• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evalusi Pemberian Dosis Koagulan Aluminium Sulfat Cair dan Bubuk Pada Sistem Dosing Koagulan di Instalasi Pengolahan Air Minum PT. Krakatau Tirta Industri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evalusi Pemberian Dosis Koagulan Aluminium Sulfat Cair dan Bubuk Pada Sistem Dosing Koagulan di Instalasi Pengolahan Air Minum PT. Krakatau Tirta Industri"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUATION OF LIQUID AND POWDER ALUMINIUM COAGULANT

DOSING ON WATER TREATMENT PLANT COAGULANT DOSING SYSTEM

AT PT. KRAKATAU TIRTA INDUSTRI

Amanda Desviani Pulungan, Satyanto K. Saptomo and M. Budi Saputra

Department of Civil and Environmental Engineering, Faculty of Agricultural Technology Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java

Indonesia

email : amanda.pulungan@gmail.com

ABSTRACT

Surface water before being used for particular purposes must be processed first in order to be viable consumed. One of the worth attempts is by building a water treatment such as the installation of Water Treatment Plant that been practiced by PT. Krakatau Tirta Industri, Cilegon. One of the processes is coagulation using aluminium sulfate powder and liquid as the coagulant. This research purpose is to find the optimum dose of aluminium sulfate (liquid) at PT. KTI by comparing the quality and the production cost. The methods including several stages such as preparation phase, data collection, data processing and analysis and presentation of results. The optimum dose for powder using is 60 ppm and for liquid is 100 ppm. The production cost of aluminium sulfate (liquid) using wet alumina is Rp 6.491.838,36 and the cost of goods is Rp 1.131,17/ kg and for dry alumina the production cost is Rp 8.829.278,36 and the cost of goods is Rp 1.538,46/ kg the cost are cheaper than the aluminium sulfate powder cost of goods Rp 1.760/ kg. As resulted from the sensitivity test, the most sensitive variable from the cost of goods is sulfate acid for wet alumina and dry alumina for aluminium sulfate that using dry alumina as the raw material.

Key words: Coagulation, Aluminium sulfate, Production cost, Optimum, Sensitivity

(2)

Amanda Desviani Pulungan. F44080050.

Evaluasi Pemberian Dosis Koagulan

Aluminium Sulfat Cair dan Bubuk Pada Sistem Dosing Koagulan di Instalasi

Pengolahan Air Minum

PT. Krakatau Tirta Industri

. Di bawah bimbingan Dr.

Satyanto K. Saptomo,S.TP, M.Si dan M. Budi Saputra, S.T, M.Eng. 2012

RINGKASAN

Air permukaan sebelum dimanfaatkan untuk tujuan – tujuan tertentu harus diolah terlebih dahulu agar layak dikonsumsi. Salah satu upaya yang dapat dilakuan adalah dengan melakukan pengolahan air seperti dengan membangun instalasi pengolahan air seperti yang dilakukan oleh PT. Krakatau Tirta Industri, Cilegon. Koagulan atau Flokulan pembantu biasa dibubuhkan ke dalam air yang dikoagulasi yang bertujuan untuk memperbaiki pembentukan flok dan untuk mencapai sifat spesifik flok yang diinginkan. Koagulan adalah zat kimia yang menyebabkan destabilisasi muatan negatif partikel di dalam suspensi.

Tujuan dari penelitian ialah untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan aluminium sulfat cair sebagai koagulan yang digunakan oleh PT. KTI dari segi biaya produksi dan dari kualitas air yang diperoleh. Serta dapat ditentukan dosis dan waktu penggunaan aluminium sulfat cair yang tepat pada proses koagulasi. Karena penggunaan aluminium sulfat cair sebagai koagulan masih merupakan upaya yang baru dilakukan PT. KTI sembilan bulan belakangan ini maka masih diperlukan evaluasi dari penggunaannya. aluminium sulfat cair itu sendiri terbuat dari campuran alumina (alumina basah atau alumina kering) dan asam sulfat.

Metode penelitian yang dilakukan meliputi beberapa tahap, yakni melakukan probabilitas dosis aluminium sulfat bubuk dengan kualitas air , hubungan diantara dosis alum sulfat bubuk dengan parameter kualitas air, hubungan antara dosis aluminium sulfat dengan kekeruhan dan warna, perhitungan biaya produksi dan harga pokok produksi aluminium sulfat cair perhitungan biaya produksi dan harga pokok produksi aluminium sulfat cair berdasarkan nilai di lapangan, perhitungan biaya aluminium sulfat bubuk dan cair per air dan perhitungan sensitivitas.

(3)

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Air merupakan salah satu kebutuhan yang esensial bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Air dibutuhkan tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan pokok sehari – hari tetapi juga untuk kepentingan pertanian, perikanan, industri, lingkungan, transportasi dan kebutuhan pokok lainnya. Seiring dengan kemajuan industri dan pertumbuhan penduduk yang kian meningkat keberadaan air sebagai sumber daya alam yang penting pun mulai diperhatikan. Pencemaran yang kian meningkat sebagai dampak dari keberadaan industri dan kepadatan penduduk tersebut mulai mempengaruhi kualitas air untuk dikonsumsi tersebut. Berbagai usaha telah banyak dilakukan agar kehadiran pencemaran terhadap air dapat dihindari atau setidaknya diminimalkan. Masalah pencemaran serta efisiensi penggunaan sumber daya air merupakan masalah pokok. Hal ini mengingat keadaan perairan – alami di banyak negara yang cenderung menurun, baik kualitas maupun kuantitas.

Air permukaan sebelum dimanfaatkan untuk tujuan – tujuan tertentu harus diolah terlebih dahulu. Pengolahan ini dapat berupa proses untuk menurunkan parameter kekeruhan, warna, dan kandungan bakteri lainnya. Salah satu upaya yang dapat dilakuan adalah dengan melakukan pengolahan air seperti dengan membangun instalasi pengolahan air minum yang mana air yang diproduksi telah layak dikonsumsi untuk kemudian didistribusikan kepada masyarakat. Salah satu perusahaan yang telah menerapkan upaya dengan pembangunan instalasi tersebut adalah PT. Krakatau Tirta Industri di Cilegon. PT. Krakatau Tirta Industri merupakan perusahaan pengolahan dan distribusi yang juga merupakan anak perusahaan dari PT. Krakatau Steel. Pada salah satu proses pengolahan yang dilakukan yakni koagulasi digunakan koagulan berupa aluminium sulfat. Saat ini aluminium sulfat yang digunakan berupa cairan yang telah menggantikan aluminium sulfat cair jenis bubuk (powder). Keputusan pihak PT. KTI untuk menjadikan aluminium sulfat cair sebagai koagulan pada proses koagulasi adalah selain untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya juga untuk efisiensi biaya produksi karena PT. KTI memproduksi sendiri alumunium sulfat cair dengan menggunakan bahan baku berupa alumina (bersifat optional antara penggunaan dengan alumina kering atau alumina basah) , asam sulfat dan air. Namun masih perlu dilakukan evaluasi terkait penggunaan aluminium sulfat cair ini sebagai koagulan terutama dari efesiensi biaya dan kualitas air yang diperoleh.

1.2

Tujuan Penelitian

(4)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Proses Koagulasi dan Koagulan

2.1.1 Koagulasi

Koagulasi adalah proses yang bersifat kimia yang bertujuan untuk menghilangkan kekeruhan dan material atau zat yang dapat meghasilkan warna pada air yang kebanyakan merupakan partikel – partikel koloidal ( berukuran 1- 200 milimikron) seperti alga, bakteri, zat organik anorganik dan partikel lempung (Lin, 2007). Proses koagulasi perlu dilakukan apabila kekeruhan air melebihi 30 – 50 Ntu. Dari bangunan intake, air akan dipompa ke bak koagulasi ini. Pada proses koagulasi ini dilakukan proses destabilisasi partikel koloid, karena pada dasarnya air sungai atau air-air kotor biasanya berbentuk koloid dengan berbagai partikel koloid yang terkandung di dalamnya. Destabilisasi partikel koloid ini bisa dengan penambahan bahan kimia berupa tawas, ataupun dilakukan secara fisik dengan rapid mixing (pengadukan cepat), hidrolis (terjunan atau hydrolic jump), maupun secara mekanis (menggunakan batang pengaduk). Biasanya pada instalasi pengolahan air dilakukan dengan cara hidrolis berupa hydrolic jump. Lamanya proses adalah 30 – 90 detik.

2.1.2 Koagulan

Koagulan atau Flokulan pembantu biasa dibubuhkan ke dalam air yang dikoagulasi yang bertujuan untuk memperbaiki pembentukan flok dan untuk mencapai sifat spesifik flok yang diinginkan. Koagulan adalah zat kimia yang menyebabkan destabilisasi muatan negatif partikel di dalam suspensi. Zat ini merupakan donor muatan positif yang digunakan untuk mendestabilisasi muatan negatif partikel. Dalam pengolahan air sering dipakai garam Aluminium, Al ( III) atau garam besi (II) dan besi (III) Koagulan yang umum digunakan pada pengolahan air adalah seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1. Koagulan yang Umum Digunakan Pada Pengolahan Air

Nama Formula Bentuk Reaksi Dengan

Air Ph Optimum

Aluminium sulfat, Alum sulfat, Alum, Salum

Al2(SO4)3.xH2O

x = 14,16,18

Bongkah, bubuk Asam 6,0 – 7,8

Sodium aluminat

NaAlO2 atau

Na2Al2O4

Bubuk Basa 6,0 – 7,8

Polyaluminium Chloride, PAC

Aln(OH)mCl3n-m Cairan, bubuk Asam 6,0 – 7,8

Ferri sulfat Fe2(SO4)3.9H2O Kristal halus Asam 4 – 9

Ferri klorida FeCl3.6H2O Bongkah, cairan Asam 4 – 9

Ferro sulfat FeSO4.7H2O Kristal halus Asam > 8,5

(5)

2.2

Aluminium Sulfat

2.2.1 Kegunaan Aluminium Sulfat

Tawas atau aluminium sulfat merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh di pasaran serta mudah penyimpanannya.Aluminium sulfat digunakan secara luas dalam industri kimia, aluminium sulfat banyak digunakan sebagai koagulan dalam proses pengolahan air bersih, pengolahan air limbah dan juga digunakan dalam pembuatan kertas untuk meningkatkan ketahanan dan penyerapan tinta. Aluminium sulfat jarang ditemukan dalam bentuk garam anhydrous biasanya aluminium sulfat membentuk garam hyrous dengan kandungan H2O yang berbeda – beda dan yang paling umum dalam bentuk heksadecahydrate. Aluminium sulfat dapat juga digunakan sebagai mordan saat dying dan pencetakan tekstil. Ketika dilarutkan dalam air yang mengandung alkali aluminium sulfat akan membentuk aluminium hidroksida yang berbentuk gelatin.dalam proses dying dan pencetakan kain, zat gelatin tersebut akan membantu celupan bertahan pada serabut pakaian karena pigmennya menjadi tidak larut. Kadang aluminium sulfat digunakan untuk menurunkan pH lahan perkebunan. Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbiditas (kekeruhan) air baku. Semakin tinggi turbiditas air baku maka semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan. Pemakain tawas juga tidak terlepas dari sifat-sifat kimia yang dikandung oleh air baku tersebut. Alumunium dan garam – garam besi adalah bahan kimia yang efektif bekerja pada kondisi air yang mengandung alkalin. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :

Al2(SO4)3 → 2 Al+3 + 3(SO4)-2 Air mengalami

H2O → H+ + OH -Sehingga

2 Al+3 + 6OH-→2Al(OH)3 Selain itu akan dihasilkan asam :

3(SO4)-2 + 6H+ → 3H2SO4

Dengan demikian makin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka pH akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas yang efektif antara pH 5,8-7,4. Apabila alkalinitas alami dari air tidak seimbang dengan dosis tawas perlu ditambahkan alkalinitas,biasanya ditambahkan larutan kapur (Ca(OH)2) atau soda abu (Na2CO3). Reaksi yang terjadi :

Al2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Al(OH3) + 3CaSO4 + 6CO2 Al2(SO4)3 + 3Na2CO3 + 3H2O → 2Al(OH3) + 3Na2SO4+3CO2 Al2(SO4)3 + 3Ca(OH)2 → 2Al(OH3)+ 3CaSO4

(6)

menyebabkan koloid tidak pernah bergabung. Kondisi tersebut stabil sepanjang tidak ada campur tangan dari luar.

Beberapa sifat dari tawas / aluminium sulfat 1. Bentuk bongkahan atau bubuk berwarna putih 2. Kelarutan dalam air ± 700 gr / lt

3. Konsentrasi larutan yang umum 50 – 100 gr / lt (5 – 10 %) 4. Tidak mudah terbakar

5. Larut dalam air, bereaksi asam kuat dan bersifat korosif 6. Larutannya berbahaya bagi paru – paru , mata dan kulit 7. Bila debunya terhisap menimbulkan rasa nyeri pada alat

pernafasan

8. Bila larutan tersebut kena mata akan menimbulkan rasa pedih

2.22 Pembuatan Koagulan Aluminium Sulfat a. Bahan Baku yang Digunakan

1. Alumina

Alumina diproduksi dari proses pemurnian bauksit, untuk menghasilkan alumina bauksit digiling dan dicampur dengan kapur dan kaustik soda. Campuran tersebut kemudian dipompa ke dalam tanki tekanan tingi dan dipanaskan. Aluminium oksida akan larut dalam kaustik soda dan dikeluarkan secara cepat dari larutan, kemudian dicuci dan dipanaskan untuk menghilangkan air yang tersisa. Hasil dari proses ini yaitu powder berwarna putih yang disebut alumina. Alumina dipasaran rata – rata mempunyai konsentrasi sekitar 99, 0 – 99,7%

2. Asam Sulfat

Asam sulfat diproduksi dari belerang menggunakan proses kontak, dimana belerang direaksikan dengan oksigen untuk membentuk sulfur dioksida. Sulfur dioksida kemudian direaksikan lagi dengan oksigen untuk membentuk sulfur trioksida. Hasil reaksi ini kemudian direkasikan lagi dengan air untuk membentuk asam sulfat. Asam sulfat dipasaran terdiri dari 2 macam yaitu dengan asam sulfat teknis dengan konsentrasi 96 – 98% dan asam sulfat absolut dengan konsentrasi lebih dari 99%

b. Proses Produksi Aluminium Sulfat dari Alumina

Untuk memproduksi aluminium sulfat bahan baku yang terdiri dari aluminium hidroksida, asam sulfat dan air dimasukkan kedalam tanki reaktor. didalam reaktor tersebut bahan – bahan tersebut diaduk selama waktu tertentu dan akan menghasilkan uap air yang dibuang melalui cerobong. Tangki reaktor harus dibuat dari bahan yang tahan asam dan panas pembentukan karena reaksi ini bersifat eksosentris. Operasi biasanya dilakukan secara batch. Reaksi yang terjadi yaitu :

2Al(OH)3 + 3H2SO4 + 8H2O → Al2(SO4)3. 14 H2O

(7)

dipasang corong untuk membuang uap yang terbentuk. Langkah selanjutnya setelah alumunium terbentuk, jika diinginkan aluminium yang diinginkan berbentuk liquid maka produk yang keluar dari tangki dilairkan kedalam tangki yang diisi dengan air agar menjadi dingin. Aluminium cair tersebut kemudian disaring dan dialirkan ke tangki penyimpanan. Jika diinginkan dalam bentuk solid maka larutan dialirkan kedalam pan dan didinginkan menggunakan kipas. Pan kemudian disimpan didalam rak, sesudah itu alumunium yang sudah berbentuk padat diambil dan dimasukkan kea lat penggiling, setelah hancur aluminium dialirkan kedalam hoper untuk dimasukkan ke karung (packaging).

2.3

Jar Test

Jar test merupakan metode standar yang dilakukan untuk menguji proses koagulasi (Kemmer,2002). Data yang didapat dengan melakukan jar test antara lain dosis optimum penambahan koagulan, lama pengendapan serta volume endapan yang terbentuk. Jar test sebaiknya dilakukan setiap beberapa hari, bulan atau tahun bahkan musim terutama pada saat dimana terjadi perubahan keadaan air secara kimia. Jar test terdiri dari enam buah batang pengaduk yang masing – masing mengaduk satu buah gelas dengan kapasitas satu liter. Satu buah gelas berfungsi sebagai kontrol dan kondisi operasi dapat bervariasi diantara lima gelas yang tersisa. Penggunaan sebuah pengukuran rpm di bagian atas petangkat jar test ini berperan sebagai pengontrol keseragaman kecepatan pencampuran pada keenam gelas tersebut. Hasil dari uji ini menjadi acuan dalam pemberian dosis koagulan pada proses koagulasi.

2.4

Karakteristik Air Bersih

Karakteristik air bersih dapat dilihat dari dua aspek yakni secara fisik dan kimia. Karakter fisik dalah karakter air secara fisik . Sedangkan karakteristik kimia merupakan karakteristik air dilihat dari kandungan zat kimia yang terkandung didalamnya.

2.4.1 Karakteristik Fisik Air A. Kekeruhan

Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkan oleh buangan industri.

B. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Tinggi rendahnya suhu air berkaitan dengan besarnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan, karena intensitas cahaya yang masuk menentukan derajat panas. Semakin banyak sinar matahari yang masuk maka suhu semakin tinggi, sedangkan bertambahnya kedalaman akan mengakibatkan suhu menurun (Welch, 1980 dalam Kristianiarso, 2009). Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi.

C. Warna

(8)

D. Solid (Zat padat)

Kandungan zat padat menimbulkan bau busuk, juga dapat meyebabkan turunnya kadar oksigen terlarut. Zat padat dapat menghalangi penetrasi sinar matahari kedalam air.

E. Bau dan rasa

Bau dan rasa dapat dihasilkan oleh adanya organisme dalam air seperti alga serta oleh adanya gas seperti H2S yang terbentuk dalam kondisi anaerobik, dan oleh adanya senyawa-senyawa organik tertentu

2.3.2 Karakteristik Kimia Air A. pH

Pembatasan pH dilakukan karena akan mempengaruhi rasa, korosifitas air dan efisiensi klorinasi. Beberapa senyawa asam dan basa lebih toksid dalam bentuk molekuler, dimana disosiasi senyawa-senyawa tersebut dipengaruhi oleh pH. Pengaturan pH dapat dilakukan dengan penambahan asam atau basa (Teng, 2000). Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 – 7,5. Air dapat bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH air. Air yang memiliki pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam sedangkan air yang memiliki pH diatas normal bersifat basa (Wardhana, 2004). Pada umumnya bakteri tumbuh dengan baik pada pH netral dan alkalis sedangkan jamur lebih menyukai pH rendah (kondisi asam). Oleh karena itu proses dekomposisi bahan organik berlangsung lebih cepat pada kondisi netral atau alkalis (Effendi, 2003).

B. DO (Dissolved Oxygent)

DO adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbs atmosfer/udara. Kadar oksigen terlarut di perairan alami bervariasi bergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer (Effendi, 2003). Semakin banyak jumlah DO maka kualitas air semakin baik. Satuan DO biasanya dinyatakan dalam persentase saturasi.

C. BOD (Bological Oxygent Demand)

BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorgasnisme untuk menguraikan bahan-bahan organik (zat pencerna) yang terdapat di dalam air buangan secara biologi. BOD dan COD digunakan untuk memonitoring kapasitas self purification badan air penerima.

D. COD( Chemical Oxygent Demand)

COD adalah banyaknya oksigen yang di butuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik secara kimia, baik yang dapat didegradasi secara biologis, maupun yang sukar didegradasi secara bilogis menjadi CO2 dan H2O. Jika pada perairan terdapat

bahan organik yang resisten terhadap degradasi biologis, misalnya selulosa, tannin, lignin, fenol dan sebagaiinya maka lebih cocok dilakukan pengukuran nilai COD dibandingkan dengan nilai BOD. Pengukuran COD didasrkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan organic dapat dioksidasi menjadi CO2 dan dan H2O dengan

bantuan oksidator kuat (kalium dikromat) dalam suasana asam. E. Kesadahan

(9)

sebaliknya dapat memberikan rasa yang segar. Di dalam pemakaian untuk industri adanya kesadahan dalam air tidaklah dikehendaki. Kesadahan yang tinggi bisa disebabkan oleh adanya kadar residu terlarut yang tinggi dalam air.

F. Senyawa-senyawa kimia yang beracun

Kehadiran unsur arsen (As) pada dosis yang rendah sudah merupakan racun terhadap manusia sehingga perlu pembatasan yang agak ketat (± 0,05 mg/l). Kehadiran besi (Fe) dalam air bersih akan menyebabkan timbulnya rasa dan bau ligam, menimbulkan warna koloid merah (karat) akibat oksidasi oleh oksigen terlarut yang dapat menjadi racun bagi manusia.

2.5

Perhitungan Biaya Berdasarkan Aktivitas

2.5.1 Biaya Produksi dan Overhead

Perhitungan biaya berdasarkan fungsi dan aktivitas membebankan biaya pada objek biaya seperti produk, pelanggan, pemasok, bahan baku dan jalur pemasaran. Ketika biaya dibebankan kepada objek biaya, biaya per unit dihitung dengan membagi jumlah biaya yang dibebankan dengan jumlah unit dari objek biaya tertentu. Biaya per unit adalah jumlah biaya yang berkaitan dengan unit yang diproduksi dibagi dengan jumlah unit yang diproduksi. Biaya produk sering didefinisikan sebagai biaya produksi yaitu jumlah dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan overhead produksi (Hansen dan Mowen,2009)

Biaya produk dapat juga berguna untuk membuat beberapa keputusan tertentu sebagai contoh biaya produk dapat menjadi input penting dalam penetapan harga penawaran dan juga dapat digunakan untuk mengilustrasikan perbedaan antara pendekatan pembebanan biaya berdasarkan fungsi dan aktivitas.

Perhitungan biaya produksi berdasarkan fungsi membebankan biaya dari bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung pada produk dengan menggunakan penelusuran langsung. Di lain pihak, biaya overhead dibebankan dengan menggunakan biaya penelusuran penggerak dan alokasi. Secara spesifik perhitungan membebankan biaya overhead pada produk. Penggerak aktivitas tingkat unit adalah faktor – faktor yang menyebabkan perubahan dalam biaya seiring dengan perubahan jumlah unit yang diproduksi. Penggunaan penggerak berdasarkan unit semata – mata untuk membebankan biaya overhead pada produksi memiliki asumsi bahwa overhead yang digunakan produk berkorelasi tingi jumlah unit yang diproduksi. Untuk biaya overhead dimana asumsi ini berlaku, pembebanan berdasarkan unit sesuai dengan penelusuran penggerak. Untuk biaya – biaya overhead yang tidak sesuai dengan asumsi, pembeabana biaya merupakan suatu proses alokasi. Tarif perkiraan overhead berdasarkan fungsi membutuhkan spesifikasi dari penggerak tingkat unit, yaitu suatu perkiraan dari kapasitas yang diukur penggerak dan dan perkiraan dari overhead yang diharapkan.

2.5.2 Harga Pokok Produksi

(10)

pokok persediaan, manajer produksi (production manager) atau manajer operasional (operation manager) lebih fokus pada harga pokok produksi. Manajemen tingkat puncak tentunya akan lebih cenderung fokus pada harga pokok penjualan.

Komponen yang paling besar dalam operasional perusahaan pada perusahaan dagang maupun perusahaan industri adalah persediaan. Karena harga pokok persediaan adalah bagian dari persediaan yang telah digunakan, Jadi perhatian lebih besar ditujukan pada harga pokok persediaan cukup beralasan. Namun hal itu tidak cukup bagi manajer operasional karena komponen biaya produksi baik biaya tenaga kerja langsung maupun biaya overhead pabrik juga merupakan komponen penting yang berada dalam ruang lingkup tugasnya. Karena itu manajer produksi atau manajer operasional pada perusahaan industri akan fokus pada harga pokok produksi yaitu Harga pokok persediaan ditambah biaya produksi. Perusahaan Jasa tidak memiliki kedua komponen tersebut sehingga pada perusahaan jasa jelas hanya harga pokok yang terdiri dari biaya biaya operasional.

Walaupun harga pokok adalah bagian dari laporan laba rugi namun laporan harga pokok juga dilaporkan secara terpisah. Bentuk laporan harga pokok disesuaikan dengan kebutuhan manajemen dan metode akuntansi yang dipilih. Metode pepertual inventory adalah metode yang banyak digunakan pada system akuntansi computer namun masih banyak akuntan yang sangat familiar dengan metode fisikal inventori. Metode fisikal inventori semakin ditinggalkan karena sistem akuntansi komputer dengan metode perpetual dapat memberikan informasi setiap saat tanpa harus menunggu perhitungan fisik persediaan bahkan dapat menampilkan hasil perhitungan harga pokok untuk suatu produk yang akan diproduksi. Dengan demikian diperoleh laporan harga pokok dalam bentuk rencana dan laporan harga pokok realisasi.

Laporan harga pokok adalah sebuah kertas kerja berupa perhitungan secara sistematis. Pada sistem akuntansi Manual biasanya hanya ditampilkan secara periodik namun sistem akuntansi komputer dengan menerapkan metode perpetual inventory dapat menghasilkan informasi secara visual kapan saja. Hal ini dapat dilakukan karena metode perpetual melakukan perhitungan berdasarkan transakasi yang telah di catat ke sistem komputer sedangkan metode Phisik melakukan perhitungan berdasarkan selisih antara persediaan awal ditambah mutasi dan dikurangi dengan sisa. Untuk mendapatkan sisa tentunya melalui perhitungan phisik. Metode phisik biasanya hanya menampilkan harga pokok produksi secara keseluruhan pada satu periode tertentu sedangkan metode perpetual menghasilkan laporan harga pokok produksi secara spesifik misalnya untuk satu produk tertentu.

Untuk memahami komponen dari harga pokok, berikut adalah hubungan dari komponen – komponen yang saling berhubungan :

a. Harga Pokok Penjualan = Harga Pokok Produksi + Biaya Penjualan b. Harga Pokok Produksi = Harga Pokok Persediaan + Biaya Produksi

c. Harga Pokok Persediaan = Bagian Persediaan Bahan Baku yang digunakan dalam proses produksi

d. Persediaan = Pembelian bahan baku + biaya pembelian

e. Biaya penjualan = Biaya yang diperlukan untuk menjual produk Selanjutnya komponen – komponen dapat disusun secara hirarki menjadi :

Harga Pokok Penjualan

(11)

1. Biaya bahan baku yang dipakai 2. Biaya pembelian

b. Biaya Tenaga kerja langsung c. Biaya overhead pabrik

1. Biaya bahan pembantu/penolong 2. Biaya tenaga kerja tidak langsung 3. Biaya listrik dan penerangan pabrik 4. Biaya penyusutan gedung pabrik 5. Biaya penyusutan mesin

6. Biaya proses produksi lainnya d. Biaya Penjualan

1. Biaya pengepakan

2. Ongkos angkut penjualan (Biaya Delivery) 3. Biaya Penjualan lainnya

2.6

Crystal Ball

Crystal Ball adalah program untuk simulasi data yang menyediakan dua pilihan metode sampling, yaitu Monte Carlo dan latin Hypercube. Seperti halnya User friendly program pada umumnya, Crystal Ball pada dasarnya mudah dioperasikan dan dipahami. Beberapa hal yang sebaiknyadikethaui erlebih dahulu sebelum menggunakan Crystal Ball seperti Central Limit Theorem dan beberapa pilihan tes seperti Kolmograv – Sminov, Darling and Chi – Square dan juga karakteristik ditribusi yang menjadi knowledge base program ini hendaknya diketahui agar memudahkan untuk beradaptasi saat penggunaan atau membaca hasil analisa.

Penggunaan Crystal Ball dapat diawali dengan pemahaman terhadap tiga macam karakteristik sel yang digunakan, yaitu :

1. Assumption Cell atau sel – sel asumsi 2. Forecast Cell atau sel – sel peramalan 3. Decision Cell atau sel – sel keputusan

Assumption Cell adalah nilai atau variabel yang tidak diketahui pasti masalah yang akan diselesaikan. Sel ini harus berupa nilai numerik dan bukan formula atau teks dan didefinisikan sebagai sebuah distribusi probabilitas. Distribusi probabilitas yang terdapat pada Crystal Ball yaitu distribusi Normal, Uniform, Geometric, Webull, Beta, Hyper Geometric, Gamma, Logistic, Pareto, Extreme, Value, Negative, Binominal dan Costum. Decision Cell berisi nilai numerik atau angka bukan formula atau teks atau menjelaskan variable yang memiliki interval nilai tertentu dimana dapat dikontrol oleh pengguna untuk memperoleh nilai optimal. Sedangkan Forecast Cell merupakan Cell Formula dari Assumption Cell.

2.6.1 Distribusi Probabilitas

Distribusi probabilitas adalah sebuah model matematis yang dipergunakan untuk mendeskripsikan sifat – sifat sebuah populasi (bentuk, pusat dan penyebaran). Probabilitas dinyatakan dalam pecahan (¼, ½, ¾) atau persen (25%, 50%, 75%) dan besarnya antara 0 dan 1. Tidak pernah ada probabilitas negatif ataupun lebih besar dar 1. Probabilitas sama dengan 0 berarti sesuatu tidak pernah terjadi dan probabilitas sama dengan 1 berarti sesuatu akan selalu atau pasti terjadi (Mulyono,2006) .

(12)

F(x) =

/

2 (1)

Dengan rata –rata μ dan varians dan harus memenuhi syarat -∞ < x < ∞ Ciri – ciri utama distribusi adalah :

1. Kurvanya mempunyau puncak tunggal 2. Kurvanya berbentuk seperti lonceng

3. Rata – rata terletak di tengah distribusi dan distribusinya di sekitar garis tegak lurus yang ditari melalui rata – rata

4. Kedua ekor kurva memanjang tak terbatas dan tak pernah memotong sumbu horizontal

Untuk mencari probabilitas suatu interval dari variabel random kontinyu, dapat dipermudah dengan bantuan distribusi normal standar yang memiliki rata – rata (mean)= 0 dan standar deviasi S= 1. Variabel random dalam distribusi normal standar dengan symbol Z. Rumus untuk memperoleh variabel normal standar Z adalah :

Z =

(2) Jika X = nilai variabel random

μ= rata – rata variabel random σ = deviasi standar variabel random

Maka

:

(3)

Variabel normal standar Z dapat diartikan sebagai berapa kali deviasi standar suatu nilai variabel random menyimpang dari rata – ratanya. Lebih dari 99% area banyak yang berada dibawah distribusi terlampir dalam range μ- 3σ ≤ x ≤ μ + 3σ yang dikenal dengan 6- sigma limits (Taha, 1997).

Memilih satu distribusi untuk satu asumsi adalah salah satu dari tahap yang dilakukan dalam membuat satu model Crystal Ball. Crystal Ball memiliki 22 distribusi yang terdiri dari kontinyu dan diskret yang dapat digunakan untuk menggambarkan satu asumsi, dimasukkan sebagai distribusi pilihan yang dapat digunakan untuk kombinasi range (data) kontinyu dan diskrit.

a. Distribusi kontinyu mengansumsikan semua nilai dalam range (rentang) termasuk juga range yang tanpa batasan (tidak terhingga). Distribusi ini memiliki lengkungan yang halus dan berbentuk kurva padat (solid).

(13)

Tabel 2. Distribusi pada Crystal Ball

Distribusi Kondisi Aplikasi Contoh

a. Nilai rata – rata kemungkinan besar paling sering muncul

b. Simetrikal dengan nilai tengah c. Nilai

“kemungkinan besar” lebih dekat dengan nilai tengah

dibandingkan nilai terjauh

Fenomena Natural Tinggi manusia, Tingkat Reproduksi, Inflasi

a. Nilai maksimum dan minimum ditetapkan b. Pada rentangan

terdapat sebuah nilai

“kemungkinan besar” , segitiga terbentuk dari nilai maksimum dan minimum Ketika diketahui nilai maksimum, minium dan “kemungkinan besar” sangat berguna pada penggunaan data yang terbatas Perkiraan penjualan, Jumlah mobil yang terjual dalam seminggu, Jumlah persediaan, Harga pemasaran

a. Nilai atas dan bawah tidak terbatas

b. Distribusi positif berbentuk miring dengan sebagian besar nilai berada di dekat batas bawah

c. Logaritma natural dari distribusi adalah distribusi normal

Situasi dimana nilai positif berbentuk miring

(14)

a. Nilai minimum ditentukan b. Nilai maksimum

ditentukan c. Semua nilai dalam

rentang yang sama mungkin terjadi d. Seragam diskrit

merupakan nilai ekuivalen diskrit dari distribusi seragam

Jika diketahui rentang dan semua nilai yang mungkin adalah kemungkinan yang sama Penaksiran harga Real Estate, Kebocoran pada pipa

a. Untuk masing – masing percobaan, hanya dua hasil yang mungkin terjadi, biasanya berhasil atau gagal b. Probabilitas sama

untuk setiap percobaan c. Distribusi Yes No

ekuivalen terhadap distribusi binomial dengan satu kali percobaan Menggambarkan nilai dari waktu yang mungkin terjadi pada percobaan dengan nilai yang tetap, juga digunakan pada logika Boolean ( benar / salah atau hidup / mati)

Nilai dari sisi 10 kali pelemparaan sebuah koin, kemungkinan terjadinya kegagalan atau keberhasilan.

a. Rentang antara nilai maksimum dan minimum berada diantara 0 dan nilai positif b. Bentuknya dapat

dispesifikasi dengan dua nilai positif, yaitu alfa dan beta

Menampilkan variabilitas terhadap sebuah rentang yang tetap, menjelaskan data empiris Menampilkan reabilitas dari perangkat suatu perusahaan

a. Nilai minimum dan maksimum ditentukan b. Pada rentangan

terdapat sebuah nilai

“kemungkinan besar” , segitiga

Ketika diketahui nilai maksimum dan minimum, nilai “kemungkinan besar” , sangat berguna pada data yang terbatas

(15)

terbentuk dari nilai maksimum dan minimum, formula BetaPERT merupakan kurva yang diperhalus pada bagian dasar segitiga

a. Distribusi menggambarkan waktu diantara kejadian b. Distribusi tidak

dipengaruhi kejadian sebelumnya

Menggambarkan kejadian yang terjadi secara acak

Rentang waktu panggilan telepon, waktu kedatangan konsumen

a. Kejadian yang mungkin dari suatu pengukuran yang tidak terbatas b. Kejadian yang

berdiri sendiri c. Nilai rata – rata

dari kejadian adalah konstan dari setiap unit

Diterapkan pada kuantitas fisikal, seperti waktu diantara kejadian dimana proses kejadian tidak sepenuhnya acak Permintaan dari suatu barang yang terjual pada waktu pemesanan, proses metereologi

a. Fleksibilitas distribusi ini dapat mengasumsi sifat dari distribusi lainnya

b. Ketika bentuk dari parameter sama dengan 1, ini identik dengan distribusi Eksponensial , ketika sama dengan maka identik dengan Rayleigh

(16)

Kondisi dan parameter kompleks.

Menjelaskan nilai terbesar

( Maksimum ektrim) atau nilai terkecil dari sebuah respon pada suatu waktu ataupun penghilangan kekuatan material

Nilai banjir terbesar atau terkecil, curah hujan, dan gempa bumi

Kondisi dan parameter kompleks Menjelaskan pertumbuhan Pertumbuhan populasi yang sebagai fungsi waktu, suatu reaksi kimia

a. Nilai titik tengah merupakan nilai “kemungkinan besar”

b. Secara simetrikal merupakan nilai rata – rata c. Menyerupai

distribusi normal ketika derajat kebebasan sama dengan atau lebih besar dari 30

Data ekonomi Nilai pertukaran

Kondisi dan parameter kompleks Lihat Fishman, G. Springer Series in Operations Research. NY: Springer- Verlag, 1996

Menganalisis distribusi lainnya yang berhubungan dengan fenomena empris Menyelidiki distribusi yang berhubungan dengan kota, ukuran populasi, besarnya perusahaan, dan fluktuasi harga a. Nilai dari

kemungkinan suatu kejadian adalah tidak terbatas b. Kejadian yang

yang tidak berhubungan dengan kejadian lainnya c. Nilai rata – rata

(17)

kejadian dari satu unit ke unit lainnya adalah sama

a. Jumlah satuan ditetapkan b. Sampel ukuran (

jumlah percobaan ) merupakan sebuah porsi dari populasi

c. Probabilitas dari keberhasilan berubah setelah setiap percobaan dilakukan Menjelaskan jumlah waktu dari suatu peristiwa terjadi dalam suatu percobaan dengan jumlah yang ditetapkan, namun percobaan tergantung dari hasil percobaan sebelumnya Kemungkinan suatu bagian yang dipilih menjadi rusak dari suatu kotak

a. Jumlah dari percobaan tidak ditetapkan b. Percobaan

berlanjut hingga ke- r kali sukses ( percobaan tidak pernah kurang dari r)

Probabilitas kesuksesan dari satu percobaan ke percobaan lain adalah sama

Model distribusi jumlah percobaan atau kegagalan hingga ke – r hingga kesuksesan terjadi Jumlah dari penawaran sebelum mengakiri 10 pesanan

a. Jumlah dari percobaan tidak tetap

b. Percobaan berlanjut hingga keberhasilan yang pertama

Probabilitas keberhasilan dari satu percobaan ke percobaan lain adalah sama Menjelaskan jumlah dari percobaan hingga keberhasilan pertama terjadi Jumlah pemutaran roulette, jumlah sumur yang digali sebelum

(18)

a. Distribusi yang sangat fleksibel , digunakan untuk menampilkan sebuah situasi yang tidak dapat dijelaskan oleh distribusi lain b. Dapat berbentuk

diskrit atau kontinu

c. Digunakan untuk memasukkan seluruh nilai data dari sebuah rentang sel

(Sumber : User Manual for Crystal Ball. 2008)

2.6.2 Uji Goddes of Fit

Satu cara yang cepat untuk memeriksa apakah suatu himpunan data mentah tertentu sesuai dengan distribusi teoritis tertentu adalah dengan membandingkan secara grafik distribusi empiris kumulatif dengan fungsi kepadatan kumulatif yang bersesuain dari distribusi teoritis yang bersangkutan. Jika kedua fungsi tersebut tidak memperlihatkan deviasi yang berlebihan, terdapat kemungkinan yang cukup besar bahwa distribusi teoritis itu sesuai dengan data mentah tersebut.

Gagasan untuk membandingkan distribusi empiris dan distribusi teoritis adalah dasar untuk uji Kolmogrov – Smirnov. Uji ini yang hanya dapat diterapkan untuk variabel acak kontinyu, memanfaatkan sebuah statik untuk menerima atau menolak distribusi yang dihipotesis dengan tingkat signifikan tertentu (Taha, 1997)

Uji statistik lainnya yang berlaku untuk variable acak diskrit maupun kontinyu adalah uji chi- kuadrat atau Chi- square. Uji ini didasari oleh perbandingan fungsi kepadatan probabilitas daripada fungsi kepadatan kumulatif seperti dalam uji Kolmogrov Sminorv. Langkah perama dalam prosedur chi- kuadrat adalah mengembangkan sebuah histogram frekuensi. Dengan menggambarkan histrogram frakuensi secara visual dapat diputuskan fungsi kepadatan teoritis mana yang paling sesuai dengan data dalam bentuk histogram tersebut. Uji ini didasari oleh pengukuran “jumlah” deviasi antara fungsi kepadatan empiris dan teoritis. Untuk mencapai tugas ini, anggap [ - 1, ] mewakili batas – batas interval I sebagaimana didefinisikan dalam distribusi empiris dan asumsikan bahwa f(t) adalah fungsi kepadatan teoritis yang dihipotesiskan. Dengan diketahui sampel dan mentah ukuran n, maka frekuensi teoritis yang berkaitan dengan interval I dihitung sebagai

Ni = i= 1,2,…..,m (4)

Dimana m adalah jumlah sel yang dipergunakan dalam mengembangkan fungsi kepadatan empiris. Dengan diketahui ni, sebuah ukuran deviasi antara frekuensi empiris dan yang diamati dihitung sebagai berikut :

(19)

Dimana cenderung chi- kuadrat secara asimtut m → ∞. Angka derajat dari chi- kuadrat adalah m-k-1, dimana k adalah jumlah parameter yang diestimasi dari data mentah untuk dipergunakan dalam mendefinisikan distribusi teoritis yang bersangkutan. Misalnya, untuk menggunakan distribusi eksponensial sebagai distribusi teoritis yang dihipotesiskan untuk histogram empiris, nilai mean dari variable acak ekponensial dari data mentah perlu diestimasi. Ini berarti bahwa k= 1 dalam kasus distribusi eksponensial (Taha,1997)

Dengan menganggap m-k-1, 1-α sebagai nilai chi kuadrat untuk derajat kebebasan m – k-1 dan tingkat signifikasi α hipotesis nol yang menyatakan bahwa data mentah yang diamati ditarik dari distribusi teoritis f(t) diterima jika m-k-1, 1-α jika tidak hipotesis tersebut ditolak.

2.6.3 Tornado Chart

Tornado chart adalah salah satu alat bantu yang disediakan oleh Crystal Ball yang dapat berguna untuk mengukur dampak dari model variabel pada suatu waktu yang bersamaan pada target forecast. Hasilnya ditampilkan dengan Tornado Chart dan Spider Chart. Metode ini berbeda dengan metode berbasis korelasi yang terdapat di Crystal Ball, alat ini menguji setiap asumsi, variabel keputusan, preseden atau sel secara independen. Ketika menganalisi satu variabel, alat ini mem “beku” kan variabel lainnya sebesar nilai basis mereka. Ini mengukur pengaruh dari setiap variabel di forecast cell ketika memindahkan efek dari variabel lain. Metode ini juga dikenal dengan “one-at-a-time-pertubation” atau “parametric analysis” .

Tornado Chart berguna untuk :

a. Mengukur nilai sensitivitas dari suatu variable yang ditetapkan pada saat penggunaan Crystal Ball

b. Dengan cepet menyaring variabel pada model yang telah dibangun untuk menentukan kandidat terbaik yang kemudian ditetapkan sebagai asumsi atau decision variables.

Gambar 1. Grafik tornado (User Manual for Crystal Ball. 2008)

(20)

yang terdapat dibagian atas memiliki efek terbesar terdahadap forecast (peramalan) dan variable dibagian bawah memiliki efek yang paling kecil atau sedikit di forecast (peramalan).

Batang – batang yang terdapat disebelah variabel mewakili selang perubahan nilai forecast terhadap variabel yang diujikan. Yang berada disebelah batang tersebut adalah nilai dari variabel – variabel yang menghasilkan perubahan terbesar pada nilai forecast. Warna dari batang mengindikasikan arah dari hubungan antara variabel – variabel dengan forecast (ramalan). Untuk variabel yang memiliki efek positif atau peningkatan nilai terhadap forecast (peramalan) ditunjukkan dengan warna biru akan menuju arah kanan dan yang menghasilkan penurunan nilai akan kearah kiri dan diindikasikan dengan warna merah. Pada saat hubungan antara variabel dengan forecast (peramalan) tidak terjadi peningkatan atau penurunan yang signifikan hal ini disebut dengan non- monotomic. Dengan kata lain apabila nilai minimum atau maksimum dari rentang forecast tidak terjadi di titik akhir ekstrim pada rentangan uji terhadap variabel, maka variabel memiliki hubungan “non- monotonic’ dengan forecast (peramalan).

(21)

III.

METODOLOGI

3.1

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan pada bulan Maret – Juni 2012 di PT. Krakatau Tirta Industri, Cilegon, Banten.

3.2

Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Microsoft Excel dan Crystal Ball

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian adalah berupa data sekunder terdiri dari : a. Data Harian Hasil Jar Test yang dilakukan oleh Laboratorium Kualitas Air PT.

Krakatau Tirta Industri dari tahun 2001 hingga 2012 b. Data laporan penggunaan aluminium sulfat cair di lapangan c. Data produksi aluminium sulfat cair

d. Data untuk perhitungan biaya produksi dan harga pokok produksi aluminium sulfat cair

3.3

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan aluminium sulfat cair sebagai koagulan pada proses koagulasi di PT. Krakatau Tirta Industri. Beberapa tahapan yang dilakukan pada penelitian ini:

3.3.1 Menentukan Dosis Optimum Aluminium Sulfat Bubuk dan Cair

Dengan menggunakan grafik di Microsoft Excel dilakukan perbandingan antara turbiditas dengan pH dan turbiditas dengan warna sesuai dengan nilai yang diperoleh dari pencatatan hasil jar test. Grafik dibuat dengan membandingkan nilai sebelum dan sesudah dilakukan jar test atau pembubuhan koagulan. Data hasil jar test yang digunakan dari tahun 2008 – 2010 untuk alumunium sulfat bubuk sedangkan untuk alumunium sulfat cair adalah data sembilan bulan masa operasi pabrik aluminium sulfat cair (Juli 2011 – April 2012). Dari grafik yang diperoleh dilakukan perhitungan efisiensi dan alkalinitas dosis optimumnya. Langkah yang sama dilakukan untuk menentukan dosis optimum aluminium sulfat cair.

Nilai efisiensi diperoleh dengan menggunakan persamaan :

η =

x 100% (6)

dan nilai alkalinitas diperoleh dengan menggunakan persamaan (7) :

1. Diketahui bahwa 6 buah mol HCO3- digunakan untuk masing – masing mol

aluminium yang ditambahkan

2. Nilai mol / L aluminium yang digunakan :

(22)

3. mol/ L HCO3- yang digunakan

6 (Nilai mol / L aluminium) 4. Konversi ke Mg/ L

= (mol/ L HCO3- ) (BM HCO3-)

= (mol/ L HCO3- ) (61 gr/ mol)

3.3.2 Melakukan Probabilitas Dosis Aluminium Sulfat Bubuk dengan Kualitas Air

Nilai akhir dari probabilitas yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk grafik yang akan menampilkan gambaran dari nilai probabilitas dosis, parameter air yang terdiri dari warna, kekeruhan dan kandungan zat organik. Dari data jar test yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan Crystal Ball sehingga diperoleh nilai probabilitasnya. Nilai probabilitas yang dicari pada penelitian kali ini adalah probabilitas 90%.

1. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan meyusun data dosis aluminium sulfat bubuk yang diberikan, warna, kekeruhan atau turbiditas dan kandungan zat organik dari rentang tahun 2001 hingga 2011. Data untuk masing – masing variabel (dosis, warna, kekeruhan dan kandungan zat organik) disusun per bulan dari tahun 2001 hingga 2011. Pengolahan dilakukan satu persatu seperti diwalai dengan dosis untuk bulan januari 2001 – 2011 dilanjutkan dengan dosis untuk bulan februari tahun 2001 hingga 2011 begitu seterusnya dilanjutkan juga untuk parameter lainnya dengan cara yang sama. Lalu dengan menggunakan Crystal Ball dilakukan “Define Assumption” dengan menggunakan distribusi normal

(23)

Gambar 4. Kurva Distribusi Normal Crystal Ball

2. “Distribution of Fit” yang dipilih adalah “Normal” dan “Chi Square” untuk Goddes of Fit nya dan dan masukkan “Range” dengan data yang telah disusun, misal dosis bulan Januari dari tahun 2001 hingga 2011 yang diatur secara horizontal.

(24)

Gambar 6. Pemilihan Probability

3. Dari nilai percentiles tersebut tersaji nilai percentiles dari 0% hingga 100% dari data tersebut

Gambar 7. Nilai Percentiles yang diperoleh

4. Dari nilai – nilai percentile yang diperoleh tersebut kemudian dapat diperoleh grafik probabilitas untuk masing – masing variabel yang diuji.

3.3.3 Sensitivitas Alumunium Sulfat dengan Kekeruhan dan Warna

(25)

3.3.4 Perhitungan Biaya Produksi dan Harga Pokok Produksi Alumunium Sulfat Cair Perhitungan biaya produksi dilakukan dengan menjumlahkan seluruh variabel yang terdiri dari :

a. Bahan baku ( Alumina Basah/ Alumina Kering, Asam Sulfat) b. Biaya listrik

c. Biaya penyusutan d. Biaya tenaga kerja e. Biaya perawatan

Untuk penjumlahan harga satuan dikalikan dengan jumlah total masing – masing variabel. Untuk perhitungan penyusutan digunakan Metode garis lurus :

d=

(6)

Dimana :

d = depresiasi / penyusutan P = harga perolehan

F = nilai residu / nilai sisa n = umur ekonomis

3.3.5 Perhitungan Biaya Produksi dan Harga Pokok Produksi Alumunium Sulfat Cair Berdasarkan Nilai di Lapangan

Variabel yang digunakan sama dengan variabel yang digunakan pada perhitungan biaya produksi dan harga pokok produksi alumunium sulfat cair, namun ada sedikit tambahan dengan mengalikan jumlah hari produksi setiap bulannya yang dilakukan oleh pihak pabrik.

a. Bahan baku ( Alumina Basah/ Alumina Kering, Asam Sulfat) b. Biaya listrik

c. Biaya penyusutan d. Biaya tenaga kerja e. Biaya perawatan

Untuk penjumlahan harga satuan dikalikan dengan jumlah total masing – masing variabel. Untuk perhitungan penyusutan digunakan Metode Garis Lurus :

d=

(7)

Dimana :

d = depresiasi / penyusutan P = harga perolehan

(26)

3.3.6 Perhitungan Biaya Alumunium Sulfat Powder dan Cair per air

Perhitungan biaya alumunium sulfat powder dan cair per air memerlukan data : a. Harga Pokok Produksi untuk semua aluminium sulfat yang diperoleh dari

perhitungan 3.3.4

b. Rasio pemakaian yang diperoleh dari perbandingan nilai dosis yang diberikan antara di lapangan dan di laboratorium ( jar test)

c. Nilai PPM d. Nilai produksi air

e. Nilai pemakaian alumunium yang diperoleh dari perkalian nilai PPM dengan produksi air

f. Nilai perbandingan pemakaian alumunium sulfat cair dengan aluminium sulfat powder

g. Biaya produksi baik dengan alumina basah, alumina kering dan alumunium powder yang diperoleh dari perkalian harga pokok produksi dengan jumlah pemakaian alumunium

h. Biaya air diperoleh dengan membagikan nilai dari biaya produksi dengan jumlah produksi air

Perhitungan ini disajikan dalam bentuk tabel dan menggunakan bantuan Microsoft Excel.

3.3.7 Perhitungan Sensitivitas

Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan bantuan Crystal Ball. Data yang diperlukan adalah data untuk mengitung biaya produksi yakni :

a. Harga satuan bahan baku dan jumlah bahan baku yang diperlukan b. Biaya penyusutan

c. Biaya tenaga kerja d. Biaya listrik e. Biaya perawatan

(27)

Prosedur penelitian dalam bentuk diagram alir dsajikan pada Gambar 9 berikut ini : Tahap I Tahap II Tahap III Analisa kebutuhan dan harga koagulan optimal Variabel proses koagulasi Menentukan pola

Gambar 8. Metode penelitian untuk menentukan nilai dosis koagulan optimal Melakukan analisa terhadap

kebutuhan dan dosis koagulan cair serta parameter kualitas air

yang ingin dicapai Pengumpulan Data

Menghitung kriteria berhasil pemilihan kombinasi koagulan secara kualitas dan harga Menentukan kriteria

berhasil pemilihan kombinasi dosis

koagulan Menentukan

variable proses koagulasi

Membangun fungsi tujuan optimum dosis koagulan

Mengukur prioritas variabel proses koagulasi

Pilihan alternatif dosis koagulan yang akan digunakan

Membangun prioritas variabel operasi untuk menentukan pola

operasi

Menghitung total besaran kesuksesan dari setiap alternatif

operasi

(28)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Perusahaan

4.1.1 Profil Perusahaan

PT Krakatau Tirta Industri yang didirikan pada tanggal 28 Februari 1996, merupakan anak perusahaan yang sahamnya 99,99% dimiliki oleh PT Krakatau Steel (Persero) dan 0,01% dimiliki oleh PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (PT KIEC). Perusahaan ini sebelumnya merupakan unit penunjang kegiatan operasional PT Krakatau Steel (Persero) dalam bidang penyediaan air bersih yang mulai beroperasi sejak 1978. Sebagian besar air bersih yang dihasilkan digunakan untuk kebutuhan industri dan sebagian lain untuk kebutuhan masyarakat kota Cilegon.

Air baku yang diolah diambil dari sungai Cidanau yang bersumber dari danau alam Rawa Dano. Air kemudian dialirkan menggunakan pipa diameter 1,4 m sepanjang ± 28km untuk diolah menjadi air bersih di unit pengolahan air, yang terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, yang diikuti dengan netralisasi dan desinfeksi. Kapasistas yang terpasang di unit pengolahan air saat ini adalah sebesar 2.000 liter /det, dan digunakan 60% untuk utilisasinya.

4.1.2 Instalasi Pengolahan Air Minum PT. Krakatau Tirta Industri

Proses pengolahan air yang dilakukan oleh PT. KTI terlihat pada Gambar 10 yang menampilkan proses dari sumber air baku hingga air dapat didistribusikan ke konsumen. Proses pengolahan air terdiri dari beberapa tahap yakni koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, netralisasi dan desinfeksi.

Gambar 9. Diagram alir proses pengolahan air PT. Krakatau Tirta Industri (Sumber PT. KTI)

Air baku dari sungai Cidanau di Pump Station I (PS I) sepanjang 27,2 km dipompa ke Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAL) Krenceng, dialirkan ke Distribution Structure (bak

Raw Water Intake

Cidanau Sand Trap

Surge Tank

Pump Station I

(29)

pembagi) yang berfungsi untuk mengalirkan air yang datang dari Cidanau maupun Waduk (Pump Station II) ke instalasi pengolahan air dan jika debitnya melebihi kebutuhan pengolahan maka sebagian akan dialirkan ke waduk. Dari bak pembagi air baku masuk ke Distribution Chamber, pada bak ini ditambahkan larutan koagulan alumunium sulfat. Setelah diberi koagulan air masuk ke Accelator (3 unit) dan terjadi proses koagulasi,flokulasi serta sedimentasi dan menghasilkan lumpur slurry yang ditampung di sludge field sebanyak 3 unit dengan kapasitas tampung 12.000 m3/unit, dengan cara diuapkan secara alami maka akan didapatkan lumpur padat. Kemudian lumpur padat secara berkala diambil dan dikumpulkan ditempat penampungan akhir/ limbah padat yang berada di sekitar Waduk Krenceng.

Air dari Accelator mengalir secara gravitasi masuk ke Green Leaf Filter (5 unit filter, tiap unit filter memiliki 4 sel filter sehingga total filter sebanyak 20 sel filter) terjadi proses aerasi, disini air proses mengalami kontak langsung dengan udara luar guna mengurangi bau, warna dan kation yang terlarut (Fe, Al, Mn) dalam air proses. Pada proses filtrasi di Green Leaf Filter digunakan media filter pasir yang berfungsi untuk menyaring sisa partikel yang tidak mengendap pada proses sedimentasi, setelah pasir jenuh oleh partikel, maka filter harus dicuci dengan sistem cuci balik (backwash). Air backwash sebanyak 600 m3/sel mengalir melewati kanal ditampung dalam bak penampungan air backwash yang berfungsi untuk menampung air backwash yang akan diproses kembali masuk dalam Distribution Chamber.

Air setelah mengalami proses filtrasi secara fisik sudah jernih namun perlu ditambahkan larutan kapur untuk proses netralisasi dan penambahan gas klorin untuk membunuh kuman dan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan sepert bakteri E. Coli. Air bersih ditampung dalam bak penampungan air bersih (reservoir) dan sebelum air bersih didistribusikan ke konsumen, air dianalisa secara rutin di laboratorium PT. Krakatau Tirta Industri sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.416/MENKES/PER/IX/1990 mengenai syarat – syarat dan pengawasan kualitas air.

4.2 Dosis Aluminium Sulfat dengan Kualitas Air

4.2.1 Mekanisme Koagulasi di dalam Air

Koloid adalah sekelompok atom atau molekul berukuran sangat kecil yang tidak dapat diendapkan secara gravitasi namun tetap terlarut dalam air. Karena terlarut, koloid bersifat stabil. Stabilitas ini disebabkan oleh terjadinya tolak - menolak diantara partikel koloid (Sincero, 2003). Secara umum koagulasi merupakan proses kimia dimana ion- ion yang muatannya berlawanan dengan muatan koloid dimasukkan ke dalam air, sehingga meniadakan kestabilan koloid. Dalam suatu suspensi koloid mengendap (bersifat stabil) dan terpelihara dalam keadaan terdispensi karena memiliki gaya elektrostatis yang diperoleh dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion – ion dari larutan sekitar. Bila koagulan ditambahkan kedalam air, reaksi yang terjadi antara lain:

a. Pengurangan zeta potensial (potensial elektrostatis) sehingga suatu titik dimana gaya van der walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan partikel yang tidak stabil bergabung serta membentuk flok

b. Agresi partikel melalui rangkaian inter partikulat diantara berbagai kelompok reaktif pada koloid

c. Penangkapan partikel kolid negatif oleh flok – flok hidroksida yang mengendap

(30)

Al2(SO4)3. 14 H2o + 3 Ca (HCO3)2  2 Al (OH)3 + 3 CaSO4 + 14 H2O + 6 CO2

Pemilihan koagulan sangat penting agar tercapainya proses koagulasi yang baik. Jenis koagulan yang biasanya digunakan adalah koagulan garam logam dan koagulan polimer kationik. Contoh dari koagulan logam diantaranya adalah

a. Aluminium sulfat (Al2(SO4)3. 14 H2O), nilai 14 bervariasi dari 13 – 18

b. Feri klorida (FeCl3)

c. Fero klorida (FeCl2)

d. Feri sulfat ( Fe2 (SO4)3)

Koagulan garam logam yang biasa digunakan adalah tawas atau aluminium sulfat dan koagulan polimer atau sintesis contohnya adalah

a. Poli Aluminium Klorida (PAC) b. Sitosan

c. Currie flock

Koagulan yang digunakan oleh PT. KTI adalah aluminium sulfat bubuk dengan konsentrasi 8% dan aluminium sulfat cair dengan konsentrasi 17% yang merupakan koagulan baru yang digunakan sejak Juli 2011. Pembubuhan dosis koagulan pada proses koagulasi mengacu pada hasil dari jar test yang dilakukan di laboratorium kualitas air PT. KTI setiap harinya dengan batas toleransi peningkatan dosis di bak koagulasi sebesar 5 – 10 ppm.

Prosedur jar test yang dilakukan oleh PT. KTI sama seperti prosedur jar test yang biasa dilakukan. Terdapat enam buah batang pengaduk yang masing – masing mengaduk satu buah gelas dengan kapasitas satu liter. Satu buah gelas berfungsi sebagai kontrol dan kondisi operasi dapat bervariasi diantara lima gelas yang tersisa. Pengadukan dilakukan dengan kecepatan 65 rpm. Pengujian dilakukan setiap harinya, sejak tahun 2007 jar test dalam satu hari dilakukan sebanyak 3 shift yang awalnya hanya dilakuakn 1 shift per hari. Pencatatan hasil jar test berupa beberapa parameter seperti pH, turbiditas, konduktivitas dan warna serta dosis koagulan yang diberikan.

4.2.2 Penentuan Dosis Aluminium Sulfat Bubuk

Penentuan dosis optimum koagulan untuk aluminium sulfat bubuk dapat dilakukan dengan membandingkan nilai parameter air (pH, warna dan turbiditas) sebelum dan sesudah dilakukan jar test. Dengan menggunakan data tahun 2008, 2009 dan 2010 diperoleh beberapa grafik yang menampilkan penurunan nilai parameter air untuk masing – masing dosis yang diberikan. Dilakukan pengelompokan berdasarkan dosis yang diberikan agar dapat terlihat grafik air sebelum dan sesudah dilakukan jar test. Dosis optimum terlihat dari grafik setelah dilakukan jar test yang menghasilkan nilai turbiditas terendah dengan pH mendekati 7. Dosis dapat dikatakan optimum apabila dilakukan perbandingan terhadap parameter warna adalah apabila dosis aluminium sulfat bubuk yang diberikan dapat menurunkan nilai warna air hingga mencapai nilai 20 PtCo (standar nilai warna air bersih PT. KTI).

a. Tahun 2008

(31)

terbaik yang diperoleh adalah 6,96 dengan nilai pH tertinggi sebelum jar test sebesar 8,31. Grafik penurunan terlihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.

Gambar 10. Turbiditas vs pH sebelum jar test tahun 2008 dosis 55 ppm

[image:31.595.158.525.134.298.2]
(32)

Gambar 12. Turbiditas vs warna sebelum jar test tahun 2008 dosis 55 ppm Nilai warna setelah diberikan koagulan selalu mencapai nilai 20 PtCo. Gambar 13 menampilkan grafik ketika nilai 20 PtCo tercapai. Perbandingan dilakukan dengan turbiditas. Walau terjadi keragaman dalam pemberian dosis koagulan namun nilai akir yang diperoleh selalu sama yaitu 20 PtCo sehingga grafik untuk menggambarkan penurunan warna selalu sama bentuknya seperti Gambar 13 yakni berupa garis lurus dengan nilai dari sumbu- y nya yang tetap yakni 20 PtCo.

Gambar 13. Turbiditas vs warna sesudah jar test tahun 2008 dosis 55 ppm b. Tahun 2009

(33)

Gambar 14. Turbiditas vs pH sebelum jar test tahun 2009 dosis 60 ppm

Nilai pH yang diperoleh cukup baik karena cenderung berada diatas 6 dengan nilai pH terendah yang diperoleh sebesar 5,9. Gambar 14 menampilkan perbandingan kualitas air setelah dilakukan jar test dengan membandingkan pH dan turbiditas.

Gambar 15. Turbiditas vs pH sesudah jar test tahun 2009 dosis 60 ppm

(34)

Gambar 16. Turbiditas vs Warna sebelum jar test tahun 2009 dosis 60 ppm

c. Tahun 2010

Rentang nilai dosis koagulan aluminium sulfat bubuk yang diberikan selama tahun 2010 adalah 45- 85 ppm. Hasil dari parameter air terbaik yang diperoleh pada tahun 2010 adalah ketika dosis koagulan yang diberikan sebesar 55 ppm. Nilai turbiditas tertinggi sebelum dilakukan pemberian koagulan mencapai 284NTU dan nilai pH tertingginya sebesar 7,39 seperti terlihat pada Gambar 17. Penurunan nilai turbiditas terendah setelah dilakukan jar test mencapai nilai 1,75 NTU dengan pH tertinggi 6,43. Nilai pH yang diperoleh secara garis besar cenderung mendekati 6,5.

(35)

Gambar 18. Turbiditas vs pH sesudah jar test tahun 2010 dosis 55 ppm

Nilai tertinggi parameter warna sebelum diberikan koagulan mencapai 1530 PtCo dan nilai terendah sebesar 112 PtCo seperti yang terlihat pada Gambar 19. Dengan pemberian dosis koagulan aluminium sulfat bubuk sebesar 55 ppm nilai 20 PtCo selalu berhasil dicapai.

Gambar 19. Turbiditas vs warna sebelum jar test tahun 2010 dosis 55 ppm

Dari Gambar 12 dan 19 yang menampilkan perbadingan antara nilai turbiditas dengan warna terlihat semakin meningkatnya nilai turbiditas maka nilai warna juga meningkat, menandakan bahwa nilai turbiditas dan niai warna saling mempengaruhi. Hal ini mungkin saja terjadi karena nilai warna di suatu perairan dipengaruhi oleh nilai turbiditas dan kandungan zat organik yang terdapat didalamnya.

(36)

Dapat ditarik kesimpulan bahwa dosis yang optimum diberikan adalah sebesar 60 ppm, karena selain nilai pH yang diperoleh lebih cenderung mendekati angka 7 juga nilai turbiditas yang diperoleh cukup rendah, sebesar 4 NTU. Pemberian dosis 55 ppm cukup memberikan penurunan yang signifikan terhadap parameter turbiditas, namun bila melihat pH yang diperoleh cukup rendah dibandingkan dengan pemberian dosis 60 ppm, maka dosis optimum koagulan aluminium sulfat bubuk yang tepat adalah sebesar 60 ppm.

Dengan mengacu pada data hasil jar test pada tahun 2009 dengan dosis koagulan aluminium sulfat bubuk yang diberikan sebesar 60 ppm maka dapat diperoleh nilai efisiensi pH dan turbiditas dari pemberian dosis 60 ppm tersebut dengan menggunakan persamaan (6). Untuk pH diperoleh efisiensi sebesar 11,82% dan efisiensi turbiditas sebesar 99,32%. Dengan diperolehnya nilai efisiensi untuk turbiditas yang hampir mendekati 100% ini dapat disimpulkan bahwa dosis 60 ppm pemberian koagulan aluminium sulfat bubuk sangat efisien untuk penurunan nilai turbiditas air.

4.2.3 Penentuan Dosis Aluminium Sulfat Cair

Langkah – langkah yang dilakukan untuk menentukan dosis yang optimum pada penggunaan koagulan aluminium sulfat cair sama dengan langkah – langkah yang dilakukan untuk menentukan dosis optimum aluminium sulfat bubuk. Data hasil jar test yang digunakan adalah data sejak alumunium sulfat cair mulai digunakan sebagai koagulan yakni sejak bulan Juli tahun 2011 hingga April 2012. Dilihat dari konsentrasi aluminium sulfat cair sebesar 17% maka dosis yang diberikan pada proses koagulasi dua kali lebih besar dibandingkan dosis yang diberikan untuk penggunaan aluminium sulfat bubuk (konsentrasi 8%). Aluminium sulfat cair belum sepenuhnya digunakan sebagai koagulan pada proses koagulasi.

(37)

Gambar 21. Turbiditas vs pH sesudah jar test dosis100 ppm

Dari data hasil jar test yang diperoleh nilai dosis yang diberikan sebesar 100, 110, 115 dan 120 ppm. Dari keempat dosis tersebut, dosis 100 ppm yang memberikan nilai hasil yang cukup baik dengan nilai turbiditas yang yang rendah yakni 5,07 NTU dan nilai pH yang mendekati 6,5 seperti terlihat pada Gambar 22. Untuk parameter warna sebelum diberi koagulan aluminium sulfat cair parameter nilai tertinggi mencapai 472 PtCo. Setelah diberi koagulan sebesar 100 ppm, nilai standar 20 PtCo selalu tercapai. Pada pemberian koagulan aluminium sulfat cair dengan dosis 110, 115 dan 120 nilai 20 PtCo tetap tercapai. Maka dapat disimpulkan baik dengan menggunakan aluminium sulfat bubuk dan cair, nilai standar untuk parameter air sebesar 20 PtCo selalu tercapai. Untuk efisiensi dengan menggunakan persamaan (6) diperoleh nilai efisiensi turbiditas sebesar 85,8% dan untuk pH sebesar 19,8%.

Gambar 22. Turbiditas vs warna sebelum jar test dosis100 ppm

Pada Gambar 22 yang merupakan perbandingan antara turbiditas dan pH sesudah jar test, terlihat seiring meningkatnya nilai turbiditas maka nilai pH menurun. Hal ini dapat disebabkan oleh mekanisme Al2SO4 didalam air.

Aluminium sulfat atau tawas dengan rumus kimia Al2S04 .11H2O atau 14 H2O atau 18 H2O

umumnya yang digunakan adalah 18H2O. Semakin banyak ikatan molekul hidrat maka semakin

banyak ion lawan yang nantinya akan ditangkap akan tetapi umumnya tidak stabil. Pada pH lebih besar dari 7 terbentuk Al (OH)2+, Al (OH)24+, Al2 (OH)24+. Pada pH >7 terbentuk Al (OH)-4.

(38)

Gugus utama dalam proses koagulasi adalah senyawa aluminat yang optimum pada pH netral. Apabila pH tinggi atau boleh dikatakan kekurangan dosis maka air akan nampak seperti air baku karena gugus aluminat tidak terbentuk secara sempurna. Akan tetapi apabila pH rendah atau kelebihan dosis maka air akan tampak keputih – putihan karena terlalu banyak konsentrasi alum yang cenderung berwarna putih. Dalam cartesian terbentuk hubungan parabola terbuka, sehingga memerlukan dosis yang tepat dalam proses penjernihan air. Reaksi aluminium dalam larutan dapat dituliskan.:

Al2S04 + 6 H2O  Al ( OH )3 + 6 H +

+ SO4

2-Reaksi ini menyebabkan pembebasan ion H+ dengan kadar yang tinggi ditambah oleh adanya ion aluminium. Ion Aluminium bersifat amfoter sehingga bergantung pada suasana lingkungan yang mempengaruhinya. Karena suasananya asam maka alumunium akan juga bersifat asam sehingga pH larutan menjadi turun. Warna dan kekeruhan pada air dapat berkurang apabila suasana dalam air bersifat asam. Karena telah terjadi penurunan pH diakibatkan dari reaksi alumunium sulfat dengan air yang terjadi maka suasana air menjadi lebih asam dari sebelumnya, dan penurunan warna pun dapat terjadi.

4.2.4 Hubungan Dosis Koagulan dengan Kadar Alkalinitas di dalam Air

Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa menurunkan pH larutan. Alkalinitas terdiri dari ion – ion bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO3-) dan hidroksida

(OH-) yang merupakan penyangga (buffer) terhadap pengaruh keasaman. Apabila aluminium sulfat (Al2(SO4)3 .14 H2O) ditambahkan kedalam air yang mengandung alkalinitas, reaksi yang

akan terjadi adalah sebagai berikut :

Al2(SO4)3 .14 H2O + 6 HCO3 ↔ 2 Al (OH3) . 3H2O(s) + 6CO2 + 8 H2O + 3SO42-

Masing – masing mol aluminium yang ditambahkan menggunakan enam buah mol alkalinitas dan menghasilkan enam molekul karbon dioksida. Reaksi ini menyebabkan pergeseran kesetimbangan karbon dan menurunkan pH.

Dosis optimum untuk penggunaan aluminium sulfat bubuk adalah sebesar 60 ppm, diperoleh nilai alkalinitas sebesar 37,2 mg / L. Dengan menggunakan persamaan (7) langkah – langkah perhitungannya sebagai berikut :

1. Diketahui bahwa 6 buah mol HCO3 digunakan untuk masing – masing mol alum yang ditambahkan

2. Nilai mol / L alum yang digunakan :

=

= 1,01 x 10

-4

mol/ L

3. mol/ L HCO3- yang digunakan

6(1,01 x 10-4 mol/ L) = 6,06 x 10-4 mol/ L 4. ke Mg/ L

= (6,06 x 10-4 mol/ L) (BM HCO3

(39)

Perhitungan alkalinitas juga dilakukan dengan langkah yang sama seperti pada perhitungan alkalinitas untuk penggunaan aluminium sulfat bubuk. Dosis optimum aluminium sulfat cair adalah sebesar 100 ppm maka perhitungan alkalinitasnya :

1. Diketahui bahwa 6 buah mol HCO3- digunakan untuk masing – masing mol

aluminium yang ditambahkan

2. Nilai mol / L aluminium yang digunakan :

=

= 1,68 x 10

-4

mol/ L 3. mol/ L HCO3- yang digunakan

6 (1,68 x 10-4 mol/ L) = 1,01 x 10-3 mol/ L 4. Konversi ke Mg/ L

= (1,01 x 10-3 mol/ L) (BM HCO3-)

= (1,01 x 10-3 mol/ L) (61 gr/ mol) = 61,6 mg / L HCO3

Dari perhitungan diperoleh baik pada penggunaan aluminium sulfat cair dan aluminum sulfat bubuk nilai alkalinitas yang diperoleh lebih besar dari 20 ppm hal ini menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam atau basa sehingga kapasitas buffer basa lebih stabil.

4.2.5 Probabilitas 90% Dosis Aluminium Sulfat Bubuk dengan Kualitas Air

Kualitas air yang dibandingkan dengan dosis aluminium bubuk yakni warna (PtCo), turbiditas (NTU) dan zat organik (Mg/l) dari tahun 2001 – 2011. Grafik probabilitas menggambarkan trend baik dari penggunaan dosis aluminium sulfat bubuk yang diberikan dan parameter air yang dituju. Dengan menggunakan Forecast yang terdapat pada Crystal Ball maka dapat terlihat gambaran besarnya kemungkinan suatu nilai muncul pada suatu waktu tertentu. Probabilitas 90% ini menampilkan trend munculnya nilai tersebut (besarnya dosis, nilai zat organik, nilai turbiditas dan warna) selama rentang waktu 10 tahun.

Gambar 23. Grafik probabilitas 90% dosis aluminium sulfat bubuk vs warna

(40)

parameter warna, sehingga apabila nilai parameter warna pada air baku tinggi, aluminium sulfat bubuk adalah koagulan yang tepat digunakan pada proses koagulasi.

Gambar 24. Grafik probabilitas 90% dosis aluminium sulfat bubuk vs turbiditas Gambar 24 menampilkan grafik probabilitas 90% pemberian dosis dan nilai parameter

turbiditas. Pemberian dosis koagulan aluminium sulfat bubuk mengalami fluktuasi menyebabkan kestabilan nilai turbiditas yang diperoleh. Dapat dikatakan aluminium sulfat bubuk sensitif terhadap parameter turbiditas, maka apabila nilai turbiditas air baku tinggi koagulan aluminium sulfat bubuk tepat untuk digunakan.

Gambar 25. Grafik probabilitas 90% dosis aluminium sulfat bubuk vs zat organik

Gambaran probabilitas pemberiaan dosis dan parameter kandungan zat organik ditampilkan pada Gambar 25. Baik dosis maupun kandungan zat organik mengalami fluktuasi setiap bulannya selama sepuluh tahun. Pada beberapa keadaan seperti pada bulan Mei, Juni dan November peningkatan dosis yang diberikan tidak menurunkan kandungan zat organik yang diperoleh.

(41)

tetap stabil dan sesuai dengan standar nilai air bersih PT. KTI meskipun pada bulan November parameter kualitas air baku dan dosis koagulan yang diberikan meningkat. Hal lain terlihat pada Ga

Gambar

Gambar 10. Turbiditas vs pH sebelum jar test tahun 2008 dosis 55 ppm
Tabel  3.Sensitivitas koagulan aluminium sulfat bubuk
Tabel  5.Perhitungan biaya produksi aluminium sulfat menggunakan alumina kering
Tabel  6. Harga Pokok Produksi Aluminium Sulfat Cair
+7

Referensi

Dokumen terkait