciparagejaya hampir 75% digunakan sebagai area tambak. Kebun dan ladang hanya terdapat di Desa Muktijaya.

(47)

31

Tabel 6. Perbandingan penutupan lahan tahun 2006-2008

Penggunaan Lahan Luas (Ha)

Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008

Persawahan/perkebunan 105.962 104.398 93.619

Hutan 16.164 18.632 22.582

Permukiman 29.306 26.848 18.351

Tambak/empang 11.617 11.952 13.831

Lain-lain 12.278 13.497 26.944

Sumber: DLHPE Kabupaten Karawang (2008)

4.1.4. Demografi

Jumlah penduduk Kabupaten Karawang pada tahun 2008 tercatat berjumlah 2.094.408jiwa. Jumlah ini meningkat sebesar 38.939 jiwa atau 1,89% dari tahun 2007, yang pada saat itu jumlah penduduknya berjumlah 2.055.469 jiwa. Perkembangan penduduk di Kabupaten Karawang pada tahun 2004-2008 dapat dilihat pada Gambar 11. Pembagian jumlah penduduk antara pria dan wanita tidak terlalu jauh berbeda, yaitu 1.060.919 jiwa pria dan 1.033.489 jiwa wanita. Sex ratio penduduk Kabupaten Karawang adalah 102,65 yang artinya penduduk laki-laki hampir sebanding dengan penduduk perempuan. Dengan luas Kabupaten Karawang sebesar 1.759,27 km², maka kepadatan penduduk per km² sebesar 1.103 jiwa.

Sumber: BPS Kabupaten Karawang (2009)

Gambar 11. Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Karawang

900000

Perkembangan Penduduk Kabupaten Karawang 2004-2008

Wanita

Pria

(48)

4.2. Pariwisata di Kabupaten Karawang 4.2.1. Potensi Wisata Bahari

Beberapa daerah yang menjadi daerah tujuan wisata bahari di Kabupaten Karawang adalah Pantai Cemara Jaya, Pantai Tanjung Pakis, Pantai Ciparage, Pantai Tanjung Baru, Perairan Sungai Buntu (Samudera Baru), dan Perairan Pasir Putih. Namun wisata pantai yang sering dikunjungi di Kabupaten Karawang adalah Pantai Tanjung Pakis, Pantai Samudera Baru, Pantai Ciparage, dan Pantai Tanjung Baru seperti terlihat pada Gambar 12. Di daerah Cemara Jaya, Tanjung Pakis, Ciparage, dan Tanjung Baru berkembang wisata laut berupa kegiatan pemancingan di lepas pantai dan wisata kuliner.

 

Gambar 12. Lokasi Wisata Pantai di Kabupaten Karawang

4.2.2. Potensi Pengunjung

(49)

33

4.2.3. Kebijakan Sektor Wisata

Peraturan Daerah (Perda) mengenai pariwisata di Kabupaten Karawang belum ada. Secara umum di Kabupaten Karawang telah berkembang beberapa objek wisata yang menjadi daerah tujuan wisata. Namun keadaan dan pengembangannya masih belum kelihatan secara signifikan. Disamping itu, kondisi daerah wisata bahari Kabupaten Karawang masih belum dikembangkan secara terencana menjadi daerah tujuan wisata dan belum dikelola sebagai layaknya daerah tujuan wisata lainnya di Jawa Barat. Potensi tersebut belum dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Karawang.

4.3. Desa Pasirjaya

4.3.1. Administrasi dan Geografis

Desa Pasirjaya merupakan salah satu desa pesisir di Kecamatan Cilamaya Kulon selain Desa Sukajaya. Luas Desa Pasirjaya adalah sebesar 862 ha. Peta administrasi dan batas Desa Pasirjaya dapat dilihat pada Gambar 13.

4.3.2. Demografi

Jumlah penduduk Desa Pasirjaya (Monografi Desa Pasirjaya, 2008) sebanyak 8.158 orang, dengan jumlah pria sebanyak 4.081 orang dan wanita sebanyak 4.077 orang. Dari data tersebut dapat terlihat perbandingan jumlah pria dan wanita hampir seimbang, sedangkan jumlah kepala keluarga 2.662 orang. Tingkat pendidikan penduduk di Desa Pasirjaya bervariasi dan dapat dilihat pada Tabel 7. Bahasa yang digunakan yaitu bahasa Sunda dan cenderung mayoritas menggunakan bahasa Jawa (wilayah yang mendekati pantai). Mata pencaharian mayoritas penduduk di Desa Pasirjaya bervariasi dan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 7. Tingkat pendidikan penduduk Desa Pasirjaya

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang)

1 Tidak tamat SD/sederajat 2.893

2 Tamat SD/sederajat 1.341

3 Tamat SLTP/sederajat 971

4 Tamat SLTA/sederajat 520

5 Tamat D-3 82

(50)

34

(51)

35

Tabel 8. Mata pencaharian penduduk Desa Pasirjaya

No. Mata Pencaharian Jumlah (orang) %

1 Buruh tani 2.722 48,5

2 Petani 871 15,5

3 Swasta 225 3,9

4 Pegawai negeri 31 0,5

5 Pedagang 337 5,9

6 Nelayan tambak/empang dan udang rebon 571 10,1

7 Guru swasta 99 1,75

8 Buruh migran pria 777 18,05

Mayoritas penduduk di kawasan ini bekerja sebagai buruh tani, petani, nelayan tambak, dan sebagainya. Penduduk yang tinggal di area PTB umumnya tidak terlalu menggantungkan hidupnya kepada sumberdaya laut. Hanya terdapat beberapa warga yang mencari udang rebon (Gambar 14a) sebagai bahan baku terasi yang nantinya akan dijual kepada pengepul. Kondisi permukiman warga PTB dapat dilihat pada Gambar 14b.

(a) (b)

(52)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Data dan Analisis 5.1.1. Kondisi Tapak

5.1.1.1. Batas Administrasi dan Geografis

Di wilayah Kecamatan Cilamaya Kulon terdapat dua desa yang berbatasan langsung dengan Pantai Utara secara langsung, yaitu Desa Pasirjaya dan Desa Sukajaya. Wilayah Pantai Tanjung Baru (PTB) terletak di Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang dengan koordinat antara 6°10’39.36”- 6°9’47.52” LS dan 107°30’37.41”- 107°31’55.40” BT. Kawasan ini terletak di wilayah pesisir pantai utara Kabupaten Karawang. Kawasan wisata PTB merupakan kawasan wisata pantai yang memiliki pasir putih kecoklatan dan terdapat taman laut yang berjarak ±4 km dari pantai. Kawasan ini sudah dimanfaatkan untuk kawasan wisata, walaupun dalam lingkup yang masih terbatas. Awal pengembangan kawasan ini dimulai pada tahun 2003. Kawasan ini terletak di antara area persawahan dan tambak warga. Batas fisik dari area ini dapat dilihat pada Gambar 15 berdasarkan batas kawasan wisata dari RDTR PTB (2003).

Batas daerah wisata kawasan ini belum terlalu jelas karena masih sebatas batas fisik saja. Sehingga dibutuhkan batas yang jelas antara ruang wisata dan batas fisik dari lingkungan disekitarnya. Keberadaan batas area wisata akan memberikan keamanan dan kejelasan bagi wisatawan serta kejelasan tata guna lahan milik masyarakat dan pemda (wilayah PTB). Perencanaan batas yang digunakan sebagai pembatas area harus turut memperhatikan view pengguna di luar tapak (borrowed view) karena view ke arah laut harus dapat dinikmati baik dari dalam maupun dari luar area wisata (common resource). Sehingga tetap ada kesatuan ruang antara area wisata dan lingkungan sekitarnya.

5.1.1.2. Jenis Tanah

(53)

37

G

ambar 15.

P

eta Batas Kawasan

S

(54)

Menurut Kellog dalam Supardi (2002) tanah latosol memiliki ciri fisik berwarna merah/kuning (terutama pada horison B), tetapi jika tererosikan biasanya akan berwarna coklat atau kelabu. Sifat lainnya yang penting dari jenis tanah ini adalah terbentuknya keadaan granular (merangsang drainase dalam keadaan yang sangat baik). Jenis tanah ini sangat menunjang bagi kegiatan pertanian lahan basah. Tekstur tanah di pesisir Tanjung Baru tergolong jenis tanah pasir berlempung (DLHPE Kabupaten Karawang, 2008). Jenis tanah ini sangat rentan abrasi dan akresi, karena ukuran partikelnya yang kecil, ringan dan mudah terbawa oleh arus laut, sehingga sedimen pantai mudah berpindah-pindah lokasi (garis pantai tidak stabil dan mudah berubah).

5.1.1.3. Iklim

Klasifikasi tipe hujan daerah Karawang menurut Oldeman dalam Ulfah (2006) termasuk tipe E2. Tipe ini dicirikan dengan bulan basah kurang dari 3 bulan secara berturut-turut. Musim angin Baratan terjadi 1 tahun sekali, yaitu pada bulan Mei dan berakibat terhadap pasang air laut yang tinggi. Kondisi ini harus diperhatikan terhadap fasilitas penunjang yang berkaitan dengan atraksi wisata yang terkait langsung dengan air laut (keamanan wisatawan).

a. Suhu

Suhu maksimum di PTB berkisar antara 30,5-33,6°C dan suhu minimum berkisar antara 20-25,2°C. Sedangkan suhu rata-rata berkisar antara 26,9-29°C. Suhu tertinggi pada bulan September dan suhu terendah pada bulan Oktober (Gambar 16).

Sumber: BMG Bogor (2009)

Gambar 16. Grafik Fluktuasi Suhu Tahun 2005-2009

0 10 20 30 40

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Su

hu

(

C

)

Bulan

(55)

39

b. Kelembaban Relatif (RH)

Kelembaban udara di Kawasan PTB maksimum di Tanjung Baru yaitu 85,3% dan kelembaban minimum 76,7%. Kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Desember dan kelembaban minimum pada bulan Mei (Gambar 17).

Sumber: BMG Bogor (2009)

c. Curah Hujan

Curah hujan maksimum di PTB yaitu 275 mm dan curah hujan minimum 0 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dan curah hujan minimum pada bulan Agustus (Gambar 18). Curah hujan yang rendah pada tapak akan sangat menguntungkan bagi kegiatan wisata, karena curah hujan yang tinggi akan membatasi kegiatan dan atraksi wisata. Jika curah hujan tinggi dan hari hujan terus-menerus akan membatasi kegiatan wisata terutama di ruang luar.

Sumber: BMG Bogor (2009)

Gambar 17. Grafik Fluktuasi RH Tahun 2005-2009

Gambar 18. Grafik Fluktuasi Curah Hujan Tahun 2005-2009

60 65 70 75 80

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

RH

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

C

(56)

d. Kecepatan Angin

Kecepatan angin di tapak rata-rata 3,16 km/jam dengan kecepatan angin terbesar 3,47 km/jam pada bulan September dan kecepatan angin terendah 2,99 km/jam terjadi pada bulan Juni arah angin (dominan) dari arah tenggara (Gambar 19). Lama tiupan angin selama 5-7 jam.

Sumber: BMG Bogor (2009)

5.1.1.4. Hidro-oceanografi

Kondisi hidrologi kawasan dilihat dari keberadaan aliran sungai dan air tanah. Sungai yang terdapat di sekitar wilayah PTB adalah Kali Broim, Kali Rahim, Kali Danul, Kali Taram, dan Kali Langen yang bermuara ke arah laut. Aliran sungai ini dimanfaatkan juga sebagai saluran pembuangan air (drainase) bersama dengan saluran irigasi (saluran sistem primer). Air bersih yang dimanfaatkan penduduk bersumber dari air tanah dangkal dengan kedalaman 3-12 meter. Untuk kawasan yang dekat dengan pantai harus menggunakan sumur pompa dengan kedalaman sampai 100 meter lebih. Sumber air lainnya adalah dari saluran irigasi Tarum Timur yang dimanfaatkan untuk mengairi sawah. Jarak antara bangunan dan sungai hanya sekitar 1 meter. Hal ini tidak sesuai dengan Keppres No 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dimana lebar sempadan sungai kecil di kanan-kiri yang ideal adalah ±50 meter. Kondisi yang tidak ideal ini sebaiknya diatasi dengan relokasi permukiman ke daerah yang cocok dan bukan sebagai area sempadan pantai/sungai.

Gambar 19. Grafik Fluktuasi Kecepatan Angin Tahun 2005-2009

2.6 2.8 3 3.2 3.4 3.6

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

K

ec

. A

ngi

n

(K

not)

Bulan

(57)

41

Secara keseluruhan kecepatan arus permukaan air laut di PTB berkisar antara 0,03 m/detik-0,09 m/detik dengan arah dominan pada saat surut menunjukkan arah relatif ke tenggara dan pada saat slack (surut terendah) arah arus relatif ke timur laut. Sedangkan pada saat pasang memperlihatkan arah utara relatif ke barat laut kemudian berbelok ke arah slack (pasang tertinggi). Pada kedalaman menengah kecepatan arus berkisar antara 0,03 m/detik-0,09 m/detik dengan arah yang relatif sama dengan arus permukaan. Begitu pula untuk arus dalam kecepatan berkisar antara 0,03 m/detik-0,06 m/detik dengan pola arus yang relatif sama (DCK Kabupaten Karawang).

5.1.1.5. Sosial Budaya

Kondisi kemasyarakatan warga di PTB merupakan masyarakat pesisir yang tidak terlalu menggantungkan hidupnya terhadap sumberdaya kelautan. Warga di area tersebut berasal dari sekitar Desa Pasirjaya yang pindah dan bermukim di pesisir Desa Pasirjaya (PTB). Warga tersebut termasuk dalam satu Rukun Tetangga (RT) di Desa Pasirjaya dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 38. Etnik warga PTB merupakan suku Jawa pesisir utara (logat bicara dan bahasa). Agama yang dianut warga di sana yaitu Islam dengan jumlah mushala sebanyak satu. Mata pencaharian warga di PTB bukan sebagai nelayan, hanya terdapat beberapa warga yang bekerja sebagai pencari udang rebon dan menyewakan perahu bagi wisatawan yang ingin memancing di laut. Potensi udang kecil (udang rebon) untuk dibuat menjadi terasi dan akan dijual pada pengepul. Pekerjaan warga lainnya ada yang menjadi buruh, penjual makanan (warung), dan sebagainya.

(58)

5.1.2. Aspek Ekologi

Aspek ekologi dari tapak yang akan dianalisis berupa kualitas akuatik dan kualitas terestrial. Kualitas akuatik dinilai dengan mengamati kesejarahan tebal/lebar mangrove di PTB. Kualitas terestrial dinilai dengan mengamati variabel topografi dan kemiringan lahan, bahaya, penggunaan lahan (land use), dan penutupan lahan (land cover).

5.1.2.1. Kualitas Akuatik.

Berdasarkan data bahwa mangrove di Kabupaten Karawang tercatat seluas ± 6.099 ha (2001). Keberadaan mangrove berfungsi secara fisik (stabilitas garis pantai dan mempercepat perluasan pantai), fungsi biologik (habitat satwa dari lepas pantai dan habitat burung-burung besar), dan fungsi ekonomi (lahan untuk tambak, pembuatan garam, tempat rekreasi, dan penghasil kayu). Sehingga keberadaannya harus dipertahankan dan ditingkatkan secara kualitas dan kuantitas karena peranannya baik secara ekologi maupun ekonomi.

Gambar

Gambar 2. Peta Orientasi Perencanaan RTH
Gambar format
Gambar 4. Tahapan Proses Perencanaan (Modifikasi Gold, 1980)
Tabel 4. Jenis, bentuk, sumber, dan cara pengambilan data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Beaty (Afiati, 2005) menjelaskan bahwa terdapat empat dimensi keterampilan sosial yang berkembang pada saat anak melakukan kegiatan bermain yaitu inisiatif untuk

Seperti penelitian terhadap aplikasi Circle Player dengan alur penelitian menurut ISO 13407:1999 dan diajukan beberapa pertanyaan angket kepada pengguna

• Soal tugas (diinfokan kepada mahasiswa dalam bagian quiz di LMS) • Lembar Observasi aktivitas mahasiswa 5 Mampu mengidentifikasi dan menganalisisdan membendakan

To know whether there is a correlation between teacher’s affection and students’ achievement in English learning at PIBA Universitas Islam Negeri Alauddin

Berikut adalah hasil analisis aliran daya yang dilakukan menggunakan metode Backward-Forward Sweep sebelum dihubungkannya DG ke dalam jaringan pada sistem distribusi

Setiap pilihan atas produk Obligasi yang dibeli nasabah merupakan keputusan dan tanggung jawab nasabah sepenuhnya, termasuk apabila nasabah memilih jenis produk yang

Artinya, Ho yang menyatakan tidak ada pengaruh antara post-test pada kelompok eksperimen, kelompok kontrol 1 dan kelompok kontrol 2 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa

Risiko hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis tersebut antara lain disebabkan adanya, ketiadaan peraturan