• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Suplementasi Vitamin A pada Ibu Nifas dan Morbiditas Bayi Umur 0-6 bulan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Suplementasi Vitamin A pada Ibu Nifas dan Morbiditas Bayi Umur 0-6 bulan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN SUPLEMENTASI VITAMIN A PADA IBU NIFAS

DAN MORBIDITAS BAYI UMUR 0-6 BULAN DI

KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Suplementasi Vitamin A pada Ibu Nifas dan Morbiditas Bayi Umur 0-6 Bulan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

Mei Rini Safitri

(3)

ABSTRAK

MEI RINI SAFITRI. Hubungan Suplementasi Vitamin A pada Ibu Nifas dan Morbiditas Bayi 0-6 Bulan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh DODIK BRIAWAN.

Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan suplementasi vitamin A pada ibu nifas dan morbiditas bayi umur 0-6 bulan di Kecamatan Ciampea. Desain yang digunakan adalah cross sectional study dengan contoh sebanyak 56. Data yang digunakan meliputi riwayat kehamilan dan pemberian ASI, suplementasi vitamin A, imunisasi, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta morbiditas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi 0-6 bulan pernah menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) (66.1%), demam (25.0%), diare (14.3%), penyakit kulit (7.1%), hepatitis B (3.6%), demam berdarah (1.8%) dan sariawan (1.8%). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pemberian imunisasi dengan frekuensi dan lama penyakit hepatitis B, jumlah konsumsi vitamin A dengan kejadian sakit, pemberian makanan atau minuman tambahan selain ASI dan kelengkapan imunisasi dengan lama sakit semua jenis penyakit (p<0.05). Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang siginikan antara kelengkapan imunisasi dengan lama sakit semua jenis penyakit (p=0.044, OR=0.110, 95% CI=0.013-0.940), jumlah konsumsi vitamin A dengan kejadian sakit (p=0.021, OR=0.103, 95% CI=0.015-0.715).

Kata kunci: bayi, morbiditas, ibu nifas, vitamin A

ABSTRACT

MEI RINI SAFITRI. The Correlation between Vitamin A Supplementation in Postpartum Maternal and the Morbidity of Infant 0-6 Month in Ciampea Sub- district, Bogor. Supervised by DODIK BRIAWAN.

(4)

HUBUNGAN SUPLEMENTASI VITAMIN A PADA IBU NIFAS

DAN MORBIDITAS BAYI UMUR 0-6 BULAN DI

KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

MEI RINI SAFITRI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Judul Skripsi :Hubungan Suplementasi Vitamin A pada Ibu Nifas dan Morbiditas Bayi Umur 0-6 bulan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

Nama : Mei Rini Safitri NIM : I14090005

Disetujui oleh

Dr Ir Dodik Briawan, MCN Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Suplementasi Vitamin A pada Ibu Nifas dan Morbiditas Bayi Umur 0-6 Bulan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor”. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayah, ibu dan adik yang selalu memberikan kasih sayang dan dukungan selama pengerjaan penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu dalam pembimbingan penulisan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji atas masukan dan saran yang diberikan.

4. Seluruh staf pendidik dan kependidikan Departemen Gizi Masyarakat atas bimbingan, arahan dan bantuannya selama menjalani perkuliahan.

5. Seluruh tenaga kesehatan dan masyarakat Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor atas keramahan dan kesediaan dalam membantu kelancaran penelitian.

6. Ibnu Malkan Bakhrul Ilmi yang telah memberikan bantuan, dukungan dan semangat dalam penulisan skripsi ini

7. Teman-teman seperjuangan (Fithri, Uthu, Fefi, Ilya, Heny, Mbak Dian, Dyta), teman-teman pembahas seminar (Farida, Ambar, Umami, Susan), dan teman satu kostan (Mbak Dyla moo, Mbak Dyla kanjeng, Fera, Rey, Pungky, Nova, Inga tipa, Icha, Dyla, Mimi, deska, Risna) yang telah memberikan saran dan dukungan.

8. Serta semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bogor, Desember 2013

(7)

DAFTAR ISI

PRAKATA ... vi 

DAFTAR ISI ... vii 

DAFTAR TABEL ... viii 

DAFTAR LAMPIRAN ... viii 

PENDAHULUAN ... 1 

Latar belakang ... 1 

Perumusan masalah ... 2 

Tujuan Penelitian ... 2 

Hipotesis ... 3 

Kegunaan Penelitian ... 3 

KERANGKA PEMIKIRAN ... 4 

METODE ... 6 

Desain, Waktu dan Tempat ... 6 

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ... 6 

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 7 

Pengolahan dan Analisis Data ... 7 

Definisi operasional ... 9 

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10 

Profil Kecamatan Ciampea ... 10 

Karakteristik Contoh ... 11 

Karakteristik Keluarga Contoh ... 11 

Morbiditas ... 12 

Suplementasi Vitamin A ... 15 

Hubungan Riwayat Pemberian ASI dengan Morbiditas ... 18 

Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan Morbiditas ... 24 

Hubungan jumlah konsumsi suplemen vitamin A dengan Morbiditas ... 27 

Hubungan Praktek Imunisasi dengan Morbiditas ... 27 

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Morbiditas (Frekuensi, Lama dan Kejadian Sakit) ... 29 

SIMPULAN DAN SARAN ... 29 

Simpulan ... 29 

Saran ... 30 

DAFTAR PUSTAKA ... 30 

LAMPIRAN ... 35 

(8)

DAFTAR TABEL

1 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit yang pernah diderita ... 14  2 Sebaran contoh menurut kategori lama sakit ... 14  3 Sebaran contoh menurut kategori frekuensi sakit ... 15  4 Sebaran contoh berdasarkan pelaksanaan program suplementasi

vitamin A ... 17  5 Sebaran contoh menurut riwayat pemberian ASI ... 21  6 Sebaran contoh menurut riwayat pemberian makanan prelakteal dan

makanan tambahan ... 23  7 Sebaran ibu contoh berdasarkan riwayat kehamilan, persalinan dan

keguguran ... 24  8 Sebaran contoh menurut indikator PHBS ... 25  9 Sebaran contoh menurut kelengkapan imunisasi ... 28 

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji Chi-Square kelengkapan imunisasi terhadap lama sakit ... 36  2 Hasil regresi logistik semua variabel independen terhadap lama sakit ... 36  3 Hasil uji Chi-square jumlah konsumsi vitamin A terhadap kejadian

sakit ... 37  4 Hasil uji regresi logistik semua variabel independen terhadap kejadian

(9)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Kesehatan merupakan investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa dan menjadi hak asasi manusia. Pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya (Sujudi 2004). Derajat kesehatan suatu bangsa tercapai apabila status gizi masyarakat sudah baik dan masalah gizi terselesaikan. Masalah gizi memilki dimensi yang luas sehingga menjadi masalah yang kompleks karena penyebabnya multi faktor dan multi dimensi, tidak hanya masalah kesehatan tetapi juga masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan dan lingkungan. Menurut Calder dan Jackson (2000) masalah gizi seperti gizi kurang dan infeksi akan mengakibatkan peningkatan angka kejadian morbiditas dan mortalitas.

Salah satu zat gizi yang berperan dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas adalah vitamin A. Kekurangan vitamin A dapat menurunkan fungsi kekebalan tubuh sehingga dapat meningkatkan terjadinya morbiditas dan mortalitas dari beberapa penyakit infeksi seperti diare, infeksi saluran pernapasan bawah dan campak. Peranan vitamin A adalah membentuk respon imun melalui peningkatan respon imun sel T dan retinol berpengaruh terhadap pertumbuhan dan diferensiasi limfosit B (leukosit yang berperan dalam proses kekebalan humoral) (Almatsier 2004).

Namun sekarang ini defisiensi vitamin A masih dihadapi oleh negara-negara bekembang termasuk Indonesia. Kurang vitamin A menjadi salah satu masalah yang penting. Banyak kasus yang ditemukan akibat defisiensi vitamin A ini. Setiap tahun lebih dari 350 000 ditemukan kasus kebutaan dan peningkatan angka kesakitan dan kematian anak. Selain itu, lebih dari 250 juta anak mengalami defisiensi vitamin A subklinis (Sommer 2004).

Beberapa studi menunjukkan efek dari suplementasi vitamin A pada ibu nifas. Menurut Ross dan Harvey (2003) suplementasi vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas merupakan strategi yang efektif dalam memperbaiki status vitamin A pada bayi melalui pemberian ASI. Stoltzfus et al. (1993) juga menjelaskan bahwa pemberian suplemen vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki status vitamin A pada ibu dan bayi. Pemberian kapsul vitamin A selain untuk meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan kelangsungan hidup anak, juga dapat membantu pemulihan kesehatan ibu. Oleh sebab itu pemerintah di tingkat kabupaten dapat meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak dengan cara memperkuat program vitamin A ibu nifas (Naibaho 2011). Pemberian satu kapsul vitamin A merah cukup untuk meningkatkan kandungan vitamin A dalam ASI selama 60 hari dan pemberian 2 kapsul vitamin A merah diharapkan cukup menambah kandungan vitamin A dalam ASI sampai bayi berusia 6 bulan (Depkes 2009b).

(10)

2

dalam ASI dapat memenuhi kebutuhan vitamin A bayi pada 6 bulan pertama kehidupan. Suplementasi vitamin A tersebut berguna untuk mengatasi defisiensi vitamin A serta menurunkan risiko terjadinya penyakit infeksi sehingga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas pada bayi.

Namun suplementasi vitamin A pada ibu nifas tidak direkomendasikan oleh WHO sebagai program kesehatan masyarakat untuk mengatasi morbiditas dan mortalitas karena bukti yang menunjukkan efek dari suplemen vitamin A terhadap morbiditas dan mortalitas masih rendah. Ibu nifas seharusnya memenuhi kebutuhan gizinya dengan mengonsumsi makanan yang sehat. Intake vitamin A yang direkomendasikan bagi ibu nifas sebesar 850 RE/hari, namun untuk beberapa area mungkin masih sulit untuk mencapainya melalui konsumsi makanan (WHO 2011). Menurut Martins et al. (2010), suplementasi vitamin A pada ibu nifas berpengaruh positif terhadap status vitamin A ibu, namun tidak berpengaruh pada status vitamin A bayi dua bulan setelah pemberian dosis tunggal. Menurut Gogia dan Sachdev (2010), suplementasi vitamin A pada ibu nifas tidak berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas.

Berdasarkan uraian di atas terdapat pro kontra mengenai suplementasi vitamin A pada ibu nifas. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti suplementasi vitamin A pada ibu nifas dan morbiditas pada bayi 0-6 bulan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

Perumusan masalah

Masalah gizi yang terjadi pada bayi usia 0-6 bulan ditentukan oleh kandungan zat gizi pada ASI karena pada usia tersebut kecukupan zat gizi bayi hanya tergantung pada zat gizi yang diterima ibu. Faktor utama terjadinya defisiensi vitamin A pada anak yaitu karena ibu mengalami defisiensi vitamin A. Salah satu cara mengatasi masalah tersebut yaitu melalui program suplementasi vitamin A pada ibu nifas. Namun terdapat pro kontra mengenai pelaksanaan program tersebut. WHO (2011) tidak merekomendasikan program tersebut sebagai program kesehatan masyarakat untuk mengatasi morbiditas dan mortalitas karena bukti yang menunjukkan efek dari suplementasi vitamin A terhadap morbiditas dan mortalitas masih rendah. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian terkait suplementasi vitamin A pada ibu nifas dan morbiditas pada bayi 0-6 bulan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis hubungan suplementasi vitamin A pada ibu nifas dan morbiditas pada bayi umur 0-6 bulan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

Tujuan khusus

(11)

3 3. Mengkaji pelaksanaan program suplementasi vitamin A pada ibu nifas dan

konsumsi suplemen vitamin A non program

4. Menganalisis hubungan riwayat pemberian ASI (IMD, kolostrum, prelakteal, ASI eksklusif, makanan atau minuman tambahan selain ASI) dengan morbiditas pada bayi umur 0-6 bulan

5. Menganalisis hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan morbiditas bayi umur 0-6 bulan

6. Menganalisis hubungan jumlah konsumsi suplemen vitamin A dengan morbiditas bayi umur 0-6 bulan

7. Menganalisis hubungan imunisasi dengan morbiditas bayi umur 0-6 bulan 8. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas (frekuensi, lama

dan kejadian sakit).

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

- Terdapat hubungan antara riwayat pemberian ASI (IMD, kolostrum, prelakteal, ASI eksklusif, makanan atau minuman tambahan selain ASI) dengan morbiditas bayi 0-6 bulan

- Terdapat hubungan antara PHBS dengan morbiditas bayi 0-6 bulan

- Terdapat hubungan antara imunisasi dengan morbiditas bayi umur 0-6 bulan - Terdapat hubungan antara jumlah suplemen vitamin A dengan morbiditas

bayi umur 0-6 bulan

Kegunaan Penelitian

(12)

4

KERANGKA PEMIKIRAN

Prinsip dasar pencegahan dan penanggulangan KVA adalah menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kecukupan vitamin A seseorang. Faktor-faktor seperti pendidikan, pekerjaan, pendapatan per kapita, umur ibu, besar keluarga, riwayat pemberian ASI dan riwayat kehamilan diduga dapat mempengaruhi kecukupan vitamin A pada bayi. Jika tingkat pendidikan ibu dan keluarga mengenai gizi sudah cukup baik, maka diharapkan kemampuan ibu dalam memenuhi kebutuhan vitamin A juga baik. Selain itu, pekerjaan dan pendapatan dapat menentukan seberapa besar biaya yang dikeluarkan untuk pangan dan non pangan. Umur ibu, besar keluarga dan riwayat kehamilan juga berkaitan dengan pemberian ASI sehingga menentukan asupan yang diterima bayi, terutama kandungan vitamin A dan zat gizi lain yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi.

Status vitamin A pada ibu nifas mempengaruhi status vitamin A pada anak usia 0-6 bulan karena pada usia tersebut sumber zat gizi yang diperoleh anak sebagian besar diperoleh dari ASI. Asupan vitamin A yang cukup diperlukan sejak masa kehamilan, diharapkan ibu mempunyai cadangan vitamin A yang cukup pada saat melahirkan, sehingga menghasilkan ASI yang cukup vitamin A. Menurut Kjolhede dan Beisel (1996), defisiensi vitamin A berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortilitas pada anak-anak di negara berkembang. ASI mengandung zat gizi dan zat imun tubuh sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya morbiditas pada anak. Selain itu, Miller et al. (2002) juga menyebutkan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu dikarenakan tingginya angka kelahiran yang disertai dengan lamanya menyusui bayi. Selain itu, pemberian imunisasi pada anak dan penerapan program PHBS diharapkan dapat mengurangi risiko kesakitan pada anak.

(13)

5

Keterangan:

= variabel yang diteliti =hubungan yang dianalisis

= variabel yang tidak diteliti = hubungan yang tidak dianalis

Gambar 1 Kerangka pemikiran suplementasi vitamin A pada ibu nifas dengan morbiditas bayi

Karakteristik keluarga: - Umur ibu nifas - Pekerjaan - Pendidikan - Pendapatan per

kapita

- Besar keluarga

Morbiditas

b i

Riwayat pemberian ASI:

IMD, kolostrum, ASI eksklusif, prelakteal, Makanan/minuman tambahan selain ASI

Jumlah konsumsi suplemen vitamin A pada ibu nifas

Status vitamin A pada ibu nifas

Kandungan vitamin A pada ASI

Konsumsi suplemen vitamin A non program

Karakteristik bayi: - Berat badan lahir PHBS

Pelaksanaan program suplementasi vitamin A

(14)

6

METODE

Desain, Waktu dan Tempat

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitan ini dilakukan pada bulan Mei–Juni 2013. Proses pengumpulan data dilakukan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Ciampea merupakan salah satu kecamatan dimana cakupan suplementasi vitamin A (85.8%) diatas rata-rata cakupan suplementasi vitamin A di Kabupaten Bogor (78.6%). Persentase pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Ciampea (55.8%) lebih dari rata-rata persentase pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Bogor (54.01%) (Dinkes 2012). Selain itu, beberapa penyakit yang berhubungan dengan vitamin A seperti ISPA, diare dan penyakit kulit merupakan penyakit dengan jumlah terbanyak yang diderita anak di kecamatan tersebut. Kemudahan akses peneliti dan belum pernah dilakukan penelitan serupa juga menjadi pertimbangan dasar dalam pemilihan lokasi penelitian.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Jumlah contoh ditentukan dengan rumus Lemeshow dan David (1997) dengan perhitungan sebagai berikut:

n [(Z1-α)2 x p.q] d2

n [(1.96)2 x (0.153 x 0.847)] (0.1)2

n 50 Keterangan:

n = jumlah contoh

α = derajat kepercayaan (0.05)

p = proporsi (persentase bayi yang menyusui eksklusif sampai umur 6 bulan sebesar 15.3% berdasarkan data Riskesdas 2010)

q = 1-p

d = presisi (10%)

(15)

7 18 contoh dari Puskesmas Ciampea Udik, 10 contoh dari Puskesmas Cihideung Udik dan 8 contoh dari Puskesmas Pasir.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan menggunakan instrumen kuesioner meliputi:

1. Karakteristik contoh (nama, tanggal lahir, jenis kelamin, berat badan lahir). 2. Karakteristik keluarga (besar keluarga, pendidikan, pekerjaan, pendapatan,

dan umur ibu)

3. Riwayat kehamilan (jumlah kehamilan, jumlah persalinan, riwayat keguguran, orang yang membantu persalinan)

4. Riwayat pemberian ASI (IMD, pemberian kolostrum, pemberian ASI eksklusif, pemberian makanan atau minuman prelakteal dan makanan atau minuman tambahan selain ASI)

5. Konsumsi suplemen vitamin A dari program pemerintah (waktu pemberian suplemen, jumlah suplemen yang diberikan, warna suplemen, jumlah suplemen yang dikonsumsi, alasan mengonsumsi suplemen, sumber didapatkan suplemen, pesan yang disampaikan petugas saat memberikan suplemen, konsumsi suplemen vitamin A lain dan manfaat yang dirasakan) 6. Konsumsi suplemen vitamin A non program (jenis dan jumlah suplemen) 7. Riwayat imunisasi (jenis imunisasi yang diberikan, waktu dilakukan

imunisasi) diperoleh melalui Kartu Menuju Sehat (KMS).

8. PHBS (persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, bayi diberi ASI eksklusif, penggunaan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, penggunaan jamban sehat, pemberantasan jentik nyamuk, mengonsumsi sayur dan buah setiap hari, melaksanakan aktivitas fisik setiap hari, anggota keluarga tidak merokok, menimbang bayi rutin setiap bulan)

9. Morbiditas (riwayat kesakitan yang pernah atau sedang diderita anak sampai sekarang (saat penelitian) berupa jenis penyakit, lama dan frekuensi sakit serta kejadian sakit).

Data sekunder meliputi gambaran umum wilayah, jenis penyakit yang sering terjadi dan data mengenai fasilitas pelayanan kesehatan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor diperoleh melalui Kantor Camat dan Puskesmas setempat.

Pengolahan dan Analisis Data

(16)

8

tersebut dianalisis secara statistik deskriptif dan statistik inferensia menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan Statistical Program for Social Science (SPSS for window versi 17.0).

Data karakteristik bayi dan keluarga diperoleh melalui kuesioner. Besar keluarga, tingkat pendidikan dan pendapatan per kapita diolah dengan memberikan kategori pada masing-masing peubah. Besar keluarga dikelompokan menjadi 3 yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang) dan keluarga besar (≥7 orang) (Hurlock 1980). Tingkat pendidikan contoh dikategorikan berdasarkan jenjang kelulusan pendidikan terakhir yaitu tidak tamat SD/tidak sekolah (0), tamat SD (1), tamat SMP (2), tamat SMA/sederajat (3), dan tamat akademi/perguruan tinggi (4). Pendapatan perkapita dikategorikan menjadi dua yaitu miskin dan tidak miskin. Pengkategorian ini berdasarkan ketetapan garis kemiskinan menurut BPS (2012) untuk Propinsi Jawa Barat sebesar Rp 231 438.

Penduduk dikategorikan miskin apabila pendapatan dibawah garis kemiskinan. Pekerjaan orang tua dikelompokkan menjadi tidak bekerja atau ibu rumah tangga, petani, pedagang, buruh tani, buruh nontani, PNS/ABRI/polisi, jasa (tukang ojek, supir, calo dan sebagainya), pegawai swasta dan lainnya. Umur ibu dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan penggolongan umur dalam WNPG (2004) meliputi: 1) 16-18 tahun, 2) 19-29 tahun dan 3) 30-49 tahun.

Data konsumsi suplemen vitamin A, riwayat pemberian ASI, riwayat kehamilan, imunisasi, konsumsi suplemen vitamin A non program dan PHBS juga diperoleh melalui pengisian kuisioner yang terdiri dari pertanyaan dalam bentuk

yes/no question dan pertanyaan terbuka. Pemberian makanan atau minuman prelakteal, inisiasi menyusui dini (IMD), pemberian kolostrum, ASI eksklusif, pemberian makanan atau minuman lain selain ASI dan imunisasi diberi kode 0 jika “Tidak” dan 1 jika “Ya”. Jumlah kapsul vitamin A yang diminum diberi kode 0 jika mengonsumsi 1 kapsul dan 1 jika mengonsumsi 2 kapsul. PHBS ibu didapatkan dengan penilaian jawaban kuisioner dari pertanyaan yang diberikan. Jawaban “Ya” diberi nilai 1 dan jawaban “tidak” diberi nilai 0 kemudian dikategorikan menjadi 2 yaitu rendah jika skor PHBS 3-8.5 dan tinggi jika skor PHBS 8.6-14 berdasarkan rumus interval kelas menurut Slamet (1993).

Interval kelas =

Morbiditas ditentukan dari frekuensi, lama serta kejadian sakit dengan menanyakan apakah dari lahir sampai sekarang (saat penelitian) bayi mengalami sakit seperti demam tinggi, batuk, pilek, diare, dan lain-lain dan ditanya frekuensi dan lama sakit dari masing-masing jenis penyakit. Untuk keperluan analisis, data morbiditas dilihat dari nilai median masing-masing jenis penyakit atau gabungan semua jenis penyakit (Untoro et al. 2005). Kemudian data tersebut dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu morbiditas rendah dan morbiditas tinggi. Rendah jika frekuensi dan lama sakit contoh ≤ median, tinggi jika frekuensi dan lama sakit contoh > median.

(17)

9 prelakteal (X3), ASI eksklusif (X4), makanan atau minuman tambahan selain ASI (X5), PHBS (X6), jumlah konsumsi suplemen vitamin A (X7), imunisasi (X8) dan kelengkapan imunisasi (X9) terhadap masing-masing variabel dependen (kejadian sakit, lama, dan frekuensi sakit masing-masing jenis penyakit maupun gabungan semua jenis penyakit). Selain itu, dilakukan uji regresi logistik untuk mendapatkan nilai Odds Ratio (OR) variabel independen terhadap variabel dependen.

Definisi operasional

Contoh adalah bayi perempuan maupun laki-laki berusia 0-6 bulan yang memenuhi kriteria inklusi

Karakteristik contoh adalah ciri khas yang dimiliki bayi meliputi umur, jenis kelamin dan berat badan.

Karakteristik keluarga adalah ciri khas yang dimiliki keluarga meliputi pendidikan, pendapatan, pekerjaan, besar keluarga dan umur ibu nifas.

Tingkat pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan yang diterima keluarga per bulan yang diperoleh melalui pekerjaan utama, pekerjaan tambahan, atau pemberian orang lain yang dinilai dalam rupiah kemudian dibagi dengan besar keluarga.

Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan contoh yang terdiri dari suami-isteri, suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan ankanya dengan sumber perolehan makanan yang sama.

Masa nifas adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan hingga alat-alat kandungan kembali seperti prahamil dengan lama masa nifas kurang lebih 6-8 minggu. Nifas di bagi dalam tiga periode yaitu puerperium dini, puerperium intermedial, dan remote puerperium. Puerperium dini merupakan kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan. Kepulihan menyeluruh alat-alat genital disebut puerperium intermedial. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna (Bahiyatun 2008).

Pendidikan orang tua adalah tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh orang tua dan dikategorikan menjadi tidak pernah sekolah, taman SD, tamat SMP, tamat SMA, dan tamat perguruan tinggi

Pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan orang tua meliputi tidak bekerja/IRT, petani, pedagang, buruh tani, buruh nontani, PNS/ABRI/polisi, jasa (tukang ojek, supir, calo, dll), pegawai swasta dan lainnya.

(18)

10

Makanan atau minuman prelakteal adalah makanan atau minuman yang diberikan kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar meliputi susu formula, susu non-formula, air putih, air gula (gula pasir/gula kelapa/gula aren), air tajin, air kelapa, sari buah, teh manis, madu, pisang, nasi/bubur, dan lainnya.

Makanan atau minuman tambahan selain ASI adalah makanan atau minuman yang diberikan kepada bayi setelah ASI keluar

PHBS adalah tingkat penerapan PHBS dalam rumah tangga dan dikategorikan menjadi rendah dan tinggi

Morbiditas adalah tingkat kesakitan yang terjadi pada bayi dari lahir sampai sekarang (saat penelitian) meliputi frekuensi, lama sakit serta kejadian sakit. Frekuensi sakit adalah banyaknya sakit yang diderita contoh dari lahir sampai saat wawancara penelitian yang dihitung dengan satuan “kali”.

Lama sakit adalah jumlah hari sakit contoh dari lahir sampai saat wawancara penelitian.

Kejadian sakit adalah pernah tidaknya sakit yang dialami contoh dari lahir sampai saat wawancara penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Kecamatan Ciampea

Kecamatan Ciampea berada di wilayah Kabupaten Bogor. Kecamatan ini memilki 13 desa antara lain Desa Ciampea Udik, Desa Cinangka, Desa Cibuntu, Desa Cicadas, Desa Tegal Waru, Desa Cibadak, Desa Ciampea, Desa Bojong Jengkol, Desa Cihideung Udik, Desa Cihideung Ilir, Desa Cibanteng, Desa Bojong Rangkas dan Desa Benteng. Luas Kecamatan Ciampea yaitu 3 072 678 Ha yang terdiri dari 476 RT 111 RW dengan jumlah penduduk 150 108 (75 588 laki-laki dan 74 520 perempuan) dan 41 780 KK. Laju pertumbuhan penduduk meningkat dari tahun 2010 (74 532 laki-laki dan 72 081 perempuan) sampai tahun 2013 (75 588 laki-laki dan 74 520 perempuan).

Sarana kesehatan yang ada di Kecamatan Ciampea antara lain 4 puskesmas, 2 puskesmas pembantu, 4 puskesmas keliling dan 3 poskesdas. Pembagian wilayah kerja puskesmas meliputi UPT Puskesmas Ciampea dengan wilayah kerjanya 4 desa, UPF Puskesmas Ciampea Udik dengan wilayah kerjanya 4 desa, UPF Puskesmas Cihideung Udik dengan wilayah kerjanya 2 desa, dan UPF Puskesmas Pasir dengan wilayah kerjanya 3 desa. Sumber Daya Manusia (SDM) di UPT Puskesmas Ciampea sebanyak 71 orang terdiri dari 6 orang dokter umum, 1 orang dokter gigi, 1 orang sarjana kesehatan masyarakat, 6 orang bidan puskesmas, 14 orang bidan desa, 14 orang perawat, 1 orang perawat gigi, 1 orang tenaga gizi, 2 orang sanitarian, 1 orang radiologi, 1 orang analis lab, 1 orang farmasi, 5 orang administrasi dan 17 sukwan.

(19)

11 Karakteristik Contoh

Umur dan Jenis Kelamin Contoh

Pada penelitian ini contoh yang diambil berusia 0-6 bulan dan dikelompokkan menjadi 1) 0-2 bulan dan 2) 3-6 bulan. Lebih dari separuh (58.9%) contoh berumur 3-6 bulan dan sebesar 41.1% contoh berumur 0-2 bulan. Jumlah contoh dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak (53.5%) dibandingkan jumlah contoh dengan jenis kelamin perempuan (46.4%).

Karakteristik Keluarga Contoh

Besar keluarga

Menurut UU No 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan ankanya. Rata-rata besar keluarga contoh yaitu 3.0±0.9. Sebagian besar (91.1%) keluarga contoh termasuk dalam kategori keluarga kecil (≤ 4 orang). Sebesar 5.4% termasuk dalam kategori keluarga sedang (5-6 orang) dan sebagian kecil (3.6%) termasuk dalam kategori keluarga besar (≥ 7 orang). Usia Ibu Contoh

Usia ibu contoh pada penelitian ini berkisar 17-44 tahun dan dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan penggolongan umur dalam WNPG (2004) antara lain: 1) 16-18 tahun, 2) 19-29 tahun dan 3) 30-49 tahun. Pada penelitian ini, rata-rata umur ibu contoh 25.3±6.1 tahun. Sebagian besar (76.8%) usia ibu berada pada kategori rentang umur 19-29 tahun, sebesar 17.9% berada pada kategori rentang umur 30-49 tahun dan sebesar 5.4% berada pada kategori rentang umur 16-18 tahun.

Pendidikan Orang tua

Pendidikan sangat penting dalam pembentukan perilaku dan pengambilan keputusan seseorang seperti keputusan pemberian ASI. Menurut Madanijah (2004), pendidikan ibu sangat penting dan akan berdampak positif pada kesehatan dan status gizi anak. Tingkat pendidikan orang tua contoh dibagi menjadi 5 kategori, yaitu: 0) tidak sekolah atau tidak tamat SD, 1) tamat SD atau sederajat 2) tamat SMP atau sederajat, 3) tamat SMA atau sederajat dan 4) tamat Perguruan Tinggi atau Akademi. Tingkat pendidikan tertinggi orang tua contoh adalah perguruan tinggi sebesar 1.8%. Persentase tamat SMA atau sederajat pada ayah (33.9%) lebih tinggi daripada ibu contoh (21.4%). Persentase tamat SD atau sederajat (32.1%) dan SMP atau sederajat (44.6%) pada ibu lebih besar daripada persentase tamat SD atau sederajat (25%) dan tamat SMP atau sederajat (39.3%) pada ayah. Namun secara keseluruhan sebagian besar pendidikan terakhir ayah dan ibu contoh adalah tamat SMP atau sederajat.

Pekerjaan Orang Tua

(20)

12

dan kurangnya waktu untuk beristirahat berpengaruh langsung terhadap kesehatan dan perkembangan anak karena anak membutuhkan waktu untuk berinteraksi bersama keluarga. Pekerjaan orang tua contoh dikategorikan menjadi pedagang, buruh tani, buruh non tani, PNS/ABRI/Polisi, jasa (tukang ojek, supir dan sebagainya), pegawai swasta, tidak bekerja/IRT dan lainnya. Sebesar 39.3% ayah contoh bekerja sebagai pedagang dan sebagian besar (89.3%) ibu contoh sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) atau tidak bekerja.

Pendapatan keluarga

Pendapatan dan struktur keluarga berpengaruh terhadap kesehatan. Orang yang termasuk dalam kelas sosial yang lebih rendah memiliki angka kesakitan lebih tinggi, penyakit yang lebih parah dan angka harapan hidup yang lebih rendah (Bastable 1999). Pendapatan keluarga dinyatakan dalam pendapatan/kapita/bulan dari anggota keluarga yang bekerja. Pendapatan per kapita merupakan hasil pembagian dari total pendapatan keluarga dengan jumlah anggota kelurga. Pendapatan per kapita dikategorikan menjadi dua yaitu miskin dan tidak miskin. Pengkategorian ini berdasarkan ketetapan garis kemiskinan menurut BPS (2012) untuk Propinsi Jawa Barat sebesar Rp231 438. Penduduk dikategorikan miskin apabila pendapatan dibawah garis kemiskinan. Pendapatan/kapita/bulan terendah sebesar Rp25 714 dan tertinggi Rp2 666 667. Sebesar 69.6% keluarga contoh memiliki pendapatan perkapita diatas garis kemiskinan Jawa Barat. Namun masih terdapat 30.4% keluarga contoh termasuk dalam kategori miskin dengan pendapatan per kapita di bawah garis kemiskinan. Sebagian besar (91.1%) besar keluarga contoh termasuk dalam kategori keluarga kecil sehingga pendapatan keluarga jika dibagi dengan jumlah keluarga maka lebih dari separuh pendapatan per kapita keluarga di atas garis kemiskinan.

Morbiditas

(21)

13 kemampuan pejamu menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, kondisi kesehatan umum, infeksi sebelumnya), 4) karakteristik patogen (cara penularan, daya tular, jumlah atau dosis mikroba) (WHO 2007). Persentase bayi yang pernah atau sedang menderita ISPA sebesar 66.1%.

Demam adalah suatu keadaan dimana suhu rektal lebih dari 38oC (100.4oF) (Schwartz 1996). Pada umumnya, ketika suhu tubuh naik, pembuluh darah di dalam kulit membesar dan kulit menjadi merah dan terasa panas. Dahi dan bagian atas perut anak merupakan titik yang menunjukkan bahwa anak demam (Sears W dan Sears M 2007). Persentase contoh yang menderita demam sebesar 25%. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan frekuensi lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari dan konsistensinya lembek atau cair. Diare dapat disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus), malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan lain-lain namun penyebab yang sering ada di lapangan yaitu infeksi dan keracunan. Diare dikategorikan menjadi dua antara lain diare akut atau diare yang berlangsung kurang dari 14 hari dan diare kronis atau diare yang berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes 2011). Persentase bayi yang pernah atau sedang menderita diare sebesar 14.3%.

Jenis penyakit selanjutnya yaitu penyakit kulit. Penyakit kulit bisa disebabkan oleh jamur, bakteri, serangga, alergi atau penyebab lainnya. Contoh jenis penyakit kulit antara lain scabies, kusta, bisul, cacar air, cacing gelang dan lain-lain. Penyakit kulit harus segera diobati karena dapat menular dari satu orang ke orang lain. Selain itu, kebersihan diri dan lingkungan harus ditingkatkan sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit ini (Heru 1993). Persentase penyakit kulit pada penelitian ini sebesar 7.1%. Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Penularan virus hepatitis B berupa darah, saliva, kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B, feses, urin dan lain-lain. Cara penularannya yaitu parenteral dan non parenteral. Parenteral yaitu terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo dan non parenteral karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus hepatitis B. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hepatitis B antara lain faktor pejamu (umur, jenis kelamin, mekanisme pertahanan tubuh, kebiasaan hidup dan pekerjaan), faktor agen dan faktor lingkungan. Gejala klinis terdiri atas tiga fase yaitu fase praikterik, fase ikterik dan fase penyembuhan (Siregar 2005). Sebagian kecil (3.6%) contoh menderita penyakit hepatitis B.

(22)

14

Tabel 1 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit yang pernah diderita

Jenis penyakit n %

ISPA 37 66.1

Demam 14 25.0

Diare 8 14.3

Penyakit kulit 4 7.1

Hepatitis B 2 3.6

DBD 1 1.8

Sariawan 1 1.8

Lama dan frekuensi sakit bayi 0-6 bulan cukup bervariasi tergantung dari jenis penyakit yang diderita. Lama dan frekuensi sakit dikategorikan berdasarkan median yaitu rendah jika fekuensi sakit ≤ median dan tinggi jika frekuensi sakit > median. Tabel 2 menunjukkan lama sakit bayi 0-6 bulan berdasarkan masing-masing jenis penyakit. Sebagian besar lama bayi menderita sakit termasuk dalam kategori rendah yaitu ISPA (57.1%), diare (85.7%), DBD (98.2%), sariawan (98.2%), penyakit kulit (92.9%), hepatitis B (96.4%) dan demam (75.0%). Selain itu, lebih dari separuh (58.9%). Total lama sakit dari semua jenis penyakit juga termasuk dalam kategori rendah sebesar 58.9%. Hal tersebut dikarenakan banyak bayi yang tidak menderita penyakit tersebut sehingga lama sakit sebanyak 0 hari yang kemudian dimasukkan ke dalam kategori rendah. Sebaran contoh menurut lama hari sakit berdasarkan jenis penyakit disajikan pada tabel dibawah ini.

Tabel 2 Sebaran contoh menurut kategori lama sakit

Jenis penyakit Nilai median ≤ median (rendah) > median (tinggi)

n % n %

(23)

15 Tabel 3 Sebaran contoh menurut kategori frekuensi sakit

Jenis penyakit Nilai median ≤ median > median

Berdasarkan WNPG (2004) angka kecukupan vitamin A ibu nifas mendapat tambahan sebesar 350 µg/hari pada 6 bulan pertama masa menyusui maupun pada 6 bulan kedua untuk memenuhi kebutuhan masa menyusui. Sedangkan angka kecukupan vitamin A untuk bayi 0-6 bulan sebesar 375 µg/hari. Jika asupan vitamin A ibu rendah maka vitamin A dalam ASI juga rendah. Kebutuhan dapat dipenuhi melalui asupan makanan yang tinggi vitamin A, suplementasi dan fortifikasi. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Permaesih (2009) menunjukkan bahwa pemberian 2 kapsul vitamin A dan minyak goreng fortifikasi yang diberikan secara bersama-sama dapat meningkatkan kadar retinol ASI dan cadangan vitamin A dalam hati. Pemberian kapsul vitamin A saja atau konsumsi minyak goreng yang difortifikasi saja dapat meningkatkan kadar retinol ASI dibandingkan dengan plasebo. Pemberian vitamin A dosis tinggi segera setelah melahirkan juga dapat meningkatkan konsentrasi vitamin A dalam ASI.

Banyak penelitian yang berhubungan dengan suplementasi vitamin A pada ibu nifas dan hasilnya terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan efek positif atau sebaliknya dari suplementasi vitamin A tersebut. Hasil penelitian Stoltzfus et al. (1993) menujukkan bahwa suplementasi vitamin A dosis tinggi pada ibu menyusui merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki status vitamin A pada ibu dan bayi. Selain itu, hasil penelitian Basu et al. (2003) menyatakan bahwa suplementasi vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas di India dapat menurunkan morbiditas pada bayi. Penelitian Roy et al. (1997) menyatakan bahwa suplementasi vitamin A pada ibu malnutrisi dapat meningkatkan konsentrasi retinol ASI untuk bayi dan menurunkan lamanya infeksi saluran pernapasan dan demam pada bayi yang disusui.

(24)

16

menurunkan risiko terjadinya penyakit infeksi, morbiditas dan mortalitas pada bayi. Namun terdapat beberapa penelitian yang tidak menunjukkan efek positif dari suplementasi vitamin A. Hasil penelitian Newton et al. (2005) menunjukkan bahwa tidak ditemukan pengaruh suplementasi vitamin A pada ibu nifas dan bayi terhadap respon imun tubuh untuk vaksin tetanus dan polio. Selain itu, Malaba et al. (2005) menyatakan bahwa suplementasi vitamin A pada ibu nifas atau bayi tidak dapat menurunkan mortalitas bayi pada wanita negatif HIV dengan status vitamin A yang cukup. Penelitian Ayah et al. (2007) juga menunjukkan bahwa suplementasi vitamin A pada ibu nifas tidak dapat meningkatkan serum retinol dan simpanan pada bayi.

Peningkatan morbiditas dan mortilitas pada anak-anak di negara berkembang berhubungan dengan defisiensi vitamin A (Kjolhede dan Beisel 1996). Faktor utama penyebab anak mengalami defisiensi vitamin A adalah ibu mengalami defisiensi vitamin A sehingga vitamin A yang terkandung dalam ASI juga rendah, bayi sering menderita sakit, ketidakmampuan mengabsorpsi, kehilangan nafsu makan serta peningkatan kebutuhan. Defisiensi vitamin A pada ibu dikarenakan asupan makanan yang rendah vitamin A dan tingginya angka kelahiran yang disertai dengan lamanya menyusui bayi (Miller et al. 2002).

Program suplementasi vitamin A bagi ibu nifas sudah dijalankan di Kecamatan Ciampea. Jumlah kapsul vitamin A yang diberikan berjumlah 1 atau 2 kapsul. Kurang dari separuh (42.9%) vitamin A diberikan sebanyak 2 kapsul kepada ibu contoh. Hal tersebut dikarenakan terdapat beberapa kendala yang dihadapi menurut petugas kesehatan setempat. Kendala tersebut antara lain stok terbatas, kurangnya pengetahuan pihak yang diamanatkan untuk membagikan kapsul vitamin A tentang jumlah kapsul yang seharusnya diberikan. Selain itu, program ini juga mengalami kendala seperti banyak ibu yang melahirkan bayi di dukun, kurangnya pengetahuan ibu nifas tentang kapsul vitamin A, kurangnya sosialisasi tentang suplementasi vitamin A pada ibu nifas, dan bidan sering lupa untuk memberikan kapsul tersebut.

Kapsul vitamin A tersebut diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Jumlah kapsul yang diberikan disesuaikan dengan jumlah bayi dan ibu nifas yang membutuhkan sehingga untuk stok kapsul vitamin A tersebut diharapkan cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi dan ibu nifas. Kapsul vitamin tersebut diterima oleh Puskesmas Induk Ciampea, kemudian dibagikan kepada bidan dan kader masing-masing desa. Keaktifan dan komunikasi antar tenaga kesehatan sangat diperlukan untuk kelancaran program ini karena pembagian kapsul vitamin A sangat tergantung kepada bidan dan kader masing-masing desa. Jika stok habis maka bidan bisa meminta tambahan kapsul vitamin A baik untuk bayi maupun ibu nifas kepada ahli gizi di Puskesmas Induk sehingga kebutuhan suplemen vitamin A selalu terpenuhi. Namun, dari beberapa kasus ditemukan bahwa stok untuk beberapa desa masih kurang atau terbatas dikarenakan kurangnya keaktifan petugas kesehatan desa tersebut untuk meminta kapsul tambahan di Puskesmas Induk padahal disana tersedia banyak.

(25)

17 suplemen vitamin A dilakukan oleh Bidan Desa dan Kader Posyandu. Sebagian besar pemberian suplemen vitamin A dilakukan oleh bidan (89.3%), namun hanya 12.5% dari bidan atau kader yang menjelaskan manfaat atau waktu minum suplemen vitamin A. Menurut Depkes (2009b), sosialisasi mengenai suplementasi vitamin A sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif. Penyebarluasan informasi tentang program suplementasi vitamin A hendaknya dilakukan sebelum bulan vitamin A (Februari dan Agustus) dengan tujuan agar dapat meningkatkan cakupan pemberian kapsul vitamin A.

Lebih dari separuh (55.4%) ibu contoh mengaku merasakan manfaat dari konsumsi suplemen vitamin A tersebut. Manfaat yang dirasakan seperti kesehatan ibu cepat pulih setelah melahirkan, namun manfaat secara langsung untuk bayi belum dirasakan oleh ibu. Keseluruhan ibu contoh (100%) tidak pernah mengonsumsi suplemen vitamin A dari luar program. Penyimpanan kapsul vitamin A yang benar sebaiknya dengan menjauhkan kapsul dari sinar matahari langsung, disimpan di tempat sejuk, kering dan tidak lembab serta botol kemasan ditutup rapat.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan pelaksanaan program suplementasi vitamin A

Suplementasi vitamin A n %

Jumlah vitamin A yang diberikan:

1 kapsul 32 57.1

2 kapsul 24 42.9

Total 56 100

Jumlah vitamin A yang dikonsumsi:

1 kapsul 33 58.9

2 kapsul 23 41.1

Total 56 100

Alasan mengonsumsi vitamin A:

Disuruh Bidan atau Kader 53 94.6

Mengetahui manfaatnya 3 5.4

Total 56 100

Sumber didapatkan vitamin A:

Bidan 50 89.3

Kader 6 10.7

Total 56 100

Pesan yang disampaikan:

Tidak ada pesan yang disampaikan 49 87.5 Dijelaskan waktu minum atau manfaatnya 7 12.5

Total 56 100

Manfaat suplemen vitamin A:

Merasakan manfaatnya 31 55.4

Tidak merasakan manfaatnya 25 44.6

Total 56 100

Konsumsi vitamin A non program: 0 0

Total 0 0

(26)

18

ibu nifas yang diberikan vitamin A cukup bagus. Persentase cakupan program suplementasi vitamin A pada ibu nifas di Kecamatan Ciampea pada tahun 2012 sebesar 85.8%. Persentase tersebut sudah melebihi rata-rata cakupan suplementasi vitamin A Kabupaten Bogor yaitu sebesar 78.6% (Dinkes 2012). Target yang ditetapkan oleh Rencana Strategis Depkes mengenai cakupan suplementasi vitamin A sebesar 80% (Depkes 2009b). Data tersebut menujukkan bahwa cakupan suplementasi vitamin A pada ibu nifas di Kecamatan Ciampea sudah melebihi target yang ditetapkan. Data Riskesdas (2010) menunjukkan bahwa pada pasca persalinan atau masa nifas, ibu yang mendapat kapsul vitamin A hanya 52.2 persen dengan persentase tertinggi adalah provinsi Jawa Tengah (65.8%) sedangkan Sumatera Utara menunjukkan persentase yang paling rendah (33.2%). Sementara untuk Jawa barat sebesar 51.4%. Berdasarkan tingkat pendidikan, cakupan ibu nifas yang tidak sekolah mendapat kapsul vitamin A hanya 31% dibanding yang tamat PT (62.5%). Demikian pula kesenjangan yang cukup lebar antara ibu nifas di perkotaan dan perdesaan dimana cakupan suplementasi vitamin A di perkotaan (56.9%) lebih besar daripada di perdesaan (47.3%).

Hubungan Riwayat Pemberian ASI dengan Morbiditas

Inisiasi Menyusui Dini (IMD)

IMD yaitu proses membiarkan bayi menyusu sendiri setelah kelahiran dengan cara bayi diletakkan di dada ibunya kemudian bayi mencari sendiri puting ibunya. IMD memilki manfaat diantaranya dapat mengurangi perdarahan pada ibu serta kontak langsung antara ibu dan anak dapat meningkatkan kasih sayang (Yuliarti 2010). Data hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh (51.8%) ibu contoh tidak melakukan IMD dan sebesar 48.2% ibu contoh yang melakukan IMD. Sebagian besar (87.5%) ibu memberikan ASI pertama pada waktu lebih dari 30 menit (>30 menit) setelah melahirkan. Menurut Depkes RI (2008), menyusui bayi 30 menit segera setelah melahirkan dapat mencegah pendarahan dan merangsang ASI cepat keluar.

Berdasarkan hasil penelitian Fikawati dan Syafiq (2003), ibu yang tidak memberikan immediate breastfeeding (menyusui segera ≤30 menit setelah melahirkan) berisiko memberikan makanan atau minuman pralakteal 1.8 kali sampai 5.3 kali lebih besar dibandingkan ibu yang immediate breastfeeding. Juga ditemukan bahwa ibu yang memberikan immediate breastfeeding 2 sampai 8 kali lebih besar kemungkinannya untuk memberikan ASI secara eksklusif sampai 4 bulan dibandingkan dengan ibuyang tidak immediate breastfeeding.

(27)

19 Hal tersebut diduga bahwa sebagian besar (87.5%) ibu memberikan ASI pertama pada waktu lebih dari 30 menit (>30 menit) setelah melahirkan padahal menurut Depkes (2008), menyusui bayi 30 menit segera setelah melahirkan dapat mencegah pendarahan, merangsang ASI cepat keluar dan meningkatkan durasi menyusui sehingga dapat mengurangi morbiditas. Menurut Edmond et al. (2006), risiko morbiditas dan mortalitas neonatal dan bayi bisa dicegah dengan IMD dan menyusui eksklusif selama 6 bulan. Menurut Clemens et al. (1999), IMD dapat menurunkan risiko tertelannya patogen infeksius

Pemberian Kolostrum

Kolostrum merupakan cairan kekuningan yang pertama kali keluar. Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama immunoglobulin A (IgA) untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi seperti diare, mengandung protein dan vitamin A yang tinggi, serta mengandung karbohidrat dan lemak yang rendah sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran bayi (Yuliarti 2010). Sebagian besar (94.6%) ibu contoh memberikan kolostrum kepada bayinya dan hanya sebagian kecil (5.4%) ibu yang tidak memberikan kolostrum dikarenakan ibu menganggap kolostrum merupakan ASI yang kotor dan basi.

Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian kolostrum dengan lama dan frekuensi sakit dari masing-masing jenis penyakit serta kejadian sakit (pernah tidaknya sakit) dengan nilai p>0.05. Selain itu, dilakukan pula uji Chi-Square dari masing-masing variabel independen terhadap lama dan frekuensi sakit dari gabungan semua jenis penyakit. Hasil uji

Chi-Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pemberian kolostrum dengan lama dan frekuensi sakit dari gabungan frekuensi dan lama sakit semua jenis penyakit (p>0.05).

Kolostrum sangat baik diberikan kepada bayi karena mengandung zat kekebalan terutama immunoglobulin A (IgA) untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi, mengandung protein dan vitamin A yang tinggi, serta mengandung karbohidrat dan lemak yang rendah sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran bayi (Yuliarti 2010). Namun, faktor hygiene dalam pemberian kolostrum maupun ASI juga harus diperhatikan karena meskipun diberikan kolostrum, kemungkinan contoh tertular penyakit terutama penyakit infeksi tetap ada jika praktek hygiene ibu contoh buruk.

ASI Eksklusif

(28)

20

eksklusif sebesar 70% dalam setahun (Kemenkes 2012). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Gulo (2002) yang menyebutkan bahwa persentase pemberian ASI eksklusif di Desa Cibanteng, Kecamatan Ciampea sangat rendah sebesar 7.9%. Sebagian besar alasan tidak diberikan ASI eksklusif karena ASI belum keluar atau asi sedikit (40.4%), bayi sering menangis dan ibu menganggap ASI saja tidak cukup sehingga diberikan makanan atau minuman selain ASI (36.2%). Selain itu alasan tidak diberikan ASI eksklusif antara lain karena puting terlalu kecil (4.3%), ibu bekerja atau sibuk (8.5%), serta ibu atau bayi sakit (10.6%).

Hasil penelitian Gulo (2002) pada anak umur 0-24 bulan di Desa Cibanteng, Kecamatan Ciampea menyatakan bahwa alasan ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif antara lain ASI saja kurang untuk bayi, ibu sakit, anak menangis terus karena lapar, ibu keluar rumah atau bepergian, dan karena tidak tahu tentang ASI eksklusif. Menurut Calder dan Jackson (2000), penyebab utama morbiditas dan mortalitas di negara berkembang adalah gizi kurang dan infeksi. ASI mengandung komponen yang baik bagi bayi sehingga ASI eksklusif sebaiknya diberikan pada bayi 0-6 bulan. Menurut Roesli (2000), angka kesakitan (morbiditas) bayi yang menerima ASI eksklusif lebih rendah daripada bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif.

Menyusui predominan adalah menyusui bayi tetapi pernah memberikan sedikit air atau minuman berbasis air seperti teh sebagai minuman prelakteal sebelum ASI keluar. Persentase ibu contoh yang menyusui predominan sebesar 10.7%. Sedangkan menyusui parsial adalah menyusui bayi serta diberikan makanan buatan selain ASI sebelum bayi berusia enam bulan, baik susu formula, bubur atau makanan lainnya baik diberikan secara kontinyu maupun diberikan sebagai makanan prelakteal. Sebanyak 73.2% contoh menyusui parsial.

Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan lama dan frekuensi masing-masing jenis penyakit serta kejadian sakit (p>0.05). Padahal menurut Kemenkes (2010), pemberian ASI eksklusif dapat memberikan perlindungan kepada bayi dan memperkecil risiko beberapa jenis penyakit seperti diare, ISPA, dan penyakit alergi. Selain itu, dilakukan pula uji Chi-Square dari masing-masing variabel independen terhadap lama dan frekuensi sakit dari gabungan semua jenis penyakit. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan lama dan frekuensi sakit gabungan semua jenis penyakit (p>0.05).

(29)

21 keluarga yang memilki kebiasaan mengonsumsi buah dan sayur setiap hari hanya sebesar 5.4%.

Menurut Miller et al. (2002) sejak hamil sebaiknya ibu mengatur dietnya agar kebutuhan vitamin A dapat terpenuhi karena faktor utama penyebab anak mengalami defisiensi vitamin A adalah ibu mengalami defisiensi vitamin A sehingga vitamin A yang terkandung dalam ASI juga rendah yang dapat menyebabkan bayi sering menderita sakit, ketidakmampuan mengabsorpsi, kehilangan nafsu makan serta peningkatan kebutuhan. Defisiensi vitamin A pada ibu dikarenakan asupan makanan yang rendah vitamin A dan tingginya angka kelahiran yang disertai dengan lamanya menyusui bayi. Selain itu diduga faktor umur karena umur bayi dalam penelitian ini berbeda-beda namun berada pada rentang umur 0-6 bulan. Menurut Anies dalam Harahap (2012) menyebutkan bahwa semakin bertambah umur bayi maka frekuensi terserang diare, batuk, pilek dan panas semakin meningkat. Selain itu diduga karena jumlah bayi yang diberikan ASI eksklusif sedikit (16.1%) dan sebaran data morbiditas terkumpul dalam satu kategori yaitu morbiditas rendah sehingga tidak terlihat hubungannya terhadap morbiditas. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Pratiwi (2008) yang menyebutkan bahwa tidak ditemukan perbedaan frekuensi dan lama ISPA pada subjek yang diberi ASI eksklusif dan non ASI eksklusif di Kecamatan Genuk selama satu bulan pengamatan.

Tabel 5 Sebaran contoh menurut riwayat pemberian ASI

Riwayat pemberian ASI n %

Pelaksanaan IMD:

Ya 27 48.2

Tidak 29 51.8

Total 56 100

Waktu pemberian ASI pertama kali:

≤30 menit 7 12.5

Menyusui eksklusif 9 16.1

Menyusui predominan 6 10.7

Menyusui parsial 41 73.2

Total 56 100

Kendala menyusui eksklusif:

Puting terlalu kecil 2 4.3

Asi belum keluar/sedikit 19 40.4

Ibu bekerja/sibuk 4 8.5

Bayi menangis dan ibu menganggap ASI saja tidak cukup 17 36.2

Ibu/bayi sakit 5 10.6

(30)

22

Pemberian Prelakteal

Makanan atau minuman prelakteal merupakan makanan atau minuman yang diberikan kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar (Kemenkes 2010). Hampir separuh (44.6%) contoh diberi makanan atau minuman prelakteal sebelum ASI keluar. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan Kemenkes (2010) yang menyatakan bahwa sebesar 44.7% bayi umur 0-5 bulan diberi makanan prelakteal. Jenis makanan atau minuman prelakteal yang sering diberikan antara lain susu formula (56%), madu (44%), kopi (16%), pisang (12%), air putih (12%) dan teh (8%). Sebagian besar (72%) alasan diberi makanan atau minuman prelakteal adalah karena ASI belum keluar. Hampir separuh (40%) pemberian makanan atau minuman prelakteal karena inisiatif sendiri, 36% dianjurkan keluarga dan 24% dianjurkan petugas kesehatan. Pada penelitian ini, petugas kesehatan menyarankan memberikan makanan atau minuman prelakteal dikarenakan ibu contoh tidak memungkinkan untuk memberikan ASI. Contoh kasus yang ditemukan seperti ASI tidak keluar dalam waktu beberapa hari pertama meskipun sudah diusahakan dan juga ibu sakit sehingga tidak dapat menyusui.

Pemberian makanan atau minuman prelakteal berbahaya bagi bayi karena sering mengandung kuman yang bisa membuat bayi sakit. Selain itu, saluran pencernaan bayi belum cukup kuat untuk mencernakan makanan atau minuman selain ASI (Depkes 1997). Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian makanan atau minuman prelakteal dengan lama dan frekuensi sakit dari masing-masing jenis penyakit serta kejadian sakit (pernah tidaknya sakit) dengan nilai p>0.05. Selain itu, dilakukan pula uji Chi-Square dari masing-masing variabel independen terhadap lama dan frekuensi sakit dari gabungan semua jenis penyakit. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pemberian makanan atau minuman prelakteal dengan lama dan frekuensi sakit dari gabungan frekuensi dan lama sakit semua jenis penyakit (p>0.05)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh yang tidak diberikan makanan atau minuman prelakteal tetap memilki kemungkinan mengalami sakit dengan morbiditas tinggi. Menurut Darmadi (2008), proses terjadinya penyakit disebabkan oleh tiga faktor yang saling berinteraksi antara lain faktor penyebab penyakit (agen), faktor manusia (host), dan faktor lingkungan. Tabel 8 menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil (19.6%) ibu contoh yang memilki kebiasaan mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum menyusui. Pada kondisi tersebut proses penularan penyakit mudah terjadi. Selain itu, penularan penyakit bisa terjadi jika contoh sering kontak dengan orang yang menderita penyakit seperti ISPA, penyakit kulit, hepatitis B dan penyakit lainnya.

Pemberian Makanan atau Minuman Tambahan Selain ASI

(31)

23 Selain itu, pemberian makanan lain akan mengganggu produksi ASI dan mengurangi kemampuan bayi untuk menghisap. Sebagian besar (39.5%) alasan diberikan makanan atau minuman tambahan tersebut adalah karena bayi sering menangis dan ibu menganggap ASI saja tidak cukup. Jenis makanan atau minuman yang sering diberikan adalah bubur (31.9%) dan susu formula (29%).

Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian makanan atau minuman tambahan selain ASI dengan lama dan frekuensi sakit dari masing-masing jenis penyakit serta kejadian sakit (pernah tidaknya sakit) dengan nilai p>0.05. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pemberian makanan atau minuman tambahan selain ASI terhadap lama sakit semua jenis penyakit (p=0.032), namun tidak terdapat hubungan antara pemberian makanan atau minuman tambahan selain ASI dengan frekuensi sakit semua jenis penyakit (p>0.05).

Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa meskipun bayi tidak diberi makanan atau minuman tambahan selain ASI, kemungkinan menderita penyakit seperti yang telah disebutkan diatas tetap ada atau sebaliknya. Hal ini diduga karena hanya sebagian kecil (19.6%) ibu contoh yang mencuci tangan menggunakan air bersih dan sabun sebelum menyusui dan hanya 33.9% ibu contoh yang mencuci tangan menggunakan air bersih dan sabun sebelum dan sesudah memegang makanan. Faktor umur bayi yang tidak homogen, kekebalan tubuh bayi, faktor frekuensi pemberian dan jenis makanan atau minuman tambahan selain ASI serta faktor pejamu, patogen dan vektor penyakit diduga juga dapat mempengaruhi morbiditas.

Tabel 6 Sebaran contoh menurut riwayat pemberian makanan prelakteal dan makanan tambahan

Riwayat pemberian makanan prelakteal dan tambahan n % Pemberian makanan/minuman prelakteal:

Alasan pemberian makanan/minuman prelakteal:

Asi belum keluar 18 72

Ibu/bayi sakit 3 12

Tradisi/kepercayaan 2 8

Agar bayi tidak menangis 1 4

Belajar memperkenalkan makanan tambahan sejak dini 1 4

Total 25 100

Pemberian makanan/minuman tambahan selain ASI:

Ya 43 76.8

Tidak 13 23.2

(32)

24

Lama dan Frekuensi Menyusui

Rata-rata bayi menyusui selama 26.6±17.7 menit dan rata-rata frekuensi menyusui dalam sehari sebanyak 12.3±1.4 kali. Menurut Depkes (2007a), menyusui bayi sebaiknya dilakukan sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan dan setiap bayi menginginkan. Selain itu, menyusui hendaknya dilakukan secara bergantian antara kedua payudara sampai kosong hingga bayi tenang dan puas biasanya ±10 menit. Menurut Soetjiningsih (1997), sebaiknya menyusui dilakukan tanpa dijadwal (on demand) karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam.

Riwayat Kehamilan

Jumlah kehamilan ibu contoh berkisar antara 1-6 kali. Lebih dari separuh (55.4%) ibu contoh baru pertama kali hamil, 33.9% ibu contoh dengan 2 kali kehamilan dan 10.8% ibu contoh yang hamil ≥ 3 kali. Dilihat dari jumlah persalinan, ibu contoh yang memilki jumlah persalinan 1 kali sebanyak 57.1%, 2 kali persalinan sebanyak 33.9% dan ≥ 3 kali persalinan sebanyak 9%. Sebanyak 7.1% ibu contoh pernah mengalami keguguran dengan frekuensi sebanyak satu kali. Menurut Miller et al. (2002), angka kelahiran dapat mempengaruhi status vitamin A pada ibu. Angka kelahiran yang tinggi disertai lamanya menyusui bayi serta asupan makanan yang rendah vitamin A dapat menyebabkan defisiensi vitamin A pada ibu.

Tabel 7 Sebaran ibu contoh berdasarkan riwayat kehamilan, persalinan dan keguguran

Riwayat kehamilan, persalinan dan keguguran Jumlah

n %

Jumlah kehamilan

• 1 kali 31 55.4

• 2 kali 19 33.9

• ≥ 3 kali 6 10.8

Total 56 100

Jumlah persalinan

• 1 kali 32 57.1

• 2 kali 19 33.9

• ≥ 3 kali 5 9

Total 56 100

Riwayat keguguran

• Pernah 4 7.1

• Tidak pernah 52 92.9

Total 56 100

Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan Morbiditas

(33)

25 penelitian ini terdapat 10 indikator PHBS yang dikembangkan menjadi 15 pertanyaan. Sebagian besar (64.3%) PHBS keluarga contoh termasuk dalam kategori tinggi atau baik dan sebesar 35.7% tergolong dalam kategori rendah. Berdasarkan tabel 8 terdapat 5 item pertanyaan tentang PHBS yang lebih dari separuh belum diterapkan oleh keluarga contoh meliputi 1) pemberian ASI eksklusif, 2) kebiasaan ibu mencuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah memegang makanan, 3) kebiasaan ibu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum menyusui bayi, 4) kebiasaan membersihkan jamban secara teratur dan 5) kebiasaan makan sayur dan buah setiap hari.

Tabel 8 Sebaran contoh menurut indikator PHBS

No Pertanyaan n %

1 Persalinan anak terakhir ditolong oleh tenaga kesehatan

51 91.1 2 Ibu memberikan ASI eksklusif dari lahir sampai

sekarang (saat penelitian)

9 16.1 3 Ibu menimbang bayi setiap bulan 48 85.7 4 Air berasal dari air kemasan, air ledeng, air pompa,

sumur terlindung, mata air terlindung

51 91.1 5 Sumber air berjarak minimal 10 m dari sumber

pencemaran seperti tempat penampungan kotoran,limbah, kandang ternak

43 76.8

6 Ibu selalu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum dan sesudah memegang makanan

19 33.9 7 Ibu selalu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

sesudah BAB dan mencebok bayi

41 73.2 8 Ibu selalu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

sebelum menyusui bayi

11 19.6 9 Keluarga memilki jamban pribadi di rumah 43 76.8 10 Keluarga memiliki kebiasaan BAB di WC/jamban di

rumah

43 76.8 11 Jamban dibersihkan secara teratur 21 37.5 12 Ibu menguras bak mandi minimal sekali seminggu 48 85.7 13 Keluarga makan sayur dan buah setiap hari 3 5.4 14 Keluarga melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit

setiap hari, seperti menyapu, mengepel, mencuci, berkebun dan lainnya

56 100

15 Anggota keluarga tidak merokok di dalam rumah 32 57.1

Menurut Depkes (2007b), setiap persalinan harus dibantu oleh tenaga kesehatan agar keselamatan ibu dan bayi lebih terjamin. Selain itu, peralatan yang digunakan lebih aman, bersih dan steril sehingga mencegah terjadinya infeksi dan bahaya kesehatan lainnya. Apabila terdapat kelainan maka akan cepat diketahui oleh tenaga kesehatan sehingga dapat langsung ditolong atau dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit. Persentase ibu contoh yang ditolong oleh tenaga kesehatan pada persalinan bayi terakhir cukup tinggi sebesar 91.1%.

(34)

26

Kesehatan merekomendasikan pada ibu untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya. Sesudah umur 6 bulan bayi baru dapat diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan tetap memberikan ASI sampai minimal umur 2 tahun (Kemenkes 2010). Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa persentase ibu yang memberikan ASI eksklusif hanya 16.1%. Hal tersebut dikarenakan banyak ibu yang memberikan makanan atau minuman prelakteal dan makanan atau minuman tambahan selain ASI sebelum bayi berumur 6 bulan.

Penimbangan bayi perlu dilakukan setiap bulan untuk memantau pertumbuhan dan perkembangannya. Pada penelitian ini, persentase ibu yang menimbang bayinya setiap bulan sebesar 85.7%. Indikator PHBS selanjutnya yaitu mengenai penggunaan air. Dalam penelitian ini, indikator tersebut dikembangkan menjadi dua pernyataan. Sebesar 91.1% keluarga contoh menggunakan air bersih yang berasal dari sumur terlindung dan sebesar 76.8% keluarga contoh memiliki sumber air berjarak minimal 10 meter dari sumber pencemaran seperti tempat penampungan kotoran, limbah serta kandang ternak. Menurut Depkes (2007b), penggunaan air bersih bermanfaat bagi kesehatan seperti terhindar dari penyakit dan kebersihan anggota keluarga terpelihara.

Kebiasaan mencuci tangan dengan air bersih dan sabun perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Indikator tersebut dalam penelitian ini dikembangkan menjadi tiga pernyataan. Ibu contoh yang memilki kebiasaan mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun sebelum dan sesudah memegang makanan sebesar 33.9% dan sebelum menyusui sebesar 19.6%. Namun persentase kebiasaan ibu contoh untuk mencuci tangan menggunakan air bersih dan sabun setelah buang air besar (BAB) atau mencebok bayi cukup tinggi sebesar 73.2%. Tangan dapat menjadi vektor berpindahnya kuman. Oleh karena itu tangan sebaiknya selalu dalam keadaan bersih. Mencuci tangan sebaiknya menggunakan air bersih dan sabun karena jika air tidak bersih maka kuman dan bakteri penyebab penyakit dapat berpindah ke tangan sehingga kuman tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan penyakit. Sabun dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman.

Indikator penggunaan jamban sehat dikembangkan menjadi tiga pernyataan dalam penelitian ini. Menurut Depkes (2007b), jamban merupakan suatu ruangan dimana terdapat fasilitas pembuangan kotoran manusia yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya. Lebih dari separuh (76.8%) keluarga contoh memilki jamban pribadi di rumah dan memiliki kebiasaan buang air besar (BAB) di jamban, namun hanya sebesar 37.5% keluarga yang memiliki kebiasaan membersihkan jamban secara teratur.

Salah satu cara untuk membersihkan jentik nyamuk dirumah adalah dengan menguras bak mandi minimal seminggu sekali. Persentase keluarga yang menguras bak mandi minimal seminggu sekali sebesar 85.7%. Indikator PHBS selanjutnya yaitu kebiasaan keluarga makan sayur dan buah setiap hari. Anggota keluarga diharapkan mengonsumsi 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya setiap hari. Persentase keluarga yang memilki kebiasaan mengonsumsi buah dan sayur setiap hari masih rendah sebesar 5.4%. Hal tersebut diduga karena konsumsi buah di desa tersebut hanya mengandalkan penjual buah keliling yang tidak setiap hari berjualan di desa tersebut.

(35)

27 menyebabkan pengeluaran tenaga sehingga bermanfaat untuk pemeliharaan kesehatan fisik, mental dan mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari dimana aktivitas tersebut dapat berupa kegiatan sehari-hari seperti bejalan kaki, berkebun, mencuci piring dan sebagainya (Depkes 2007b). Seluruh (100%) keluarga contoh melakukan aktivitas fisik sekurangnya 30 menit setiap hari.

Merokok di dalam rumah sebaiknya tidak dilakukan apalagi di dalam rumah karena rokok mengandung bahan kimia berbahaya seperti nikotin, tar dan carbon monoksida (CO). Lebih dari separuh (57.1%) anggota keluarga contoh tidak merokok di dalam rumah.

Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara PHBS dengan kejadian sakit, lama dan frekuensi ISPA, diare, DBD, sariawan, penyakit kulit, hepatitis B dan demam (p p>0,05). Selain itu, dilakukan pula uji

Chi-Square dari masing-masing variabel independen terhadap lama dan frekuensi sakit dari gabungan semua jenis penyakit. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara PHBS dengan lama dan frekuensi sakit dari gabungan frekuensi dan lama sakit semua jenis penyakit (p>0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan Jayanti et al. (2011) yang menunjukkan bahwa PHBS berhubungan positif dengan status gizi, namum tidak berhubungan dengan kejadian sakit.

Hubungan jumlah konsumsi suplemen vitamin A dengan Morbiditas

Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah konsumsi suplemen vitamin A dengan kejadian sakit (pernah tidaknya sakit) dengan nilai p=0.040 namun tidak ada hubungan dengan frekuensi dan lama sakit dari masing-masing jenis penyakit (p>0.05). Selain itu, dilakukan pula uji

Chi-Square dari masing-masing variabel independen terhadap lama dan frekuensi sakit dari gabungan semua jenis penyakit. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah konsumsi vitamin A dengan lama dan frekuensi sakit dari gabungan frekuensi dan lama sakit semua jenis penyakit (p>0.05).

Rata-rata contoh yang ibu nya mengonsumsi 1 kapsul suplemen vitamin A mengalami morbiditas rendah lebih banyak daripada contoh yang ibu nya mengonsumsi 2 kapsul suplemen vitamin A. Hal ini diduga bahwa vitamin A mempunyai cadangan yang disimpan di dalam hati. Dalam keadaan normal, cadangan vitamin A dalam hati dapat bertahan hingga enam bulan. Asam retinoat akan diabsorpsi jika tubuh mengalami kekurangan konsumsi vitamin A (Almatsier 2004).

Hubungan Praktek Imunisasi dengan Morbiditas

(36)

28

menurunkan angka morbiditas, mortalitas dan kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Hidayat 2008). Jadwal pemberian imunisasi pada bayi 0-6 bulan meliputi usia 0 bulan (HB0), 1 bulan (BCG, polio 1), 2 bulan (DPT/HB kombo 1, polio 2), 3 bulan (DPT/HB kombo 2, polio 3), 4 bulan (DPT/HB kombo 3, polio 4) (Depkes RI 2008). Sebagian besar (92.9%) contoh diimunisasi namun hanya 26.9% diimunisasi lengkap berdasarkan umur masing-masing contoh. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan antara lain bayi sakit saat akan diimunisasi, ibu malas ke posyandu, ibu sibuk atau ibu sering lupa dengan jadwal posyandu.

Tabel 9 Sebaran contoh menurut kelengkapan imunisasi Pemberian Imunisasi n %

Ya 52 92.9

• Lengkap 14 26.9

• Tidak lengkap 38 73.1

Tidak 4 7.1

Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada hubungan antara praktek pemberian imunisasi dengan lama dan frekuensi penyakit hepatitis B dengan nilai p=0.017. Menurut Depkes (2009a), imunisasi hepatitis B dapat mencegah penularan penyakit hepatitis B dan kerusakan hati. Namun tidak terdapat hubungan dengan kejadian sakit, lama dan frekuensi penyakit ISPA, demam, diare, DBD, sariawan dan penyakit kulit (p>0.05). Selain itu, tidak terdapat pula hubungan antara kelengkapan imunisasi dengan kejadian sakit, lama dan frekuensi ISPA, demam, diare, DBD, sariawan, hepatitis B dan penyakit kulit (p>0.05). Dilakukan pula uji Chi-Square dari masing-masing variabel independen terhadap lama dan frekuensi sakit dari gabungan semua jenis penyakit. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kelengkapan imunisasi dengan lama sakit (p=0.016), namun tidak terdapat hubungan antara kelengkapan imunisasi dengan frekuensi sakit serta pemberian imunisasi dengan lama dan frekuensi sakit (p>0.05).

Hal ini diduga bahwa meskipun contoh diberi imunisasi namun waktu pemberian imunisasi tidak sesuai dengan umur dikarenakan bayi sakit atau ada faktor lain. Menurut Sadono et al. (2005), bayi yang tidak mendapatkan imunisasi sesuai umur berisiko menderita ISPA. Selain itu karena daya tahan tubuh tiap anak berbeda-beda dalam menangkal suatu penyakit. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Layuk et al. (2003) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA. Menurut Marhamah et al. (2013), tingginya kejadian ISPA meskipun pada individu yang telah menerima imunisasi lengkap disebabkan karena belum ada vaksin yang dapat mencegah ISPA secara langsung. Kemampuan tubuh anak dalam menangkal suatu penyakit dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor genetik dan kualitas vaksin.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran suplementasi vitamin A pada ibu nifas dengan  morbiditas bayi
Tabel 2 Sebaran contoh menurut kategori lama sakit
Tabel 3  Sebaran contoh menurut kategori frekuensi sakit
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan pelaksanaan program suplementasi vitamin A
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penurunan gaya yang dialami segmen tubuh pada aktivitas pengambilan wajan adalah sebagai berikut:.. i.Penurunan komponen gaya FM pada tangan kiri

[r]

Penelitian ini bertujuan membangun sebuah algortima teknik menyembunyikan informasi ke dalam dokumen digital dan mengekstraksinya dengan Watermarking menggunakan metode DCT

Metode pengumpulan data ini dilakukan dengan mempelajari jurnal-jurnal penelitian dan buku-buku tentang persediaan bahan baku dalam mengoptimalkan total biaya persediaan

menunjukkan bahwa koefisien reliabilitas tes termasuk dalam kategori (0,800-1,000), maka instrument dinyatakan memiliki reliabilitas yang tinggi. Dengan demikian dapat

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta. Jumlah populasi mahasiswa Magister Manajemen FE

Oleh karena itu, tujuan desa binaan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran budaya masyarakat dalam merespon kehadiran wisatawan, serta untuk mengeksplorasi model desa

Metode pembelajaran pendidikan islam sangat berbeda dengan mata pelajaran yang lain. Dalam dunia proses pembelajaran yang disingkat menjadi, sebuah ungkapan popular