KAJIAN STANDAR CEMARAN MIKROBA DALAM PANGAN
DI INDONESIA
PRATIWI YUNIARTI MARTOYO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Kajian Standar Cemaran Mikroba dalam Pangan di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Pratiwi Yuniarti Martoyo
RINGKASAN
PRATIWI YUNIARTI MARTOYO. Kajian Standar Cemaran Mikroba dalam Pangan di Indonesia. Dibimbing oleh RATIH DEWANTI-HARIYADIdan WINIATI P. RAHAYU.
Standar cemaran mikroba pada pangan olahan di Indonesia termuat dalam Peraturan Kepala Badan POM tahun 2009 No. HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia Dalam Makanan dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Dalam implementasinya, terdapat beberapa permasalahan dan kriteria yang tidak dapat dipenuhi karena terlalu ketat dan metode analisis yang tidak tersedia. Kajian ini bertujuan membandingkan pemenuhan standar cemaran mikroba dalam pangan di Indonesia dan beberapa negara lain di dunia terhadap kaidah kriteria mikrobiologi pangan yang dikembangkan CAC serta mengkaji kriteria cemaran mikroba pada pangan prioritas dan memberikan rekomendasi kriteria cemaran mikroba.
Pengkajian dilakukan dengan membandingkan dan menganalisis kriteria mikrobiologi di Indonesia dengan 10 standar negara lain yaitu Australia dan Selandia Baru, Eropa, Filipina, Malaysia, Canada, Hongkong, India, Jepang, Singapura dan Afrika Selatan berdasarkan Codex Alimentarius Comission (CAC) Principles for The Establishment and Application of Microbiological Criteria for Foods (CAC/GL 21-1997) yang sedang dalam proses revisi pada step 5/8. Studi kasus dilakukan pada beberapa jenis pangan prioritas berdasarkan permasalahan dan kriteria mikrobiologinya.
Hasil kajian menunjukkan bahwa hampir semua negara belum mengikuti semua kaidah kriteria mikrobiologi. Hasil kajian juga menunjukkan bahwa standar mikrobiologi air minum dalam kemasan (AMDK), kopi instan dan pangan steril komersial perlu revisi. Peraturan menetapkan dua batas maksimum angka lempeng total dan terdapat perbedaan metode analisis dengan persyaratan AMDK. Untuk tujuan verifikasi proses produksi dan penerimaan lot, direkomendasikan untuk menetapkan satu batas maksimum ALT. Usulan rencana sampling ALT untuk AMDK adalah rencana sampling 3 kelas dengan n = 5 dan c = 2 dan batas maksimum m = 102 koloni/mL dan M = 105 koloni/mL. Metode analisis yang dapat dirujuk adalah ISO atau metode analisis selain yang ditentukan dalam standar yang telah divalidasi sensitivitas, reproduktifitas dan reliabilitasnya berdasarkan ISO/TR/13843.
Penentuan jenis mikroba dan batas maksimum pada pangan dengan proses steril komersial tidak relevan. Pangan proses steril komersial memiliki jumlah mikroorganisme yang sangat rendah sehingga kriteria mikrobiologi tidak dapat diterapkan. Disarankan menetapkan persyaratan pemenuhan kecukupan proses sterilisasi komersial atau uji inkubasi untuk mendeteksi mikroba pembusuk.
SUMMARY
PRATIWI YUNIARTI MARTOYO. Review on Food Microbiological Standard in Indonesia. Supervised by RATIH DEWANTI_HARIYADI and WINIATI P. RAHAYU.
Microbiological standards for processed food in Indonesia are regulated by the Head of NADFC in Decree No. POM. HK.00.06.1.52.4011 2009 pertaining Microbial and Chemical Contamination Limit in Food and by the Indonesian National Standard (SNI). In the implementation, there were several obstacles and some criteria could not be met because they were too stringent or the testing methods were not available. The purpose of this study was to compare the fulfillment of microbiological standards of Indonesia and some other countries in the world against the rules of CAC microbiology criteria, to review microbiological criteria of priority foods and to provide recommendations for their microbiological criteria.
The study was conducted by comparing and analyzing the microbiological criteria from Indonesia and 10 other countries, namely Australia and New Zealand, Europe, Philippines, Malaysia, Canada, Hongkong, India, Japan, Singapore and South Africa and recommendation by Codex Alimentarius Comission (CAC) Principles for The Establishment and Application of Microbiological Criteria for Foods (CAC/GL 21-1997). As the case studies, several foods were selected based on several obstacles occurred and their criteria and studied as above.
The results showed almost all countries have not comply the rules.
The study also showed that Indonesia’s standard for bottled/packaged
drinking water, instant coffee and canned food need revision. There were two maximum limit of TPC and discrepancies with the analytical method requirements on drinking water. Forthe purpose of verification of the production process and lot acceptance, it is recommended to set one maximum limit of TPC. The recommendation for TPC sampling plan for drinking water is a three-class sampling plan with n = 5 and c = 2 and a maximum of m = 102 cfu/mL and M = 105 cfu/mL. Analytical methods that can be refered to is ISO or analytical methods other than that specified in the standard, provided that the method of analysis has been validated for its equivalent sensitivity, reproducibility and reliability based ISO/TR/13843 of Water quality-Guidance on validation of microbiological methods.
are three-class sampling plan with n = 5, c = 2, m = 102 cfu/g and M = 103 cfu/g.
Determination of microbiological criteria in canned food is irrelevant. Commercially sterile process food has a very low number of microorganisme that the criteria can not be applied.It is recommended to simply set adequacy compliance requirements with commercial sterilization process is the test incubation.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi
pada
Program Studi Teknologi Pangan
KAJIAN STANDAR CEMARAN MIKROBA DALAM PANGAN
DI INDONESIA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
Judul Tesis : Kajian Standar Cemaran Mikroba dalam Pangan di Indonesia Nama : Pratiwi Yuniarti Martoyo
NIM : F252100145
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc Ketua
Prof. Dr. Ir. Winiati P. Rahayu, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 18 Oktober 2013
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini ialah kajian standar cemaran mikroba, dengan judul Kajian Standar Cemaran Mikroba dalam Pangan di Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc dan Ibu Prof. Dr. Winiati P. Rahayu selaku pembimbing dan Dr. Ir. Eko Hari Purnomo, MAppSc sebagai penguji. Di samping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Badan POM yang telah memberikan beasiswa dan Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM, Bapak Drs. Suratmono, MP, yang telah membantu memberikan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
PENDAHULUAN 1
TINJAUAN PUSTAKA 2
Standar dan Peraturan Cemaran Mikroba Pangan di Indonesia 2
Kriteria Mikrobiologi 4
Prinsip-prinsip Umum Penetapan Kriteria Mikrobiologi 4
Komponen Kriteria mikrobiologi 5
BAHAN DAN METODE 11
Bahan 11
Metode 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Standar Cemaran Mikroba di Indonesia dan Negara-negara Lain 12 Pengkajian Kriteria Cemaran Mikroba pada Pangan Prioritas 20
Air Minum dalam Kemasan 22
Kopi Instan 28
Produk Pangan Steril Komersial 30
Rekomendasi Standar Cemaran Mikroba di Indonesia 33
SIMPULAN DAN SARAN 34
Simpulan 34
Saran 35
DAFTAR PUSTAKA 35
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komponen kriteria mikrobiologi pangan CAC 5 Tabel 2. Keketatan rencana sampling yang berhubungan dengan risiko
dan kondisi penggunaan pangana 9
Tabel 3. Pustaka standar cemaran mikroba dari negara-negara lain di
dunia 13
Tabel 4. Sandingan struktur cemaran mikroba 14
Tabel 5. Sandingan tujuan standar cemaran mikroba di beberapa negara
dan CAC. 15
Tabel 6. Sandingan pengelompokkan pangan 16
Tabel 7. Jenis mikroba yang di atur di Indonesia, Filipina, Eropa dan
FSANZ 18
Tabel 8. Kriteria mikrobiologi AMDK dalam Peraturan Cemaran
Mikroba BPOM dan SNI 21
Tabel 9. Proses produksi AMDK 23
Tabel 10. Bakteri yang menular melalui air minum* 24 Tabel 11. Hasil pengujian ALT pada AMDK yang beredar di Indonesia* 26 Tabel 12. Sandingan kriteria cemaran mikroba pada kopi instan 29 Tabel 13. Perbandingan standar mikroba pangan dalam kaleng 31 Tabel 14. Rekomendasi umum standar cemaran mikroba di Indonesia 33 Tabel 15. Rekomendasi khusus standar cemaran mikroba di Indonesia
(Lanjutan) 33
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Hubungan antara (a) konsentrasi log baik dan buruk untuk rencana sampling 2 kelas (m=3 log cfu/g), (b) konsentrasi baik, marjinal dan buruk untuk rencana sampling 3 kelas (m=3 log cfu/g, M=4 log cfu/g) (ICMSF, 2011) 8
1
PENDAHULUAN
Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan menyatakan bahwa setiap orang yang terlibat dalam rantai pangan wajib mengendalikan risiko bahaya pada pangan, baik yang berasal dari bahan, peralatan, sarana produksi, maupun dari perseorangan agar terjamin keamanan pangan yang dihasilkannya. Peyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi dan menjamin keamanan pangan dan/atau keselamatan manusia. Menurut Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, pemenuhan persyaratan sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan dilakukan dengan cara menerapkan pedoman cara budidaya yang baik, cara produksi pangan segar yang baik, cara produksi pangan olahan yang baik, cara distribusi pangan yang baik, cara ritel pangan yang baik, dan cara produksi pangan siap saji yang baik. Pangan yang beredar tidak boleh mengandung atau melebihi batas maksimum cemaran mikroba yang ditetapkan dalam standar.
Standar dan pengujian merupakan bagian dari sistem manajemen mutu dan keamanan pangan yang dapat mencakup standar untuk parameter mutu dan keamanan. Standar disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat diantaranya perkembangan ilmu dan teknologi serta pengalaman dan produsen diharapkan menghasilkan produk dengan standar tertentu. Standar mikrobiologi misalnya, merupakan kriteria keamanan mikrobiologi pangan. Meskipun pengujian pangan tidak dapat menjamin mutu dan keamanan pangan, pengujian dapat meningkatkan keyakinan akan keamanan pangan terutama apabila GMP dan HACCP telah diaplikasi. Karena mikroba umumnya tidak terdistribusi secara homogen dalam pangan, maka pengambilan sampel yang tidak acak atau terlalu kecil dapat mengakibatkan diloloskannya lot yang memiliki persentase cacat besar. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan rencana sampling dan prosedur analisis yang tepat untuk memperoleh kinerja sampling yang baik. Pada tahun 1997 CAC menerbitkan Principles for The Establishment and Application of Microbiological Criteria for Foods
(CAC/GL 21-1997) yang sedang direvisi dan pada tahun 2012 pada step 5/8. Pedoman tersebut menyatakan bahwa kriteria mikrobiologi harus memenuhi kaidah yang mencakup jenis pangan, proses atau sistem pengawasan keamanan pangan dimana kriteria mikrobiologi ditetapkan; titik dalam rantai pangan tempat kriteria diaplikasikan; mikroba dan alasan penetapannya; batas maksimum mikroba (m dan M) atau batas maksimum lainnya (batas risiko); rencana sampling yang menjelaskan jumlah sampel yang akan diambil (n), ukuran unit sampel analisis atau yang diperlukan dan jumlah keberterimaan (c); tindakan yang harus diambil jika tidak memenuhi kriteria; serta metode analisis. Pada draft revisi, CAC menambahkan komponen tujuan dan indikator kinerja statistik. Format standar mikrobiologi sesuai CAC yang menetapkan rencana sampling menjadi layak diikuti.
2
mengikuti kaidah kriteria mikrobiologi CAC. Selama kurun waktu 4 tahun pelaksanaan Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia Dalam Makanan (selanjutnya disebut sebagai Peraturan Cemaran Mikroba BPOM), beberapa kendala dihadapi dalam implementasinya. Kendala tersebut diantaranya adanya kriteria yang tidak dapat diaplikasikan karena terlalu ketat, ketidaktersediaan metode uji dan adanya ketidakharmonisan antara kriteria mikrobiologi pada Peraturan Cemaran Mikroba BPOM dengan SNI. Adanya berbagai kendala di atas mengindikasikan perlunya penelaahan terhadap Peraturan Cemaran Mikroba BPOM dan standar cemaran mikroba pada pangan yang diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi bagi pemerintah dalam proses perumusan/revisi agar menghasilkan standar cemaran mikroba yang lebih baik dan dapat diaplikasikan oleh semua pihak berdasarkan prinsip-prinsip penetapan kriteria mikrobiologi pangan dan analisis ilmiah khususnya lingkup aspek patogen emergensi yang relevan, perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan baru.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) membandingkan pemenuhan kaidah kriteria mikrobiologi pangan dalam standar cemaran mikroba dalam pangan di Indonesia dan beberapa negara lain di dunia terhadap kaidah kriteria mikrobiologi pangan yang dikembangkan CAC, (2) mengkaji kriteria cemaran mikroba pada pangan prioritas dan (3) memberikan rekomendasi kriteria cemaran mikroba secara umum dan secara khusus untuk pangan prioritas.
Manfaat tugas akhir ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan dalam standardisasi cemaran mikroba dalam pangan sehingga dapat meningkatkan jaminan keamanan pangan dan meningkatkan daya saing produk pangan Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
Standar dan Peraturan Cemaran Mikroba Pangan di Indonesia
Berdasarkan PP No. 102/2000 tentang Standardisasi Nasional, standardisasi didefinisikan sebagai proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar, bekerjasama dengan semua pihak. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua fihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
SNI
Standar yang ditetapkan oleh BSN disebut Standar Nasional Indonesia (SNI) yang bersifat sukarela. Berdasarkan PP 28/2004 pasal 30 dengan mempertimbangkan aspek keamanan, SNI dapat diberlakukan wajib oleh Menteri atau Kepala Badan POM sesuai tugas dan kewenangan masing-masing.
3 unsur-unsur sebagai berikut: (1) awal bersifat informatif, meliputi halaman sampul, daftar isi, prakata dan pendahuluan; (2) umum bersifat normatif, meliputi judul, ruang lingkup dan acuan normatif berupa standar yang diacu; (3) teknis bersifat normatif, meliputi istilah dan definisi, simbol dan singkatan, klasifikasi, persyaratan, pengambilan contoh, metode uji, penandaan dan lampiran normatif; (4) serta tambahan bersifat informatif, meliputi lampiran informatif dan bibliografi.
Unsur persyaratan merupakan unsur opsional yang harus berisi semua karakteristik yang perlu disyaratkan yang terkait dengan aspek produk, proses atau jasa yang akan dicakup atau mengacu kepada standar lain; nilai atau batas yang dipersyaratkan dari karakteristik yang dapat diukur; referensi metode uji untuk masing-masing persyaratan untuk menentukan atau membuktikan besaran karakteristik atau metode uji itu sendiri. Persyaratan cemaran mikroba umumnya tercantum dalam unsur persyaratan. Metode uji cemaran mikroba yang dipersyaratkan dalam unsur persyaratan tercantum dalam unsur metode uji. Metode uji mikroba dapat mengacu pada SNI metode uji mikroba jika telah tersedia atau dengan memaparkan ketentuan umum metode uji, pereaksi, peralatan, metode uji alternatif, pemilihan metode uji berdasarkan ketelitian, dan pencegahan duplikasi dan deviasi yang tidak perlu. Kaji ulang SNI ditetapkan setiap 5 tahun.
Peraturan CemaranMikroba dalam Pangan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peraturan didefinisikan sebagai tataan (petunjuk, kaidah, ketentuan) (Kemendiknas 2008). Berdasarkan hierarki perundang-undangan bidang pangan di Indonesia, ketentuan tertinggi terkait pangan adalah Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan (UU Pangan). Menurut UU Pangan pasal 22 dinyatakan bahwa pemerintah mengatur pengawasan dan pencegahan tercemarnya pangan, salah satunya dengan menetapkan jenis cemaran dan ambang batas maksimalnya. Sementara itu, PP No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan pasal 24 menyatakan bahwa penetapan ambang batas maksimal cemaran yang diperbolehkan dalam pangan dilakukan oleh Menteri Pertanian, Menteri Kelautan dan Perikanan atau Kepala Badan POM. Menteri Pertanian dan Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan batas cemaran pada pangan segar, sedangkan Badan POM menetapkan batas cemaran pada pangan olahan.
4
Kriteria Mikrobiologi
Kriteria mikrobiologi pada pangan adalah suatu metrik manajemen risiko yang menunjukkan keterimaan suatu pangan atau kinerja suatu pengendalian proses atau sistem keamanan pangan yang merupakan hasil dari suatu pengambilan contoh/sampling dan pengujian/testing mikroba, toksin/metabolitnya atau penanda yang berhubungan dengan kepatogenan atau sifat lainnya, pada titik tertentu dalam suatu rantai pangan (CAC 2012).
Kriteria mikrobiologi digunakan dalam memformulasi persyaratan desain dan menunjukkan status mikrobiologi bahan baku, bahan tambahan dan produk akhir pada setiap tahap dalam rantai pangan yang sesuai (CAC 1997). Umumnya, kriteria mikrobiologi diaplikasikan untuk penerimaan atau penolakan bahan baku, bahan tambahan, produk dan lot oleh pemerintah atau industri. Kriteria mikrobiologi dapat digunakan pula untuk menentukan proses produksi telah sesuai dengan prinsip umum higiene pangan (CAC/RCP 1-1969). Bagi pemerintah, kriteria mikrobiologi diberlakukan wajib dalam bentuk peraturan dan digunakan untuk menetapkan atau memeriksa kesesuaian dengan persyaratan mikrobiologi. Sedangkan bagi industri, selain untuk memeriksa kesesuaian dengan peraturan, juga digunakan untuk memformulasi persyaratan desain dan menguji produk akhir sebagai bagian dari verifikasi dan validasi pelaksanaan HACCP.
Kriteria mikrobiologi dapat berupa standar, pedoman dan spesifikasi (ICMSF 2011). Standar mikroba adalah kriteria mikrobiologi yang bersifat wajib, seperti halnya undang-undang atau peraturan. Kriteria mikrobiologi dalam bentuk pedoman digunakan untuk menunjukkan praktek (penanganan pangan) yang benar. Sementara itu spesifikasi mikroba adalah kriteria mikrobiologi yang digunakan sebagai persyaratan yang diminta oleh pembeli terhadap vendor atas bahan baku pangan yang dipesannya.
Prinsip-prinsip Umum Penetapan Kriteria Mikrobiologi
Dalam menetapkan kriteria mikrobiologi, CAC (2012) menetapkan prinsip-prinsip umum kriteria mikrobiologi yaitu : (1) kriteria mikrobiologi harus melindungi kesehatan konsumen dan menjamin praktek perdagangan yang adil; (2) harus mudah dan dapat diaplikasikan dan ditetapkan hanya ketika diperlukan; (3) tujuan penetapan dan penerapan harus dipaparkan dengan jelas; (4) penyusunan harus berdasarkan informasi dan analisis ilmiah dan diikuti oleh prosedur yang terstruktur dan transparan; (5) kriteria mikrobiologi harus disusun berdasarkan pengetahuan tentang kasus dan perilaku mikroba sepanjang rantai proses pangan; (6) peruntukan produk akhir perlu dipertimbangkan; (7) keketatan kriteria mikrobiologi yang dipersyaratkan harus sesuai dengan tujuan peruntukannya; dan (8) perlu dilakukan review secara periodik untuk menjamin kriteria mikrobiologi masih relevan dengan tujuan dan praktek saat ini.
5 produk yang diimpornya daripada persyaratan yang ditetapkan bagi produknya sendiri (WTO1994).
Komponen Kriteria mikrobiologi
Komponen-komponen dalam suatu standar cemaran mikroba dalam pangan menurut Principles for The Establishment and Application of Microbiological Criteria for Foods (CAC/GL 21-1997) adalah: (1) pangan; (2) titik dalam rantai pangan tempat kriteria diaplikasikan; (3) mikroba; (4) batas maksimum mikroba (m dan M); (5) rencana sampling yang menjelaskan jumlah sampel yang akan diambil (n); ukuran unit sampel analisis atau yang diperlukan dan jumlah keberterimaan (c); (7) tindakan yang harus diambil jika tidak memenuhi kriteria; serta (8) metode analisis. Pada tahun 2012, CAC melakukan revisi terhadap pedoman tersebut dan menerbitkan draft Principles for The Establishment and Application of Microbiological Criteria for Foods (CAC/GL 21-1997) step 5/8 (CAC 2012). Pedoman revisi tersebut menyempurnakan komponen kriteria mikrobiologi yang harus dipenuhi. Komponen baru yang perlu ada adalah tujuan penetapan kriteria mikrobiologi dan indikasi kinerja statistik rencana pengambilan sampel. Tabel 1 menunjukkan perbandingan komponen kriteria mikrobiologi pangan CAC.
Tabel 1. Komponen kriteria mikrobiologi pangan CAC No Komponen Kriteria Mikrobiologi
CAC/GL 21-1997a
Komponen Kriteria Mikrobiologi CAC/GL 21-1997 step 5/8b
1. - Tujuan
2. Pangan Pangan, proses atau sistem pengawasan
keamanan pangan
3. Titik khusus dalam rantai pangan Titik khusus dalam rantai pangan 4. Mikroba dan alasan penetapannya Mikroba dan alasan penetapannya
5. Batas maksimum Batas maksimum (M dan atau m)
6. Rencana sampling: jumlah contoh (n), unit analisis dan jumlah contoh yang diterima (c)
Rencana sampling: jumlah contoh (n), unit analisis dan jumlah contoh yang diterima (c)
7. - Indikasi kinerja statistik
8. Metode analisis Metode analisis
9. Tindakan yang harus diambil jika tidak memenuhi kriteria
-
aPrinciples for The Establishment and Application of Microbiological Criteria for Foods (CAC/GL 21-1997) b Report of The Forty-Fourth Session of The Codex Committee on Food Hygiene (REP13/FH, 2012)
JEMRA (2013) menyatakan bahwa komponen kriteria meliputi batas maksimum yang dapat diimplementasikan, metode uji yang digunakan, rencana sampling(ukuran dan jumlah contoh yang akan diperiksa), dan tindakan yang harus dilakukan pada saat batas maksimum mikroba terlampaui. Selanjutnya persyaratan cemaran mikroba dalam pangan disebut kriteria mikrobiologi pangan.
Jenis Pangan
6
utama seperti susu, daging, ikan. Pengelompokkan berdasarkan proses dapat berupa bahan pangan mentah, pembekuan, dan pengeringan. Selain karakteristik ingredien dan proses dalam pengolahan pangan, pertimbangan penetapan jenis pangan dapat dilakukan pada pangan yang berisiko mengandung mikroba tertentu atau pangan yang menyebabkan kasus infeksi atau keracunan.
CAC (1997) menyatakan bahwa isu keamanan pangan dapat diidentifikasi dari berbagai sumber diantaranya survei prevalensi dan konsentrasi bahaya dalam rantai pangan atau lingkungan, data surveilan penyakit manusia, kajian epidemiologi dan klinis, kajian laboratorium, perkembangan teknologi dan medis, banyaknya ketidaksesuaian dengan standar, rekomendasi pakar dan masukan publik.
Titik khusus dalam rantai pangan
Titik dalam rantai pangan menunjukkan proses atau tempat dimana kriteria diaplikasikan. Kriteria mikrobiologi dapat diaplikasikan pada semua tahap dalam rantai pangan, mulai dari budidaya pertanian, budidaya perikanan, pemanen liar, produksi dan ritel. Untuk mencapai keamanan pada produk pangan ritel, kriteria mikrobiologi perlu diterapkan pada titik-titik awal sebelumnya dalam rantai pangan. Menurut ICMSF (1980), idealnya pengawasan mikroba dalam pangan adalah pada titik produksi, pengolahan dan penyiapan sebelum dikonsumsi.
Untuk tujuan pengawasan terhadap produk pangan impor, kriteria dapat diaplikasikan pada titik masuknya pangan (point of entry). Kriteria mikrobiologi pada setiap titik dalam rantai pangan dapat ditetapkan berbeda.
Mikroba dan alasan penetapannya
Menurut CAC, jenis mikroba dapat berupa bakteri, virus, kapang, kamir, alga, protozoa, cacing, toksin atau metabolitnya, atau penanda yang berhubungan dengan kepatogenan seperti gen atau plasmid, atau sifat lainnya seperti gen resisten antimikroba. Jenis mikroba yang ditetapkan harus didukung oleh bukti yang relevan, pengetahuan empiris, pengetahuan ilmiah dari sistem pengawasan keamanan pangan atau melalui penilaian risiko yaitu mungkin terdapat dalam ingredien pangan, keberadaannya dipengaruhi oleh proses pengolahan dan berpotensi ada atau mengontaminasi serta tumbuh dan berkembang selama penanganan dan penyimpanan pangan selanjutnya.
7 indikator juga berguna dalam menilai efisiensi pembersihan dan desinfeksi atau penelitian sampling. Pengujian mikroba yang relevan juga dapat menunjukkan apakah makanan tertentu diproses dengan cukup baik. Sebagai contoh tingginya jumlah bakteri pembentuk spora mesofilik di pangan kaleng berasam rendah mengindikasikan kemungkinan tidak tercapainya kecukupan panas ketika wadah tidak bocor.
Hubungan antara patogen dan mikroba indikator tidak universal dan dipengaruhi oleh produk dan proses, dan karena itu harus berhati-hati ketika memilih mikroba indikator. Misalnya, koliform telah banyak digunakan sebagai indikator kebersihan, tetapi dalam banyak produk (misalnya, daging atau unggas, sayuran, dll), Enterobacteriaceae psikrotrofik pasti akan ada dan koliform tinggi ternyata tidak selalu mengindikasikan higiene yang rendah atau berisiko terhadap konsumen. Demikian pula, mikroba alami yang ada dalam produk juga dapat mengganggu analisis dan interpretasi hasil, misalnya, aeromonads pada makanan laut dapat menyerupai koliform (ICMSF 2011)
Mikroba patogen dikelompokkan berdasarkan 3 pengelompokkan bahaya yaitu bahaya sedang dengan penyebaran terbatas, bahaya sedang berpotensi menyebar luas dan bahaya parah. Contoh mikroba dalam kelompok bahaya sedang diantaranya Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus. Contoh mikroba dalam kelompok bahaya serius antara lain Listeria monocytogenes dan
Salmonella. Sedangkan contoh bahaya parah diantaranya toksin botulinum,
Salmonella Typhi, dan Cronobactersakazakii (ICMSF 1986)
Rencana Sampling dan Batas maksimum mikroba
Jumlah atau kualitas mikroba dalam suatu lot (batch) pangan, ditentukan melalui pengujian terhadap sebagian kecil pangan yang diambil dari dari total pangan. Sebagian kecil pangan yang diuji disebut sampel. Sampel harus mewakili seluruh bagian pangan. Oleh karenanya sangat penting untuk mengembangkan dan mengimplementasikan suatu rencana sampling yang efektif. Jika tidak, pengujian yang paling sensitif pun tidak akan memberikan informasi terhadap kualitas mikroba suatu pangan.
Ada dua jenis rencana sampling yang sering direkomendasikan untuk digunakan yaitu rencana sampling 2 kelas dan rencana sampling 3 kelas. Two-class plan atau rencana sampling 2 kelas membedakan produk ke dalam 2 kelompok (baik atau cacat) sedangkan Three-class plan atau rencana sampling 3 kelas membagi produk ke dalam tiga kelompok yaitu baik, marjinal dan cacat. Gambaran rencana sampling 2 kelas dan 3 kelas dapat dilihat pada Gambar 1.
Kedua rencana sampling tersebut memiliki spesifikasi jumlah sampel (n), keberterimaan produk (c), dan unit analisis, selain batas maksimum m dan M. n adalah jumlah unit sampel dari suatu lot yang harus diuji. Keberterimaanproduk (c) adalah maksimum jumlah unit sampel yang boleh melebihi nilai m pada rencana sampling 2 kelas atau diantara m dan M pada rencana sampling 3 kelas.
8
ICMSF (2011) menyusun kasus, yang mempertimbangkan tingkat bahaya, kerentanan konsumen yang menjadi target peruntukan produk dan potensi risiko yang menurun, sama atau naik antara waktu sampling dan waktu produk dikonsumsi yang dapat digunakan dalam menyusun rencana sampling. Setiap kasus menetapkan rencana sampling yang berbeda. Rencana sampling akan meningkat keketatannya seiring dengan meningkatnya bahaya (Tabel 2).
Kriteria
Gambar 1. Hubungan antara (a) konsentrasi log baik dan buruk untuk rencana sampling 2 kelas (m=3 log cfu/g), (b) konsentrasi baik, marjinal dan buruk untuk rencana sampling 3 kelas (m=3 log cfu/g, M=4 log cfu/g) (ICMSF, 2011)
Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat keyakinan yang diinginkan dan semakin berbahaya patogen yang ditetapkan, maka semakin banyak jumlah n dan unit analisis dan nilai c semakin kecil. Kelompok mikroba utilitas dikelompokkan dalam kasus 1-3, mikroba indikator dikelompokkan dalam kasus 4-6, mikroba kategori bahaya sedang dikelompokkan dalam kasus 7-9, mikroba kategori bahaya serius dikelompokkan dalam kasus 10-12, dan mikroba kategori bahaya parah dikelompokkan dalam kasus 13-15.
9 maksimum (m dan M) sebagai bagian dari rencana samplingyang dilanjutkan dengan penetapan n, c dan ukuran unit analisis, mengekspresikan ada atau tidaknya, atau konsentrasi suatu mikroba.
Tabel 2. Keketatan rencana sampling yang berhubungan dengan risiko dan kondisi penggunaan pangana
Bahaya parah Populasi umum: E.coli O157:H7,
bKondisi dimana pangan diharapkan akan ditangani dan dikonsumsi setelah sampling pada kejadian biasa
Dalam memilih batas maksimum dan rencana samplingbagi produk akhir, ICMSF (2011) menetapkan tiga pertanyaan yaitu (1) apakah tersedia penilaian risiko (risk assesment) ? (2) apakah tingkat perlindungan yang sesuai ALOP telah dibuat dan memungkinkan mampu menetapkan Food Safety Objectives (FSO) atau PerformanceObjective (PO)? (3) apakah tersedia data yang memadai untuk menentukan nilai-nilai khas yang mungkin konsisten dengan pangan aman, pangan bermutu, atau apakah tersedia data untuk memperkirakan variabilitas dalam nilai-nilai yang ditemukan sebagai contoh di dalam atau diantara batch.
Dalam hal tidak ada penilaian risiko, umumnya digunakan regulasi internasional antara lain CAC, regulasi nasional, dan pedoman industri atau opini pakar dalam merekomendasikan rencana sampling dan batas maksimum. Penetapan rencana sampling terkait dengan keyakinan yang diinginkan.
Tindakan yang harus diambil
10
Metode analisis
Metode analisis dan parameter kinerja dalam suatu standar cemaran mikroba merupakan komponen yang sama pentingnya dengan rencana sampling agar hasil pengujian adil dan valid untuk diambil kesimpulan. Organisasi internasional CAC, ISO dan AOAC menetapkan metode pengujian bagi patogen dan mikroba lain yang dapat diacu sebagai referensi metode analisis dalam standar. Indonesia juga menetapkan SNI cara uji mikroba pada produk pangan.
Tujuan penetapan kriteria mikrobiologi
Komponen tujuan tidak ditetapkan dalam pedoman CAC/GL 21-1997 tetapi tercantum dalam draft pedoman CAC/GL 21-1997 step 5/8 tahun 2012 (CAC2012). Tujuan merupakan salah satu komponen yang penting karena merupakan komponen pertama yang harus ditetapkan dalam menyusun kriteria mikrobiologi pangan. CAC (2012) menetapkan bahwa tujuan penetapan kriteria mikrobiologi pangan diantaranya adalah (1) mengevaluasi lot pangan tertentu untuk menentukan penerimaan atau penolakannya, terutama jika sejarah lot tidak diketahui; (2) memverifikasi kinerja pengawasan sistem keamanan pangan atau unsur-unsurnya di sepanjang rantai makanan, misalnya pada program prasyarat (prerequisite programs) dan/atau sistem HACCP; (3) memverifikasi status mikroba dari pangan dalam kaitannya dengan kriteria penerimaan yang ditetapkan antara industri pangan; (4) memverifikasi bahwa tindakan pengendalian yang dipilih sesuai dengan PO (Performance Objectives) dan / atau FSO (Food Safety Objectives) sasaran keamanan pangan; atau (5) memberikan informasi kepada industri pangan, tingkat mikroba yang harus dicapai ketika menerapkan praktik terbaik.
Kriteria mikrobiologi pangan digunakan sebagai acuan dalam pengujian mikroba untuk membuat keputusan. Alasan pengujian yang harus ditetapkan dalam manajemen keamanan pangan dikelompokkan dalam 4 kelompok (ICMSF, 2011), yaitu (1) untuk menentukan tingkat keamanan, (2) menentukan kepatuhan terhadap praktek higiene yang baik (GHP), (3) menentukan utilitas pangan atau bahan untuk tujuan tertentu atau (4) untuk memprediksi stabilitas produk.
Indikasi kinerja statistik
Komponen ini tercantum dalam draft revisi pedoman CAC/GL 21-1997. Indikasi kinerja statistik merupakan indikasi kinerja terhadap rencana sampling yang menunjukkan jumlah mikroba rata-rata yang terdeteksi per satuan analisis dengan suatu tingkat keyakinan dan asumsi standar deviasi tertentu. Menurut CAC (2012), penetapan indikator kinerja statistik tergantung tujuan kriteria mikrobiologi dan telah menetapkan indikasi kinerja statistik pada standar formula bayi dan air minum alami.
11
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi beberapa dokumen yang dikeluarkan oleh Badan POM, BSN, Kemenperin, CAC, standar cemaran mikroba negara lain meliputi Australia dan Selandia Baru, Eropa, Filipina, Malaysia, Canada, Hongkong, India, Jepang, Singapura dan Afrika Selatan dan pustaka ilmiah rujukan diantaranya ICMSF dan pedoman WHO.
Metode
Metode penelitian ini dilakukan melalui 3 tahap yaitu (1) evaluasi pemenuhan komponen kriteria mikrobiologi peraturan cemaran mikroba di Indonesia dan 10 negara di dunia yaitu Australia dan Selandia Baru, Eropa, Filipina, Malaysia, Canada, Hongkong, India, Jepang, Singapura dan Afrika Selatan, (2) mengkaji kriteria cemaran mikroba pada tiga pangan prioritas dan (3) memberikan rekomendasi kriteria cemaran mikroba yang memenuhi prinsip-prinsip perumusan dan kaidah kriteria mikrobiologi pangan. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
Pengumpulan standar cemaran mikroba di Indonesia dan negara lain ↓
Penyandingan komponen kriteria mikrobiologi sesuai CAC/GL-1997 ↓
Analisis kesenjangan ↓
Pemilihan pangan prioritas ↓
Penyandingan kriteria cemaran mikroba pangan prioritas ↓
Analisis ↓
Penyusunan rekomendasi untuk perbaikan standar cemaran mikroba dalam pangan di Indonesia
Gambar 2. Tahap penelitian
12
komponen kriteria mikrobiologi standar cemaran dari Indonesia dan negara-negara lain yang berhasil dikumpulkan dan menganalisis pemenuhan kaidah kriteria cemaran mikroba CAC. Kaidah kriteria cemaran mikroba menurut CAC terdiri dari tujuan, jenis pangan, titik dalam rantai pangan, jenis mikroba, batas maksimum, rencana sampling, indikator kinerja statistik dan metode analisis. Berdasarkan penyandingan, dipilih standar negara yang paling memenuhi kaidah kriteria cemaran mikroba untuk analisis pengkajian kriteria mikrobiologi pada pangan prioritas.
Tahap pengkajian kriteria mikrobiologi pada pangan prioritas dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu yakni bukan pangan segar dan bermasalah dalam hal implementasi standar cemaran yang ada.
Tahap selanjutnya adalah menyandingkan kriteria cemaran mikroba pada pangan prioritas antara standar cemaran mikroba Indonesia (Peraturan Cemaran Mikroba BPOM dan SNI jika ada) dengan standar komoditas yang ditetapkan CAC sebagai referensi internasional, literatur kriteria cemaran mikroba antara lain dari ICMSF dan dari negara yang memenuhi kaidah kriteria cemaran mikroba sebagai pendukung pembahasan. Pada tahap ini selanjutnya dilakukan analisis ilmiah penyandingan dan dilanjutkan dengan penyusunan rekomendasi terhadap standar cemaran mikroba di Indonesia dan kriteria cemaran pada pangan prioritas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Standar Cemaran Mikroba di Indonesia dan Negara-negara Lain
Standar yang berhasil dikumpulkan adalah standar Australia dan Selandia Baru, Eropa, Filipina, Malaysia, Canada, Hongkong, India, Jepang, Singapura dan Afrika Selatan. Tabel 3 menunjukkan pustaka standar cemaran mikroba dari negara-negara lain. Kaidah kriteria cemaran mikroba tidak selalu diikuti oleh negara-negara dalam menyusun standarnya. Negara-negara menerbitkan atau mengamandemen standar atau Peraturan Cemaran Mikroba BPOM cemaran mikroba setelah tahun 1997 dimana CAC menerbitkan Principles for The Establishment and Application of Microbiological Criteria for Foods (CAC/GL 21-1997).
Berdasarkan sandingan komponen kriteria mikrobiologi (Tabel 4), semua negara belum mengikuti semua kaidah kriteria mikrobiologi.Kaidah kriteria mikrobiologi yang telah diikuti dan umumnya ada dalam suatu standar di negara-negara adalah jenis pangan, jenis mikroba, unit analisis dan batas maksimum.Australia dan Selandia Baru, Filipina, Eropa, Canada, India dan Indonesia telah melengkapi standarnya dengan rencana sampling yang menetapkan jumlah contoh (n) dan jumlah contoh yang diterima (c). Akan tetapi India dan Indonesia belum menetapkan pada semua jenis pangan hanya pada kriteria tertentu. Indonesia menetapkan jumlah contoh (n) dan jumlah contoh yang diterima (c) hanya produk formula bayi dan formula untuk keperluan medis khusus bagi bayi pada mikroba Enterobacteriaceae dan Enterobacter sakazakii,
13 Tabel 3. Pustaka standar cemaran mikroba dari negara-negara lain di dunia
No Negara Pustaka Penyusun, Tahun Terbit
1. Australia dan
Selandia Baru
Australia New Zealand Food Standards Code-Standard 1-6-1-Microbiological Limits for Food.
State and Territory and New Zealand agencies and The Australian Quarantine and Inspection Service. 2012
2. Eropa Commission Regulation (EC) No.
1441/2007 of 5 December 2007 amending Regulation (EC) No. 2073/2005 on Microbiological criteria for foodstuffs.
European Comission, 2007
3. Filipina Bureau Circullar No. 01-4 Guidelines
for The Assesment of Microbiological Quality of Processed Foods.
Department of Health, Bureau of Food and Drugs, 2004
4. Malaysia Microbiological Standard Ministry of Health, 1985, amandemen
2002.
5. Canada Health Products And Food Branch
(Hpfb)
6. Hongkong Microbiological Guidelines for
Ready-to-eat Food Hongkong
Risk Assessment Section, Centre for Food Safety, Food and Environmental Hygiene Department, 2007
7. India Food Safety And Standards (Food
Products Standards And Food Additives) Regulations, 2011
Ministry Of Health And Family Welfare, 2011
8. Jepang Food Sanitation Act- Specifications and
standards for foods, food additives, etc. Under the Food Sanitation Act (Abstract) 2010
Japan External Trade Organization (JETRO), 2011.
9. Singapura Sale of Food Act (Chapter 283, Section
56 (1)) Food Regulation
Agri-food & Veterinary Authority of Singapore, 2005
10. Afrika Selatan Guidelines for Environtmental Regulation Governing Microbiological Standards for Foodstuff and Related Matter.
Regulations relating to Milk and Dairy Products.
Health Officer on The Interpretation of Microbiological Analysis Data Of Food
Department of Health, Directorate Food Control, 1997
Tujuan standar
14
Tabel 4. Sandingan struktur cemaran mikroba No
ID: Indonesia, FSANZ: Australia dan Selandia Baru, EU: Eropa, PH: Filipina, Mal: Malaysia, Can: Canada, HK: Hongkong, IN: India, JP: Jepang, SG: Singapura, tZA: Afrika Selatan
√ : Mempunyai X : Tidak mempunyai
a: Principles for The Establishment and Application of Microbiological Criteria for Foods (CAC/GL 21-1997) dan draft revisinya b: hanya jenis pangan formula bayi
c: Hanya pada kriteria tertentu d: Hanya pada SNI komoditas
Peraturan Cemaran Mikroba BPOM menetapkan tujuan penetapan peraturan cemaran mikroba dalam pangan tetapi tidak secara khusus. Peraturan Cemaran Mikroba BPOM dan standar/SNI wajib ditetapkan sebagai persyaratan keamanan pangan yang harus dipenuhi bagi pangan yang diproduksi, diimpor dan diedarkan di wilayah Indonesia. Tujuan ini perlu diperjelas apakah digunakan sebagai keberterimaan lot (lot acceptance), monitoring atau inspeksi pasar termasuk siapa yang dapat menggunakannya selain pemerintah. Kriteria mikrobiologi yang bertujuan untuk menetapkan keberterimaan lot dapat digunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mengetahui kepatuhan industri pangan terhadap standar dan dapat digunakan oleh industri pangan untuk mengetahui apakah proses produksi telah sesuai. Penetapan kriteria mikrobiologi yang tepat harus sesuai dengan tujuan. Tabel 5 menunjukkan tujuan standar cemaran mikroba di Indonesia dan beberapa negara dibandingkan rekomendasi CAC.
15 pengawasan (loss of control), dan untuk menilai keamanan dan kualitas produk secara langsung dalam beberapa situasi.
Tabel 5. Sandingan tujuan standar cemaran mikroba di beberapa negara dan CAC.
Negara Tujuan
CAC 1. Mengevaluasi lot pangan tertentu untuk menentukan penerimaan atau penolakannya, terutama jika sejarah lot tidak diketahui;
2. Memverifikasi kinerja pengawasan sistem keamanan pangan atau unsur-unsurnya di sepanjang rantai makanan, misalnya pada program prasyarat (prerequisite programs) dan / atau sistem HACCP;
3. Memverifikasi status mikroba dari pangan dalam kaitannya dengan kriteria penerimaan yang ditetapkan antara industri pangan;
4. Memverifikasi bahwa tindakan pengendalian yang dipilih sesuai dengan PO dan / atau FSO (Food Safety Objectives);
5. Memberikan informasi kepada industri pangan, tingkat mikroba yang harus dicapai ketika menerapkan praktik terbaik.
Indonesia 1. Merupakan persyaratan keamanan pangan yang harus dipenuhi bagi pangan yang diproduksi, diimpor dan diedarkan di wilayah Indonesia.
2. Sebagai alat bagi pemerintah dalam hal ini Badan POM, dalam melakukan pengawasan pre dan post market.
Eropa 1. Alat bagi industri pangan untuk mengimplementasikan tahap-tahap pemenuhan higiene baik umum maupun spesifik yang diregulasikan Eropa 2. Alat bagi pemerintah dalam verifikasi terhadap pemenuhan implementasi,
dengan melakukan samplingdan analisis lebih lanjut untuk mendeteksi dan mengukur mikroba lainnya, toksin atau metabolit, baik sebagai verifikasi proses, untuk pangan yang dicurigai tidak aman, atau dalam konteks analisis risiko.
FSANZ Alat bagi industri pangan untuk dapat menetapkan kapan suatu lot atau keseluruhan pangan menimbulkan risiko terhadap kesehatan sehingga tidak boleh dijual atau diolah lebih lanjut untuk dijual.
Filipina Alat verifikasi pemerintah terhadap industri pangan dalam pemenuhan implementasi tahap-tahap keamanan pangan (dalam proses produksi).
Pangan, proses atau sistem pengawasan keamanan pangan
Berdasarkan sandingan, komponen jenis pangan lebih banyak digunakan dalam standar mikroba dibandingkan proses dan sistem pengawasan keamanan pangan. Terdapat dua jenis pola pengaturan pangan yaitu jenis pangan dikelompokkan dalam kelompok pangan berdasarkan bahan baku utama yang digunakan dan pola lainnya pangan tidak dikelompokkan. Kelompok dan jenis pangan yang diatur Eropa, FSANZ dan Filipina tidak terlalu banyak. Umumnya kelompok pangan yang diatur adalah produk susu, produk perikanan, produk daging, produk telur, produk buah dan sayur; dan produk pangan untuk bayi. Sandingan pengelompokkan pangan dapat dilihat pada Tabel 6.
16
mengatur kriteria mikrobiologi pada pangan olahan selain yang disebutkan dalam standar. Penetapan kelompok terakhir tidak relevan karena kriteria mikrobiologi tidak dapat disamakan, dapat berbeda tergantung jenis pangan dan proses pengolahannya.
Tabel 6. Sandingan pengelompokkan pangan
Negara Pangan
Indonesia 1. Produk-produk susu dan analognya; 2. Lemak, minyak dan emulsi minyak; 3. Es untuk dimakan (edible ice); 4. Buah dan sayur;
12. Garam, rempah, sup saus, salad, produk protein; 13. Makanan untuk keperluan gizi khusus;
14. Minuman, tidak termasuk produk susu; 15. Makanan ringan siap santap;
16. Makanan dan minuman sterilisasi dalam kemasan aseptis; 17. Pangan olahan lainnya.
Eropa I. Kriteria keamanan pangan: tidak dikelompokkan II. Kriteria higiene proses
a. Daging dan produk olahannya b. Susu dan produk olahannya c. Telur dan produk olahannya d. Produk perikanan
e. Sayur, buah dan produk olahannya
17 pemenuhan peraturan pangan dan dilengkapi dengan tindakan yang perlu dilakukan jika menunjukkan hasil yang tidak memuaskan.
Serupa dengan Indonesia dan Eropa, Filipina mengelompokkan pangan berdasarkan bahan baku yang digunakan meliputi produk susu, pangan bayi dan anak-anak, produk daging dan unggas, produk ikan dan kekerangan, buah, sayur dan kacang-kacangan dan produk serealia.
FSANZ tidak mengelompokkan pangan. Namun demikian jenis pangan yang diatur tidak terlalu banyak meliputi kelompok produk olahan susu, daging, ikan, telur, formula bayi, rempah-rempah dan AMDK.
Titik tertentu dalam rantai pangan
Indonesia dan Filipina tidak menetapkan titik tertentu dalam rantai pangan yang menunjukkan tempat atau proses dimana kriteria diaplikasikan. FSANZ juga tidak mencantumkan proses atau tempat dimana kriteria diaplikasikan. Namun dalam klausul sampling dalam batang tubuh standar, FSANZ menyatakan bahwa contoh dapat diambil dari tempat penjualan atau tempat dimana terjadi dugaan keracunan atau komplain konsumen. Hanya Eropa yang mengatur tempat atau proses tempat kriteria diaplikasikan. Pada kriteria keamanan pangan, titik tertentu ditetapkan di pasar selama umur simpan masih terpenuhi. Pada kriteria higienis proses, titik tertentu ditetapkan pada saat proses atau pada akhir proses produksi. Titik pada saat proses tergantung pada kelompok pangan. Contoh pada karkas, titik tertentu ditetapkan setelah dresing sebelum
chiling pada proses pengolahan daging dan pada keju, titik tertentu ditetapkan pada saat proses pengolahan keju ketika jumlah stafilokokus diperkirakan tinggi.
Indonesia dapat menetapkan titik tertentu dalam rantai pangan sesuai dengan tujuan penetapan kriteria cemaran mikroba. Dalam hal penetapan standar cemaran mikroba dalam rangka pengawasan keamanan pangan pre atau post market, titik khusus yang paling mungkin ditetapkan adalah pada akhir proses pengolahan di sarana produksi oleh industri atau oleh pemerintah sebelum produk didaftarkan dan beredar.
Jenis mikroba dan alasan penetapannya
Mikroba yang diatur oleh semua negara umumnya jenis bakteri, kapang dan kamir golongan patogen dan mikroba indikator keamanan pangan dan mutu kecuali Eropa yang hanya mengatur bakteri patogen dan metabolitnya yaitu enterotoksin Staphylococci dan histamin. Jenis mikroba patogen dan indikator yang di atur di Indonesia, Filipina, Eropa dan FSANZ dapat dilihat pada Tabel 7. Mikroba yang dipersyaratkan oleh Indonesia dan juga oleh semua negara meliputi Salmonella sp., E. coli, dan Listeria monocytogenes. Indonesia dan Filipina mengatur pula S. aureus, B. cereus, C. perfringens dan Vibrio sp.
Sedangkan mikroba indikator yang banyak dipersyaratkan adalah ALT dan koliform. Indonesia dan Filipina juga mengatur kapang dan kamir.
18
(Scientific Panel on Biological Hazards), dan pedoman internasional diantaranya CAC/GL 21-1997.
Tabel 7. Jenis mikroba yang di atur di Indonesia, Filipina, Eropa dan FSANZ
Indonesia Filipina Eropa FSANZ
Patogen
Salmonella, SP Salmonella Salmonella Salmonella
E. coli E. coli E. coli E. coli
L. monocytogenes L. monocytogenes L. monocytogenes L. monocytogenes
S. aureus S. aureus Staphylococcus koagulase
positif
TD Bakteri psikotropik TD TD
TD B. subtilis TD TD
Vibrio sp TD TD TD
Clostridium sp TD TD TD
Mikroba indikator
Koliform Koliform TD Koliform
ALT ALT TD ALT
Kapang Kapang TD TD
Kamir Kamir TD TD
Enterobacteriaceae TD TD TD
Pseudomonas aeruginosa TD TD TD
TD Bakteri proteolitika TD TD
Penetapan mikroba utilitas selain indikator dan patogen oleh Indonesia masih tetap dilakukan sebagai salah satu upaya pembinaan terhadap praktek sanitasi dan higiene yang masih rendah. Indonesia dapat menetapkan alasan penetapan mikroba berdasarkan data kasus KLB, penolakan produk ekspor, tren temuan, atau dalam rangka menjamin kecukupan proses pengolahan pangan yang dianggap masih perlu ditingkatkan.
Batas maksimum dan rencana sampling
Indonesia hanya mengatur satu batas maksimum. Nilai yang melebihi batas maksimum dinyatakan tidak memenuhi persyaratan. Indonesia juga tidak menetapkan rencana sampling, tidak ada ketentuan jumlah contoh yang harus diambil dan diperlukan untuk pengujian serta jumlah keberterimaan contoh (c). Indonesia hanya mengatur ukuran unit sampel yang diperlukan untuk pengujian.
19
aureus, B. cereus, C. perfringens dan Vibrio, sp,Campylobacter, V. parahaemoliticus, B. subtilis, dan bakteri psikotropik. Meski belum menetapkan, Hongkong dan Afrika Selatan mencantumkan uraian tentang rencana sampling dalam standarnya. Penetapan rencana sampling perlu didukung oleh pengetahuan dan data mikrobiologi dari suatu negara agar dapat menunjukkan kinerja kriteria mikrobiologi yang benar.
Rencana sampling perlu ditetapkan dalam suatu standar mikrobiologi pangan yang bertujuan untuk penerimaan lot suatu pangan atau lot acceptance. Selain digunakan oleh pemerintah, rencanasampling yang menetapkan jumlah contoh dan jumlah keberterimaan serta unit analisis dapat digunakan industri pangan untuk mengetahui kesesuaian mikrobiologi produk pangan dengan standar suatu negara atau spesifikasi khusus dari vendor. Bagi industri pangan yang telah mengaplikasikan HACCP, rencana sampling dan batas maksimum dapat digunakan dalam mengidentifikasi bahaya pada tahap-tahap produksi pangan untuk menentukan titik atau tahapan operasional yang dapat dikendalikan untuk meminimalkan bahaya dan selanjutnya menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa titik kritis berada dalam kendali.
Tindakan yang diperlukan jika tidak memenuhi kriteria
Hanya Eropa yang menetapkan tindakan yang diperlukan jika hasil pengujian tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan. Eropa menetapkan tindakan pada titik tertentu pada kriteria higiene proses. Tindakan yang ditetapkan diantaranya adalah peningkatan higiene proses pada titik tertentu yang tidak memenuhi kriteria, review pengawasan proses, asal bahan baku.
Meski tidak lagi ditetapkan dalam revisi oleh CAC, penetapan tindakan yang diperlukan jika tidak memenuhi kriteria, dapat dilakukan sebagai pedoman bagi pemerintah maupun industri pangan dalam menindaklanjutu suatu temuan yang menunjukkan hasil pengujian yang tidak memenuhi kriteria. Tindakan dapat memberikan informasi kinerja tahapan proses yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki.
Metode analisis
Standar cemaran mikroba Indonesia tidak menetapkan metode analisis dan parameter kinerjanya. Namun, pada SNI produk pangan, metode analisis menjadi suatu ketentuan yang wajib dicantumkan. Pencantuman dapat dengan mengacu pada judul SNI metode uji atau bila belum ada SNI metode uji sebagai acuan menjabarkan tahapan parameter kerja metode uji mikroba. Badan POM mengembangkan metode analisis (MA) mikroba yang digunakan untuk pengujian pangan tertentu. Pada saat ini, MA hanya diterbitkan dan digunakan bagi laboratorium di Badan POM, untuk kepentingan pengujian diantaranya untuk pengawasan. Indonesia dapat menetapkan SNI metode uji mikroba atau menggunakan MA mikroba pangan Badan POM sebagai referensi metode analisis atau metode analisis lain yang setara dan telah divalidasi diantaranya oleh International Organization for Standardization (ISO).
20
referensi metode analisis dengan ketentuan harus mengacu pada ISO edisi terbaru atau metode lain tervalidasi yang setara sensitivitasnya, reproduktifitas dan kehandalannya. Eropa menyatakan bahwa industri pangan dapat saja menggunakan metode analisis lain jika mereka dapat menunjukkan kepada otoritas yang berwenang bahwa prosedur menunjukkan jaminan yang ekivalen, tervalidasi, atau tersertifikasi oleh pihak ketiga dengan mengacu pada protokol yang ditetapkan Eropa atau internasional yang sama dan hanya dapat digunakan pada kriteria higienis proses.
FSANZ menetapkan metode analisis yang harus diacu yaitu The Australian/New Zealand Standard Methods for Food Microbiology AS/NZS 1766 dan AS 4276 untuk AMDK dan es batu atau metode pengujian mikroba lain yang setara. Sedangkan Filipina menetapkan bahwa metode analisis yang dapat digunakan dalam enumerasi dan deteksi harus yang sudah ditetapkan secara internasional yang dapat meliputi 1) FDA Bacteriology Analytical Manual yang disusun oleh AOAC; 2) Compendium of Analytical Methods of the Canadian Health Protection Branch; 3) Compendium of Methods for the Microbiologigal Examination of Foods compiled by the American Public Health Association
(APHA); 4) Microorganisms in Foods by the International Commission on Microbiological Specifications for Foods (ICMSF).
Indikasi kinerja statistik
Semua negara termasuk Indonesia tidak menetapkan indikasi kinerja statistik rencana pengambilan sampel dalam standar. CAC menetapkan indikasi kinerja statistik pada beberapa kriteria mikrobiologi yang direkomendasikannya diantaranya kriteria mikrobiologi formula bayi (CAC 2009a) dan air mineral alami (CAC 2011)
Negara-negara angota CAC termasuk Indonesia seyogyanya dapat mengikuti standar yang disusun CAC agar dapat melindungi kesehatan konsumen dan menjamin praktek yang jujur (fair) dalam perdagangan pangan internasional. Pemahaman terhadap kaidah kriteria mikrobiologi pangan terutama rencana sampling nampaknya menjadi alasan mengapa beberapa negara tidak/belum mengikuti prinsip-prinsip CAC ini. Alasan lainnya adalah kesiapan pemerintah dalam implementasi yaitu menyediakan infrasktruktur dan biaya serta kesiapan industri pangan dalam mengaplikasikan standar mikrobiologi yang mengikuti kaidah CAC. Penyusunan rencana sampling yang menetapkan jumlah sampel lebih dari satu mengimplikasikan peningkatan biaya sampling dan pengujian. Indonesia perlu mengikuti standar CAC untuk meningkatkan kualitas dan keamanan mikrobiologi pada pangan yang dihasilkan.
Pengkajian Kriteria Cemaran Mikroba pada Pangan Prioritas
21
Justifikasi Penetapan Pangan Prioritas
Air merupakan elemen penting yang dibutuhkan bagi kehidupan manusia. Pada saat ini, industri air minum dalam kemasan mengalami kemajuan yang sangat pesat seiring dengan meningkatnya permintaan/konsumsi AMDK. Kemasannya yang praktis mempermudah orang mengonsumsinya. Dalam 5 tahun terakhir, terdaftar 2173 nomor registrasi produk terdaftar di Badan POM (BPOM2013).
AMDK dipilih sebagai pangan prioritas karena standar yang ada, baik Peraturan Cemaran Mikroba BPOM maupun SNI 01-3553-2006 tentang Air Minum Dalam Kemasan, yang selanjutnya disebut SNI AMDK, menetapkan dua batas ALT yaitu ALT awal dan ALT akhir. Selain itu ada ketidaksesuaian metode analisis dengan standar yang ditetapkan, diantaranya adalah perbedaan unit analisis dan waktu sertasuhu inkubasi yang terdapat dalam metode uji dengan unit analisis yang tercantum baik dalam persyaratan Peraturan Cemaran Mikroba BPOM, SNI AMDK maupun SNI 01-3554-2006 tentang Cara Uji AMDK. Ketidaksesuaian lainnya adalah hilangnya acuan karena salah satu acuan pengujian mikroba yaitu SNI 01-2897-1992 tentang Cara Uji Cemaran Mikroba yang telah direvisi menjadi SNI 2897-2008 tentang Cara Uji Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur dan Susu, dan Hasil Olahannya. SNI 2897-2008 tersebut merupakan standar metode pengujian cemaran mikroba meliputi ALT, E.coli,
S.aureus, Salmonella spp., Campylobacter, spp., dan L. monocyogenes dalam daging, telur dan susu, serta hasil olahannya yang tidak dapat diterapkanuntuk cara uji AMDK. Sementara itu, tidak ada ketentuan yang menyatakan boleh menggunakan metode analisis lain yang valid sehingga kewajiban mengikuti acuan menjadi mutlak. Kriteria mikrobiologi AMDK pada Peraturan Cemaran Mikroba BPOM dan SNI dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Kriteria mikrobiologi AMDK dalam Peraturan Cemaran Mikroba BPOM dan SNI
Standar Jenis Mikroba Batas
Maksimum Metode Analisis Titik Tertentu Peraturan
ALT awal 1x102 koloni/mL Mengacu SNI 01-2897-1992 tentang
Cara Uji Cemaran Mikroba
22
Jenis pangan prioritas kedua yang dipilih adalah kopi instan. Alasan penetapan kopi instan sebagai pangan prioritas adalah karena standar mikroba kopi instan dianggap terlalu ketat oleh Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI). GAEKI menunjukkan ALT dan kapang pada kopi instan industri di Indonesia pada tahun 2013 pada umumnya melebihi batas maksimum yang ditetapkan dalam Peraturan Cemaran Mikroba BPOM. Meski aplikasi CPPB belum diberlakukan wajib pada kopi instan, sarana produksi produsen kopi instan yang telah terdaftar sebelumnya di BPOM umumnya telah dinilai baik. Penilaian sarana produksi industri pangan merupakan bagian dari pengawasan pre market yang dilakukan BPOM. Informasi tersebut dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam penyusunan kriteria mikrobiologi bagi kopi instan.
Jenis pangan prioritas ketiga yang dipilih adalah pangan kaleng atau pangan steril komersial. Peraturan Cemaran Mikroba BPOM menetapkan kriteria mikrobiologi terhadap beberapa jenis pangan yang diolah dengan pemanasan steril komersial. Aplikasi panas pada pangan dengan proses steril sudah cukup membunuh semua mikroba vegetatif. Namun, Peraturan Cemaran Mikroba BPOM menetapkan batas maksimum beberapa mikroba. Batas maksimum ALT ditetapkan terlalu tinggi yang dapat berimplikasi terhadap tidak tercapainya kecukupan panas atau jumlah mikroba awal yang tinggi.
Air Minum dalam Kemasan
Jenis dan proses produksi AMDK
Air minum dalam kemasan (AMDK) adalah air baku yang telah diproses, dikemas, dan aman diminum (BPOM 2006) atau air yang telah diproses, tanpa bahan pangan lainnya dan bahan tambahan pangan, dikemas, serta aman untuk diminum (Kemenperin 2011). Menurut Kementerian Perindustrian, AMDK meliputi air mineral, air demineral, air mineral alami dan air minum embun (Kemenperin 2011). Kementerian menetapkan dan memberlakukan wajib SNI 01-3553-2006 tentang Air Minum Dalam Kemasan untuk jenis AMDK air mineral dan air demineral dan SNI 01-6242-2000 tentang Air mineral alami (Kemenperin 2012). Sumber air minum dalam proses pengolahan air minum dalam kemasan di Indonesia dapat berasal dari air tanah, air permukaan, air laut atau udara lembab (Kemenperin 2011).
Proses produksi AMDK baik yang bersumber dari air tanah atau air permukaan, yang bersumber dari air laut, air demineral, air mineral alami dan air embun pada dasarnya mempunyai prinsip pengolahan yang sama. Tabel 9 menyajikan perbandingan proses produksi AMDK yang menunjukkan terdapat dua jenis proses produksi yaitu yang diproses dan tidak diproses. Tahap produksi yang membedakan antara AMDK yang diproses dan yang tidak diproses adalah proses desinfeksi. Air yang diproses yaitu air mieral, air demineral dan air embun dilakukan desinfeksi sedangkan air mineral alami tidak. Proses desinfeksi dapat dilakukan dengan ozon, UV atau dengan menggunakan ion silver. Peraturan Cemaran Mikroba BPOM dan SNI AMDK tidak membedakan antara AMDK yang telah diproses dengan AMDK alami.
23 Tabel 9. Proses produksi AMDK
Air mineral
Air demineral Air mineral alami Air minum embun
Bersumber air tanah Bersumber air laut
1. Pengambilan dan penampungan air baku (air tanah atau air permukaan)
1. Pengambilan dan penampungan air baku (air laut)
1. Pengambilan dan penampungan
air baku (air tanah, air
2. Desinfeksi (UV) 2. Penyaringan/filtrasi (makrofilter,
karbon aktif, mikrofilter)
2. Penyaringan/filtrasi 2. Penyaringan/filtrasi udara
3. Demineralisasi (RO, destilasi, deionisasi)
3. Pencucian kemasan 3. Pengembunan/kondensasi
udara 4. Pencucian kemasan(kemasan
sekali pakai dan kemasan ulang)
4. Desalinasi (RO1 dan RO2) 4. Pengisian dan penutupan
(dapat ditambah O2, CO2
4.a. Penampungan air desalinasi 5. Pencucian kemasan 5. Penyaringan/filtrasi air
embun (mikrofilter)
5. Evaporasi 6. Pengisian dan penutupan (dapat
ditambah O2, CO2, dan atau N2)
6. Pencucian kemasan
5.a. Penampungan kristal (Ca) 7. Desinfeksi (ozon, UV atau
ion silver)
6. Penyaringan (nanofilter) 8. Pengisian dan penutupan
(dapat ditambah O2, CO2
ditambah O2, CO2 dan atau N2)
6. Pengepakan 10. Pengepakan 7. Pengepakan 5. Pengepakan 9. Pengepakan
24
Peraturan Cemaran Mikroba BPOM menetapkan jenis mikroba dan batas maksimum sedangkan SNI selain menetapkan mikroba dan batas maksimum juga menetapkan metode analisis dan titik tertentu bagi pengujian ALT. Metode analisis mengacu pada SNI 01-2897-1992 tentang Cara uji cemaran mikroba, SNI 01-3554-2006 tentang Cara Uji AMDK dan Cara uji P.aeruginosa pada SNI 01-6242-2000 Air mineral alami.
Mikroba dalam AMDK
Populasi mikroba dari air mentah yang digunakan untuk produksi AMDK tergantung sumber airnya. Bakteri patogen yang berpotensi sebagai pencemar dari AMDK menurut WHO dapat dilihat dalam Tabel 10. Menurut WHO (2011), risiko terbesar bagi kesehatan manusia yang berasal terhadap AMDK adalah kontaminasi fekal manusia dan hewan. Meski demikian kontaminasi juga terjadi dari makanan, tangan, peralatan dan pakaian terutama ketika sanitasi dan higiene rendah, juga dari pipa saluran air. Menurut WHO (2011) mikroba indikator yang dapat digunakan dalam monitoring adalah E. coli, total koliform, ALT heterotropikdan Clostridium perfringens.
Tabel 10. Bakteri yang menular melalui air minum*
Patogen Signifikansi
P.aeruginosa Sedang Dapat
memperbanyak
Sedang Rendah Bukan
Salmonella Thypi Tinggi Sedang Rendah Rendah Bukan
Salmonella lain Tinggi Dapat
memperbanyak
Rendah Rendah Ya
Shigella spp Tinggi Pendek Rendah Tinggi Bukan
Vibrio cholerae Tinggi Pendek sampai
panjang
25 ditetapkan dalam Peraturan Cemaran Mikroba BPOM dan SNI sama dengan yang ditetapkan dalam petunjuk teknis CAC. Penetapan kriteria mikrobiologi AMDK yang mengacu pada kriteria mikrobiologi air minum alami lebih sesuai bagi AMDK jenis mineral alami saja.
ALT
Peraturan Cemaran Mikroba BPOM dan SNI AMDK mengatur dua jenis batas maksimum Angka Lempeng Total (ALT) yaitu untuk awal dan akhir. Peraturan Cemaran Mikroba BPOM tidak menjelaskan keterangan awal dan akhir, sedangkan SNI menjelaskan bahwa ALT awal diuji di pabrik dan ALT akhir diuji di pasar.
Peraturan Cemaran Mikroba BPOM dan SNI AMDK mengatur batas maksimum ALT awal dengan batas maksimum 1x102 koloni/mL dan ALT akhir diatur dengan batas maksimum 1x105 koloni/mL. Peraturan Cemaran Mikroba BPOM menetapkan suhu dan waktu inkubasi 30 oC, 72 jam sedangkan SNI mengacu pada SNI 01-3554-2006 tentang cara uji AMDK yaitu pada suhu (35+1)
o
C selama 24-48 jam. Untuk tujuan pemenuhan kriteria mikrobiologi produk akhir dari suatu lot/batch, umumnya hanya ditetapkan satu kriteria untuk ALT.
Angka lempeng total disebut juga angka lempeng heterotropik (heterotropic plate count/HPC) merupakan indikator keberadaan mikroba heterotropik termasuk bakteri dan kapang meliputi mikroba yang sensitif tehadap proses desinfektan seperti bakteri koliform, mikroba resisten desinfektan seperti pembentuk spora dan mikroba yang dapat berkembang cepat pada air olahan tanpa residu desinfeksi (WHO 2011). Konsentrasi HPC pada AMDK meningkat dari 101-102 cfu/mL disumber air sampai 105-106 cfu/mL dalam kemasan setelah tiga hari disimpan, tetapi konsentrasi yang tinggi tidak menunjukkan adanya wabah (WHO 2003). Meski telah mengalami proses desinfeksi yang berbeda, umum bagi mikroba tumbuh selama perlakuan (treatment) dan distribusi dengan konsentrasi berkisar 104– 105 sel/mL (Hammes et al.2007).
Nilai ALT bervariasi tergantung berbagai faktor diantaranya kualitas sumber air, jenis perlakuan, konsentrasi residu desinfektan, lokasi sampling, suhu air mentah dan AMDK akhir, waktu pengujian, metode uji meliputi suhu dan waktu inkubasi (Allen et al. 2004).Penelitian terhadap kualitas AMDK dari perusahaan yang telah menerapkan HACCP yang disampling di pasar di Inggris selama tahun 1995-2000 menunjukkan 88.2% contoh mengandung HPC kurang dari 102 cfu/mL, 3.5% antara 102-103 cfu/mL, 9.8% lebih dari 103 cfu/mL yang diuji pada suhu inkubasi 37oC dan 84.2% contoh mengandung HPC kurang dari 102 cfu/mL, 3.8% antara 102-103 cfu/mL, 6.8% lebih dari 103 cfu/mL jika diuji pada suhu inkubasi 22oC (Vantarakis et al. 2013). Sedangkan di India, dilaporkan sebanyak 40% contoh mengandung ALT kurang dari 102cfu/mL yang diuji pada suhu 37oC, 26.7% diantara 102-103 cfu/mL dan 5.2% lebih dari 103 cfu/mL (Jeena
et al. 2006).