• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterkaitan antara terumbu karang dengan ikan chaetodontidae: implikasi untuk pengelolaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keterkaitan antara terumbu karang dengan ikan chaetodontidae: implikasi untuk pengelolaan"

Copied!
273
0
0

Teks penuh

(1)

SYAHNUL SARDI TITAHELUW

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul: Keterkaitan Antara Terumbu Karang Dengan Ikan Chaetodontidae: Implikasi Untuk Pengelolaan adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

(4)
(5)

This study was aimed to explore the relationship between fish Chaetodontidae with the percentage of live coral cover as pre reguisite for appropriate management. The research was conducted Sidodadi waters and Tegal island Province of Lampung in during April to Juni 2010 at 6 stations. Data for coral reef was collected using visual census fish and line intercept transect method which placed parallel to the coastline. The results recorded 115 species of fish Chaetodontidae, representing 2 Genera, namely Chaetdon (91 species), and

Chelmon(24 species). The variety of the diversity index, could be an indicator of the quality of coral reefs which ranging from 0,28 to 1,38 and the coral cover between 47.94% to 67.14%. The correlation between the percentage of live coral and fish Chaetodontidae were positive, where the coefficient of determinant (r) of each species more than 80,20 %. Analysis of fish feeding habit Chaetodontidae favorite show that the coral life is very high, in additional all species analyzed zooxanthelae presence of very high compared with plankton, detritus, and algae plankton. Therefore the fish Chaetodontidae highly dependent on living coral as its main food.

(6)
(7)

Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem pemasok pangan yang sangat potensial bagi manusia, karena berbagai jenis biota laut seperti ikan, algae, crusteacea dan molusca dapat ditemukan di ekosistem ini. Kehadiran berbagai jenis biota ini mengundang kegiatan eksploitasi sumberdaya secara besar, tidak terkecuali dengan perairan Sidodadi dan Pulau Tegal. Pengaruh perubahan mutu lingkungan akibat kegiatan pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang dapat diidentifikasi dengan melihat ikan famili Chaetodontidae. Jenis ikan ini sangat bergantung pada karang, yang merupakan tempat untuk mencari makan dan berlindung, maka distribusinya dan densitasnya lebih banyak dipengaruhi oleh tutupan karang. Menurut Reese (1981) sekitar 50 % ikan famili Chaetodontidae merupakan pemakan polip karang. Kondisi ekosistem terumbu karang di perairan sidodadi dan Pulau Tegal masih dalam kondisi baik, dengan rata-rata tutupan karang hidup sebesar 59.57 %. Total ikan karang yang tersensus di lokasi penelitian sebanyak 684 spesies yang mewakili 14 Genera. Sedangkan ikan Chaetodontidae yang di temukan di perairan Sidodadi dan Pulau Tegal sebanyak 115 spesies yang di dominansi oleh Genus

Chaetodonsebanyak 91 spesies.

Kawasan perairan Sidodadi dan Pulau Tegal merupakan bagian dari wilayah perairan Teluk Lampung. Kawasan perairan ini memiliki segenap potensi yang telah menjadi daya tarik berbagai pihak para pemangku kepentingan untuk melakukan kegiatan eksploitasi sesuai dengan kepentingan masing-masing. Salah satu dampak negatif yang mengemuka dan perlu mendapat perhatian akibat berlangsungnya kegiatan eksploitasi tersebut adalah ancaman terhadap kelestarian sumberdaya terumbu karang. Ancaman tersebut dapat berasal dari pencemaran perairan akibat limbah domestik maupun limbah industri, kegiatan wisata, kegiatan budidaya, destructive fishing, serta terjadinya konflik antar masyarakat yang saling berbeda kepentingan dalam pemanfaatan.

Penelitian tentang Keterkaitan Antara Terumbu Karang Dengan Ikan Chaetodontidae di Perairan Sidodadi dan Pulau Tegal Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung bertujuan untuk: 1) Menganalisis kondisi ekosistem terumbu karang, 2) Menganalisis distribusi ikan Chaetodontidae, 3) Menganalisis hubungan antara ikan Chaetodontidae dan terumbu karang.

Penelitian ini dilaksanakan di perairan Sidodadi dan Pulau Tegal Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Pengumpulan data primer dan data sekunder dilakukan selama 3 bulan pada bulan April 2010 sampai bulan Juni 2010. Metode yang digunakan untuk penentuan kondisi tutupan komunitas karang adalah metode Line Intercept Transect (LIT). Data ikan karang dalam penelitian ini diperoleh dengan metode Underwater Visual Census (UVC) pada transek terumbu karang yang sama yaitu metode untuk mengidentifikasi ikan karang melalui pengamatan terhadap ikan-ikan karang yang ditemukan pada jarak 2.5 meter ke kiri dan kanan dari atas garis transek.

(8)

target (19.7 %) di seluruh stasiun. Dari kelompok target di dominansi oleh Genera

Acanthuridaesebanyak 88 spesies, kelompok indikator di dominansi oleh Genera

Chaetodonsebanyak 91 spesies dan kelompok mayor di dominansi oleh Genera Pomacentridae sebanyak 226 spesies.

Analisis regresi menunjukan ikan Chaetodontidae sangat erat kaitannya dengan terumbu karang yang dapat di jelaskan sebesar 80.2 %. Analisis jenis makanan yang dikonsumsi oleh ikan Chaetodontodae terlihat spesies ini sangat tergantung pada terumbu karang. Lebih dari 50 % jenis makanan yang di komsumsi oleh ikan ini adalah Zooxanhtellae terkecuali Chelmon. Bila dilihat diiantara spesies-spesies indikator tersebut, spesies C. trifascialis yang mempunyai keterkaitan yang paling erat dengan terumbu karang. Jenis makanan yang dikonsumsi oleh spesies ini, 80% adalah zooxanthellae.

Penegakan hukum merupakan faktor yang paling penting dan sangat urgen dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang di perairan Sidodadi dan Pulau Tegal. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kegiatan-kegiatandestructive fishing yang terjadi di perairan tersebut. Dari berbagai permasalahan yang di temukan di perairan tersebut, kegiatan destructive fishing sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan atau kelestarian dari ekosistem terumbu karang yang di perairan tersebut. Jika dilihat dari kuisioner yang di berikan kepada masyarakt, pada umumnya masyarakat Sidodaadi dan Pulau Tegal sendiri mengerti dengan manfaat dari ekosisitem terumbu karang, baik manfaat ekonomi dan ekologi. Selain itu, masyarakat juga mengerti akan dampak yang timbulakan oleh kegiatan destructive fishing, dan kegiatan-kegiatan yang sifatnya merusak tersebut.

(9)

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar.

(10)
(11)

SYAHNUL SARDI TITAHELUW

Tesis

Sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Nomor Pokok : C252080131

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Persisir dan Lautan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M Mukhlis Kamal, M.Sc Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Dr.Ir.DahrulSyah,M.Sc.Agr

(14)
(15)

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahamat dan karunih-Nya sehingga tesis dengan judul “Keterkaitan Antara Terumbu Karang Dengan Ikan Chaetodontidae: Implikasi Untuk Pengelolaan” akhirnya dapat diselesaikan. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Master Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan di Sekolah Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor.

Penelitian dan prosoes penulisan tesis dapat berlangsung dengan baik atas prakasa berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc. dan Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah membantu memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku ketua Program Studi Pengelolaan Pesisir dan Lautan beserta staf pengajar yang telah memberikan pengetahuan terkait pengelolaan pesisir dan lautan dan staf sekretariat SPL yang telah banyak membantu selama perkuliahan di SPL-IPB. 3. Kepada Ayahanda Muhammad Titaheluw dan Ibunda Saoda Ishak serta adik-adik ku tersayang, Aminah Titaheluw, Fitria Titaheluw, Wahyu Titaheluw dan Siti Kurnia Khaerani Titaheluw yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil, tulisan ini aku persembahkan untuk kalian.

4. Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc yang telah bersedia menjadi pembimbing laur komisi pada saat ujian tesis.

5. Bapak Ruslan (Laboratorium Ekobiologi, Departemen MSP – FPIK IPB) yang telah membantu mengidentifikasi jenis makanan ikan Chaetodontidae 6. Seluruh rekan-rekan seangkatan SPL XV yaitu; Dafiuddin Salim, S.Kel, M.Si,

Hartoni, S.Pi, M.Si, Luky Sembel, S.Ik, M.Si, Yar Johan, S.Kel, M.Si, Yunus P Paulangan, S.Kel, M.Si, Asep Pranajaya, S.Pi, Maulinna Kusumo Wardhani, S.Kel, M.Si, Nidya Naufita, S.Pi, Margaretha Ika Pratiwi, S.Pi, Hasyim Hasani, S.Pi, Heri Hermawan, S.Pi, M. Saba Yunizar, S.Pi dan Harmoko, S.Kel, M.Si.

7. Rekan-rekan SDP angkatan 2008 yaitu; Ali Mashar S.Pi, M.Si (IPB), Budiono Senen, S.Pi, M.Si (STP Hatta Sjahrir Banda Neira), Desrita, S.Pi, M.Si (UNISI Tembilahan), Iwan Hasri, S.Pi, M.Si (KKP Aceh Tengah), Karmon Kenanga Putra S.Pi, M.Si (KKP Lahat), Nurfadillah, S.Kel, M.Si (UNSYIAH), Pelita Octorina, S.Pi, M.Si (UMMI Sukabumi), Rahmad Mawardi, S.Pi (NTB), Rusmawati La Benua, S.Pi, M.Si (Ternate). Juli Nursandi, S.Kel, M.Si

8. Rekan-rekan S3 SPL Angkatan 2006 yaitu; Dr. Kasman, Ssi, M.Si, Ir, Abdul Haris Anwan, M.Si, Hamzah, S.Pi, M.Si, Ir. Sadikin Amir, M.Si. yang tak pernah berhenti memberikan motifasi dan semangat dalam menyelasaikan penulisan tesis ini.

(16)

hingga penulisan tesis.

11. Rekan-rekan SPL Angakatan 2009 yaitu; Al Azhar, S.Pi, M.Si, Ita Karlina, S.Pi, terimaksih atas bantuan selama ini.

12. Rekan-rekan sekosan yaitu; Singgih Afifah, S.Pi, Al Muzni, S.Pi, terima kasih atas bantuanya selama kita bersama.

13. Rekan-rekan seperjuangan waktu S1 yaitu; Wawan Janriawan, S.Kel, Alim Setiawan, S.Kel, Sukma Irawan, S.Kel, Pramawan, S.Pi, Hendar Daeng Pawatta, S.Pi, Mas Hajar, S.Pi, Sukrin S.Pi, Lizariani Ahmad, S.Kel, Deli, S.Pi terimakasih utnk semuanya.

14. Rekan-rekan sekampung Ternate yang telah banyak berdiskusi dalam penyelaian tesisi yaitu; Fahmi Djafar, S.Pi, M.Si, Hamdi Madang, S.Pi, M.Si. 15. Teman-teman yang telah membantu dalam pengabilan data penelitian yaitu;

(Yudi, Erwin, Arif, Ebeng, kang Dadang,dan Abah beserta keluarga). 16. ANTAM. Tbk yang telah membantu penulis dalam proses penulisan tesis.

Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan dari semua pihak yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tesis ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terima kasih.

Bogor, Agustus 2011

(17)

Penulis dilahirkan di Propinsi Maluku Utara pada tanggal 15 Maret 1985

sebagai anak pertama dari lima bersaudara dari Ayah Muhammad Titaheluw dan

Ibu Saoda Ishak. Pendidikan penulis diawali dengan bersekolah di SD Negeri

Pertiwi II Ternate (1992 – 1997), kemudian dilanjutkan bersekolah di SMP Negeri

4 Ternate (1997 - 2000) dan dilanjutkan bersekolah di SMU Negeri 1 (2000 –

2003).

Pendidikan Sarjana (S1) ditempuh di program Studi Ilmu Kelautan,

Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim

Indonesia, Makassar (2003 – 2008) dan berhasil menyelesaikan studi pada tahun

2008. Selama menjadi mahasisiwa, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah

KORALOGI dan WIDYA SELAM. Penulis diterima di Program Studi

(18)

xix DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xxiii

DAFTAR GAMBAR ... xxv

DAFTAR LAMPIRAN... xxvii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Perumusan masalah ... 3

1.3. Tujuan dan manfaat ... 4

1.4. Kerangka pemikiran... . 5

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Terumbu Karang ... 7

2.1.1. Biologi karang... 8

2.1.2. Karang pembentuk terumbu... 10

2.1.3. Faktor-faktor pembatas pertumbuhan karang ... 11

2.1.4. Distribusi terumbu karang ... 14

2.1.5. Nilai dan fungsi terumbu karang ... 15

2.1.6. Terumbu karang sebagai sumber makanan... 15

2.2. Karakteristik Ikan Karang ... 16

2.2.1. Ikan Chaetodontidae ... 17

2.2.2. Ekobiologi ikan Chaetodontidae... 18

2.2.3. Distribusi ikan famili Chaetodontidae ... 19

2.2.4. Hubungan ikan Chaetodontidae dengan terumbu karang... 20

2.2.5. Famili Chaetodontidae sebagai indikator terumbu karang ... 21

3. METODE PENELITIAN... 23

3.1. Lokasi dan waktu penelitian ... 23

3.2. Bahan dan Alat... 24

3.3. Metode pengumpulan data ... 24

3.4. Data primer... 26

3.4.1. Kondisi terumbu karang... 26

3.4.2. Ikan karang dan Chaetodontidae... 26

3.4.3. Proses identifikasi ikan ... 27

3.4.4. Kualitas perairan ... 28

3.4.5. Persepsi masyarakat ... 29

3.5. Data sekunder ... 29

3.6. Metode analisa data ... 30

3.6.1. Terumbu karang ... 30

3.6.1.1. Persentase penutupan karang ... 30

3.6.1.2. Indeks mortalitas karang ... 30

3.6.2. Ikan Chaetodontidae ... 31

3.6.2.1. Kelimpahan ... 31

(19)

xx

3.6.2.3. Keseragaman ... 32

3.6.2.4. Dominasi ... 32

3.6.3. Kebiasaan makan ikan... 33

3.6.3.1. Proses penangkapan ikan ... 33

3.6.3.2.IndeksofPreponderance... 33

3.6.4. Hubungan kondisi terumbu karang dengan ikan Chaetodontidae ... 33

4. GAMBARAN UMUM ... 35

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 35

4.1.1. Administrasi dan letak geografis ... 35

4.1.2. Iklim... 36

4.1.2.1. Curah hujan ... 36

4.1.2.2. Suhu udara... 36

4.1.2.3. Kelembapan udara... 36

4.1.2.4. Kecepatan dan arah angin ... 36

4.2.Kondisi Habitat Lokasi Penelitian ... 37

4.2.1. Habitat pesisir... 37

4.2.1. 1. Mangrove ... 37

4.2.1.2. Padang lamun ... 37

4.2.1.3. Terumbu karang ... 38

4.3. Sosial Masyarakat... 40

4.3.1. Penduduk... 40

4.3.2. Mata pencaharian ... 40

5. HASIL ... 43

5.1. Kualitas perairan ... 43

5.2. Kondisi Terumbu Karang Di Perairan Sidodadi dan Pulau Tegal ... 43

5.2.1. Penutupan substrat dasar ... 43

5.2.2. Indeks mortalitas karang ... 46

5.3. Komposisi ikan ... 47

5.3.1. Kondisi ikan Chaetodontidae ... 48

5.3.1.1. Kelimpahan spesies Chaetodontidae... 48

5.3.1.2. Keanekaragaman, keseragaman dan dominansi ikan Chaetodontidae ... 49

5.3.2. Hubungan antara persentase tutupan karang hidup dengan jumlah ikan Chaetodontidae ... 51

5.4. Analisis Makanan ... 53

5.5. Persepsi Masyarakat Terhadap Sumberdaya Terumbu Karang 55 6. PEMBAHASAN... 57

6.1. Kondisi Kualitas Perairan... 57

6.2. Kondisi Terumbu Karang ... 58

6.3. Komposisi Ikan... 61

6.4. Kondisi Ikan Chaetodontidae ... 63

6.4.1. Hubungan kelimpahan ikan Chaetodontidae dengan persentase tutupan karang hidup ... 66

(20)

xxi

6.6. Analisis Kerusakan Terumbu Karang ... 71

6.6.1. Pengeboman ikan karang ... 71

6.6.2. Wisata dan budidaya laut ... 72

6.6.3. Akibat jangkar kapal ... 73

6.6.4. Pengambilan karang untuk bahan bangunan dan sovunir. 74 6.7. Persepsi Masyarakat Terhadap Sumberdaya... 75

6.7.1. Persepsi masyarakat terhadap terumbu karang ... 75

6.7.2. pengetahuan sikap tentang terumbu karang ... 75

6.7.3. Manfaat terumbu karang ... 76

6.7.4. Penambangan karang ... 77

6.7.5. Pengetahuan dan sikap tentang alat tangkap dan bahan yang merusak terumbu karang ... 78

6.7.6. Pengembangan wisata bahari ... 80

6.8 Alternatif Pengelolaan Terumbu Karang ... 81

7. Kesimpulan dan saran ... 89

7.1. Kesimpulan ... 89

7.2. Saran... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(21)

xxiii

1. Daftar beberapa spesies ikan chaetodontidae (kepe-kepe) beserta tipe kebiasaan makanannya (Oc = Obligate Corallivores, Fc =

Facultative Corallivores)... 19 2. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian... 24

3. Kriteria baku penilaian kerusakan terumbu karang (Kepmen LH

No4 Tahun 2001) ... 30

4. Struktur umur penduduk di desa sidodadi Kabupaten Pesawaran

tahun 2007... 40

5. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di desa

sidodadi tahun 2007 ... 41

6. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat mata pencaharian di

Desa Sidodadi tahun 2007 ... 41

7. IndeksofPreponderance(makanan ikan) ... 54 8. Jumlah genus dan jenis ikan Chaetodotidae dari beberapa

penelitian yang dilakukan di perairan tropik... 64

9. Indeks Kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman dan dominansi ikan Chaetodontidae di perairan Sidodadi dan Pulau

(22)

xxv

DAFTAR GAMBAR

HALAMAN

1. Kerangka pemikiran... 6

2. Spesies ikan Chaetodontidae... 17

3. Lokasi penelitan di perairan Sidodadi dan Pulau Tegal... 25

4. Line Intercept Transect(LIT) Terumbu karang (Hill &

Wilkinson 2004)... 26

5. Sensus Visual Method ikan Chaetodontidae (English et al,.

1994) ... 27 6. Persentase tutupan karang hidup, karang mati, alga, fauna lain

dan abiotik di tiap stasiun ... 44

7. Persentase tutupan karangacroporadi tiap stasiun... 45 8. Persentase tutupan karang Non-acroporadi setiap stasiun ... 45 9. Persentase tutupan karang mati tiap stasiun penelitian... 46

10. Indeks mortalitas tiap stasiun... 46

11. Komposisi total ikan yang tersensus pada enam lokasi selama

penelitian... 48

12. Jumlah total famili Chaetodontidae yang tersensus pada tiap

stasiun ... 48

13. Kelimpahan total ikan dan Chaetodontidae di setiap stasiun... 49

14. Keanekaragaman total ikan dan Chaetodontidae pada

masing-masing stasiun penelitian ... 49

15. Keseragaman total ikan dan Chaetodontidae pada

masing-masing stasiun penelitian ... 50

16. Dominansi total ikan dan Chaetodontidae pada masing-masing

stasiun ... 50

17. Hubungan regresi antara total ikan Chaetodontidae dengan

tutupan karang hidup... 51

18. Hubungan regresi antara Chaetodon octorafsiatus dengan

tutupan karang hidup... 52

19. Hubungan regresi antara Chaetodon collare dengan tutupan

karang hidup... 52

20. Hubungan regresi antara Chaetodon trifascialis dengan tutupan

karang hidup... 53

21. Hubungan regresi antara Chelmon rostratus dengan tutupan

(23)

xxvi

22. Dampak kerusakan ekosistem terumbu karang akibat kegiatan

destructive fishing ... 72

23. Kegiatan wisata dan budidaya laut ... 73

24. Aktifitas sandar kapal nelayan ... 73

25. Penambangan karang untuk bahan bangunan dan souvenir ... 74

26. Persepsi responden terhadap kondisi terumbu karang... 75

27. Persepsi responden terhadap manfaat ekologi terumbu karang ... 76

28. Persepsi responden terhadap manfaat ekonomi terumbu karang ... 77

29. Persepsi responden terhadap penambangan karang ... 78

30. Persepsi responden terhadap kegiatan pengeboman ikan karang... 79

(24)

xxvii

1. Persentase tutupan karang stasiun 1... 99

2. Persentase tutupan karang stasiun 2... 100

3. Persentase tutupan karang stasiun 3... 101

4. Persentase tutupan karang stasiun 4... 102

5. Persentase tutupan karang stasiun 5... 103

6. Persentase tutupan karang stasiun 6... 104

7. Jenis-jenis ikan yang tersensus di perairan Sidodadi dan Pulau

Tegal ... 105

8. Indeks-indeks ekologi ... 107

9. Kuisioner persepsi masyarakat... 108

10. Regresi total ikan Chaetodontidae dengan tutupan karang... 114

11. Regresi total ikanchatodon octofasciatusdengan tutupan karang

acropora... 115

12. Regresi total ikanchaetodon collaredengan tutupan karang ... 116 13. Regresi total ikanchaetodon trifascialisdengan tutupan karang ... 117 14. Regresi total ikanchelmon rostratusdengan tutupan karang ... 118 15. Dokumentasi penelitian ... 119

16. Bentuk-bentuk pertumbuhan karang (Englishet al,.1994) ... 121 17. Gambar alat yang digunakan dalam penelitian ... 123

18. Kualitas perairan ... 124

19. Tabel alternativ pengelolaan ekosistem teumbu karang di

(25)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem pemasok

pangan yang sangat potensial bagi manusia, karena berbagai jenis biota laut

seperti ikan, algae, crusteacea dan molusca dapat ditemukan di ekosistem ini.

Kehadiran berbagai jenis biota ini mengundang kegiatan eksploitasi sumberdaya

secara besar. Aktivitas penambangan karang, penangkapan ikan dengan bahan

beracun dan bahan peledak penggunaan alat tangkap yang tidak selektif serta

pencemaran yang terjadi di laut maupun di darat merupakan masalah utama

terjadinya degradasi terumbu karang.

Pengaruh perubahan mutu lingkungan akibat kegiatan pemanfaatan

sumberdaya ekosistem terumbu karang dapat diidentifikasi dengan melihat

indikator fisika, kimia dan biologi. Untuk indikator biologi, perubahan ekosistem

terumbu karang dapat digambarkan dengan kehadiran jenis ikan famili

Chaetodontidae. Ikan ini merupakan salah kelompok ikan yang distribusinya luas

dan selalu berasosiasi dengan terumbu karang sehingga beberapa peneliti

menyimpulkan bahwa ikan ini dapat dijadikan sebagai indikator bagi kondisi

terumbu karang dan dianggap sebagai penghuni sejati. Jenis ikan ini sangat

bergantung pada karang, yang merupakan tempat untuk mencari makan dan

berlindung, maka distribusinya dan densitasnya lebih banyak dipengaruhi oleh

tutupan karang. Menurut Reese (1981) sekitar 50 % ikan famili Chaetodontidae

merupakan pemakan polip karang. Selanjutnya Bouchon (1989) menemukan

bahwa jenis obligate coral feederssangat tergantung pada karang, karena 100 % makanan utamanya adalah polip karang.

Adrim et al. (1991) menyebutkan bahwa Chaetodon octofasciatus

memungkinkan untuk dijadikan indikator degradasi terumbu karang akibat

tekanan lingkungan. Hal ini dikarenakan jenis ini paling sering ditemukan pada

kondisi perairan yang keruh (jarak pandang di dalam air kurang dari 10 meter)

dan keanekaragaman rendah. Penelitian Bouchon dan Hermerlin (1985) di

Morea, Polinesia Prancis memperlihatkan bahwa adanya serangan binatang

(26)

menyebabkan terjadi penurunan densitas ikan famili Chaetodontidae hingga 47

%. Reese (1977) menyatakan bahwa ikan famili Chaetodontidae dapat dijadikan

indikator kesehatan ekosistem terumbu karang karena kesukaannya terhadap

jenis substrat tertentu yang dapat menggambarkan kondisi terumbu karang.

Selanjutnya menurut Bouchon (1989) bahwa kerusakan karang bercabang

(Pociloporadan Acropora) sebesar 80 % di Read Sea tahun 1979 dan 1982 telah menyebabkan kepadatan individu turun secara nyata, yaitu sebesar 52.93 % pada

tahun yang sama.

Bouchon (1989), Adrim et al. (1991), Bell dan Galzin (1984) menunjukkan bahwa peningkatan tutupan terumbu karang berkorelasi positif

dengan kelimpahan ikan Chaetodontidae. Nybakken (1992) mengatakan bahwa

ketertarikan ikan Chaetodontidae terhadap terumbu karang kuat sekali, Adrim dan

Hutomo (1989) kelimpahan dan keberadaan ikan Chaetodontidae di suatu

perairan bergantung pada kondisi ekosistem terumbu karang setempat. Lebih

lanjut Bell et al. (1985) menyatakan bahwa kerapatan penutupan karang keras semakin padat pada suatu ekosistem terumbu karang akan berdampak pada

semakin banyaknya polip karang yang hidup, dalam hal ini berhubungan langsung

pada meningkatnya makanan yang di konsumsi oleh ikan Chaetodontidae yang

bersifat obligatif Corallivores.

Secara geografis Provinsi Lampung terletak pada posisi 3o45’ LS - 6o45’

LS dan 103o40’ BT – 105o40’ BT terletak di ujung Pulau Sumatra, yang

menghubungkan pulau ini dengan Pulau Jawa melalui Selat Sunda. Provinsi

Lampung mempunyai luas daerah berkisar 35.377 km2 termaksud pulau-pulau

yang terletak di bagian ujung Tenggara Pulau Sumatra, dengan luas perairan laut

diperkirakan 24.820 km2 dan memiliki panjang garis pantai 1.105 km2 dan 69

pulau kecil. Wilayah pesisirnya dibagi atas 4 wilayah yaitu Pantai Barat (210

km), Teluk Semangka (200 km), Teluk Lampung dan Selat Sunda (160 km), serta

Pantai Timur (270 km) (Wiryawanet al.1999).

Kawasan perairan Sidodadi dan Pulau Tegal merupakan bagian dari

wilayah perairan Teluk Lampung. Kawasan perairan Sidodadi dan Pulau Tegal

memiliki segenap potensi yang telah menjadi daya tarik berbagai pihak para

(27)

kepentingan masing-masing. Salah satu dampak negatif yang mengemuka dan

perlu mendapat perhatian akibat berlangsungnya kegiatan eksploitasi tersebut

adalah ancaman terhadap kelestarian sumberdaya terumbu karang. Ancaman

tersebut dapat berasal dari pencemaran perairan akibat limbah domestik maupun

limbah industri, kegiatan wisata, kegiatan budidaya, destructive fishing, serta terjadinya konflik antar masyarakat yang saling berbeda kepentingan dalam

pemanfaatan.

Menyadari akan pentingnya ekosistem terumbu karang bagi kehidupan

masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, maka diperlukan suatu

pengelolaan ekosistem terumbu karang yang ditekankan pada aspek ekologi. Hal

ini penting dilakukan agar ekosistem terumbu karang lestari dan berkelanjutan.

Salah satu upaya pengelolaan terumbu karang adalah menjaga dan

mempertahankan tutupan karang hidup. Pengaruh perubahan tutupan karang

hidup akibat kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan aktivitas

alamiah dapat diidentifikasi dengan mengamati kondisi ikan indikatornya

dalam hal ini famili Chaetodontidae (butterflyfishes).

1.2. Perumusan Masalah

Meningkatnya jumlah penduduk di daerah kawasan pesisir dan pantai,

menyebabkan meningkatnya eksploitasi dan pemanfaatan sumberdaya terutama

hasil-hasil perairan seperti terumbu karang. Namun dalam pemanfaatan

sumberdaya sering dilakukan dengan cara tidak ramah lingkungan sehingga dapat

menjadi tekanan terhadap sumberdaya terumbu karang. Beberapa kegiatan yang

bersifat merusak sumberdaya tersebut berasal dari kegiatan reklamasi pantai,

kegiatan wisata, kegiatan budidaya dan penangkapan ikan yang merusak

(destructive fishing) seperti bom dan racun sianida, pencemaran perairan akibat limbah domestik maupun limbah industri, serta terjadinya konflik antar

masyarakat yang saling berbeda kepentingan dalam pemanfaatan ruang pesisir

mengakibatkan kualitas sumberdaya tersebut semakin menurun.

Terumbu karang yang terdapat di perairan Sidodadi dan Pulau Tegal

banyak mengalami degradasi. Hal ini diduga akibat dampak aktivitas manusia,

(28)

terumbu karang menjadi hancur akibat dari ledakan bom yang menyebabkan

tutupan karang hidup menjadi menurun. Selain itu, kegiatan budidaya yang ada

dilokasi juga memberikan suatu dampak bagi ekosistem, dimana sisa-sisa pakan

yang digunakan akan terkumpul di dasar perairan sehingga menyebabkan

terjadinya eutrofikasi dan berimplikasi pada ekosistem tersebut.

Pemanfaatan-pemanfaatan sumberdaya terumbu karang oleh masyarakat tanpa memperhatikan

faktor keberlanjutan akan berdampak besar pada ekosistem. Kegiatan-kegiatan

penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan

seperti bom, racun serta pengambilan terumbu karang untuk dijadikan sebagai

fondasi rumah oleh masyarakat setempat sangat mempercepat terjadinya degradasi

ekosistem terumbu karang. Hal ini akan berdampak langsung pada sumberdaya

ikan yang ada di daerah terumbu karang tersebut, dengan demikian kerusakan

terumbu karang akan mengurangi ketersediaan ruang, tempat berlindung dan

ketersediaan pakan yang tentunya akan berpengaruh pada kondisi ikan-ikan yang

memiliki hubungan erat pada terumbu karang.

Berdasarkan penjelasan di atas dan fungsi terumbu karang terhadap ikan

Chaetodontidae, maka permasalahan utama dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui kondisi terumbu karang di perairan Sidodadi dan Pulau Tegal.

2. Mengetahui kelimpahan dan keseragaman jenis Chaetodontidae.

3. Apakah ada korelasi positif antara terumbu karang dengan jenis

Chaetodontidae.

4. Spesies manakah yang paling baik digunakan untuk menilai kesehatan terumbu

karang.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis kondisi kesehatan ekosistem terumbu karang di perairan Sidodadi

dan Pulau Tegal.

2. Menginventarisir keberadaan jenis ikan-ikan indikator famili Chaetodontidae.

3. Menganalisis dan mengeksplorasi asosisasi antara ikan Chaetodontidae dengan

terumbu karang.

4. Memberikan saran dan rekomondasi pengelolaan ekosistem terumbu karang di

(29)

Manfaaat dari penelitian ini yaitu diharapkan menjadi acuan pengelolaan

terumbu karang secara berkelanjutan di perairan Sidodadi dan Pulau Tegal.

1.4. Kerangka Pemikiran

Kerangka pikir yang mendasari penelitian ini adalah secara ekologis

adanya potensi ekosistem terumbu karang yang merupakan objek penentu

kehidupan ikan Chaetodontidae. Pengaruh tekanan terhadap kondisi terumbu karang

perlu dipertimbangkan dan dicermati dengan baik. Bagaimanapun juga, kerusakan

ekosistem terumbu karang memberi dampak yang besar baik secara biologi

maupun secara fisik terhadap wilayah pesisir itu sendiri dan banyak juga tekanan

terhadap keberadaan terumbu karang diakibatkan oleh manusia, sehingga

memerlukan langkah-langkah preventif. Hal tersebut merupakan hasil dari

kegiatan perencanaan pengelolaan pesisir yang baik dengan mengidentifikasi

kondisi terumbu karang. Sehingga ekosistem terumbu karang dapat terjaga

kelestariannya dan kelangsungan hidup ikan dalam jangka waktu yang panjang.

Untuk menjaga kelestarian terumbu karang di wilayah pesisir tersebut,

diperlukan suatu perencanaan dan pengelolaan yang tepat bagi terumbu karang

untuk mengurangi degradasi yang terjadi dan mencegah kerusakan terumbu

karang yang semakin meluas lagi. Dalam arti pemanfaatan sumberdaya terumbu

karang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan di sisi lain

pemanfaatan yang dilakukan dapat melindungi wilayah pesisir dari abrasi pantai.

Oleh karena itu kelestarian sumberdaya harus dipertahankan dengan cara

memanfaatkan secara bijaksana dan berkelanjutan tanpa harus merusak ekosistem

tersebut sehingga diharapkan generasi yang berikutnya juga dapat merasakan atau

menikmatinya.

Serangkaian metode serta analisisnya sangat diperlukan untuk menjawab

permasalahan tersebut di atas. Peran masyarakat dalam melestarikan terumbu

karang sangat diperlukan terutama yang berhubungan langsung dengan

pemanfaatan terumbu karang. Persepsi masyarakat mengenai kondisi terumbu

karang, pemanfaatannya serta keinginan masyarakat dalam pengelolaan

sumberdaya ini perlu diketahui agar pemanfaatan sumberdaya terumbu karang

(30)

mengadakan observasi langsung di lokasi lapangan. Analisis ekologi dilakukan

untuk mengetahui kondisi sumberdaya terumbu karang yang mencakup persentase

tutupan, kelimpahan ikan karang dan megabenthos berdasarkan hasil pengamatan

langsung di lokasi penelitian.

Dalam penelitian ini ingin melihat hubungan antara ikan Chaetodontidae

sebagai indikator dengan terumbu karang serta faktor-faktor atau

ancaman-ancaman terhadap terumbu karang dan ikan Chaetodontidae.

Gambar 1 Kerangka pemikiran

PENGELOLAAN TERUMBU KARANG BERKELANJUTAN

ANALISIS KETERKAITAN

Kondisi Habitat

Ikan Chaetodontidae

Kelimpahan, Keanekaragaman,

Keseragaman, Dominasi dan Kebiasaan makanan

Kondisi Ikan Chaetodontidae Ekosistem Terumbu

Karang

Lingkungan Perairan

(31)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan komunitas yang unik di antara komunitas laut

lainnya dan mereka terbentuk seluruhnya dari aktivitas biologi. Pada dasarnya

karang merupakan endapan padat kalsium karbonat (kapur) yang diproduksi oleh

binatang karang dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan

organisme-organisme lain penghasil kalsium karbonat. Klasifikasi ilmiah menunjukkan

bahwa karang ini termasuk kelompok hewan dan bukan sebagai kelompok

tumbuhan. Hewan karang ini masuk ke dalam filum Cnidaria, kelas Anthozoa,

ordo Scleractinia (Baker et al. 1991). Terumbu karang merupakan komunitas organisme yang hidup di dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur

(CaCO3) yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Organisme yang

dominan hidup di terumbu karang adalah hewan-hewan karang yang mempunyai

kerangka kapur, dan algae yang banyak diantaranya juga mengandung kapur (Supriharyono 2000). Kalsium karbonat rangka dan sedimen terhimpun sampai

beberapa centimeter setiap tahun, di atas beribu-ribu tahun untuk membentuk

karang. Karang ini menyediakan habitat untuk sebagian dari ekosistem yang

berbeda secara biologis di muka bumi (NOAA 2001).

Komunitas karang adalah kumpulan karang yang membentuk terumbu dan

pertumbuhannya diawali dengan pertambahan struktural sebelum terjadi seleksi

alam secara terus menerus (NOAA 2001). Terumbu karang adalah ekosistem

kompleks yang ditandai oleh hubungan nonlinear antara komponen biotik dan

abiotik. Ketersediaan cahaya membatasi distribusi kedalaman karang, kekeruhan

air laut dan sedimentasi dapat memberikan dampak terhadap pertumbuhan karang

(Meesters et al. 1998) dan morfologi karang (Meesters et al. 1996; Kaandorp 1999). Dalam hal kemampuan membentuk terumbu, karang dapat dibedakan atas

hermatipik yaitu karang yang mampu membangun terumbu dan ahermatipik yaitu

karang yang tidak mampu membangun terumbu. Karang banyak dijumpai di

antara 30ºLU dan 25ºLS. Hewan ini kebanyakan nocturnal hal ini disebabkan karena mangsanya, yaitu zooplankton, banyak muncul di malam hari (Veron

(32)

2.1.1. Biologi karang

Karang adalah hewan yang hidup dalam Filum Coelenterata (Goreau et al. 1982). Karang terdiri atas polip-polip yang dapat hidup berkoloni maupun soliter. Menurut Boaden dan Seed (1985) bahwasanya karang adalah komponen

yang terdiri atas: kerangka karang, hewan karang dan zooxanthella.

Komponen-komponen ini saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Demikian

juga dengan perubahan biomassa hewan karang (polip) ditentukan oleh tersedianya

produk fotosintesis zooxanthellae (kualitas dan kuantitas). Sedang keberadaan

zooxanthellae dipengaruhi seberapa besar nutrient atau CO2di-translokasi balik

oleh hewan karang oleh zooxanthellae.

Polip karang tersusun dari bagian lunak dan bagian keras yang berbentuk

kerangka kapur. Mulutnya di bagian atas yang sekaligus berfungsi sebagai anus.

Makanan dicerna oleh filament mesenterial dan sisa makanan dikeluarkan

melalui mulut. Jaringan tubuh karang terdiri dari ektoderma, mesoglea dan

endoderma. Ektoderma merupakan jaringan terluar dan dilengkapi dengan

silia, kantung lendir (mukus) dan sejumlah nematosit. Mesoglea adalah

jaringan yang terletak antara ectoderma dan endoderma berbentuk seperti

agar-agar (jelly). Endoderma adalah jaringan terdalam dan sebagian besar berisi

zooxanthella (Nybakken 1992; Suharsono 1984). Pembentukan kerangka karang

pada umumnya diinterpretasikan sebagai kenaikan massa kerangka kapur karang,

dimana jaringan hidup hewan karang diliputi kerangka disusun oleh kalsium

karbonat dalam bentuk aragonite (Kristal serat CaCO3) dan kalsit (bentuk kristal

yang umum CaCO3) (Goreauet al.1982).

Kerangka karang tersusun atas kalsium karbonat (CaCO3) yang

disekresikan oleh epidermis pada bagian pertengahan di bawah polip. Proses

sekresi menghasilkan rangka kapur berbentuk cawan dimana polip karang

menetap. Cawan tersebut dikenal dengan calyx; dinding yang mengelilingi

disebut theka; lantai cawan disebut lempeng basal (basal-plate). Pada

bagian lantai terdapat dinding septa yang terbuat dari lapisan kapur yang tipis

(radiating calcareous septa). Selain berfungsi sebagai tempat hidup polip

karang cangkang juga memberikan tempat perlindungan (Barnes 1980).

(33)

Dinoflagellata yakniSymbiodium microadriaticumyang mengandung klorofil dan disebut zooxanthellae. Zooxanthellae umumnya sering terdapat pada endoderma

dan sangat jarang dijumpai di ektoderma atau mesoglea. Zooxanthellae

ditemukan dalam jumlah besar dalam jaringan polip yang bersentuhan

langsung dengan cahaya matahari seperti pada tentakel. Pertumbuhan karang

dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi

sifat-sifat fisika dan kimia lingkungan, jumlah dan nilai nutrisi makanan, umur,

ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan memanfaatkan makanan.

Pengapuran meningkat sejalan dengan menurunnya konsentrasi CO2

akibat kegiatan fotosintesis zooxanthellae dan atau pengaruh enzim karbonik

anhidrase. Berkurangnya CO2 akan meningkatkan nilai pH menjadi lebih bersifat

basa sehingga lebih memudahkan pengendapan kalsium karbonat. Ion kalsium

ditransportasikan secara aktif maka kalsium bikarbonat yang melalui

gastrodermis dan dikombinasi dengan ion bikarbonat. Mula-mula membentuk

kalsium bikarbonat yang larut, kemudian membentuk kristal CaCO3eksoskeleton.

Karang dapat berproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi

secara aseksual dapat terjadi melalui fragmentasi, pelepasan polip dari skeleton

dan produksi aseksual dari larva. Reproduksi seperti ini dibatasi secara geografi

oleh asal terumbu, bentuk koloni dan pertumbuhan. Pada reproduksi secara

seksual sel-sel gamet akan melekat pada mesenteri-mesenteri biasanya terjadi

setiap tahun, musiman, bulanan atau tidak tentu. Pada karang hermaprodit ataupun

gonochoris, peristiwa spawning dapat terjadi melalui fertilisasi eksternal sedangkan brooding dapat berlangsung melalui fertilasi internal, keduanya akan menghasilkan planula bersifatteleplanicatauphilopatric(Veron 1986).

Planula yang telah dilepaskan akan berenang ke arah cahaya, kemudian

berenang kembali ke arah dasar, jika kondisi menguntungkan mereka akan

menempel dan membentuk suatu koloni baru. Koloni-koloni tersebut menjadi

matang secara seksual pada ukuran minimum. Karangmassive Favia dorevensis

matang secara seksual pada saat koloni berumur 8 tahun dengan diameter 10

cm. Beberapa karang yang bercabang seperti jenis Acropora, Pocillopora. dan

(34)

Spesies karang dengan bentuk percabangan yang ramping umumnya

terdapat pada area dengan energi gelombang yang rendah, koloni karang di

daerah dengan konsentrasi cahaya rendah umumnya sprawl atau berbentuk seperti tabung, dan banyak terumbu karang pada daerah keruh memiliki bentuk

pertumbuhan yang lebih vertikal (ke atas) dibanding bentuk pertumbuhan yang

datar atauflat(Riegl et al. 1996).

2.1.2. Karang pembentuk terumbu

Sebagian besar karang keras terumbu merupakan anggota dari kelas

Anthozoa dari filum Cnidaria. Hanya dua filum yang berasal dari kelas lain yakni

Mellioporidae dan Stylasteridae dari kelas Hydrozoa. Kelas Anthozoa sendiri dari

dua subkelas yakni Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang

dibedakan dari morfologi dan fisiologi, fungsi pembentukan terumbu karang

kebanyakan oleh karang pembentuk terumbu (karang hermatipik). Karang-karang

tersebut membentuk kerangka dari bahan kapur padat atau aragonite. Kelompok

karang hermatipik diwakili umumnya oleh ordo Scleractinia (subkelas

Hexacorallia). Dua spesies kelompok hermatipik yang berasal dari ordo

Octocorallia yakniTubipora musica danHeliopora coerulea,sedangkan dari kelas Hydrozoa yang masuk kelompok hermatipik yakni Melliopora sp dan Stylaster roseus(Sorokin 1993).

Komunitas karang Scleractinia yang hidup dan menempati terumbu karang

di lautan pada berbagai kondisi lingkungan. Kondisi yang berbeda antar regional

dan area terumbu karang menyebabkan tingkat keragaman karang juga bervariasi.

Sorokin (1993) in Hamdani (2006) menjelaskan karang hermatipik sangat bervariasi dan dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok yakni, sebagai berikut;

a. Kelompok Karang Oportunis (r-stategy)

Karang ini memiliki ukuran koloni kecil hingga sedang, yang

detentukan oleh pertumbuhannya, kematangan seksual pada usia muda

dan sebagian besar energinya untuk keturunannya. Kebanyakan dari

karang-karang tersebut matang secara seksual setiap bulan, memiliki

kecepatan tumbuh dan berumur pendek. Kelangsungan hidupnya

ditingkatkan melalui pemijahan yang intensif sehingga meningkatkan

(35)

menggandakan secara vegetative melalui kepentingan percabangan.

Karang-karang oportunis ini dapat bertahan pada kondisi tekanan fisik

seperti ter-papar, salinitas rendah akibat pemanasan, polusi, pemanasan

dan kekeruhan pada perairan yang dangkal. Beberapa diantaranya

merupakan karang Indo-Pasifik sepertiStylopora pastillatu, Pocilopora damircornis, Seriatopora histrix dan beberapa spesies dari Montipora, Acroporadanpavona.

b. Kelompok Karang Konservativ (k-strategy)

Sebagian besar energi dari karang ini digunakan untuk metabolisme dan

pertumbuhan. Koloni-koloni berumur tua dengan diameter 1 – 3 m.

karang ini menggunakan sedikit energi untuk perambatan,

menanggulangi ketersediaan substrat dengan membentuk koloni besar

dan berumur panjang, dapat hidup puluhan hingga ratusan tahun. Siklus

pemijahannya secara periodik setiap tahun seperti karang-karang

Massive, Poritesdan Montastrea.

c. Kelompok Karang Intermediate

Umumnya merupakan karang peralihan antara dua tipe yang

berlawanan tersebut di atas. Kelompok karang ini dapat hidup pada

berbagai lingkungan dengan tipe substrat yang bervariasi.

Karang-karang tersebut dengan sedikit spesialisasi dan polipnya aktif sepanjang

hari. Secara phenotif mereka termasuk labil, terbentuk pada lingkungan

terumbu yang bervariasi dengan banyak adaptasi ecomorph.

Kebanyakan spesies ini merupakan genera Acropora, umumnya kelompok Faviid, genera Hydronopora, Gaxaea dan Goniopora. Komunitas biotope ini dari terumbu dalam yang kondisi lingkungannya

stabil dimana karang yang hidup secara khusus seperti kelompok

Agaricid beberapa genera dari Turbinaria, Echinophyllia, Leptoseris

danDiaseris.

2.1.3. Faktor-faktor pembatas pertumbuhan karang

Terumbu karang (coral reefs) merupakan komunitas organisme yang hidup di dasar perairan. yang berupa batuan kapur (CaCO3) dan mempunyai

(36)

2007). Lingkungan fisik berperan dalam menentukan komposisi komunitas

karang, sedangkan lingkungan biologi berperan dalam membentuk kekayaan

jenis. Keanekaragaman ini bisa terjadi hanya setelah tercapainya

keseimbangan secara ekologis, tidak hanya keseimbangan antar organisme

karang, tetapi juga antara karang dengan organisme lainnya, termasuk predator

dan parasit, dan juga antara organisme lainnya yang mempunyai hubungan

langsung dengan karang, seperti keseimbangan antara ikan-ikan herbivora dan

alga makro (Veron 1986).

Dengan adanya anggapan bahwa laut merupakan tempat pembuangan

limbah industri dan rumah tangga yang efisien, telah membawa dampak semakin

meningkatnya konsentrasi nutrient dalam perairan yang lebih lanjut

meningkatkan biomassa alga dasar dan produsen primer dalam kolom air. Dari

sekian banyak komponen limbah (antara lain: surfaktan, logam berat, bahan

organik beracun, dan bahan kimia), zat hara nitrogen dan fosfor merupakan

faktor yang paling menentukan kerusakan terumbu karang (Tomascik 1991).

Populasi fitoplankton yang tinggi akan menekan karang hermatifik melalui

dua cara yaitu mengurangi penetrasi cahaya bagi aktivitas zooxanthellae dan

meningkatkan laju pertumbuhan spesies hewan filter feeder seperti sponge dan bryozoa yang selanjutnya berkompetisi dengan karang dalam hal ruang.

Pertumbuhan terumbu karang memerlukan kecerahan tinggi, oksigen

tinggi, kekeruhan rendah, nutrien rendah karena karang dapat memperoleh nutrien

dari zooxanthellae, perairan laut hangat (18-30°C), dan salinitas laut lepas (33-36

ppt). Selain faktor tersebut di atas biasanya menghasilkan kondisi perairan

suboptimal. Sebagai contoh, ada terumbu karang yang hidup di bawah kondisi

kecerahan yang sangat rendah lebih pada kedalaman 150 m. Karang dapat

bertahan pada tekanan jangka pendek yakni selama air surut terendah, masukan

air tawar ketika banjir, dan sedimen yang tersuspensi karena karang dapat

melakukan proses pembersihan diri dengan cara lendir (muscus) dikeluarkan

melalui polip. Karang dapat pulih dari bleaching (pemutihan) akibat matinya alga

(zooxanthellae) yang hidup di dalam polip karang akibat pemangsaan atau

tekanan suhu yang tinggi. Pulihnya terumbu karang secara bertahap yaitu dengan

(37)

bertahan di bawah kondisi stres berat dapat menurunkan pertumbuhan dan potensi

reproduktifnya (Bakeret al. 1991).

Sedimentasi yang terjadi di perairan terumbu karang akan memberikan

pengaruh semakin menurunnya kemampuan karang untuk tumbuh dan berkembang.

Tomascik (1991) menyatakan bahwa beberapa kegiatan manusia yang

berhubungan erat dengan sedimentasi adalah semakin tingginya pemanfaatan

hutan dan lahan pertanian. kegiatan pengerukan, pertambangan, dan pembangunan

konstruksi. Pengaruh sedimentasi yang terjadi pada terumbu karang telah

disimpulkan oleh beberapa peneliti, antara lain, 1) menyebabkan kematian karang

apabila menutupi atau meliputi seluruh permukaan karang dengan sedimen, 2)

mengurangi pertumbuhan karang secara langsung, 3) menghambat planula karang

untuk melekatkan dan berkembang di substrat, 4) meningkatkan kemampuan

adaptasi karang terhadap sedimen.

Suhu merupakan parameter lingkungan perairan yang penting.

Peningkatan atau penurunan suhu air akibat aktivitas pembangkit tenaga listrik

yang dibangun dekat pantai, telah membawa dampak kerusakan komunitas

terumbu karang. Kenaikan suhu di atas ambang 1-50C di atas ambang batas

menyebabkan menurunnya kemampuan karang untuk hidup dan tumbuh.

Salinitas merupakan faktor lain yang membatasi perkembangan terumbu

karang. Kisaran salinitas pertumbuhan karang di Indonesia antara 29 - 33 %o

(Coles & Jokiel 1992). Terumbu karang tidak terdapat pada perairan dekat muara

sungai besar yang menerima masukan air tawar.

Karang memerlukan perairan yang jernih untuk menjamin ketersediaan

cahaya yang diperlukan untuk fotosintesis zooxanthellae karang. Setiap jenis karang yang berbeda mempunyai toleransi yang berbeda terhadap tingkat

ketersediaan cahaya maksimum dan minimum. Hal ini merupakan penyebab

utama variasi struktrur komunitas karang pada berbagai kedalaman. Terumbu

karang terdapat di perairan dangkal antara 0 - 50 meter dengan dasar yang

keras perairan yang jernih (Veron 1986). Bahkan karang pembentuk terumbu dapat

tumbuh pada kedalaman 80 m pada pulau-pulau oceanic dengan perairan jernih. sebaliknya pada perairan yang keruh habitat karang ditemukan pada kedalaman

(38)

2.1.4. Distribusi terumbu karang

Distribusi karang secara vertikal dibatasi oleh kedalaman, dimana

pertumbuhan dan kecepatan karang tumbuh berkurang secara eksponensial

dengan bertamabahnya kedalaman. Faktor utama yang mempengaruhi sebaran

vertikal adalah intensitas cahaya, oksigen, suhu dan kecerahan (Suharsono 1996).

Sedangkan distribusi oleh lintang, yakni antara 350LU – 320LS yang tersebar di

laut dangkal di daerah tropis hingga subtropik (Suharsono 1996).

Distribusi horizontal terumbu karang memiliki korelasi dengan temperatur

Wells (1954) in Hamdani (2006) mencatat keberadaan genera karang di Indo-Pasifik sebagai berikut:

a. Kebanyakan genera karang Indo-Pasifik terdistribusi dengan luas dan

seragam, tetapi beberapa hanya ada dalam wilayah tertentu, dan

genera yang terdistribusi luas tetapi jarang ditemukan.

b. Beberapa genera karang terdistribusi luas tetapi bukan pada habitat

terumbu karang yang sebenarnya.

c. Terdapat daerah-daerah Indo-Pasifik, dimana terbagi ke dalam

komposisi genera karang tertentu.

d. Terdapat hubungan yang jelas antara keanekaragaman kontur genera

karang dan temperatur permukaan air.

e. Keanekaragaman genera karang di luar dari daerah Indo-Pasifik

diindikasikan rendah.

Veron (1986) menjelaskan lebih jauh mengenai distribusi spesies karang

Indo-Pasifik dan membangun hipotesa, diantaranya adalah terdapat sentral

keanekaragaman spesies di Indo-Pasifik yang telah dibatasi oleh kondisi marginal

di daerah terluar. Hipotesa lain dikemukakan Rosen (1984) in Hamdani (2006), bahwa batas luas utama dari distribusi karang adalah lintang dan sebagai kontrol

utamanya ialah temperatur dan iklim, dan secara regional adalah bujur yang

dipengaruhi oleh kejadian tektonik. Selanjutnya Newell (1971) in Hamdani (2006) berpendapat bahwa karang memiliki penyebaran yang kosmopolit di

daerah Indo-Pasifik terutama ditandai adanya pembatasan secara fisiologi. Tiga

daerah besar penyebaran terumbu karang di dunia yaitu Laut Karibia, Laut

(39)

mengatakan di Asia Tenggara terdapat 30% dari seluruh terumbu karang di

dunia, pada umumnya berbentuk terumbu karang tepi. Selanjutnya Burke et al.

(2002) in Hamdani (2006) memperkirakan Indonesia memiliki luas terumbu karang kira-kira 51.00 km2 atau 51% dari luas terumbu karang yang ada di Asia

Tenggara atau setara dengan 18% dari luas terumbu karang dunia.

Distribusi karang di Indonesia lebih banyak terdapat di sekitar Pulau

Sulawesi, Laut Flores dan Banda. Distribusi karang sepanjang pantai timur

Sumatra dan Kalimantan Barat dan Selatan dibatasi oleh adanya sedimentasi

yang tinggi dibawa oleh aliran sungai. Demikian juga distribusi karang pantai

utara pulau Jawa dipengaruhi oleh adanya sedimentasi yang tinggi. Selanjutnya

dikatakan bahwa karang tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah

Sulawesi pada umumnya dan Sulawesi Utara pada khususnya karena adanya arus

lintas Indonesia yang mengalir sepanjang tahun dari lautan Pasifik (Suharsono

1996).

2.1.5. Nilai dan fungsi terumbu karang

Strategi dunia mengenai konservasi terumbu karang diidentifikasi sebagai

komponen utama yang sangat penting sebagai penunjang berbagai macam

kehidupan produksi makanan, kesehatan dan berbagai aspek kehidupan yang

dibutuhkan manusia dan juga dalam pembangunan yang berkelanjutan. Beberapa

nilai fungsi terumbu karang antara lain (Dahuriet al1996) :

1. Nilai ekologis, terumbu karang menjaga keseimbangan kehidupan biota laut

dan hubungan timbal balik antara biota laut dengan faktor abiotik

2. Nilai ekonomis, sumberdaya ini dapat dikembangkan menjadi komoditi yang

mempunyai nilai ekonomis tinggi.

3. Nilai estetika, terumbu karang membentuk nilai panorama yang indah di

dalam laut yang dapat dimanfaatkan sebagai wisata bahari.

4. Nilai edukasi, yakni sebagai objek penelitian pendidikan

2.1.6. Terumbu karang sebagai sumber makanan

Terumbu karang merupakan salah satu sumber makanan bagi beberapa

jenis ikan dari famili Chaetodontidae, Apongidae, Balistidae, Labridae dan

(40)

Ikan karang famili Chaetodontidae, Labridae dan Scanidae secara langsung

memakan jaringan lendir (mucus) yang diproduksi oleh karang dan simbiosisnya.

Kelompok ikan dari famili Acanhurids dan kebanyakan dari famili Labridae

lainnya memakan alga yang tumbuh dalam batuan keras berkapur(calcareous).

2.2. Karakteristik Ikan Karang

Ikan karang adalah ikan yang berasosiasi dengan ekosistem terumbu

karang sebagai habitatnya. Ikan karang merupakan jenis ikan yang umumnya

menetap atau relatif tidak berpindah tempat (sedentary) dan pergerakannya relatif mudah dijangkau. Jenis substrat untuk dijadikan habitat biasanya pada

karang hidup, karang mati, pecahan karang, dan karang lunak (Suharti 2005).

Sebagian kelompok ikan berlindung dan menjelajah di terumbu karang yang

termasuk di dalamnya adalah ikan butana (herbivora), dan kelompok karnivora

seperti ikan kakap dan ikan kerapu (Adrim 1983).

Berdasarkan periode aktif mencari makan ikan karang dapat digolongkan

sebagai ikan yang mencari makan pada malam hari (nocturnal), siang hari

(diurnal) dan ada yang mencari makan pada sore hari (crepuscular). Menurut Adrim (1983) & Terangi (2004), 3 (tiga) kelompok ikan karang tersebut sebagai

berikut:

1. Ikan nokturnal (aktif ketika malam hari), sekitar 10% jenis ikan

karang yang memiliki sifat nokturnal, ikan ini bersembunyi di

celah-celah karang atau gua karang sepanjang siang hari dan akan muncul ke

permukaan air untuk mencari makan pada malam hari. Contohnya pada

ikan-ikan dari Suku Holocentridae (Swanggi), Suku Apogonidae

(Beseng), Suku Humilidae, Priacanthidae (Bigeyes), Muraenidae (Eels),

Serranidae (Jewish) dan beberapa dari Suku Mullidae (goatfishes).

2. Ikan diurnal (aktif ketika siang hari), 75% ikan yang hidup di daerah

terumbu karang dan sebahagian dari ikan-ikan ini berwarna sangat

menarik serta umumnya sangat erat kaitannya dengan terumbu karang,

contohnya pada ikan-ikan dari suku Labidae (Wrasses), Chaetodontidae

(Buttertlyfishes), Pomacentridae (Damselfishes), Scaridae (Parrotfishes),

Acanthuridae (Surgeonfshes), Monacanthidae, Ostracionthidae

(41)

(goatfishes).

3. Ikan crepuscular (aktif pada pagi hari atau pada sore sampai

menjelang malam). Contohnya pada ikan-ikan dari Suku Sphyraenidae

(Baracudas), Serranidae (Groupers), Carangidae (Jacks), Scorpaenidae

(Lionfishes), Synodontidae (Lizardfishes), Carcharhinidae, Lamnidae,

Spyrnidae (Sharks) dan beberapa dari Muraenidae (Eels).

Ikan karang memiliki peranan penting dalam ekosistem terumbu karang,

sehingga ikan karang dapat dikelompokkan berdasarkan perannya. Peran pertama

sebagai ikan target, yakni ikan yang merupakan target untuk penangkapan atau

lebih dikenal juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi seperti;

Serranidae, Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mullidae,

Siganidae, Labridae (Cheilinus, Himigymnus, Choerodon) dan Haemulidae. Kedua, sebagai ikan penentu (indikator) untuk terumbu karang karena ikan ini

erat hubungannya dengan kesuburan terumbu karang yaitu ikan dari Suku

Chaetodontidae (kepe-kepe) (Ehrlich 1975). Jenis ikan karang yang umum

ditemukan dalam jumlah banyak dan dijadikan sebagai ikan hias air laut

adalah dari jenis Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae, Pomacanthidae,

Labridae dan Apogonidae.

2.2.1. Ikan Chaetodontidae

Ikan Chaetodontidae dikenal juga dengan butterflyfishes merupakan salah satu ikan penghuni terumbu karang yang mudah dikenali di perairan terumbu

karang (Gambar 2). Ikan jenis ini paling banyak ditemukan di perairan tropis,

dangkal, pada kedalaman 60 feet (18 m) sampai pada kedalaman 600 feet (180 m)

(Fishbase 2009).

(a)Chaetodon octofasciatus (b)Chaetodon collare (c)Chelmon rostratus

(42)

Beberapa ahli Ikhtiologi mengklasifikasikan ikan Chaetodontidae

berdasarkan desain gigi mereka. Umumnya mulutnya lancip dan rahangnya

dilengkapi dengan gigi-gigi kecil dan tajam untuk mencari makanannya di karang

berbatu, juga mempunyai gigi yang mirip dengan sisir. Pergerakan ikan ini cukup

cepat dan bentuk warnanya yang jelas juga merupakan salah satu alasan pemberian

nama pada grup ikan ini.

Berikut adalah klasifikasi dari ikan Chaetodontidae :

Kindom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Osteichthyes

Ordo : Perciformes

Famili : Chaetodontidae

Genus : Chaetodon

Spesies :Chaetodon octofasciatus Chaetodon collare

2.2.2. Ekobiologi ikan Chaetodontidae

Ikan Chaetodontidae mempunyai variasi makanan mulai dari karang,

plankton, invertebrata, alga, spons dan beberapa tumbuhan laut lainnya (Mackay

1994inEdrus & Syam 1998). Namun, untuk mengetahui peran serta hubungannya dengan terumbu karang sebagai bioindikator kesehatan karang maka beberapa

variasi tipe makanan ikan Chaetodontidae difokuskan pada pemakan karang (Tabel

1)

Terdapat lima kategori pemangsaan ikan Chaetodontidae (kepe-kepe) yaitu

(1) pemangsa karang batu (hard coral feeder), (2) invertebrata sesil termasuk polip karang (invertebrate sessile feeder), (3) invertebrata bentik, (4) omnivora dan (5) planktivor (umumnya zooplanton) (Nontji 1993, Fishbase 2009). Ikan

Chaetodontidae biasanya ditemukan secara individual, berpasangan atau dalam

kelompok kecil (Nontji 1993). Sumber makanan merupakan faktor penentu utama

yang membedakan kehidupan sosial dan sistem pertemanan diantara ikan

Chaetodontidae (kepe-kepe). Ikan koralivora umumnya ditemukan berpasangan

(43)

Tabel 1 Daftar beberapa spesies ikan Chaetodontidae (kepe-kepe) beserta tipe kebiasaan makanannya (OC = Obligate Corallivores, FC =Facultative Corallivores)

No SpesiesIkan OC FC Referensi

1 Chaetodon andamanensis + Fishbase (2009)

2 Chaetodon auriga + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2009)

3 Chaetodon baronessa + Fishbase (2009)

4 Chaetodon benneti + Fishbase (2009)

5 Chaetodon citrinellus + Fishbase (2009)

6 Chaetodon collare + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2009)

7 Chaetodon decussatus + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2009)

8 Chaetodon ephipium + Fishbase (2009)

9 Chaetodon kleinii + Fishbase (2009)

10 Chaetodon lanula + Fishbase (2009)

11 Chaetodon paucifasciatus + Fishbase (2009)

12 Chaetodon plebeius + Yususf & Ali (2004), fishbase (2009)

13 Chaetodon rafflesii + Yususf & Ali (2004), fishbase (2009)

14 Chaetodon striatus + Fishbase (2009)

15 Chaetodon trifascialis + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2004)

16 Chaetodon trifasciatus + Yusuf & Ali (2004), Reese (1977), Fishbase (2009)

17 Chaetodon aureofasciatus + Fishbase (2009)

18 Chaetodon austriacus + Fishbase (2009)

19 Chaetodon lieolatus + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2009)

20 Chaetodon melannotus + Fishbase (2009)

21 Chaetodon multicinotus + Reese (1977), Fishbase (2009)

22 Chaetodon octofasciatus + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2009)

23 Chaetodon ornatissimus + Reese (1977), Fisbase (2009)

24 Chaetodon puntatofasciatus + Reese (1977), Fishbase (2009)

25 Chaetodon quadrimaculatus + Reese (1977), Fishbase (2009)

26 Chaetodon reticulatus + Reese (1977), Fishbase (2009)

27 Chaetodon triangulum + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2009)

28 Chaetodon unumaculatus + Reese (1977), Fishbase (2009)

29 Chaetodon vagabundus + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2009)

30 Chelmon rostratum + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2009)

31 Coradion altivelis + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2009)

32 Coradion chrysozomus + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2009)

33 Heniochus acuminatus + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2009)

34 Heniochus plurotaenia + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2009)

35 Heniochus singularis + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2009)

36 Megaprotodon striangulus + Reese (1977), Fishbase (2009)

2.2.3. Distribusi ikan famili Chaetodontidae

Ikan famili Chaetodontidae tersebar di perairan tropis dan subtropik, tetapi

sebagian besarnya terdapat di perairan tropis, yaitu 90% dari 115 spesies yang

(44)

laut Karibia dan Samudra Atlantik bagian tropis (Robert & Ormond 1992) in

Hukom dan Bawole (1997). Corak warna ikan ini sangat beragam dengan

perubahan-perubahan selama masa pertumbuhannya menjadikan kelompok ikan

ini sangat menarik dan gerakannya yang tenang, sehingga mudah untuk diamati

satu persatu dalam areal pengamatan. Di perairan Indonesia tercatat 49 spesies

(Kuiter 1992)inHukom dan Bawole (1997) atau nomor dua di dunia setelah Great Barrier Reef, Australia yang memiliki 50 spesies (Allen 1979). Jenis-jenis ikan ini

hidup di daerah terumbu karang yang dangkal (Carcasson 1977) in Hukom dan Bawole (1997). Karena ketergantungannya terhadap karang sebagai tempat makan

dan berlindung, maka distribusi dan densitas lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi

penutupan karang hidup (Bouchon & Hermerlin 1985). Distribusi spasial ikan

Chaetodontidae dalam ekosistem terumbu karang berbeda-beda tergantung pada

spesies ikan, komposisi terumbu karang dan kedalaman (Galzin 1985). Perairan

Bekauhuni didominasi oleh ikan kepe-kepe dari jenis Chaetodon octofasciatus

dengan kepadatan antara 0,7-12,0 individu/500 m2 (Adrim 2002). Chaetodon octofasciatus juga mendominasi di perairan pulau-pulau seribu, Selat Galesa (Belitung), pulau merak dan pulau sekepak-belebuh (Tamini dan Bengen, 1993in

Adrim 2002).

2.2.4. Hubungan ikan famili Chaetodontidae dengan terumbu karang

Ikan famili Chaetodontidae merupakan salah satu kelompok ictiofauna

yang menyolok, distribusi luas, selalu ditemukan berasosiasi dengan terumbu

karang (Allen 1979) dan dianggap sebagai penghuni terumbu karang sejati (Reese

1981). Sifat-sifat tersebut telah menempatkan ikan famili Chaetodontidae sebagai

ikan indikator dalam ekosistem terumbu karang, sehingga apabila terjadi

perubahan terhadap ekosistem terumbu karang, maka kehadiran ikan dari famili ini

dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menilai dan memantau kondisi terumbu

karang. Kelompok ini adalah jenis-jenis ikan yang hidup berasosiasi paling kuat

dengan karang atau sangat tergantung dengan keberadaan karang di suatu perairan

karang. Jenis ikan yang termasuk jenis ikan indikator antara lain dari famili

(45)

yang berpasangan atau hanya dalam kelompok kecil dan sangat jarang jenis ikan

ini dalam kelompok besar (Suharyanto dan Utujo 2007).

Ikan famili Chaetodontidae tersebar di perairan tropis dan subtropis, tetapi

sebagian besarnya terdapat di perairan tropis, yaitu 90% dari 115 spesies yang

diketahui berada di kawasan Indo-Pasifik, dan hanya sedikit jenis yang terdapat di

laut Karibia dan samudra Atlantik bagian tropis (Robert & Ormond 1992 in

Marsaoli 1998). Spesies-spesies ikan ini umumnya ditemukan hidup di daerah

terumbu karang yang dangkal, hal ini berkaitan dengan ketergantungannya pada

karang sebagai tempat mencari makan dan berlindung, sehingga distribusinya dan

densitasnya lebih banyak dipengaruhi oleh penutupan karang hidup (Bouchon &

Hermerlin 1985). Distribusi spasial ikan Chaetodontidae dalam ekosistem terumbu

karang berbeda-beda tergantung pada spesies ikan, komposisi terumbu karang dan

kedalaman (Bellet al. 1985). Ikan ini aktif pada siang hari (diurnal) untuk mencari makan dan akan beristrahat pada malam hari.

2.2.5. Famili Chaetodontodae sebagai indikator terumbu karang

Ikan Chaetodontidae sangat mungkin dijadikan indikator lingkungan

terumbu karang karena hubungannya sangat erat dengan substrat karang hidup.

Reese (1981) merupakan peneliti pertama yang mengusulkan ikan kepe-kepe

(butterflyfishes) yang bersifat koralivor untuk dijadikan sebagai organisme indikator. Terdapat banyak famili Chaetodontidae yang mempunyai hubungan kuat

dengan karang yang bersifatobligate corallivores(pemangsa karang) (Bouchon & Harmelin 1985). Selain itu, metabolisme atau kebutuhan energi dari ikan

kepe-kepe sangat berhubungan dengan kesehatan karang, sehingga jenis pemangsa

karang tersebut merupakan pemangsa potensial sebagai indikator perubahan

terhadap terumbu karang (Crosby & Reese 1996).

Crosby & Reese (1996) menyatakan bahwa ada empat alasan penting

mengapa ikan Chaetodontidaae merupakan indikator yang sangat potensial :

(1) Nama ilmiah dari karang dan ikan bukan merupakan persyaratan utama

yang harus diketahui oleh pengambil data.

(2) Pengumpulan data dapat dilakukan secara bertahap, misalnya langkah

pertama dapat menghitung jumlah ikan famili Chaetodontidae di sepanjang

(46)

sangat sesuai apabila kurangnya sumberdaya manusia tersedia.

(3) Chaetodontidae merupakan indikator terbaik yang digunakan dimana ada

perubahan secara waktu (gradual), gangguan kronis yang mana sulit untuk

dihitung atau dilakukan oleh alternatif metode lainnya, misalnya

pengumpulan data dan jaringan dan kualitas air.

(4) Metoda bioindikator ini sangat ramah lingkungan, relatif murah, tidak

merusak dan tidak membutuhkan teknisi ilmiah yang terampil.

Oleh karena itu Chaetodontidae yang merupakan pemangsa karang dan

bersifat territorial merupakan indikator ideal. Ukuran territorial ikan

Chaetodontidae yang pemangsa karang ditentukan oleh jumlah makanan “polip

karang” yang tersedia. Jika ketersediaan makanan sedikit di suatu area terumbu

karang maka ikan tersebut akan memperluas daerah teritorialnya ( Crosby & Reese

1996).

Bell & Galzin (1984) menyatakan kondisi terumbu karang tidak hanya

ditentukan oleh famili Chaetodontidae, karena beberapa famili ikan karang

(Labridae dan Gobiidae) juga menunjukkan kecenderungan yang sama terhadap

kondisi terumbu karang. Namun menurut Hiat & Strasburg (1960)in (Hukom dan Bawole 1997) mengatakan dua famili ikan ini termasuk kelompok omnivora yang

memakan krustacea, pelecipoda, detritus dan alga. Hal ini berarti bahwa ikan

Labridae dan Gobiidae banyak pilihan makan dibandingkan dengan ikan

Chetodontidae yang sangat tergantung pada karang.

(Bouchon & Hermerlin 1985) menunjukkan bahwa kekayaan jenis ikan

famili Chaetodontidae lebih banyak ditentukan oleh densitas long branching colonies daripada total persentase tutupan karang. Sedangkan William (1986) menemukan famili Chaetodontidae lebih kaya jenisnya pada daerah terumbu

karang yang didominasi oleh jenis karang Acropora. Kehilangan tipe long branching coloniesmenurunkan densitas ikan Chaetodontidae. Pada perairan yang agak keruh dan kondisi terumbu karang yang kurang baik, jumlahC oktofasciatus

akan meningkat (Manhachitra & sudara in Hukom dan Bawole 1997). Hal ini karena ikan Chaetodontidae sangat sensitife terhadap perubahan dan kerusakan

terumbu karang, Ikan-ikan ini sangat terkait dengan sumber makanan dan

(47)

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di perairan Sidodadi dan Pulau Tegal Teluk

Lampung Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung (Gambar 3). Dasar

pertimbangan pemilihan lokasi tersebut adalah masyarakat setempat

memanfaatkan sumberdaya alam dalam hal ini terumbu karang dan ikan karang

yang tidak ramah lingkungan, dengan menggunakan bom. Lokasi penelitian

diplot menjadi 6 stasiun. Pengamatan terumbu karang pada daerah yang masih

mempunyai tutupan karang yang baik dan buruk.

Pemilihan lokasi penelitian mewakili berbagai aktifitas yang terjadi di

perairan Sidodadi dan Pulau Tegal, hal ini dimaksudkan untuk melihat kondisi

ekosistem terumbu karang di masing-masing titik sampling terhadap dari

aktifitas-aktifitas terhadap ekosistem terumbu karang. Stasiun 1 dan 2 mewakili perairan

Sidodadi, dimana stasiun 1 mewakili aktifitas pengeboman yang terjadi beberapa

tahun belakangan, sehingga menyebabkan terjadinya degradasi terumbu karang

yang berpengaruh terhadap ikan Chaetodontidae. Stasiun 2 mewakili aktifitas

keramba jarring apung (KJA) yang berada di perairan Sidodadi, dimana pada

lokasi ini adanya bentuk pengawasan dari kegiatan-kegiatan perikanan tersebut.

Sedangkan stasiun 3, 4, 5 dan 6 mewakili Pulau Tegal, dimana aktifitas yang

terjadi di pulau ini tidak jauh berbeda dengan yang ada di perairan Sidodadi.

Stasiun 3 mewakili lokasi pengeboman yang baru oleh nelayan pembom. Stasiun

4 mewakili aktifitas keramba jaring apung (KJA) yang di Pulau Tegal dan stasiun

5 mewakili 2 aktifitas yang ada, yaitu keramba jaring apung (KJA) dan tempat

persinggahan kapal atau tempat berlindung kapal-kapal nelayan dari gelombang.

Sedangkan stasiun 6 mewakili aktifitas pengambilan batu karang di Pulau Tegal

oleh beberapa nelayan untuk dijadikan sebagai break water dan di jual kepada pembeli yang dijadikanbreak water.

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan, dari bulan Mei 2010

hingga Juni 2010, yang dimulai dengan survei lokasi penelitian pada tanggal 10

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran
Tabel 1 Daftar beberapa spesies ikan Chaetodontidae (kepe-kepe) beserta tipe
Tabel 2 Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian
Gambar 3 Lokasi penelitian di perairan Sidodadi dan Pulau Tegal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penas.lan& ybs ada yaitu bagaim a !.ngdun pembdia blo.do dalm msM lerha.lap pe.fomm ilik, d{ pada rinskat pcmb€nan bempa peentdr bloDdo dapar membsilan h6il

Pengumpulan data dilakukan dengan mendeskripsikan langkah pengembangan dengan model ADDIE dengan mengintegrasikan matakuliah Bioteknologi berbasis bioinformatika

Dalam pemenuhan kebutuhan ini, ibu hendaknya memberi kesempatan bagi anak untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya.Kebutuhan spiritual, adalah pendidikan yang

Faktor penting yang dapat mempengaruhi kemampuan resiliensi penyandang disabilitas adalah dukungan sosial dan penerimaan diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Beranjak dari hasil penelitian ini, maka dapat diketahui bahwa penerapan otonomi desa merupakan salah satu faktor determinan peningkatan partisipasi masyarakat dalam

[r]

Dari uraian pengertian tentang pembangunan dan pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa pembangunan pendidikan adalah proses yang berkesinambungan dan terencana,

Suatu kepemimpinan tentu saja tidak berdiam diri begitu saja. Ia juga memiliki fungsi dan peran yang harus dilaksanakan untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang