PENGOLAHAN MINYAK JELANTAH MENJADI SABUN BATANG DENGAN EKSTRAK KUNYIT(Curcuma Domestica VAL.), LIDAH BUAYA(Aloe barbadensis Milleer), DAN PEPAYA(Carica Papaya L.)
SKRIPSI
OLEH:
JULIANTO WIJAYA
100308083/ KETEKNIKAN PERTANIAN
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PENGOLAHAN MINYAK JELANTAH MENJADI SABUN BATANG DENGAN EKSTRAK KUNYIT(Curcuma Domestica VAL.), LIDAH BUAYA(Aloe barbadensis Milleer), DAN PEPAYA(Carica Papaya L.)
SKRIPSI
OLEH:
JULIANTO WIJAYA
100308083/ KETEKNIKAN PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing
( Ainun Rohanah, STP, M.Si ) ( Adian Rindang, STP, M.Si )
Ketua Anggota
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
JULIANTO WIJAYA: Pengolahan Minyak Jelantah Menjadi Sabun Batang Dengan Ekstrak Kunyit (Curcuma Domestica VAL.), Lidah Buaya (Aloe barbadensis Milleer), Dan Pepaya (Carica Papaya L), dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan ADIAN RINDANG.
Minyak Jelantah merupakan minyak sisa-sisa penggorengan yang tidak bisa digunakan kembali. Oleh karena itu perlu adanya pengolahan selanjutnya, salah satunya ialah menjadi sabun batang. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatan minyak jelantah menjadi sabun batang dengan tambahan ekstrak dari kunyit, lidah buaya dan pepaya. Penelitian dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pertanian dan analisis data di Laboratorium Analisis Kimia Bahan Pangan Fakultas Pertanian USU pada bulan Mei 2014 hingga Juli 2014 dengan menggunakan model rancangan acak lengkap non faktorial. Parameter yang diamati adalah kadar air, asam lemak bebas (FFA), bagian tidak larut dalam alkohol dan uji organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak kunyit, lidah buaya dan pepaya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air, asam lemak bebas (FFA) dan bagian tidak larut alkohol. Kata Kunci : minyak jelantah, sabun batang, kunyit, lidah buaya, pepaya
ABSTRACT
JULIANTO WIJAYA: Waste Oil Processing To Soap Bar With Extract of Turmeric (Curcuma Domestica VAL.), Aloe Vera (Aloe barbadensis Milleer), and Papaya (Carica Papaya L), Supervised by AINUN ROHANAH and ADIAN RINDANG.
Waste Oil is the remains of frying oil that can not be reused. Therefore need a further processing, one of them are to be soap bar. The study was used to processing waste oil in to soap bar with the extract of turmeric, aloe vera and papaya. The study was conducted at the Laboratory of Agricultural Engineering and Analysis of was done in Food Chemical Analysis Laboratorium Faculty of Agricultural in May 2014 to July 2014 by using a non-factorial completely randomized. Parameters measured were water content, free fatty acid(FFA), alcohol insoluble part, and organoleptic test. The result show that turmeric, aloe vera, and papaya extract had not significant effect on water content, free fatty acid(FFA) and alcohol insoluble part.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas berkat dan rahmat Allah SWT sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan Judul “Pengolahan Minyak
Jelantah Menjadi Sabun Batang dengan Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica
VAL.), Lidah Buaya (Aloe Vera. ), dan Pepaya (Carica Papaya L.)” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program
Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada
kedua orang tua yang telah membesarkan dan mendidik hingga saat ini dan bisa
seperti sekarang ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Ainun
Rohanah, S.TP, M.Si. dan Ibu Adian Rindang, STP, M.Si selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan saran dan bantuannya kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penyusunan skripsi. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Medan, Juli 2014
DAFTAR ISI
Bahaya Pengkonsumsian Minyak Jelantah ... 6
Sabun Batang ... 7
Kunyit ... 8
Taksonomi Kunyit ... 9
Lidah Buaya ... 9
Taksonomi Lidah Buaya ... 10
Pepaya ... 11
Taksonomi Pepaya ... 11
Syarat Mutu Sabun Mandi ... 12
Penentuan Kadar Air dan Zat Menguap pada 1050C ... 13
Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) ... 13
Bagian tak Larut dalam Alkohol ... 13
METODOLOGI PENELITIAN ... 14
Tempat dan Waktu Penelitian ... 14
Bahan dan Alat ... 14
Metode Penelitian ... 14
Rancangan Percobaan ... 14
Persiapan Bahan Baku ... 15
Prosedur Penelitian ... 16
Parameter Penelitian ... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21
Kadar Air ... 21
Asam Lemak Bebas (FFA) ... 23
Bagian Tidak Larut Alkohol ... 24
Aroma ... 25
Warna ... 26
Bentuk ... 27
KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
Kesimpulan ... 31
Saran ... 31
DAFTAR TABEL
No.
1. Karakteristik dan syarat mutu sabun mandi ... 12
2. Pembobotan karakteristik aroma ... 19
3. Pembobotan karakteristik warna ... 20
4. Pembobotan karakteristik bentuk ... 20
DAFTAR LAMPIRAN
No.
1. Flow chart penelitian ... 34
2. Flow chart pembuatan ekstrak kunyit ... 35
3. Flow chart pembuatan ekstrak lidah buaya ... 36
4. Flow chart pembuatan ekstrak pepaya ... 37
5. Analisis kadar air ... 38
6. Asam lemak bebas (%FFA) ... 39
7. Bagian tidak larut dalam alkohol ... 40
8. Tabel analisis sidik ragam ... 41
9. Data uji organoleptik ... 42
10.Bahan penelitian ... 44
11.Hasil penelitian ... 46
12.Analisis parameter kadar air ... 48
ABSTRAK
JULIANTO WIJAYA: Pengolahan Minyak Jelantah Menjadi Sabun Batang Dengan Ekstrak Kunyit (Curcuma Domestica VAL.), Lidah Buaya (Aloe barbadensis Milleer), Dan Pepaya (Carica Papaya L), dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan ADIAN RINDANG.
Minyak Jelantah merupakan minyak sisa-sisa penggorengan yang tidak bisa digunakan kembali. Oleh karena itu perlu adanya pengolahan selanjutnya, salah satunya ialah menjadi sabun batang. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatan minyak jelantah menjadi sabun batang dengan tambahan ekstrak dari kunyit, lidah buaya dan pepaya. Penelitian dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pertanian dan analisis data di Laboratorium Analisis Kimia Bahan Pangan Fakultas Pertanian USU pada bulan Mei 2014 hingga Juli 2014 dengan menggunakan model rancangan acak lengkap non faktorial. Parameter yang diamati adalah kadar air, asam lemak bebas (FFA), bagian tidak larut dalam alkohol dan uji organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak kunyit, lidah buaya dan pepaya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air, asam lemak bebas (FFA) dan bagian tidak larut alkohol. Kata Kunci : minyak jelantah, sabun batang, kunyit, lidah buaya, pepaya
ABSTRACT
JULIANTO WIJAYA: Waste Oil Processing To Soap Bar With Extract of Turmeric (Curcuma Domestica VAL.), Aloe Vera (Aloe barbadensis Milleer), and Papaya (Carica Papaya L), Supervised by AINUN ROHANAH and ADIAN RINDANG.
Waste Oil is the remains of frying oil that can not be reused. Therefore need a further processing, one of them are to be soap bar. The study was used to processing waste oil in to soap bar with the extract of turmeric, aloe vera and papaya. The study was conducted at the Laboratory of Agricultural Engineering and Analysis of was done in Food Chemical Analysis Laboratorium Faculty of Agricultural in May 2014 to July 2014 by using a non-factorial completely randomized. Parameters measured were water content, free fatty acid(FFA), alcohol insoluble part, and organoleptic test. The result show that turmeric, aloe vera, and papaya extract had not significant effect on water content, free fatty acid(FFA) and alcohol insoluble part.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minyak goreng merupakan salah satu bahan pangan yang sangat
dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Baik sebagai media
penggorengan dan untuk memasak makanan sehari-hari. Minyak goreng yang
digunakan pada masyarakat umumnya ialah minyak yang dihasilkan dari tanaman
kelapa sawit, yang kemudian diolah sedemikian mungkin sehingga menghasilkan
minyak makan curah yang biasanya disebut oleh masyarakat awam, atau
CPO(Crude Palm Oil) dalam sebutan industrinya.
Dalam sehari-harinya, pemakaian minyak goreng baik untuk memasak
sehari-hari atau dalam kegiatan industri semakin meningkat. Hal ini dikarenakan
minyak goreng sangat mudah untuk didapatkan baik di pasar tradisional maupun
di pasar swalayan serta harga yang cukup murah dan bervariasi yang menjadikan
minyak goreng sebagai bahan pangan yang hampir tidak bisa lepas dalam
kebutuhan sehari-hari. Selain itu, pertumbuhan industri penghasil minyak makan
juga semakin bagus yang dimana kebutuhan akan minyak makan menjadi lebih
mudah dipenuhi.
Minyak goreng adalah minyak nabati yang dimana memiliki masa
penggunaan yang terbatas dalam pemakaiannya. Oleh karena itu, minyak goreng
yang melewati masa penggunaanya harus digantikan dengan minyak goreng yang
baru. Minyak goreng yang tidak bisa dipakai inilah yang biasanya disebut dengan
minyak jelantah (Waste Cooking Oil). Akan tetapi apabila minyak jelantah tetap
kemungkinan adanya senyawa carcinogenic dalam minyak jelantah yang
dipanaskan akan mengakibatkan pertumbuhan kanker hati. Selain itu selama
penggorengan juga akan terbentuk senyawa Acrolein yang bersifat racun dan
menimbulkan rasa gatal pada tenggorokkan (Wijana,dkk; 2005).
Minyak jelantah merupakan minyak sisa-sisa pengorengan yang tidak bisa
digunakan kembali, sehingga biasanya dibuang begitu saja ke saluran
pembuangan. Limbah yang terbuang ke pipa dapat menyumbat pipa pembuangan
karena pada suhu rendah minyak akan membeku dan menggangu jalannya air
pada saluran pembuangan. Sehingga diperlukanlah solusi dalam penanganan
minyak jelantah menajadi produk yang lebih bermanfaat, salah satunya ialah
sebagai bahan baku pembuatan sabun batang.
Sabun batang sangat akrab dalam kehidupan sehari-hari. Sebab sebagian
besar masyarakat menggunakan sabun batang untuk membersihkan badan. Hal ini
dikarenakan sabun batang harganya relatif lebih murah dan mudah didapat. Akan
tetapi sabun batang memiliki kelemahan dari sisi penggunaan bersama dan sulit
untuk dibawa kemana-mana. Tetapi dalam hal pemakaian pribadi di rumah, sabun
batang mungkin sangat tepat untuk digunakan.
Selain itu, pembuatan sabun batang dengan ekstrak kunyit, lidah buaya,
dan pepaya ini dikarenakan adanya keuntungan-keuntungan yang bisa didapatkan
dari ketiga komoditi ini. Salah satunya ialah sebagai bahan pewarna yang alami.
Warna-warna alami yang dihasilkan dari ketiga komoditi ini tidak hanya berhenti
sampai pemberi warna saja. Tetapi ketiga komoditi ini juga bisa sebagai
penunjang dalam perawatan kulit dalam hal kecantikan, dan juga dikarenakan
Jadi inilah beberapa alasan penulis untuk menggunakan kunyit, lidah buaya, dan
pepaya dalam campuran sabun batang yang akan dibuat dari minyak jelantah.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan minyak jelantah
menjadi sabun batang dengan ekstrak dari kunyit, lidah buaya, dan pepaya, serta
menguji karakteristik mutu antara lain kadar air, asam lemak bebas (FFA), bagian
tidak larut alkohol, bau, warna, dan bentuk.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara.
2. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa yang melakukan penelitian yang
berhubungan dengan pemanfaatan limbah minyak jelantah menjadi sabun
batang dengan ekstrak kunyit, lidah buaya dan pepaya.
TINJAUAN PUSTAKA
Minyak Goreng
Berdasarkan sumber bahan baku untuk memproduksi minyak goreng,
Amang.dkk(1996) menyatakan bahwa minyak goreng dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok agregat. Kelompok pertama adalah minyak yang
dihasilkan dari hewan yang secara awam sering diistilahkan sebagai lemak (fat).
Penggunaan minyak hewani untuk konsumsi langsung rumah tangga sebagai
bahan pangan relatif terbatas. Biasanya, minyak hewani sebagai bahan pangan
lebih bersifat tidak langsung yakni ikutan dari konsumsi daging.
Kelompok kedua adalah minyak nabati, yakni minyak yang dihasilkan dari
ekstrak kandungan asam lemak dari tumbuh-tumbuhan. Minyak nabati yang
populer dikonsumsi manusia adalah hasil olahan dari ekstrak minyak yang berasal
dari sawit, kelapa, kacang tanah, kedelai, jagung, bunga matahari dan lobak. Di
Indonesia, lebih dari 95 persen minyak goreng yang berasal dari minyak nabati
adalah berasal dari kelapa sawit.
Minyak Jelantah
Selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami pemanasan pada
suhu tinggi, lebih kurang 170-1800C dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisi dan polimerisasi yang
menghasilkan senyawa-senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid dan
polimer yang merugikan kesehatan manusia. Proses-proses tersebut menyebabkan
minyak mengalami kerusakan. Kerusakan utama adalah timbulnya bau dan rasa
(FFA), perubahan indeks refraksi, angka perioksida, angka karbonil, timbulnya
kekentalan minyak, terbentuknya busa dan adanya kotoran dari bumbu yang
digunakan dan dari bahan yang digoreng. Semakin sering digunakan tingkat
kerusakan minyak akan semakin tinggi. Penggunaan minyak berkali-kali akan
mengakibatkan minyak menjadi cepat berasap atau berbusa dan meningkatkan
warna coklat serta flavour yang tidak disukai pada bahan makanan yang digoreng
(Wijana,dkk; 2005).
Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan
berkali-kali, sehingga menyebabkan kerusakan-kerusakan yang mempengaruhi kualitas
minyak itu sendiri. Faktor pertama yang dapat menyebabkan kerusakan lemak
atau minyak adalah penyerapan bau. Lemak dan minyak bersifat mudah menyerap
bau. Apabila bahan pembungkus dapat menyerap lemak, maka lemak yang
terserap ini akan teroksidasi oleh udara sehingga rusak dan berbau. Bau dari
bagian lemak yang rusak ini akan diserap oleh lemak yang ada dalam bungkusan
yang menyebabkan seluruh lemak menjadi rusak.
Faktor yang ke dua yang dapat menyebabkan kerusakan lemak atau
minyak adalah hidrolisis. Dengan adanya air, lemak dan minyak dapat
terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa,
asam, dan enzim-enzim. Dalam teknologi makanan, hidrolisis oleh enzim lipase
sangat penting karena enzim tersebut terdapat pada semua jaringan yang
mengandung minyak. Dengan adanya lipase, lemak akan diuraikan sehingga kadar
asam lemak bebas lebih dari 10%.
Faktor yang ke tiga yang dapat menyebabkan kerusakan lemak atau
Kerusakan lemak dan minyak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik
yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh proses autooksidasi
radikal asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Autooksidasi dimulai dengan
pembentukan faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas,
peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat, dan enzim-enzim
lipoksidase.
(Mahmudatussa, 2006)
Bahaya Pengkonsumsian Minyak Jelantah
Minyak jelantah, merupakan minyak goreng yang telah tidak layak pakai
atau telah melewati batas penggunaan minyak goreng. Minyak goreng yang
penggunaannya melewati batas pemakaian sebanyak 3-4 kali dipercaya akan
menurunkan mutu dan membahayakan bagi kesehatan apabila minyak goreng
tersebut tetap digunakan untuk konsumsi.
Apabila ditinjau dari segi fisik, salah satu tanda bahwa minyak jelantah
tidak layak dikonsumsi ialah munculnya bau tengik pada minyak tersebut. Minyak
yang tengah mengalami proses tengik, akan mengalami perubahan flavor dan bau
sehingga menjadi tidak layak konsumsi. Menurut Ketaren(2008), ada tiga
penyebab ketegikan dalam minyak yang dibagi atas tiga golongan, yang pertama
adalah ketingikan oleh oksidasi (oxidative rancidity), kedua ialah ketingikan oleh
enzim (enzymatic rancidity), dan yang ketiga adalah ketingikan oleh proses
hidrolisa (hidrolitic rancidity).
Tetapi bila penggunaan minyak goreng yang melebihi batas ditinjau
kerusakannya dari komposisi kimiawinya, maka dapat dilihat, bahwa minyak
selama proses penggorengan. Perubahan sifat ini menjadikan minyak goreng
tersebut tidak layak lagi digunakan sebagai bahan makanan
(Rosita dan Widasari, 2009)
Berdasarkan penelitian juga disebutkan kemungkinan adanya senyawa
carcinogenic dalam minyak yang dipanaskan, dibuktikan dari bahan pangan
berlemak teroksidasi yang dapat mengakibatkan pertumbuhan kanker hati. Selain
itu selama penggorengan juga akan terbentuk senyawa Acrolein yang bersifat
racun dan menimbulkan rasa gatal pada tenggorokkan (Wijana,dkk; 2005).
Oleh karena itu minyak goreng yang telah dipakai atau minyak jelantah
sering kali dibuang begitu saja ke lingkungan baik dari limbah rumah tangga
maupun limbah industri penggorengan. Maka dari itulah, harus adanya
penanganan limbah minyak jelantah yang dibuang tersebut. Dan salah satunya itu
ialah menjadi bahan baku sabun batang.
Sabun Batang
Sabun adalah garam alkali dari asam-asam lemak dan telah dikenal secara
umum oleh masyarakat karena merupakan kerpeluan penting di dalam rumah
tangga sebagai alat pembersih dan pencuci(Lubis, 1999).
Sabun dihasilkan dari proses saponifikasi, yaitu hidrolisi lemak menjadi
asam lemak dan gliserol dalam NaOH (minyak dipanaskan dengan NaOH) sampai
terhidrolisi sempurna. Asam lemak yang berkaitan dengan natrium ini dinamakan
sabun. Hasil lain dari reaksi saponifikasi ialah gliserol, selain C12 dam C16, sabun
juga disusun oleh gugus asam karboksilat (Ketaren, 1986).
Sabun telah ditemukan oleh orang Mesir Kuno beberapa ribu tahun yang
pembuatan sabun dilupakan orang dalam zaman kegelapan, namun ditemukan
kembali selama zaman renaisance. Penggunaan sabun mulai meluas pada abad
ke-18. Dewasa ini sabun dibuat praktis sama dengan teknik yang digunakan pada
zaman yang lampau (Lubis, 1999).
Sabun buatan sendiri bukan hanya membersihkan, tetapi juga dapat
melembabkan dan melembutkan kulit dan meminyaki sel-sel kulit juga. Selain itu,
kualitas sabun mandi buatan sendiri dapat melebihi sabun yang dibeli di
supermarket, karena selain lebih murah sabun buatan sendiri dapat dibuat sesuai
keinginan, baik warna dan harumnya atau dibiarkan apa adanya. Untuk pewarna
dapat digunakan pewarna makanan atau buah-buahan dan parfum non alkohol.
Pada proses penambahan pewarna dan pewangi dapat dilakukan pada saat sabun
mmencapai light trace (adonan sabun berbentuk seperti fla) (Dalimunthe, 2009).
Kunyit
Kunyit (Curcuma domestica) termasuk salah satu tanaman rempah dan
obat. Habitat asli tanaman ini meliputi wilayah Asia, khusunya Asia Tenggara.
Tanaman ini kemudian mengalami persebaran ke daerah Indo-Malaysia,
Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta
bangsa Asia umumnya pernah mengkonsumsi tanaman rempah ini. Baik sebagai
pelengkap bumbu masakan, seperti nasi kuning, rendang, bumbu kari maupun
jamu untuk menjaga kesehatan dan atau menyembuhkan penyakit. Kehadiran
kunyit dimaksudkan untuk memberikan aroma, rasa, dan warna kuning yang khas
baik pada makanan, tekstil, maupun tikar, juga untuk menghilangkan bau amis
pada ikan laut, serta untuk membangkitkan selera makan. Selain itu, kunyit juga
kesehatan ternak ayam serta memberikan warna kuning kemerahan pada kuning
telur ayam (Nugroho,1998).
Taksonomi Kunyit
Sistematika tanaman kunyit adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma domestica VAL. (C. Longa Auct)
(Nugroho,1998)
Dalam pengolahan kunyit sebagai campuran sabun batang, bagian yang
akan digunakan ialah bagian rimpang. Dalam hal ini rimpang kunyit akan diparut,
lalu dicampur dengan air agar mengendap patinya, lalu pati yang telah mengendap
diambil dan dicampur didalam sabun batang. Jadi selain sebagai pewarna alami
pada sabun batang, kunyit juga dapat digunakan untuk kecantikan yang dimana
untuk menghaluskan kulit, dan membuat kulit menjadi kuning langsat.
Lidah Buaya
Lidah buaya merupakan tumbuhan berbatang pendek yang tidak terlihat
karena tertutup oleh daun-daun yang rapat dan sebagian terbenam dalam tanah.
Melalui batang inilah muncul tunas-tunas yang selanjutnya akan menjadi
tanaman anak. Lidah buaya yang bertangkai panjang juga muncul dari batang
tanaman. Peremajaan tanaman ini dilakukan dengan memangkas habis daun dan
batangnya, kemudian dari sisa tunggul batang ini, akan muncul tunas-tunas yang
baru (Agoes, 2010).
Taksonomi Lidah Buaya
Tanaman lidah buaya termasuk keluarga Lilicaea yang memiliki 4.000
jenis dan terbagi ke dalam 240 marga dan 12 anak suku. Menurut Sulistiawati
(2011). Berikut ini penggolongan klasifikasi lidah buaya.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Liliflorae
Suku : Liliceae
Genus : Aloe
Spesies : Aloe barbadensis Milleer
Bagian lidah buaya dalam pengolahan minyak jelantah menjadi sabun
batang adalah daging daun serta gel yang terdapat di dalam lidah buaya. Gel
dalam lidah buaya inilah yang memiliki berbagai manfaat-manfaat yang
menguntungkan untuk manusia. Yaitu Lidah buaya bisa mengatasi bengkak sendi
pada lutut, batuk, dan luka. Lidah buaya juga membantu mengatasi sembelit atau
sulit buang air besar karena gelnya bersifat pahit dan mengandung laktasit,
sehingga merupakan pencahar yang baik (Purwaningsih, 2008)
Selain itu, adanya zat lignin yang terdapat pada gel di lidah buaya mampu
menahan kehilangan cairan tubuh pada permukaan kulit. Alhasil, kulit tidak akan
cepat kering dan terlihat awet muda.
Pepaya
Pepaya merupakan tanaman tropis yang bernilai ekonomis tinggi. Buah
pepaya yang merupakan hasil utama tanaman ini sangat digemari oleh berbagai
ras penghuni bumi ini. Buah pepaya dan hasil olahannya merupakan produk
hortikultura yang cukup penting dalam perdagangan dunia. Selain itu, getah
pepaya yang mengandung enzim papain juga diolah menjadi produk perdagangan.
Papain merupakan enzim proteolitik yang banyak digunakan dalam berbagai
industri makanan dan minuman, industri farmasi, dan industri lainnya. Kini,
produk pasca panen hortikultura ini semakin banyak dan semakin luas
pemakaiannya dalam berbagai industri dunia (Kalie, 1996).
Taksonomi Pepaya
Dari data yang didapat dari Badan POM RI (2008), menyatakan bahwa
klasifikasi dari tanaman pepaya ialah sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Violales
Suku : Caricaceae
Marga : Carica
Pada pengolahan minyak jelantah menjadi sabun batang dengan ekstrak
pepaya yang digunakan kali ini adalah daging buah pepaya yang berwarna
kemerahan, dimana warna kemerahan pada daging pepaya akan memberikan
warna pada sabun batang yang akan diproduksi. Menurut Kalie (1996),
menyatakan bahwa kandungan enzim papain pada buah pepaya dapat digunakan
sebagai obat luar yang dapat mengobati jerawat, luka goresan, kutil, krim
penggugur rambut, pasta gigi, dan operasi plastik langit-langit mulut yang
terbelah. Oleh karena itu, maka buah pepaya dipilih menjadi salah satu komoditi
pertanian yang akan digunakan sebagai campuran dalam sabun batang yang akan
diproduksi.
Syarat Mutu Sabun Mandi
Syarat mutu sabun mandi yang ditetapkan SNI untuk sabun yang beredar
di pasaran hanya mencakup sifat kimiawi dari sabun mandi, yaitu jumlah asam
lemak bebas, asam lemak, alkali bebas, bagian tak larut dalam alkohol, kadar air,
dan minyak mineral. Berikut adalah tabel karateristik dan syarat mutu dari sabun
mandi.
Tabel 1. Karakteristik dan Syarat Mutu Sabun Mandi
Karakteristik Syarat Mutu
Kadar air dan zat menguap pada 105 0C Max 15
Asam Lemak Min 71
Asam Lemak Bebas Max 2.5
Bagian tak larut dalam Alkohol Max 2.5
Alkali bebas dihitung sebagai NaOH Max 0.1
Minyak Mineral negatif
Penentuan Kadar Air dan Zat Menguap pada 105oC
Pada sabun batang yang akan diproduksi dilakukan penentuan kadar air
dan zat yang menguap pada suhu 1050C sebgai salah satu indikator apakah sabun
batang yang diproduksi telah lulus standarisasi atau tidak.
Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)
Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram NaOH yang diperlukan
untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau
lebih. Angka asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang
berasal dari hidrolisa minyak atau karena proses pengolahan yang asli tanaman ini
kurang baik, semakin tinggi angka asam semakin rendah kualitasnya
(Lestari, 2010).
Bagian Tidak Larut dalam Alkohol
Bagian tak larut dalam alkohol ialah bagian sabun yang tidak larut dalam
larutan alkohol, seperti ampas-ampas dari bekas penggorengan pada proses
penggorengan, ataupun ampas-ampas pada ekstrak-ekstark komoditi yang
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan Mei 2014 di Laboratorium Keteknikan
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan di Laboratorium
Analisa Kimia Bahan Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian dalam penelitian
ini adalah NaOH, Minyak Jelantah, Rimpang Kunyit, Daun Lidah Buaya, Buah
Pepaya, air, H2SO4, KOH, aquades dan kertas whatman.
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur,
sendok makan, timbangan digital, wadah logam atau kaca, pengaduk, termometer,
cetakan, blender, kain blancu, cawan, elemeyer, aluminium foil, loyang, plastik
wrap, oven, pompa hisap, dan corong.
Metode Penelitian
1. Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap ( RAL ) non-faktorial
dengan 3 kali ulangan di setiap perlakuan.
Perlakuan komoditi (K) terdiri dari 3 taraf yaitu :
K1 = Kunyit
K2 = Lidah Buaya
Model rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL )
non-faktorial dengan perlakuan komoditi (K) dengan kode rancangan :
Yij = µ + αi + ɛij ... (1)
Dimana:
Yij = hasil pengamatan dari faktor K pada taraf ke-1 pada ulangan ke-j.
µ = nilai tengah sebenarnya.
αi = efek faktor K pada taraf ke-i.
ɛij = pengaruh galat ( pengacakan ).
2. Persiapan Bahan Baku
Minyak jelantah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah minyak
bekas penggorengan dengan masa penggorengan sebanyak tiga kali. Minyak
jelantah yang akan diolah dilakukan pembersihan terlebih dahulu dengan
menyaringnya dengan kain blancu yang telah disiapkan.
Bagian dari kunyit yang akan digunakan ialah pada bagian rimpang.
Bagian rimpang yang akan digunakan terlebih dahulu dicuci, kemudian diparut.
Setelah dilakukan pemarutan, hasil parutan direndam air dengan perbandingan
1 : 4. Lalu setelah dicampur dengan air, larutan dibiarkan hingga terjadinya
endapan. Setelah adanya endapan, maka dipisahkan air dan tepung kunyit yang
telah siap untuk campuran sabun.
Bagian dari Lidah buaya yang akan digunakan dalam pengolahan ialah
lidah buaya bagian daun. Kulit dari daun terlebih dahulu dikupas, lalu bagian
daging dan gel lidah buaya diblender hingga halus dan siap digunakan untuk
Bagian dari pepaya yang akan digunakan dalam pengolahan ialah buah
pepaya. Buah pepaya terlebih dahulu dipisahkan kulit dengan daging buah, dan
pemisahan biji yang masih melekat dengan daging buah. Lalu daging buah dicuci
hingga bersih dan diblender hingga halus. Buah pepaya yang telah halus, siap
digunakan untuk campuran sabun.
3. Prosedur Penelitian
− Disiapkan minyak jelantah yang telah disaring pada wadah logam atau
kaca.
− Ditimbang NaOH sebanyak 32 gram, lalu dilarutkan dengan air dengan
volume 100 mL.
− Diukur minyak jelantah sebanyak 100 mL (untuk satu ulangan) dan
ditempatkan pada wadah logam.
− Diukur larutan NaOH sebanyak 60 mL lalu dicampur dengan minyak
jelantah yang telah disiapkan.
− Diaduk campuran dengan pengaduk selama kurang lebih 20 menit.
− Dimasukkan ekstrak yang telah disiapkan sebanyak 20 gram.
− Diaduk selama 5 menit.
− Dimasukkan larutan sabun yang telah mengental ke dalam cetakan sabun.
− Didiamkan selama 1 hari hingga larutan memadat.
− Dilakukan pengulangan langkah 1 sampai dengan 9 pada tiap komoditi
sebanyak tiga kali.
4. Parameter Penelitian
4.1. Analisa Kadar air dan zat menguap pada 1050C.
Pada analisa kadar air dan zat menguap pada 1050C yang pertama
kali dilakukan ialah menimbang berat sampel berupa sabun batang yang
telah mengeras masing-masing seberat 4g dan ditempatkan di cawan yang
telah terlebih dahulu ditimbang beratnya. Lalu cawan yang telah diisi
dengan sampel, dimasukkan kedalam oven dengan suhu 1050C selama 2
jam. Setelah 2 jam, cawan dikeluarkan dan didinginkan selama beberapa
saat lalu ditimbang kembali. Lalu penentuan kadar air dan zat menguap
dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
Ka (bb) = ����� ��ℎ�� ����−����� ��ℎ�� ��ℎ��
����� ��ℎ�� ���� X 100 % ... (1)
4.2. Analisa asam lemak bebas.
Asam lemak bebas merupakan salah satu indikator pengujian
terhadap kualitas sabun batang yang dihasilkan. Jadi semakin rendah nilai
asam lemak bebas, maka kualitas sabun juga akan semakin bagus. Jadi
pertama-tama sebanyak 5g sampel sabun ditimbang dan dimasukkan
dalam elemeyer 250 ml dan ditambahkan 50 mL alkohol netral 95% dan
dipanaskan sampai mendidih. Setelah ditambahkan tiga tetes indikator
phenolptalein, larutan dititrasi dengan KOH 0,1 N sampai berwarna merah
jambu yang tidak hilang selam beberapa detik. Penentuan kadar asam
lemak bebas dapat dihitung dari persamaan berikut :
% FFA = mLNaOHxnormalitasNaOHxberatmol
BeratContohX1000 X 100% ... (2)
4.3.Analisa bagian tidak larut dalam alkohol.
Pada pengujian ini, hal yang pertama kali dilakukan ialah
penimbangan sampel sebanyak 2g lalu dibungkus dengan aluminium foil.
Kemudian sampel yang telah dibungkus dimasukkan setengah bagian pada
bagian mulut elemeyer 600 mL. Lalu dituang dengan larutan H2SO4
(dengan normalitas 0.325) agar sampel larut dan masuk kedalam elemeyer.
Setelah larut, kertas aluminium pembungkus dibuang, kemudian elemeyer
di tutup dengan aluminium foil lalu dilapisi dengan plastik dan diikat
dengan karet gelang. Setelah itu, diletakkan elemeyer ke autoklaf
kemudian disambungkan dengan listrik. Ditunggu suhu naik hingga 1050C
kurang lebih selama 15 menit. Kemudian autoklaf dimatikan dan ditunggu
hingga suhu turun mendekati suhu kamar. Dibuka penutup dari elemeyer
kemudian dituang larutan NaOH sebanyak 500 mL dan dilakukan
perlakuan sama di autoklaf pada larutan kedua ini. Disiapkan kertas saring
whatman pada corong dan dituang larutan yang berada pada elemeyer
dimana pada bagian bawah corong telah disambung dengan alat pompa
hisap. Lalu didapatlah bagian yang tidak larut pada permukaan kertas
whatman dan disiram dengan aquades yang mendidih dilanjutkan dengan
larutan H2SO4 sebanyak 25 mL. Lalu disiram lagi dengan aquades yang
telah mendidih dan dilanjutkan dengan penyiraman larutan alkohol 95%
sebanyak 25 mL dan dilakukan penyiraman lagi dengan aquades yang
mendidih. Diangkat kertas saring whatman dengan penjepit lalu diletakkan
diatas cawan kaca kemudia disusun diatas loyang yang telah disiapkan dan
didinginkan dengan suhu ruangan selama satu jam lalu plastik
pembungkus dibuka dan loyang dimasukkan ke dalam oven dengan suhu
700C selama 30 menit, kemudian suhu 1050C selama 30 menit. Lalu
loyang dikeluarkan dan didinginkan di desikator selama 15 menit,
kemudian kertas whatman ditimbang. Diulangi langkah pengeringan
dalam oven dengan suhu 1050C dan pendinginan di desikator selama 15
menit hingga kertas whatman memiliki perbandingan sejauh 0.01 dengan
kertas whatman yang baru. Setelah stabil, langkah diatas dihentikan dan
dilakukan perhitungan dengan persamaan :
% Tidak Larut = ����� �����
����� ������ X 100% ... (3)
4.4. Uji Organoleptik, meliputi :
• Aroma, merupakan pengujian yang dilakukan dengan indra
penciuman langsung melalui hidung oleh seorang penguji dengan
pembobotan sebagai berikut :
Tabel 2. Pembobotan Karakteristik Aroma
Nilai Pembobotan Keterangan
1 Sangat Harum
2 Harum
3 Cukup Harum
4 Kurang Harum
5 Tidak Harum
• Warna, merupakan pengujian yang dilakukan dengan indra
penglihatan secara lamgsung dengan mata oleh seorang penguji
Tabel 3. Pembobotan Karateristik Warna
Nilai Pembobotan Keterangan
1 Sangat Menarik
2 Menarik
3 Cukup Menarik
4 Kurang Menarik
5 Tidak Menarik
• Bentuk, merupakan pengujian yang dilakukan dengan indra
penglihatan secara lamgsung dengan mata oleh seorang penguji
dengan pembobotan sebagai berikut:
Tabel 4. Pembobotan Karateristik Bentuk
Nilai Pembobotan Keterangan
1 Sangat Bagus
2 Bagus
3 Cukup Bagus
4 Kurang Bagus
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan, secara umum dapat diketahui bahwa
nilai Kadar Air, FFA, dan bagian tidak larut alkohol pada masing-masing ulangan
relatif sama. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini:
Tabel 5. Karakteristik sabun
Kode Kadar Air (%) FFA (%) Bagian Tidak Larut Alkohol (%)
Kunyit (K1) 34,37 2,39 0,025
Lidah Buaya (K2) 34,33 2,46 0,158
Pepaya (K3) 33,77 2,37 0,113
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai kadar air tertinggi yaitu pada
perlakuan K1 sebesar 34,37% dan nilai kadar air terendah yaitu pada perlakuan
K3 sebesar 33,77%. Sedangkan pada analisis asam lemak bebas nilai tertinggi
yaitu pada perlakuan K2 sebesar 2,46% dan nilai terendah yaitu pada perlakuan
K3 sebesar 2,37%. Lalu pada parameter bagian tidak larut alkohol, nilai tertinggi
yaitu pada perlakuan K2 sebesar 0,158% dan nilai terendah yaitu pada perlakuan
K1 sebesar 0,025%.
Hasil analisa statistik pengaruh ekstrak terhadap masing-masing parameter
yang diamati dapat dilihat pada uraian berikut.
Kadar Air
Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 8, menunjukkan hasil
bahwa Fhitung lebih kecil daripada F0,05 dan F0,01. Dimana hal ini dapat menyatakan
bahwa antara tiap-tiap perlakuan yang dilakukan menunjukkan bahwa pengaruh
yang ditimbulkan tidak nyata. Sehingga pengujian DMRT tidak dilanjutkan.
tidak ada perlakuan yang pengaruhnya menonjol dibanding perlakuan lain.
Hal ini terjadi jika H0 (hipotesis percobaan) diterima pada taraf uji 5 %.
Pada penelitian ini, nilai kadar air yang didapatkan dari penelitian tidak
sesuai dengan syarat mutu yang telah ada. Dimana, nilai kadar air yang dihasilkan
lebih tinggi atau melewati batas syarat mutu dari sabun batang yang telah
ditetapkan. Hal ini dikarenakan adanya penggunaan air dalam proses pembuatan
sabun batang ini. Dimana dalam pembuatan sabun batang dengan komposisi
minyak jelantah sebanyak 100 ml, membutuhkan larutan NaOH sebanyak 60ml
yang sebelumnya NaOH terlebih dahulu dilarutkan pada air sebanyak 100 ml.
Sehingga hal ini menyebabkan kadar air lebih tinggi pada sabun batang yang telah
dihasilkan. Selain itu, tingginya kadar air juga disebabkan oleh jangka waktu
antara proses pengeluaran sabun dari cetakan dengan waktu menganalisa terkesan
singkat yaitu selama dua hari. Sehingga kadar air yang terkandung dalam sabun
batang masih minim akan penguapan dari udara, berbeda dengan sabun batang
produksi pabrik yang jangka waktu pembuatan dengan jangka waktu
pemasarannya bisa dikatakan cukup lama.
Pada Lampiran 5, dapat ditentukan bahwa kadar air tertinggi ialah pada
perlakuan kunyit, dengan nilai rataan sebesar 34,37% dan nilai kadar air terendah
ialah pada perlakuan pepaya dengan nilai rataan sebesar 33,77%. Hasil dari data
ini didapatkan setelah dilakukan analisis pada laboratorium, dimana
masing bahan dicacah dan dihancurkan terlebih dahulu. Setelah itu
masing-masing bahan ditimbang sebanya 5 gram dan dimasukkan kedalam oven selama 2
dan dihitung persen kadar air yang terkandung pada tiap-tiap sabun batang
tersebut.
Asam Lemak Bebas (FFA)
Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 8, menunjukkan hasil
bahwa Fhitung lebih kecil daripada F0,05 dan F0,01. Dimana hal ini dapat menyatakan
bahwa antara tiap-tiap perlakuan yang dilakukan menunjukkan bahwa pengaruh
yang ditimbulkan tidak nyata. Sehingga pengujian DMRT tidak dilanjutkan.
Menurut Hanafiah (1995) hasil perlakuan tidak nyata memiliki makna bahwa
tidak ada perlakuan yang pengaruhnya menonjol dibanding perlakuan lain. Hal ini
terjadi jika H0 (hipotesis percobaan) diterima pada taraf uji 5 %.
Pada proses analisa asam lemak bebas (FFA) yang dilakukan, nilai asam
lemak bebas yang didapatkan menunjukkan nilai yang hampir sama. Yaitu
berkisar antara 2,35 sampai dengan 2,46. Hal ini dikarenakan bahan baku berupa
minyak jelantah yang digunakan ialah sama. Lalu nilai rataan pada asam lemak
bebas (FFA) pada penelitian ini adalah sebesar 2,40 dimana menurut Wijana,dkk
(2005), salah satu syarat mutu sabun mandi adalah maksimal 2,5%. Sehingga
sabun batang yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dinyatakan sebagai sabun
mandi yang layak untuk digunakan sesuai syarat mutu asam lemak bebas.
Pada Lampiran 6, dapat diketahui bahwa nilai asam lemak bebas tertinggi
yaitu pada perlakuan lidah buaya dengan nilai 2,46%. Sedangkan nilai asam
lemak bebas terendah ialah pada perlakuan pepaya dengan nilai 2,37%. Pada
analisis asam lemak bebas yang dilakukan di laboratorium, hal pertama yang
dilakukan ialah mencacah dan menghaluskan masing-masing sampel sebanyak 4
alkohol 95% sebanyak 50 mL. Kemudian dididihkan hingga sampel larut dengan
alkohol. Setelah itu larutan didinginkan dan ditetesi dengan tiga tetes indikator
phenolptalein lalu ditritrasi dengan KOH 0,1N sampai larutan berwarna merah
jambu. Berikutnya catat berapa banyak larutan KOH yang diperlukan dan
dihitung berapa nilai asam lemak bebas pada masing-masing sampel.
Bagian Tidak Larut Alkohol
Dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 8, menunjukkan hasil
bahwa Fhitung lebih kecil daripada F0,05 dan F0,01. Dimana hal ini dapat menyatakan
bahwa antara tiap-tiap perlakuan yang dilakukan menunjukkan bahwa pengaruh
yang ditimbulkan tidak nyata. Sehingga pengujian DMRT tidak dilanjutkan.
Menurut Hanafiah (1995) hasil perlakuan tidak nyata memiliki makna bahwa
tidak ada perlakuan yang pengaruhnya menonjol dibanding perlakuan lain. Hal ini
terjadi jika H0 (hipotesis percobaan) diterima pada taraf uji 5 %.
Bagian tidak larut alkohol merupakan salah satu parameter yang
diperlukan dalam menentukan suatu kualitas dari sabun batang yang dihasilkan.
Pada parameter ini hal yang penting ialah untuk menentukan banyak tidaknya
serat atau kotoran yang terdapat pada sabun yang akan mempengaruhi kualitas
sabun itu sendiri. Pada penelitian ini, nilai tertinggi didapatkan pada ekstrak lidah
buaya ulangan 1 yaitu sebesar 0,42%. Hal ini dikarenakan penggunaan aquades
yang kurang bersih pada perlakuan ini, sehingga kotoran-kotoran pada aquades
ikut menempel pada kertas saring dan mempengaruhi nilai dari perlakuan itu
sendiri. Kemudian nilai terendah ialah pada ekstrak pepaya ulangan 1 yaitu
sebesar 0,01% yang otomatis menunjukkan pada perlakuan ini, sabun batang
satu syarat mutu sabun mandi adalah bagian tidak larut dalam alkohol tidak boleh
melebihi 2,5%, sehingga ekstrak pepaya ulangan 1 merupakan sabun batang
dengan kualitas yang paling bagus pada penelitian ini dari karateristik bagian
tidak larut alkohol.
Pada Lampiran 7, dapat diketahui bahwa nilai rataan bagian tidak larut
alkohol tertinggi ialah pada perlakuan lidah buaya dengan nilai 0,158%. Lalu nilai
rataan terendah ialah pada perlakuan kunyit dengan nilai sebesar 0,025%. Pada
analisis yang dilakukan di laboratorium, bahan yang paling penting ialah kertas
saring whattman. Dimana kertas saring ini berguna untuk menyaring larutan
sampel sabun batang yang telah dicampur dengan larutan H2SO4 dan larutan
NaOH yang sebelumnya telah di autoklaf. Akan tetapi masing-masing kertas
saring juga terlebih dahulu ditimbang berat awal dan larutan akan dilewatkan/
disaring dengan kertas saring yang telah dipasang dengan alat pompa hisap untuk
menghisap larutan sampel yang disaring. Setelah itu, kertas saring kemudian
dioven dalam suhu 700C selama 30 menit dan dioven lagi dalam suhu 1050C
selama 30 menit dan kemudian kertas saring ditimbang kembali. Berikutnya dicari
nilai bagian tidak larut alkohol pada tiap-tiap sampel dengan perhitungan yang
telah ada.
Aroma
Aroma merupakan salah satu karakterisktik yang terdapat dalam uji
organoleptik pada penelitian ini. Pada pengujian aroma, dilakukan dengan cara
penciuman langsung terhadap sabun batang lalu diberikan penilaian yang telah
ditentukan pada Tabel 2. Pada hasil pengujian aroma ( Lampiran. 9), nilai
nilai terendah diperoleh pada sabun batang dengan ekstrak kunyit sebesar 2,87.
Meskipun nilai rataan dari kedua ekstrak ini tidak jauh berbeda, tapi dapat
disimpulkan bahwa aroma pada sabun batang dengan ekstrak pepaya lebih harum
dibandingkan dengan sabun batang dengan ekstrak dari kunyit dan lidah buaya.
Nilai rataan aroma pada ketiga ekstrak yang digunakan pada penelitian ini
lebih mengarah pada nilai 3 (Cukup Harum). Hal ini dikarenakan pada pembuatan
sabun batang diberikan penambahan berupa parfum untuk menutup aroma asli
dari minyak jelantah. Sebab minyak jelantah merupakan minyak nabati yang
mudah mengalami kerusakan aroma dimana menurut Mahmudatussa (2006),
minyak goreng yang telah digunakan berkali-kali akan menyebabkan
kerusakan-kerusakan yang mempengaruhi kualitas minyak goreng. Dimana salah satu faktor
yang menyebabkan kerusakan lemak atau minyak adalah oksidasi yang dapat
menimbulkan ketengikan (rancidity). Hal ini disebabkan oleh proses autooksidasi
radikal asam lemak tidak jenuh dalam minyak.
Warna
Warna merupakan salah satu karateristik pengujian organoleptik pada
penelitian ini, dimana pada pengujianya digunakan indra penglihatan dalam
penilaiannya. Pada hasil pengujian organoleptik warna( Lampiran. 9 ) , nilai
tertinggi didapat pada sabun batang dengan ekstrak pepaya sebesar 2,73 dan nilai
terendah didapat pada sabun batang dengan ekstrak kunyit sebesar 3,00. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa sabun batang dengan ekstrak pepaya
memiliki warna yang lebih disukai dibandingkan sabun batang dengan ekstrak
pepaya memiliki warna dengan bintik jingga kemerahan yang membuat warna
dari sabun batang dengan ekstrak pepaya menjadi lebih menarik.
Nilai rataan warna pada ketiga ekstrak yang digunakan pada penelitian ini
lebih mengarah pada penilaian 3 (cukup menarik). Hal ini dikarenakan warna dari
minyak jelantah yang digunakan memiliki warna yang telah jauh dari warna
aslinya yaitu berwarna coklat. Menurut Wijana,dkk (2005), semakin sering
digunakan tingkat kerusakan minyak akan semakin tinggi. Penggunaan minyak
berkali-kali akan mengakibatkan minyak menjadi cepat berasap atau berbusa dan
meningkatkan warna cokelat serta flavour yang tidak disukai pada bahan makanan
yang digoreng. Oleh karena itu, sabun batang yang dihasilkan memiliki warna
yang coklat dan tidak seperti warna sabun pada umumnya.
Bentuk
Bentuk merupakan salah satu karateristik pengujian organoleptik pada
penelitian ini, dimana pada pengujianya digunakan indra penglihatan dalam
penilaiannya. Pada hasil pengujian organoleptik bentuk ( Lampiran 9 ), nilai
tertinggi didapat pada sabun batang dengan ekstrak lidah buaya sebesar 2,27 dan
nilai terendah didapat pada sabun batang dengan ekstrak pepaya sebesar 3,07.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sabun batang dengan ekstrak lidah
buaya memiliki bentuk yang lebih disukai dibandingkan sabun batang dengan
ekstrak kunyit dan pepaya.
Adapun sabun batang pada penelitian ini dapat dibentuk dikarenakan
adanya cetakan yang digunakan berbentuk petak dan sabun dicetak dalam keadaan
masih berbentuk setengah padatan atau cairan kental. Menurut Ketaren (1986),
lemak dan gliserol dalam NaOH sampai terhidrolisis sempurna. Oleh karena itu,
maka minyak yang telah dicampur dengan larutan NaOH akan mengental dalam
pengadukan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan harus segera dicetak
sebelum mengalami proses pengerasan.
Pada penelitian ini, hal-hal pertama yang harus diperhatikan ialah dalam
menyiapkan bahan-bahan yang akan dilakukan. Bahan-bahan yang paling penting
ialah minyak goreng bekas/ minyak jelantah, NaOH, air, kunyit, lidah buaya dan
pepaya. Dalam persiapannya, minyak jelantah terlebih dahulu dibersihkan dengan
bumbu yang ada dengan cara mencampurnya dengan air dan dilakukan pemansan
hingga suhu 100 0C dan ditunggu hingga volume air menjadi setengahnya. Lalu
setelah itu dipisahkan antara air dan minyak yang telah melalui proses ini.
Berikutnya disiapkan saringan dengan kain blancu diatasnya dan disaring minyak
jelantah yang telah dingin tersebut.
Pada komoditi-komoditi yang akan digunakan, yaitu kunyit, lidah buaya,
dan pepaya perlakuan yang dilakukan pada tiap-tiap komoditi hampir sama, Yaitu
yang pertama ialah melakukan pencucian terhadap kotoran-kotoran yang
menempel pada bagian yang akan digunakan, seperti daging buah. Lalu kemudian
dilakukan pemisahan kulit dengan bagian daging yang akan digunakan.
Berikutnya dilakukan penghancuran, dimana terdapat perbedaan antara kunyit
dengan lidah buaya dan pepaya, dimana pada kunyit rimpang yang telah dipisah
dari kulit dilakukan pemarutan dan pada lidah buaya dan pepaya daging daun/
daging buah dilakukan dengan cara diblender. Setelah melalui proses ini, maka
hasil penghancuran dilakukan penyaringan sehingga yang digunakan dalam
Penelitian ini menggunakan zat kimia berupa NaOH yang berbentuk pelet.
Dimana sebelum digunakan, zat ini terlebih dahulu dicampur dengan larutan H2O
(air). Pada proses pencampuran ini, wadah yang digunakan ialah wadah yang
tahan terhadap panas, sebab pada proses pencampuran ini akan menghasilkan
panas yang hampir mendekati suhu 90 – 100 0C. Selain itu dalam proses
pencampurannya harus dilakukan pengadukan dengan sendok besi, agar larutan
bisa tercampur sempurna tanpa ada residu-residu yang tertinggal.
Minyak jelantah yang telah disaring merupakan minyak yang telah siap
untuk digunakan. Tetapi sebelumnya dilakukan pengukuran sebanyak 100 mL
untuk masing-masing ulangan, lalu ditempatkan pada wadah yang akan digunakan
sebagai wadah pencampuran. Berikutnya dilakukan pengukuran larutan NaOH
yang telah dingin sebanyak 60 mL untuk satu kali ulangan. Setelah diukur, larutan
NaOH lalu dituang kedalam wadah pencampuran yang telah berisikan minyak
jelantah. Akan tetapi, dalam proses ini minyak yang telah dicampur dengan
larutan NaOH harus secara langsung dilakukan pengadukan agar larutan NaOH
dengan minyak jelantah dapat menyatu dengan cepat. Sedangkan apabila minyak
jelantah yang telah dicampur dengan larutan NaOH tidak langsung diaduk, maka
akan membuat kedua larutan tersebut susah menyatu dan gagal.
Pada proses pegadukan, waktu yang dibutuhkan kurang lebih 15 menit,
atau sampai larutan berubah menjadi kental. Setelah larutan berubah menjadi
kental, maka penambahan ekstrak dapat dilakukan, baik itu ektrak kunyit, lidah
buaya, atau pepaya dimana telah ditimbang sebanyak 20 gram pada tiap-tiap
ulangannya. Lalu larutan diaduk lagi hingga tercampur merata dengan ekstrak
yang telah disiapkan. Larutan sabun yang telah dicetak didiamkan selama kurang
lebih 24 jam lalu dilepaskan dari cetakan dan sabun batang yang telah jadi siap
digunakan untuk pengamatan dan pengujian parameter.
Minyak jelantah, merupakan minyak goreng yang telah tidak layak pakai
atau telah melewati batas penggunaan minyak goreng. Minyak goreng yang
penggunaannya melewati batas pemakaian sebanyak 3-4 kali dipercaya akan
menurunkan mutu dan membahayakan bagi kesehatan apabila minyak goreng
tersebut tetap digunakan untuk konsumsi (Rosita dan Widasari, 2009). Oleh
karena banyaknya limbah minyak jelantah yang dapat menganggu kesehatan dan
merusak lingkungan hidup, maka hal inilah yang menjadikan alasan penulis untuk
mengolahnya kembali menjadi suatu yang dapat dimanfaatkan, salah satunya ialah
sabun batang.
Sabun batang yang dihasilkan pada penelitian ini memang memiliki
beberapa kelemahan-kelemahan yang menjadikan kurang disukai untuk
digunakan sebagai sabun mandi. Antra lain ialah pada aroma yang terdapat pada
sabun batang itu sendiri. Sehingga sabun batang ini lebih dianjurkan sebagai
sabun batang yang digunakan untuk mencuci pakaian. Sebab pada sabun batang
ini memiliki daya cuci yang cukup baik untuk membersihkan kotoran membandel,
serta dikarenakan bahan-bahan yang terkandung pada sabun batang yang terkesan
tidak layak untuk kulit, yaitu minyak jelantah. Oleh karena itu, sabun batang yang
telah dihasilkan ini bisa digunakan untuk keperluan mencuci dalam kehidupan
sehari-hari dan juga menjadikan sabun batang yang lebih ramah lingkungan tanpa
membuat masyarakat untuk membuang ataupun mengkonsumsi kembali minyak
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kadar air tertinggi yaitu pada perlakuan K1 sebesar 34,37% dan kadar air
terendah pada perlakuan K3 sebesar 33,77%.
2. asam lemak bebas nilai tertinggi yaitu pada perlakuan K2 sebesar 2,46%
dan terendah pada perlakuan K3 sebesar 2,37%.
3. Bagian tidak larut alkohol tertinggi yaitu pada perlakuan K2 sebesar
0,158% dan terendah pada perlakuan K1 sebesar 0,025%.
4. Pada uji organoleptik, aroma sabun yang paling disukai ialah pada sabun
batang dengan ekstrak pepaya, lalu pada karateristik warna, sabun yang
paling disukai ialah pada sabun batang dengan ekstrak pepaya dan pada
karakteristik bentuk, sabun yang paling disukai ialah pada sabun batang
dengan ekstrak lidah buaya.
Saran
1. Aroma dan warna dari minyak jelantah perlu dilakukan suatu perlakuan,
agar aroma dan warna dari minyak jelantah sebelum digunakan tidak
seperti kondisi awal minyak jelantah tersebut.
2. Penggunaan mixer sangat dibutuhkan dalam proses pencampuran, agar
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Amang, B. Pantjar .S., dan Anas. R. 1996. Ekonomi Minyak Goreng di Indonesia. IPB Press, Bogor.
Badan POM RI. 2008. Direktorat Obat Asli Indonesia.
Dalimunthe, A. N. 2009. “Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun Mandi Padat” Pasca sarjana teknik kimia. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Hanafiah, A. 1991. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Kalie, M. B. 1996. Bertanam Papaya. Penebar Swadaya, Jakarta.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Lestari, P. P. 2010. “Pemanfaatan Minyak Goreng Jelantah Pada Pembuatan Sabun Cuci Piring Cair” Pasca sarjana teknik kimia. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Lubis, L. S. 1999. Sabun Obat. Staff Pengajar Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Mahmudatussa, A. 2006. Modul Minyak.Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Nugroho, N. A. 1998. Manfaat dan Prospek Penggembangan Kunyit. PT. Trubus Agriwidya, Ungaran.
Purwaningsih, D. 2008. Prospek dan Peluang Usaha Pengolahan Produk Aloe Vera L. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Rosita, A. F., Wenti. A. W. 2009. Peningkatan Kualitas Minyak Goreng Bekas Dari KFC Dengan Menggunakan Adsorbsen Karbon Aktif. Universitas Diponegoro, Semarang.
Konsentrasi 50% dan 25% Pada Radang Mukosa Mulut Tikus Putih Jantan. Pasca Sarjana Universitas Udayana, Denpasar.
Lampiran 1. Flow Chart Penelitian.
Mulai
Dilakukan Penyaringan/ Pemisahan Minyak Jelantah dengan Residu
Dicampur/ Diaduk Bahan (15 menit) sampai kental
Dicampur/ Diaduk Bahan
Dimasukkan dalam Cetakan
Didiamkan selama ± 24 jam
Larutan NaOH sebanyak 60 mL
Penambahan Ekstrak (A), (B), (C)
Dilepaskan dari Cetakan
Dilakukan Pengamatan dan Pengujian Parameter
Lampiran 2. Flow Chart Pembuatan Ekstrak Kunyit
Mulai
Dilakukan Pembersihan Rimpang Kunyit dari kotoran/ tanah
Pengupasan Kulit
Pemarutan Rimpang Kunyit
Diendapkan
Pemisahan Air dengan Endapan
Ekstrak Kunyit (A)
Pencampuran dengan Air
Lampiran 3. Flow Chart Pembuatan Ekstrak Lidah Buaya
Mulai
Dilakukan Pembersihan Daun Lidah Buaya dari kotoran
Pengupasan Kulit Daun
Daging dan Gel Daun
Diblender
Ekstrak Lidah Buaya (B)
Lampiran 4. Flow Chart Pembuatan Ekstrak Pepaya
Ekstrak Pepaya (C) Diblender Daging Buah Pepaya
Pencucian ulang Dibersihkan dari kulit dan biji
Dilakukan Pembersihan Buah Pepaya dari getah
Mulai
Lampiran 5. Analisis Kadar Air (%)
Data Analisis Kadar Air di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan
Perlakuan Berat
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Diagram Batang Kadar Air
Lampiran 6. Asam Lemak Bebas (%FFA)
Data Analisis Asam Lemak Bebas di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan
Perlakuan
Data Asam Lemak Bebas
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Diagram Batang Asam Lemak Bebas
Lampiran 7. Bagian Tidak Larut Dalam Alkohol
Data Analisis Bagian Tidak Larut Dalam Alkohol di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan
Data Bagian Tidak Larut Dalam Alkohol
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Diagram Batang Bagian Tidak Larut Dalam Alkohol
0,025
0,158
0,113
0,000 0,020 0,040 0,060 0,080 0,100 0,120 0,140 0,160 0,180
Kunyit Lidah Buaya Pepaya
Lampiran 8. Tabel Analisis Sidik Ragam Analisis Sidik Ragam Kadar Air
SK DB JK KT F Hitung F 0,05 F 0,01
Analisis Sidik Ragam Asam Lemak Bebas
SK DB JK KT F Hitung F 0,05 F 0,01
Analisis Sidik Ragam Bagian Tidak Larut Alkohol
Lampiran 9. Data Uji Organoleptik
Uji organoleptik sabun batang dengan ekstrak kunyit
No. nama penguji Aroma Warna Bentuk
Uji organoleptik sabun batang dengan ekstrak Lidah Buaya
Uji organoleptik sabun batang dengan ekstrak pepaya
No. nama penguji Aroma Warna Bentuk
1 Doni Purba 4 3 3
2 Febrina. M. S 3 3 4
3 Riska 2 3 2
4 Maria E. Tampubolon 2 4 2
5 Dwi Ary Ertanto 3 3 4
6 Netty Sinaga 2 2 3
7 Isti Mauladina 3 3 3
8 Detyara Imani 3 3 3
9 Ferdinan Ketaren 4 3 3
10 Vovoandwivo. M 2 3 2
11 Siti Aisyah Ritonga 2 2 4
12 Liztia Dwitami A 4 3 3
13 Hilman Murasa 2 3 3
14 Sri Apulina 1 1 3
15 Annisa Puti Andini 1 2 4
Total 38 41 46
Lampiran 10. Bahan Penelitian
Rimpang Kunyit
Lidah Buaya
Ekstak Pepaya, Kunyit dan Lidah Buaya
Pencampuran air (100 ml) & NaOH (32g)
Lampiran 11. Hasil Penelitian : Sabun batang ekstrak kunyit, lidah buaya dan papaya
Sabun batang dengan ekstrak kunyit
Sabun batang dengan ekstrak lidah buaya
I
II
III
I
II
Sabun batang dengan ekstrak pepaya
I
II
Lampiran 12. Analisis Parameter Kadar Air
Sabun batang dihaluskan
Ditimbang sampel