• Tidak ada hasil yang ditemukan

Praktek Pemberian Makan, Konsumsi Pangan, Stimulasi Psikososial dan Perkembangan Balita Stunting dan Normal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Praktek Pemberian Makan, Konsumsi Pangan, Stimulasi Psikososial dan Perkembangan Balita Stunting dan Normal"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTEK PEMBERIAN MAKAN, KONSUMSI PANGAN,

STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN

BALITA

STUNTING

DAN NORMAL

LELIYANA NURSANTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Praktek Pemberian Makan, Konsumsi Pangan, Stimulasi Psikososial dan Perkembangan Balita

Stunting dan Normal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Leliyana Nursanti

(4)

ABSTRAK

LELIYANA NURSANTI. Praktek Pemberian Makan, Konsumsi Pangan, Stimulasi Psikososial dan Perkembangan Balita Stunting dan Normal. Dibimbing oleh CESILIA METI DWIRIANI dan NETI HERNAWATI.

Prevalensi balita pendek/stunting di Indonesia masih sebesar 35.6% dan menjadi permasalahan gizi Indonesia. Dampak dari kekurangan gizi kronis pada anak dapat menyebabkan menurunnya perkembangan otak yang dapat berdampak pada rendahnya kecerdasan, kemampuan belajar anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis praktek pemberian makan, konsumsi pangan, stimulasi psikososial dan perkembangan kognitif dan bahasa pada balita stunting dan normal. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah crossectional study. Contoh pada penelitian ini berjumlah 92 anak balita usia 36-60 bulan di Desa Cibatok Dua. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) konsumsi pangan dan perkembangan bahasa pada balita stunting dan normal (p<0.05). Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara konsumsi pangan dengan status gizi (TB/U) juga antara status gizi (TB/U) dengan perkembangan (p<0.05).

Kata kunci : stunting, praktek pemberian makan, konsumsi pangan, perkembangan anak.

ABSTRACT

Feeding Practices, Food Consumption, Psychosocial Stimulation and Child Development in Stunting and Normal Under Five Children. Supervised by CESILIA METI DWIRIANI dan NETI HERNAWATI.

Stunting it’s a nutrition problem in Indonesia, prevalence of stunting in Indonesia is 35.6%. The impact of chronic under nutrition in children can decreased brain development that can result in low intelligence, learning ability in children. The purpose of this study was to identify feeding practices, food

consumption and psychosocial stimulation and it’s relation to child development in stunting and normal under five children. Design used in this study was a cross-sectional study. Subjects in this study were 92 children under the age of 36-60 months in the village Cibatok Dua. The result showed, there was significant differences in food consumption and language development between stunting and normal under five children (p<0.05). Correlation test result is significant positive relation between food consumption and nutritional status (HAZ), nutritional status (HAZ) and cognitive development, and nutritional status (HAZ) and language development (p<0.05).

(5)

LELIYANA NURSANTI. Praktek Pemberian Makan, Konsumsi Pangan, Stimulasi Psikososial, Perkembangan Anak Balita Stunting dan Normal.

Dibimbing oleh CESILIA METI DWIRIANI dan NETI HERNAWATI.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengukur praktek pemberian makan, konsumsi pangan, stimulasi psikososial dan perkembangan anak pada balita stunting dan normal. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan balita stunting dan normal; (2) Mengidentifikasi pengetahuan gizi dan kesehatan, praktek pemberian makan, tingkat kecukupan energi dan zat gizi, stimulasi psikososial, perkembangan kognitif dan bahasa pada balita stunting dan normal; (3) Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan pengetahuan ibu tentang gizi, kesehatan dan tumbuh kembang; (4) Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan pola asuh makan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh serta status gizi contoh (TB/U); (5) Menganalisis hubungan karakteristik balita, pengetahuan tumbuh kembang anak dengan skor stimulasi psikososial dan status gizi (TB/U) dengan perkembangan anak.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat survei dengan desain penelitian cross-sectional study. Penelitian dilakukan di desa Cibatok Dua Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Contoh pada penelitian ini adalah anak balita 36-60 bulan yang memiliki status gizi pendek (stunting) atau sangat pendek (severe stunting) sebanyak 46 orang dan status gizi normal berdasarkan indeks TB/U (WHO Child Growth 2005) sebanyak 46 orang. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer diperoleh melalui wawancara, pengamatan dan pengukuran. Data yang dikumpulkan melalui wawancara terstruktur meliputi karakteristik anak, karakteristik keluarga, pengetahuan ibu tentang gizi kesehatan dan tumbuh kembang anak, konsumsi pangan yaitu food recall 2x24 jam. Data yang dikumpulkan melalui pengukuran adalah data antropometri yaitu tinggi badan menggunakan alat microtoise. Sedangkan data yang dikumpulkan melalui wawancara dan pengamatan langsung terhadap ibu dan anak balita meliputi stimulasi psikososial dan perkembangan anak, aspek perkembangan anak yang di amati adalah perkembangan kognitif dan bahasa.

Contoh dalam penelitian ini adalah anak balita usia 36-60 bulan. Jumlah contoh yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 46.7% dan contoh berjenis kelamin perempuan sebesar 53.3%. Sebagian besar (63%) kelompok anak stunting termasuk kategori keluarga miskin dan pada kelompok anak normal proporsi keluarga miskin sebesar 54.3%. Rata-rata z-skor pada kelompok anak stunting adalah -2.77 ± 0.56 sementara pada anak normal sebesar -1.05 ± 0.69. Sebanyak 47.8% kelompok stunting memiliki tingkat pengetahuan sedang dan sebanyak 52.2% kelompok normal memiliki tingkat pengetahuan yang baik. berdasarkan uji

independent t-test menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pengetahuan gizi dan kesehatan antara pengetahuan ibu balita stunting dengan balita normal.

(6)

asupan protein sebesar 27 ± 6 gram. Tingkat kecukupan energi dengan kategori normal lebih tinggi terdapat pada anak balita normal yaitu sebesar 47.5 % dibanding dengan anak balita stunting. Berdasarkan uji independent t-test terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pada tingkat kecukupan energi dan protein antara anak balita stunting dan normal.

Tingkat kecukupan kalsium dan zat besi pada kategori kurang lebih tinggi dibandingkan dengan balita normal. Pada tingkat kecukupan vitamin C, pada kedua kelompok sebagian besar memiliki tingkat asupan yang kurang (<80%) tetapi proporsi balita stunting lebih tinggi dibanding balita normal (95.7%) . Sedangkan tingkat kecukupan vitamin A dengan kategori kurang lebih banyak ditemukan pada anak balita normal yaitu sebesar 17.4 %. Berdasarkan uji

independent t-test terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) tingkat kecukupan vitamin C antara anak balita stunting dan normal.

Tidak terdapat perbedaan signifikan skor stimulasi psikososial (>0.05) antara anak balita stunting dan normal. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada skor pencapaian perkembangan kognitif (p>0.05) antara balita stunting dan normal. Terdapat perbedaan yang signifikan pada skor perkembangan bahasa (p<0.05) antara balita stunting dan normal.

Beberapa variabel yang tidak berhubungan signifikan (p>0.05) adalah pengetahuan gizi dan kesehatan dengan asupan energi dan protein, pengetahuan gizi dan kesehatan dengan praktek pemberian makan, praktek pemberian makan dengan asupan energi dan protein, berat badan lahir dengan status gizi (TB/U) dan stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif dan bahasa.

Beberapa variabel yang saling berhubungan (p<0.05) diantaranya adalah pendidikan ibu dan pendapatan keluarga dengan pengetahuan gizi, kesehatan, dan

(7)

Stimulasi Psikososial dan Perkembangan Balita Stunting dan Normal. Dibimbing oleh CESILIA METI DWIRIANI dan NETI HERNAWATI.

Prevalensi balita pendek/stunting di Indonesia masih sebesar 35.6% dan menjadi permasalahan gizi Indonesia. Dampak dari kekurangan gizi kronis pada anak dapat menyebabkan menurunnya perkembangan otak yang dapat berdampak pada rendahnya kecerdasan, kemampuan belajar anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis praktek pemberian makan, konsumsi pangan, stimulasi psikososial dan perkembangan kognitif dan bahasa pada balita stunting dan normal. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah crossectional study. Contoh pada penelitian ini berjumlah 92 anak balita usia 36-60 bulan di Desa Cibatok Dua. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) konsumsi pangan dan perkembangan bahasa pada balita stunting dan normal (p<0.05). Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara konsumsi pangan dengan status gizi (TB/U) juga antara status gizi (TB/U) dengan perkembangan (p<0.05).

Kata kunci : stunting, praktek pemberian makan, konsumsi pangan, perkembangan anak.

ABSTRACT

Feeding Practices, Food Consumption, Psychosocial Stimulation and Child Development in Stunting and Normal Under Five Children. Supervised by CESILIA METI DWIRIANI dan NETI HERNAWATI.

Stunting it’s a nutrition problem in Indonesia, prevalence of stunting in Indonesia is 35.6%. The impact of chronic under nutrition in children can decreased brain development that can result in low intelligence, learning ability in children. The purpose of this study was to identify feeding practices, food

consumption and psychosocial stimulation and it’s relation to child development in stunting and normal under five children. Design used in this study was a cross-sectional study. Subjects in this study were 92 children under the age of 36-60 months in the village Cibatok Dua. The result showed, there was significant differences in food consumption and language development between stunting and normal under five children (p<0.05). Correlation test result is significant positive relation between food consumption and nutritional status (HAZ), nutritional status (HAZ) and cognitive development, and nutritional status (HAZ) and language development (p<0.05).

(8)

PRAKTEK PEMBERIAN MAKAN, KONSUMSI PANGAN,

STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN

BALITA

STUNTING

DAN NORMAL

LELIYANA NURSANTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(9)
(10)
(11)

Judul : Praktek Pemberian Makan, Konsumsi Pangan, Stimulasi Psikososial dan Perkembangan Balita Stunting dan Normal

Nama : Leliyana Nursanti

NRP : I14114006

Disetujui oleh

Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc. Neti Hernawati, SP, M.Si.

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Praktek Pemberian Makan, Konsumsi Pangan, Stimulasi Psikososial dan Perkembangan Balita Stunting dan Normal ini dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr.Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku dosen pembimbing pertama dan Neti Hernawati, SP, M.Si selaku dosen pembimbing kedua serta Prof.Dr.Ir.Faisal Anwar, M.S selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah banyak memberi saran. Disamping itu terima kasih kepada kepala Puskesmas Cibungbulang dan tenaga pelaksana gizi Puskesmas Cibungbulang yang telah memberikan izin penelitian di Wilayah Desa Cibatok Dua dan kader Posyandu yang telah membantu selama penelitian. Terima kasih saya ucapkan kepada Direktur Poltekkes Kemenkes Jakarta II dan Ketua Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Jakarta II atas kesempatan yang telah diberikan sehingga saya bisa menempuh studi sarjana gizi di IPB.

Ungkapan terima kasih disampaikan kepada kedua orang tua, suami dan anak-anakku tercinta atas segala doa, kasih sayang dan dukungannya. Terima kasih teman-teman alih jenis angkatan 5 (Erna, Ama, Nia, Imas, Fitria, Tiwi, Silmi, Mba sofy, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu) yang telah memberikan semangat dan membantu selama pengumpulan data sampai terselesaikannya karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Hipotesis 3

Manfaat Penelitian 3

Kerangka Pemikiran 4

METODE 6

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian 6

Jumlah dan Cara Penarikan contoh 6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 8

Pengolahan dan Analisis Data 9

Definisi Operasional 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Keadaan Umum Daerah Penelitian 13

Karakteristik Keluarga 13

Karakteristik Anak 15

Pengetahuan Gizi, Kesehatan dan Tumbuh Kembang 17

Praktek Pemberian Makan 19

Pola Konsumsi Pangan 23

Frekuensi Pangan 23

Tingkat Kecukupan Zat Gizi 25

Stimulasi Psikososial 27

Perkembangan 33

Perkembangan Kognitif 34

Perkembangan Bahasa 36

Hubungan Antar Variabel 39

SIMPULAN DAN SARAN 43

Simpulan 43

Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 48

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 9

2 Klasifikasi status gizi balita (TB/U) 11

3 Sebaran contoh berdasar karakteristik keluarga 13

4 Sebaran contoh berdasar karakteristik keluarga 14

5 Sebaran contoh berdasar karakteristik anak 16

6 Sebaran contoh berdasar kategori pengetahuan ibu 19

7 Sebaran contoh berdasar praktek pemberian makan 20

8 Sebaran contoh berdasar kategori praktek pemberian makan 22

9 Sebaran contoh berdasar jenis MP-ASI dan awal diberikan 23

10 Frekuensi konsumsi pangan 24

11 Sebaran contoh berdasar rata-rata asupan zat gizi 25

12 Sebaran contoh berdasar tingkat kecukupan zat gizi makro 26

13 Sebaran contoh berdasar tingkat kecukupan zat gizi mikro 27

14 Persentase pencapaian stimulasi psikososial sub skala stimulasi belajar 28 15 Persentase pencapaian stimulasi psikososial sub skala stimulasi bahasa 28 16 Persentase pencapaian stimulasi psikososial sub skala lingkungan fisik 29 17 Persentase pencapaian stimulasi psikososial sub skala kehangatan 29 18 Persentase pencapaian stimulasi psikososial sub skala stimulasi

akademik 30

19 Persentase pencapaian stimulasi psikososial sub skala modeling 30

20 Persentase pencapaian stimulasi psikososial sub skala variasi

pengalaman 31

21 Persentase pencapaian stimulasi psikososial sub skala penerimaan 32

22 Sebaran contoh berdasar kategori stimulasi psikososial 33

23 Persentase pencapaian perkembangan kognitif usia 36-48 bulan 34

24 Persentase pencapaian perkembangan kognitif usia 48-60 bulan 35

25 Sebaran contoh berdasar kategori perkembangan kognitif 36

26 Persentase pencapaian perkembangan bahasa usia 36-48 bulan 37

27 Persentase pencapaian perkembangan bahasa usia 48-60 bulan 38

28 Sebaran contoh berdasarkan kategori perkembangan bahasa 39

DAFTAR GAMBAR

1 Gambar kerangka pemikiran 5

2 Gambar alur penarikan contoh 7

3 Gambar sebaran jawaban pengetahuan gizi dan kesehatan 17

4 Gambar sebaran jawaban pengetahuan tumbuh kembang 18

5 Gambar skor rata-rata stimulasi psikososial 32

DAFTAR LAMPIRAN

1 Dokumentasi kegiatan pengumpulan data 48

(15)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mencapai sasaran peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang ditandai dengan meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM). Pencapaian tersebut ditentukan oleh terkendalinya pertumbuhan penduduk, meningkatnya usia harapan hidup, meningkatnya kesejahteraan serta kualitas hidup anak dan perempuan (Kemenkes 2010).

Anak-anak merupakan masa depan bangsa yang sangat penting dalam pembangunan SDM yang berkualitas. Masalah anak sangat perlu mendapatkan perhatian khusus dalam keluarga ataupun masyarakat. Bukti empiris menunjukkan bahwa kualitas anak sangat ditentukan terutama oleh status gizi, apabila kekurangan gizi terus terjadi maka dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional yang secara perlahan akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi dan balita serta rendahnya umur harapan hidup (BAPPENAS 2011).

Salah satu yang menjadi persoalan masalah gizi di Indonesia adalah permasalahan stunting (Kemenkes 2010). Stunting disebabkan oleh akumulasi episode stres yang sudah berlangsung lama (misalnya infeksi dan asupan makanan yang buruk), yang kemudian tidak terimbangi oleh catch-up growth (kejar tumbuh) yang ditandai dengan terhambatnya pertumbuhan linier dengan defisit dalam panjang atau tinggi badan sebesar kurang dari -2 SD Z-score menurut baku rujukan WHO (ACC/SCN 2000).

Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 menunjukkan bahwa prevalensi balita pendek/stunting (tinggi badan menurut umur) pada balita adalah 35,6 %, dengan distribusi sebesar 18,5 % untuk prevalensi balita sangat pendek dan 17,1 % untuk prevalensi balita pendek. Berdasarkan prevalensi stunting tersebut, maka kejadian stunting di Indonesia termasuk sebagai permasalahan gizi karena prevalensinya diatas prevalensi yang ditetapkan WHO yang hanya sebesar 20% (Kemenkes 2010).

Balita stunting dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab, penelitian Kalimbera et al (2006) menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya kekurangan gizi pada anak adalah kurangnya akses untuk mendapatkan pangan, pola asuh yang tidak tepat, sanitasi yang buruk dan kurangnya pelayanan kesehatan sedangkan Aditianti (2010) yang meneliti faktor-faktor determinan

stunting pada anak balita juga menemukan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap stunting adalah tinggi badan ayah, tinggi badan ibu, umur, tempat tinggal, status sosial ekonomi, pendidikan ibu, penyakit infeksi, personal hygiene dan sanitasi lingkungan. Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya yang sulit di perbaiki. Anak yang menderita kurang gizi (stunting) berat mempunyai rata-rata IQ 11 point lebih rendah dibanding rata-rata anak yang tidak stunting

(17)

kurangnya kemampuan kognitif dan bahasa. Hasil penelitian Hanum (2012) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap perkembangan kognitif dan bahasa balita stunting dengan normal, skor perkembangan kognitif dan bahasa balita stunting lebih rendah dibanding dengan balita normal.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan kognitif pada anak

stunting adalah stimulasi. Pada penelitian Watanabe et al (2005) menemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari intervensi gizi dan stimulasi pada peningkatan skor kognitif anak yang stunting, hal ini juga sejalan dengan penelitian Walker et al (2005) yang menemukan hasil bahwa anak stunting yang distimulasi memiliki skor tes kognitif dan belajar yang lebih tinggi dibanding dengan anak stunting yang tidak distimulasi. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut maka penulis tertarik meneliti hubungan praktek pemberian makan, konsumsi pangan serta stimulasi psikososial terhadap perkembangan kognitif dan bahasa pada balita stunting dan normal. Penelitian-penelitian dengan topik tersebut sebenarnya sudah banyak dilakukan di negara berkembang seperti Meksiko, Guatemala dan Jamaika namun di Indonesia belum banyak dilakukan penelitian mengenai dampak stunting terhadap perkembangan anak.

Tujuan Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktek pemberian makan, konsumsi pangan, stimulasi psikososial serta perkembangan kognitif dan bahasa pada balita stunting dan normal

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan balita stunting dan normal. 2. Mengidentifikasi pengetahuan gizi, kesehatan dan tumbuh kembang,

praktek pemberian makan, tingkat kecukupan energi dan zat gizi, stimulasi psikososial, perkembangan kognitif dan bahasa antara balita stunting dan normal.

3. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan pengetahuan ibu tentang gizi, kesehatan dan tumbuh kembang. Menganalisis hubungan antara karakteristik balita dengan status gizi. Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan praktek pemberian makan dan kecukupan zat gizi contoh dan praktek pemberian makan dengan tingkat kecukupan zat gizi contoh serta menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi contoh dengan status gizi contoh (TB/U).

(18)

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan karakteristik keluarga dan balita, pengetahuan gizi dan tumbuh kembang, praktek pemberian makan, tingkat kecukupan energi dan zat gizi, stimulasi psikososial serta perkembangan kognitif dan bahasa balita stunting dan normal.

2. Terdapat hubungan antara karakteristik keluarga dengan pengetahuan gizi, kesehatan dan tumbuh kembang. Terdapat hubungan pengetahuan gizi dengan praktek pemberian makan, terdapat hubungan antara praktek pemberian makan dengan tingkat kecukupan zat gizi dan tingkat kecukupan zat gizi dengan status gizi. Terdapat hubungan antara pengetahuan tumbuh kembang dengan stimulasi psikososial. Stimulasi psikososial, status gizi dengan perkembangan kognitif dan bahasa.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi bahwa masalah stunting pada balita sebaiknya menjadi perhatian khusus baik dikalangan pemerintah selaku pembuat kebijakan, pihak swasta dan masyarakat. Gambaran dari penelitian juga untuk menginformasikan kepada orang tua agar lebih sadar akan pentingnya menerapkan pengetahuan gizi menjadi suatu perilaku makan kaitannya dengan status gizi serta stimulasi terhadap perkembangan anak

(19)

KERANGKA PEMIKIRAN

Anak-anak merupakan masa depan bangsa yang sangat penting dalam pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Masalah gizi anak sangat perlu mendapatkan perhatian khusus dalam keluarga ataupun masyarakat. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi status gizi anak yaitu yang memberikan pengaruh secara langsung, tidak langsung dan penyebab dasar.

Faktor yang memberikan pengaruh secara langsung terhadap terjadinya kurang gizi pada anak adalah tingkat konsumsi atau intik pangan serta ada tidaknya infeksi yang diderita anak, sedangkan faktor tidak langsung yang memberikan pengaruh adalah pengetahuan gizi yang dapat memberikan pengaruh terhadap kualitas pengasuhan seperti praktek pemberian makan dan faktor sosial ekonomi yaitu pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan dan besar keluarga. Masing-masing faktor saling berinteraksi satu dengan yang lainnya sehingga dapat mempengaruhi masukan zat gizi dan infeksi pada anak yang pada akhirnya ketersediaan zat gizi pada tingkat seluler rendah yang dapat mengakibatkan pertumbuhan terganggu.

Salah satu dampak kekurangan gizi adalah gangguan pertumbuhan linier

(stunting) yang mengakibatkan anak tidak mampu mencapai pertumbuhan optimal. Stunting menggambarkan keadaan gizi yang kurang akibat kekurangan energi dan protein pada masa lalu. Gangguan pertumbuhan linier (stunting) dapat menyebabkan perkembangan anak terganggu salah satunya perkembangan kognitif dan bahasa anak karena anak-anak yang bertumbuh pendek (stunting)

dapat menurunkan, kemampuan belajar, kreativitas dan produktivitas anak dan menyebabkan rendahnya kecerdasan

(20)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Keterangan:

= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti = hubungan antar variabel

= hubungan antara variabel yang tidak diteliti

Stimulasi Psikososial Karakteristik Keluarga:

Pendapatan Orang Tua Pendidikan Terakhir Orang Tua

Pekerjaan Orang Tua

Karakteristik Anak: Umur

Jenis Kelamin Berat Badan Lahir

Pengetahuan tumbuh kembang anak

Perkembangan Kognitif dan Bahasa STATUS GIZI

TB/U

Keadaan Kesehatan

Praktek Pemberian Makan

Tingkat Kecukupan Energi dan zat gizi Pengetahuan Gizi dan

Kesehatan

Stimulasi Psikososial Karakteristik Keluarga:

Pendapatan Orang Tua Pendidikan Terakhir Orang Tua

Pekerjaan Orang Tua

Karakteristik Anak: Umur

Jenis Kelamin Berat Badan Lahir

(21)

METODE

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat survei dengan desain penelitian cross-sectional study yaitu meneliti variabel-variabel yang diduga berpengaruh pada waktu yang bersamaan. Penelitan ini dilakukan di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi penelitian dipilih secara

purposive dengan pertimbangan prevalensi status gizi (BB/U) dengan kategori kurang dan sangat kurang di Kecamatan Cibungbulang cukup tinggi yaitu 14,98% dibanding dengan prevalensi Kabupaten Bogor yang hanya 8.31% (Dinkes 2012), menurut King dan Ann (1993) diketahui jika anak sangat pendek maka berat badannya akan berada dibawah 3rd pada grafik pertumbuhan, sehingga berat badan rendah dapat merefleksikan tinggi badan yang juga rendah. Pengumpulan data dilakukan bulan Juli sampai Agustus 2013.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Contoh pada penelitian ini adalah anak balita 36-60 bulan yang memiliki status gizi pendek (stunting) atau sangat pendek (severe stunting) dan status gizi normal berdasarkan indeks TB/U (WHO Child Growth 2005) dengan responden dan contoh masing-masing adalah ibu dan balita. Penentuan usia balita disesuaikan dengan instrumen stimulasi psikososial dan perkembangan yang digunakan. Contoh diambil berdasarkan data posyandu yang paling lengkap data balita berdasarkan tinggi badan dan umur pada bulan Februari 2013 yang diperoleh dari Puskesmas Cibungbulang, kemudian setelah dihitung staus gizi berdasarkan TB/U kemudian dipilih posyandu yang jumlah balita stuntingnya mencukupi. Jumlah contoh ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut:

= 46 balita stunting dan 46 balita normal

Keterangan:

n = besar sampel

= tingkat kepercayaan (1.96) = kekuatan uji (1.28)

p = (p1+p2) /2

q = 1-p

p1 = proporsi kelompok stunting di provinsi Jawa Barat (33.6 %)

q1 = 1-p1

p2 = proporsi kelompok normal (66.4 %)

(22)

Alur cara penarikan contoh adalah sebagai berikut :

Gambar 2 Alur dan cara penarikan contoh

Kecamatan Cibungbulang (15 Desa)

Data posyandu paling lengkap (tinggi badan dan umur)

Desa Cibatok 2 (11 Posyandu)

Pertimbangan pemilihan posyandu

• Berdasarkan jumlah balita stunting di wilayah posyandu yang paling mencukupi

• Letak rumah saling berdekatan

Posyandu Idaman Posyandu Bunda Teladan I dan II

Inklusi

1. Anak balita berumur 36 sampai 60 bulan

2. Anak balita tinggal dan diasuh dengan keluarga kandung 3. Ibu balita bersedia menjadi responden dalam penelitian 4. Ibu balita bersedia anaknya diukur perkembangannya

5. Anak dapat bekerjasama dalam pengukuran perkembangan kognitif dan bahasanya

Ekslusi :

1. Anak menderita sakit kronis berdasarkan informasi dari puskesmas

2. Anak menderita keterbelakangan mental

Posyandu Idaman Jumlah contoh : 25 Stunting : 10 balita

Normal : 15 balita

Posyandu Mulyasari I dan II

Posyandu Bunda Teladan Jumlah contoh : 28 Stunting : 16 balita

Normal : 12 balita Posyandu Mulyasari

Jumlah contoh : 39 Stunting : 20 balita

(23)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer antara lain adalah karakteristik anak yaitu tanggal lahir, jenis kelamin, berat badan lahir diperoleh berdasarkan pada surat keterangan lahir contoh (bila ada) atau berdasarkan ingatan ibu, riwayat MP-ASI dengan berbagai pendekatan awal pemberian MP-ASI sehingga diketahui yang ASI eksklusif (pemberian ASI saja selama 6 bulan) dan non ASI eksklusif (tidak pemberian ASI saja selama 6 bulan), tinggi badan dan berat badan, karakteristik keluarga yaitu umur orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua dan besar keluarga, pengetahuan ibu tentang gizi, kesehatan yang terdiri dari 20 pertanyaan dengan topik sebagai berikut : fungsi zat gizi (3 pertanyaan), sumber zat gizi (3 pertanyaan), akibat defisiensi zat gizi (3 pertanyaan), gizi seimbang (3 pertanyaan), ASI ekslusif (2 pertanyaan), hygiene dan sanitasi personal (4 pertanyaan), pelayanan kesehatan (2 pertanyaan) dan pengetahuan tumbuh kembang yang terdiri dari 10 pertanyaan dengan topik periode emas tumbuh kembang anak (1 pertanyaan), bentuk pertumbuhan dan perkembangan anak (3 pertanyaan), faktor yang mempengaruhi perkembangan anak (4 pertanyaan), tahap perkembangan (2 pertanyaan).

Praktek pemberian makan yang meliputi 14 pertanyaan terbuka dengan topik pemberian kolustrum, kebiasaan frekuensi makan, susunan hidangan saat makan, usia diberhentikan ASI, menghabiskan makanan atau tidak, kesulitan makan atau tidak, yang menyiapkan makanan, alas an pemilihan bahan makanan, yang dilakukan ibu saat anak tidak mau makan, penentuan jadwal makan, kebiasaan memberikan camilan dan memberikan pangan hewani. Konsumsi pangan dan tingkat kecukupan konsumsi pangan meliputi energi, protein, kalsium, zat besi,vitamin A dan vitamin C, diperoleh melalui food recall 2x 24 jam dan food frequency. Stimulasi psikososial dengan menggunakan instrumen

Home of Observational Measurement of the Environment (HOME) 3 sampai 6 tahun yang terdiri dari delapan subskala dan 55 pertanyaan yaitu stimulasi belajar (11 item), stimulasi bahasa (7 item), lingkungan fisik (7 item), kehangatan dan penerimaan (7 item), stimulasi akademik (5 item), modeling (5 item), variasi pengalaman (9 item) dan penerimaan (4 item), perkembangan kognitif dan bahasa anak menggunakan instrument BKB yang terdiri dari 2 kelompok umur 36 sampai 48 bulan dan 48 sampai 60 bulan dan terbagi menjadi bagian kecerdasan, komunikasi aktif dan pasif, sedangkan data sekunder yang diambil adalah luas wilayah, batas-batas wilayah dan jumlah penduduk.

Data yang dikumpulkan melalui wawancara terstruktur meliputi karakteristik anak, karakteristik keluarga, pengetahuan ibu tentang gizi kesehatan dan tumbuh kembang anak, praktek pemberian makan, konsumsi pangan yaitu

(24)

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Cara Pengambilan Data Jenis Data 1 Karakteristik anak Wawancara menggunakan

kuesioner

Primer

2 Karakteristik keluarga Wawancara menggunakan kuesioner

Primer

3 Pengetahuan ibu tentang gizi, kesehatan dan tumbuh kembang

Wawancara menggunakan kuesioner

Primer

4 Praktek pemberian makan Wawancara menggunakan kuesioner

Primer

5 Status gizi anak Pengukuran antropometri tinggi badan dan berat badan

Primer

6 Stimulasi psikososial Wawancara menggunakan menggunakan instrumen Home of Observational Measurement of the Environment (HOME) 3-6 tahun yang terdiri dari delapan subskala

Primer

7 Perkembangan anak Wawancara dan pengamatan langsung menggunakan instrumen Bina Keluarga Balita (BKB) , perkembangan anak yang diamati terbagi menjadi tiga aspek yaitu komunikasi pasif, komunikasi aktif dan kecerdasan

Primer

8 Konsumsi zat gizi contoh Wawancara menggunakan food recall dan food frekuensi

Primer

9 Gambaran umum wilayah penelitian

Data dari instansi terkait Sekunder

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan kemudian diolah secara statistik deskriptif dan inferensia statistik. Analisis statistik yang digunakan analisis statistik deskriptif untuk menggambarkan sebaran variabel yang diteliti dalam kuesioner berdasarkan persen dan rataan yang disajikan dalam tabel, sedangkan analisis inferensia yang digunakan adalah uji independent sample t-test untuk mengetahui perbedaan balita stunting dan normal baik karakteristik, pengetahuan ibu, tingkat kecukupan, praktek pemberian makan, status gizi, perbedaan tingkat kecukupan zat gizi serta perkembangan kognitif dan bahasa. Uji korelasi pearson untuk uji hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan, pengetahuan dengan praktek pemberian makan dan asupan zat gizi, praktek pemberian makan dengan status gizi dan status gizi dengan TB/U, TB/U dengan perkembangan kognitif dan bahasa serta stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif dan bahasa. Tahapan pengolahan data meliputi editing, coding, entry dan cleaning data.

(25)

dan berat badan. Usia dikelompokan menjadi 2 yaitu 36-48 bulan dan 48-60 bulan Data berat badan lahir dikelompokan menjadi dua yaitu <2.5 kg (BBLR) dan ≥2.5 kg (normal). Data riwayat pemberian MP-ASI yaitu ASI Ekslusif dan non ASI eksklusif. Status gizi BB/U diklasifikasikan menjadi gizi buruk (z-skor <-3.0 SD), gizi kurang (z-skor ≥-3.0 s/d -2.0 SD), gizi baik (z-skor ≥-2.0 s/d 2.0 SD) dan gizi lebih (z-skor >2.0 SD). Status gizi berdasarkan BB/TB diklasifikasikan menjadi sangat kurus (z-skor <-3.0 SD), kurus (z-skor ≥-3.0 s/d -2.0 SD), normal (z-skor

≥-2.0 s/d 2.0 SD) dan gemuk (z-skor >2.0 SD).

Karakteristik Keluarga. Data karakteristik keluarga meliputi pendapatan orang tua, pendidikan terakhir orang tua, pekerjaan orang tua dan besar keluarga. Data pendapatan perkapita perkeluarga dikategorikan berdasarkan garis kemiskinan provinsi Jawa Barat tahun 2013 yaitu miskin (<Rp 252.496) dan tidak miskin (>Rp 252.496). Data tingkat pendidikan orang tua dikelompokan berdasarkan lama pendidikan, yaitu tidak tamat SD (<6 tahun), SD (6 tahun), SMP (9 Tahun), SMA (12 Tahun) dan Perguruan Tinggi (≥15 tahun). Data pekerjaan orang tua dikelompokan menjadi wiraswasta, buruh, petani, supir/ojek, karyawan, guru dan ibu rumah tangga (hanya pada variabel ibu). Menurut BKKBN (1998) data besar keluarga dibagi menjadi tiga kelompok yaitu keluarga

kecil (≤4 orang), sedang (5 sampai 6 orang) dan besar (≥7 orang).

Pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang anak. Data pengetahuan tumbuh kembang anak diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan kemudian jawaban yang benar diberi poin 1 dan jawaban salah 0 kemudian di jumlah dan dipersentasekan, selanjutnya bila >80 % dikategorikan baik, bila 60-80 % dikategorikan cukup dan bila <60 % dikategorikan kurang (Khomsan 2000).

Pengetahuan gizi dan kesehatan. Data pengetahuan gizi dan kesehatan anak diukur menggunakan kuesioner yang terdiri dari 20 pertanyaan, selanjutnya untuk pertanyaan benar di beri poin 1 sedangkan salah diberi poin 0, kemudian di jumlah dan di persentasekan apabila >80 % dikategorikan baik, bila 60-80 % dikategorikan cukup dan bila <60 % dikategorikan kurang (Khomsan 2000).

Praktek pemberian makan. Data praktek pemberian makan meliputi 14 pertanyaan terbuka mengenai praktek pemberian makan pada anak balita, kemudian jawaban tersebut diberikan skor paling tinggi 2 dan paling rendah 1, apabila jawaban terdiri dari 2 kategori maka nilainya 2 dan 0, sedangkan apabila jawaban terdiri dari 3 kategori maka nilainya 2, 1 dan 0. Penilaian terhadap praktek pemberian makan dibagi menjadi tiga kategori yaitu >80% dikategorikan baik, 66-80% dikategorikan sedang dan ≤65% di kategorikan kurang (Astari 2006).

Konsumsi zat gizi contoh. Data jumlah dan jenis pangan aktual yang dikonsumsi contoh diperoleh melalui recall konsumsi pangan 2 x 24 jam. Kandungan zat gizi dalam pangan yang dikonsumsi oleh contoh dihitung dengan menggunakan Daftar Konsumsi Bahan Makanan. Identifikasi terhadap masalah konsumsi diamati melalui tingkat konsumsi yang merupakan persentase konsumsi aktual contoh dengan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan berdasarkan WNPG tahun 2004.

(26)

ringan (80-89% dari AKG 2004), normal (90-119% dari AKG 2004) dan lebih (≥120% dari AKG 2004). Tingkat kecukupan mineral dikategorikan menjadi kurang (<77% dari AKG 2004) dan cukup (≥77% dari AKG 2004) (Gibson, 2005).

Konversi kandungan energi dan zat gizi makanan yang konsumsi dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kgij= ((BJ/100) x Gij x ((BDD/100))

Keterangan:

Kgij = Kandungan zat gizi-I dalam bahan makanan-j Bj = Berat makanan-j yang dikonsumsi (g)

Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 g BDD bahan makanan-j BDDj = Bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan kecukupannya. Menurut Supariasa et al (2002), tingkat kecukupan gizi contoh dihitung dengan rumus sebagai berikut:

TKGI = (Ki/AKGI) x 100 %

Keterangan:

TKGI = Tingkat kecukupan energi atau zat gizi contoh Ki = Konsumsi energi atau zat gizi contoh

AKGI = Angka kecukupan energi atau zat gizi contoh

Status Gizi. Data status gizi berdasarkan TB/U menggunakan pengukuran tinggi badan yang diukur secara antropometri menurut Standar WHO Child Growth 2005.

Tabel 2 Klasifikasi Status Gizi Balita Berdasarkan Indikator TB/U

No Nilai Z-skor Status Gizi

1 < -3,0 SD Sangat pendek

2 ≥ -3,0 SD s/d < -2,0 SD Pendek

3 ≥ -2,0 SD Normal

Sumber : Kemenkes 2010

Stimulasi Psikososial. Data stimulasi psikososial menggunakan instrumen HOME inventory usia 3-5 tahun yang terdiri dari 55 item pertanyaan (delapan subskala). Nilai skor 1 bila jawaban „ya‟ dan skor 0 jika jawaban „tidak‟, kemudian nilai skornya dijumlahkan dan diklasifikasi menjadi tiga kategori yaitu kategori rendah (<31), kategori sedang 31-45, kategori tinggi (>45) (Hastuti 2006).

(27)

untuk yang tidak berhasil. Perkembangan kognitif dan bahasa diklasifikasikan menjadi tinggi apabila nilai persen lebih dari atau sama dengan 80, sedang apabila nilai persen berada pada rentang 60-79 dan rendah apabila nilai persen kurang dari 60 (Oktarina et al 2012).

Definisi Operasional

Stunting adalah status keadaan fisik anak usia 36-60 bulan yang memiliki z skor TB/U < -2 SD dari referensi WHO/NCHS (WHO 2005).

Praktek pemberian makan adalah cara yang dilakukan keluarga contoh dalam praktek pemberian makan contoh meliputi pemberian ASI dan kolostrum, frekuensi pemberian makanan utama, pemberian makanan selingan, komposisi makanan dalam sekali makan, penentuan waktu makan, penggunaan alat makan, usaha ibu dalam memberikan makanan pada anak, pemilihan jenis makanan, pengenalan makanan baru, penyiapan dan penyajian makanan, pantangan makan dan kesulitan anak makan.

Konsumsi zat gizi contoh adalah semua makanan dan minuman yang dimakan oleh contoh, baik yang berasal dari membeli atau dibuat di rumah berdasarkan hasil wawancara dengan metode recall 2x24 jam yang dinyatakan dalam bentuk satuan energi, protein, vitamin A, Vitamin C, kalsium, dan besi.

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi adalah persentase jumlah zat gizi yang dikonsumsi contoh terhadap angka kecukupan gizi 2004. Untuk zat gizi makro terdapat 5 kategori yaitu defisit tingkat berat, defisit tingkat sedang, defisit tingkat ringan, normal dan berlebih dan zat gizi mikro 2 kategori yaitu kurang dan cukup.

Stimulasi psikososial adalah rangsangan yang bermanfaat bagi pengoptimalan tumbuh kembang anak yang berasal dari lingkungan luar anak, diukur dengan skala interval melalui wawancara dan pengamatan menggunakan kuesioner Home Observation Measurement for Environment (HOME Inventory) untuk anak usia 3-5 tahun kuesioner terdiri dari 55 pertanyaan.

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Daerah Penelitian

Desa Cibatok Dua berada dalam wilayah kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Desa Cibatok Dua terdiri dari 10 RW dan 31 RT. Secara geografis batas-batas wilayah, di sebelah utara berbatasan dengan desa Cibatok Satu, sebelah timur dengan desa Ciareteun Udik, sebelah Barat dengan desa Situ Ilir dan sebelah selatan dengan desa Cimayang. Luas wilayah desa Cibatok Dua adalah seluas 177.168 ha. Jumlah penduduk desa Cibatok Dua pada tahun 2013 adalah 6970 jiwa dengan 1739 KK. Jumlah posyandu di desa Cibatok Dua adalah 11 posyandu.

Karakteristik Keluarga

Perkembangan anak memiliki beberapa faktor yang dapat

mempengaruhinya, salah satunya adalah keadaan sosial ekonomi antara lain umur, pekerjaan, pendidikan dan besar keluarga. Tabel 3 menyajikan data sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga contoh balita stunting dan normal. Pada tabel 3, diketahui bahwa rata-rata umur bapak pada kedua kelompok contoh adalah 36 tahun. Pada kedua kelompok sebesar 75.6% di kelompok stunting dan sebesar 65.2% kelompok anak normal, usia ayah masuk pada kelompok usia 30 – 43 tahun. Sementara rata-rata umur ibu pada kedua kelompok contoh adalah 32 tahun. Sebagian besar umur ibu pada kedua kelompok masuk kedalam kelompok usia 25 – 38 tahun.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga anak balita stunting dan normal

Karakteristik keluarga Stunting Normal Total

n % n % n % rata-rata±SD* 244.833±148.962 379.152±319.296 311.993±256.803

(29)

Rata-rata pendapatan perkapita perbulan pada kedua kelompok contoh adalah Rp. 311.993. Berdasarkan batas garis kemiskinan di Provinsi Jawa Barat menurut BPS (2013) maka pada kelompok anak balita stunting, sebagian besar (63%) termasuk kategori keluarga miskin dan pada kelompok anak normal proporsi keluarga miskin sebesar 54.3%. Pendapatan keluarga pada kelompok anak stunting dan kelompok anak normal secara statistik berbeda bermakna (p=0.032). Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Astari (2006) yaitu pendapatan keluarga pada kelompok anak normal lebih tinggi secara nyata (p<0.05) dibandingkan dengan pendapatan keluarga pada kelompok anak

stunting. Pada Tabel 4 dibawah ini menyajikan data mengenai karakteristik keluarga yang meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan besar keluarga.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga anak balita stunting

dan normal

Karakteristik keluarga Stunting Normal Total n % n % n %

(30)

Sementara pada tingkat pendidikan ibu pada kelompok anak stunting diketahui sebagian besar (63%) adalah pendidikan SD sedangkan pada kelompok anak normal terbanyak ada pada pendidikan ibu adalah SD dan SMP masing-masing sebesar 37%.

Pada umumnya pekerjaan ibu pada kedua kelompok contoh adalah ibu rumah tangga, sedangkan pekerjaan bapak terbanyak pada kelompok anak

stunting adalah buruh (35.6%) dan pada kelompok anak normal yang terbanyak adalah wiraswasta (34.1%). Rata-rata besar keluarga pada kedua kelompok adalah 5 orang, sebesar 45.7% kelompok anak stunting masuk ke dalam kategori

keluarga kecil (≤ 4 orang) begitu pula dengan kelompok anak normal yang

terbanyak (47.8%) adalah keluarga kecil (≤ 4 orang).

Karakteristik Anak

Anak balita yang dijadikan contoh dalam penelitian ini adalah anak dengan usia 36-60 bulan. Tabel 5 menyajikan karakteristik anak balita yang menjadi contoh yang meliputi antara lain usia anak, jenis kelamin, berat badan lahir dan riwayat pemberian ASI.

Tabel 5 menunjukkan bahwa umur contoh terbagi menjadi 2 yaitu usia 36-48 bulan dan 36-48-60 bulan, dengan proporsi antara keduanya hampir sama. Separuh dari jumlah contoh adalah berjenis kelamin perempuan dengan proporsi 46.7% laki-laki dan 53.3% perempuan. Berat badan lahir contoh dibagi menjadi dua kategori yaitu rendah (<2.5 kg) dan normal (≥2.5 kg), sebagian besar (93.5%) contoh termasuk dalam kategori berat badan lahir normal, berdasarkan uji

independent t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) berat badan lahir antara balita stunting dengan balita normal.

ASI Eksklusif menurut PP no 33 tahun 2012 adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Sebagian besar contoh berada pada kategori non ASI eksklusif yaitu sebesar 95.7 %. Kemungkinan dikarenakan masyarakat di wilayah penelitian mengikuti adat istiadat dan kebiasaan di daerah tersebut, yaitu bayi yang baru lahir biasa diberikan madu dengan harapan supaya ia akan mudah menyusu karena sudah terbiasa dikenalkan dengan rasa manis. Pemberian ASI eksklusif selama kurang dari lima bulan (<5 bulan) dapat menjadi salah satu faktor penyebab tingkat konsumsi balita yang masih rendah karena kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek dan penyakit alergi. Bayi ASI eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI ekslusif (Gabriel 2008), tetapi apabila tradisi masyarakat tersebut kita hilangkan dan kita anggap bayi masih mendapatkan ASI ekslusif maka bayi yang ASI ekslusif meningkat menjadi 29.3 %.

(31)

perbedaan yang signifikan (p<0.05) status gizi berdasarkan BB/U antara balita

stunting dan normal, diketahui bahwa rata-rata berat badan balita stunting lebih ringan, hal ini dapat dilihat dari nilai z-skor BB/U yang lebih kecil yaitu -1.98 ± 0.99, dibandingkan pada balita normal (-0.56±0.97) dan terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) status gizi berdasarkan BB/TB, diketahui bahwa rata-rata nilai z-skor BB/TB balita stunting lebih rendah (-0.47±1.3) dibanding balita normal (0.06 ± 1.18). Beberapa studi menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara stunting

dengan berat badan menurut tinggi badan, penelitian tersebut menganalisis hubungan antara perubahan berat badan dan pertumbuhan linier pada tingkat individu.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik anak balita stunting dan normal

(32)

menjadi 1,09 cm ( 95 % CI : 0,73-1,44) tingginya selama interval selanjutnya, sedangkan Richard (2012) menemukan peningkatan yang simultan terhadap perubahan BB/U dan BB/TB apabila pola makan dan jenis makanan yang dikonsumsi anak diawasi, penelitian tersebut menemukan bahwa berat awal menurut tinggi badan dan berat badan menurut umur berkorelasi dengan tinggi badan pada anak-anak selama tahun pertama kehidupan mereka ( r = 0,15-0,36, P<0,01 ).

Pengetahuan Gizi, Kesehatan dan Tumbuh Kembang

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Gambar 3 Persentase ibu contoh yang menjawab benar soal pengetahuan gizi dan kesehatan pada kelompok ibu balita stunting dan ibu balita normal

(33)

kesehatan, pertanyaan yang paling banyak di jawab benar adalah pertanyaan tentang pengertian zat gizi, sebesar 98.9% responden menjawab dengan benar, sedangkan pertanyaan yang paling sedikit dijawab benar adalah pertanyaan mengenai zat gizi untuk pertumbuhan, hanya sebesar 28.3% responden yang menjawab dengan benar.

Pada pertanyaan tentang pengetahuan gizi dan kesehatan dari 20 pertanyaan yang diberikan terdapat 11 pertanyaan yang cenderung kelompok responden stunting memiliki skor lebih rendah dibandingkan dengan kelompok responden normal tetapi pada beberapa pertanyaan, seperti pertanyaan sumber protein hewani, masalah gizi di Indonesia dan usia pengenalan makanan keluarga, kelompok responden stunting memiliki skor yang lebih tinggi dibanding normal.

Pada pertanyaan pengetahuan tentang tumbuh kembang anak di Gambar 4, diketahui bahwa pertanyaan yang paling banyak dijawab benar adalah pertanyaan tentang pentingnya mengajak anak berbicara sejak bayi, sebesar 77.2% responden menjawab dengan benar dan pertanyaan yang paling sedikit dijawab benar adalah pertanyaan mengenai minimal berat bayi lahir, hanya 30.4% responden yang menjawab dengan benar. Dari 10 pertanyaan tentang pengetahuan tumbuh kembang, diketahui bahwa sebanyak 7 pertanyaan, responden stunting memiliki skor yang lebih rendah dibandingkan dengan responden normal.

Gambar 4 Persentase ibu contoh yang menjawab benar soal pengetahuan tumbuh kembang anak pada kelompok ibu balita stunting dan ibu balita normal

(34)

signifikan (p<0.05) antara pengetahuan gizi kesehatan ibu balita stunting dengan balita normal. Konsisten dengan hasil penelitian Sabaruddin (2012) bahwa pengetahuan gizi ibu antara kelompok anak stunted berbeda secara signifikan (p<0.05), itu berarti bahwa pengetahuan gizi ibu balita normal lebih tinggi dibanding dengan ibu balita stunting. Hal tersebut diduga berkaitan dengan keadaan status sosial ekonomi responden yaitu pendapatan keluarga, kelompok anak normal memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibanding dengan kelompok anak stunting, hal ini dapat menyebabkan akses untuk mencari informasi untuk menambah pengetahuan gizi dan kesehatan lebih luas. Pada pengetahuan tentang tumbuh kembang diketahui bahwa sebesar 56.5% ibu balita stunting dan sebesar 52.2% ibu balita normal memiliki tingkat pengetahuan sedang tetapi pada kategori baik hanya sebanyak 8.7% ibu balita normal yang memiliki pengetahuan tumbuh kembang yang baik sedangkan pada kelompok ibu balita stunting tidak ada yang memiliki pengetahuan tumbuh kembang yang baik, tetapi hasil ini tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara pengetahuan tumbuh kembang ibu balita stunting dan normal.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan ibu balita stunting dan normal

Pengetahuan Ibu Stunting Normal Total n % n % n % Skor pengetahuan gizi dan kesehatan

(rata-rata ± SD)* 77.5 ± 13.5 82.6 ± 12.1 79.8 ± 13

(35)

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan praktek pemberian makanan anak balita

stunting dan normal

Praktek pemberian makan Stunting Normal Total n % n % n % Pemberian kolostrum

a. Ya Susunan jenis hidangan saat makan

a. ≥ 3 jenis pangan

a. Kesukaan dan kandungan gizi b. Kandungan gizi Yang dilakukan ibu saat anak tdk mau

makan

(36)

beberapa pertanyaan praktek pemberian makan, kelompok anak stunting memiliki proporsi yang lebih rendah dibanding anak normal pada pertanyaan frekuensi pemberian makan, susunan jenis hidangan hidangan, anak selalu menghabiskan makanan, anak tidak mengalami kesulitan makan dan alasan pemilihan bahan makanan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengasuhan dalam hal pengaturan waktu makan oleh responden pada kelompok anak normal lebih tinggi (56.5%) dibandingkan dengan kelompok stunting (50%). Pada kedua kelompok contoh, sebagian dari contoh tidak mengalami kesulitan makan tetapi proporsinya lebih tinggi pada anak normal yaitu sebesar (60.9%) dan anak stunting (54.3%).

Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan frekuensi pemberian makan

≥3 kali pada kedua kelompok cenderung lebih tinggi pada kelompok anak normal (63%) dibanding anak stunting (52.2%) walaupun perbedaannya tidak bermakna (p>0.05), menurut Bridge et al (2006) pemberian makanan pada anak kurang dari tiga kali sehari memiliki hubungan secara signifikan terhadap kejadian stunting. Susunan makanan yang diberikan saat makan sebagian besar dari contoh (70.7%) adalah kurang dari tiga jenis pangan, sedangkan sebesar 29.3% terdiri lebih dari tiga jenis pangan, pada kelompok anak normal proporsinya lebih tinggi dibanding anak stunting yaitu sebesar 34.8%. Selain makanan utama, semua contoh juga diberikan makanan selingan, tetapi sebagian besar (78.3%) diberikan selingan berupa biskuit/wafer dan sebanyak 64.1% contoh diberikan selingan berupa makanan ringan.

Sebanyak 29.3% ibu contoh menyatakan bahwa dasar pemilihan bahan makanan untuk diberikan kepada anak karena kesukaan anak dengan proporsi lebih tinggi pada anak normal (32.6%) dibanding anak stunting (26.3%). Cara pemberian makan juga merupakan salah satu bentuk pengasuhan ibu yang dapat mempengaruhi anak. Apabila anak kesulitan makan sebagian besar (64.1%) responden akan membujuk anaknya untuk makan, sisanya akan memaksa dan membiarkan saja dan lebih dari 90% responden dari kedua kelompok contoh memasak makanan untuk anaknya sendiri. Kategori dalam praktek pemberian makan terbagi menjadi tiga kategori yaitu baik (>85%), sedang (65-85%) dan kurang (<65%). Kategori pemberian makanan yang baik apabila responden memberikan perhatian dan keterlibatan yang baik dalam memberikan makan anak.

Praktek makan yang kurang baik merupakan penyebab utama terjadinya kurang gizi pada anak-anak. Anak-anak yang tidak mendapat ASI rentan terkena infeksi, tumbuh kurang baik, dan hampir enam kali lebih mungkin meninggal pada usia satu bulan dibanding anak-anak yang menerima ASI walaupun tidak secara ekslusif. Dari usia enam bulan dan seterusnya, ketika ASI saja tidak lagi cukup untuk memenuhi semua kebutuhan gizi, bayi memasuki masa pemberian makanan pendamping ASI, di mana pada masa ini mereka secara bertahap diperkenalkan pada makanan pendamping ASI dari makanan lumat ke makanan keluarga biasa. Apabila pada masa pemberian makanan pendamping ASI tersebut tidak berjalan dengan baik sesuai dengan tahapannya, kemungkinan insiden kekurangan gizi meningkat tajam selama periode umur 6 sampai 18 bulan dan defisit akibat kekurangan gizi pada usia tersebut akan sulit untuk dikejar nanti di usia balita (Daelmans 2003).

(37)

(45.7%) untuk kelompok anak stunting dan (39.1%) untuk anak normal, tetapi untuk kategori baik responden kelompok anak normal lebih tinggi dibanding dengan anak stunting yaitu sebesar (39.1%) kelompok anak normal memiliki praktek pemberian makan yang baik dan hanya sebanyak (30.4%) responden dari kelompok anak stunting yang memiliki kategori baik. Secara statistik praktek pemberian makan pada kelompok anak stunting dan normal tidak berbeda (p>0.05). Hasil ini sejalan dengan penelitian Sabaruddin (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap praktek pemberian makan pada anak stunting dan normal, hal ini diduga karena tingkat pendidikan ibu yang hampir sama dan lingkungan tempat tinggal yang sama.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan praktek pemberian makan anak balita

stunting dan normal

Praktek pemberian makan Stunting Normal Total n % n % n % awal pemberiannya, jenis MP-ASI yang paling sering diberikan adalah pisang, susu formula, sari buah, biskuit, bubur nasi, bubur instan dan makanan keluarga. Perkenalan MP-ASI pada bayi harus di berikan secara bertahap yaitu dari makanan lumat, makanan lunak kemudian baru makanan biasa. Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa pemberian susu formula pada kelompok anak balita

stunting lebih dini di perkenalkan pada susu formula yaitu pada usia 3.5 bulan sedangkan pada kelompok anak balita normal mulai diperkenalkan pada susu formula pada usia 5.5 bulan. Untuk pemberian MP-ASI lain seperti pisang, sari buah, biskuit, bubur instan dan makanan biasa, rata-rata usia perkenalan pada kelompok anak balita stunting dan normal tidak berbeda.

(38)

madu adalah 1 bulan, hal ini terjadi karena adat istiadat setempat, menurut masyarakat memberikan madu pada anak yang baru lahir diyakini akan memudahkan bayi untuk menyusu kelak.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jenis MP-ASI dan awal pemberiannya

Jenis MP-ASI Stunting Normal Total n % n % n % pisang (rata-rata awal diberikan

(bulan) ± SD)

5.8 ± 3.8 5.68 ± 3.91 5.71 ± 3.84

< 6 bulan 18 45 21 52.5 39 48.8

≥ 6 bulan 22 55 19 47.5 41 51.2

Susu formula (rata-rata awal diberikan (bulan) ± SD)

3.8 ± 6.6 5.42 ± 7.57 4.86 ± 7.32

< 6 bulan 20 76.9 19 61.3 39 68.4

≥ 6 bulan 6 23.1 12 38.7 18 31.6

Sari buah (rata-rata awal diberikan (bulan) ± SD)

8.4 ± 4.9 8.2 ± 3.53 8.33 ± 4.61

< 6 bulan 7 20.6 5 14.3 12 17.4

≥ 6 bulan 27 79.4 30 85.7 57 82.6

biskuit (rata-rata awal diberikan (bulan) ± SD)

6.2 ± 2.6 6.4 ± 2.08 6.25 ± 2.43

< 6 bulan 10 23.8 9 20.9 19 22.4

≥ 6 bulan 32 76.2 34 79.1 66 77.6

Bubur nasi (rata-rata awal diberikan (bulan) ± SD)

7.7 ± 2.5 8.39 ± 2.93 7.96 ± 2.81

< 6 bulan 5 11.1 3 6.5 8 8.8

≥ 6 bulan 40 88.9 43 93.5 83 91.2

Bubur instan (rata-rata awal diberikan (bulan) ± SD)

5.6 ± 2.2 5.89 ± 2.8 5.73 ± 2.61

< 6 bulan 17 37 14 31.1 31 34.1

≥ 6 bulan 29 63 31 68.9 60 65.9 Makanan keluarga (rata-rata awal

diberikan (bulan) ± SD)

11.2 ± 4.4 12 ± 3.5 12 ± 4.33

< 6 bulan 2 4.3 0 0 2 2.2

≥ 6 bulan 44 95.7 46 100 90 97.8

Pola Konsumsi Pangan

Frekuensi Pangan

Frekuensi konsumsi pangan per hari merupakan salah satu aspek dalam kebiasaan makan. Frekuensi konsumsi pangan pada anak, ada yang terikat pada pola makan 3 kali per hari tetapi banyak pula yang mengkonsumsi pangan antara 5 sampai 7 kali per hari atau lebih. Frekuensi konsumsi pangan bisa menjadi penduga tingkat kecukupan gizi, artinya semakin tinggi frekuensi konsumsi pangan, maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar.

Penelitian yang dilakukan di Uganda anak balita yang mengalami stunted

(39)

dan rendahnya konsumsi zat besi hem (Bridge et.al 2006). Studi yang dilakukan di Etiopia menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara faktor konsumsi makanan terhadap kejadian stunting, faktor lain yaitu jenis makanan yang diberikan pada anak juga berpengaruh signifikan terhadap kejadian stunting pada anak kurang dari lima tahun. Sebanyak 51% anak yang lebih sering diberikan makanan berupa bubur beras saja mengalami stunting, sedangkan anak yang lebih sering diberikan tambahan susu dan mashed potato (pure kentang) lebih rendah resiko kejadian stunted.

Tabel 10 dibawah ini adalah tentang frekuensi konsumsi pangan pada balita yang meliputi konsumsi makanan pokok, pangan nabati, pangan hewani, sayur dan buah. Makanan pokok diberikan sebagai sumber energi untuk tubuh, pangan hewani penting diperlukan pada anak, karena anak-anak masih dalam masa pertumbuhan dan protein merupakan zat yang berperan dalam pertumbuhan, sedangkan sayur dan buah merupakan sumber vitamin dan mineral selain itu Sayur dan buah merupakan sumber vitamin, mineral, serat dan antioksidan. Konsumsi sayur dan buah setiap hari dapat mencegah kekurangan vitamin, mencegah obesitas, mencegah sembelit dan gangguan usus lainnya, dan meningkatkan kontrol glukosa darah (Agudo 2005). Pada penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar (>80%) pada dua kelompok contoh terbiasa diberikan protein hewani saat makan, dengan rata-rata frekuensi pemberian pangan hewani adalah sebesar 10.85 ± 6.81 kali/minggu untuk kelompok anak stunting dan 12.57 ± 6.02 kali/minggu untuk anak normal, dan rata-rata pemberiannya adalah 83.6 g ± 46.1 g/hari. Menurut penelitian Krebs et al (2011), rutin mengkonsumsi protein hewani 1-3 kali perhari dapat menurunkan resiko stunting pada anak hingga 64% (OR = 0.64; 95% CI, 0.46 to 0.90).

Tabel 10 Frekuensi konsumsi pangan kelompok contoh stunting dan normal

Praktek pemberian makan Stunting Normal Total (x/ minggu) (x/minggu)

Konsumsi makanan pokok

Rata-rata ± SD 17.8 ± 4.8 18.41 ± 4.9 18.1 ± 4.88 Konsumsi pangan hewani

Rata-rata ± SD 10.85 ± 6.81 12.57 ± 6.02 11.71 ± 6.45 Konsumsi pangan nabati

Rata-rata ± SD 1.72 ± 3.23 1.76 ± 3.9 1.73 ± 3.33 Konsumsi sayur

Rata-rata ± SD 2.47 ± 1.18 3.43 ± 2.13 2.95 ± 1.97 Konsumsi buah

Rata-rata ± SD 2.2 ± 2.04 2.74 ± 2.28 2.47 ± 2.14

(40)

masih kurang, karena menurut Agudo (2005) konsumsi sayur dan buah yang dianjurkan adalah sebesar 400 g/hari atau sekitar 5 porsi perhari ( 1-2 porsi buah dan 2-4 porsi sayuran perhari).

Tingkat Kecukupan Zat Gizi

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi, kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, berat badan, iklim dan aktivitas fisik (Almatsier 2003). Perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan disebut sebagai tingkat kecukupan zat gizi. Tabel 11-13 berikut menunjukkan sebaran contoh berdasarkan asupan dan tingkat kecukupan zat gizinya.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata asupan energi dan zat gizi pada anak balita stunting dan normal

Rata-rata asupan Stunting Normal Total Energi (kkal)*

Protein (g)* Kalsium (mg) Zat besi (mg) Vitamin A (RE) Vitamin C (mg)*

1286 ± 226 25 ± 5 1017 ± 1040

9 ± 2 697 ± 540

14 ± 8

1410 ± 216 28 ± 6 1027 ± 658

9 ± 2 602 ± 298

23 ± 20

1346 ± 228 27 ± 6 1024 ± 868

9 ± 2 651 ± 473

18 ± 16

*berbeda signifikan (p<0.05)

Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa rata-rata asupan zat gizi pada anak

stunting lebih rendah dibanding anak normal kecuali untuk asupan vitamin A, pada anak stunting asupan vitamin A lebih tinggi dibanding anak normal. Rata-rata asupan energi anak balita sebesar 1346 kkal ± 228. Rata-Rata-rata asupan protein sebesar 27 ± 6 gram. Rata-rata asupan kalsium sebesar 1024 ± 868 mg. Rata-rata asupan zat besi sebesar 9 ± 2 mg. Rata-rata asupan vitamin A sebesar 697 ±540 RE. Rata-rata asupan vitamin C sebesar 14 ± 8 mg. Berdasarkan uji independent t-test terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pada tingkat kecukupan energi dan protein antara anak balita stunting dan normal. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Nurmiati (2006) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) tingkat kecukupan energi antara balita stunting dan normal, hasil penelitian Lee (2012) juga menemukan bahwa asupan protein, kalsium dan zat besi pada kelompok anak stunting signifikan lebih rendah dibandingkan dengan anak normal, pada penelitian Lee (2012) diketahui bahwa rata-rata asupan protein pada anak stunting sebesar 32.9 ± 1.6 g dan anak normal adalah 39.6 ± 1.3 g, sehingga apabila dilihat dapat dikatakan bahwa rata-rata asupan protein pada kedua kelompok penelitian lebih sedikit dibandingkan dengan penelitian tersebut.

(41)

(80-89 % AKG), normal (90-119%) dan kelebihan (≥120 % AKG) (Depkes 1996). Klasifikasi tingkat kecukupan vitamin dan mineral menurut Gibson (2005) yaitu (1) kurang (<77% AKG); (2) cukup (>=77% AKG). Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi makro anak balita stunting dan normal

Tingkat Kecukupan Stunting Normal Total n % n % n %

81.72±8.40 89.64±8.33 85.6±9.20

Rata-rata±SD tingkat kecukupan protein (%)*

86.3±14.28 98.35±10.9 92.3±13.90

* berbeda signifikan (p<0.05)

Tabel 12 menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi dengan kategori defisit lebih banyak ditemukan pada anak balita stunting (82.6%) dibandingkan dengan anak balita normal (52.8%). Tingkat kecukupan energi dengan kategori normal lebih tinggi terdapat pada anak balita normal (47.8 %) dibanding dengan anak balita stunting (17.4%). Tingkat kecukupan protein dengan kategori defisit lebih banyak pada anak stunting (65.2%) dibanding anak normal (19.6%). Berdasarkan uji t-test terdapat perbedaan antara tingkat kecukupan balita stunting dengan normal (p<0.05) diketahui bahwa tingkat kecukupan balita stunting lebih rendah dibandingkan balita normal. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Hermina dan Prihartini (2011) yaitu terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.000) antara kecukupan energi balita stunting dengan balita normal diketahui bahwa pada anak pendek rata-rata konsumsi energinya lebih rendah dibanding dengan anak yang normal. Hasil penelitian tersebut juga menemukan bahwa untuk tingkat kecukupan protein terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.000) antara anak pendek dengan anak normal. Tingkat kecukupan protein pada anak pendek lebih kecil dibanding anak normal.

(42)

lebih tinggi dibanding balita normal (95.7%). Sedangkan tingkat kecukupan vitamin A dengan kategori kurang lebih banyak ditemukan pada anak balita normal yaitu sebesar 17.4 %.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi mikro anak balita stunting dan normal

Tingkat Kecukupan Zat Gizi Stunting Normal Total n % n % n %

Menurut Unicef (1998) terdapat tiga aspek yang harus diperhatikan untuk memperbaiki kualitas hidup anak yaitu konsumsi pangan (gizi), kesehatan dan stimulasi psikososial. Menurut Soetjiningsih (1995), stimulasi psikososial adalah perangsangan yang datang dari lingkungan luar diri anak dan merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang mendapat stimulus terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibanding dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulus, sehingga dengan tingginya pemberian stimulus psikososial maka perkembangan anak akan lebih baik.

Stimulasi psikososial pada penelitian ini diukur menggunakan instrumen

Home Observational for Measurement of the Environment (HOME) yang terdiri dari delapan subskala dan 55 pertanyaan (Totsika 2004). Pada Tabel 14-21 tersaji data rincian pencapaian stimulasi psikososial yang dilakukan ibu kepada balita pada masing-masing kelompok.

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Gambar 2 Alur dan cara penarikan contoh
Gambaran umum
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga anak balita stunting dan normal
+7

Referensi

Dokumen terkait

dianalisa dari hasil data yang didapat, sampel dengan persalinan preterm tanpa disertai ketuban pecah dini yang gagal diterapi konservatif memiliki rata-rata usia

Tujuan dari penelitian ini adalah membangun sistem informasi menggunakan layanan sistem SMS guna menghasilkan informasi yang lebih cepat dan efisien bagi guru Playgroup

Jenis penelitian pada penelitian ini adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Subyek penerima tindakan adalah siswa kelas VIIA MTsN Nogosari yang berjumlah 22 siswa.

Sehingga dapat diketahui bahwa rata-rata perputaran total asset atau aktiva yang dimiliki oleh hotel bintang empat selama periode tahun 2010 – 2013 dalam

Pilih DUA aplikasi polimer yang disenaraikan dalam (i-iv), cadangkan polimer kejuruteraan yang sesuai bagi setiap aplikasi yang dipilih dengan mengambilkira perkaitan di

Wawancara merupakan suatu bentuk komunikasi semacam tanya jawab secara langsung antara penyelidik dengan subjek berupa percakapan yang bertujuan untuk memperoleh informasi

(1) Penyusunan kurikulum inti untuk setiap program studi pada program sarjana, program Pascasarjana, dan program diploma berpedoman pada Keputusan Menteri Pendidikan Nasional

Language is a symbol of existence of a nation. The distinction of a language could represent the vanished of specific nation or tribe. Government of every nation