• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Teknologi “Quick Tempeh” Termodifikasi pada Skala Industri Rumah Tangga dan Uji Awal Penggunaan Ulang Larutan Pengasam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Teknologi “Quick Tempeh” Termodifikasi pada Skala Industri Rumah Tangga dan Uji Awal Penggunaan Ulang Larutan Pengasam"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI “

QUICK TEMPEH

TERMODIFIKASI PADA SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA

DAN UJI AWAL PENGGUNAAN ULANG LARUTAN PENGASAM

FAHMI HAKIM NURZAIM

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Implementasi

Teknologi „Quick Tempeh‟ Termodifikasi pada Skala Industri Rumah Tangga dan

Uji Awal Penggunaan Ulang Larutan Pengasam” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Fahmi Hakim Nurzaim

(4)
(5)

ABSTRAK

FAHMI HAKIM NURZAIM. Implementasi Teknologi “Quick Tempeh

Termodifikasi pada Skala Industri Rumah Tangga dan Uji Awal Penggunaan Ulang Larutan Pengasam. Dibimbing oleh C HANNY WIJAYA.

“Quick Tempeh” adalah tempe yang dibuat dengan pengasaman kimiawi menggunakan Glucono Delta-Lactone (GDL), sehingga dapat mereduksi lama pengasaman kedelai. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh waktu perendaman kedelai yang optimal pada pembuatan “Quick Tempeh” termodifikasi yang diimplementasikan di skala produksi industri rumah tangga (UKM tempe Lumajang) serta melakukan kajian awal penggunaan ulang larutan pengasam (backsloping). Pengoptimasian dilakukan dengan menggunakan Response Surface Methodology dengan respon pH kedelai pra-fermentasi, penilaian sensori terhadap kekompakan, dan penilaian sensori atas kesukaan terhadap tempe. Pengujian penggunaan ulang larutan pengasam dilakukan dengan membandingkan tempe hasil pengasaman dengan larutan backsloping E% + GDL dengan tempe hasil pengasaman dengan larutan segar GDL A%. Waktu perendaman kedelai dengan larutan segar GDL A% yang optimal adalah X menit. Tempe hasil optimasi memiliki pH kedelai pra-fermentasi 5.0, nilai kekompakan tempe 13.5 dari 15, tingkat kesukaan 5.7 dari 7. Larutan backsloping E% dengan penambahan GDL hingga pH menyerrupai larutan segar GDL A% dapat menghasilkan tempe seperti halnya larutan segar GDL A%.

Kata kunci: Glucono Delta-Lactone (GDL), “Quick Tempeh”, pengasaman

kimiawi, Response Surface Methodology

ABSTRACT

FAHMI HAKIM NURZAIM. Implementation of “Quick Tempeh” Technology in Household Scale Industry and Preliminary Examination on The Possibility of Acid Solution Repetitive Utilization. Supervised by C HANNY WIJAYA.

“Quick Tempeh” is a tempeh made through chemical acidification by using

Glucono Delta-Lactone (GDL), in order reduce the soaking time. The research aimed to optimize the soybean soaking time of modified “Quick Tempeh” process which has been implemented in Tempeh SME in Lumajang, and also to do a pre-evaluation on the possibility of using the acid solution repetitively. Optimization has been performed by using Response Surface Methodology with pre-fermented soybean pH, the sensory evaluation on tempeh compactness, and sensory preferences as responses. Pre-evaluation on repetitive utilization of acid solution has been conducted by comparing the tempeh obtained thorough E% backsloping solution + GDL acidification to the tempeh obtained thorough GDL A% acidification. Optimized soybean soaking time was X minutes. Optimized tempeh had pre-fermented soybean pH 5.0, compactness 13.5 of 15, hedonic scale 5.7 of 7. Utilization of repetitive acid solution can be done with using E% backsloping solution + GDL F% (w/v).

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI “

QUICK TEMPEH

TERMODIFIKASI PADA SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA

DAN UJI AWAL PENGGUNAAN ULANG LARUTAN PENGASAM

FAHMI HAKIM NURZAIM

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)

Dosen penguji:

(9)

Judul Skripsi : Implementasi Teknologi “Quick Tempeh” Termodifikasi pada

Skala Industri Rumah Tangga dan Uji Awal Penggunaan Ulang Larutan Pengasam

Nama : Fahmi Hakim Nurzaim NIM : F24090094

Disetujui oleh

Prof Dr Ir C Hanny Wijaya, MAgr Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ferry Kusnandar, MSc Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini yang berjudul “Implementasi

Teknologi “Quick Tempeh” Termodifikasi pada Skala Industri Rumah Tangga dan

Uji Awal Penggunaan Ulang Larutan Pengasam” berhasil diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof Dr Ir C Hanny Wijaya, MAgr selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan bantuan secara moral maupun materi dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

2. Prof Dr Ir Rizal Syarief, DESS dan Dr Ir Budi Nurtama, MAgr selaku dosen penguji.

3. Bapak Saiful Rohman dan keluarga beserta karyawan Sentra Industri Tempe Karya Manunggal di Lumajang, serta Phyto Ardi Rahmawati, SPi dan kawan-kawan dari tim intermediator Ristek atas bimbingan dan bantuannya selama penelitian di Lumajang.

4. Ayah, ibu, kakak, dan teman-teman atas segala doa, kasih sayang, dan dukungan dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODOLOGI 2

Bahan 2

Alat 2

Metode 3

Penelitian Pendahuluan 5

Penelitian Utama 5

Penelitian Lanjutan 6

Analisis 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Penelitian Pendahuluan 7

Penelitian Utama 8

Respon pH Kedelai Pra-fermentasi 10

Respon Kekompakan Tempe 10

Respon Kesukaan terhadap Cita Rasa Tempe secara Keseluruhan 11

Optimasi Produk 11

Penelitian Lanjutan 13

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 17

(13)

DAFTAR TABEL

1 Nilai pH larutan GDL A% tanpa dan dengan perendaman dengan

kedelai 9

2 Nilai 3 respon yang diukur dari 7 tempe pada lama perendaman yang

berbeda 9

3 Model matematika untuk menyatakan respon 9

4 Kriteria yang digunakan untuk menetapkan tempe yang optimal 11 5 Perbandingan tempe hasil optimasi dan tempe pengasaman alami 12

6 Perubahan pH larutan pengasam 13

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir teknologi pembuatan tempe UKM tempe di Lumajang 3

2 Diagram alir modifikasi metode pembuatan ”Quick Tempeh

termodifikasi (Prawira 2012) 4

3 Diagram alir penelitian pendahuluan 5

4 Diagram alir pengujian penggunaan larutan rendaman kedelai

berulang 6

5 Tempe dengan (A) ragi A tanpa pepaya muda (B) ragi A dengan pepaya muda (C) ragi B tanpa pepaya muda (D) ragi B dengan pepaya

muda 8

1 Lembar penilaian uji rating hedonik optimasi produk 17 2 Lembar penilaian uji rating intensitas tahap optimasi produk 18 3 Lembar penilaian uji rating hedonik tahap verifikasi 19 4 Lembar penilaian uji rating intensitas tahap verifikasi 20

5 Lembar penilaian uji pembedaan sederhana 21

6 Data uji rating hedonik tahap optimasi 22

7 Data uji rating intensitas tahap optimasi 23

8 Analisis data pH kedelai pra-fermentasi tahap verifikasi 24

9 Data uji rating hedonik tahap verifikasi 25

10 Analisis data uji rating hedonik tahap verifikasi 26

11 Data uji rating intensitas tahap verifikasi 27

12 Analisis data uji rating intensitas tahap verifikasi 28 13 Data uji pembedaan sederhana pada pengujian penggunaan ulang

larutan pengasam 29

14 Analisis data uji pembedaan sederhana 30

(14)

DAFTAR LAMPIRAN (lanjutan)

16 Grafik RSM untuk respon kekompakan tempe 32

17 Grafik RSM untuk respon kesukaan terhadap cita rasa tempe secara

keseluruhan 33

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tempe adalah pangan hasil fermentasi dari kacang-kacangan yang telah direndam dan direbus untuk memperlunak tekstur kacang (Astuti et al. 2000). Pengasaman kedelai dalam pembuatan tempe kedelai memberikan kontribusi terhadap keamanan dan penerimaan tempe yang dihasilkan. Pengasaman kedelai untuk membuat tempe di Indonesia umumnya dilakukan secara alami dengan perendaman kedelai selama semalam pada suhu 28-31oC, yang merupakan suhu ruang di negara tropis, sampai air rendaman berbusa dan berbau asam (Syarief et al. 1999). Jika waktu pengasaman kedelai yang cukup lama ini dapat dipercepat, maka akan sangat menguntungkan bagi para produsen tempe.

Steinkraus et al. (1965) serta Nout dan Kiers (2005) menyatakan bahwa pengasaman alami dapat digantikan dengan pengasaman kimiawi. Pengasaman kimiawi menguntungkan untuk produksi tempe skala industri karena memperpendek waktu pengasaman menjadi 2-3 jam (Wijaya 2008) bila dibandingkan dengan cara tradisional yang membutuhkan waktu perendaman 20 - 30 jam (Hermana dan Karmini 1996).

Wijaya (2008) melaporkan bahwa proses pengasaman kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan Glucono Delta-Lactone (GDL) sebagai bahan pengasamnya. Dibandingkan dengan pengasaman dengan menggunakan bahan-bahan pengasam yang biasa digunakan untuk pengasaman kimiawi, penggunaan GDL sebagai bahan pengasam tidak mempengaruhi cita rasa tempe yang dihasilkan (Gunawan 2006). Teknologi pembuatan tempe dengan pengasaman GDL yang dikembangkan oleh Wijaya (2008) terpilih sebagai satu dari 100 Inovasi Indonesia, suatu program yang dikelola oleh Kementrian Ristek dan

Business Innovation Center (BIC) pada tahun 2008 dan dikenalkan sebagai

Quick Tempeh”. Teknologi pembuatan tempe yang dilaporkan oleh Gunawan (2006) dilakukan dalam skala laboratorium dengan basis 1 kg kedelai.

Uji coba pembuatan “Quick Tempeh” dalam skala produksi industri rumah tangga (menurut BPS (1999) memiliki jumlah tenaga kerja 1-4 orang) telah dilakukan oleh Prawira (2012) di UKM tempe di Lumajang, Jawa Timur atas permintaan UKM tersebut dengan tujuan dapat mereduksi waktu pembuatan tempe. UKM tempe ini sehari-hari memproduksi tempe dengan proses pengasaman alami. Tempe yang dihasilkan sehari-hari oleh UKM ini sedikit berbeda dengan tempe yang biasa di daerah lain, seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pembuatan tempe di UKM ini menggunakan pepaya muda yang ikut difermentasikan bersama dengan kedelai.

Dalam uji coba pembuatan “Quick Tempeh” di UKM tersebut, terdapat

(16)

2

difokuskan pada optimasi lama perendaman kedelai tanpa mengurangi kualitas tempe yang dihasilkan, terutama saat diterapkan di skala produksi industri rumah tangga/UKM.

Permasalahan lain yang sering timbul dalam proses pembuatan tempe dengan pengasaman alami adalah limbah air rendaman hasil dari pengasaman alami sering kali menyebabkan masalah lingkungan yang cukup serius. Limbah cair hasil perendaman bersifat asam (Liu 1997), mempunyai bau yang asam serta banyak mengandung bahan-bahan organik terlarut dan bakteri penghasil asam laktat seperti Lactobacillus sp. serta bakteri lain seperti bakteri pembusuk (Syarief

et al. 1999). Penggunaan pengasaman dengan GDL nampaknya dapat mengatasi permasalahan ini.

Harga GDL yang terbilang masih cukup tinggi menimbulkan tantangan untuk melakukan penghematan dengan menggunakan kembali air rendaman GDL untuk produksi tempe pada produksi berikutnya untuk menekan biaya produksi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini juga dilakukan pengujian penggunaan ulang larutan pengasam, sehingga dapat mereduksi limbah dan biaya produksi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh waktu perendaman kedelai yang optimal dalam pembuatan ”Quick Tempeh” termodifikasi untuk diterapkan pada skala produksi industri rumah tangga, serta melakukan pengujian awal kemungkinan penggunaan ulang larutan pengasam.

METODOLOGI

Bahan

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah kacang kedelai jenis BW yang diperoleh dari pedagang kedelai di Lumajang. Selain itu, bahan yang digunakan untuk membuat ”Quick Tempeh” termodifikasi antara lain Glucono Delta-Lactone (GDL), Ragi A, Ragi B, buah pepaya muda (daging buah berwarna hijau), pengemas plastik PE ukuran ¼ dan ½ kg yang diperoleh dari pedagang plastik di Bogor dan Lumajang, serta pelepah pisang.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah panci, baskom, keranjang plastik, saringan, ember, gelas ukur, gelas piala, sealer, timbangan,

(17)

3

Metode

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu penelitian pendahuluan, penelitian utama, dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mempelajari pengaruh perbedaan jenis ragi yang digunakan dan penambahan pepaya muda dalam membuat “Quick Tempeh”. Pada penelitian utama dilakukan optimasi lama perendaman kedelai dengan larutan GDL A% dalam

pembuatan ”Quick Tempeh” termodifikasi di UKM tempe di Lumajang. Penelitian

lanjutan merupakan uji awal penggunaan ulang larutan GDL pengasam yang telah

dipakai untuk membuat “Quick Tempeh” termodifikasi untuk pembuatan tempe

pada produksi berikutnya.

Garis besar cara pembuatan tempe secara tradisional (pengasaman alami) sebagai tempe pembanding pada penelitian ini didasarkan pada cara pembuatan tempe yang umum dilakukan oleh pengrajin tempe di Desa Jogotrunan, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Tempe yang diproduksi oleh pengrajin di Lumajang ini dicampurkan dengan irisan pepaya muda sebagai bagian dari ingredien utama tempe. Pepaya muda dicampurkan dengan kedelai pada saat kedelai direbus. Cara pembuatan tempe dapat dilihat pada diagram alir Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir teknologi pembuatan tempe UKM tempe di Lumajang Perebusan hingga warna kuning pucat pada biji merata

Kedelai

Penggilingan dan pencucian

Perebusan dengan air hingga mendidih Perendaman dalam air 24 jam

(18)

4

Perebusan awal dilakukan dengan memanaskan kedelai dalam air hingga warna kuning pucat pada biji merata. Perebusan ini bertujuan untuk mempermudah pengupasan kedelai saat proses penggilingan. Penggilingan dilakukan untuk mengupas kedelai, kemudian dilanjutkan dengan pembersihan kedelai dari kulitnya. Setelah, itu kedelai direndam dalam air selama 24 jam untuk proses pengasaman. Perebusan setelah perendaman 24 jam dilakukan hingga air mendidih. Penambahan pepaya muda dilakukan pada saat akhir dari proses perebusan. Setelah melalui proses penirisan, kedelai siap diberi ragi untuk kemudian difermentasi selama 36 jam untuk menjadi tempe.

Pembuatan ”Quick Tempeh” termodifikasi pada penelitian di UKM tempe

Lumajang menggunakan metode modifikasi (Prawira 2012), yaitu hasil penyesuaian metode Gunawan (2006) dengan metode pembuatan tempe yang diterapkan sehari-hari oleh pengrajin tempe di UKM. Metode modifikasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir modifikasi metode pembuatan ”Quick Tempeh

(19)

5

Penelitian Pendahuluan

Penelitian tahap ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis ragi yang digunakan dan penambahan pepaya muda dalam pembuatan “Quick Tempeh”. Jenis ragi yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu Ragi A dan Ragi B. Ragi A adalah ragi komersial yang umum digunakan penelitian di Bogor, sedangkan Ragi B adalah ragi komersial yang umum digunakan pengrajin untuk produksi tempe di Lumajang. Tempe dibuat menggunakan metode

pembuatan “Quick Tempeh” termodifikasi. Tempe yang dihasilkan diberi

perlakuan dengan dan tanpa penambahan pepaya muda. Pepaya muda ditambahkan sebesar proporsi yang biasa dilakukan oleh UKM tempe di Lumajang. Pengamatan dilakukan secara subjektif terhadap rasa, aroma, tekstur, dan penampilan visual tempe. Rancangan penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Rancangan penelitian pendahuluan

Penelitian Utama

Penelitian utama dilakukan dengan basis kedelai C kg, sesuai dengan kapasitas untuk merendam kedelai yang biasa dilakukan di UKM tempe di Lumajang, Jawa Timur. Optimasi dilakukan dengan software Design Expert 7 menggunakan metode respon permukaan (response surface methodology, RSM). Variabel yang dioptimasi dalam penelitian ini adalah lama perendaman kedelai dengan larutan GDL A%. Respon atau parameter yang diamati adalah pH kedelai pra-fermentasi, kekompakan tempe, dan tingkat kesukaan terhadap cita rasa tempe secara keseluruhan. Penetapan model untuk respon diukur dengan menggunakan

One-Factor Design.

Pengukuran pH kedelai pra-fermentasi dilakukan menggunakan alat pH meter. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji rating hedonik untuk parameter

(20)

6

tingkat kesukaan terhadap cita rasa tempe secara keseluruhan dan uji rating intensitas untuk parameter kekompakan tempe.

Respon kemudian dianalisis dan dioptimasi untuk mendapatkan waktu perendaman yang optimal. Tempe hasil optimasi lalu diverifikasi untuk memeriksa kesesuaian antara respon aktual dengan respon yang diprediksi. Tempe hasil optimasi kemudian dibandingkan dengan tempe yang diproduksi sehari-hari oleh UKM tempe yang menggunakan proses pengasaman alami. Nilai respon kemudian dianalisis menggunakan Independent-samples T-test dengan bantuan program SPSS 16.

Penelitian Lanjutan

Penelitian lanjutan dilakukan untuk menguji penggunaan ulang larutan GDL

pengasam yang telah dipakai untuk membuat “Quick Tempeh” termodifikasi

untuk pembuatan tempe produksi berikutnya. Larutan rendaman kedelai yang telah digunakan ditambahkan air hingga volume-nya cukup untuk merendam C kg kedelai, yaitu E liter. Setelah itu, larutan rendaman tersebut ditambahkan GDL hingga pH larutan sama dengan pH larutan GDL A% pada perendaman kedelai produksi selanjutnya.

Tempe yang dihasilkan dianalisis dengan menggunakan uji sensori metode pembedaan sederhana dengan pembanding tempe yang dihasilkan dari perendaman dengan larutan GDL A%. Rancangan pengujian penggunaan larutan rendaman kedelai berulang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram alir pengujian penggunaan larutan rendaman kedelai berulang

Analisis

Analisis pH (SNI 01-2891-1992)

Nilai pH yang dianalisis dalam penelitian ini adalah pH kedelai pra-fermentasi dan larutan rendaman kedelai. Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi menggunakan larutan pH buffer 4 dan 7. Elektroda yang telah

(21)

7 Untuk sampel pH kedelai pra-fermentasi, contoh sebanyak 100 gram ditambah dengan 100 ml air dan dicampur sampai merata menggunakan blender. Elektroda pH meter kemudian dicelupkan ke dalam sampel dan dibiarkan hingga menunjukkan suatu angka (stabil).

Analisis Sensori

Sampel tempe disajikan dalam keadaan mentah atau telah dilakukan pengolahan minimal sesuai dengan uji yang dilakukan. Pengolahan yang dilakukan adalah perebusan selama 7 menit dalam air mendidih.

Pengukuran respon kesukaan terhadap cita rasa tempe secara kesuluruhan adalah uji afektif dengan metode rating hedonik (Setyaningsih et al. 2010). Pengujian ini dilakukan minimal terhadap 70 orang panelis tidak terlatih menggunakan sampel tempe rebus. Skor kesukaan menggunakan skala 7, yaitu dari skor 1 (sangat tidak suka) sampai skor 7 (sangat suka) (Lampiran 1).

Pengukuran respon kekompakan tempe adalah dengan uji rating intensitas (Lawless dan Heymann 2010). Pengujian ini dilakukan terhadap 8 orang panelis yang terdiri dari pengrajin dan pedagang tempe di Lumajang dengan menggunakan sampel tempe mentah. Pengukuran respon ini dilakukan dengan menggunakan skala garis berukuran 15 cm dengan ujung sebelah kiri menyatakan

“sangat tidak kompak” dan ujung sebelah kanan menyatakan “sangat kompak”

(Lampiran 2). Panelis diminta untuk memberikan tanda pada skala garis yang tersedia untuk mewakili penilaian mereka terhadap sampel yang diuji.

Analisis yang digunakan pada penelitian lanjutan adalah uji diskriminatif dengan metode uji pembedaan sederhana (Setyaningsih et al. 2010). Pengujian dilakukan terhadap 32 orang panelis tidak terlatih menggunakan sampel tempe rebus. Sampel diujikan berpasangan dengan empat kemungkinan kombinasi pasangan (A/A, B/B, A/B, B/A) dan panelis diminta untuk menyatakan apakah pasangan sampel sama atau berbeda (Lampiran 5). Setiap panelis menerima satu pasangan sampel yaitu pasangan yang sama atau pasangan yang beda. Analisis data dilakukan dengan uji Chi-square dengan bantuan program SPSS 16.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan

(22)

8

Hasil pengamatan subjektif menunjukkan bahwa tempe pada semua jenis perlakuan memiliki miselium penuh, rasa khas tempe, aroma khas tempe, tekstur empuk, dan tidak rontok saat diiris (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan jenis ragi yang digunakan dan penambahan pepaya muda sebanyak proporsi yang digunakan oleh UKM tempe di Lumajang tidak berpengaruh pada kualitas “Quick Tempeh” yang dihasilkan.

a b c d

Gambar 5 Tempe dengan (a) ragi A tanpa pepaya muda (b) ragi A dengan pepaya muda (c) ragi B tanpa pepaya muda (d) ragi B dengan pepaya muda

Penelitian Utama

Proses pengasaman kimiawi didasarkan pada tujuan utama pengasaman kedelai secara alami dalam proses pembuatan tempe, yaitu menurunkan pH dan menciptakan kondisi yang menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk serta memberikan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan kapang (Kuswanto 2004). Kondisi ini dapat dicapai dengan menambahkan bahan pengasam yang merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang diperbolehkan oleh peraturan (Doores 1983). Bahan pengasam ditambahkan untuk menurunkan pH hingga 5 atau di bawahnya (Dinesh Babu et al. 2009).

Penggunaan bahan pengasam menambah biaya produksi, namun dapat mempersingkat waktu produksi tempe. Pengasaman kimiawi menguntungkan untuk produksi tempe skala industri karena hanya membutuhkan 2-3 jam bila dibandingkan dengan cara tradisional yang membutuhkan waktu 20-30 jam (Hermana dan Karmini 1996).

Bahan pengasam yang digunakan dalam penelitian ini adalah Glucono Delta-Lactone (GDL). GDL merupakan senyawa anorganik yang juga umum digunakan sebagai BTP dan memiliki status regulasi GRAS (Generally Recognized As Safe) (FDA 2013). Keamanan penggunaan GDL telah terbukti secara empiris pada produk pangan lain. Penambahan GDL sebagai bahan pengasam dalam pembuatan tempe juga tidak mempengaruhi cita rasa tempe yang dihasilkan dibandingkan dengan tempe yang dibuat dengan pengasaman alami (Gunawan 2006). Nilai pH larutan GDL A% sebelum dan sesudah perendaman dengan kedelai dapat dilihat pada Tabel 1.

(23)

9 Tabel 1 Nilai pH larutan GDL A% tanpa dan dengan perendaman dengan kedelai

Lama Perendaman pH

Variabel yang dioptimasi dalam penelitian ini adalah lama perendaman kedelai dengan larutan GDL A%, yaitu antara B menit sampai B + 120 menit. Titik-titik waktu perendaman dan pengulangannya dilakukan sesuai dengan rekomendasi program Design Expert 7. Nilai respon dari masing-masing tempe pada lama perendaman yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai 3 respon yang diukur dari 7 tempe pada lama perendaman yang

Tabel 3 Model matematika untuk menyatakan respon Parameter Orde Kesukaan Kubik 0.0115

(sig)

0.9935 (n sig)

0.9280 0.8580 10.344 (>4) Nilai respon kemudian digunakan untuk memproses model untuk menyatakan respon (Tabel 3). Nilai p-value model yang kecil (<0.05) mengindikasikan bahwa terdapat efek model, sedangkan nilai yang besar (>0.10) menyatakan tidak ada efek signifikan. Nilai Lack of fit menunjukkan kesesuaian model dengan data. Lack of fit yang kuat (<0.05) adalah sifat yang tidak diinginkan karena ini mengindikasikan bahwa kesesuaian model dengan data kurang baik. Lack of fit yang diinginkan adalah yang tidak signifikan (>0.10).

(24)

10

dijelaskan oleh model, sementara Predicted R2 menunjukkan sejumlah variasi dalam data baru yang terjelaskan oleh model. Nilai 1.0 untuk Adjusted R2 dan

Predicted R2 menunjukkan kondisi ideal, yaitu 100% variasi data dapat diwakili oleh model terpilih. Adequate precision adalah ukuran jangkauan dalam respon relatif terpilih terhadap error yang terhubung. Adequate precision yang diinginkan adalah yang bernilai lebih dari 4.

Respon pH Kedelai Pra-fermentasi

Model untuk respon pH kedelai pra-fermentasi adalah model linear. Analisis ANOVA menunjukkan respon ini memiliki p-value model dan lack of fit yang signifikan. Respon ini memiliki Adjusted R2 0.7722, Predicted R2 0.7078, dan

Adequate Precision 8.148. Persamaan matematika untuk respon ini adalah: pH kedelai pra-fermentasi = 5.06 - 0.056A

Konstanta yang negatif dalam persamaan matematika menunjukkan bahwa pH kedelai pra-fermentasi akan menurun dengan semakin lamanya waktu perendaman kedelai dalam larutan GDL A%. Nilai pH kedelai pada lama perendaman kedelai B sampai B + 60 menit adalah 5.1 dan pH kedelai pada lama perendaman B + 90 sampai B + 120 menit adalah 5.0.

Steinkraus et al. (1965) serta Nout dan Kiers (2005) mengemukakan bahwa pengasaman dalam membuat tempe dapat dilakukan dengan merendam kedelai dalam larutan asam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu perendaman maka semakin rendah pH kedelai yang dihasilkan. Menurut Suhadi (2003), perendaman yang semakin lama mengakibatkan lunaknya struktur biji kedelai, sehingga air lebih mudah masuk ke dalam struktur selnya. Semakin asam kedelai pra-fermentasi menciptakan kondisi yang optimal bagi kapang untuk tumbuh dan memfermentasi kedelai.

Respon Kekompakan Tempe

Model untuk respon kekompakan tempe adalah model linear. Analisis ANOVA menunjukkan respon ini memiliki p-value model dan lack of fit yang signifikan. Respon ini memiliki Adjusted R2 0.9128, Predicted R2 0.8784, dan

Adequate Precision 14.091. Persamaan matematika untuk respon ini adalah: Kekompakan tempe = 11.29 + 2.59A

Konstanta yang positif dalam persamaan matematika menunjukkan bahwa nilai kekompakan tempe secara umum akan meningkat dengan semakin lamanya waktu perendaman kedelai dalam larutan GDL A%. Berdasarkan Tabel 3, nilai kekompakan tertinggi terdapat pada lama perendaman B + 90 menit, yaitu 13.9. Nilai kekompakan terendah terdapat pada lama perendaman B menit, yaitu 8.6.

(25)

11 kekompakan tempe karena pH kedelai yang semakin rendah, sehingga menciptakan kondisi yang optimal bagi kapang untuk tumbuh.

Respon Kesukaan terhadap Cita Rasa Tempe secara Keseluruhan

Model untuk respon kesukaan terhadap cita rasa tempe adalah model kubik. Analisis ANOVA menunjukkan respon ini memiliki p-value model yang signifikan dan lack of fit yang tidak signifikan. Respon ini memiliki Adjusted R2 0.9280, Predicted R2 0.8580, dan Adequate Precision 10.344. Persamaan matematika untuk respon ini adalah:

Kesukaan terhadap tempe = 4.17 - 0.23A + 0.27A2 +0.51A3

Tabel 3 menunjukkan bahwa panelis menilai tempe antara netral - agak suka, yaitu memiliki skor antara 4.1–4.7. Skor kesukaan tertinggi terdapat pada tempe dengan lama perendaman B + 120 menit, sedangkan skor terendah terdapat pada tempe dengan lama perendaman B menit.

Doores (1983) mengemukakan bahwa penggunaan bahan pengasam dapat mempengaruhi cita rasa bahan pangan. Akan tetapi, menurut Gunawan (2006), pengasaman kedelai dengan larutan GDL sebesar 0.4% tidak menurunkan kualitas cita rasa tempe. Tabel 3 menunjukkan bahwa perendaman kedelai dengan larutan GDL sebesar A% hingga B + 120 menit menghasilkan tempe yang dinilai panelis antara netral – agak suka. Proses pengasaman penting dalam menghasilkan tempe dengan flavor, daya cerna, nilai nutrisi/gizi dan keawetan yang baik (Syarief et al.

1999).

Optimasi Produk

Tujuan dari proses pengasaman kedelai adalah agar terjadi penurunan pH, sehingga keasaman biji kedelai dan air rendaman mencapai nilai pH 3.5–5 (Syarief et al. 1999). Oleh karena itu, kedelai pra-fermentasi lebih baik apabila memiliki pH yang rendah. Selain itu, tempe yang diinginkan adalah tempe yang memiliki nilai kekompakan tempe dan kesukaan yang tinggi. Kriteria yang digunakan untuk menetapkan kondisi proses yang mampu menghasilkan produk tempe yang optimal disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Kriteria yang digunakan untuk menetapkan tempe yang optimal Parameter Sasaran Batas Bawah Batas Atas Importance

Lama Perendaman In range B menit B + 120 menit -

desirability dari lama perendaman tersebut adalah 0.993. Semakin tinggi nilai

(26)

12

Tempe hasil optimasi selanjutnya diverifikasi untuk membandingkan kesesuaian antara nilai aktual dengan nilai prediksi (Lampiran 19). Kesesuaian diindikasikan dari nilai masing-masing respon dalam proses verifikasi, yaitu antara rentang Confident Interval (CI) atau rentang Prediction Interval (PI).

Confident Interval adalah rentang yang menunjukkan harapan hasil rata-rata dari pengukuran pada taraf signifikansi tertentu, dalam hal ini 5%. Prediction Interval

adalah rentang yang menunjukkan harapan hasil dari hasil yang muncul.

Tempe hasil verifikasi memiliki pH kedelai pra-fermentasi 5.0, kekompakan tempe 13.5 dari 15, dan nilai kesukaan 5.7 dari 7 yang berarti antara agak suka - suka. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hanya nilai respon kesukaan yang berada di luar rentang 95% Confident Interval maupun 95% Prediction Interval. Respon pH kedelai pra-fermentasi dan kekompakan tempe berada dalam rentang 95%

Confident Interval. Tidak sesuainya nilai respon kesukaan dengan nilai prediksi diduga disebabkan oleh keberagaman dan perbedaan panelis yang digunakan dalam tahap optimasi dan tahap verifikasi, sehingga data yang diterima kurang konsisten. Namun, verifikasi dapat dikatakan cukup berhasil karena ketidaksesuaian nilai kesukaan yang diperoleh menunjukkan bahwa tempe hasil verifikasi lebih disukai dari yang diprediksi.

Tempe hasil optimasi juga dibandingkan dengan tempe yang dibuat dengan pengasaman alami yang sehari-hari diproduksi oleh UKM tempe Lumajang. Perbandingan tempe hasil optimasi dengan tempe pengasaman alami disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 6.

Tabel 5 Perbandingan tempe hasil optimasi dan tempe pengasaman alami

Sampel

T-test tidak dapat dilakukan karena nilai standar deviasi 0.

**

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (Independent-samples T-test).

(27)

13 pra-fermentasi karena data pH kedelai pra-fermentasi memiliki nilai standar deviasi 0 (Lampiran 8). Hal ini diduga diakibatkan oleh ketelitian alat yang hanya bisa mengukur sampai satu desimal saja dan ulangan pengujian yang hanya dua kali. Nilai pH kedelai pra-fermentasi hasil optimasi sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tempe pengasaman alami. Hal ini disebabkan lama perendaman yang lebih lama pada kedelai yang diolah dengan pengasaman alami. Nout dan Rombouts (1990) melaporkan bahwa pH kedelai pra-fermentasi dari proses pengasaman alami lebih rendah dibandingkan pH kedelai pra-fermentasi dari proses pengasaman singkat. Menurut Suhadi (2003), perendaman yang semakin lama mengakibatkan lunaknya struktur biji kedelai, sehingga air lebih mudah masuk ke dalam struktur selnya. Hal ini lah yang menyebabkan kedelai dari pengasaman alami lebih banyak menyerap asam dibandingkan kedelai dari pengasaman kimiawi.

Penelitian Lanjutan

Pengasaman kimiawi dapat digolongkan dalam usaha aplikasi teknologi bersih dengan cara inovasi teknologi (Modak 1995). Bahan pengasam, meskipun juga bersifat asam dan korosif, dapat digunakan kembali dan bila dibuang mengandung jauh lebih sedikit bahan organik. Penggunaan kembali larutan asam sebagai pengasam kedelai dapat menghemat biaya produksi. Pengujian pada tahap ini memodifikasi teknologi backsloping, yaitu teknologi sederhana yang dikembangkan untuk meningkatkan kualitas perendaman (Kuswanto 2004). Pembuatan tempe menggunakan larutan backsloping E% dan ditambahkan GDL sebesar D% dari jumlah air yang digunakan untuk merendam kedelai. Perubahan pH larutan backsloping sebelum dan sesudah penambahan GDL dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Perubahan pH larutan pengasam

Larutan pH

Larutan GDL A% Y

Larutan GDL A% setelah perendaman X menit Y + 1.1

Larutan backsloping E% Y + 1.7

Larutan backsloping E% + GDL F% (w/v) Y

(28)

14

Gambar 7 Tempe hasil pengasaman dengan larutan segar GDL A% (kiri) dan tempe hasil pengasaman dengan larutan backsloping E% + GDL F% (w/v) (kanan)

Analisis sensori yang dilakukan pada tahap ini adalah uji diskriminatif dengan metode uji pembedaan sederhana. Uji diskriminatif bertujuan mengetahui kedekatan karakteristik cita rasa sampel tempe hasil perendaman kedelai dengan larutan GDL A% dengan tempe hasil perendaman dengan larutan backsloping E% + GDL F% (w/v). Metode uji pembedaan sederhana dipilih karena kesederhanaannya bagi panelis yang menguji, yaitu hanya menentukan apakah suatu pasangan sampel berbeda atau tidak (Setyaningsih et al. 2010). Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

H0 = cita rasa keseluruhan kedua tempe sama

H1 = cita rasa keseluruhan kedua tempe berbeda

Jika nilai Asymp. Sig. (2-sided) < 0.05 maka H0 ditolak pada taraf

signifikansi 5%. Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-sided) > 0.05 (Lampiran 15). Hal ini berarti H0 diterima dan kedua sampel tidak

berbeda pada taraf signifikansi 5%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan ulang larutan pengasam dapat dilakukan dengan menggunakan larutan

backsloping E% yang ditambahkan dengan GDL sebesar F% (w/v).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(29)

15 signifikansi 5%. Penggunaan ulang larutan pengasam dengan menggunakan larutan backsloping E% yang ditambahkan GDL sebesar F% (w/v) dapat menghasilkan tempe yang tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% dengan tempe hasil perendaman dengan larutan GDL A%.

Saran

Perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pengasaman dengan GDL terhadap nilai nutrisional atau fungsional dari tempe yang dihasilkan. Perlu juga dipelajari tentang pengaruh penambahan pepaya muda terhadap mutu tempe. Selain itu, perlu diteliti lebih lanjut tentang mutu mikroorganisme pada “Quick Tempeh”, masa simpan “Quick Tempeh”, dan penggunaan berulang larutan GDL pengasam dalam produksi “Quick Tempeh” tanpa mengurangi kualitas tempe yang dihasilkan dan bermakna dalam pengurangan biaya.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti M, Meliala A, Dalais FS, Wahlqvist ML. 2000. Tempe, a nutritious and healthy food from Indonesia. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition. 9(4):322-325.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 1999. Statistika Indonesia. Jakarta (ID): BPS.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. Cara uji makanan dan minuman (SNI 01-2891-1992). Jakarta (ID): Pusat Standardisasi Industri, Departemen Perindustrian.

Dinesh Babu P, Bhakyaraj R, Vidhyalakshmi R. 2009. A low cost nutritious food

“Tempeh”- a review. World Journal of Dairy & Food Sciences. 4(1):22-27.

Doores S. 1983. Organic acids. Di dalam: Branen AL dan PM Davidson.

Antimicrobial in Foods. New York (US): Marcel Dekker.

[FDA] Food and Drugs Administration. Code of Federal Regulations. Maryland (US): US Food and Drugs Administration.

Gunawan MDPT. 1999. Modifikasi pengasaman kimiawi dalam pembuatan tempe yang didasarkan pada aspek cita rasa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hermana, Karmini M. 1996. Pengembangan teknologi pembuatan tempe. Di dalam: Sapuan, Soetrisno N. Bunga Rampai Tempe Indonesia. Jakarta (ID): Yayasan Tempe Indonesia.

Kuswanto KR. 2004. Industrialization of tempe fermentation. Di dalam: Steinkraus KH. Industrialization of Indigenous Fermented Foods. Ed ke-2. New York (US): Marcel Dekker.

Lawless HT, Heymann H. 2010. Sensory Evaluation of Food: Principles and Practices. Ed ke-2. New York (US): Springer Publishing.

Liu K. 1997. Soybean Chemistry, Technology, and Utilization. New York (US): Chapman & Hall, International Thomson Publ.

(30)

16

Nout MJR, Rombouts FM. 1990. A review recent developments in tempe research.

Journal of Applied Bacteriology. 69(5):609:633.

Nout MJR, Kiers JL. 2005. A review tempe fermentation, innovation, and functionality: update into the third millenium. Journal of Applied Microbiology. 98(4):789-805.

Prawira IKPY. 2012. Laporan Kegiatan Uji Coba Quick Tempeh di Lumajang. (Komunikasi pribadi).

Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor (ID): IPB Pr.

Shurtleff W. 1979. The Book of Tempeh. California (US): Soyinfo Center.

Steinkraus KH, van Buren JP, Hackler LR, Hand DB. 1965. A pilot-plan process for the production of dehydrated tempeh. Food Technol. 19(1):63-68.

Suhadi I. 2003. Pengaruh perendaman kedelai dan jenis zat penggumpal terhadap mutu tahu [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

Syarief R, Hermanianto J, Haryadi P, Wiraatmadja S, Suliantari, Syah D, Suyatma NE, YP Saragih. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Surabaya (ID): Universitas Katolik Widya Mandala.

(31)

17 Lampiran 1 Lembar penilaian uji rating hedonik optimasi produk

UJI RATING HEDONIK

Nama : Tanggal :

No. Telp/HP : Produk : Tempe rebus

Pertanyaan:

1. Apakah Anda menyukai tempe?

Instruksi:

Di hadapan Anda terdapat tujuh (7) sampel uji

1. Lakukan penilaian terhadap tempe secara individu tanpa membandingkan (satu per satu)

2. Nilailah kesukaan Anda terhadap tempe berdasarkan cita rasa tempe secara keseluruhan (rasa, aroma, dan tekstur) dengan memberikan tanda (√) pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian Anda.

3. Lakukan pula penilaian terhadap sampel berikutnya dengan cara seperti penilaian pada sampel sebelumnya

4. Berikan komentar Anda pada kolom yang tesedia

Penilaian Kode Sampel

711 514 225 433 849 352 657

1. Sangat tidak suka 2. Tidak suka 3. Agak tidak suka 4. Netral

5. Agak suka 6. Suka 7. Sangat suka Komentar:

(32)

18

Lampiran 2 Lembar penilaian uji rating intensitas tahap optimasi produk

UJI RATING INTENSITAS

Nama : Tanggal :

No. telp/HP : Jenis Contoh : Tempe

Instruksi :

Di hadapan Anda terdapat tujuh (7) sampel uji

1. Lakukan penilaian terhadap tempe secara individu tanpa membandingkan (satu per satu)

2. Tentukan intensitas kekompakan tempe dengan memberikan tanda (X) pada skala garis di bawah ini berdasarkan penilaian Anda.

(33)

19 Lampiran 3 Lembar penilaian uji rating hedonik tahap verifikasi

UJI RATING HEDONIK

Nama : Tanggal :

No. Telp/HP : Produk : Tempe rebus

Pertanyaan:

1. Apakah Anda menyukai tempe?

Instruksi:

Di hadapan Anda terdapat dua (2) sampel uji

1. Lakukan penilaian terhadap tempe secara individu tanpa membandingkan (satu per satu)

2. Nilailah kesukaan Anda terhadap tempe berdasarkan cita rasa tempe secara keseluruhan (rasa, aroma, dan tekstur) dengan memberikan tanda (√) pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian Anda.

3. Lakukan pula penilaian terhadap sampel berikutnya dengan cara seperti penilaian pada sampel sebelumnya

4. Berikan komentar Anda pada kolom yang tesedia

Penilaian Kode Sampel

504 352

1. Sangat tidak suka 2. Tidak suka 3. Agak tidak suka 4. Netral

5. Agak suka 6. Suka 7. Sangat suka Komentar:

(34)

20

Lampiran 4 Lembar penilaian uji rating intensitas tahap verifikasi

UJI RATING INTENSITAS

Nama : Tanggal :

No. telp/HP : Jenis Contoh : Tempe

Instruksi :

Di hadapan Anda terdapat dua (2) sampel uji

1. Lakukan penilaian terhadap tempe secara individu tanpa membandingkan (satu per satu)

2. Tentukan intensitas kekompakan tempe dengan memberikan tanda (X) pada skala garis di bawah ini berdasarkan penilaian Anda.

Kode sampel:…….

Kekompakan tempe

Sangat tidak kompak Sangat kompak

Kode sampel:…….

Kekompakan tempe

Sangat tidak kompak Sangat kompak

(35)

21 Lampiran 5 Lembar penilaian uji pembedaan sederhana

UJI PEMBEDAAN SEDERHANA

Nama : Tanggal :

No. Telp/HP : Produk : Tempe rebus

Instruksi:

Di hadapan Anda terdapat dua (2) sampel tempe rebus. 1. Cicipi sampel secara berurutan dari kiri ke kanan.

2. Pencicipan hanya diperbolehkan satu kali dan tidak diperkenankan mengulang pencicipan.

3. Identifikasi apakah terdapat perbedaan keseluruhan atribut sensori di antara kedua sampel.

Beri penilaian Anda dengan member tanda (√) pada kolom di bawah ini: Kedua sampel sama

Kedua sampel berbeda Komentar:

(36)

22

Lampiran 6 Data uji rating hedonik tahap optimasi

Panelis Kode Sampel

(37)

23 Lampiran 7 Data uji rating intensitas tahap optimasi

Panelis Kode Sampel

711 514 225 433 849 352 657

1 8 8.1 8 8 14.1 14.3 14.1

2 7.9 9.3 8.6 9.5 14.1 14.3 14.2

3 8 8.1 10 12.6 13.6 12.9 13.7

4 5.9 7.9 11.9 9 12.8 11.9 12.6

5 8.6 3.8 5.1 8.9 14.1 12.2 12.4

6 10.4 10.8 12.6 13.1 14.3 13.4 12.8

7 6.7 7.6 10.7 10.6 13.3 13.3 13.9

8 13.4 13 14.7 14.7 14.9 14.9 14.9

Total 68.9 68.6 81.6 86.4 111.2 107.2 108.6

Rataan 8.61 8.58 10.2 10.8 13.9 13.4 13.58 Keterangan: Kode sampel 711 & 514 = B menit; 225 = B+30 menit; 433 = B+60

(38)

24

Lampiran 8 Analisis data pH kedelai pra-fermentasi tahap verifikasi

Group Statistics

Sampel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Skor 504 2 4.700 .0000a .0000

352 2 5.000 .0000a .0000

(39)

25 Lampiran 9 Data uji rating hedonik tahap verifikasi

Panelis Kode Sampel

(40)

26

Lampiran 10 Analisis data uji rating hedonik tahap verifikasi

Group Statistics

Variances t-test for Equality of Means

(41)

27 Lampiran 11 Data uji rating intensitas tahap verifikasi

Panelis Kode Sampel 504 352

1 12.8 13.6

2 12.2 14.1

3 13.2 13.1

4 14 13.8

5 11.2 12.2

6 13.9 14.2

7 14.2 13.1

8 13.9 14

Total 105.4 108.1

Rataan 13.18 13.51

(42)

28

Lampiran 12 Analisis data uji rating intensitas tahap verifikasi

Group Statistics

Variances t-test for Equality of Means

(43)

29 Lampiran 13 Data uji pembedaan sederhana pada pengujian penggunaan ulang

larutan pengasam

Panelis Sajian Jawaban

1 AA 1

Keterangan: A = Tempe hasil perendaman kedelai dengan larutan GDL A% B=Tempe hasil perendaman kedelai dengan larutan backsloping E% + GDL 0 = Sama

(44)

30

(45)
(46)

32

(47)

33 Lampiran 17 Grafik RSM untuk respon kesukaan terhadap cita rasa tempe secara

(48)

34

(49)

35 Lampiran 19 Perbandingan nilai prediksi dengan hasil dari proses verifikasi

Parameter

Respon Interval

Prediksi Verifikasi 95% CI Bawah

95% CI Atas

95% PI Bawah

95% PI Atas pH kedelai

pra-fermentasi

5.0 5.0 4.96 5.04 4.92 5.08

Kekompakan tempe

13.9 13.5 12.81 14.95 11.82 15.94

(50)

36

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 November 1990 sebagai anak ketiga dalam tiga bersaudara dari ayah Sjahlendra Martin dan ibu Betty Kaluku. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Depok pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama lulus Ujian Talenta Mandiri IPB untuk Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan.

Penulis terlibat dalam beberapa kegiatan organisasi dan kepanitiaan selama masa studi di IPB, yaitu Badan Pengawas Himitepa 2011 dan 2012, MPKMB 47 2010, IFBQ HMPPI 2011, HACCP Himitepa 2011, Baur Himitepa 2011, dan Ifoodex Himitepa 2012. Penulis juga merupakan lulusan Leadership and Enterpreneurship School BEM KM IPB pada tahun 2010.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyusun skripsi dengan judul “Implementasi Teknologi

Gambar

Gambar 1  Diagram alir teknologi pembuatan tempe UKM tempe di Lumajang
Gambar 2  Diagram alir modifikasi metode pembuatan ”Quick Tempeh”
Gambar 3  Rancangan penelitian pendahuluan
Gambar 4  Diagram alir pengujian penggunaan larutan rendaman kedelai berulang

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas di jelaskan mengenai pentingnya pemahaman akan kualitas audit dari sebuah laporan keuangan agar dapat memprediksi laba

Bahwa bermula pada sekitar bulan Agustus tahun 2007 Terdakwa berniat mendaftar untuk mengikuti program belajar paket C pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga

Keluarga (orang tua) yang keadaan sosial ekonominya tinggi tidak akan banyak mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sekolah anak, berbeda dengan orang tua

“Adanya inovasi E-pilkades ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan adanya data pemilih yang ganda sehingga aman dari manipulasi pada pelaksanaan E-pilkades,

Miturut Kristeva, saben teks iku minangka mozaik pethikan-pethikan lan minangka reresepan sarta tranformasi teks-teks liya (Culler sajrone Teeuw, 1988:146). Tegese saben

 Membaiknya kondisi ekonomi konsumen didorong oleh beberapa komponen pembentuk ITK, komponen pendapatan rumah tangga (nilai indeks 122,05), diikuti rendahnya

hubungannya dengan keselamatan dan kesehatan kerja safety berarti suatu usaha untuk menciptakan keadaan lingkungan kerja yang aman atau bebas dari kecelakaan sehat

It is emphasized that the nylon as smart material has advantage for structural concrete element repair.. Keywords: beam, confinement,