• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan Intensitas Larutan Hara terhadap Pertumbuhan Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides L.) yang Dibudidayakan Secara Aeroponik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaturan Intensitas Larutan Hara terhadap Pertumbuhan Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides L.) yang Dibudidayakan Secara Aeroponik"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PENGATURAN INTENSITAS LARUTAN HARA TERHADAP

PERTUMBUHAN TANAMAN AKAR WANGI (

Vetiveria

zizanioides

L.) YANG DIBUDIDAYAKAN SECARA

AEROPONIK

ENDRO PRIHERDITYO

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaturan Intensitas Larutan Hara terhadap Pertumbuhan Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides L.) yang Dibudidayakan Secara Aeroponik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

(4)

ABSTRAK

ENDRO PRIHERDITYO. Pengaturan Intensitas Larutan Hara terhadap Pertumbuhan Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides L.) yang Dibudidayakan Secara Aeroponik. Dibimbing oleh SLAMET SUSANTO dan YUDI CHADIRIN.

Percobaan ini dilaksanakan guna mempelajari respon pertumbuhan tanaman akar wangi atau vetiver (Vetiveria zizanioides L.) secara aeroponik. Aplikasi aeroponik dilaksanakan di greenhouse University Farm Cikabayan Kampus IPB Dramaga pada bulan Februari–Mei 2013. Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak, 4 perlakuan 3 ulangan. Perlakuan yang dilakukan adalah 1 menit pemberian durasi (On) 4 menit jeda (Off) 1 bibit per lubang, 1 menit On 4 menit Off 2 bibit per lubang, 2 menit On 8 menit Off 1 bibit per lubang, dan 2 menit On 8 menit Off 2 bibit per lubang. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan 2 menit On 8 menit Off 1 bibit per lubang dan perlakuan 2 menit On 8 menit Off 2 bibit per lubang berpengaruh pada panjang akar tanaman vetiver. Perlakuan 1 menit On 4 menit Off 2 bibit per lubang memiki jumlah akar terbanyak. Seluruh perlakuan tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman vetiver, kandungan klorofil, dan kehijauan daun vetiver. Secara keseluruhan, sistem aeroponik menghasilkan pertumbuhan akar vetiver lebih baik dibandingkan budidaya di lahan.

Kata kunci: akar wangi, aeroponik, hara, lingkungan mikro, vegetatif

ABSTRACT

ENDRO PRIHERDITYO. Nutrients Solution Intesity Control of Vetiver (Vetiveria zizanioides L.) Growth in Aeroponic Cultivation. Supervised by SLAMET SUSANTO and YUDI CHADIRIN.

The experiment was conducted to study the growth respons of vetiver (Vetiveria zizanioides L) in aeroponic cultivation. Aeroponic application implemented in greenhouse of University Farm IPB Dramaga, Bogor in February-May 2013. Experiment was using Randomized Complete Block Design, 4 treatments 3 replications. The treatments were 1 minute nutrients application (On) 4 minutes pause (Off) 1 seed per planting hole, 1 minutes On 4 minutes Off 2 seeds per planting hole, 2 minute On 8 minutes Off 1 seed per planting hole, 2 minutes On 8 minutes Off 2 seeds per planting hole. The result showed that the treatment of 2 minutes On 8 minutes Off 1 seed per planting hole and the treatment of 2 minutes On 8 minutes Off 2 seeds per planting hole affect on vetiver root length. The treatment of 1 minute On 4 minutes Off 2 seeds per planting hole had a highest number of roots result. All treatments did not affect to plant height, chlorophyll content, and vetiver leafes greenness. Over all, aeroponic system resulted root growth better than fields.

Key words: aeroponics, micro environments, nutrients, vegetative, vetiver

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PENGATURAN INTENSITAS LARUTAN HARA TERHADAP

PERTUMBUHAN TANAMAN AKAR WANGI (

Vetiveria

zizanioides

L.) YANG DIBUDIDAYAKAN SECARA

AEROPONIK

ENDRO PRIHERDITYO

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaturan Intensitas Larutan Hara terhadap Pertumbuhan Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides L.) yang Dibudidayakan Secara Aeroponik

Nama : Endro Priherdityo

NIM : A24090038

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Slamet Susanto, MSc Pembimbing I

Dr Yudi Chadirin, STP, MAgr Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 ini ialah budidaya akar wangi, dengan judul Pengaturan Intensitas Larutan Hara terhadap Pertumbuhan Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides L.) yang Dibudidayakan Secara Aeroponik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Prof Dr Ir Slamet Susanto, MSc dan Dr Yudi Chadirin, STP, MAgr selaku pembimbing skripsi,

2. Dr Ir Sudradjat, MS selaku dosen penguji yang telah banyak member masukan dan saran terhadap skripsi ini,

3. Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP, MSi, dan Dr Ir Anas Dinurrohman Susila, MSi yang juga telah banyak memberi saran selama penelitian,

4. PT Indesso Aroma yang telah mendanai penelitian ini,

5. Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc selaku pembimbing akademik penulis,

6. Dr Yusuf Hendrawan dari Universitas Brawijaya,

7. Dr Muhammad Syukur, SP, MS dari Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB,

8. Ibu D. Seswita dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, 9. Ibu Endang beserta staf Stasiun Klimatologi Klas I Darmaga, 10.Bapak Mamat beserta staf University Farm Kebun Percobaan

Cikabayan IPB,

11.Ulya Zulfa, SP; Resti Putri, SP; dan Nurul Fauziah, SP yang telah dengan baik hati membantu selama penelitian,

12.Ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya,

13.Juga kepada seluruh sahabat penulis dan Socrates AGH 46 atas semangat yang diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Tujuan Penelitian 2 

Hipotesis 2 

TINJAUAN PUSTAKA 2

Tinjauan Botani, Ekologi, dan Ekonomi Tanaman Akar Wangi 2 

Teknik Budidaya Akar Wangi di Indonesia 3 

Teknologi Aeroponik dalam Budidaya Tanaman 4 

METODE 4 

Waktu dan Tempat 4 

Bahan dan Alat 4 

Analisis Data 4

Prosedur Penelitian 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 

Perumbuhan Vegetatif 6 

Perkembangan Fisiologis Tanaman 10 

Kondisi Mikro Lingkungan Aeroponik 11 

KESIMPULAN DAN SARAN 16 

Kesimpulan 16 

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16 

LAMPIRAN 19

(10)

DAFTAR TABEL

1 Tabel pengamatan parameter pertumbuhan vegetatif 10 MSP tanaman vetiver yang dibudidayakan secara aeroponik 7  2 Tabel analisis kehijauan daun tanaman vetiver yang dibudidayakan

secara aeroponik 11 

3 Tabel analisis kandungan klorofil tanaman vetiver pada sistem

aeroponik 11 

DAFTAR GAMBAR

1 Pola pertumbuhan panjang akar (cm) vetiver secara aeroponik selama

10 MSP [n = 18] 8 

2 Pola pertumbuhan jumlah akar (unit) vetiver secara aeroponik selama

10 MSP [n = 18] 8 

3 Pola pertumbuhan jumlah daun (unit) vetiver secara aeroponik selama

10 MSP [n = 18] 9 

4 Pola pertumbuhan jumlah anakan (unit) vetiver secara aeroponik

selama 10 MSP [n = 18] 9 

5 Pola pertumbuhan tinggi tanaman (cm) vetiver secara aeroponik selama

10 MSP [n = 18] 10 

6 Pola intensitas radiasi matahari (MJ m-2) selama perlakuan aeroponik 13  7 Pola suhu [°C] dan kelembaban nisbi (RH) [%] greenhouse tanaman

vetiver secara aeroponik pada 0–10 MSP 13 

8 Pola suhu daerah perakaran (°C) tanaman vetiver secara aeroponik pada

0–10 MSP 14 

9 Pola kehilangan air (liter hari-1 tanaman-1) pada 0–10 MSP. 14  10 Pola nilai EC (mmhos cm-1) pada 0–10 MSP 15  11 Pola nilai derajat keasaman (pH) larutan hara 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai tengah dan sidik ragam parameter panjang akar (cm) vetiver

selama 10 MSP 19 

2 Nilai tengah dan sidik ragam parameter jumlah akar (unit) vetiver

selama 10 MSP 19 

3 Nilai tengah dan sidik ragam parameter jumlah daun (helai) vetiver

selama 10 MSP 20 

4 Nilai tengah dan sidik ragam parameter jumlah anakan (unit) vetiver

selama 10 MSP 21 

5 Nilai tengah dan sidik ragam parameter tinggi tanaman (cm) vetiver

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Akar wangi (Vetiveria zizanioides L.) atau vetiver adalah tanaman tahunan yang termasuk famili Graminae. Tanaman ini telah lama diketahui kegunaan dan manfaatnya berupa akar dan minyak atsiri yang terkandung pada tanaman vetiver. Santoso (1993) mengungkapkan bahwa vetiver telah menjadi komoditas yang paling dicari oleh orang eropa sejak Perang Dunia I sebagai bahan baku dari parfum. Terdapat tiga produsen utama vetiver di dunia, yaitu Haiti, Bourbon Perancis di Pasifik, dan Garut di Indonesia. Setiap tahunnya, kebutuhan minyak vetiver terus meningkat. Akan tetapi, kebutuhan ini masih terkendala dari segi kuantitas dan kualitas produksi dari tanaman vetiver. Santoso (1993) serta Lutony dan Rahmayanti (1994) menyatakan bahwa produksi tanaman vetiver dari Indonesia hanya mampu memenuhi sekitar 20% dari kebutuhan minyak vetiver dunia. Rendahnya kemampuan Indonesia dalam memasok kebutuhan tanaman vetiver ini diduga karena teknik budidaya vetiver yang diterapkan oleh petani vetiver di Indonesia masih tergolong tradisional.

Damanik (1995) menemukan permasalahan dalam agroindustri vetiver di Indonesia, khususnya di Garut, adalah masalah pada tingkat produsen atau petani yang masih terkedala dengan produktivitas vetiver yang rendah dan masih menggunakan bibit jenis lokal tanpa adanya seleksi. Selain dari produktivitas, masalah vetiver lainnya dinyatakan Kardinan (2005) adalah hasil minyak vetiver yang masih belum seragam dan bermutu rendah. Salah satu solusi yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah tersebut adalah dengan penerapan teknologi budidaya yang lebih maju. Teknologi yang lebih maju ini penting untuk diterapkan guna meningkatkan produktivitas dan kualitas dari produksi tanaman vetiver.

Salah satu teknologi maju dalam teknik budidaya adalah dengan menggunakan sistem aeroponik. Aeroponik adalah sistem bercocok tanam dalam media tanpa tanah dimana akar ditempatkan dalam media dan akar digantung serta disemprotkan larutan hara (Resh 2004). Sistem aeroponik selama ini digunakan dalam budidaya sayuran seperti selada, kubis, dan melon, serta jarang digunakan pada tanaman selain sayuran. Sistem aeroponik populer diterapkan di Israel, Itali, dan Amerika Serikat (Harris 1994).

(12)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendapatkan informasi pengaturan rentang waktu pengairan yang sesuai untuk tanaman vetiver; (2) mendapatkan informasi produktivitas dan kualitas produk tanaman vetiver yang dibudidayakan secara aeroponik.

Hipotesis

1. Pemberian unsur hara secara terus menerus setiap 4 menit lebih baik dari 8 menit.

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Botani, Ekologi, dan Ekonomi Tanaman Akar Wangi

Santoso (1993) menjelaskan bahwa tanaman akar wangi atau vetiver (Vetiveria zizanioides L.) adalah tanaman yang berasal dari India, Birma, dan Sri Lanka. Tanaman yang sudah digunakan di berbagai negara Asia, Amerika, Afrika, dan Australia ini tidak diketahui secara pasti kapan mulai dibudidayakan di Indonesia. Tanaman vetiver masih termasuk golongan Graminae dan mempunyai bentuk berupa rumpun yang lebat, akar tunggal bercabang banyak, dan berwarna kuning pucat atau abu-abu sampai merah tua. Rumpun pada vetiver memiliki anak rumpun yang dapat dijadikan bibit. Panjang tangkai daun vetiver dapat mencapai sekitar 1.5–2 meter. Tanaman vetiver mempunyai karakter daun yang kaku, berwarna hijau sedang hingga kelabu, panjang sekitar 70–100 cm. Bunga tanaman vetiver berwarna hijau atau ungu serta berada di pucuk tangkai daun.

(13)

3 Santoso (1993) menyebutkan bahwa nilai ekonomi tanaman vetiver terdapat pada akarnya. Santoso (1993) dan Kardinan (2005) menjelaskan bahwa 60% dari bagian akar tanaman vetiver mengandung senyawa vetivenol (vetiverol). Senyawa lain yang terdapat pada akar tanaman akar wangi adalah asam vetivenat, trisiklovetiven, vetiverol ester, asam benzoate, asam palmitat, serta α dan β vetiverone. Minyak dari akar wangi secara umum digunakan sebagai bahan baku dari parfum, kosmetik, pewangi sabun, obat-obatan, dan pembasmi serangga. Selain itu, minyak vetiver diketahui sebagai pengikat aktif (fiksatif) yang kuat. Trubus (2009) menyatakan bahwa dalam 1 Hektar lahan tanaman vetiver dapat menghasilkan 10 ton akar dan dipanen pada umur 18 bulan. Akar tersebut kemudian diolah guna menghasilkan minyak vetiver dengan rendemen 1–1.5%. Apabila penyulingan dilakukan dengan akar yang kering tanpa bonggol, menghasilkan minyak dengan rendemen 0–1.5%. Harga minyak tanaman vetiver dari penyulingan antara Rp800 000–Rp825 000 per kilo.

Teknik Budidaya Akar Wangi di Indonesia

Damanik (1995) menyatakan bahwa budidaya tanaman vetiver di Indonesia secara umum masih diusahakan dalam skala usaha yang kecil. Para petani tanaman vetiver masih menggunakan teknik budidaya tradisional dengan sistem monokultur ataupun tumpang sari dengan sayuran. Bahan tanam tanaman vetiver yang umumnya dipakai oleh para petani di Kabupaten Garut adalah berasal dari bonggol jenis lokal tanpa adanya seleksi. Jarak tanam yang digunakan sangatlah bervariasi, yaitu 20 × 20 cm, 25 × 30 cm, 30 × 30 cm, 30 × 40 cm, 40 × 40 cm, 40 × 60 cm, dan 40 × 80 cm. Kegiatan budidaya tanaman vetiver secara monokultur dilakukan praktis tanpa adanya kegiatan pemupukan ataupun pemeliharaan lainnya. Kegiatan pemupukan dan pemeliharaan dilakukan apabila tanaman vetiver dibudidayakan secara tumpang sari dengan sayuran.

(14)

4

Teknologi Aeroponik dalam Budidaya Tanaman

Resh (2004) menjelaskan bahwa aeroponik adalah usaha bercocok tanam dalam media tanpa tanah dimana akar ditempatkan dalam media dan akar digantung serta disemprotkan larutan hara dalam bentuk kabut. Cara budidaya seperti ini biasa dilakukan pada tanaman sayuran dan buah, seperti selada, mentimun, melon dan tomat.

Pagliarulo dan Hayden (2002) menerangkan bahwa keunggulan sistem budidaya aeroponik dibandingkan dengan budidaya konvensional adalah dalam hal pertumbuhan akar. Selain pertumbuhan akar, keunggulan aeroponik yang lain adalah: 1) akar bersih dari partikel-partikel tanah, organisme tanah, atau hal-hal yang dapat mengkontaninasi tanaman; 2) aeroponik dapat meningkatkan pertumbuhan akar dan pematangan fisiologi akar; 3) aeroponik berpotensi menngkatkan produktivitas akar dan kandungan fitokimia karena ketersediaan hara dan air pada aeroponik; 4) pertumbuhan akar dapat dimanipulasi dengan pengaturan asupan hara, suhu, dan aplikasi aeroponik.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di greenhouse Kebun Percobaan Cikabayan Kampus IPB Dramaga (240 mdpl) pada bulan November hingga Juli 2013. Perlakuan dilaksanakan dari bulan Februari hingga Mei 2013. Pengamatan analisis kandungan klorofil dilakukan di Laboratorium Spektofotometer-UV Departemen Agronomi dan Hortikultura pada bulan Maret 2013. Pengambilan data intensitas radiasi matahari dilakukan di Stasiun Klimatologi BMKG Dramaga, Bogor pada bulan Mei 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah 18 bibit tanaman vetiver varietas Verina 2 yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro), Larutan nutrisi AB Mix Yoshida et al. (1979), dan styrofoam. Bibit berumur 3 bulan setelah tanam. Alat yang digunakan adalah mesin aeroponik, EC meter, pH meter, busa tanam, termometer ruangan dan RH meter, termometer akar, penggaris 30 cm, meteran, alat Soil Plant Analysis Development (SPAD). Mesin aeroponik terdiri atas: tangki reservoir larutan hara, pompa air listrik, power button, timer, selang air, pipa PVC, nozzel, dan rangka alat.

Analisis Data

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan 4 perlakuan 3 ulangan. Perlakuan yang dilakukan adalah :

(15)

5 A2 :1 menit On 4 menit Off 2 bibit per lubang,

B1 :2 menit On 8 menit Off 1 bibit per lubang, dan B2 :2 menit On 8 menit Off 2 bibit per lubang.

Total keseluruhan satuan percobaan adalah 12 satuan percobaan. Model rancangan yang digunakan adalah:

      (i = 1, … a; j = 1, …r) Keterangan:

= respon pengamatan pertumbuhan akar wangi terhadap perlakuan = nilai tengah umum

= pengaruh perlakuan α ke-i = pengaruh kelompok = pengaruh galat percobaan.

Data agronomis dan fisiologis diolah dengan menggunakan SAS 9.0.1 guna mengetahui pengaruh perlakuan dengan menggunakan uji-F dan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf 5% jika F-hitung berbeda nyata. Data lingkungan mikro diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 guna mengetahui pola perkembangan tanaman vetiver selama penelitian berlangsung.

Prosedur Penelitian

Persiapan penelitian yang dilakukan berupa pemilihan bibit, penyemaian dan pembibitan, pembuatan larutan hara, penelitian pendahuluan, dan uji coba alat aeroponik. Pemilihan bibit dilakukan dengan menentukan bibit akar wangi yang akan digunakan dan diperbanyak. Perbanyakan bibit akar wangi Verina 2 dilakukan dengan menggunakan anakan dan ditanam pada kompos sebagai media tanam. Penyemaian dan pembibitan dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan dimana satu anakan ditanam pada satu polybag berisi media tanam. Pembibitan dilakukan hingga memiliki kondisi akar yang cukup baik. Pembuatan larutan hara dilakukan dengan membuat larutan stok A dan B dengan konsentrasi berdasarkan komposisi larutan AB Mix Yoshida et al. (1979) dan dimodifikasi berdasarkan kebutuhan tanaman vetiver. Komponen hara yang digunakan adalah N (102.45 ppm), P (31.92 ppm), K (80.62 ppm), Ca (118.95 ppm), Mg (45.52 ppm), S (83.2 ppm), Fe (5 ppm), Mn (1.25 ppm), Zn (0.25 ppm), Mo (0.25 ppm), dan B (1 ppm). Kisaran pH larutan adalah 5–6. Uji coba alat dilakukan dengan cara mengoperasikan mesin sebelum aplikasi. Uji coba alat aeroponik ini guna mencari efisiensi penggunaan air dan kebutuhan penggunaan hara selama masa aplikasi.

Tahap penelitian selanjutnya adalah pemindahan tanam serta penerapan aplikasi aeroponik. Bahan tanam yang digunakan adalah bibit yang telah berumur 2 bulan dan dipilih dengan kriteria bibit sehat sebanyak 18 unit. Masing-masing bibit yang telah siap kemudian ditanam di antara busa tanam sebagai penahan bibit pada rangka lubang tanam mesin. Bibit yang telah ditanam pada busa, kemudian digatung di antara rangka lubang tanam dengan akar menjulur ke bawah. Jumlah bibit per lubang tanam disesuaikan dengan desain letak perlakuan. Setelah tanaman tergantung dan sesuai dengan perlakuan, penyemprotan dilakukan sesuai dengan durasi yang telah ditentukan pada mesin.

(16)

6

hari, seminggu sekali, dan sebulan sekali. Pemeliharaan pada setiap harinya berupa pengecekan tanaman pengamatan lingkungan mikro, dan pengecekan larutan hara. Pemeliharaan periode seminggu sekali berupa pengecekan nozzle, sanitasi, pergantian larutan hara, pengamatan agronomis, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) jika ditemukan. Pemeliharaan pada periode bulanan adalah pengecekan mesin aeroponik dan pengamatan fisiologis berupa warna hijau daun dengan alat SPAD. Peubah pengamatan agronomis yang diamati adalah sebagai berikut:

1. Panjang akar (cm), diukur panjang ajar vetiver dengan penggaris/meteran dari pangkal akar hingga unjung akar terpanjang

2. Jumlah akar (unit), diukur dengan cara menghitung jumlah akar primer yang telah memiliki anak akar dan memiliki diameter > 2 mm.

3. Jumlah daun (helai), diukur dengan cara menghitung jumlah daun vetiver yang telah terbuka sempurna

4. Jumlah anakan (unit), diukur berdasarkan anakan yang muncul.

5. Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal batang hingga ujung daun vetiver terpanjang dengan meteran.

Pengukuran kehijauan daun menggunakan alat SPAD dengan satuan nilai adalah unit. Pengamatan kehijauan daun dilakukan setiap bulan hingga aplikasi berakhir. Pengambilan data suhu greenhouse dilakukan setiap hari pada pagi (07.00 WIB), siang (13.00 WIB), dan sore hari (18.00 WIB). Data suhu yang diperoleh kemudian dibuat menjadi rata-rata suhu harian mengacu kepada Tjasyono (2004). Pengukuran data kehilangan air dilakukan dengan menghitung nisbah volume kehilangan larutan pada tangki selama 1 hari selama aplikasi aeroponik. Pengukuran EC dilaksanakan setiap pagi dan sore hari dengan satuan ppm, kemudian dikonversikan ke satuan mmhos cm-1 mengacu kepada Whipker dan Cavins (2000).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Vegetatif

(17)

7 Parameter jumlah akar (unit) tanaman vetiver berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak berbeda nyata secara signifikan terkecuali perlakuan 2 menit On 8 menit Off 1 bibit per lubang (Tabel 1) meskipun terjadi pertambahan jumlah akar cukup signifikan pada 9–10 MSP (Gambar 2).

Jumlah daun dihitung berdasarkan kriteria daun yang sudah terbuka. Perlakuan 1 menit On 4 menit Off 2 bibit per lubang dan 2 menit On 8 menit Off 2 bibit per lubang berbeda nyata dibanding perlakuan lainnya dengan jumlah daun 195 dan 178 helai (Tabel 1). Pola pertumbuhan jumlah daun tanaman vetiver selama 10 MSP menunjukkan peningkatan jumlah, terutama pada perlakuan yang memiliki jumlah bibit 2 per lubang (Gambar 3). Jumlah anakan pada tanaman vetiver yang dibudidayakan secara aeroponik memiliki rentang sekitar 12–32 unit (Tabel 1). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan 1 menit On 4 menit Off 1 bibit per lubang tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan. Perlakuan 1 menit On 4 menit Off 2 bibit per lubang tidak berbeda nyata dengan 2 menit On 8 menit Off 2 bibit per lubang, tetapi berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 2 menit On 8 menit Off 1 bibit per lubang. Pola pertumbuhan anakan tanaman vetiver (Gambar 4) menunjukkan seluruh perlakuan memiliki pertumbuhan yang baik. Hasil uji statistik pada parameter tinggi tanaman vetiver menujukkan bahwa pada seluruh perlakuan tidak memiliki perbedaan yang signifikan (Tabel 1).

Tabel 1 Pertumbuhan vegetatif tanaman vetiver yang dibudidayakan secara aeroponik pada 10 MSP

Perlakuan 1 menit On, 4 menit Off, 2 bibit per lubang 83.33b 133.00a 195.00a 32.00a 138.33a 2 menit On, 8 menit Off, 1 bibit per lubang 100.33a 51.33c 84.00b 12.33b 129.67a 2 menit On, 8 menit Off, 2 bibit per lubang 106.00a 101.33ab 178.33a 26.33a 142.67a

Probabilitas 0.00 0.01 0.00 0.02 0.34 KK (%) 7.35 20.03 18.40 26.09 6.68 a

angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%

(18)

8

(Tabel 1). Respon masing-masing tanaman vetiver yang berbeda-beda pada masing-masing perlakuan diduga menjadi sebab dari jumlah akar yang dihasilkan bervariasi. Ruang tumbuh akar yang lebih luas pada sistem aeroponik juga diduga mendukung pertumbuhan akar vetiver dengan baik.

0

Gambar 1 Pola pertumbuhan panjang akar (cm) vetiver secara aeroponik selama 10 MSP [n = 18];

—◊— perlakuan 1 menit On 4 menit Off dan 1 bibit per lubang; —฀— perlakuan 1 menit On 4 menit Off dan 2 bibit per lubang; —∆— perlakuan 2 menit On 8 menit Off dan 1 bibit per lubang; —○— perlakuan 2 menit On 8 menit Off dan 2 bibit per lubang.

Gambar 2 Pola pertumbuhan jumlah akar (unit) vetiver secara aeroponik selama 10 MSP [n = 18];

(19)

8

(Tabel 1). Respon masing-masing tanaman vetiver yang berbeda-beda pada masing-masing perlakuan diduga menjadi sebab dari jumlah akar yang dihasilkan bervariasi. Ruang tumbuh akar yang lebih luas pada sistem aeroponik juga diduga mendukung pertumbuhan akar vetiver dengan baik.

0

Gambar 1 Pola pertumbuhan panjang akar (cm) vetiver secara aeroponik selama 10 MSP [n = 18];

—◊— perlakuan 1 menit On 4 menit Off dan 1 bibit per lubang; — — perlakuan 1 menit On 4 menit Off dan 2 bibit per lubang; —∆— perlakuan 2 menit On 8 menit Off dan 1 bibit per lubang; —○— perlakuan 2 menit On 8 menit Off dan 2 bibit per lubang.

Gambar 2 Pola pertumbuhan jumlah akar (unit) vetiver secara aeroponik selama 10 MSP [n = 18];

(20)

9

Gambar 3 Pola pertumbuhan jumlah daun (unit) vetiver secara aeroponik selama 10 MSP [n = 18];

—◊— perlakuan 1 menit On 4 menit Off dan 1 bibit per lubang; —฀— perlakuan 1 menit On 4 menit Off dan 2 bibit per lubang; —∆— perlakuan 2 menit On 8 menit Off dan 1 bibit per lubang; —○— perlakuan 2 menit On 8 menit Off dan 2 bibit per lubang.

Gambar 4 Pola pertumbuhan jumlah anakan (unit) vetiver secara aeroponik selama 10 MSP [n = 18];

(21)

10

Hasil pengamatan jumlah daun (Tabel 1) menunjukkan bahwa minim terjadi persaingan hara antar individu dalam satu lingkungan tumbuh selama penelitian ini berlangsung. Faktor morfologi daun vetiver yang menyirip dan mempunyai tajuk yang tegak sehingga memberikan ruang untuk tanaman tumbuh tanpa ada kompetisi yang nyata, serta sistem aeroponik yang menyediakan ruang untuk akar menyerap hara dengan bebas, diduga menjadi penyebab mengapa persaingan antar individu tanaman vetiver dalam satu lingkungan tumbuh dapat diminimalisir (Fitter dan Hay 1991, Pagliarulo dan Hayden 2002). Respon yang bervariatif masing-masing individu tanaman vetiver terhadap perlakuan ditunjukkan dengan jumlah anakan yang dihasilkan. Perbedaan yang tidak nyata pada pengamatan tinggi tanaman diduga disebabkan respon tanaman tidak terpengaruh oleh perlakuan yang diberikan. Seluruh pertumbuhan tinggi tanaman vetiver terus tumbuh selama 10 MSP dan tidak menunjukkan perbedaan yang signifkan antar perlakuan (Gambar 5).

Perkembangan Aspek Fisiologis Tanaman

Kehijauan daun atau intensitas warna daun merupakan indikator tanaman mendapat nutrisi yang cukup. Pengamatan kehijauan daun (Tabel 2) pada bulan pertama, nilai kehijauan daun tanaman vetiver memiliki rentang 36.06–43.3 unit. Pengamatan pada bulan kedua, nilai kehijauan daun memiliki rentang 32.69–39.6 unit. Pengamatan pada bulan ketiga didapat rentang kehijauan daun vetiver aalah 54.17–70.69 unit. Seluruh perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata baik antar perlakuan ataupun hingga aplikasi berakhir (Tabel 2).

0

Gambar 5 Pola pertumbuhan tinggi tanaman (cm) vetiver secara aeroponik selama 10 MSP [n = 18];

(22)

11 Tabel 2 Kehijauan daun tanaman vetiver yang dibudidayakan secara aeroponik

Perlakuan Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3

Unit a

1 menit On, 4 menit Off, 1 bibit per lubang 38.52a 38.80a 54.17a 1 menit On, 4 menit Off, 2 bibit per lubang 42.99a 38.20a 62.57a 2 menit On, 8 menit Off, 1 bibit per lubang 36.06a 32.69a 58.53a 2 menit On, 8 menit Off, 2 bibit per lubang 43.30a 39.60a 70.69a

Probabilitas 0.51 0.41 0.34

KK (%) 16.51 13.96 17.30 a

angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%

Hasil pengukuran kandungan klorofil selama aplikasi aeroponik yang diperoleh menunjukkan perbandingan kandungan klorofil a, klorofil b, klorofil total, antosianin, dan karotenoid (Tabel 3). Hasil uji statistik kandungan klorofil pada seluruh perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil a, klorofil b, total klorofil, karotenoid, dan antosianin pada tanaman vetiver. Klorofil a yang terdapat pada tanaman vetiver memiliki rentang 2.25–2.45 mg g-1. Kandungan klorfil b pada tanaman vetiver mempunyai rentang 0.78–1.38 mg g-1. Karotenoid yang terdapat pada tanaman vetiver berkisar 0.48–0.53 mg g-1. Antosianin yang terdapat pada tanaman vetiver sebesar 0.41–0.53 mmol g-1.

Tabel 3 Kandungan klorofil tanaman vetiver pada sistem aeroponik

Perlakuan Klorofil a

angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%

Kondisi Mikro Lingkungan Aeroponik

Tjasyono (2004) menjelaskan bahwa pertumbuhan tanaman juga ikut diperngaruhi oleh iklim mikro sekitar lingkungan tumbuh tanaman. Unsur-unsur iklim yang mempengaruhi pertumbuhan tanman ialah curah hujan, suhu, angin, sinar matahari, kelembaban, dan evapotranspirasi. Parameter iklim mikro yang diamati pada penelitian ini adalah intensitas radiasi matahari, suhu lingkungan greenhouse, suhu daerah perakaran, electrical conductivity (EC), derajat keasaman larutan hara, kehilangan air pada sistem aeroponik.

(23)

12

Klimatologi Dramaga. Pola radiasi matahari ini tidak menunjukkan keterkaitan apabila dibandingkan dengan pola pertumbuhan vegetatif tanaman vetiver. Intensitas radiasi matahari tertinggi sekitar 1.8 × 10-7 MJ m-2 dicapai saat 0, 3, 4, 6 MSP. Pertumbuhan tanaman vetiver berlangsung stabil 0–10 MSP (Gambar 1–5). Kondisi suhu rata-rata harian dan kelembaban rumah kaca tempat pelaksanaan penelitian (Gambar 7) menunjukkan bahwa suhu rata-rata selama penelitian adalah berkisar 23–34 °C sedangkan kelembaban greenhouse berkisar 69–90%. Santoso (1993), Lutony dan Rahmayanti (1994) menerangkan bahwa tanaman akar wangi (vetiver) tumbuh optimum pada kisaran suhu 17–27 °C. Kondisi suhu selama penelitian yang berada di kisaran suhu optimum menyebabkan tanaman vetiver masih dapat tumbuh dengan baik. Meskipun pada beberapa kondisi suhu greenhouse melebihi suhu optimum pertumbuhan vetiver, akan tetapi kondisi suhu green house masih cenderung stabil dan tidak sefluktuatif intensitas radiasi matahari. Kestabilan suhu dapat disebabkan sistem konstruksi dan kaca greenhouse yang menjaga fluktuasi suhu di dalam greenhouse menjadi lebih stabil dibandingkan di luar greenhouse (Kartasapoetra 2008, Suhardiyanto 2009). Suhardiyanto (2009) menjelaskan bahwa greenhouse di daerah tropika dibangun dengan tujuan melindungi tanaman dari hujan, serangan hama dan angin, mengurangi intensitas radiasi matahari yang berlebihan, serta mengurangi penguapan air dari daun dan media. Handoko (2009) mengungkapkan bahwa radiasi matahari dapat menyebabkan pemanasan udara di atas permukaan bumi dan menyebabkan terjadinya penguapan. Penguapan yang meningkat menyebabkan nisbah kelembaban di udara menjadi tinggi. Struktur bangunan greenhouse yang berfungsi mengurangi intensitas radiasi matahari berlebihan inilah yang menyebabkan kelembaban udara dan suhu di dalam greenhouse menjadi cenderung stabil.

Secara umum, daerah perakaran (Gambar 8) berfluktuasi sekitar 22–34 °C dan tidak berbeda dengan suhu greenhouse (Gambar 7). Suhu perakaran yang baik seharusnya berada di bawah suhu lingkungan, karena apabila suhu akar terlalu tinggi dapat menyebabkan kekeringan akar akibat cepatnya kehilangan air dalam jaringan tanaman sehingga dapat menjadi cekaman bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Kartasapoetra 2008). Selama penelitian, blower untuk penurun suhu panas daerah perakaran tidak mampu menurunkan suhu diakibatkan tingginya pengaruh suhu greenhouse terhadap suhu di dalam chamber. Meskipun suhu daerah perakaran cukup tinggi, hal tersebut tidak menghambat pertumbuhan tanaman vetiver secara signifikan (Gambar 1–5).

(24)

13

Gambar 6 Pola intensitas radiasi matahari (MJ m-2) selama perlakuan aeroponik. sumber: BMKG Klimatologi Dramaga.

Intensitas radiasi matahari.

Gambar 7 Pola suhu [°C] dan kelembaban nisbi (RH) [%] greenhouse tanaman vetiver secara aeroponik pada 0–10 MSP.

suhu greenhouse ;

(25)

14

× × × × × × × × × × ×

Trejo-Tollez dan Gomez-Merino (2012) menjelaskan bahwa electrical conductivity (EC) adalah metode tidak langsung pendugaan tekanan osmotik larutan hara. EC menggambarkan indeks konsentrasi garam mineral yang menggambarkan keseluruhan jumlah garam mineral pada suatu larutan. Kondisi EC selama perlakuan (Gambar 10) menunjukkan angka yang fluktuatif. Hal tersebut dapat disebabkan dari faktor pernguapan yang terjadi pada larutan hara sehingga menyebabkan terjadinya pengendapan mineral hara di dalam larutan. Gambar 10 menujukkan lonjakan EC pada 9 MSP. Lonjakan angka EC diakibatkan dari penambahan set poin dari 0.7 mmhos cm-1 menjadi 1.4 mmhos

20

(26)

15

cm-1 guna menambah kandungan hara. Secara umum, grafik EC di atas menandakan bahwa kondisi hara untuk tanaman di bawah 1.4 mmhos cm-1. Kadar EC untuk tanaman vetiver pada kondisi normal yang pernah tercatat adalah 1.414–5.020 mmhos cm-1 (CCPL 2001). Meskipun berdasarkan pengamatan nilai EC aeroponik untuk tanaman vetiver di bawah normal, akan tetapi pertumbuhan tanaman seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1–5 menandakan bahwa pertumbuhan tidak terganggu. Kondisi ini menandakan bahwa tanaman vetiver tetap dapat tumbuh dengan baik meski dalam kondisi hara yang sedikit atau terbatas. Selain dari keterbatasan kandungan hara, tanaman vetiver juga mampu tumbuh dalam kondisi lingkungan tumbuh yang tercemar polutan (Brandt 2003, Chiu et al. 2003, Liao et al. 2003).

× × × × × × × × × × ×

(27)

16

Derajat keasaman suatu media menandakan kandungan mineral yang terdapat di dalamnya (Trejo-Tellez dan Gomez-Merino 2012). Berdasarkan Gambar 11, kondisi pH larutan selama perlakuan aeroponik menunjukkan fluktuasi yang beragam. Fluktuasi ini dapat disebabkan dari kondisi kandungan ion H yang terdapat pada larutan. Akumulasi ion H terpengaruh dari aktivitas kimiawi dalam larutan yang ditunjukkan dengan nilai EC (Gambar 10). Perubahan konsentrasi ion H hampir mirip dengan perubahan intensitas radiasi matahari. Puncak kebasaan terjadi pada 4 MSP dan kemudian pada 5 MSP turun berubah cenderung asam. Secara umum, pH larutan dapat dikatakan cukup baik untuk aplikasi aeroponik karena berkisar 5–8, sedangkan pH yang baik untuk tanaman vetiver adalah 6–7 (Santoso 1994). Kondisi pH yang optimum untuk tanaman dapat mencegah infeksi bakteri pada akar (Huang dan Tu 2001), membantu penyediaan nitrogen di dalam larutan atau media tanam (Zhao dan Ling 2007), yang kemudian akhirnya dapat meningkatkan produksi tanaman (Torres et al. 2010).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pertumbuhan tanaman vetiver yang dibudidayakan secara aeroponik dengan perlakuan 2 menit On 8 menit Off 2 bibit per lubang memiliki panjang akar, jumlah daun, jumlah anakan, dan tinggi tanaman terbaik. Seluruh perlakuan yang diberikan tidak memiliki pengaruh yang nyata untuk kandungan klorofil dan kehijauan daun. Sistem budidaya aeroponik terbukti mendukung pertumbuhan akar tanaman vetiver secara optimal.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis kandungan vetiverol pada tanaman vetiver yang dibudidayakan dengan sistem aeroponik.

DAFTAR PUSTAKA

Brandt R. 2003. Potential of vetiver (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) for the use in phytoremediation of petroleum hydrocarbon-contaminated soils in Venezuela. [thesis]. Münster (DE): Institut für Landschaftsökologie,Westfälische Wilhelms-Universität Münster

(28)

17 [CCPL] Codyhart Consulting Pty Ltd. 2001. Monto vetiver grass effectiveness

intreating sewage effluent. [internet]. [diunduh 2013 Juli 17]. Tersedia pada: http://www.vetiver.com/AUS-Beelarong.pdf

Fitter AH, Hay RKM. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. S Andani, ED Purbayanti, penerjemah; B Srigandono, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr. Terjemahan dari: Environmental Physiology of Plants

Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Herawati S, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plants

Hamid H. 2000. Uji coba silva aeroponik untuk budidaya pule pandak (Rauwolfia serpentine BENTH.). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Handoko. 2009. Unsur-unsur cuaca dan iklim. Di dalam: Erizal, Ibnul Q, Utomo K, editor. Kumpulan Makalah Pengantar ke Ilmu-ilmu Pertanian. Bogor (ID): IPB Pr. hlm 9-15.

Harris D. 1994. The Illustrated Guide to Hydroponics. London (GB): New Holland Publishers, Ltd.

Huang R, Tu JC. 2001. Effect of nutrient solution pH on the survival and transmission of Clavibacter michiganensis ssp. michiganensis in hydroponically grown tomatoes. Plant Pathology. 2001(50): 503-508.

Kardinan A. 2005. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri. Tangerang (ID): Agromedia.

Kartasapoetra AG. 2008. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Jakarta (ID): Bumi Aksara

Liao X, Luo S, Wu Y, Wang Z. 2003. Studies on the abilities of Vetiveria zizanioides and Cyperus alternifolius for pig farm wastewater treatment. [internet]. [diunduh 2013 April 10]. Tersedia pada: http://www.vetiver.org/ICV3-Proceedings/CHN_pigwaste2.pdf

Lutony TL, Rahmayati Y. 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak Asiri. Jakarta (ID): Penebar Swadaya

Pagliarulo CL, Hayden AL. 2002. Potential for greenhouse aeroponic cultivation of medicinal root crops. [internet]. [diunduh 2013 April 10]. Tersedia pada: http://aerofarms.com/wordpress/wp-content/files_mf/1265411630

GrowingMedicinalCropswithAeroponics.pdf

Resh HM. 2004. Hydroponic Food Production: A Definitive Guidebook of Soilless Food-Growing Methods. 6th Ed. New Jersey (US): Newconcept Pr, Inc. Ritter E, Angulo B, Riga P, Herran C, Relloso J, Jose MS. 2001. Comparison of hydroponic and aeroponic cultivation systems for the production of potato minitubers. Potato Research 44 (2001): 127-135.

Roberto K. 2003. How to Hydroponics. 4th Ed. New York (US): The Futuregarden Pr.

Santoso HB. 1993. Akar Wangi, Bertanam dan Penyulingan. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.

Suhardiyanto H. 2009. Teknologi hidroponik untuk budidaya tanaman. Di dalam: Erizal, Ibnul Q, Utomo K, editor. Kumpulan Makalah Pengantar ke Ilmu-ilmu Pertanian. Bogor (ID): IPB Pr. hlm 27-40.

(29)

18

Torres AP, Mickelbart MV, Lopez RG. 2010. Leachate volume effects on pH and electrical conductivity measurements in containers obtained using the pour-through method. HortTechnology. 20(3): 608-611.

Trejo-Tellez LI, Gomez-Merino FC. 2012. Nutrient solution for hydroponic systems. Di dalam: Toshiki A, editor. Hydroponics-A Standard Methodology for Plant Biological Researches. [internet]. [diunduh pada 2013 Juli 17]. Tersedia pada: http://cdn.intechopen.com/pdfs/33765/InTech-Nutrient_solutions_for_hydroponic_systems.pdf

[Trubus] Trubus. 2009. Minyak Asiri. Depok (ID): Penerbit Trubus

Whipker BE, Cavins TJ. 2000. Electrical conductivity (EC): units and convertions. [internet]. [diunduh pada 2013 Juli 17]. Tersedia pada: http://www.ces.ncsu.edu/depts/hort/floriculture/Florex/ EC%20Conversion.pdf Yoshida S, Forno DA, Cook JH, Gomez KA. 1979. Laboratory Manual for

Physiological Studies of Rice. Los Banos (PH): IRRI.

Zhao T, Ling HQ. 2007. Effects of pH and nitrogen forms on expression profiles of genes ivolved iniron homeostatis in tomato. Plant, Cell and Environment. 2007(30): 518-527. doi:10.1111/j.1365-3040.2007.01638.x.

(30)

19 Lampiran 1 Nilai tengah dan sidik ragam parameter panjang

akar (cm) vetiver selama 10 MSP

Perlakuan Minggu Setelah Perlakuan a

0 1 2 3 4 5 A1 19.20a 22.67a 28.33a 28.33a 31.33a 43.00a A2 25.60a 27.00a 28.33a 29.33a 35.00a 48.33a B1 21.97a 24.67a 27.00a 29.67a 37.33a 41.67a B2 23.40a 25.33a 26.33a 31.67a 45.33a 51.33a

Probabilitas 0.62 0.82 0.94 0.92 0.24 0.59 KK (%) 26.19 22.35 18.00 20.14 21.14 20.59

DB 3 3 3 3 3 3

JK 64.76 28.91 9.00 17.58 316.25 184.91 KT 21.58 9.63 3.00 5.86 105.41 61.63

F-hit 0.62 0.31 0.12 0.16 1.70 0.68

Perlakuan Minggu Setelah Perlakuan a

6 7 8 9 10

A1 60.33ab 67.67ab 68.00a 74.33b 81.33b A2 63.67a 72.33a 73.00a 77.67b 83.33b B1 48.67b 57.00b 73.00a 89.67a 100.33a B2 61.33ab 67.67ab 78.33a 94.67a 106.00a Probabilitas 0.12 0.08 0.45 0.01 0.00

angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%

Lampiran 2 Nilai tengah dan sidik ragam parameter jumlah akar (unit) vetiver selama 10 MSP

Perlakuan Minggu Setelah Perlakuan a

0 1 2 3 4 5

(31)

20

Perlakuan Minggu Setelah Perlakuan a JK 1680.91 2044.67 2371.58 4797.58 10218.91 KT 560.30 681.55 790.52 1599.19 3406.30 F-hit 13.75 17.59 12.53 19.52 9.59 a

angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%

Lampiran 3 Nilai tengah dan sidik ragam parameter jumlah daun (helai) vetiver selama 10 MSP

Perlakuan Minggu Setelah Perlakuan a

JK 184.91 177.58 346.91 780.25 1600.67 2062.00 KT 61.63 59.19 115.63 260.08 533.55 687.33

F-hit 28.45 24.49 23.13 34.68 46.73 30.44

Perlakuan Minggu Setelah Perlakuan a

JK 3784.91 7203.00 13638.25 18038.33 23028.25 KT 1261.63 2401.00 4546.08 6012.77 7676.08

F-hit 7.25 16.91 32.86 18.87 10.67 a

(32)

21 Lampiran 4 Nilai tengah dan sidik ragam parameter jumlah

anakan (unit) vetiver selama 10 MSP

Perlakuan Minggu Setelah Perlakuan a

0 1 2 3 4 5 A1 0.00a 0.00b 1.33ab 1.67b 2.67b 3.67bc A2 0.00a 0.00b 3.00a 3.67a 5.33a 6.67a B1 0.00a 0.00b 0.67b 1.33b 1.33c 2.67c B2 0.00a 1.67a 2.67a 3.67a 4.33a 6.00ab

Perlakuan Minggu Setelah Perlakuan a

6 7 8 9 10

A1 6.00bc 8.33c 10.67b 16.33bc 21.33ab A2 11.33a 15.00a 19.67a 27.00a 32.00a

B1 4.00c 5.33d 7.33b 10.67c 12.33b

B2 8.00b 11.00b 17.33a 22.33ab 26.33a

Probabilitas 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 KK (%) 22.95 13.96 13.77 20.46 26.09 DB 3 3 3 3 3

JK 88.00 151.58 295.58 454.91 626.00

KT 29.33 50.52 98.52 151.63 208.67

F-hit 10.35 26.36 27.50 9.94 5.80 a

angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%

b

transformasi pada √ 5

Lampiran 5 Nilai tengah dan sidik ragam parameter tinggi tanaman (cm) vetiver selama 10 MSP

(33)

22

Perlakuan Minggu Setelah Perlakuan a

6 7 8 9 10 A1 104.67a 108.33a 120.00ab 140.00a 142.33a A2 106.33a 108.33a 119.00ab 138.33a 138.33a B1 105.00a 106.33a 106.33b 129.67a 129.67a B2 111.67a 120.67a 126.00a 142.67a 142.67a Probabilitas 0.73 0.16 0.06 0.34 0.34 KK (%) 7.91 6.84 6.36 6.68 6.68 DB 3 3 3 3 3 JK 94.91 388.25 615.00 404.33 329.58

KT 31.63 129.41 205.00 134.77 109.86 F-hit 0.44 2.25 3.66 1.97 1.29

a

(34)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 11 April 1992 dan merupakan anak ke-4 dari 4 bersaudara pasangan Drs. Suprihatin Harjendronoto dan Dra. Herning Saptayun. Penulis merupakan lulusan SD Muhammadiyah 28 Jakarta pada tahun 2003, SMP Negeri 153 Jakarta pada tahun 2006, dan lulus dari SMA Negeri 29 Jakarta pada tahun 2009. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada tahun 2009 di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan akademik maupun non-akademik. Semasa Tingkat Persiapan Bersama, penulis aktif sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama di departemen Budaya Olahraga dan Seni, serta sebagai anggota Departemen Sosial Kesejahteraan Mahasiswa Lembaga Dakwah Kampus Al-Hurriyyah. Pada tahun 2010/2011, penulis aktif sebagai wakil ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian. Pada tahun 2011/2012, penulis aktif sebagai ketua departemen Human Resouces Departement Lembaga Dakwah Fakultas Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) Fakultas Pertanian, dan juga aktif sebagai anggota Departemen Eksternal Himpunan Mahasiswa Agronomi. Pada tahun 2011, penulis berkesempatan menjadi delegasi IPB pada Musyawarah Nasional Forum Komunikasi dan Kerjasama Himpunan Mahasiswa Agronomi Indonesia (FKK Himagri) di Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto. Selain aktif pada berbagai lembaga kemahasiswaan, penulis juga aktif sebagai Asisten Praktikum Mata Kuliah Pelajaran Agama Islam pada tahun ajaran 2011/2012. Pada tahun ajaran 2012/2013, penulis menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Dasar-dasar Agronomi, dan Asisten Praktikum Mata Kuliah Manajemen Air dan Hara Tanaman.

Gambar

Tabel 1 Pertumbuhan vegetatif tanaman vetiver yang dibudidayakan secara aeroponik pada 10 MSP
Gambar 1 Pola pertumbuhan panjang akar (cm) vetiver secara aeroponik selama 10
Gambar 1 Pola pertumbuhan panjang akar (cm) vetiver secara aeroponik selama 10
Gambar 3 Pola pertumbuhan jumlah daun (unit) vetiver secara aeroponik selama 10
+6

Referensi

Dokumen terkait

jangan dalam penyediaan teori dan praktek kewirau- sahaan dan membantu meyakinkan akademisi terkait komponen kompetensi calon wirausahawan untuk.. menjadi modul akademik inti

Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan pendidikan gizi tentang sanitasi hygiene bagi penjual makanan jajanan di lingkungan kampus berdasarkan analisis perilaku

Dimensi Situasi Kepemimpinan dengan Iklim Kerja Organisasi sebesar 0,470.Berdasarkan data di atas dapat diinterprestasikan bahwa nilai korelasi antara dimensi

Berdasarkan hasil dari pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa stimulus toko memiliki pengaruh positif dan signifikan (p < 0,05) terhadap

ahaan, apabila; 1) Perusahaan merasa perlu untuk mengurangi lini produk, jasa atau pasar. 2) Perusahaan memfokuskan keputusan strateginya pada peningkatan fungsional melalui

melalui regresi dikonfirmasi bahwa kesadaran merek dominan mempengaruhi ekuitas merek di kalangan muda konsumen Pizza hut Hasilnya menunjukkan hubungan mediasi antara

Mengingat kebutuhan yang mendesak, maka Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonsia (SKKNI) sektor industri minyak dan gas bumi serta panas bumi sub sektor

Survei dalam penelitian ini dilakukan kepada mahasiswa Prodi KPI dengan pengumpulan datanya menggunakan serangkaian pertanyaan yang tersusun dalam suatu daftar pertanyaan