• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indahnya Tawakal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Indahnya Tawakal"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Perpustakaan N as ional RI: D ata Katalog Dalam Terbitan (KD T) Dr. H. Muh. M u’inudinillah Basri, Lc.

Indahnya Taw akal/ Dr. H. Muh. Mu’ inudinillah Basri, Lc., M.A ., editor, Raudina M.F.-So lo . Indiva Media Kreasi, 2008

144 hlm.; 17,5 cm.

ISBN : 978-979-17461-8-5

I. Dr. H. Muh. Mu'inudinillah

Basri, Lc., M.A .

II. Raudina P.F.

Rujukan dari maksud Pasal 72 UU No. 19 Tahun 2002

tentang Hak Cipta:

(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak ciptaan pencipta atau memberi izin untuk itu, dapat dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000. 000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000. 000,00 (lima miliar rupiah)

(2) Barangs iapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, meng-edarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait, dapat dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 Indahnya Tawakal

Penulis:

D r. H. M uh. M u'inudinillah Basri, Lc., M .A .

Ed itor: Raudina P.F. Setting: M as Liliek Desain Sampul: A ndhi Rasydan Penyelaras Akhir: NasSirun PurwO kartun Hak cipta dilindungi undang-und ang

Cetakan Pertama, Jumadil A khir 1429 H/Juli 2008

Penerbit Indiva Pustaka

Kelompok Penerbit Indiva Media Kreasi

(4)

Pengantar

Segala

puji syukur hanya

untuk Allah, Rabb yang memerin-tahkan bertawakal kepada-Nya, dan menjanjikan orang yang bertawakal kepada-Nya kecukupan dunia dan akhirat. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada sayyidil mutawak k ilin Nabi Muhammmad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta seluruh para shahabat, tabi’in, dan seluruh umat beliau yang komitmen dengan sunah beliau sampai Hari K iamat.

(5)

Setiap manusia pasti menginginkan kesuksesan dan keba-hagiaan. Sebagian mereka ada yang berhasil meraih cita-citanya, namun ada pula yang gagal mencapai apa yang diingin-kannya. Yang berhasil ingin mempertahankan kesuksesannya, sedangkan yang gagal atau belum sempat meraihnya, berharap kelak akan mendapatkannya.

B anyak faktor yang mem-pengarui kesuksesan, ada yang dari faktor sarana, konsep teoretik, proses, strategi dan yang tak kalah pentingnya adalah faktor keyakinan dan psikologi. Telah terbukti bahwa image seseorang terhadap diri dan masa depannya sangat mempengarui apa yang akan diperolehnya pada masa mendatang. Maka dari itu, membangun image yang baik terhadap diri dan tugas yang di emban maupun masa depan yang baik, tentu sangat mempengarui kesuksesan hidup seseorang.

(6)

usaha. Hal ini sudah disepakati oleh seluruh ulama akidah. Tapi, barangkali ada pertanyaan, kenapa banyak orang kelihatannya sukses padahal mereka tidak bertawakal kepada Allah, bahkan tidak beriman kepada-Nya? Sebaliknya, banyak orang yang beriman dan bertawakal kepada Allah, sementara gagal dalam hidup mereka. Lalu, di manakah letak kesalahan dalam hal ini?

Adalah hal yang sangat penting dan dibutuhkan untuk mengupas tentang makna tawakal sebenarnya. Hal ini dimaksudkan agar kaum muslimin mempunyai pemahaman yang benar tentang tawakal. Agar mereka tidak keliru dalam memahaminya, selain supaya kaum muslimin merasa cukup dan bahagia dengan Tuhannya, Allah SWT. Sebab pertolongan Allah hanya akan turun ketika kaum muslimin merasa bahagia tatkala bersama Allah SWT, bertawakal dan berjuang di jalan-Nya. Sebagaimana firman-Nya, “Siapa yang bertawak al k epada A llah, Dia ak an mencuk upinya, sungguh A llah ak an menyampaik an perk ara-N ya, sungguh A llah telah menjadik an segala sesuatu menurut

(7)

K ebahagian adalah dambaan setiap manusia, dan tawakal menduduki salah satu pokok yang membentuk kebahagiaan. Kebahagiaan dimunculkan oleh ketenangan dan keyakinan hati terhadap Dzat yang membimbing dan mendukungnya. Kebahagiaan didukung oleh keyakinan bahwa seluruh amal dan usaha yang dilakukan apapun hasilnya asal dilakukan dengan cara dan proses yang benar-tidak ada yang namanya sia-sia, dan inilah yang dimunculkan oleh tawakal dalam hati manusia. Tawakal seperti iman, takwa dan a’malul qulub (amalan hati) lainnya, memerlukan adanya ilmu, dan kiat-kiat untuk menggapainya, maka perlu ada kajian yang lengkap tentang tawakal, baik dari sudut pandang teori maupun cara mengimplementasikannya.

Islam sebagai din yang memuat syariat (hukum) dan manhaj tidak hanya sekadar memerintahkan tawakal, melainkan juga memberikan petunjuk untuk memahami berbagai hal sehingga tawakal bisa dipahami dan diamalkan dalam berbagai ranah kehidupan.

(8)

sementara di tujuan ia tidak mendapatkannya. Berhasil di dunia namun gagal di akhirat. Orang yang bertawakal kepada Allah pasti sukses, adapun yang melihat dirinya sudah bertawakal tapi tidak sukses, maka hal itu dikarenakan salah dalam memahami makna tawakal. Merasa bertawakal padahal belum, atau salah dalam memahami konsep keberhasilan. Bagaimana rincian jawabannya, mari kita ikuti kajian dalam buku ini, insya A llah para pembaca akan mendapatkan jawabannya.

(9)
(10)

Daftar Isi

Pengantar -5

Daftar Isi -11

Bab 1 Makna dan Hakikat Tawakal -15

Bab 2 Hukum Tawakal -22

Bab 3 Kedudukan Tawakal -27

Bab 4 Kondisi yang Diperintahkan untuk Tawakal -33

(11)

Bab 7 Tawakal dan Usaha -62

Bab 8 Tawakal dan Qadha/Takdir Allah -67

Bab 9 Tawakal dan Keberhasilan -72

Bab 10 Tawakal dan Doa -76

Bab 11 Tawakal dan Karamah -80

Bab 12 Energi Tawakal -84

Bab 13 Kiat Mendapatkan Kenikmatan Tawakal -88

Bab 14 Hal-hal yang Merusak Tawakal -98

Bab 15 Kisah-kisah Mutawakkilin -102

A. Kisah Nabi Nuh as. dan Hud as. -102

B. Kisah Nabi Ibrahim as. -104

C. Kisah Nabi Musa as. dan Ibunya -110

D. Kisah Pemuda Ashabul Ukhdud -115

E Kisah Seorang Bani Israil yang Berhutang -121

F. Kisah Abu Bakar Siddiq ra. -123

G. Kisah Khalid bin Walid dan Racun -126

H. Kisah Tabi'in Abu Mu'allaq -126

I. Kisah al-Hasan al-Basri -128

(12)

K. Kisah Abu Muslim al-Khaulany -132

I. Kisah Seorang Dekan Fakultas Hukum -133

M.Kisah Saya -135

Penutup -140

(13)
(14)

Makna d an

Hakikat Tawakal

Tawakal dalam bahasa Arab

adalah turunan dari kata wak il.

Wak il adalah dzat atau orang yang

dijadikan pengganti untuk mengu-rusi atau menyelesaikan urusan yang mewakilkan. Sehingga tawakal bermakna menjadikan seseorang sebagai wakilnya, atau menyerah-kan urusan kepada wakilnya.

Tawakal kepada Allah adalah menjadikan Allah sebagai wakil

(15)

dalam mengurusi segala urusan, dan mengandal-kan Allah dalam menyelesaimengandal-kan segala urusan. Tawakal haruslah ditujukan kepada Dzat yang Mahasempurna, Allah SWT, tapi dalam realitanya ada yang meletakkan tawakal kepada selain Allah, seperti tawakal seseorang kepada kekuatan-nya, ilmunya atau hartakekuatan-nya, atau kepada manusia. Tawakal kepada Allah dalam arti menjadikan Allah sebagai wakil, ditegaskan dalam berbagai ayat. Di antaranya dalam firman Allah:

ُﻩْﺬــــــ ِﱠﲣﺎَﻓ َﻮــــــ ُﻫ ﻻِإ َﻪــــــَﻟِإ ﻻ ِبِﺮــــــْﻐ َﻤْﻟا َو ِقِﺮــــــ ْﺸ َﻤْﻟا ﱡبَر

ًﻼـــــــﻴِﻛَو

“(Dialah) Pemilik masyrik dan maghrib, tiada

Ilah (yang berhak disembah) melaink an Dia, mak a

ambillah Dia sebagai pelindung.” (QS. al-Muzam-mil: 9)

ْﻢـــُﻜَﻟ اﻮـــ ُﻌََﲨ ْﺪـــَﻗ َسﺎـــﱠﻨﻟا ﱠنِإ ُسﺎـــﱠﻨﻟا ُﻢـــَُﳍ َلﺎـــَﻗ َﻦﻳ ِﺬـــﱠﻟا

َﻢـــْﻌِﻧ َو ُﻪـــﱠﻠﻟا ﺎَﻨ ُـﺒـــْﺴ َﺣ اﻮُﻟﺎـــَﻗ َو ﺎـــًﻧﺎَﳝِإ ْﻢُﻫَدا َﺰـــَـﻓ ْﻢُﻫْﻮَﺸْﺧﺎَﻓ

(16)

“(yaitu) Orang-orang yang mengatak an k epada merek a, ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulk an pasuk an untuk menyerang k alian. Karena itu tak utlah k epada merek a.’ Mak a perk ataan itu menambah k eimanan merek a dan merek a menjawab, ‘Cuk uplah A llah menjadi penolong k ami dan A llah adalah sebaik -baik Pelindung.’” (QS. Ali-Imran: 173)

Hakikat tawakal adalah penyerahan penyelesaian dan keberhasilan suatu urusan kepada wakil. K alau tawakal kepada Allah, berarti menyerahkan urusan kepada Allah setelah melengkapi syarat-syaratnya. Zubaidi berkata di Taajul ‘A ruus, tawakal adalah percaya total dengan apa yang di sisi Allah, dan memutus harapan apa yang di tangan manusia. Tawakal adalah menyandarkan diri kepada Allah dan melakukan ikhtiar, dengan meyakini bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Memberi rezeki, Pencipta, Yang Menghidupkan, Yang Memati-kan, tidak ada ilah selain-Nya.

(17)

Tawakal mencakup memohon pertolongan dalam mencapai manfaat dan menolak bahaya. Sebagaimana firman Allah:

                               

“Jik alau merek a sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberik an A llah dan Rasul-N ya k epada merek a, dan berk ata, ‘Cuk uplah A llah bagi k ami, A llah ak an memberik an sebagian dari k arunia-Nya

dan demik ian (pula) Rasul-Nya. Sesungguhnya k ami

adalah orang-orang yang berharap k epada A llah (tentulah yang demik ian itu lebih baik bagi merek a).’” (QS. at-Taubah: 59)

Ungkapan Ulama Tentang Hakikat Tawakkal:

Para ulama banyak memberikan ungkapan tentang makna tawakal. Di antaranya adalah apa yang diungkapkan oleh Ibnu al-Qayyim dalam

(18)

ِبﺎ َﺒـــــ ْﺳَﻷا َﱃِإ ٌجﺎـــــ َﻋِﺰْﻧ ِا َﻚـــــ ْﻴِﻓ َﺮـــــَﻬْﻈَ ﻳ َﻻ ْنَأ ﻞــــﱠﻛَﻮَـﺘﻟا

ِﺔـــَﻘْـﻴِﻘَﺣ ْﻦـــ َﻋ ُل ْوُﺰـــَـﺗ َﻻَو ﺎ َﻬْـﻴَﻟِإ َﻚِﺘَﻗﺎَﻓ ِةﱠﺪ ِﺷ َﻊَﻣ

ﺎـــ َﻬْـﻴَﻠَﻋ َﻚـــ ِﻓ ْﻮُـﻗ ُو َﻊـــ َﻣ ﱢﻖـــَﳊا َﱃِإ ِن ْﻮُﻜ ُﺴﻟا

“Tawak al adalah tidak tampak pada dirimu k etergantungan k epada sebab, walaupun engk au sangat butuh k epadanya, dan tidak hilang k etenangan-Mu

k epada A l-H aq (A llah) walaupun engk au telah

mendapatk annya (k ebutuhanmu).”

ُعَﻼـــ ِْﳔِﻻا َو ِﺲـــْﻔﱠـﻨﻟا ِ ْﲑِﺑ ْﺪـــَﺗ ُكْﺮـــَـﺗ َﻮـــُﻫ

:

ِنْﻮﱡـﻨﻟا ْوُذ َلﺎَﻗ

ِةﱠﻮـــــ ُﻘﻟا َو ِلْﻮــــَﳊا َﻦــــ ِﻣ

D zun N un b erkata, “Tawak al adalah meninggalk an pengaturan jiwa, dan lepas diri dari daya dan k ek uatan diri.” Maksud beliau adalah setelah melakukan segala sebab, jiwa tidak memikirkan hasil usahanya dari ikhtiarnya, bahkan lepas diri dari daya dan kekuatannya dan hanya menggantungkan diri kepada Allah.

(19)

ِﰲ ِنَﺪــــــ َﺒﻟا ُحْﺮـــــَﻃ َﻮـــــ ُﻫ ِﱯـــ َﺸْﺨَﻨﻟا ِبا َﺮـــُـﺗ ْﻮُ ـﺑأ

َﱃِإ ﺔـــ َﻨ ْـﻴِﻧْﺄ َﻤُﻄﻟا َو ِﺔـــﱠﻴِﺑ ْﻮُ ـﺑﱡﺮﻟﺎِﺑ ِﺐـــْﻠَﻘﻟا ُﻖـــﱡﻠ َﻌَـﺗَو ِﺔـــﻳ ِدْﻮُـﺒُﻌﻟا

َﺮَـﺒَﺻ َﻊِﻨ ُﻣ ْنِإ َو َﺮَﻜَﺷ َﻰِﻄْﻋُأ ْنِﺈَﻓ ِﺔَ ﻳﺎَﻔِﻜﻟا

Abu Turab an-Nakhsyabi mengatakan, “Tawak al adalah melempark an badan k epada ubudiyah, k eterik at hati dengan rububiyah A llah, tenang k epada pencuk upan A llah. Kalau diberi

bersyuk ur jik a dihalangi (pemberian) bersabar.”

Kemudian Ibnu al-Qayyim menyebutkan bahwa tawakal memiliki beberapa komponen. Jika tidak terpenuhi, maka tidak akan pernah mencapai hakikat tawakal, yaitu:

Satu, mengenal Nama Allah dan sifat-Nya. Dua, menetapkan (meyakini sebab dan

musa-bab).

Ketiga, kedalaman tauhid dalam tauhid tawakal dengan melepaskan ketergantungan dengan sebab.

Keempat, penyandaran hati kepada Allah dan ketenangan kepada-Nya.

(20)

Keenam, penyerahan kepada Allah terhadap apa yang Allah takdirkan.

(21)

Bab 2

Hukum Tawakal

Tawakal

adalah fitrah
(22)

k epada A llah lah hendak lah k alian bertawak al jik a

k al ian beriman” (Q S. al- Maidah: 23), dan

menjadikannya sebagai sifat orang beriman “Tiada lain orang beriman adalah yang jik a disebut nama A llah gemetar hati merek a, dan jik a dibacak an ayat-ayat-N ya menambah k eimanan merek a dan merek a hanya bertawak al k epada Rabb merek a” (QS. al-Anfal: 2-3).

Terdapat puluhan ayat yang memerintahkan agar hanya bertawakal kepada-Nya, serta tidak mengambil selain D ia sebagai wali. D alam konteks berjihad mengusir musuh, Allah berfirman:                                      

“Berk atalah dua orang di antara orang-orang yang

tak ut (k epada A llah) yang A llah telah memberi

nik mat atas k eduanya. ‘Serbulah merek a dengan

melalui pintu gerbang (k ota) itu, mak a bila k amu

(23)

k epada A llah hendak nya k amu bertawak al, jik a k amu benar-benar orang yang beriman.” (QS. al-Maidah: 23)

Dalam konteks menghadapi makar orang-orang munafikin, Allah berfirman:































































“Dan merek a (orang-orang munafik) mengatak an,

(k ami) Taat’. Tetapi apabila merek a telah pergi dari sisimu, sebagian dari merek a mengatur siasat di malam

hari (mengambil k eputusan) lain dari yang telah merek a

k atak an tadi. A llah menulis siasat yang merek a atur di malam hari itu, mak a berpalinglah k amu dari merek a dan tawak allah k epada A llah. Cuk uplah A llah

menjadi Pelindung.” (QS. an-Nisa’: 81)

Dalam konteks ibadah, Allah berfirman:

(24)



“Dan k epunyaan A llah lah apa yang gaib di langit dan di bumi dan k epada-Nya lah dik embalik an urusan-urusan semuanya. Mak a sembahlah Dia, dan bertawak allah k epada-N ya. D an sek ali-k ali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang k amu k erjak an.” (QS. Hud: 123)

                    

“Dan bertawak allah k epada A llah yang hidup (k ek al) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-N ya, dan cuk uplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.” (QS. Furqan: 58)

(25)
(26)

Bab 3

Ke d ud uka n

Ta wa ka l

(27)

per-berusaha dan hanya Allah yang menentukan hasil akhirnya. Keimanan dan ketauhidan dilandasi keyakinan bahwa Allah adalah Pencipta yang berkuasa, sedang manusia adalah makhluk yang tak berdaya dihadapan-Nya. Tawakal adalah simbol keimanan bahwa Allah adalah Rabb yang Maha Berkuasa yang menyayangi hamba-Nya. Manusia adalah makhluk yang sangat membutuhkan Rabb dan kasih sayang-Nya, manusia berusaha karena diperintahkan oleh Allah sebagai Rabbnya dan mengembalikan seluruh hasil usaha hanya kepada Rabb. Mereka juga wajib berhusnuzhan kepada-Nya bahwa Dia menentukan apa yang terbaik untuk makhluk-Nya.

Akidah I slam mengajari bahwa segala sesuatu Allah yang menentukan, apa yang Allah tentukan terjadi pasti terjadi dan apa yang Allah tentukan tidak terjadi pasti tidak akan terjadi. Disebutkan dalam riwayat:

ُﺖـــْﻠُﻘَـﻓ ٍﺐـــ ْﻌَﻛ َﻦْ ﺑ ﱠَﰉُأ ُﺖْﻴَـﺗَأ َلﺎَﻗ ﱢﻰِﻤَﻠ ْـﻳﱠﺪﻟا ِﻦْ ﺑا ِﻦَﻋ

ِﲎْﺛﱢﺪـــ َﺤَﻓ ِرَﺪــ َﻘْﻟا َﻦــ ِﻣ ٌء ْﻰــَﺷ ﻰــ ِﺴْﻔَـﻧ ِﰱ َﻊــَﻗ َو ُﻪَﻟ

ﱠنَأ ْﻮَﻟ َلﺎَﻘَـﻓ

.

ِﱮْﻠـــَـﻗ ْﻦـــ ِﻣ ُﻪ َﺒ ِﻫْﺬُ ﻳ ْنَأ َﻪﱠﻠﻟا ﱠﻞَﻌَﻟ ٍءْﻰَﺸِﺑ

(28)

Dari D aelami berkata, “Saya mendatangi Ubay bin Ka’ab, dan ak u berk ata k epadanya, ‘A da sesuatu pada dirik u tentang qadar, mak a ceritak an k epadak u dengan sesuatu, mudah-mudahan A llah menghilangk annya dari hatik u.’ L antas dia berk ata, ‘Kalau A llah menyik sa seluruh penduduk langit dan penduduk bumi, Dia menyik sa merek a dan Dia tidak zalim k epada merek a, dan k alau merahmati merek a,

ﱠنَأ ْﻮَﻟ َلﺎَﻘَـﻓ ِﱮْﻠـــَـﻗ ْﻦـــ ِﻣ ُﻪ َﺒ ِﻫْﺬُ ﻳ ْنَأ َﻪﱠﻠﻟا ﱠﻞَﻌَﻟ ٍءْﻰَﺸِﺑ

ْﻢُﻬَ ـﺑﱠﺬــــ َﻋ ِﻪــــ ِﺿْرَأ َﻞــــ ْﻫَأ َو ِﻪــــِﺗا َﻮََﲰ َﻞــــ ْﻫَأ َبﱠﺬــــ َﻋ َﻪــــﱠﻠﻟا

ُﻪــــــــ ُﺘَْﲪَر ْﺖــــــــَﻧﺎَﻛ ْﻢــــــــ ُﻬَ ِﲪَر ْﻮــــــــَﻟ َو ْﻢـــــــَُﳍ ٍِﱂﺎـــــــَﻇ ُﺮـــــــ ْـﻴَﻏ َﻮـــــــ ُﻫَو

ٍﺪـــ ُﺣُأ َﻞـــْﺜ ِﻣ َﺖـــْﻘَﻔْـﻧَأ ْﻮـــَﻟ َو ْﻢِِﳍﺎـــ َﻤْﻋَأ ْﻦـــ ِﻣ ْﻢـــَُﳍ ا ًﺮـــْـﻴَﺧ

َﻦِﻣْﺆـــ ُـﺗ ﱠﱴـــ َﺣ َﻚـــْﻨِﻣ ُﻪـــﱠﻠﻟا ُﻪـــَﻠِﺒَﻗ ﺎـــ َﻣ ِﻪﱠﻠﻟا ِﻞﻴِﺒ َﺳ ِﰱ ﺎ ًﺒ َﻫَذ

َﻚـــ َﺌ ِﻄْﺨُﻴِﻟ ْﻦـــُﻜَ ﻳ َْﱂ َﻚَ ﺑﺎـــ َﺻَأ ﺎ َﻣ ﱠنَأ َﻢَﻠ ْﻌَـﺗَو ِرَﺪَﻘْﻟﺎِﺑ

ﻰــَﻠَﻋ ﱠﺖــ ُﻣ ْﻮــَﻟ َو َﻚَﺒﻴــ ِﺼُﻴِﻟ ْﻦــُﻜَ ﻳ َْﱂ َكَﺄــَﻄْﺧَأ ﺎ َﻣ ﱠنَأ َو

ِﻪــــﱠﻠﻟا َﺪْﺒَﻋ ُﺖْﻴَـﺗَأ ﱠُﰒ َلﺎَﻗ

.

َرﺎﱠﻨﻟا َﺖْﻠ َﺧَﺪَﻟ اَﺬ َﻫ ِ ْﲑَﻏ

ُﺖــــ ْﻴَـﺗَأ ﱠُﰒ

-

َلﺎَﻗ

-

َﻚِﻟَذ َﻞْﺜ ِﻣ َلﺎَﻘَـﻓ ٍدﻮُﻌ ْﺴَﻣ َﻦْ ﺑ

(29)

adalah rahmat-N ya lebih baik untuk merek a dari amalan merek a, dan k alaulah engk au membelanjak an emas sebesar Gunung Uhud di jalan A llah, mak a A llah tidak menerima darimu sehingga engk au beriman dengan qadar, dan engk au mengetahui bahwa

apa yang (A llah tentuk an) menimpamu tidak lah luput

darimu, dan apa yang (ditak dirk an) luput darimu

tidak ak an mengenaimu. Dan k alau engk au mati di

atas (selain ini) pasti engk au masuk nerak a. Perawi

berk ata, ‘Kemudian ak u mendatangi A bdullah bin Mas’ud, dan dia berk ata seperti itu, k emudian saya mendatangi Khuzhaifah bin Yaman dan dia berk ata seperti itu. Kemudian saya mendatangi Zaid bin Tsabit, dan dia menyampaik an k epadak u hadits seperti itu.’” (HR. Abu Dawud No. 4701)

Tawakal kepada Allah adalah tanda keimanan kepada kekuasaan Allah, dan menyerahkan diri kepada ketentuan-Nya, serta husnuzhan terhadap Allah SWT. Allah telah mengaitkan tawakal dengan iman:

َﲔِﻨ ِﻣْﺆــــ ُﻣ ْﻢــــ ُﺘْﻨُﻛ ْنِإ اﻮــــُﻠﱠﻛَﻮَـﺘَـﻓ ِﻪــــﱠﻠﻟا ﻰــــَﻠَﻋ

“Dan k epada A llah lah hendak lah k alian

(30)

Sebagaimana juga Dia mengaitkan tawakal dengan Islam:

ِﻪـــْﻴَﻠ َﻌَـﻓ ِﻪـــﱠﻠﻟﺎِﺑ ْﻢـــ ُﺘْﻨَﻣَآ ْﻢـــ ُﺘْﻨُﻛ ْنِإ ِمْﻮـــَـﻗ ﺎ َ ﻳ ﻰ َﺳﻮ ُﻣ َلﺎَﻗ َو

.

َﲔِﻤِﻠــــــ ْﺴُﻣ ْﻢــــــ ُﺘْﻨُﻛ ْنِإ اﻮــــــُﻠﱠﻛَﻮَـﺗ

“Berk ata Musa, ‘H ai k aumk u, jik a k amu beriman k epada A llah, mak a bertawak allah k epada-Nya saja, jik a k amu benar-benar orang yang berserah diri.” (QS. Yunus: 84)

Ayat di atas menjelaskan, jika kalian yakin dengan kekuasaan Allah dan janji-Nya yang akan memenangkan kalian, dan kalian benar-benar pasrah diri kepada-Nya maka bertawakallah kepada Allah SWT.

(31)

Tawakal adalah sifat orang-orang yang beriman sejati, sebagaimana Allah mengatakan, “...dan hanya k epada Rabb merek a, merek a bertawak al. Yaitu orang-orang yang menegak k an shalat, dan dari apa yang Kami rezek ik an merek a berinfak , merek alah orang-orang yang beriman sejati, bagi merek a derajat-derajat di sisi Rabb merek a, ampunan dan rezek i yang mulia” (QS. al-Anfal: 2-3).

Tawakal merupakan sifat Nabi Ibrahim dan orang-orang pilihan. Allah mengatakan, “Sungguh pada diri Ibrahim dan orang yang bersamanya terdapat

contoh yang baik .” Di antara sifat mereka adalah

tawakal mutlak kepada Allah. Mereka berdoa:

ُ ﲑــ ِﺼ َﻤْﻟا َﻚــ ْﻴَﻟِإ َو ﺎــ َﻨ ْـﺒَـﻧَأ َﻚــ ْﻴَﻟِإ َو ﺎَﻨْﻠﱠﻛَﻮَـﺗ َﻚْﻴَﻠَﻋ

‘Alaika tawakkalnaa wa ilaika anabnaa wa ilaikal mashiir.

(32)

Bab 4

Kond isi yang

Dip erintahkan untuk

Ta wa ka l

(33)

1. Tatkala beribadah kepada Allah

ُﺮـــْﻣَْﻷا ُﻊَﺟْﺮـــ ُ ـﻳ ِﻪـــْﻴَﻟِإ َو ِضْرَْﻷا َو ِتا َوﺎ َﻤـــﱠﺴﻟا ُﺐـــ ْﻴَﻏ ِﻪـــﱠﻠِﻟ َو

ﺎـــﱠﻤَﻋ ٍﻞـــ ِﻓﺎَﻐِﺑ َﻚـــﱡﺑ َر ﺎـــ َﻣَو ِﻪـــ ْﻴَﻠَﻋ ْﻞـــﱠﻛَﻮَـﺗَو ُﻩْﺪـــ ُﺒْﻋﺎَﻓ ُﻪـــﱡﻠُﻛ

َنﻮُﻠ َﻤْﻌَـﺗ

“Dan milik A llah lah apa yang gaib di langit dan di bumi, dan k epada-N ya lah segala perk ara dik embalik an, mak a beribadahlah k epada-Nya dan bertawak allah k epada-Nya, dan Rabbmu tidak lah lalai

dari apa yang k alian lak uk an.” (QS. Hud: 123)

2. Saat mengikuti petunjuk wahyu di segala kondisi

ْﻊــــِﺒﱠﺗا َو

ﺎ َﻣ

ﻰــــــ َﺣﻮُ ﻳ

َﻚْﻴَﻟِإ

ْﻦِﻣ

َﻚـــــﱢﺑ َر

ﱠنِإ

َﻪﱠﻠﻟا

َنﺎَﻛ

ﺎــــــــــَ ِﲟ

َنﻮُﻠ َﻤْﻌَـﺗ

ا ً ﲑــــِﺒ َﺧ

)

2

(

ْﻞـــــــــــﱠﻛَﻮَـﺗَو

ﻰَﻠَﻋ

ِﻪﱠﻠﻟا

ﻰـــــــــــ َﻔَﻛَو

ِﻪﱠﻠﻟﺎِﺑ

ًﻼــــــﻴِﻛَو

)

3

(

(34)

A llah, dan cuk uplah A llah sebagai wak il, pelindung.” (QS. al-Ahzab: 2-3)

3. Saat berdakwah dan menghadapi tantangan umat

                              

“Jik a merek a berpaling (dari k eimanan), mak a

k atak anlah, ‘Cuk uplah A llah bagi-Ku, tidak ada Tuhan selain Dia. H anya k epada-N ya ak u bertawak al dan Dia adalah Rabb yang memilik i ‘A rsy yang agung.” (QS. at-Taubah: 129)

4. Ketika melaksanakan hukum dan peradilan                           

(35)

sifat-sifat demik ian) Itulah A llah Rabbk u, k epada-Nya lah ak u bertawak al dan k epada-N ya lah ak u k embali.” (QS. as-Syura: 10)

5. Saat persiapan jihad maupun ketika menjalankannya

“Dan (ingatlah), k etik a k amu berangk at pada

pagi hari dari (rumah) k eluargamu ak an

menempat-k an para mumenempat-k min pada beberapa tempat untumenempat-k

berperang1 dan A llah Maha Mendengar lagi Maha

Mengetahui. Ketik a dua golongan dari padamu2 ingin

                                             

1. Peristiwa ini terjadi pada Perang Uhud yang menurut ahli sejarah terjadi pada tahun ke-3 H.

(36)

(mundur) k arena tak ut, padahal A llah adalah penolong bagi k edua golongan itu. Karena itu hendak lah k epada A llah saja orang-orang muk min bertawak al.” (QS. Ali-Imran: 121-122)

Allah menegaskan walaupun sudah melakukan berbagai persiapan, tapi kemenangan tetaplah berasal dari Allah SWT, untuk itu harus bertawakal kepada-Nya:









































“Jik a A llah menolong k amu, tidak ada orang yang dapat mengalahk an k amu; jik a A llah

membiark an k amu (tidak memberi pertolongan), mak a

siapak ah gerangan yang dapat menolong k amu (selain) dari A llah sesudah itu? Karena itu hendak lah k epada A llah saja orang-orang muk min bertawak al.” (QS. Ali-Imran: 160)

(37)

menghadapi bahaya, seperti yang Allah perintahkan:

“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah k amu ak an nik mat A llah (yang diberik an-Nya) k epadamu, di wak tu suatu k aum bermak sud hendak

menggerak k an tangannya k epadamu (untuk berbuat

jahat), mak a A llah menahan tangan merek a dari k amu. Dan bertak walah k epada A llah, dan hanya k epada A llah sajalah orang-orang muk min itu harus bertawak al.” (QS. al-Maidah: 11)

Atau ketika dalam kondisi kuat dan banyak pengikut. Sebab bangga dengan kekuatan dan banyaknya jumlah dan lupa terhadap pertolongan Allah menjadi penyebab kekalahan.

“Sesungguhnya A llah telah menolong k amu (hai

para muk minin) di medan peperangan yang banyak ,

dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di wak tu k amu

menjadi congk ak k arena banyak nya jumlah(mu), mak a

(38)

jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat k epadamu sedik itpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, k emudian k amu lari k e belak ang dengan bercerai-berai.” (QS. at-Taubah: 25)

Tawakal harus menyertai para tentara Allah walaupun setelah peperangan selesai, dan dalam kondisi gencatan senjata.

ْﻞـــــﱠﻛَﻮَـﺗَو ﺎـــــََﳍ ْﺢَﻨ ْﺟﺎـــــَﻓ ِﻢْﻠـــــﱠﺴﻠِﻟ اﻮـــــ ُﺤَﻨ َﺟ ْنِإ َو

ُﻢﻴِﻠ َﻌْﻟا ُﻊﻴ ِﻤﱠﺴﻟا َﻮُﻫ ُﻪﱠﻧِإ ِﻪﱠﻠﻟا ﻰَﻠ َﻋ

“Dan jik a merek a condong k epada perdamaian,

mak a condonglah k epadanya dan bertawak allah k epada A llah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Anfal: 61)

(39)

6. Ketika melaksanakan syura’ dan merealisasikan hasil syura’

“Mak a disebabk an rahmat dari A llah lah k amu berlak u lemah lembut terhadap merek a.

                                                          

Sek iranya k amu bersik ap k eras lagi berhati k asar, tentulah merek a menjauhk an diri dari sek elilingmu. Karena itu maafk anlah merek a, mohonk anlah ampun bagi merek a, dan bermusyawarahlah dengan merek a

dalam urusan itu.3 Kemudian apabila k amu telah

membulatk an tek ad, mak a bertawak allah k epada A llah. Sesungguhnya A llah menyuk ai orang-orang yang

bertawak al k epada-Nya.” (QS. Ali-Imran: 159)

3. Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiah lainnya; seperti urusan politik, ekonomi,

(40)

Syura’ adalah satu dari ikhtiar dan usaha untuk mencari keputusan yang paling maslahat dengan mendengarkan para ahli. Namun para ahli, bagaimanapun juga, mereka mungkin salah sehingga keputusannya juga bisa salah. K arena itulah perlu untuk selalu bertawakal agar mendapatkan taufik dalam mencari hal yang paling maslahat.

7. Dalam mencari rezeki

                             

“Mak a sesuatu yang diberik an k epadamu, itu adalah k enik matan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi A llah lebih baik dan lebih k ek al bagi orang-orang yang beriman, dan hanya k epada Tuhan merek a, merek a bertawak al.” (QS. as-Syura: 36)

(41)

“Ya’qub berk ata, ‘A k u sek ali-k ali tidak ak an melepask annya (pergi) bersama-sama kamu, sebelum kamu memberik an k epadak u janji yang teguh atas nama A llah, bahwa kamu pasti akan membawanya k epadak u kembali, k ecuali jik a k amu dikepung musuh.’ Tatk ala merek a memberik an janji, Ya’qub berk ata, ‘A llah adalah sak si

terhadap apa yang k ita ucapk an (ini).’ Dan Ya’qub

berk ata, ‘Hai anak -anak k u janganlah k amu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lainan; namun demik ian ak u tiada dapat melepask an k amu barang sedik itpun dari

pada (tak dir) A llah. Keputusan menetapk an (sesuatu)

ِﻪـــﱠﻠﻟا َﻦـــ ِﻣ ﺎـــ ًﻘِﺛ ْﻮَﻣ ِنﻮـــُﺗ ْﺆُـﺗ ﱠﱴـــ َﺣ ْﻢـــُﻜَﻌَﻣ ُﻪَﻠــ ِﺳْرُأ ْﻦــَﻟ َلﺎَﻗ

ْﻢُﻬَﻘِﺛ ْﻮـــ َﻣ ُﻩ ْﻮـــَـﺗَآ ﺎـــﱠﻤَﻠَـﻓ ْﻢـــُﻜِﺑ َطﺎـــ َُﳛ ْنَأ ﱠﻻِإ ِﻪــِﺑ ِﲏﱠﻨُـﺗْﺄَﺘَﻟ

َﻻ ﱠ ِﲏـــَﺑ ﺎـــَﻳ َلﺎَﻗ َو

.

ٌ ﻞــﻴِﻛَو ُلﻮــ ُﻘَـﻧ ﺎــ َﻣ ﻰــَﻠَﻋ ُﻪــﱠﻠﻟا َلﺎــَﻗ

ٍبا َﻮـــْـﺑَأ ْﻦـــ ِﻣ اﻮـــُﻠ ُﺧْدا َو ٍﺪـــ ِﺣا َو ٍبﺎـــَﺑ ْﻦـــ ِﻣ اﻮُﻠ ُﺧْﺪـــَﺗ

ِنِإ ٍءْﻲـــَﺷ ْﻦـــ ِﻣ ِﻪـــﱠﻠﻟا َﻦــ ِﻣ ْﻢــُﻜْﻨَﻋ ِﲏْﻏُأ ﺎ َﻣَو ٍﺔَﻗﱢﺮَﻔَـﺘُﻣ

ِﻞــــﱠﻛَﻮَـﺘَﻴْﻠَـﻓ ِﻪــــ ْﻴَﻠَﻋَو ُﺖــــْﻠﱠﻛَﻮَـﺗ ِﻪــــ ْﻴَﻠَﻋ ِﻪــــﱠﻠِﻟ ﱠﻻِإ ُﻢــــْﻜُْﳊا

َنﻮـــــــــــُﻠﱢﻛَﻮَـﺘُﻤْﻟا

(42)

hanyalah hak A llah; k epada-Nya lah ak u bertawak al dan hendak lah k epada-Nya lah saja orang-orang yang

bertawak al berserah diri.’” (QS. Yusuf: 66-67)

9. Dalam posisi hijrah di jalan Allah yang menuntut pengorbanan

اﻮـــ ُﻤِﻠُﻇ ﺎـــ َﻣ ِﺪـــ ْﻌَـﺑ ْﻦـــ ِﻣ ِﻪـــﱠﻠﻟا ِﰲ او ُﺮَﺟﺎـــ َﻫ َﻦﻳ ِﺬـــﱠﻟا َو

ْﻮــَﻟ ُﺮــَـﺒْﻛَأ ِة َﺮــِﺧَْﻵا ُﺮْﺟََﻷَو ًﺔَﻨ َﺴَﺣ ﺎ َﻴْـﻧﱡﺪﻟا ِﰲ ْﻢُﻬﱠـﻨَـﺋﱢﻮَـﺒُﻨَﻟ

ْﻢـــــِﱢ َر ﻰـــــَﻠ َﻋَو او ُﺮَـﺒـــــَﺻ َﻦﻳ ِﺬـــــﱠﻟا

.

َنﻮـــ ُﻤَﻠ ْﻌَ ـﻳ اﻮُﻧﺎـــَﻛ

َنﻮــــــــــُﻠﱠﻛَﻮَـﺘَ ـﻳ

“Dan orang-orang yang berhijrah k arena A llah sesudah merek a dianiaya, pasti k ami ak an memberik an tempat yang bagus k epada merek a di dunia. Dan sesungguhnya pahala di ak hirat adalah lebih besar, k alau

merek a mengetahui. (yaitu) Orang-orang yang sabar dan

hanya k epada Tuhan saja merek a bertawak al.” (QS. an-Nahl: 41-42)

(43)

para pendahulu dari para nabi dan rasul serta pengikut mereka dalam menghadapi ancaman orang kafir, dengan ketawakalan kepada Allah secara sempurna. Allah berfirman :





















































“Mengapa k ami tidak ak an bertawak al k epada A llah padahal Dia telah menunjuk k an jalan k epada k ami, dan k ami sungguh-sungguh ak an bersabar terhadap gangguan-gangguan yang k amu lak uk an kepada k ami. Dan hanya k epada A llah saja orang-orang yang

bertawak al itu berserah diri.” (QS. Ibrahim: 12)

                      

“Katakanlah, ‘Dialah Allah yang Maha Penyayang, k ami beriman k epada-Nya dan k epada-Nya lah k ami bertawakal.’ Kelak kamu akan mengetahui siapakah yang

(44)

Dalam shahih Bukhari dikatakan, bahwa yang dikatakan Nabi Ibrahim ketika dilem-parkan ke dalam api, dan Nabi Muhammad ketika ditakut-takuti oleh ancaman Abu Sufyan adalah sama, yaitu perkataan akan ungkapan klimaksnya tawakal adalah hasbunallah wa ni’mal wak il.

D engan tawakal, Allah menyelamatkan Nabi Ibrahim. Api yang menggelegak karena panasnya, menjadi sejuk disebabkan karunia Allah atas kepasrahan dan sikap tawakal Ibrahim. Dengan tawakal pula, Nabi Muhammad menjadi selamat dan beruntung, walaupun ditakut-takuti tentara Abu Sufyan.

11. Saat melakukan transaksi perjajian jual beli, kontrak kerja, pernikahan dan lain-lainnya

Seperti yang diceritakan Allah tentang perjanjian kerja antara Nabi Musa as. Dengan Nabi Syu’aib as.

ِ ْﲔَـﺗﺎـــ َﻫ ﱠَﱵـــ َﻨ ْـﺑا ىَﺪـــ ْﺣِإ َﻚــ َﺤِﻜْﻧُأ ْنَأ ُﺪــﻳِرُأ ﱢﱐِإ َلﺎــَﻗ

ا ًﺮــــــْﺸَﻋ َﺖــــــ ْﻤَْﲤَأ ْنِﺈــــــَﻓ ٍﺞــــــ َﺠ ِﺣ َ ِﱐﺎــــــََﲦ ِﱐَﺮُﺟْﺄــــــَﺗ ْنَأ ﻰــــــ َﻠَﻋ

(45)

“Berk atalah dia (Syu’aib), ‘Sesungguhnya ak u bermak sud menik ahk an k amu dengan salah seorang dari k edua anak k u ini, atas dasar bahwa k amu bek erja dengank u delapan tahun dan jik a k amu cuk upk an sepuluh tahun itu adalah (suatu k ebaik an) dari k amu, ak u tidak ingin memberati k amu, dan k amu insya A llah ak an mendapatik u termasuk orang-orang yang baik .’ Dia (Musa) berk ata, ‘Itulah (perjanjian) antara ak u dan k amu. Mana saja dari k edua wak tu yang ditentuk an itu ak u sempurnak an, mak a tidak ada kezaliman atas

dirik u (lagi). Dan A llah adalah sak si atas apa yang

k ita ucapk an.’” (QS. al-Qashas: 27-28)

12. Tawakal dalam penjagaan diri agar bisa istiqamah di jalan Allah SWT, dan agar Allah selalu memberikan

penjagaan untuk selalu beriman dan terhindar dari segala kesesatan

ا ًﺮـــــــْﺸَﻋ َﺖـــــــ ْﻤَْﲤَأ ْنِﺈـــــــَﻓ ٍﺞـــــــ َﺠ ِﺣ َ ِﱐﺎـــــــََﲦ ِﱐَﺮُﺟْﺄـــــــَﺗ ْنَأ ﻰـــــــَﻠَﻋ

ِﱐُﺪ ِﺠَﺘـــ َﺳ َﻚـــ ْﻴَﻠَﻋ ﱠﻖـــ ُﺷَأ ْنَأ ُﺪـــﻳِرُأ ﺎـــ َﻣَو َكِﺪـــْﻨِﻋ ْﻦـــ ِﻤَﻓ

ِﲏـــ ْﻴَـﺑ َﻚـــِﻟَذ َلﺎَﻗ

.

َﲔِِﳊﺎــــﱠﺼﻟا َﻦــــ ِﻣ ُﻪـــﱠﻠﻟا َ ءﺎـــ َﺷ ْنِإ

(46)

ُﺖـــْﻠﱠﻛَﻮَـﺗ َﻚـــ ْﻴَﻠ َﻋَو ُﺖـــْﻨَﻣآ َﻚـــِﺑ َو ُﺖ ْﻤَﻠـــ ْﺳَأ َﻚـــَﻟ ﱠﻢ ُﻬﱠﻠﻟا

ُذﻮـــ ُﻋَأ ﱢﱏِإ ﱠﻢـــ ُﻬﱠﻠﻟا ُﺖ ْﻤـــ َﺻﺎ َﺧ َﻚـــِﺑ َو ُﺖـــ ْﺒَـﻧَأ َﻚْﻴَﻟِإ َو

ﱡﻰـــَْﳊا َﺖـــْﻧَأ ِﲎﱠﻠـــ ِﻀُﺗ ْنَأ َﺖـــْﻧَأ ﱠﻻِإ َﻪـــَﻟِإ َﻻ َﻚـــِﺗﱠﺰِﻌِﺑ

َنﻮـــــــــُﺗﻮَُﳝ ُﺲـــــــــْﻧِﻹا َو ﱡﻦـــــــــِْﳉا َو ُتﻮـــــــــَُﳝ َﻻ ىِﺬـــــــــﱠﻟا

Allahumma laka aslamtu wabika aamantu wa’alaika tawakkaltu wa ilaika anabtu wabika khaashamtu. Allahumma inni a’uudzu bi ‘izzatika. Laa ilaaha illaa anta antudhillanii antal hayyulladzii laa yamuutu waljinnu wal insu yamuutuuna.

(47)

Bab 5

Ma ca m -m a ca m

Ma nusia

d alam Derajat

Ketawa ka lannya

(48)

sudah semestinya derajat mereka juga berbeda-beda: Pertama, manusia yang menekankan tawakalnya kepada Allah dalam masalah perjuangan menegakkan I slam, dan mengalahkan musuh-musuh Allah. I nilah tawakalnya para auliya' shalihin.

Kedua, di bawah derajat yang pertama, bertawakal kepada Allah dalam beristiqamah dan berusaha untuk tidak terikat dengan makhluk, namun menyerahkan seluruh urusan kepada Allah.

Ketiga, tawakal kepada Allah dalam masalah mendapatkan urusan-urusan sarana dunia, kesehatan, keselamatan dan rezeki yang cukup, dan lupa tawakal dalam urusan ibadah dan akhirat. Ini tawakal kebanyakan manusia.

(49)

Kelima, orang yang tawakal kepada Allah dalam kondisi lemah, dan ketika merasa cukup tawakal kepada kekuatan sendiri atau kepada makhluk.

Keenam, orang yang bertawakal kepada selain Allah dalam segala hal.

Dan merupakan sikap yang ideal adalah mengenal Allah dengan segala kemuliaan dan kesempurnaan-Nya, dan menyadari kefakiran kepada-Nya dalam segala hal. Maka ia tawakal kepada Allah dalam urusan dunia maupun akhirat, termasuk masalah iman, ibadah, masalah mendapatkan manfaat ataupun menolak madharat. Mereka inilah yang memahami firman Allah:

























































(50)

Dia menghendak i, niscaya Dia memusnahk an k amu

dan mendatangk an mak hluk yang baru (untuk

menggantik an k amu).” (QS. Fathir: 15-16)

Mereka memahami betul nikmat apapun baik kecil maupun besar semua dari Allah, nikmat mendapatkan maslahat sekecil apapun, menolak bahaya seringan apapun semua hanya dengan Allah, sebagaimana yang Allah katakan:

































































“Dan apa saja nik mat yang ada pada k amu,

mak a dari A llah lah (datangnya), dan bila k amu

ditimpa oleh k emudharatan, mak a hanya k epada-Nya lah k amu meminta pertolongan. Kemudian apabila Dia telah menghilangk an k emudharatan itu dari pada k amu, tiba-tiba sebagian dari pada k amu

mempersek utuk an Tuhannya dengan (yang lain).”

(QS. an-Nahl: 53-54)

(51)

memahami benar bahwa tawakal adalah ibadah sendiri, dan didapatkan manfaat di balik dunia hanya dengan taufik dari Allah. Adapun masalah akhirat yang Allah belum memberikan jaminan, padahal hal itu adalah lebih dibutuhkan dari sekadar dunia, maka hamba yang mukmin sejati, tawakal mereka kepada Allah dalam men-dapatkan keistiqamahan dalam urusan ibadah kepada Allah, mendapatkan surga atau selamat dari akhirat menjadi perhatian utama mereka, sebelum mereka mengatakan di akhirat kelak:

“Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada merek a; mengalir di bawah merek a sungai-sungai dan merek a berk ata, ‘Segala puji bagi A llah yang telah menunjuk i k ami k epada (surga) ini. Dan k ami sek ali-k ali tidak ak an mendapat petunjuk k alau A llah tidak memberi k ami petunjuk .’”

(52)

Orang yang bertawakal kepada Allah, dan hanya kepada-Nya lah bertawakal dalam segala sesuatu mereka adalah orang yang paling mulia, paling bahagia. Merekalah orang yang berbahagia dunia dan akhirat.

(53)

Bab 6

Ke uta m a a n

Ta wa ka l

Tawakal adalah satu dari

sendi iman kepada Allah, fondasi ibadah kepada Allah, maka tidak heran jika memiliki banyak keutamaan. Di antara keutamaannya adalah:
(54)

yang tidak bertathayyur (mengaitkan nasib buruk dengan keberadaan burung atau yang lainnya), tidak mengobati dirinya dengan setrika (api) dan hanya kepada Allah mereka bertawakal (lihat HR. Bukhari No. 5420)

(55)

‘hasbunallah wa ni’mal wak il’, cukuplah Allah bagi kami, dan Dia sebaik-baik pelindung. Akhirnya Abu Sufyan mempercepat langkahnya ke Makkah dan tidak berpikir untuk kembali, karena dia meyakini tidaklah Muhammad mengejarnya kecuali karena ada bala bantuan yang besar yang membantu Nabi. Padahal sebenarnya tidak ada bantuan, melainkan strategi Nabi yang jitu dalam melakukan manuver militer, dan inilah faidah tawakal.

Ketiga, tawakal menjadi sebab seseorang mendapatkan rezeki dari Allah SWT dengan rezeki yang baik. Dalam kisah di atas, Allah berfirman:

ٌءﻮــــ ُﺳ ْﻢُﻬــــ ْﺴ َﺴَْﳝ َْﱂ ٍﻞــــ ْﻀَﻓ َو ِﻪـــﱠﻠﻟا َﻦـــ ِﻣ ٍﺔـــ َﻤْﻌِﻨِﺑ اﻮُﺒَﻠَﻘْـﻧﺎـــَﻓ

ٍﻢـــﻴ ِﻈَﻋ ٍﻞـــ ْﻀَﻓ وُذ ُﻪـــﱠﻠﻟا َو ِﻪـــﱠﻠﻟا َنا َﻮـــْﺿِر اﻮـــ ُﻌ َـﺒﱠـﺗا َو

“Mak a merek a k embali dengan nik mat dan

k arunia (yang besar) dari A llah, merek a tidak

mendapat bencana apa-apa, merek a mengik uti k eridhaan A llah, dan A llah mempunyai k arunia yang

(56)

Dengan tawakal Nabi dan para shahabat mereka selamat dari gangguan Abu Sufyan, bahkan mereka bisa berdagang di tengah perjalanan dan mendapatkan keuntungan. Dalam hadits dikatakan:

ْﻢُﻜَﻗَزَﺮــــَﻟ ِﻪــــ ِﻠﱡﻛَﻮَـﺗ ﱠﻖــــ َﺣ ِﻪــــﱠﻠﻟا ﻰــــَﻠَﻋ َنﻮـــُﻠﱠﻛَﻮَـﺘَـﺗ ْﻢـــُﻜﱠﻧَأ ْﻮـــ َﻟ

ﺎــــًﻧﺎَﻄِﺑ ُحو ُﺮــــَـﺗَو ﺎــــ ًﺻﺎَ ِﲬ وُﺪــــْﻐَـﺗ َﺮــــْـﻴﱠﻄﻟا ُقُزْﺮــــ َ ـﻳ ﺎــــ َﻤَﻛ

“Kalau k alian bertawak al k epada A llah dengan sebenar-benarnya tawak al, pastilah Dia memberi rezek i k epada k alian, seperti memberi rezek i k epada burung. Berangk at pagi dalam k ondisi k osong (tembolok nya) dan pulang sore dalam k ondisi penuh.” (HR. Hakim No. 2008, Ahmad No. 205, Turmudzi No. 2344)

Imam Ahmad berkata sebagaimana dinukil oleh Hafizh Baihaqi:

(57)

“Tidak ada dalam hadits ini alasan untuk berhenti dari usaha, bahk an di dalam hadits ada dalil mencari rezek i. Karena burung jik a berangk at pagi, tiada lain berangk at untuk mencari rezek i, tiada lain yang dimak sud-wallahu a’lam-k alaulah merek a tawak al k epada A llah dalam pergi, k edatangan, dan tingk ah lak u merek a, dan merek a yak in bahwa k ebaik an ada di tangan-Nya dan dari-Nya, tidak lah merek a pulang k ecuali dalam k ondisi selamat, mendapatk an k euntungan. Seperti burung pergi dalam k ondisi lapar, pulang dalam k ondisi k enyang, ak an tetapi merek a mengandalk an atas k ek uatan dan k egesitan merek a, merek a menipu dan curang serta tidak tulus, dan ini berlawanan dengan tawak al.”

ِقْزﱢﺮﻟا ِﺐَﻠَﻄِﻟ وُﺪْﻐَـﺗ ﺎَﳕﱠﺈَﻓ ْتَﺪَﻏ اَذِإ َﺮْـﻴَﻄﻟا ﱠنََﻷ

ﻰـــــَﻠَﻋ ا ْﻮــــُﻠﱠﻛَﻮَـﺗ ْﻮــــَﻟ

-

ْﻢـــﻠﻋأ ﱃﺎــﻌﺗ ﷲاو

-

َدا َرَأ ﺎـــــــــــــــــَﱠﳕِإ َو

(58)

Keempat, tawakal menjadi penyeb ab mendapatkan cinta-Nya. Allah sangat menyukai orang-orang yang beriman dengan-Nya, dengan kekuasaan-Nya, dengan keluasan ilmu-Nya, dan yakin akan kebaikan segala qadha dan qadar-Nya. Allah berfirman:

َﲔِﻠﱢﻛَﻮــــَـﺘُﻤْﻟا ﱡﺐــــ ِ ُﳛ َﻪــــﱠﻠﻟا ﱠنِإ ِﻪــــﱠﻠﻟا ﻰــــَﻠ َﻋ ْﻞــــﱠﻛَﻮَـﺘَـﻓ

“Mak a bertawak allah k epada A llah, sesung-guhnya A llah mencintai orang-orang yang bertawak al.” (QS. Ali-Imran: 159)

Kelima, tawakal menyebabkan

tercukupi-nya apa yang diinginkan, karena Allah sendiri yang menjadi penjaminnya. Allah berfirman:

ُﻪُﺒـــ ْﺴَﺣ َﻮـــُﻬَـﻓ ِﻪـــﱠﻠﻟا ﻰَﻠَﻋ ْﻞﱠﻛَﻮَـﺘَ ـﻳ ْﻦَﻣَو

“Siapa yang bertawak al k epada A llah Dialah yang mencuk upinya.” (QS. at-Thalaq: 4)

(59)

“Tidak k ah A llah mencuk upi hamba-Nya dan merek a

menakut-nakuti dengan selain-Nya.” (QS. az- Zumar: 38)

Artinya orang yang bertawakal kepada-Nya tidak perlu takut kepada gangguan orang yang mengganggunya. K arena kalau Allah melindungi-Nya, tidak ada yang berbahaya baginya, dan kalau Allah menakdirkan ujian baginya, maka pahala yang besar, dan surga serta derajat syahid telah menantinya. O rang yang bertawakal kepada Allah, setan tidak bisa mengganggunya. Dalam hadits dikatakan:

ِﻪـــ ْﻴَﻠَﻋ ُﻪـــﱠﻠﻟا ﻰﱠﻠ َﺻ ﱠ ِﱯﱠﻨﻟا ﱠنَأ ٍﻚِﻟﺎ َﻣ ِﻦْ ﺑ ِﺲَﻧَأ ْﻦَﻋ

ِﻢـــ ْﺴِﺑ َلﺎـــ َﻘَـﻓ ِﻪـــِﺘ ْﻴَ ـﺑ ْﻦـــ ِﻣ ُ ﻞـــ ُﺟﱠﺮﻟا َجَﺮـــَﺧ اَذِإ َلﺎَﻗ َﻢﱠﻠ َﺳَو

ِﻪـــﱠﻠﻟﺎِﺑ ﱠﻻِإ َةﱠﻮـــُـﻗ َﻻَو َل ْﻮــ َﺣ َﻻ ِﻪــﱠﻠﻟا ﻰَﻠَﻋ ُﺖْﻠﱠﻛَﻮَـﺗ ِﻪﱠﻠﻟا

ﻰـــﱠﺤَﻨ َـﺘَﺘَـﻓ َﺖـــﻴ ِﻗ ُوَو َﺖــﻴ ِﻔُﻛَو َﺖﻳ ِﺪــ ُﻫ ٍﺬــ ِﺌَﻨﻴ ِﺣ ُلﺎَﻘُ ـﻳ َلﺎَﻗ

َﻚــَﻟ َﻒــ ْﻴَﻛ ُﺮــَﺧآ ٌنﺎَﻄْﻴَﺷ ُﻪَﻟ ُلﻮُﻘَـﻴَـﻓ ُﲔِﻃﺎ َﻴﱠﺸﻟا ُﻪَﻟ

َﻲـــــ ِﻗ ُوَو َﻲـــــ ِﻔُﻛَو َيِﺪـــــ ُﻫ ْﺪـــــَﻗ ٍﻞـــــ ُﺟَﺮِﺑ

.

لﺎــــــﻗو ﻢـــــﻗر دواد ﻮـــــﺑأ ﻩاور

.

ﺢﻴﺤﺻ ﻦﺴﺣ ﺚﻳﺪﺣ

(60)
(61)

Tawakal d an

Usa ha

Tawakal

dan usaha,

kedua-nya adalah satu kesatuan, di mana usaha adalah bagian dari tawakal. D ikatakan bahwa tawakal dan usaha adalah wajah dari dua sisi keimanan, karena tawakal adalah menyerahkan hasil usaha kepada Allah SWT, sedangkan usaha adalah syarat dari tawakal. Ulama menga-takan, “Tawak al tanpa usaha adalah cacat dalam ak al, sedangk an usaha tanpa tawak al k epada A llah meru-pak an sebuah k esyirik an.”

(62)

Ada beberapa hadits yang berkaitan dengan hal itu. Di antara hadits yang masyhur:

:

ِﷲا َل ْﻮــ ُﺳَر ﺎــَﻳ ُﺖــْﻠُـﻗ

:

َلﺎــَﻗ َﺔــﱠﻴ َﻣُأ ْﻦِﺑ و ُﺮْﻤَﻋ ْﻦَﻋ

ْﻞــــــﱠﻛَﻮَـﺗ َو ﺎــــــ َﻬْﻠِﻘْﻋا

:

َلﺎـــــ َﻘَـﻓ ؟ ُ ﻞــــﱠﻛَﻮَـﺗَأ َو ْ ِﱵَﻗﺎــــَﻧ ْﻞــــ ِﺳْرُأ

Dari Amr bin Umayah berkata, “A k u berk ata k epada Rasulullah saw., ‘Saya lepask an untak u dan k au bertawak al.’ Beliau bersabda, ‘Ik atlah lantas bertawak allah.’” (HR. Baihaqi di Syu’abil Iman: 1210)

Suatu saat Umar bin K hathab melihat orang-orang duduk menganggur, lantas beliau menegur mereka, dan ketika mereka mengatakan kami orang yang bertawakal, Umar meluruskan konsep tawakal yang memadukan antara usaha dan penyerahan diri.

ْﻰَﺗَأ ، َبﺎﱠﻄَﳋا َﻦْ ﺑ َﺮَﻤُﻋ ﱠن َ◌َأ ، َةﱠﺮُـﻗ ْﻦِﺑ َﺔَ ﻳِوﺎ َﻌُﻣ ْﻦَﻋ

ُﻦــــــــــ َْﳓ

:

اﻮُﻟﺎــ َﻘَـﻓ

«

؟ ْﻢُﺘْـﻧَأ ﺎ َﻣ

» :

َلﺎَﻘَـﻓ ٍمْﻮَـﻗ ﻰَﻠَﻋ

َﻻَأ ، َن ْﻮُﻠِﻜﱠﺘ ُ ﳌا ْﻢُﺘْـﻧَأ ْﻞَ ﺑ

» :

َلﺎـــــ َﻘَـﻓ ،ن ْﻮـــــُﻠﱢﻛَﻮَـﺘ ُ ﳌا

(63)

Dari Muawiyah bin Qurrah, sesungguhnya Umar bin K hathab mendatangi suatu kaum lantas berkata, “A da apa k alian? Merek a berk ata, ‘Kami bertawak al.’ Umar berk ata, ‘Bahk an k alian orang yang mengandalk an, mauk ah ak u tunjuk i dengan orang yang bertawak al, seorang menaruh biji di perut tanah, k emudian bertawak al k epada Rabbnya.’”

Tawakal adalah menyerahkan hasil usaha seorang hamba kepada Allah SWT setelah mengoptimalkan segala potensinya, dan ridha dengan keputusan Allah SWT, serta berhusnuzhan kepada Allah bahwa Allah pasti lebih tahu apa yang bermaslahat untuk hamba-Nya. Hal ini seperti yang termaktub dalam doa shalat Istikharah yang diajarkan kepada Rasulullah:

ِﻦــــــــْﻄَﺑ ْ ِﰲ ًﺔــــــــﱠﺒ َﺣ ﻰـــــــ َﻘْﻟَأ ُ ﻞـــــــ ُﺟَر ؟ َّﲔِﻠﱢﻛَﻮَـﺘ ُ ﳌِﺎـــــــﺑ ْﻢـــــــ

ُﻛُ ِﱪْﺧُأ

ﻲــﻘﻬﻴﺒﻟا ،

«

َﻪــــــــــﱢﺑ َر ﻰــــــــــَﻠَﻋ َﻞــــــــــﱠﻛَﻮَـﺗ ﱠُﰒ ، ِضْرَﻷا

َﻚِﺗ َرْﺪــــ ُﻘِﺑ َكُرِﺪْﻘَـﺘــــ ْﺳَأ َو َﻚــــ ِﻤْﻠِﻌِﺑ َكُ ﲑ ِﺨَﺘــــ ْﺳَأ ﱢﱐِإ ﱠﻢــــ ُﻬﱠﻠﻟا

ُرِﺪـــْﻗَأ َﻻَو ُرِﺪْﻘَـﺗ َﻚﱠﻧِﺈَﻓ ِﻢﻴ ِﻈَﻌْﻟا َﻚِﻠْﻀَﻓ ْﻦِﻣ َﻚُﻟَﺄ ْﺳَأ َو

ْنِإ ﱠﻢـــ ُﻬﱠﻠﻟا ِبﻮــ ُ ﻴُﻐْﻟا ُم ﱠﻼَﻋ َﺖْﻧَأ َو ُﻢَﻠْﻋَأ َﻻَو ُﻢَﻠ ْﻌَـﺗَو

ِﲏـــﻳ ِد ِﰲ ِﱄ ٌﺮـــْـﻴَﺧ َﺮـــْﻣَْﻷا اَﺬـــ َﻫ ﱠنَأ ُﻢَﻠ ْﻌَـﺗ َﺖْﻨُﻛ

(64)

“Ya A llah, sesungguhnya ak u meminta k epada E ngk au untuk dipilihk an dengan ilmu-Mu, dan mohon k emampuan dengan k emampuan-Mu, ak u mohon dari k arunia-Mu yang agung. Sesungguhnya E ngk au berk uasa dan ak u tidak berk uasa, E ngk au mengetahui dan ak u tidak mengetahui, E ngk au Maha Mengetahui yang gaib. Ya A llah, jik a E ngk au mengetahui perk ara ini (disebutk an jenis masalahnya) baik buatk u dalam dink u, duniak u, ak hir perk arak u atau k ondisi sek arang dari perk arak u atau nantinya, mak a tak dirk anlah hal itu untuk k u, dan mudahk anlah untuk k u, k emudian berk ahilah ak u di dalamnya. Dan jik a E ngk au mengetahui bahwa perk ara ini buruk bagik u dalam agamak u, k ehidupank u, dan ak hir perk arak u atau

ِﲏـــﻳ ِد ِﰲ ِﱄ ٌﺮـــْـﻴَﺧ َﺮـــْﻣَْﻷا اَﺬـــ َﻫ ﱠنَأ ُﻢَﻠ ْﻌَـﺗ َﺖْﻨُﻛ

يِﺮـــ ْﻣَأ ِﻞـــ ِﺟﺎَﻋ َلﺎـــَﻗ ْوَأ يِﺮـــ ْﻣَأ ِﺔـــ َﺒ ِﻗﺎَﻋَو ﻲـــ ِﺷﺎ َﻌَﻣَو

ِﻪـــــــــﻴ ِﻓ ِﱄ ْكِرﺎـــــــــَﺑ ﱠُﰒ ِﱄ ُﻩ ْﺮـــــــــ ﱢﺴَ ﻳ َو ِﱄ ُﻩ ْرُﺪـــــــــْﻗﺎَﻓ ِﻪـــــــــ ِﻠ

ِﺟآ َو

ِﲏــــﻳ ِد ِﰲ ِﱄ ﱞﺮــــ َﺷ َﺮـــْﻣَْﻷا اَﺬـــ َﻫ ﱠنَأ ُﻢـــَﻠ ْﻌَـﺗ َﺖـــْﻨُﻛ ْنِإ َو

يِﺮــــ ْﻣَأ ِﻞــــ ِﺟﺎَﻋ ِﰲ َلﺎــــَﻗ ْوَأ يِﺮــــ ْﻣَأ ِﺔــــ َﺒ ِﻗﺎَﻋَو ﻲــــ ِﺷﺎ َﻌَﻣَو

(65)

perk arak u yang cepat atau yang nantinya, mak a palingk an perk ara itu darik u, dan palingk an ak u darinya. Dan tak dirk anlah k ebaik an untuk k u dari arah mana saja, k emudian ridhailah ak u.”

(66)

Bab 8

Tawakal d an

Qadha /Takd ir Allah

Arti Qadha dan Takdir

(67)

satupun yang terjadi di alam semesta kecuali dengan ketentuan Allah. Allah berfirman:

ﺎ َﻣ ُﻢَﻠ ْﻌَ ـﻳ َو َﻮُﻫ ﱠﻻِإ ﺎ َﻬُﻤَﻠ ْﻌَ ـﻳ َﻻ ِﺐْﻴَﻐْﻟا ُﺢِﺗﺎَﻔَﻣ ُﻩَﺪْﻨِﻋَو

ﺎـــ َﻬُﻤَﻠ ْﻌَ ـﻳ ﱠﻻِإ ٍﺔـــَﻗ َرَو ْﻦـــ ِﻣ ُﻂُﻘـــ ْﺴَﺗ ﺎــ َﻣَو ِﺮــ ْﺤَﺒْﻟا َو ﱢﺮــ َـﺒْﻟا ِﰲ

ٍﺲِﺑﺎـــــَﻳ َﻻَو ٍﺐـــــْﻃَر َﻻَو ِضْرَْﻷا ِتﺎــــ َﻤُﻠُﻇ ِﰲ ٍﺔــــﱠﺒ َﺣ َﻻَو

ٍﲔـــــِﺒ ُﻣ ٍبﺎـــــ َﺘِﻛ ِﰲ ﱠﻻِإ

.

“Dan pada sisi A llah lah k unci-k unci semua yang gaib; tidak ada yang mengetahuinya k ecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan























































“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melaink an telah tertulis dalam Kitab (L auhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptak annya. Sesungguhnya yang demik ian itu

adalah mudah bagi A llah.” (QS. al-Hadid: 22)

(68)

di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melaink an Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam k egelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang k ering, melaink an tertulis

dalam Kitab yang nyata (L auh Mahfudz).” (QS.

al-An'am: 59)

Iman dengan qadha dan qadar bermuara kepada kemutlakan iradah Allah, dan iradah Allah ada dalam tiga ruang lingkup:

(69)

b. Iradah syar’iyyah, yaitu apa yang Allah tuntut terhadap diri kita, Iradah syar’iyyah, yang bermuatan perintah dan larangan yang wajib ditaati. Iradah ini berkaitan dengan qadha kauni atau takdir Allah jika terjadi. Seperti jika orang kafir maka tidak perlu berbicara kenapa Allah menakdirkan saya kafir, atau kalau saya sakit tidak perlu mengatakan kenapa Allah menakdirkan saya sakit, atau kalau maksiat mengatakan saya bermaksiat dengan takdir Allah, melainkan yang penting memahami apa yang Allah tuntut ketika ada orang yang kafir atau sakit atau bermaksiat. Bukankah Allah perintahkan orang kafir untuk beriman, orang sakit untuk berobat, orang yang maksiat untuk bertaubat, dan perintah Allah pasti di dalam ruang lingkup kemampuan manusia.

(70)

Al-lah, seperti memanfaatkan teori manajemen modern untuk memajukan perusahaan yang bermasalah, atau mencari obat yang berkhasiat untuk mengobati orang yang ditakdirkan sakit. Sunah ini dicari melalui apa yang Allah sampaikan dalam kitab-Nya dan melalui berbagai percobaan dan eksplorasi. Implementasi tawakal kepada Allah SWT dilakukan dengan menjalankan perintah Allah dalam iradah syar’iyyah, dengan menggunakan sunah kauniyah untuk menyikapi secara positif qadha dan

qadar Allah. Dengan kata yang lain bersyukur atas

(71)

Tawakal d an

Keb erha sila n

Dalam bab-bab yang lalu

dikatakan bahwa tawakal adalah penyebab keberhasilan. Tapi barangkali ada yang bertanya bahwa Nabi saw. adalah orang yang paling tawakal, tapi kenapa tidak semua yang didakwahi Rasul mendapatkan petunjuk, tidak semua peperangan yang diikuti Rasul selalu berakhir dengan kemenangan, juga sering didapatkan orang-orang salihin sudah maksimal dalam usaha dan sudah maksimal dalam doa tetapi masih saja menemui kegagalan. Ini
(72)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam keberhasilan induksi pembelahan sporofitik ditunjukkan dengan parameter pengamatan yang dilakukan pada induksi pembelahan sporofitik mikrospora dengan

Setiap kenaikan suhu pada forming unit akan menghambat terjadinya pemindahan panas, dan apabila kenaikan suhunya mencapai suhu dari material yang dimasukkan, maka proses

Reduksi PAPR denga metode clipping yang diimplementasikan pada sebuah prosesor DSP diharapkan dapat menjadi suatu ide yang cukup baik untuk membantu

Kata mlempem dalam bahasa Jawa, mlempem yang berarti keadaan yang tidak lagi renyah (tentang makanan yang digoreng). Dari kedua fenomena di atas, penulis

Hasil penelitian pelaksanaan pendidikan karakter melalui pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran IPS di kelas V SDN 1 Gending Kabupaten Probolinggo

Dari nilai yang telah diinputkan hasilnya akan menjadi bahan perhitungan untuk didapat hasil keputusan perangkingan siswa yang menjadi peserta lomba cerdas cermat

Dalam merencanakan struktur gedung yang berada di wilayah yang terdapat intensitas gempa, sebaiknya menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) dan

6. Pimpinan dan Staf tata usaha serta pegawai pustaka Program Pasca Sarjana UIN SUSKA Riau yang telah membantu seluruh administrai dan memberikan fasilitas, akses