KARANG DI TELUK HURUN DAN PULAU TEGAL LAMPUNG
Oleh ANDESBA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SAINS
Pada Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
HUBUNGAN KELIMPAHAN PLANKTON DENGAN TERUMBU KARANG DI TELUK HURUN DAN PULAU TEGAL LAMPUNG
Oleh Andesba
Indonesia merupakan negara yang dua pertiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari kekayaan laut. Menurut penelitian P3O-LIPI yang dilakukan pada tahun 2003 di 556 lokasi perairan diseluruh Indonesia, ternyata hanya tinggal 6,83% terumbu karang yang dikategorikan sangat baik, 25,75% baik, 38,87% cukup baik, 30,58% dalam kondisi buruk ( Suharsono, 2003). Kerusakan terumbu karang disebabkan oleh faktor alam dan aktivitas manusia. Pulau Tegal dan Teluk Hurun merupakan lokasi yang berpenghuni. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui kondisi terkini serta laju pertumbuhan karang yang dihubungkan dengan kelimpahan plankton di Teluk Hurun dan Pulau Tegal Lampung. Dari survei
pendahuluan, ditentukan 3 titik sampling di Teluk Hurun dan 3 titik sampling di Pulau Tegal. Titik sampling tersebut ditandai dengan menggunakan GPS (Global Position System). Penentuan titik sampling menggunakan metode manta tow ( pengamatan langsung dilengkapi alat snorkling yaitu masker, snorkel, dan fins). Pengambilan data untuk analisis terumbu karang dilakukan dengan menggunakan metode LIT ( Line Intercept Transect ). Sampel yang telah didapat diamati di laboratorium kualitas air BBPBL Lampung. Selanjutnya dilakukan proses deskripsi dan identifikasi terhadap individu yang didapat. Parameter yang diamati untuk plankton adalah kelimpahan, indeks keaneragaman, indeks kemerataan, indeks dominasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase tutupan terumbu karang paling baik terdapat di Teluk Hurun pada titik sampling 1 sebesar 97 %, begitu juga untuk laju pertumbuhan terumbu karang paling baik di Teluk hurun pada titik sampling 1 sebesar 0,03 cm/bulan. Hasil kelimpahan plankton di Teluk Hurun yang tertinggi adalah 5490 sel/L sedangkan untuk kelimpahan plankton pada Pulau Tegal tertinggi adalah 8590 se/L,dan spesies plankton yang paling banyak ditemukan yaitu Chaetoceros.
DAFTAR ISI
B. Pengertian, Habitat dan Tipe Terumbu Karang ...7
C. Faktor Pembatas Ekosistem Terumbu Karang ...11
C. 1. Kecerahan ...12
C. 2. Suhu ...13
C. 3. Salinitas ...13
C. 4. Arus ...14
C. 5. pH ...14
D. Simbiosis Mutualisme Antara Hewan Karang Dengan Zooxanthellae ...14
E. Proses Reproduksi ...16
a. Reproduksi Aseksual ...16
b. Reproduksi Seksual ...17
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ...20
B. Cara Kerja ...20
a. Survei Pendahuluan ...20
b. Alat dan Bahan ...20
c. Pengambilan Data ...21
d. Analisis Data ...22
Teluk Hurun dan Pulau Tegal Lampung ...26 B. Persentase Tutupan Terumbu Karang di Teluk Hurun dan Pulau
Tegal Lampung ...27 a. Persentase Tutupan Terumbu Karang di Teluk Hurun ...27 b. Persentase Tutupan Terumbu Karang di Pulau Tegal ...30 C. Perbandingan Tutupan Karang Hidup di Teluk Hurun dan Pulau
Tegal Lampung dengan 3 Titik Sampling ...33 D. Pertumbuhan Karang di Teluk Hurun dan Pulau Tegal Lampung ...35 E. Kelimpahan, Indek keanekaragaman (H’), indeks kemerataan (J’),
dan indeks dominasi (C) Plankton ...36 F. Hubungan antara Kondisi Karang dengan Kelimpahan Plankton
di Teluk Hurun dan Pulau Tegal Lampung ...40 G.Faktor Fisik dan Kimia Lingkungan ...43 H.Sebaran Terumbu Karang dan Kelimpahan Plankton serta Laju
Pertumbuhan Karang di Teluk Hurun dan Pulau Tegal Lampung ...45
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ...48 B. Saran ...48 DAFTAR PUSTAKA
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari kekayaan laut (Dahuri, 2003). Secara geografis, kondisi perairan pantai Indonesia dangkal dan beriklim tropis, sehingga merupakan kondisi yang optimal bagi ekosistem laut terutama untuk ekosistem terumbu karang. Terumbu karang sebagai suatu ekosistem yang kompleks karena memiliki kekayaan yang tinggi dan sangat beragam, dengan kekayaan dan keragaman biota yang tinggi tersebut, terumbu karang memiliki peranan yang sangat besar dalam mendukung kehidupan masyarakatnya, khususnya masyarakat pesisir.
karang berfungsi sebagai sumber bahan obat - obatan dan kosmetika (Supriharyono, 2000).
Menurut penelitian P3O-LIPI yang dilakukan pada tahun 2003 di 556 lokasi perairan di seluruh Indonesia, ternyata hanya tinggal 6,83% terumbu karang yang dikategorikan sangat baik, 25,72% baik, 38,87% cukup baik, 30,585% dalam kondisi buruk (Suharsono, 2003). Selajutnya Suharsono (2003), menyatakan bahwa kondisi terumbu karang di perairan Indonesia telah mengalami kerusakan. Terjadinya kerusakan terumbu karang disebabkan oleh faktor alam (natural causes) dan aktivitas manusia
(anthropogenic causes). Kerusakan yang disebabkan oleh faktor alam adalah pemanasan global dan bencana alam
sedangkan faktor yang disebabkan oleh aktivitas manusia antara lain : penangkapan ikan dengan bahan peledak dan potas, pengambilan karang untuk dijadikan bahan bangunan, penambangan, pencemaran perairan yang berasal dari aktivitas pembangunan di wilayah pesisir dan daerah hulu serta aktivitas daratan (Nybakken, 1992).
Terumbu karang memiliki berbagai fungsi penting diantaranya adalah sebagai habitat bagi organisme sessile dan mobile untuk breeding
makanan dan tempat tinggal bagi ikan karang, penyu, udang, kepiting, dan hewan lainnya, (2) sebagai objek wisata bahari dan (3) penahan
gelombang dan arus laut, yang berfungsi sebagai benteng pelindung pantai dari abrasi dan erosi (Supriharyono, 2000).
Di dalam terumbu karang hidup organisme seperti plankton, yang dapat berfotosintesis dengan menangkap CO2 karena fitoplankton memiliki kandungan klorofil, sehingga organisme tersebut harus berada pada daerah yang terjangkau sinar matahari. Kondisi tersebut menyebabkan
organisme-organisme tersebut tumbuh dan berada pada daerah lautan dangkal. Selain itu, di terumbu karang hidup kumpulan hewan yang bersimbiosis mutualistik dengan fitoplankton atau alga karena dengan kemampuan fotosintesisnya, organisme ini dapat menghasilkan oksigen-oksigen yang terlarutkan dalam air.
Pulau Tegal yang memiliki luas lebih dari 98 Ha, terletak di perairan Teluk Lampung. Secara administratif, terletak di Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Secara geografis Pulau Tegal terletak pada koordinat
Budidaya KJA ini telah ada dari tahun 2000-an dan tersebar di beberapa bagian pulau (Barat, Barat Daya, dan Tenggara). Oleh karena itu pula di lakukan penelitian tentang kemelimpahan plankton dengan terumbu karang di Teluk Hurun dan Pulau Tegal Lampung.
B. Tujuan Peneltian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi terkini serta laju pertumbuhan karang yang dihubungkan dengan kelimpahan plankton di Teluk Hurun dan Pulau Tegal Lampung.
C. Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan informasi ilmiah tentang kondisi terkini terumbu karang .
D. Kerangka Pikir
Terumbu karang sebagai sumber daya kelautan yang merupakan tumpuan hidup masyarakat pada saat ini dan yang akan datang. Ekosistem terumbu karang memegang peranan penting dalam suatu ekosistem perairan. Ekosistem akan terganggu jika terumbu karang mengalami kerusakan. Kerusakan terumbu karang disebabkan oleh eksploitasi sumberdaya laut secara berlebih tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan baik yang ada didasar laut maupun didaratan. Hal ini didorong oleh tingginya
yang khas karena memiliki produktivitas organik yang tinggi. Kondisi ini disebabkan oleh keanekaragaman biota yang ada di dalamnya. Komponen biota terpenting disuatu terumbu karang ialah hewan karang batu (stony coral) yang karangnya terbuat dari bahan kapur. Disamping itu sangat banyak jenis biota lain yang hidupnya mempunyai kaitan erat dengan karang batu tersebut dalam hubungan fungsional yang harmonis dalam suatu ekosistem terumbu karang.
Ekosistem terumbu karang memegang peranan penting dalam suatu ekosistem perairan. Terumbu karang (coral reef ) merupakan ekosistem yang khas terdapat di laut tropis, ekosistem ini memiliki produktivitas organik yang tinggi demikian pula keanekaragaman biota yang ada didalamnya. Kerusakan terumbu karang disebabkan oleh eksploitasi sumberdaya laut secara berlebih, sehingga adanya aktivitas di sekitar Teluk Hurun dan Pulau Tegal maka perlu dilakukan penelitian tentang evaluasi kelimpahan plankton dengan terumbu karang di Teluk Hurun dan Pulau Tegal Lampung pada beberapa titik sampling tertentu.
E. Pembatasan Masalah
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Plankton
Salah satu organisme yang dapat berperan sebagai bioindikator perairan tercemar adalah plankton. Plankton adalah organisme
mikroskopik yang hidup mengapung atau melayang di dalam air dan memiliki kemampuan gerak terbatas (Nontji, A. 2008).
Plankton terbagi atas dua kelompok, fitoplankton dan
zooplankton. Plankton merupakan komponen utama dalam rantai makanan ekosistem perairan. Fitoplankton berperan sebagai produsen primer dan zooplankton sebagai konsumen pertama yang menghubungkan dengan biota pada tingkat trofik yang lebih tinggi (Arinardi et al. 1995). Distribusi plankton dapat dijadikan sebagai penentu kesuburan perairan, karena plankton (fitoplankton dan zooplankton) merupakan sumber pakan bagi organisme perairan.
Banyaknya plankton pada suatui perairan menunjukkan
dipengaruhi oleh berbagai faktor kimia maupun fisika. Faktor kimia yang berpengaruh antara lain DO, Nitrat, Fosfat, dan Silikat, sedangkan faktor fisika antara lain suhu, salinitas dan arus. Perubahan kualitas perairan akan berdampak terhadap kelimpahan fitoplankton. Adanya perubahan pada struktur komunitas fitoplankton dapat mempengaruhi struktur komunitas zooplankton. Keberadaan plankton sangat berkaitan dengan sumberdaya perikanan di perairan tersebut.
B. Pengertian, Habitat, dan Tipe Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan kumpulan organisme yang hidup di dasar perairan laut dangkal terutama di daerah tropis. Terumbu karang tersusun oleh karang-karang jenis Anthozoa dari kelas Scleractinia, yang termasuk kedalam jenis-jenis karang yang mampu membuat kerangka atau bangunan karang dari kalsium karbonat atau disebut hermatypic coral
(Nybakken, 1992).
filum Coelenterata yang mampu membangun struktur terumbu (sceleton) dari kapur (Johan, 2003).
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem pantai yang khas pada daerah tropis, mempunyai produktivitas dan keanekaragaman biota yang tinggi. Peranan terumbu karang cukup penting bagi kehidupan manusia yaitu sebagai sumber penghidupan, sebagai tempat budidaya, sebagai tempat rekreasi dan terutama untuk proteksi dan konservasi bagi
kelestarian sumber daya perikanan. Disamping peranan tersebut, terumbu karang dalam segi ekonomi berperan sebagai pelindung pantai dari
hempasan ombak dan habitat bagi berbagai jenis biota laut termasuk ikan (Supriharyono, 2007).
Hewan karang adalah sebagai komponen dari masyarakat terumbu karang, sedangkan terumbu karang adalah sebagai suatu ekosistem, termasuk organisme-organisme lain yang hidup disekitarnya. Ada dua tipe hewan karang yang dapat membentuk bangunan atau terumbu dari kalsium (hermatypic corals) atau dikenal dengan sebutan reef-building corals dan hewan karang yang tidak dapat membentuk bangunan atau terumbu karang dari kalsium (ahermatypic corals) atau dikenal dengan sebutan non reef-building corals (Nybakken, 1992).
Menurut Wood (1983), berdasarkan fungsinya dalam pembentukan
1. Hermatypes-symbionts. Kelompok ini terdiri dari anggota karang pembangun terumbu yaitu sebagian besar anggota Scleractinia (karang batu), Octocorallia (karang lunak) dan Hydrocorallia.
2. Hermatypes-asymbionts. Kelompok ini merupakan karang dengan pertumbuhan lambat yang dapat membentuk kerangka kapur masif tanpa bantuanZooxanthellae, sehingga mereka mampu untuk hidup di dalam perairan yang tidak ada cahaya.· Diantara anggotanya adalah Scleractinia asimbiotik dengan genus Tubastrea, Dendrophyllia, dan Hydro-Corals jenis Stylaster Rosacea.
3. Ahermatypes-symbionts. Anggota kelompok ini antara lain dari genus Heteropsammia dan Diaseris (Scleractinia: Fungiidae) dan Leptoseris (Agaricidae) yang hidup dalam bentuk polip tunggal kecil atau koloni kecil sehingga tidak termasuk dalam pembangun terumbu. Kelompok ini juga terdiri dari Ordo Alcyonacea dan Gorgonacea yang mempunyai alga simbion namun bukan pembangun kerangka kapur masif (matriks terumbu).
4. Ahermatypes-asymbionts. Anggota kelompok ini antara lain terdiri dari genus Dendrophyllia dan Tubastrea (Ordo Scleractinia) yang mempunyai polip yang kecil.· Termasuk juga dalam kelompok ini adalah kerabat karang batu dari Ordo Antipatharia dan Corallimorpha (Subkelas Hexacorallia) dan Subkelas Octocorallia asimbiotik.
Karang hermatipik yang umumnya didominasi oleh Ordo Scleractinia, memiliki alga simbion atau Zooxanthellae yang hidup di lapisan
pemenuhan kebutuhan nutrisi dan oksigen bagi hewan karang melalui proses fotosintesis. Zooxanthellae merupakan istilah umum bagi alga simbion dari kelompok Dinoflagellata yang hidup di dalam jaringan hewan lain, termasuk karang, anemon, moluska, dan taksa hewan yang lain.
Ada dua jenis terumbu karang, yaitu terumbu karang benua (Shelf reefs) yang menempel pada lempengan benua dan terumbu karang laut lepas (Oceanic reefs) yang mengelilingi pulau-pulau kecil di laut lepas pada kedalaman 200 meter. Sebagian besar terumbu karang di Indonesia adalah terumbu karang benua (Tomascik, 1997). Nybakken (1992),
mengelompokkan terumbu karang menjadi tiga tipe umum yaitu : 1. Terumbu karang Tepi (Fringing reefs)
Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai
kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk
melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam,
berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh).
2. Terumbu Karang Penghalang (Barrier reefs)
Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.5-2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Great Barrier Reef (Australia), Spermonde (Sulawesi Selatan), Banggai Kepulauan (Sulawesi Tengah).
3. Terumbu Karang Cincin (Atolls)
Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau-pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat
perbatasan dengan daratan. Menurut Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 meter. Contoh: Taka Bone Rate (Sulawesi), Maratua (Kalimantan Selatan), Pulau Dana (NTT), Mapia (Papua).
C. Faktor Pembatas Ekosistem Terumbu Karang.
dan mempunyai kemampuan yang cukup kuat untuk menahan gaya
gelombang laut. Binatang-binatang karang tersebut umumnya mempunyai kerangka kapur, demikian pula alga yang berasosiasi di ekosistem ini banyak di antaranya juga mengandung kapur (Supriharyanto, 2007).
Keanekaragaman, penyebaran dan pertumbuhan karang tergantung pada kondisi lingkungannya. Kondisi ini pada kenyataannya tidak selalu tetap, akan tetapi seringkali berubah karena adanya gangguan, baik yang berasal dari alam atau aktivitas manusia. Gangguan dapat berupa faktor fisik-kimia dan biologis. Faktor-faktor fisik-fisik-kimia yang diketahui dapat mempengaruhi laju kehidupan pertumbuhan karang, antara lain adalah cahaya matahari, suhu, salinitas, dan sedimen. Sedangkan faktor biologis, biasanya berupa predator atau pemangsanya (Supriharyanto, 2007).
C.1. Kecerahan
Radiasi sinar matahari memegang peranan penting dalam pembentukan karang. Penetrasi sinar menentukan kedalaman di mana proses fotosintesis terjadi pada organisme alga dan
Zooxanthellae dari jaringan terumbu. Produksi primer yang dihasilkan oleh terumbu karang diakibatkan oleh aktivitas
berkurang, maka kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk terumbu akan berkurang (Nybakken, 1998).
C.2. Suhu
Secara global, sebaran terumbu karang dunia dibatasi oleh
permukaan laut yang isoterm pada suhu 20°C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18°C. Terumbu karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 °C, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C (Nontji, 1993).
C.3. Salinitas
Hewan karang batu mempunyai toleransi terhadap salinitas sekitar 27 – 40 ppt, adanya aliran air tawar akan menyebabkan kematian. Itulah sebabnya daerah-daerah yang memiliki aliran air tawar jarang dijumpai ekosistem terumbu karang (Nontji, 1993).
C.4. Arus
Faktor yang juga mempengaruhi pertumbuhan karang adalah arus substrat dasar perairan. Arus diperlukan untuk mendatangkan makanan berupa plankton. Disamping itu juga membersihkan dari endapan-endapan dan untuk mensuplai oksigen dari laut bebas. Oleh karena itu pertumbuhan di tempat yang airnya selalu teraduk oleh arus dan ombak, lebih baik dari pada diperairan yang tenang dan terlindung (Nontji,1993).
C.5. pH
Nilai pH mencerminkan keseimbangan asam dan basa suatu perairan. Setiap organisme mempunyai toleransi terhadap pH. Menurut NTAC (1968) dalam Pangerang dan Mansyur (1994), umumnya organisme perairan dapat hidup pada kisaran pH tidak kurang dari 6,7 dan tidak lebih dari 8,5. selanjutnya dikatakan bahwa, penambahan suatu senyawa keperairan hendaknya tidak menyebabkan perubahan pH menjadi lebih kecil dari 6,7 atau lebih besar dari 8,5.
D. Simbiosis Mutualisme Antara Hewan Karang Dengan Zooxanthellae
Hubungan yang erat (simbiosis) antara hewan karang dan
anorganik yang diperlukan untuk fotosintesis, sedangkan hewan karang diuntungkan dengan tersedianya oksigen dan bahan-bahan organik dari Zooxanthellae. Zooxanthellae adalah alga dari kelompok Dinoflagellata yang bersimbiosis pada hewan, seperti karang, anemon, moluska dan lainnya (Timotius, 2003).
Sebagian besar Zooxanthellae berasal dari genus Symbiodinium. Jumlah Zooxanthellae pada karang diperkirakan > 1 juta
sel/cm2permukaan karang. Meski dapat hidup tidak terikat induk, sebagian besar Zooxanthellae melakukan simbiosis. Dalam hal ini, ada beberapa keuntungan yang didapat oleh hewan karang dengan Zooxanthellae, yaitu :
1. Hasil fotosintesis, seperti gula, asam amino, dan oksigen
2. Mempercepat proses kalsifikasi yang menurut Wallace (1999), terjadi melalui skema:
dipindahkan ke koloni baru atau ikut bersama potongan koloni karang yang lepas (Timotius, 2003).
E. Proses Reproduksi
Seperti hewan lain, karang memiliki kemampuan reproduksi secara aseksual dan seksual.
a. Reproduksi aseksual adalah reproduksi yang tidak melibatkan peleburan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ovum). Pada reproduksi ini, polip atau koloni karang membentuk polip atau koloni baru melalui pemisahan potongan-potongan tubuh atau rangka. Ada pertumbuhan koloni dan ada pembentukan koloni baru. Ada beberapa tipe reproduksi aseksual yaitu :
1. Pertunasan Terdiri dari: Intratentakular yaitu satu polip membelah menjadi 2 polip, jadi polip baru tumbuh dari polip lama. Apabila polip dan jaringan baru tetap melekat pada koloni induk, ini disebut
pertambahan ukuran koloni. Ekstratentakular yaitu polip baru tumbuh di antara polip-polip lain, jika polip atau tunas lepas dari koloni induk dan membentuk koloni baru, ini baru disebut reproduksi aseksual (Timotius, 2003).
serta koloni baru. Hal itu hanya dapat terjadi jika patahan karang masih memiliki jaringan hidup.
3. Polip bailout merupakan polip baru terbentuk karena tumbuhnya jaringan yang keluar dari karang mati. Pada karang yang mati, kadang kala jaringan-jaringan yang masih hidup dapat meninggalkan
skeletonnya untuk kemudian terbawa air. Jika kemudian menemukan dasaran yang sesuai, jaringan tersebut akan melekat dan tumbuh menjadi koloni baru.
4. Partenogenesis merupakan larva tumbuh dari telur yang tidak mengalami fertilisasi.
b. Reproduksi seksual adalah reproduksi yang melibatkan peleburan sperma dan ovum (fertilisasi). Reproduksi ini lebih komplek karena selain terjadi fertilisasi, juga melalui sejumlah tahap lanjutan
(pembentukan larva, penempelan baru kemudian pertumbuhan dan pematangan). Hewan karang memiliki mekanisme reproduksi seksual yang beragam yang didasari oleh penghasil gamet dan fertilisasi. Keragaman itu meliputi:
yaitu :
1. Hermafrodit yang simultan merupakan menghasilkan telur dan sperma pada waktu bersamaan dalam kesatuan sperma dan telur (egg-sperm packets). Meski dalam satu paket, telur baru akan dibuahi 10-40 menit kemudian yaitu setelah telur dan sperma berpisah. Contoh: jenis dari kelompok Acroporidae, Favidae. 2. Hermafrodit yang berurutan adalah ada dua kemungkinan yaitu
individu karang tersebut berfungsi sebagai jantan baru, menghasilkan sperma untuk kemudian menjadi betina
(protandri), atau jadi betina dulu, menghasilkan telur setelah itu menjadi jantan (protogini). Contoh: Stylophora pistillata dan Goniastrea favulus (Timotius, 2003).
Berdasar mekanisme pertemuan telur dan sperma, reproduksi seksualnya dapat dibagi menjadi dua yaitu : Brooding atau planulator telur dan sperma yang dihasilkan, tidak dilepaskan ke kolom air sehingga fertilisasi secara internal. Zigot berkembang menjadi larva planula di dalam polip, untuk kemudian planula dilepaskan ke air. Planula ini langsung memiliki kemampun untuk melekat didasar perairan untuk melanjutkan proses pertumbuhan. Contoh: Pocillopora Damicornis dan Stylophora. Spawning
III. METODE KERJA
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2013. Lokasi penelitian berada di Teluk Hurun dan Pulau Tegal, Lampung.
B. Cara Kerja
a. Survei Pendahuluan (Manta Tow)
Penentuan titik sampling ditentukan menggunakan metode manta tow (pengamatan langsung di atas permukaan air atau ditarik perlahan dengan menggunakan rubber boat dilengkapi dengan alat snorkeling yaitu masker, snorkel, dan fins). Survei pendahuluan di permukaan, ditentukan titik sampling di Teluk Hurun dengan tiga titik sampling dan Pulau Tegal dengan tiga titik sampling tersebut ditandai dengan menggunakan GPS (Global Position System).
b. Alat dan Bahan
Penelitian ini menggunakan alat selam dasar untuk membantu
plankton, mikroskop untuk mengamati plankton, refraktometer digunakan untuk mengukur salinitas, pH meter digunakan
untuk mengukur kadar pH perairan sekitar penelitian, thermometer digunakan untuk mengukur suhu, dan kamera digunakan untuk
dokumentasi penelitian, alat tulis berupa sabak dan pensil dan kantong plastik untuk masing-masing sampel.
c. Pengambilan Data
Pengambilan data untuk analisis terumbu karang dilakukan dengan menggunakan metode (LIT) Line Intercept Transect. Panjang transek garis yang digunakan 30 meter, dibentangkan sejajar garis pantai, pada kedalaman 3 dan 7 meter di titik sampling yang telah ditentukan dengan GPS. Mencacat keanekaragam jenis terumbu karang sesuai dengan pedoman yang telah baku dengan metode Life form,
Proses dokumentasi difoto dibawah mikroskop dengan perbesaran 40 x sampai 100 x (Natsir, 2010).
d. Analisis Data
Setelah dilakukan pengamatan, data yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan kemelimpahan setiap spesies dan selanjutnya dapat dianalisis secara deskriptif.
1. Indeks Keanekaragaman
Rumus indeks keanekaragaman menurut Shannon-Weiner (Bakus, 1990)
H’ = -
pi =
Keterangan:
H' = Indeks keanekaragaman
ni = Jumlah individu pada jenis ke-i N = Jumlah total individu
Jika :
1. H' < 1, maka komunitas dalam kondisi tidak stabil.
2. 1 < H'< 3, maka komunitas dalam kondisi moderat.
3. H' > 3, maka komunitas dalam kondisi baik
2. Kelimpahan
A
Ni
x
D
10
.
000
D = Kepadatan/kelimpahan (Ind/Ha) Ni = Jumlah Individu (Ind)
A = Luas pengambilan data (Ha)
3. Indeks Kemerataan
Nilai dari indeks kemerataan ialah 0-1, dimana 1 menunjukkan kemerataan yang sempurna dan 0 menunjukkan sebaran yang tidak merata. Rumus indeks kemerataan menurut Pielou (Bakus, 1990)
J' =
Keterangan :
J' = Indeks kemerataan H' = Indeks keanekaragaman S = Jumlah total jenis/ marga
4. Indeks Dominasi
C =
Keterangan:
C = Indeks dominansi
C. LOKASI PENELITIAN di TELUK HURUN dan PULAU TEGAL LAMPUNG
Gambar 1. Lokasi penelitian di Teluk Hurun: 1,2,3 adalah titik sampling
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan yaitu
1. Kondisi terumbu karang di Teluk Hurun dalam kategori sangat baik, dengan persentase tutupan terumbu karang antara 83%-97%, sedangkan pada Pulau Tegal dalam kategori buruk dan cukup baik dengan
persentase tutupan terumbu karang antara 26% -64%.
2. Hubungan antara kondisi karang dengan kelimpahan plankton di Teluk Hurun memiliki korelasi yang negatif dengan R2= 0,989. Sedangkan di Pulau Tegal tidak menunjukkan adanya korelasi yang baik R2=0,002. Plankton yang paling banyak ditemukan baik di Teluk Hurun ataupun di Pulau Tegal adalah Chaetoceros.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ikan – ikan karang yang memberi pengaruh terhadap pertumbuhan karang dan kelimpahan
DAFTAR PUSTAKA
Arinardi, O.H., Trimamingsih, Sudirjo, Sugestiningsih dan S.H.Riyono. 1995. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan di
sekitarPulau Sumatera.Jakarta: Puslitbang Oseanologi LIPI. 99-107 H Allen, G.R. 2003. Reef Fish Identification– Tropical Pasific.
Jackonsville,USA:New World Publications, Inc.
Allen, G.R dan S. Roger. 1994. Indo-Pacific Coral Reef, Field Guide. Tropica Reef Research. Singapore.
Burke L. Selig E., M. Spalding. 2002. Terumbu karang yang terancam di Asia Tenggara (Ringkasan untuk Indonesia). World Resources Institute, Amerika Serikat.
Dahl, A.L. 1981. Coral Reef Monitoring Handbook South Pacific Commission Noumea, New Caledonia.22pp.
Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Dinar. 2009. Kualitas air dalam budidaya laut. Erlangga. Jakarta.
Effendie. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Ferianita,F. M., H. Haeruma, dan L.C. Sitepu. 2005. Komunitas fitoplankton
sebagai bio-indikator kualitas perairan Teluk Jakarta. Makalah Seminar Nasional MIPA 2005 24-26 November 2005, Universitas Indonesia-Depok.
Harriot V.J. and, D.A. Fisk. 1988. Coral Transplantation as Reef Managemen Option. Proc.int. coral reef symp. Australia. 2:375-378
Legendre L, P Legendre. 1983. Numerical Ecology. Elsevier Scientific Publishing Company.
Natsir. 2010. Foraminifera Bentik Sebagai Indikator Kondisi Lingkungan Terumbu Karang Perairan Pulau Kotok Besar dan Pulau Nirwana, Kepulauan Seribu. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta.
Nontji A. 1993. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan. Nontji, A. 2008.Plankton Laut.Jakarta: LIPI Press
Putranto, S. 1997. Pengaruh Sedimentasi dan Limbah Terproduksi Terhadap Komunitas Terumbu Karang di Selat Sele, Sorong-Irian Jaya. Institut Pertanian Bogor.
Suharsono. 2003. Pertumbuhan karang. Osean Vol IX No.2. Puslitbang Oseanologi-LIPI Jakkarta.
Sukmara, A., A.J. Siahainenia dan C. Rotinsulu. 2002. Panduan Pemantauan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat dengan Metode Manta Tow. Departemen Kelautan dan Perikanan & Coastal Resources Center University of Rhode Island, Jakarta.
Sumich, J. L. 1976. An Introduction to The Biology of Marine Life. Wm. C. Brown Company Publishers, Dubuque, lowa. 348 p.
Supriharyanto. 2000. Pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam di wilayah pesisir tropis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Supriharyono. 2007. Konservasi ekosistem sumberdaya hayati di wilayah pesisir dan laut tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Timotius. 2003. Karakteristik terumbu karang. Makalah training course. Yayasan Terumbu Karang Indonesia.
Tomascik, T., A. J. Mah, K. Moosa. 1997. The Ecology Of the Indonesia Sea. Periplus edition.
UNEP, 1993. Monitoring Coral Reefs for Global Change, Regional Seas, Reference Methods for Marine Pollution Studies No. 61.
Wallace, C.C. and J Wolstenholme. 1999. Revision Of The Coral Genus Acropora (Sclerentina Astrocoeniina : Acroporidae ) From Indonesia. Zool. J. Linnean Soc. 123 : 199-384.
Tanggal/Bulan/Tahun : 09 Oktober 2013
Tabel 5. Data LIT (Line Intercept Transect) di Titik Sampling 2 Teluk Hurun Lampung
Lokasi : Teluk Hurun Lampung
Tanggal/Bulan/Tahun : 09 Oktober 2013
Waktu : 10.30 s/d selesai
Tabel 6. Data LIT (Line Intercept Transect) di Titik Sampling 3 Teluk Hurun Lampung
Lokasi : Teluk Hurun Lampung
Tanggal/Bulan/Tahun : 09 Oktober 2013
Waktu : 12.45 s/d selesai
Kedalaman : 3 meter
2 300 – 380 WA - 300 380 80
Tabel 7. Data LIT (Line Intercept Transect) di Titik Sampling 1 Pulau Tegal Lampung
Lokasi : Pulau Tegal Lampung
Tanggal/Bulan/Tahun : 09 Oktober 2013
12 2150 – 2320 ACB Montipora digitata 2150 2320 170
Tabel 8. Data LIT (Line Intercept Transect) di Titik Sampling 2 Pulau Tegal Lampung
Lokasi : Pulau Tegal Lampung
Tanggal/Bulan/Tahun : 09 Oktober 2013
Tanggal/Bulan/Tahun : 09 Oktober 2013
Tabel 10. Perhitungan Persentase Tutupan Terumbu Karang di Titik Sampling 1 Teluk Hurun
No Kategori
Tabel 11. Perhitungan Persentase tutupan terumbu karang di titik sampling 2 Teluk Hurun
1 300 80 50 80 50 300 100 100
Tabel 13. Perhitungan Persentase tutupan terumbu karang di titik sampling 1 Pulau Tegal
No Kategori
Tabel 14. Perhitungan Persentase tutupan terumbu karang di titik sampling 2 Pulau Tegal
No Kategori
Tabel 15. PerhitunganPersentase tutupan terumbu karang di titik sampling 3 Pulau Tegal
2 Asteromphalus 0 0 0 0 0
37 Nereis 0 0 0 0 0
38 Oikopleura 30 0,00594 3,529E-05 -5,1259 -0,0305
jumlah 5050 1 0,417116 -96,078 -1,6763
Tabel 17. Perhitungan Plankton Pada Tanggal 23 Oktober 2013 di Teluk Hurun Lampung
30 Dynophisis 0 0 0 0 0
Tabel 18. Perhitungan Plankton Pada Tanggal 06 November 2013 di Teluk Hurun Lampung
24 Dadayella 30 0,00569 3,2E-05 -5,1686 -0,0294
Tabel 19. Perhitungan Plankton Pada Tanggal 20 November 2013 di Teluk Hurun Lampung
18 Aulachantha 60 0,01093 0,00012 -4,5163 -0,0494
Tabel 20. Perhitungan Plankton Pada Tanggal 04 Desember 2013 di Teluk Hurun Lampung
14 Nitzschia 150 0,03178 0,00101 -3,4489 -0,1096
Tabel 21. Perhitungan Plankton Pada Tanggal 09 Oktober 2013 di Pulau Tegal Lampung
9 Nitzschia 90 0,010883 0,000118 -4,52058 -0,0492
10 Pleurosigma 120 0,01451 0,000211 -4,2329 -0,06142
11 Rhizosolenia 90 0,010883 0,000118 -4,52058 -0,0492
12 Thallassionema 30 0,003628 1,32E-05 -5,61919 -0,02038
13 Aulacantha 30 0,003628 1,32E-05 -5,61919 -0,02038
14 Acartia 210 0,025393 0,000645 -3,67328 -0,09328
15 Copepoda 120 0,01451 0,000211 -4,2329 -0,06142
16 Codonellopsis 60 0,007255 5,26E-05 -4,92605 -0,03574
17 Dadyella 60 0,007255 5,26E-05 -4,92605 -0,03574
28 Protoperidinium 60 0,003628 1,32E-05 -5,61919 -0,02038
29 Oikopleura 90 0,010883 0,000118 -4,52058 -0,0492
jumlah 8270 0,992745 0,584992 -100,597 -1,18073
Tabel 22. Perhitungan Plankton Pada Tanggal 23 Oktober 2013 di Pulau Tegal Lampung
No Jenis Plankton Jumlah Pi Pi2 Ln Pi Pi Ln Pi
1 Chaetoceros 5100 0,721358 0,520357 -0,32662 -0,23561
13 Aulacantha 0 0 0 0 0
19 Tintinnopsis 120 0,016973 0,000288 -4,07612 -0,06918
20 Ceratium 380 0,053748 0,002889 -2,92344 -0,15713
28 Protoperidinium 120 0,016973 0,000288 -4,07612 -0,06918
29 Oikopleura 30 0,004243 1,8E-05 -5,46242 -0,02318
jumlah 7070 1 0,526397 -101,847 -1,37962
Tabel 23. Perhitungan Plankton Pada Tanggal 06 November 2013 di Pulau Tegal Lampung
No Jenis Plankton Jumlah Pi Pi2 Ln Pi Pi Ln Pi
1 Chaetoceros 5500 0,694444 0,482253 -0,36464 -0,25322
2 Coscinodiscus 120 0,015152 0,00023 -4,18965 -0,06348
3 Cyclotella 90 0,011364 0,000129 -4,47734 -0,05088
10 Pleurosigma 150 0,018939 0,000359 -3,96651 -0,07512
11 Rhizosolenia 60 0,007576 5,74E-05 -4,8828 -0,03699
13 Aulacantha 0 0 0 0 0
14 Acartia 210 0,026515 0,000703 -3,63004 -0,09625
15 Copepoda 120 0,015152 0,00023 -4,18965 -0,06348
16 Codonellopsis 30 0,003788 1,43E-05 -5,57595 -0,02112
17 Dadyella 0 0 0 0 0
18 Euntintinnus 60 0,007576 5,74E-05 -4,8828 -0,03699
19 Tintinnopsis 90 0,011364 0,000129 -4,47734 -0,05088
20 Ceratium 620 0,078283 0,006128 -2,54743 -0,19942
26 Gambiradiscus 90 0,011364 0,000129 -4,47734 -0,05088
27 Prorocentrum 0 0 0 0 0
28 Protoperidinium 150 0,018939 0,000359 -3,96651 -0,07512
29 Oikopleura 60 0,007576 5,74E-05 -4,8828 -0,03699
jumlah 7920 1 0,491624 -95,1678 -1,44188
Tabel 24. Perhitungan Plankton Pada Tanggal 20 November 2013 di Pulau Tegal Lampung
No Jenis Plankton Jumlah Pi Pi2 Ln Pi Pi Ln Pi
1 Chaetoceros 5840 0,692764 0,479922 -0,36707 -0,25429
2 Coscinodiscus 90 0,010676 0,000114 -4,53974 -0,04847
3 Cyclotella 0 0 0 0 0
4 Bacteriastrum 60 0,007117 5,07E-05 -4,94521 -0,0352
5 Euchampia 90 0,010676 0,000114 -4,53974 -0,04847
6 Grammatopora 120 0,014235 0,000203 -4,25206 -0,06053
7 Guinardia 0 0 0 0 0
8 Hemiaulus 60 0,007117 5,07E-05 -4,94521 -0,0352
9 Nitzschia 90 0,010676 0,000114 -4,53974 -0,04847
10 Pleurosigma 210 0,024911 0,000621 -3,69244 -0,09198
11 Rhizosolenia 90 0,010676 0,000114 -4,53974 -0,04847
12 Thallassionema 30 0,003559 1,27E-05 -5,63835 -0,02007
13 Aulacantha 60 0,007117 5,07E-05 -4,94521 -0,0352
14 Acartia 120 0,014235 0,000203 -4,25206 -0,06053
15 Copepoda 150 0,017794 0,000317 -4,02892 -0,07169
18 Euntintinnus 90 0,010676 0,000114 -4,53974 -0,04847
19 Tintinnopsis 120 0,014235 0,000203 -4,25206 -0,06053
20 Ceratium 580 0,002491 6,21E-06 -5,99503 -0,01493
28 Protoperidinium 90 0,010676 0,000114 -4,53974 -0,04847
29 Oikopleura 90 0,010676 0,000114 -4,53974 -0,04847
jumlah 8430 0,933689 0,482879 -113,59 -1,33719
Tabel 25. Perhitungan Plankton Pada Tanggal 04 Desember 2013 di Pulau Tegal Lampung
No Jenis Plankton Jumlah Pi Pi2 Ln Pi Pi Ln Pi
1 Chaetoceros 6120 0,712456 0,507594 -0,33904 -0,24155
2 Coscinodiscus 180 0,020955 0,000439 -3,8654 -0,081
10 Pleurosigma 150 0,017462 0,000305 -4,04772 -0,07068
11 Rhizosolenia 60 0,006985 4,88E-05 -4,96401 -0,03467
12 Thallassionema 90 0,010477 0,00011 -4,55854 -0,04776
13 Aulacantha 0 0 0 0 0
14 Acartia 210 0,024447 0,000598 -3,71125 -0,09073
15 Copepoda 180 0,020955 0,000439 -3,8654 -0,081
16 Codonellopsis 120 0,01397 0,000195 -4,27086 -0,05966
17 Dadyella 90 0,010477 0,00011 -4,55854 -0,04776
18 Euntintinnus 0 0 0 0 0
19 Tintinnopsis 90 0,010477 0,00011 -4,55854 -0,04776
No Jenis Plankton Jumlah Pi Pi2 Ln Pi Pi Ln Pi
23 Gonyaulax 60 0,006985 4,88E-05 -4,96401 -0,03467
24 Gymnodinium 90 0,010477 0,00011 -4,55854 -0,04776
25 Noctiluca 60 0,006985 4,88E-05 -4,96401 -0,03467
26 Gambiradiscus 30 0,003492 1,22E-05 -5,65716 -0,01976
27 Prorocentrum 0 0 0 0 0
28 Protoperidinium 120 0,01397 0,000195 -4,27086 -0,05966
29 Oikopleura 60 0,006985 4,88E-05 -4,96401 -0,03467
Copepoda
Nitzschia
Acropora multiacuta Acropora nobilis