• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Struktur Vegetasi pada RTH di Berbagai Land Use di Kota Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Struktur Vegetasi pada RTH di Berbagai Land Use di Kota Depok"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH STRUKTUR VEGETASI PADA RTH DI

BERBAGAI

LAND USE

DI KOTA DEPOK

DESTI FIRZA MULYATI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Pengaruh Struktur Vegetasi pada RTH di Berbagai Land Use di Kota Depok” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2013

Desti Firza Mulyati

(3)

RINGKASAN

DESTI FIRZA MULYATI. Pengaruh Struktur Vegetasi pada RTH di Berbagai Land Use di Kota Depok. Dibimbing oleh ALINDA F.M. ZAIN.

Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya menimbulkan fenomena lingkungan global. Masalah lingkungan seperti pencemaran oleh debu, gas beracun dan gas rumah kaca, masalah kebisingan, suhu udara udara kota yang semakin meningkat serta pengkonversian lahan telah menjadi permasalahan kota. Pertumbuhan kota yang pesat akibat pertambahan jumlah penduduk membutuhkan pembangunan sarana dan prasarana kota yang menunjang sehingga menyebabkan jumlah ruang terbangun di kawasan perkotaan meningkat. Meningkatnya luasan lahan terbangun menyebabkan penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan perkotaan yang kemudian menyebabkan penurunan kenyamanan pada suatu kawasan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga iklim mikro agar tetap memberikan kenyamanan adalah dengan menyediakan ruang terbuka hijau yang memadai.

Penelitian ini dilakukan di Kota Depok dari bulan April hingga bulan September 2012. Peta penutupan lahan Kota Depok dihasilkan dengan mengolah dan mengklasifikasikan data citra Landsat 7 +ETM path/row 122/64 yang

di-overlay dengan peta administrasi Kota Depok. Land use yang dihasilkan berdasarkan peta penutupan lahan adalah industri, Central Bussiness District

(CBD), perumahan dan RTH kota. Masing-masing land use ditentukan tiga kawasan terbesar yang kemudian ditentukan luas ruang terbuka hijaunya dan dirata-ratakan. Luas RTH yang paling mendekati rata-rata adalah yang dipilih sebagai lokasi pengambilan atau pengukuran iklim mikro berupa suhu dan kelembaban udara. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada struktur vegetasi pohon, semak dan rumput pada masing-masing kawasan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat Heavy Weather tipe WS2355 selama tiga hari pada masing-masing struktur vegetasi pada setiap land use sebagai ulangan. Pengukuran dilakukan selama 30 menit pada setiap pohon, semak dan rumput pada pukul 12.30-13.00 WIB disaat cuaca cerah. Data hasil pengukuran kemudian ditabulasikan dan dibuat grafiknya kemudian dilakukan uji analisis statistik dengan uji-t one-way Anova untuk mengetahui adanya perbedaan pengukuran iklim mikro suhu dan udara pada struktur vegetasi pohon, semak dan rumput pada

land use industri, CBD, perumahan dan RTH kota. Analisis nilai Temperature Humidity Index (THI) dilakukan untuk mengetahui tingkat kenyamanan masing-masing land use berdasarkan suhu dan kelembaban udaranya.

(4)

menghasilkan nilai THI paling mendekati nyaman, yakni dengan nilai THI sebesar 28,74-30,94 adalah RTH kota.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(6)

PENGARUH STRUKTUR VEGETASI PADA RTH DI

BERBAGAI

LAND USE

DI KOTA DEPOK

DESTI FIRZA MULYATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Struktur Vegetasi pada RTH di Berbagai Land Use di Kota Depok

Nama : Desti Firza Mulyati

NRP : A44080036

Departemen : Arsitektur Lanskap

Disetujui oleh Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Alinda F.M. Zain, M.Si 19660126 199103 2 002

Diketahui oleh,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA 19480912 197412 2 001

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Struktur Vegetasi pada RTH di Berbagai Land Use di Kota Depok”. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan penulis sejak bulan Maret 2012 sampai September 2012. Penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Alinda F.M. Zain, MSi. selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan motivasi, pemikiran, dan perbaikan hingga terselesaikannya skripsi ini;

2. Dr. Syartinilia, SP, MSi. dan Pingkan Nuryanti, ST, M.Eng selaku dosen penguji atas saran, kritik dan masukkannya;

3. Dr. Ir. Andi Gunawan, MAgr., SC selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan motivasi dan dorongan selama masa kuliah; 4. kedua orang tua, Slamet Mulyo, SE, MSi. dan Kusmiyati, SH. atas

dukungan moral, semangat dan doa yang selalu diberikan kepada penulis, serta kepada adik Muhammad Dwi Saputro;

5. Cherish Nurul Ainy, Nefalianti Destriana, Salwa Edi dan Anggi Aprilian Fahendra yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data, penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini;

6. teman-teman Arsitektur Lanskap 45 tanpa terkecuali, yang sudah sangat super dahsyat;

7. teman-teman arsitektur lanskap 42, 43, 44, 46, 47 dan 48;

(9)

9. teman-teman “Wisma Sakinah” Kadek, Rista, Nuri, Fitri, Jola dan Opi atas semangat dan dukungannya, dan Arima, Dito serta Ardana atas bantuan serta semangatnya.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2013

(10)

RIWAYAT HIDUP

Desti Firza Mulyati dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 10 Desember 1990 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Slamet Mulyo, SE, MSi. dan Kusmiyati, SH. Pendidikan formal penulis berawal pada tahun 1996 di SDN Panjang Wetan 1 Pekalongan yang dilanjutkan jenjang pendidikan di SMP Negeri 2 Pekalongan pada tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMA Negeri 1 Pekalongan dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB.

(11)

DAFTAR ISI

2.2 Penutupan Lahan (land cover) dan Penggunaan Lahan (land use) .... 6

2.2.1 Industri ... 6

2.2.2 Central Bussiness District (CBD) ... 7

2.2.3 Perumahan ... 7

2.2.4 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota ... 8

2.3 Ruang Terbuka Hijau ... 8

2.4 Iklim Mikro ... 10

2.4.1 Suhu atau Temperatur ... 11

2.4.2 Kelembaban Udara ... 12

2.5 Sistem Informasi Geografi (SIG) ... 12

BAB III METODOLOGI ... 15

3.1 Lokasi dan Waktu ... 15

3.2 Batasan Penelitian ... 15

3.3 Alat dan Bahan Penelitian ... 16

3.4 Metode Penelitian... 17

3.4.1 Pengumpulan Data dan Pengambilan Data ... 34

3.4.2 Pengolahan Data Citra ... 34

(12)

3.4.4 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan Industri ... 37

3.4.5 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan CBD ... 38

3.4.6 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan Perumahan .. 39

3.4.7 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan RTH Kota ... 40

3.5 Metode Pengukuran ... 25

3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 28

3.7 Penyusunan Rekomendasi ... 29

BAB IV KONDISI UMUM KOTA DEPOK ... 30

4.1 Letak, Luas dan Batas Lokasi ... 30

4.2 Topografi ... 30

4.3 Iklim ... 31

4.4 Penggunaan Lahan ... 31

4.5 Penduduk ... 32

4.6 Pola Sebaran Kegiatan ... 33

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

5.1 Penutupan Lahan Kota Depok Tahun 2011 ... 34

5.2 Hasil Pengukuran Iklim Mikro tiap Land use ... 37

5.2.1 Iklim Mikro Kawasan Industri ... 37

5.2.2 Iklim Mikro Kawasan CBD ... 40

5.2.3 Iklim Mikro Kawasan Perumahan ... 42

5.2.4 Iklim Mikro Kawasan RTH Kota ... 44

5.3 Analisis Iklim Mikro Struktur Vegetasi Berbagai Land use ... 48

5.3.1 Analisis Iklim Mikro Pohon pada Berbagai Land use ... 48

5.3.2 Analisis Iklim Mikro Semak pada Berbagai Land use ... 51

5.3.3 Analisis Iklim Mikro Rumput pada Berbagai Land use... 54

5.4 Analisis Kenyamanan... 56

5.5 Rekomendasi ... 58

5.5.1 Rekomendasi RTH Kawasan Industri ... 58

5.5.2 Rekomendasi RTH Kawasan CBD ... 59

5.5.3 Rekomendasi RTH Kawasan Perumahan ... 60

5.5.4 Rekomendasi RTH Kawasan RTH Kota... 61

(13)

6.1 Simpulan ... 62

6.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(14)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Alat dan Bahan Penelitian ... 16

2. Jenis Data yang Dibutuhkan ... 18

3. Luasan Kawasan Industri ... 21

4. Luasan Kawasan Central Bussiness District (CBD) ... 22

5. Luasan Kawasan Perumahan ... 23

6. Luasan Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 24

7. Pengukuran Iklim Mikro ... 26

8. Jenis Penggunaan Lahan Kota Depok Tahun 2010 ... 32

9. Luas Penutupan Lahan Kota Depok 2011 ... 36

10. Persentase Luas RTH setiap Land use ... 37

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian. ... 4

2. Peta Administrasi Kota Depok (sumber: RTRW Tahun 2010). ... 15

3. Seperangkat Alat Mini Microclimate Station Heavy Weather. ... 17

4. Proses Pengklasifikasian Data Landsat. ... 19

5. Nilai Akurasi Peta Penutupan Lahan. ... 20

6. Bagan Pemilihan Lokasi Penelitian ... 21

7. Vegetasi di land use industri Kawasan BWK VI Sukatani ... 22

8. Vegetasi di Land Use Central Bussiness District ... 23

9. Vegetasi di Land Use perumahan Bella Casa ... 24

10. Vegetasi di Taman Hutan Rakyat ... 25

11. Bagan Pengambilan Data... 27

12. Hasil Tabel Anova dalam Uji-t. ... 29

13. Contoh Ruang Terbuka Hijau. ... 35

14. Contoh Lahan Terbangun. ... 35

15. Contoh Badan Air. ... 35

16. Grafik Suhu Udara pada Kawasan Industri. ... 38

17. Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Industri. ... 39

18. Grafik Suhu Udara pada Kawasan Central Bussiness District. ... 40

19. Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Central Bussiness District. ... 41

20. Grafik Suhu Udara pada Kawasan Perumahan. ... 43

21. Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Perumahan. ... 44

22. Grafik Suhu Udara pada Kawasan RTH Kota. ... 45

23. Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan RTH Kota. ... 46

24. Grafik Suhu Udara Struktur Vegetasi Pohon. ... 49

25. Grafik Kelembaban Struktur Vegetasi Pohon. ... 50

26. Grafik Suhu Udara Struktur Vegetasi Semak. ... 52

27. Grafik Kelembaban Struktur Vegetasi Semak. ... 53

28. Grafik Suhu Udara Struktur Vegetasi Rumput. ... 54

(16)

30. Contoh RTH Kawasan Industri ... 59

31. Contoh RTH Kawasan CBD... 60

32. Contoh RTH Kawasan Perumahan ... 60

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Data Citra Kota Depok Tahun 2011 ... 67

2. Peta Pemilihan Tiga Kawasan pada Setiap Land use ... 68

3. Peta Penutupan Lahan Kota Depok Tahun 2011 ... 69

4. Hasil Akurasi Peta Landsat 7 +ETM ... 70

5. Peta Lokasi Pengambilan Data Kawasan Industri ... 71

6. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban di Kawasan Industri ... 72

7. Hasil Uji Anova-One Way Antar Struktur Vegetasi di Kawasan Industri 73 8. Peta Lokasi Pengambilan Data Kawasan CBD ... 74

9. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban di Kawasan CBD ... 75

10. Hasil Anova-One Way Antar Struktur Vegetasi di Kawasan CBD ... 76

11. Peta Lokasi Pengambilan Data Kawasan Perumahan ... 77

12. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban di Kawasan Perumahan ... 78

13. Hasil Anova-One Way Antar Struktur Vegetasi di Kawasan Perumahan 79 14. Peta Lokasi Pengambilan Data Kawasan RTH Kota ... 80

15. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban di Kawasan RTH Kota ... 81

16. Uji Anova-One Way Antar Struktur Vegetasi di Kawasan RTH Kota .... 82

17. Uji Anova-One Way Antar Vegetasi Pohon pada Empat Kawasan ... 83

18. Uji Anova-One Way Antar Vegetasi Semak pada Empat Kawasan ... 84

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota merupakan wilayah dengan batas yang jelas antar wilayahnya dan mempunyai peraturan tersendiri akan pembangunan dan perencanaan wilayahnya. Menurut Bauer (2010), istilah kota dapat diartikan sebagai sesuatu yang relatif besar, padat dan tempat bermukim permanen bagi manusia yang dikaitkan dengan aktifitas ekonomi. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya memacu munculnya berbagai fenomena lingkungan global, terutama di daerah perkotaan. Masalah lingkungan fisik seperti pencemaran oleh debu, gas beracun dan gas rumah kaca, masalah kebisingan, suhu udara kota yang semakin meningkat, dan pengkonversian lahan menjadi masalah utama di perkotaan. Fenomena suhu udara kota yang lebih panas di pusatnya daripada suhu di sekeliling kota, yang disebut urban heat island, menjadi masalah yang sangat penting di perkotaan (Irwan, 2005). Pertumbuhan kota yang pesat akibat pertambahan jumlah penduduk membutuhkan pembangunan sarana dan prasarana kota yang menunjang, hal ini menyebabkan adanya penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan perkotaan.

Perkembangan kota yang pesat juga terjadi di Kota Depok, diantaranya disebabkan oleh tingginya angka migrasi penduduk ke Kota Depok yang mengakibatkan meningkatnya kawasan perumahan. Pesatnya pembangunan fisik kota menyebabkan lahan pertanian terkonversi menjadi lahan non pertanian. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu penyebab terjadinya pemanasan global. Emisi kendaraan yang meningkat namun tidak didukung dengan keberadaan ruang terbuka hijau untuk memperbaiki kualitas udara, maka akan mengakibatkan iklim mikro suatu kawasan menjadi gersang dan panas sehingga kenyamanan kawasan tersebut berkurang. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga iklim mikro agar dapat memberikan kenyamanan yang cukup adalah dengan menyediakan ruang terbuka hijau yang memadai.

(19)

meningkatkan kualitas lingkungan kota. Ruang terbuka hijau merupakan elemen kota yang memiliki fungsi estetis dan ekologis. Selain itu RTH juga berfungsi memperbaiki iklim dengan memodifikasi suhu udara dan kelembaban udara sebagai pelindung pengaruh udara, mencegah erosi, mengurangi polusi udara, mengurangi silau pantulan cahaya matahari dan memperindah suatu kota (Grey dan Daneke, 1978). Keberadaan RTH di wilayah perkotaan adalah untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi, sistem mikroklimat maupun sistem ekologis.

Peruntukkan lahan menurut definisi adalah berhubungan dengan kumpulan aktivitas manusia yang berada pada sebidang lahan tertentu (Lillesand dan Kiefer, 1979). Pengaruh ruang terbuka hijau terhadap iklim mikro pada masing-masing peruntukkan lahan tentunya akan berbeda, oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis perbedaan iklim mikro pada struktur vegetasi berupa pohon, semak dan rumput pada peruntukkan lahan yang berbeda. Penentuan land use dilakukan dengan analisis data citra dengan teknik Sistem Informasi Geografi (SIG) kemudian dilakukan pengukuran iklim mikro pada masing-masing land use dengan menggunakan alat Heavy Weather. Peruntukkan lahan (land use) yang ditentukan dalam penelitian ini adalah industri, Central Bussiness District (CBD), perumahan dan RTH kota.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Mengidentifikasi penutupan dan penggunaan lahan pada Kota Depok dengan menggunakan SistemInformasi Geografi (SIG),

2. Mengetahui perbedaan iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada struktur vegetasi yang berbeda (pohon, semak dan rumput) pada setiap

land use (industri, CBD, perumahan dan RTH kota),

(20)

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan mengenai pentingnya menentukan struktur vegetasi yang sesuai untuk memperbaiki kualitas iklim mikro dengan memperbaiki kualitas ruang terbuka hijaunya. Serta dapat dijadikan bahan pertimbangan atau rekomendasi kepada pemerintah daerah setempat.

1.4 Hipotesis

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh nyata pada struktur RTH (pohon, semak, rumput) terhadap suhu udara dan kelembaban di setiap land use (industri, CBD, perumahan dan RTH kota),

2. Terdapat pengaruh nyata iklim mikro (suhu dan kelembaban) pada struktur vegetasi yang sama (pohon dengan pohon, semak dengan semak, rumput dengan rumput) pada land use (perumahan, CBD, industri, RTH kota) yang berbeda.

1.5 Kerangka Pikir Penelitian

(21)

1.6

Perbandingan Pengukuran Iklim Mikro pada Struktur Vegetasi yang berbeda pada setiap land use Alat

Heavy Weather

Rekomendasi RTH tiap land use yang berbeda Analisis Data

Citra Satelit Menggunakan

SIG

Permukiman Industri CBD RTH Kota

Pohon Semak Rumput

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kota

Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas dimana didalamnya terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Komponen yang membentuk suatu kota terdiri dari makhluk hidup, pemerintah, pembangunan fisik, sumber daya alam, sumber daya manusia serta fungsi, tidak hanya terbatas pada bangunan, melainkan juga struktur yang bukan berupa bangunan juga menjadi bagian dari kota (Simonds, 2006). Beberapa negara menggunakan kriteria yang berbeda dalam mendefinisikan komponen kota diantaranya adalah jalur transportasi atau pola jaringan jalan perkotaan, utilitas, dan drainase menjadi penyusun penting sebuah kota yang baik.

Perkembangan dan aktivitas suatu kota akan mempengaruhi kualitas lingkungan perkotaan. Namun, pembangunan yang terus meningkat seringkali tidak menghiraukan tentang keberadaan lahan terbuka hijau, padahal jelas bahwa suatu kota sangat membutuhkan vegetasi sebagai penyeimbang kota, keindahan, rekreasi, tempat olah raga dan penyerap polusi akibat aktivitas kota yang tidak terkendali. Jika ketersediaan lahan untuk vegetasi semakin sedikit maka kota akan menjadi lebih panas dan juga terjadi peningkatan pencemaran udara yang lebih banyak dari daerah sekitarnya.

(23)

2.2 Penutupan Lahan (land cover) dan Penggunaan Lahan (land use)

Penutupan lahan atau land cover dapat didefinisikan sebagai tempat biofisik dari permukaan bumi yang dekat dengan sub permukaan yang terbagi berdasarkan materialnya, yakni seperti vegetasi, tumpukan jerami dan beton yang menutupi permukaan atau suatu lahan (Lillesand dan Kiefer, 1979). Jika suatu bentukan rupa bumi dipotret dari atas atau sering disebut dengan foto udara, citra yang tampak merupakan gambar atau foto dua dimensi dari suatu lahan yang dijadikan objek pemotretan tersebut. Semua yang menutupi lahan yang terpotret dalam foto udara ini disebut dengan penutupan lahan atau land cover.

Penutupan lahan dapat berupa vegetasi (pepohonan, rumput, sawah, ladang, kebun), bangunan, badan air, maupun tanah (Christensen, 2005). Foto udara dengan menggunakan satelit, misalnya Landsat, menunjukkan bahwa penampakkan dari masing-masing penutupan lahan tersebut dicirikan dengan warna. Warna yang berbeda menginterpretasikan penutupan lahan yang berbeda pula. Misalnya untuk penutupan lahan vegetasi biasanya dicirikan dengan warna hijau, badan air dengan warna biru dan bangunan dengan warna ungu. Penampakkan land cover dengan menggunakan bantuan satelit dapat menghasilkan foto udara dengan skala yang berbeda, dari skala mikro, meso hingga makro.

Land use diartikan sebagai penggunaan suatu lahan oleh manusia yang melibatkan campuran sikap dimana atribut biofisik dari lahan dimanipulasi dan digunakan. Hubungan antara land use dan land cover tidak selalu langsung dan nyata. Satu kelas dari land cover dapat mendukung berbagai penggunaan sedangkan satu land use bisa merupakan pengelolaan dari beberapa land cover

yang berbeda (Weng, 2010). Land use yang dominan di perkotaan adalah industri, perumahan, CBD dan RTH kota.

2.2.1 Industri

(24)

perusahaan yang telah memiliki izin usaha kawasan industri. Kawasan industri biasanya mempunyai fasilitas kombinasi yang terdiri dari peralatan-peralatan pabrik, penelitian dan laboratorium untuk pengembangan pembangunan perkantoran, bank, serta prasarana lainnya seperti fasilitas sosial dan umum yang mencakup perkantoran, perumahan, sekolah, tempat ibadah, ruang terbuka dan lainnya. Kawasan industri mempunyai beberapa ciri, yakni lahan sudah dilengkapi sarana dan prasarana, ada suatu badan pengelola yang memiliki usaha kawasan industri dan biasanya diisi oleh industri manufaktur.

2.2.2 Central Bussiness District (CBD)

Central Bussiness District atau sering disebut CBD, menurut Simonds (2006) adalah sebuah pusat kota yang menyediakan tujuan ganda. CBD tidak hanya inti dari sebuah kota besar, melainkan juga sebagai inti yang dinamis dari wilayah maupun kawasan yang melingkupi. Di dalam kawasan CBD biasanya ditemukan pusat pemerintahan, perdagangan, institusi keuangan, pusat hukum dan komunikasi. Menurut Mulyawan (2010) Central Business District memiliki ciri yang membedakannya dari bagian kota yang lain, yaitu adanya pusat perdagangan terutama sektor retail, banyak kantor-kantor institusi perkotaan, tidak dijumpai industri berat atau manufaktur, adanya zonasi vertikal yaitu banyaknya bangunan bertingkat yang memiliki diferensiasi fungsi dan adanya “multi storey” yaitu

perdagangan yang bermacam-macam yang ditandai dengan supermarket atau pusat perbelanjaan modern.

2.2.3 Perumahan

(25)

2.2.4 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota

Taman kota atau RTH kota merupakan suatu kawasan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan yang lengkap dengan segala fasilitasnya untuk melengkapi kebutuhan masyarakat kota sebagai tempat rekreasi aktif maupun pasif. Taman kota biasanya berbentuk area hijau dengan luasan tertentu yang tidak tertutup oleh bangunan ataupun paving dan digunakan sebagai penanaman vegetasi (Simonds, 2006). Selain digunakan sebagai tempat rekreasi warga kota, paru-paru kota, pengendali iklim mikro, konservasi tanah dan air, taman kota juga berfungsi sebagai habitat flora dan fauna terutama burung. Dahlan (2004) menyebutkan dalam bukunya bahwa taman kota merupakan keanekaragaman hayati yang harus diupayakan semaksimal mungkin menjadi suatu komunitas vegetasi yang tumbuh di lahan kota dengan struktur menyerupai hutan alam dan membentuk habitat bagi satwa.

2.3 Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas, maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu tidak tertentu. Ruang terbuka bisa berbentuk jalan, trotoar, atau ruang terbuka hijau seperti taman kota, hutan dan sebagainya. RTH mengalami pembagian berdasarkan karakteristiknya, yaitu:

a. Berdasarkan bentuknya, RTH dibagi menjadi (a) RTH alami berupa habitat liar/alami, kawasan lindung dan (b) RTH binaan berupa pertamanan kota, lapangan olahraga, pemakaman,

b. Berdasarkan sifat dan karakteristik ekologisnya, RTH dibagi menjadi (a) RTH kawasan berupa areal, non linear dan (b) RTH jalur dalam bentuk koridor maupun linear,

(26)

d. Berdasarkan status kepemilikkannya, RTH dibagi menjadi (a) RTH privat dan (b) RTH publik.

RTH mempunyai pola struktur yang ditentukan oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya (Dahlan, 2004). Pola RTH ini dibagi menjadi:

a. RTH struktural, merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang mempunyai pola hierarki planologis yang bersifat antroposentris contohnya taman perumahan, taman lingkungan, taman kota,

b. RTH non struktural, merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang umumnya tidak mengikuti pola hierarki planologis karena bersifat ekosentris, contohnya RTH kawasan lindung, RTH sempadan sungai, RTH sempadan danau dan RTH pesisir.

Ruang terbuka hijau yang didominasi oleh tumbuhan, dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, sebagai sarana lingkungan atau kota, pengamanan jaringan prasarana, dan budidaya pertanian. Selain itu dapat juga digunakan untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah. Ruang terbuka hijau (RTH)di tengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lanskap kota.

(27)

RTH bagi perkotaan sangat penting untuk mengendalikan dan memelihara integritas serta fungsi-fungsi lingkungan.

2.4 Iklim Mikro

Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata pada suatu tempat dalam jangka waktu yang lama. Ilmu iklim mikro atau yang dalam bahasa inggris

microclimatology, adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang kondisi iklim di suatu area yang terbatas (Simonds, 2006). Iklim mikro sendiri mempunyai arti, suatu keadaan cuaca rata-rata bagi suatu daerah tertentu dan terbatas, yang ditentukan dalam jangka waktu yang panjang yang berpengaruh terhadap kenyamanan. Iklim mikro merupakan iklim di lapisan udara yang dekat dengan permukaan bumi, dimana gerak udara lebih kecil karena permukaan bumi yang kasar dan perbedaan suhu yang lebih besar (Frick dan Suskiyanto, 2007).

Vegetasi merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi iklim mikro,

yakni dengan cara mempengaruhi aliran angin, menghasilkan kelembaban, dan

mempengaruhi suhu udara di sekitarnya. Pengaruh dari suhu, kelembaban dan aliran

angin juga mempengaruhi tingkat kenyamanan bagi manusia. Menurut Brooks (1988), suhu udara, kelembaban dan penyinaran adalah elemen iklim yang mempengaruhi kenyamanan manusia, dimana suhu yang terlalu tinggi atau rendah akan mengganggu kegiatan manusia. Kenyamanan yang tepat untuk daerah tropis berkisar antara 27-28°C (Laurie, 1986).

Fandeli dan Muhammad (2009) menyatakan untuk mengetahui tingkat kenyamanan secara kuantitatif biasanya digunakan nilai Temperatur Hunidity Index (THI). Angka kenyamanan dihitung dengan menggunakan salah satu rumus THI berdasarkan persamaan Nieuwolt (1975) sebagai berikut:

Keterangan: T = Suhu udara (°C); RH = Kelembaban Udara (persen)

(28)

maksimum dan minimum, tingkat kelembaban maksimum dan minimum, jumlah hari hujan beserta curah hujan, lama penyinaran, kecepatan angin dan kecenderungan arah, dan besarnya radiasi matahari.

Iklim mikro menjadi faktor yang sangat penting secara praktis dalam perancangan sebuah bangunan yang merupakan bagian dari lingkungan. Sebuah bangunan yang tidak mempertimbangkan kondisi temperatur udara lingkungan mempunyai dampak tidak dapat mereduksi kondisi temperatur luar sesuai dengan kebutuhan kita, begitu halnya dengan kelembaban, bangunan pada daerah tropis sangat mementingkan kebutuhan aliran angin dalam membantu mendorong terjadinya penguapan.

2.4.1 Suhu atau Temperatur

Suhu dinyatakan sebagai derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan termometer (Kartasapoetra, 1986). Satuan suhu yang biasa digunakan adalah derajat celcius (°C) meskipun ada dua skala yang lain yakni Fahrenheit (F) dan Kelvin (K). Suhu seringkali berubah-ubah sesuai dengan tempatnya, misalnya suhu di tempat yang terbuka berbeda dengan suhu di tempat yang tertutup. Faktor yang mempengaruhi perubahan suhu di permukaan bumi adalah jumlah radiasi yang diterima per tahun-per hari-per musim, pengaruh daratan dan lautan, pengaruh ketinggian tempat, dan pengaruh penutup tanah dimana tanah yang ditutup vegetasi mempunyai temperatur yang lebih rendah daripada yang tidak bervegetasi.

(29)

2.4.2 Kelembaban Udara

Kelembaban yakni banyaknya kadar uap air yang ada di udara (Kartasapoetra, 1986). Besarnya kelembaban suatu daerah merupakan faktor yang dapat menstimulasi curah hujan. Kelembaban tertinggi di Indonesia dicapai pada musim hujan dan kelembaban terendah dicapai pada musim kemarau. Kelembaban atau RH dipengaruhi pula oleh adanya pohon-pohon yang berfungsi sebagai pelindung, terutama pepohonan yang ditanamnya rapat. Semakin tinggi suhu udara, maka kelembaban udara yang dihasilkan semakin rendah. Oleh karena itu, secara tidak langsung faktor yang dapat mempengaruhi suhu udara juga dapat mempengaruhi besarnya kelembaban udara.

2.5 Sistem Informasi Geografi (SIG)

Secara umum Sistem Informasi Geografis (SIG) didefinisikan sebagai suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukkan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (Hartoyo, 2010). Komponen lengkap yang digunakan untuk mengoperasikan SIG adalah orang yang menjalankan sistem, aplikasi sebagai prosedur yang digunakan untuk mengolah data, data atau informasi yang dibutuhkan untuk diolah dalam aplikasi, software berupa program aplikasi, dan

hardware yang dibutuhkan dalam menjalankan sistem. Sebagian besar data yang digunakan dalam SIG merupakan data spasial, yaitu sebuah data yang berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya dan mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu informasi lokal (spasial) dan informasi deskriptif atau atribut.

(30)

yang sulit dijangkau oleh manusia dapat dengan mudah tergambar. SIG juga mampu merepresentasikan dunia nyata di atas monitor komputer sebagaimana lembaran peta dapat merepresentasikan dunia nyata di atas kertas, hanya saja SIG memiliki fleksibilitas dibandingkan lembaran peta di kertas.

Data yang digunakan dalam SIG adalah data citra, dimana data citra tersebut perlu diolah lebih lanjut agar dapat diterjemahkan. Proses pengolahan dengan menggunakan SIG dan proses penerjemahannya ini disebut interpretasi citra. Interpretasi citra menurut Purwadhi (2001), merupakan perbuatan mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek yang tergambar di dalam citra, dan menilai arti pentingnya objek tersebut. Interpretasi citra ini dapat dilakukan secara manual dan digital. Selain data citra, sumber data untuk SIG dapat berupa peta, foto udara, tabel hasil observasi lapang maupun instrumen pencatat digital. Analisis dan interpretasi data citra digital dikelompokkan dalam tiga prosedur operasional, yaitu:

a. Pra-pengolahan data digital

Tahap ini mencakup rektifikasi (pembetulan) dan restorasi (pemugaran atau pemulihan) citra. Rektifikasi dan restorasi citra merupakan prosedur operasi agar diperoleh data permukaan bumi sesuai dengan aslinya (tanpa distorsi). Distorsi dapat disebabkan oleh gerakan sensor, faktor media antara, dan faktor objeknya sendiri, sehingga perlu dilakukan pembetulan dan pemulihan kembali. Kegiatan ini bertujuan memperbaiki citra ke dalam bentuk yang lebih mirip pandangan aslinya. Prosedur operasi pada tahap ini disebut operasi pengolahan data awal.

b. Penajaman citra (Citra Enhancement)

(31)

c. Klasifikasi citra (Image Classification)

Klasifikasi citra bertujuan untuk mengelompokkan atau membuat segmentasi mengenai kenampakkan yang homogen dengan teknik kuantitatif. Prosedur pengklasifikasian dilakukan dengan pengamatan dan evaluasi setiap pixel yang terkandung di dalam citra, kemudian dikelompokkan pada setiap kelompok informasi. Klasifikasi secara digital dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu (1) klasifikasi nilai pixel

(32)

BAB III METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian berada di Kota Depok, Propinsi Jawa Barat (Gambar 2). Kota Depok dipilih sebagai lokasi penelitian karena letaknya yang dekat dengan wilayah DKI Jakarta sehingga dimungkinkan menjadi salah satu kota yang berkembang secara pesat dimana luasan ruang terbuka hijaunya semakin berkurang.

Gambar 2. Peta Administrasi Kota Depok (sumber: RTRW Tahun 2010). Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan April yang diawali dengan persiapan yang kemudian dilanjutkan inventarisasi. Waktu pengumpulan data di lapang dilakukan dari bulan Juli hingga bulan September 2012. Pengolahan data dan penyusunan dilakukan selama dua bulan berikutnya.

3.2 Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada:

(33)

menggunakan software Sistem Informasi Geografis (SIG) ERDAS Imagine,

b. Pengukuran iklim mikro pada struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) pada ruang terbuka hijau (RTH) yang terdapat di kawasan terpilih dari masing-masing land use (industri, CBD, perumahan, dan RTH Kota), c. Analisis secara deskriptif dan statistik dari data iklim mikro yang diukur.

3.3 Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Alat dan Bahan Penelitian

Alat Kegunaan

Tiga Perangkat Mini Microclimate Station Heavy Weather Tipe WS2355

Mengukur iklim mikro

Kamera Digital Merekam dan mengambil gambar kondisi lokasi pengambilan data

GPS Membantu menentukan titik sebagai akurasi data citra

Software ArcGIS 9.3 Mengolah data citra Software ERDAS 9.1 Mengolah data citra Software Ms. Excel Mengolah data pengukuran Software Garmin Mengolah data GPS Software IDL 7.0 Memperbaiki data citra

(34)

(a)

(b)

Gambar 3. Seperangkat Alat Mini Microclimate Station Heavy Weather.

Alat ukur iklim mikro Heavy Weather sudah terbukti ketelitiannya dari rangkaian penelitian sebelumnya. Ketelitian alat ini sama dengan alat ukur

hygrometer yaitu untuk suhu udara sebesar 1°C dan kelembaban udara sebesar 6 persen.

3.4 Metode Penelitian

(35)

3.4.1 Pengumpulan dan Pengambilan Data

Tahap pengumpulan data merupakan tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini. Data primer maupun sekunder yang dibutuhkan, dikumpulkan terlebih dahulu agar kemudian dapat diolah. Jenis data yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis Data yang Dibutuhkan

No Data Jenis

Data Sumber

1 Data Citra Kota Depok Sekunder Data Satelit (Landsat 7 +ETM path/row 122/64 Tahun 2011)

2 RTRW Kota Depok Sekunder Bapeda Kota Depok

3 Peta Administrasi Kota Depok Sekunder Bapeda Kota Depok

4 Vegetasi (Nama Spesies, Bentuk

Tajuk, Tinggi Tanaman, Foto) Primer Survei Lapang

5 Data Iklim Mikro (Suhu Udara dan Kelembaban Udara) tersebut diolah dan dianalisis dengan menggunakan software ArcGIS dan ERDAS Imagine untuk menghasilkan peta penutupan lahan. Menurut Lillesand dan Kiefer (1979) analisis data citra dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:

a. Pemulihan Citra (Image Restoration)

Data citra Landsat 7 +ETM yang digunakan memiliki gap (data yang hilang) karena satelit mengalami kerusakan, hal ini mengakibatkan beberapa bagian data citra hilang sehingga data tersebut perlu diperbaiki dengan menggabungkan dua citra yakni data citra tanggal 13 September 2011 dan data citra tanggal 28 Agustus 2011. Penggabungan kedua data citra ini dilakukan dengan menggunakan software IDL 7.0. Gambar 4(a) menunjukkan data citra yang telah digabung dan diperbaiki.

b. Penajaman Citra (Image Enhancement)

(36)

citra, data citra yang telah digabungkan di-subset atau dipotong sesuai dengan wilayah administrasi Kota Depok yang dikerjakan dengan menggunakan software

ArcGIS (Lampiran 1).

c. Klasifikasi Citra (Image Classification)

Tahap klasifikasi citra merupakan tahap yang dilakukan setelah pemulihan dan penajaman data citra (Gambar 4(c)). Klasifikasi citra dilakukan untuk menghasilkan peta penutupan lahan serta dilakukan akurasi terhadap hasil klasifikasi data citra dengan menggunakan software ERDAS Imagine. Klasifikasi citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing. Hasil klasifikasi citra dapat dilihat pada Lampiran 3.

(a) (b) (c) Gambar 4. Proses Pengklasifikasian Data Landsat.

(37)

Gambar 5. Nilai Akurasi Peta Penutupan Lahan.

3.4.3 Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data

Pemilihan lokasi pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil tiga kawasan pada setiap land use yakni perumahan, Central Bussiness District (CBD), industri dan RTH Kota di Kota Depok. Kawasan ini ditentukan berdasarkan digitasi peta Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Depok Tahun 2010 yang di-overlay dengan peta penutupan lahan sehingga luasan dari ruang terbuka hijau pada setiap kawasan tersebut dapat diketahui. Luasan ruang terbuka hijau pada tiga kawasan pada masing-masing land use

(38)

Gambar 6. Bagan Pemilihan Lokasi Penelitian.

3.4.4 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan Industri

Berdasarkan peta RTRW yang telah di-overlay, tiga kawasan industri yang dipilih berada di Bagian Wilayah Kota (BWK) IV Sukatani, BWK III Mekarsari dan BWK VI Jatijajar. Luasan masing-masing kawasan industri dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luasan Kawasan Industri

No Nama Kawasan Luas Ruang Terbuka Hijau (Ha)

Berdasarkan Tabel 3 tentang luasan kawasan industri, rata-rata luasan ruang terbuka hijau yang diperoleh dari ketiga kawasan pada land use industri adalah 5,86 Ha. Luas ruang terbuka hijau yang paling mendekati luasan ruang terbuka hijau rata-rata adalah kawasan industri yang terletak di Bagian Wilayah Kota (BWK) IV Sukatani yakni seluas 5,67 Ha, sehingga pengukuran iklim mikro untuk mewakili land use industri dilakukan kawasan ini.

Pengukuran di kawasan ini dilakukan di tiga titik pada vegetasi yang berbeda, yakni pohon, semak dan rumput. Jenis vegetasi industri kawasan Sukatani dapat dilihat pada Gambar 7.

3 Kawasan Besar

Peta Penutupan Lahan &

Peta Administrasi Depok Luas RTH

Rata-rata Masing-masing Kawasan 4 Lokasi Pengambilan Data

(39)

Gambar 7. Vegetasi di land use industri Kawasan BWK VI Sukatani (dari kiri:

Syzigium aquaeum, Bougenvillea sp., dan Cyperus rotundus.)

3.4.5 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan Central Bussiness District (CBD)

Pemilihan lokasi pengambilan data untuk land use CBD berdasarkan peta RTRW dan peta penutupan lahan, diperoleh tiga kawasan yakni kawasan Margonda Raya, Juanda dan Kota Kembang. Luasan untuk masing-masing kawasan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luasan Kawasan Central Bussiness District (CBD)

No Nama Kawasan Luas Ruang Terbuka

Hijau (Ha)

Luas Lahan Terbangun (Ha)

1 Margonda Raya 22,14 73,89

2 Juanda 7,2 26,28

3 Kota Kembang 25,02 18,18

Rata-rata 18,12

(40)

Gambar 8. Vegetasi di Land Use Central Bussiness District (dari kiri: Ficus benjamina, Agave sp. dan Axonopus compressus.)

3.4.6 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan Perumahan

Berdasarkan peta RTRW dan peta penutupan lahan, tiga kawasan perumahan yang dipilih adalah Pesona Khayangan Residence, Bella Casa Residence dan Depok Residence. Luasan kawasan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Luasan Kawasan Perumahan

No Nama Perumahan Luas Ruang Terbuka Hijau (Ha)

Luas Lahan Terbangun (Ha)

1 Bella casa 4,95 18,09

2 Depok Residence 5,67 24,48

3 Pesona Khayangan 4,07 50,94

Rata-rata 4,89

(41)

Gambar 9. Vegetasi di Land Use perumahan Bella Casa (dari kiri: Psidium guajava, Rhapis excelsa dan Cyperus rotundus.)

3.4.7 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Ruang Terbuka Hijau Kota (RTH)

Pemilihan lokasi pengambilan data untuk land use ruang terbuka hijau kota adalah di Taman Hutan Rakyat (Tahura) Kota Depok. Lokasi ini dipilih karena merupakan satu-satunya RTH kota di Kota Depok.

Tabel 6. Luasan Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

No Nama Kawasan Luas Ruang

Terbuka Hijau (Ha)

Luas Lahan Terbangun (Ha)

1 Taman Hutan Rakyat (Tahura) 7,56 1,08

Total 7,56

(42)

Gambar 10. Vegetasi di Taman Hutan Rakyat (dari kiri: Dillenia pteropoda,

Alocasia machorriza, dan Axonopus compressus.)

3.5 Metode Pengukuran

Masing-masing lokasi pengambilan data yang telah dipilih dan dijelaskan sebelumnya, ditentukan tiga titik pengukuran data iklim mikro yaitu suhu dan kelembaban udara pada struktur vegetasi berupa pohon, semak dan rumput. Tiga struktur vegetasi yang berbeda dipilih agar dapat mengetahui pengaruhnya terhadap iklim mikro. Pengukuran iklim mikro dilakukan dengan menggunakan alat Heavy Weather. Alat ini diletakkan ±1,5 meter dari permukaan tanah karena iklim mikro merupakan iklim di lapisan udara yang dekat dengan permukaan bumi dengan tinggi ±2 meter. Peletakkan alat pengukuran pada lokasi ditentukan secara acak dimana terdapat ketiga struktur vegetasi tersebut.

(43)

Tabel 7. Pengukuran Iklim Mikro

Hari ke- Land Use Lokasi Ulangan ke-

1 CBD Margonda Raya 1

2 CBD Margonda Raya 2

3 CBD Margonda Raya 3

4 Perumahan Bella Casa Residence 1

5 Perumahan Bella Casa Residence 2

6 Perumahan Bella Casa Residence 3

7 RTH Kota Taman Hutan Rakyat 1

8 RTH Kota Taman Hutan Rakyat 2

9 RTH Kota Taman Hutan Rakyat 3

10 Industri Industri BWK Sukatani 1

11 Industri Industri BWK Sukatani 2

12 Industri Industri BWK Sukatani 3

Gambar 11 menunjukkan bahwa pada satu hari dilakukan pengukuran iklim mikro di satu lokasi land use dengan menggunakan tiga alat Heavy Weather

(44)

*terdiri dari 30 data suhu udara dan 30 data kelembaban udara

(45)

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah data iklim mikro untuk setiap kawasan diperoleh adalah mentabulasi data dan membuat grafik. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan software SPSS dengan teknik uji-t. Keuntungan menggunakan teknik ini adalah perbedaan suhu dan kelembaban pada struktur pohon, semak dan rumput pada setiap land use dapat diketahui. Dalam melakukan uji-t ini digunakan tiga hipotesis statistik, yaitu:

a. Kasus 1, mengetahui perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada pohon, semak dan rumput, berikut adalah hipotesisnya:

 H0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada stuktur vegetasi pohon, semak dan rumput

 H1 : ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur pohon, semak dan rumput

b. Kasus 2, mengetahui perbedaan nilai rata-rata kelembaban udara pada pohon, semak dan rumput, berikut adalah hipotesisnya:

 H0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata kelembaban udara pada struktur vegetasi pohon, semak dan rumput

 H1 : ada perbedaan nilai rata-rata kelembaban udara pada struktur vegetasi pohon, semak dan rumput

c. Kasus 3, mengetahui perbedaan nilai rata-rata struktur vegetasi yang sejenis atau sama (contoh: pohon dengan pohon, semak dengan semak, rumput dengan rumput) pada setiap land use, berikut adalah hipotesisnya:

 H0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur vegetasi yang sama pada semua land use

 H1 : ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur vegetasi yang sama pada semua land use

Kriteria keputusan yang digunakan adalah jika:

 Probabilitas atau signifikansi > 0,05 maka H0 diterima  Probabilitas atau signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak

 thitung> ttabel maka tolak H0

(46)

Uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan suhu dan kelembaban udara pada struktur vegetasi dan land use yang diukur. Berikut adalah contoh tabel anova hasil uji-t dengan menggunakan software SPSS (Gambar 12).

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Suhu Between Groups 100.054 2 50.027 1097.942 .000

Within Groups 3.964 87 .046

Total 104.018 89

RH Between Groups 294.034 2 147.017 227.191 .000

Within Groups 56.298 87 .647

Total 350.333 89

Gambar 12. Hasil Tabel Anova dalam Uji-t.

Selain penggunaan uji-t, dilakukan pula pengukuran secara kuantitatif terhadap analisis kenyamanan pada struktur vegetasi pada setiap land use tersebut dengan menggunakan rumus THI. Analisis kenyamanan dilakukan untuk mengetahui tingkat kenyamanan dari iklim mikro yang ada. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kenyamanan:

T menyatakan suhu udara (°C) dan RH menyatakan kelembaban relatif (persen).

3.7 Penyusunan Rekomendasi

Penelitian menghasilkan hasil analisis perbedaan iklim mikro pada land use yang berbeda (industri, CBD, perumahan dan RTH kota) dan pengaruhnya terhadap kenyamanan. Hasil analisis kemudian digunakan untuk menyusun rekomendasi untuk menciptakan RTH yang lebih baik pada setiap land use.

F hitung > F tabel,

(47)

BAB IV

KONDISI UMUM KOTA DEPOK

4.1 Letak, Luas dan Batas Lokasi

Depok merupakan suatu kota yang terletak di Propinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak pada koordinat 6°19’00”-6°28’00” Lintang Selatan dan

106°43’00”-106°55’30” Bujur Timur. Pemerintah Kota Depok merupakan bagian wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan dengan tiga kabupaten dan satu propinsi, yaitu:

a. Sebelah utara berbatasan dengan DKI Jakarta dan Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor c. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Pondokgede Kota Bekasi dan

Kecamatan Gunungsindur Kabupaten Bogor

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunungsindur Kabupaten Bogor.

Luas keseluruhan Kota Depok adalah 20.029 Ha atau 200,29 km2 yang mencakup 11 kecamatan yaitu: Kecamatan Cinere, Kecamatan Limo, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Beji, Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Cipayung, Kecamatan Cilodong, Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Tapos, dan Kecamatan Bojongsari. Letak Kota Depok yang sangat strategis, diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor, menyebabkan Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat seiring meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang tersinkronisasi dengan kota lainnya.

4.2 Topografi

(48)

4.3 Iklim

Kota Depok termasuk ke dalam daerah beriklim tropis dengan perbedaan curah hujan yang cukup kecil serta dipengaruhi oleh iklim musim. Musim kemarau terjadi pada bulan April–September dan musim hujan terjadi pada bulan Oktober–Maret. Temperatur umum Kota Depok adalah sebesar 24,3°C-33°C dengan kelembaban rata-rata sebesar 25 persen, kecepatan angin rata-rata sebesar 14,5 knp dengan penyinaran matahari rata-rata adalah sebesar 49,8 persen. Kota Depok sendiri memiliki curah hujan sebesar 2.684 meter/tahun dengan jumlah hari hujan adalah 222 hari/tahun.

4.4 Penggunaan Lahan

Berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Depok tahun 2010, penggunaan lahan di Kota Depok secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Kawasan terbangun seluas 9.990 Ha atau sekitar 49,88 persen dari luas total Kota Depok, yang berupa perumahan dan permukiman, pendidikan tinggi, jasa dan perdagangan dan kawasan strategis. Penggunaan lahan kawasan terbangun didominasi oleh perumahan dan permukiman dengan luas 7.919 Ha atau sekitar 39,54 persen luas total Kota Depok.

b. Ruang terbuka hijau seluas 10.040 Ha terdiri dari sawah teknis dan non teknis, ladang, kebun, tanah kosong, situ dan danau, lapangan golf, hutan, kawasan strategis berupa TVRI dan RRI, sungai, dan garis sempadan. Kawasan yang luasnya sekitar 50,12 persen dari luas total Kota Depok ini didominasi oleh tegalan atau ladang dengan luas 3.360 Ha atau sekitar 16,78 persen dari luas total.

(49)

Tabel 8. Jenis Penggunaan Lahan Kota Depok Tahun 2010

No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persen

I Kawasan Terbangun 9.990 49,88

1 Perumahan, Permukiman 7.919 39,54

2 Pendidikan Tinggi 448 2,24

4 Pariwisata, Lapangan Golf, Kuburan 836 4,18

5 Hutan 7 0,04 terdiri atas laki-laki 918.835 jiwa dan perempuan 894.777 jiwa. Kecamatan Cimanggis merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lain di Kota Depok, yaitu 252.424 jiwa, sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil adalah kecamatan Limo yaitu 91.749 jiwa.

(50)

penduduk Kota Depok telah mencapai 9.055 jiwa/km2. Kecamatan Sukmajaya merupakan kecamatan terpadat dengan tingkat kepadatan 13.433 jiwa/km2, kemudian Kecamatan Pancoran Mas dengan tingkat kepadatan 12.059 jiwa/km2, sedangkan Kecamatan Sawangan merupakan kawasan dengan kepadatan penduduk terendah dengan kepadatan sebesar 4.977 jiwa/km2.

4.6 Pola Sebaran Kegiatan

(51)

BAB V

HASIL DAN PEMBAH-ASAN

5.1 Penutupan Lahan Kota Depok Tahun 2011

Penutupan lahan merupakan perwujudan secara fisik dari vegetasi, benda alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut. Penelitian ini memerlukan peta penutupan lahan untuk menentukan lokasi pengukuran iklim mikro yang akan dipilih pada masing-masing land use yang berbeda, yakni permukiman, industri, CBD dan taman kota. Penentuan penutupan lahan pada penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) dan penginderaan jarak jauh untuk memudahkan pembuatan peta penutupan lahan, yakni dengan melakukan klasifikasi data citra satelit. Data citra yang digunakan adalah Landsat 7 +ETM

path/row 122/64 tanggal 13 September 2011 dan 28 Agustus 2011 yang dipotong sesuai dengan wilayah administrasi Kota Depok.

Klasifikasi citra bertujuan untuk melakukan kategorisasi secara otomatik dari semua pixel citra ke dalam kelas penutup lahan atau suatu tema tertentu. Dalam penelitian ini, klasifikasi citra yang digunakan adalah klasifikasi terbimbing atau terselia (supervised classification), yaitu proses klasifikasi dengan pemilihan kategori informasi yang diinginkan dengan memilih training area

untuk tiap kategori penutup lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi. Klasifikasi lahan ini dilakukan dengan menggunakan software ERDAS Imagine.

Klasifikasi penutupan lahan pada penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu ruang terbuka hijau (RTH), lahan terbangun dan badan air.

1. Ruang Terbuka Hijau

(52)

Gambar 13. Contoh Ruang Terbuka Hijau. 2. Lahan Terbangun

Kategori klasifikasi lahan terbangun yang dimaksud adalah suatu kawasan yang tertutup oleh struktur buatan manusia, contohnya adalah bangunan dan jalan. Pada interpretasi klasifikasi lahan hasil citra Landsat 7 +ETM, lahan terbangun dicirikan dengan warna merah sampai ungu dan proses pengklasifikasiannya dicirikan dengan warna merah. Contoh lahan terbangun di Kota Depok dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Contoh Lahan Terbangun. 3. Badan Air

Kategori klasifikasi lahan badan air yang dimaksud adalah suatu kawasan atau area yang permukaannya merupakan air, seperti sungai atau danau. Pada interpretasi klasifikasi lahan hasil citra Landsat 7 +ETM dan proses pengklasifikasiannya, badan air dicirikan dengan warna biru. Contoh badan air di Kota Depok dapat dilihat pada Gambar 15.

(53)

Setelah proses pengklasifikasian dengan klasifikasi terbimbing selesai maka menghasilkan peta penutupan lahan Kota Depok yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Tingkat keakuratan peta perlu diuji dengan menggunakan accuracy assessment pada salah satu tools dalam software ERDAS Imagine. Proses untuk melakukan uji akurasi ini didahului dengan mengambil titik kontrol atau sampel, yang disebut Ground Control Point (GCP) dengan menggunakan GPS.

Pengambilan titik sampel dilakukan pada setiap bentuk penutupan lahan yang homogen, dalam penelitian ini yakni lahan terbangun, ruang terbuka hijau dan badan air. Setiap penutupan lahan diambil beberapa sampel area didasarkan atas homogenitas kenampakkannya dan diuji kebenarannya di lapangan. Titik sampel diambil secara menyebar di beberapa daerah di Kota Depok. Akurasi dari semua titik sampel yang sudah diambil dilakukan dengan ERDAS Imagine, dimana dihasilkan akurasi dari peta penutupan lahan Kota Depok tahun 2011 dalam penelitian ini adalah sebesar 88 persen (Lampiran 4). Tingkat ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 persen, berdasarkan hasil akurasi tersebut, peta hasil klasifikasi penutupan lahan yang dihasilkan sudah dapat digunakan dalam penelitian ini. Informasi luasan penutupan lahan yang ada di Kota Depok berdasarkan hasil klasifikasi data citra dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Luas Penutupan Lahan Kota Depok 2011

No Klasifikasi Luas (Ha) Luas (persen)

1 Lahan Terbangun 8820,63 43,61

2 Ruang Terbuka Hijau 10173,5 50,30

3 Badan Air 1232,37 6,09

Total 20226,5 100

Berdasarkan data pada Tabel 9, diketahui bahwa persentase ruang terbuka hijau adalah sebesar 50,30 persen dari luas total Kota Depok. Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 2 tentang proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota, maka Kota Depok masih memiliki proporsi ruang terbuka hijau yang baik.

(54)

berdasarkan data Tabel 9 sebesar 6,09 persen dari luas total wilayah kota. Badan air yang dominan di Kota Depok adalah danau di Universitas Indonesia dan situ yang tersebar di Kota Depok.

Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan land use yang berbeda untuk melihat pengaruhnya terhadap iklim mikro, dilihat berdasarkan luas RTH-nya yang diperoleh dari peta penutupan lahan yang di-overlay dengan peta penggunaan lahan Kota Depok sehingga dapat diketahui luas RTH tersebut. Luas dan persen RTH pada masing-masing land use dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Persentase Luas RTH setiap Land use

Land Use RTH Keterangan: RTH= Ruang Terbuka Hijau

LB = Lahan Terbangun BA = Badan Air

Perhitungan persentase luas RTH pada Tabel 10 diperoleh dari perbandingan luas RTH pada setiap land use dibandingkan dengan jumlah luas lahan terbangun dan badan air pada kawasan keseluruhan. Berdasarkan perhitungan, persentase luas RTH terbesar hingga terkecil: RTH kota, CBD, industri, dan perumahan.

5.2 Hasil Pengukuran Iklim Mikro tiap Land use

5.2.1 Iklim Mikro Kawasan Industri

(55)

merupakan salah satu industri yang bergerak di bidang furniture yakni lampu hias. Perusahaan tersebut terletak di Bagian Wilayah Kota (BWK) Sukatani. Peta lokasi pengambilan data iklim mikro pada kawasan industri dapat dilihat pada Lampiran 5.

Pengukuran iklim mikro berupa suhu dan kelembaban dilakukan pada pohon jambu air (Syzigium aquaeum) dengan tinggi ±7 meter, semak bugenvil (Bougenvillea sp.) dengan tinggi ±2 meter dan rumput teki (Cyperus rotundus). Hasil pengukuran suhu dan kelembaban dapat dilihat pada Lampiran 6. Berikut disajikan grafik pengukuran suhu dan kelembaban pada Gambar 16.

Gambar 16. Grafik Suhu Udara pada Kawasan Industri.

Gambar 16 merupakan grafik pengukuran suhu udara yang dilakukan di kawasan industri dengan vegetasi pohon, semak dan rumput. Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa dari awal pengukuran pada vegetasi pohon dan semak, hasil yang diperoleh adalah stabil, sedangkan pada vegetasi rumput terjadi penurunan. Namun dapat dilihat bahwa suhu udara yang dihasilkan dari pengukuran di bawah naungan pohon, diperoleh hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan semak, sedangkan untuk hasil suhu udara semak diperoleh hasil yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan rumput. Rata-rata suhu yang diperoleh adalah 34,47°C untuk pohon, sebesar 35,76°C untuk semak dan sebesar 40,36°C untuk rumput.

Perbedaan hasil dapat disebabkan karena pohon memiliki area naungan yang lebih luas dibandingkan semak dan rumput, sehingga pohon lebih mereduksi suhu dibandingkan semak dan rumput. Rumput menghasilkan suhu udara yang paling tinggi, hal ini dapat disebabkan karena rumput menerima cahaya dan panas

(56)

dari matahari secara langsung tanpa ternaungi, sehingga suhu yang dihasilkan menjadi lebih tinggi.

Gambar 17. Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Industri.

Gambar 17 merupakan grafik hasil pengukuran kelembaban udara yang dilakukan di kawasan CBD dengan vegetasi pohon, semak dan rumput. Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa dari awal pengukuran hingga selesai, hasil yang diperoleh pada kedua vegetasi adalah stabil, kecuali pada vegetasi pohon yang sedikit mengalami kenaikan kemudian penurunan. Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa kelembaban udara yang dihasilkan rumput adalah yang paling rendah dibandingkan dengan semak kemudian pohon menghasilkan kelembaban udara paling tinggi. Rata-rata dari tiga pengulangan pengukuran kelembaban udara yang dilakukan diperoleh hasil sebesar 47,79 persen untuk pohon, 44,61 persen untuk semak dan 37,60 persen untuk rumput.

Hasil yang berbeda antara vegetasi pohon, semak dan rumput ini dapat disebabkan karena pohon mempunyai kemampuan untuk menghasilkan uap air dari proses evapotranspirasi yang lebih besar dibandingkan dengan semak dan rumput. Begitu pula dengan semak, karena semak mempunyai kemampuan menghasilkan uap air lebih besar dibandingkan dengan rumput, maka kelembaban di sekitar semak lebih tinggi dibandingkan dengan kelembaban di rumput.

Uji statistik pada hasil pengukuran iklim mikro berupa suhu dan kelembaban menyatakan bahwa suhu udara dan kelembaban pada pohon, semak dan rumput berbeda pada taraf nyata 5 persen (Lampiran 7).

(57)

30.00 5.2.2 Iklim Mikro Kawasan Central Bussiness District (CBD)

Kawasan CBD di Kota Depok berpusat di Margonda Raya. Selain di Margonda Raya, perkembangan CBD juga terjadi di sepanjang Jalan Juanda dan sekitar akses jalan menuju Kota Kembang. Perkembangan kawasan perdagangan terjadi sangat pesat sehingga wilayah yang menjadi daerah pengembangannya menjadi sangat padat. Daerah yang paling mudah dilihat kepadatannya adalah Margonda Raya karena sepanjang jalan Margonda Raya banyak terdapat toko-toko dan pusat perbelanjaan.

Lahan terbangun yang sangat padat di Margonda Raya ini menyebabkan ketersediaan ruang terbuka hijaunya tidak cukup terpenuhi. Ruang terbuka hijau yang dapat ditemui di sepanjang Margonda Raya sebagian besar adalah RTH linear yang merupakan median jalan ataupun vegetasi peneduh di sepanjang area pejalan kaki. Pengukuran iklim mikro pada vegetasi pohon, semak dan rumput dilakukan di RTH linear yang berada di depan Balaikota (Lampiran 8).

Data pengukuran iklim mikro yang diambil merupakan data suhu udara dan kelembaban yang diambil di bawah naungan pohon, semak dan rumput (Lampiran 9). Pengukuran iklim mikro untuk vegetasi pohon dilakukan di bawah naungan pohon beringin (Ficus benjamina) dengan karakteristik tinggi pohon ±5 meter dengan tajuk yang membulat. Pengukuran untuk vegetasi semak dilakukan pada tanaman agave (Agave sp.) dengan tinggi ±1,5 meter, sedangkan pengukuran untuk rumput dilakukan pada rumput gajah (Axonopus compressus). Gambar 18 berikut merupakan grafik suhu udara pada kawasan CBD.

(58)

Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa dari awal pengukuran hingga akhir terjadi peningkatan yang stabil. Namun, suhu udara yang dihasilkan dari pengukuran di bawah naungan pohon, diperoleh hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan semak, sedangkan untuk hasil suhu udara semak diperoleh hasil yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan rumput. Hal ini dapat diakibatkan karena pohon memiliki area naungan yang lebih luas dibandingkan semak dan rumput, sehingga suhu yang dihasilkan pohon lebih rendah. Demikian pula dengan semak yang memiliki area naungan yang lebih luas dibandingkan rumput yang tidak memiliki naungan, menghasilkan suhu udara yang lebih rendah.

Rata-rata dari tiga pengulangan pengukuran suhu udara yang dilakukan, diperoleh hasil untuk pohon adalah 33,55°C untuk semak adalah 34,54°C dan untuk rumput adalah 36,11°C. Hal ini menunjukkan bahwa pohon memiliki rata-rata suhu yang lebih rendah, sehingga pohon lebih mereduksi suhu jika dibandingkan dengan semak dan rumput.

Gambar 19. Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Central Bussiness District.

Gambar 19 merupakan grafik pengukuran kelembaban udara yang dilakukan di kawasan CBD dengan vegetasi pohon, semak dan rumput. Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa pada awal pengukuran vegetasi semak memiliki kelembaban udara yang paling tinggi kemudian pohon dan rumput. Namun, pada akhir pengukuran yang memiliki kelembaban paling tinggi adalah pohon kemudian diikuti semak dan rumput. Rumput memiliki kelembaban udara yang paling rendah jika dibandingkan dengan pohon dan semak.

(59)

Hasil yang berbeda ini dapat disebabkan karena pohon mempunyai kemampuan untuk menghasilkan uap air dari proses evapotranspirasi yang lebih besar dibandingkan dengan semak dan rumput. Begitu pula dengan semak yang mempunyai kemampuan menghasilkan uap air lebih besar dibandingkan dengan rumput, maka kelembaban di sekitar semak lebih tinggi. Rata-rata dari tiga pengulangan pengukuran kelembaban udara diperoleh hasil untuk pohon adalah 52,91 persen, untuk semak adalah 52,84 persen dan untuk rumput adalah 49,04 persen.

Uji statistik yang dilakukan pada hasil pengukuran iklim mikro berupa suhu dan kelembaban menyatakan bahwa suhu udara dan kelembaban pada pohon, semak dan rumput berbeda pada taraf nyata 5 persen (Lampiran 10).

5.2.3 Iklim Mikro Kawasan Perumahan

Peningkatan jumlah penduduk sangat berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan tempat tinggal, yakni peningkatan kebutuhan perumahan. Pembangunan perumahan lebih sering terkonsentrasi di wilayah yang dekat dengan pusat kota atau pusat perdagangan, karena aksesibilitasnya yang mudah dijangkau. Perumahan yang nyaman bagi para penghuninya sebaiknya memiliki kebutuhan ruang terbuka hijau yang mencukupi. Semakin tinggi ruang terbuka hijaunya maka iklim mikro kawasan perumahan tersebut akan semakin nyaman.

Bella Casa Residence merupakan sebuah perumahan di Depok yang terletak di Bagian Wilayah Kota VII Sukmajaya. Tanaman-tanaman yang ditanam di areal perumahan tergolong baru dan masih belum mencapai tinggi yang maksimal untuk pohonnya. Selain itu, ruang terbuka hijau tersedia dalam bentuk linear, yakni sepanjang jalan atau di depan halaman rumah masing-masing. Pengukuran iklim mikro untuk vegetasi pohon, semak dan rumput dilakukan di salah satu ruang terbuka hijau linearnya (Lampiran 11).

(60)

dilakukan di atas rumput teki (Cyperus rotundus). Berikut merupakan hasil pengukuran suhu udara pada kawasan perumahan yang disajikan dalam bentuk grafik (Gambar 20).

Gambar 20. Grafik Suhu Udara pada Kawasan Perumahan.

Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa dari awal pengukuran hingga akhir suhu yang dihasilkan stabil. Suhu udara di bawah naungan pohon lebih rendah dibandingkan suhu pada semak, sedangkan untuk hasil suhu udara semak diperoleh hasil yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan rumput. Hal ini dapat diakibatkan karena pohon memiliki area naungan yang lebih luas dibandingkan semak dan rumput, sehingga suhu yang dihasilkan oleh pohon lebih rendah.

Jika dilihat rata-rata dari tiga pengulangan pengukuran suhu udara yang dilakukan, diperoleh hasil untuk pohon adalah 35,18°C untuk semak adalah 38,96°C dan untuk rumput adalah 39,84°C. Hal ini menunjukkan bahwa pohon memiliki rata-rata suhu yang lebih rendah jika dibandingkan dengan semak dan rumput, sehingga pohon lebih mereduksi suhu.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian.
Gambar 2. Peta  Administrasi Kota Depok (sumber: RTRW Tahun 2010).
Gambar 3. Seperangkat Alat Mini Microclimate Station Heavy Weather.
Gambar 6.  Bagan Pemilihan Lokasi Penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pertama, berdasarkan dari rumusan masalah faktor terjadinya perdebatan ideologi Khilafah Islam versus Pancasila di kalangan generasi milenial melalui media sosial adalah karena

1) Diskon, yaitu pengurangan harga karena perbedaanjumlah produk yang dibeli, waktu pembelian dan pembayaran. 2) Harga Geografis, yaitu penetapan harga karena ongkos angkut

 Structural Ties (X3)adalah membangun hubungan yang lebih kuat dengan pelanggan. Dalam hal ini structural ties mengarah pada penghargaan dan pengertian yang tinggi

Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 yang telah dijelaskan diatas, serta berdasarkan penelitian terdahulu mengenai pemanfaatan informasi laporan

Pada tahap eksplorasi terlihat kurang berjalan secara optimal hal ini terlihat dari ketika guru sedang menjelaskan materi dan memberikan contoh dari materi yang

Perbedaan tekanan stagnan pada titik 2 ini dengan “static pressure” yang timbul pada “static tube” menunjukkan peningkatan/kenaikan tekanan yang berhubungan

GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (GPAI) LPTK IAIN SUNAN AMPEL SURABAYA..

Pembuatan konfigurasi keamanan yang baik pada firewall dalam suatu jaringan menunjang tingkat proteksi yang tinggi terhadap suatu server dan database di