• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rumah Ikan (Fish Apartment) Sebagai Alternatif Mendukung Pengkayaan Sumberdaya Ikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rumah Ikan (Fish Apartment) Sebagai Alternatif Mendukung Pengkayaan Sumberdaya Ikan"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

RUMAH IKAN

(

FISH APARTMENT

) SEBAGAI ALTERNATIF

MENDUKUNG PENGKAYAAN SUMBERDAYA IKAN

MUHAMMAD WILDY KAMAALI EL-MATIEN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rumah Ikan (Fish Apartment) Sebagai Alternatif Mendukung Pengkayaan Sumberdaya Ikan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

(3)

RINGKASAN

MUH. WILDY KAMAALI E. Rumah Ikan (Fish Apartment) Sebagai Alternatif Mendukung Pengkayaan Sumberdaya Ikan. Dibimbing oleh Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, M Sc dan Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, M Si.

Pemanfaatan sumberdaya ikan yang tidak ramah lingkungan dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem perairan, terutama kerusakan habitat ikan seperti terumbu karang. Rusaknya terumbu karang dapat mengakibatkan penurunan sumberdaya ikan, hal tersebut dikarenakan terumbu karang memiliki fungsi sebagai daerah pemijahan (spawning ground), sebagai areal pengasuhan serta pertumbuhan (nursery ground), dan mencari makan (feeding ground). Penurunan sumberdaya ikan dapat dilihat dari menurunnya hasil tangkapan nelayan, semakin mengecilnya ukuran ikan yang tertangkap, sulit dan jauhnya mencari daerah penangkapan (fishing ground) dan langkanya beberapa spesies ikan. Banyak upaya yang dilakukan untuk mengembalikan sumberdaya ikan di perairan yang rusak, salah satunya dengan menggunakan fish apartment.

Penelitian fish apartment ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang perkembangan fish apartment, dan mengetahui dampak langsung terhadap nelayan terutama di daerah Bangsring, Banyuwangi. Pengumpulan data berupa pengamatan langsung fish apartment, wawancara dengan nelayan dan pengumpulan data hasil tangkapan. Metode analisis fish apartment meliputi komposisi jenis ikan, kelimpahan ikan, indeks keanekaragaman dan indeks dominansi ikan sebagai indikator keberhasilan fish apartment di perairan Bangsring. Hasil pengamatan kemudian dianalisis tingkat keberhasilannya dalam pengembalian sumberdaya ikan di perairan pantai Bangsring, Banyuwangi.

Penanaman fish apartment pada perairan Bangsring, Banyuwangi dapat memperbaiki kekayaan sumber daya ikan yang hilang, dilihat dari keberhasilan pertambahan jenis ikan, meningkatnya hasil tangkapan hingga, jarak penangkapan yang dekat dan efisien dalam waktu penangkapan. Fish apartment dapat memperbaiki ekosistem perairan yang rusak, khususnya di perairan Bangsring, Banyuwangi, Jawa Timur.

Penanaman fish apartment pada perairan Bangsring, Banyuwangi dapat memperbaiki kekayaan sumber daya ikan yang hilang, dilihat dari keberhasilan pertambahan jenis ikan, meningkatnya hasil tangkapan hingga, jarak penangkapan yang dekat dan efisien dalam waktu penangkapan. Fish apartment dapat memperbaiki ekosistem perairan yang rusak, khususnya di perairan Bangsring, Banyuwangi, Jawa Timur.

(4)

SUMMARY

MUH. WILDY KAMAALI E. Fish Apartment (Rumah Ikan) Alternative to Supports For Enrichment Fish Resources. Supervised by Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro, M Sc and Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, M Si.

The utilization of fish resources which is not environmental friendly can impact aquatic ecosystems damage, mainly fish habitats damage such as coral reefs. Damage coral reefs resulted in decreasing in fish resources, it this case the reefs has a function as a spawning ground, nursery ground, and feeding ground. The decreasing of fish resources can be seen from the decline of fish catched, reduction in the size of fish captured, hard and far away from fishing ground and the scarcity of some species. Many effort can do to return the fish resources on damage aquatic area, one of effort is fish apartement.

This fish apartment study expected could be describe about fish apartment development, and to know the direct impact to the fisherman mostly in Bangsring, Banyuwangi. Data collecting such as direct observation of fish apartment, interview with the fisherman and collected data of captured fisheries from government official. Fish apartment method analysis comprise fish species composition, fishes abundance, diversity index and fish domination index as an indicator of fish apartment success in Bangsring aquatic. The observation result inidicated by analyzed the level of success in the fish resources recovery in Bangsring, Banyuwangi.

Fish apartment placement on Bangsring aquatic could regenerate fish resources, seen from the success of fish species improvement, increased catch result up to a near distance of fishing ground and eficiency on fishing time. Fish apartment could repairing damage aquatic ecosystem, especially in Bangsring, Banyuwangi, East Java.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

RUMAH IKAN

(

FISH APARTMENT

) SEBAGAI ALTERNATIF

MENDUKUNG PENGKAYAAN SUMBERDAYA IKAN

MUHAMMAD WILDY KAMAALI EL-MATIEN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Perikanan Laut

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN

(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini tepat pada waktunya. Karya ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Teknologi Perikanan Laut, Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, dengan judul “Rumah Ikan (Fish Apartment) Sebagai Alternatif Mendukung Pengkayaan Sumberdaya Ikan”.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa karya ilmiah ini dapat terwujud karena bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan tugas akhir ini, yaitu kepada :

1. Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, M Sc selaku dosen pembimbing utama, yang telah dengan sabar membimbing penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan.

2. Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, M Si. selaku dosen pembimbing pendamping tesis.

3. Dr Ir Roza Yusfiandayani, M Si selaku dosen penguji tesis.

4. Kedua orang tua Bapak Abdur Rouf dan Ibu Yayah Aisiyah yang tiada henti memberikan doa dan dukungannya.

5. Kakak Roisatun Nisaa F. dan adik M. Roy’s Birrul yang tidak pernah henti-hentinya mendukung saya dalam hal apapun serta mendoakan saya setiap waktu.

6. Raisha Aqeela, terima kasih atas motivasi, doa dan semangat yang begitu besar sehingga semua yang dikerjakan dapat terselesaikan.

7. Bapak Ikhwan Arif selaku ketua nelayan Bangsring yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data.

8. Kelompok nelayan Sabudera Bakti yang mendukung dan memberikan respon positif selama pengambulan data.

9. Teman-teman Teknologi Perilanan Laut (TPL), beserta seluruh staf dan pengajar yang turut membantu kelancaran pelaksanaan penelitian.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan menjadi acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan keritik dan saran dari banyak pihak untuk membangun ilmu pengetahuan guna perbaikan dalam penyempurnaan usulan penelitian ini. Demikian tugas akhir ini dibuat, semoga dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Agustus 2016

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN ii

DAFTAR ISTILAH iii

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

Kerangka Pemikiran 5

2. TINJAUAN PUSTAKA 6

Pengertian dan Gambaran Umum Fish Apartment 6

Sejarah Fish Apartment 6

Bahan Konstruksi Fish Apartment 7

3. METODELOGI PENELITIAN 10

Lokasi dan Waktu Penelitian 11

Alat dan Bahan Penelitian 12

Metode Pengambilan Data 12

Metode Analisis Data 14

Analisis Data 16

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Hasil 17

Pembahasan 19

5. KESIMPULAN DAN SARAN 26

Kesimpulan 26

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN 30

RIWAYAT HIDUP 47

(12)

DAFTAR TABEL

1 Data perbandingan hasil wawancara di Bangsring, Banyuwangi 17

DAFTAR GAMBAR

1 Kerusakan karang karena penggunaan bahan peledak. 3

2 Kerangka pemikiran penelitian 5

3 Fish apartment sebagai pengganti terumbu karang 6

4 Partisi fish apartment 8

5 Sub modul fish apartment 8

6 Modul fish apartment 9

7 Koloni fish apartment 9

8 Group fish apartment 9

9 Lokasi penelitian pantai Bangsring, Banyuwangi, Jawa Timur 11

10 Stasiun pengamatan fish apartment 12

11 Grafik hasil tangkapan tahun 2012-2015 18

12 Grafik hasil tangkapan ikan per famili tahun 2012-2015 18 13 Jenis ikan hias hasil tangkapan nelayan Bangsring Banyuwangi : (a)

angel fish (Pomacanthidae), (b) betok (Pomacentridae), (c) kepe-kepe (Chaetodotidae), (d) bunglon (Gobiidae), (e) keling (Labridae), (f) kerapu (Serranidae), (g) scorpion kembang (Scorpaenidae) dan

(h) clown fish (Pomacentridae). 22

14 Alat tangkap ikan yang digunakan nelayan Bangsring 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data hasil pengamatan visual dengan hasil komposisi jenis,

keanekaragaman, dan dominansi 31

2 Data kelimpahan per stasiun pengamatan 35

3 Data jumlah jenis dan kelompok famili hasil tangkapan ikan di

Bangsring tahun 2012 36

4 Data jumlah jenis dan kelompok famili hasil tangkapan ikan di

Bangsring tahun 2013 37

5 Data jumlah jenis dan kelompok famili hasil tangkapan ikan di

Bangsring tahun 2014 38

6 Data jumlah jenis dan kelompok famili hasil tangkapan ikan di

Bangsring tahun 2015 39

7 Jenis-jenis ikan hasil tangkapan perairan Bangsring 40

(13)

DAFTAR ISTILAH

Fish apartment : Alat perbaikan lingkungan hasil perkembangan dari rumpon dasar yang terbuat dari bahan dasar polyprophylene.

Rumpon : Alat bantu pengumpul ikan yang menggunakan berbagai bentuk dan jenis pengikat/atraktor dari benda padat, berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul, yang di manfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas operasi penangkapan ikan. Rumpon biasa dikenal juga sebagai Fish Agregatting Device (FAD).

Overfishing : Penangkapan ikan yang berlebihan sehingga mengganggu keseimbangan ekologi laut.

Spawning ground : Daerah pemijahan bagi organisme air.

Nursery ground : Daerah asuhan bagi organisme yang masih kecil. Feeding ground : Daerah untuk mencari makan bagi suatu

organisme.

BBPPI : Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan Semarang.

Polyprophylene : Sebuah bahan polimer termo-plastik/Polimer Propilene yang digunakan sebagai termoplastik cetak bahan.

Partisi fish apartment : Bahan utama yang digunakan untuk menyusun kerangka modul fish apartment.

Sub Modul fish apartment : Susunan/gabungan dari partisi dan dirangkai membentuk susunan tingkat 4-5 partisi.

Modul fish apartment : Kumpulam dari empat sub modul yang dirangkai dan dilengkapi dengan pemberat dan atraktor. Koloni fish apartment : Kumpulan modul yang terdiri dari 4-6 modul yang

dirangkai menjadi satu dengan menggunakan tiang dan tali penuntun.

Group fish apartment : Satu kumpulan koloni terdiri dari 50-60 koloni yang ditempatkan dalam satu areal yang telah di tentukan.

(14)
(15)

1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km dengan lebih dari 17.508 pulau. Perairan yang luas di tutupi dengan terumbu karang melindungi kepulauan Indonesia (Bengen 1999). Perairan di Indonesia memiliki potensi yang relatif besar, pemanfaatan sumberdaya hayati laut merupakan hal penting sebagai sumber pangan dan komoditi perdagangan (Bambang 2011). Menurut Walter (1994) estimasi luas terumbu karang di Indonesia mencapai 51.000 km2. Menurut Dahuri (2000) Supriharyono (2000) dari luasan karang 51.000 km2 diperkirakan terumbu karang yang masih sangat baik kondisinya hanya 7%, 33% baik, 45% rusak dan 15% dalam kondisi kritis. Sebagian besar perairan di Indonesia sudah dalam kondisi padat tangkap (fully exploited) atau mungkin lebih tangkap (over exploited) (Bambang 2011).

Menurut Budhiman (2011) pemanfaatan hasil laut untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat Indonesia saat ini sudah menunjukkan fenomena berlebihnya hasil tangkapan (overfishing) yang berpengaruh pada penurunan stok gradual. Kondisi penurunan sumberdaya ikan tersebut merupakan dampak dari interaksi aktivitas penangkapan yang semakin intensif dan menurunnya daya dukung perairan akibat degradasi habitat penting perikanan, seperti terumbu karang, mangrove, lamun, dan bentuk dasar perairan sejenis. Terumbu karang sangat erat hubungannya dengan komunitas ikan karang. Ikan karang merupakan ikan yang hidup pada daerah terumbu karang sejak juvenil sampai dewasa, ikan hidup berasosiasi dengan terumbu karang karena tersedianya makanan dan tempat perlindungan (Choat dan Bellwood 1991).

Kelimpahan ikan karang yang tinggi dapat dijadikan salah satu indikator bahwa kondisi ekosistem terumbu karang yang ada di daerah tersebut baik. Secara umum daerah yang memiliki penutupan karang hidup yang luas maka keanekaragaman ikan karang yang ada di daerah tersebut juga tinggi (Muhammad 2009). Kekayaan dan keanekaragaman hayati yang dimiliki, terumbu karang merupakan ekosistem yang rentan terhadap gangguan dan ancaman (Medrizam et al. 2004 dalam Muzaki 2007) dan kerentanan terumbu karang semakin meningkat seiring dengan penambahan jumlah penduduk dan aktivitas di wilayah pesisir (Ilyas 2008).

Menurut Connel (1987), diantara komponen biotik ikan merupakan salah satu organisme akuatik yang rentan terhadap perubahan lingkungan, terutama yang diakibatkan oleh aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Segala jenis ikan akan bertahan hidup dan berkembang biak dengan baik dengan menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan dimana ikan itu hidup. Pada kondisi perairan yang rusak dan tercemar ikan akan bermigrasi dan mencari habitat baru. Menurut Anwar et al. (1984), komposisi dan distribusi ikan sangat dipengaruhi oleh perubahan parameter seperti fisik, kimia, dan biologi.

(16)

perairan akibat degradasi habitat penting perikanan (Bambang et al. 2011). Hal ini ditandai dengan menurunnya hasil tangkapan nelayan, semakin mengecilnya ukuran ikan yang tertangkap, sulit dan jauhnya mencari daerah penangkapan (fishing ground) dan langkanya beberapa spesies ikan (Mahyudin 2012). Kualitas tangkapan yang menurun dapat berupa berkurangnya hasil tangkapan, ukuran ikan tangkapan semakin mengecil, dan hilangnya beberapa jenis ikan di perairan tersebut. Penurunan sumberdaya ikan tersebut merupakan dampak dari interaksi antara aktivitas penangkapan yang semakin intensif dan menurunnya daya dukung perairan akibat degradasi habitat penting perikanan, seperti terumbu karang, mangrove, maupun lamun yang memiliki fungsi sejenis (Budhiman et al. 2013). Secara ekologis, tipologi habitat tersebut sangat penting bagi keberlanjutan ekosistem perairan, karena memiliki fungsi sebagai daerah pemijahan (spawning ground), sebagai areal pengasuhan serta pertumbuhan (nursery ground), dan mencari makan (feeding ground) (Budhiman 2011).Terumbu karang yang telah rusak memerlukan jangka waktu yang lama dalam pemulhannya. Kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh badai dan topan memerlukan waktu 25-30 tahun untuk pemulihan (Nyabaken 1988).

Apartemen ikan adalah hal baru, dimana apartemen ikan ini baru di kenalkan oleh Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI) pada tahun 2011 diharapkan dapat membantu pemulihan sumberdaya perairan yang rusak terutama untuk mengembalikan habitat ikan. Pengembalian habitat ikan ini diharapkan mampu mengembalikan biota-biota air yang telah hilang dan memulihkan perairan untuk kesejahtraan masyarakat. Pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan dapat dengan cara melakukan pengelolaan atau pengendalian dalam pemanfaatannya. Menjaga kelangsungan hidup makhluk perairan sangat diperlukan untuk keseimbangan ekosistem perairan, oleh karena itu dibutuhkan terobosan baru dalam memperbaiki lingkungan. Kesadaran nelayan yang rendah menjadikan terlambatnya untuk mengetahui pentingnya ekosistem perairan. Kerusakan karang yang semakin meningkat memiliki pengaruh terhadap ekosistem perairan, sehingga rusaknya terumbu karang dapat mempengaruhi ikan hasil tangkapan terutama pendapatan nelayan.

Perumusan Masalah

Penangkapan ikan hias di perairan pantai Bangsring, Banyuwangi telah dilakukan sejak 1970. Perkembangan tiap tahun semakin banyak nelayan yang memanfaatkan daerah perairan pantai untuk menangkap ikan hias di perairan Bangsring. Persaingan untuk mendapatkan ikan hasil tangkapan semakin tinggi, sehingga pada tahun 1980 banyak nelayan yang melakukan penangkapan ikan dengan potas dan bahan peledak. Penangkapan dengan potas oleh nelayan dikarenakan mudah dan murah dalam menggunakannya, akan tetapi penggunaan bahan tersebut dapat mengancam ekosistem.

(17)

tidak ramah lingkungan dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem perairan, terutama kerusakan habitat ikan seperti terumbu karang. Terumbu karang yang rusak mengakibatkan hasil tangkapan berkurang, ikan hasil tangkapan semakin mengecil, dan hilangnya beberapa jenis ikan di perairan tersebut, khususnya ikan karang.

Gambar 1 Kerusakan karang karena penggunaan bahan peledak.

Kondisi perairan yang rusak dan tercemar akan membuat ikan berpindah tempat dan mencari habitat baru. Pertumbuhan ikan yang lambat dan berpindahnya ikan menjadikan penurunan produksi hasil tangkapan nelayan. Hasil tangkapan yang menurun dirasakan oleh nelayan dengan semakin sedikit hasil ikan yang didapatkan dan semakin kecil ukuran ikan hasil tangkapan. Akibatnya pendapatan nelayan akan berkurang, sedangkan biaya operasional akan semakin bertambah karena fishing ground semakin jauh dari fishing base. Salah satu faktor yang mempengaruhi sulitnya habitat ikan kembali adalah rusaknya karang di perairan. Kerusakan karang menjadikan ikan sulit untuk berkembang biak. Secara ekologis, tipologi habitat tersebut sangat penting bagi keberlanjutan ekosistem perairan, karena memiliki fungsi sebagai daerah pemijahan (spawning ground), sebagai areal pengasuhan serta pertumbuhan (nursery ground), dan mencari makan (feeding ground) (Budhiman et al. 2013).

Tahun 2008 kelompok nelayan Samudra Bakti Bangsring mencari solusi pengembalian ekosistem perairan Bangsring. Upaya yang dilakukan nelayan untuk mengembalikan ekosistem perairan di Bangsring salah satunya penanaman fish apartment. Tahun 2011 Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI) Semarang mengenalkan fish apartment, yang kemudian diikuti oleh penanaman fish apartment yang dilakukan oleh kelompok nelayan Bangsring. Kerusakan perairan harus dicegah dan diperbaiki agar sumberdaya ikan tidak habis, salah satunya dengan membuat fish apartment yang diciptakan oleh Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI) Semarang.

(18)

yaitu secara ekologi, sosial, dan ekonomi. Berkelanjutan secara ekologi mengandung arti bahwa pengelolaan harus mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya ikan termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity).

Fish apartment pada saat ini sudah dikembangkan di berbagai daerah Indonesia, akan tetapi masih belum diketahui secara pasti perkembangan fish apartment akan keberhasilan untuk mengembalikan ekosistem perairan. Penanaman fish apartment ini salahsatunya pada daerah Bangsring Banyuwangi. Pemilihan lokasi penelitian Bangsring banyuwangi tersebut dikarenakan adanya sejarah kerusakan perairan dan berkurangnya hasil tangkapan yang dikarenakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Kerusakan perairan tersebut berdampak pada pendapatan masyarakat nelayan, sehingga dengan memilih lokasi bangsring sebagai lokasi diharapkan dapat mengetahui dampak penanaman fish apartment terhadap perairan khususnya pada perairan Bangsring, Banyuwangi.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin di capai dari penelitian ini yaitu:

1. Menganalisis efektifitas fish apartment dalam pengkayaan stok.

2. Menganalisis dampak penanaman fish apartment terhadap hasil tangkapan nelayan.

Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai analisis fish apartment sebagai alternatif mendukung pengkayaan sumberdaya ikan diharapkan dapat:

1. Mengetahui pengaruh apartemen ikan (fish apartment) sehingga dapat digunakan sebagai gambaran untuk perbaikan lingkungan perairan, 2. Memberikan informasi perkembangan habitat ikan di sekitar apartemen

ikan (fish apartment).

3. Dapat digunakan sebagai referensi untuk pengembalian ekosistem perairan yang rusak.

Ruang Lingkup Penelitian

(19)

ekosistem perairan yang rusak dan memulihkan kembali biota air, sehingga dengan kembalinya ekosistem perairan dapat meningkatkan kualitas perairan yang dapat berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat ekosistem perairan keberlanjutan.

Kerangka Pemikiran

Laut adalah salah satu hasil alam yang mampu memenuhi kebutuhan manusia. Sumberdaya laut dimanfaatkan sebagai sumber perekonomian dan kebutuhan pangan, akan tetapi pemanfaatan laut yang tidak ramah lingkungan menjadikan kestabilan sumberdaya laut terganggu. Kerusakan perairan yang sulit dicegah dalam pemanfaatanya menjadikan pemanfaatan sumberdaya laut berkurang. Peneneman fish apartment diharapkan mampu nmengembalikan sumberdaya yang rusak. Penanamana fish apartment merupakan alternatif baru dalam memperbaiki lingkungan. Penentuan penelitian ini memiliki dasar pemikirian untuk pengembalian sumberdaya ikan yang hilang. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.

Peluang

Tantangan

Gambar 2 Kerangka Pemikiran Penelitian

Sebagai salah satu sumber perekonomian dan kebutuhan pangan.

Kebutuhan pasar akan ikan terus meningkat.

Pengembangan fish apartment

untuk kelestarian Perairan

Kerusakan lingkungan Isu penangkapan berlebih Belum ada upaya pengelolaan

perairan ramah lingkungan apartment di daerah kajian

(20)

2.

TINJAUAN

PUSTAKA

Pengertian dan Gambaran Umum Fish Apartment

Rumah ikan atau yang biasa disebut dengan fish apartment adalah suatu bangunan yang tersusun dari benda padat yang ditempatkan di dalam perairan, yang memiliki fungsi sebagai tempat memijah (spawning ground) bagi ikan-ikan dewasa dan area perlindungan bagi anakan ikan untuk bertahan hidup dan berkembang biak (nursery ground) yang bertujuan untuk memulihkan ketersediaan sumberdaya ikan (Bambang et al. 2011; Budhiman 2011; Budhiman et al. 2012). Penampakan fish apartment dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Fish apartment sebagai pengganti terumbu karang

Sama dengan halnya terumbu karang buatan fish apartment yang dibangun antara lain untuk habitat bagi kehidupan biota laut dan perlindungan pantai. Struktur tersebut dapat dibuat dari berbagai material dan bahan mulai dari ban-ban kendaraan bekas, batu granit, kayu, bangkai mobil/bus, plastik, beton sampai fibreglass (Hutomo 1991).

Fish apartment adalah suatu bangunan berongga yang tersusun dari konstruk partisi plastik, shelter, dan pemberat yang ditempatkan di dasar perairan berfungsi sebagai tempat berpijah bagi ikan-ikan dewasa (spawning ground) dan atau areal perlindungan, asuhan dan pembesaran bagi telur, larva serta anak-anak ikan (nursery ground) yang bertujuan untuk memulih kan ketersediaan (stok) sumberdaya ikan (Bambang et al 2011).

Sejarah Fish Apartment

(21)

Rumpon dasar dan atau fish apartment, merupakan alat bantu pengumpul ikan (fish agregatting device) yang terbuat dari ban-ban bekas yang dirangkai sedemikian rupa dengan bentuk konstruksi tertentu dan dilengkapi rumbai-rumbai dari bahan pita plastik. Metode ini telah berhasil meningkatkan produksi ikan di tempat-tempat yang kurang produktif tanpa menggangu kelestarian sumberdaya (Warman 2013).

Perbedaan rumpon dengan fish apartment yaitu pada proses pengoperasian. Rumpon merupakan alat bantu pengumpul ikan dalam proses penangkapan ikan seperti pada alat tangkap bagan untuk menangkap teri, sedangkan fish apartment adalah suatu alat untuk mendukung wilayah konservasi dalam memperbaiki lingkungan. Penggunaan fish apartment tidak di iringi oleh alat tangkap, karena bersifat untuk menjaga kelestarian. Rumpon merupakan salah satu alternatif untuk menciptakan daerah penangkapan buatan, dengan adanya alat bantu rumpon ini merubah paradigma nelayan yang semula nelayan melaut untuk mencari ikan kini berubah nelayan melaut untuk menangkap ikan, mengingat daerah penangkapan yang ditujunya sudah pasti, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya operasional (Budhiman 2011).

Menurut Martasuganda (2008) fish apartment tergolong kedalam jenis rumpon dasar, hal tersebut dikarenakan sifat rumpon dasar yang dapat berfungsi seperti pengganti terumbu karang. Dilihat dari fungsi dan manfaatnya fish apartment merupakan pengembangan dari rumpon dasar, sehingga fish apartment dapat diidentikkan dengan rumpon dasar. Perbedaan fish apartment dengan rumpon adalah bahan utama yang digunakannya. Fish apartment menggunakan bahan utama plastik (Bambang et al. 2011). Rumpon atau yang biasa disebut dengan Fish Aggregation Device (FAD) adalah alat bantu pengumpul ikan yang menggunakan berbagai bentuk dan jenis pengikat/atraktor dari benda padat, berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul, yang di manfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas operasi penangkapan ikan (PERMEN NOMOR 26/PERMEN-KP/2014).

Perkembangannya fish apartment banyak perubahan dari waktu ke waktu, baik dari bahan dasar maupun konstruksi. Awal dikenalkan fish apartment hanya menggunakan keranjang plastik tersusun yang tidak terpakai sebagai perlindungan ikan-ikan kecil. Keranjang plastik yang mudah rusak selama penggunaan, penanaman dan perakitan sehingga menjadikan Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI) Semarang mencari bahan dan kontruksi yang baik untuk fish apartment, sehingga mudah dalam perakitan dan awet dalam penggunaanya.

Bahan Konstruksi Fish Apartment

(22)

Pertimbangan menggunakan bahan plastik merupakan alternatif selain kayu, bambu, tembikar, semen cor dan ban bekas. Penggunaan bahan ban bekas telah dilarang penggunaannya oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan, sebab dikhwatirkan akan mencemari lingkungan. Menurut Bambang et al. (2011) plastik jenis Polyprophylene (pp) merupakan plastik transparan yang tidak jernih atau berawan, sifatnya lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah. Memiliki ketahanan baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Plastik paling baik bila digunakan sebagai pembungkus makanan atau minuman. Selanjutnya Mujiarto (2005); dalam Bambang et al. (2011) menambahkan bahwa plastik Polyprohylene memiliki titik leleh yang cukup tinggi (190-2000C) dan titik kristalisasinya antara (130-135oC) serta ketahanan terhadap bahan kimia sangat tinggi.

Pemilihan bahan pelastik dalam fish apartment dikarenakan sifat bahan yang mudah dibentuk, mudah pengiriman, tidak mudah rusak / busuk, dan perakitan mudah. Menurut Budhiman et al. (2013), dalam pembuatan bentuk dan konstruksi fish apartment yang terbuat dari plastik terbagi beberapa bagian, antara lain:

a.Partisi : Bahan utama yang digunakan untuk menyusun kerangka modul fish apartment, gambar dapat di lihat pada Gambar 4. b.Sub Modul : Susunan/gabungan dari partisi dan dirangkai membentuk

susunan tingkat 4 - 5 partisi (Gambar 5).

c.Modul : Kumpulam dari empat sub modul yang dirangkai dan dilengkapi dengan pemberat dan atraktor (Gambar 6).

d.Koloni : Kumpulan modul yang terdiri dari 4 - 6 modul yang dirangkai menjadi satu dengan menggunakan tiang dan tali penuntun (Gambar 7).

e.Group : Satu kumpulan koloni terdiri dari 50 - 60 koloni yang ditempatkan dalam satu areal yang telah di tentukan (Gambar 8).

(23)

Gambar 6 Modul fish apartment Gambar 7 Koloni fish apartment

(24)

3.

METODE

PENELITIAN

Perairan Bangsring memeiliki perairan yang kurang baik, hal tersebut dikarenakan kerusan yang dikarenakan pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan. Kerusakan perairan Bangsring menjadikan nelayan sulit dalam mencari ikan, sehingga nelayan bangsring memerlukan jarak yang jauh dalam mencari ikan. Pencarian ikan nelayan Bangsring dapat mencapai perairan bali yang jaraknya lebih dari 3 mil. Jarak yang jauh dalam mencari ikan menjadikan nelayan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Kekuranga tersebut perlu dilakukan perbaiakan agar nelayan dapat efisien dalam mencari ikan.

Perairan pantai Bangsring dalam pemanfaatannya dikelola oleh kelompok nelayan Samudra Bakti. Kelompok nelayan Samudra Bakti terbentuk untuk memperbaiki kondisi perairan Bangsring yang semakin memprihatinkan, dan memberikan sosialisasi kepada nelayan sekitar untuk peduli dan sadar akan akan lingkungan. Sosialisasi yang dilakukan oleh kelompok nelayan Samudra Bakti baik berupa penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan, pengembangan wilayah konservasi untuk memperbaiki kondisi perairan yang rusak dan meningkatkan kesejahteraan Nelayan Sekitar. Perbaikan lingkungan yang dilakukan oleh kelompok nelayan Samudra Bakti salah satunya adalah penanaman fish apartment. Fish apartment dikenalkan oleh BBPPI Semarang untuk memperbaiki perairan pantai Bangsring dan meningkatkan kesejahtraan masyarakat sekitar. Pengenalan fish apartment pada kelompok nelayan Samudera Bakti bermula pada tahun 2011 yang bertujan untuk perbaikan lingkungan.

Penanaman fish apartment untuk pemulihan perairan di daerah Bangsring, Banyuwangi, dimulai pada tahun 2011 dimana dilakukan penanaman 50 unit yang terletak tidak jauh dari pantai. Penanaman tersebut dilakukan karena ekosistem perairan pantai mengalami kerusakan yang parah dan konstruksi perairan yang layak untuk penanaman fish apartment. Pada tahun 2012 penanaman fish apartment ditambah 95 unit dan 2013 penanaman 95 unit, total penanaman fish apartment di daerah Bangsring mencapai 240 unit dengan luas lahan ± 2 hektar. Penanaman fish apartment di perairan Bangsring memiliki rata-rata kedalaman 10 meter pada saat surut terendah. Jarak antara fish apartment satu dengan yang lain berfareatif berkisar 5-10 meter, hal tersebut dikarenakan kontruksi dasar perairan yang tidak rata. Konstruksi perairan yang tidak rata menjadikan kelompok nelayan Samudera Bakti menanam fish apartment dengan menyesuaikan konstruksi perairan Bangsring.

(25)

memenuhi syarat dan mendukung dalam pengkayaan stok ikan, akan tetapi perbaikan lingkungan dengan fish apartment dalam pengaplikasiannya masih belum banyak diketahui manfaatnya dalam memperbaiki sumberdaya ikan. Perbaikan lingkungan dengan fish apartment tentu perlu di telaah untuk mengetahui manfaat, tingkat keberlanjutan dan dampak yang akan di timbulkan.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu dengan menggambarkan sebuah mekanisme sebuah proses atau hubungan antara terumbu karang yang rusak dengan fish apartment. Proses mekanisme tersebut dapat diubah menjadi informasi dasar akan hubungan fish apartment dan lingkungan, kemudian dapat mengklasifikasikan fish apartment apakah memiliki pengaruh untuk mengembalikan habitat ikan di suatu perairan. Penggunaan metode deskriptif yaitu dengan cara menggambarkan atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan tambahan terhadap obyek yang diteliti (Kountur 2007). Menganalisis antara hubungan fish apartment dan lingkungan merupakan metode studi kasus yang bertujuan mendapatkan keterangan mengenai latar belakang, sifat dan karakter yang spesifik dari obyek penelitian (Nazir 2003).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di perairan pantai Bangsring, Banyuwangi, Jawa Timur. Daerah penelitian berada di pantai timur jawa, tepatnya di selat selat bali (Gambar 9) baliPenelitian dilakukan pada bulan Februari hingga April 2015. Pengambilan data dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu melakukan wawancara langsung dengan para pelaku yang ada di setiap lokasi penangkapan ikan. Wawancara dilakukan terhadap nelayan penangkap ikan di perairan Bangsring, Banyuwangi.

(26)

Alat dan Bahan

Penelitian ini menggunakan berbagai macam perlengkapan alat yang digunakan, diantaranya yaitu terdiri dari:

a) Alat scuba diving, b) Peta lokasi,

c) Papan tulis kedap air (slate), d) Kamera digital

e) Kamera bawah air, f) Laptop,

g) Alat hitung, h) Alat tulis,

i) Buku identifikasi ikan.

Metode Pengambilan Data

Metode yang digunakan selama penelitian yaitu dengan mengamati secara langsung keberadaan fish apartment dan jenis keanekaragaman ikan di sekitar fish apartment. Pengamatan fish apartment dilakukan pada 24 titik lokasi berbeda, pemilihan 24 lokasi berbeda yaitu 10% dari total keseluruhan penanaman fish apartment yang tertanam. Pemilihan stasiun fish apartment dilakukan secara random yang dapat mewakili keseluruhan wilayah penanaman fish apartment di perairan Bangsring. Berikut ini adalah stasiun pengambilan data Gambar 10:

(27)

Pengamatan di lapangandengan metode Underwater Visual Sensus (UVC) Cappenberg (2009).

Data yang diperoleh berupa: a) Pengambilan gambar (foto),

b) Pencatatan jenis dan individu ikan yang berada di dalam dan sekitar fish apartment,

c) Pengumpulan data hasil tangkapan nelayan dengan wawancara dan atau kuisioner.

d) Mengetahui perkembangan dan perawatan fish apartment selama penanaman.

Pengambilan data penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut: a) Pengamatan populasi dan jenis ikan

Pengamatan populasi ikan dilakukan dengan cara pengamatan langsung dalam air. Pengamatan dilakukan pada lokasi penanaman fish apartment dengan luasan pengamatan per modul yang tertanam. Pengamatan bawah air di catat dan dibantu dengan alat bantu kamera untuk pengambilan gambar foto dan video. Data yang di peroleh baik foto dan video digunakan untuk mempermudah dalam perhitungan dan mengenali jenis ikan yang terdapat pada fish apartment yang kemudian dikelompokkan berdasarkan famili. Perolehan data akan di olah untuk mengetahui nilai komposisi jenis, kelimpahan, indeks keanekaragaman ikan, dan indeks dominansi jenis. Data yang telah di olah akan menunjukkan keadaan ikan dengan fish apartment. Data olahan yang diperoleh kemudian di hubungkan dengan hasil wawancara, dengan demikian dapat mengetahui pengaruh dan dampak dari penanaman fish apartment pada perairan Bangsring, Banyuwangi.

b) Wawancara

Wawancara merupakan suatu teknik penelitian untuk mengecek ulang atau pembuktian terhadap informasi, atau keterangan yang diperoleh sebelumnya dan juga merupakan teknik komunikasi langsung antara peneliti dan sampel. Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai. Interview adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama dari interview adalah kontak langsung dengan tatap muka (face to face relation ship) antara pencari informasi (interviewer atau informan hunter) dengan sumber informasi (interview) (Sutopo 2006: 74).

(28)

adanya fish apartment. Data wawancara yaitu meliputi jumlah hasil tangkapan nelayan, jarak dan waktu penangkapan, kepedulian nelayan terhadap fish apartment dan dampak langsung yang dirasakan oleh nelayan.

Wawancara hasil tangkapan nelayan dibandingkan antara sesudah dan sebelum penanaman fish apartment. Hasil wawancara tangkapan nelayan kemudian di perkuat dengan data hasil tangkapan tahunan untuk mengetahui peningkatan hasil tangkapan setelah dan sebelum penanaman fish apartment. Perbandingan tersebut untuk membuktikan efektifitas penanaman fish apartemen. Jika hasil tangkapan semakin meningkat maka penanaman fish apartment mempengaruhi tangkapan nelayan, sehingga dapat dikatan pengkayaan sumberdaya ikan dengan fish apartment dapat mendukung pengkayaan sumberdaya ikan.

Data wawancara jarak penangkapan ikan digolongkan beberapa penilaian, yaitu jarak dekat 0-1,5 mil; sedang 1,5-3 mil dan jauh >3 mil. Hasil wawancara tersebut untuk membuktikan pengaruh keberadaan fish apartment. Hasil wawancara jarak penangkapan ikan adalah salahsatu cara agar dapat mengetahui tingkat keberhasilan fish apartment. Jika nelayan semakin dekat atau masih dalam perairan pantai Bangsring dalam mencari ikan, maka dalam mengembalikan sumberdaya ikan dengan fish apartment dikatakan berhasil.

Metode Analisis Data

Struktur komunitas ikan karang meliputi komposisi jenis, keanekaragaman jenis, dominansi jenis, kelimpahan ikan dan produktivitas hasil tangkapan dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

1. Komposisi Jenis (Greenberg 1989):

Keterangan :

KJ = Komposisi jenis

ni = Jumlah individual setiap jenis N = Jumlah individu seluruh jenis

2. Kelimpahan adalah banyaknya jumlah individu dan jumlah jenis yang ditemukan pada luas daerah pengamatan. Kelimpahan ikan karang dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Odum 1971):

Keterangan :

X = Kelimpahan ikan

(29)

n = Luas transek pengamatan (m2)

3. Indeks keanekaragaman digunakan untuk mendapatkan gambaran populasi organisme secara matematis (Odum 1971). Perhitungan ini dapat mempermudah analisis informasi jumlah individu masing-masing spesies dalam suatu komunitas ikan karang Keanekaragaman dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

H’ = Indeks keanekaragaman jenis Shannon Weiner

Pi = Proporsi perbandingan jumlah individu speicies ke-i (ni) dengan jumlah individu (N)

i = 1, 2, 3, ..., n S = Jumlah jenis ikan

Kategori penilaian indeks H’ menurut Odum (1971) adalah sebagai

berikut:

a. H’≤ 1 = Keanekaragaman rendah, penyebaran rendah, kestabilan komunitas rendah;

b. 1 ≤H’≤ 3 = Keanekaragaman sedang, penyebaran sedang, kestabilan komunitas sedang; dan

c. H’≥ 3 = Keanekaragaman tinggi, penyebaran tinggi, kestabilan komunitas tinggi.

4. Nilai indeks keseragaman dan keanekaragaman yang kecil menandakan adanya dominansi yang tinggi suatu spesies terhadap spesies-spesies lainnya. Rumus indeks dominansi sebagai berikut (Odum 1971):

Keterangan :

C = Indeks dominansi Shannon Weiner

pi = Proporsi jumlah spesies ke-i (n), terhadap jumlah total ikan karang (N) = n/N

s = Jumlah spesies ikan karang

Nilai indeks berdasarkan antara 0-1dengan kategori sebagai berikut: a. 0 < C < 0,5 = Dominansi rendah;

(30)

5. Produktivitas hasil tangkapan

Perbandingan hasil tangkapan sebelum dan sesudah adanya rumah ikan. Peningkatan dan penurunan dinyatakan dalam persen.

Analisis Data

(31)

4.

HASIL

DAN

PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian didapatkan hasil komposisi jenis, keanekaragaman, dan dominansi, data terlampir pada Lampiran 1. Ikan yang memanfaatkan fish apartment tergolong dari berbagai jenis ikan, dan digolongkan per famili. Mayoritas komposisi jenis ikan yang memanfaatkan fish apartment adalah ikan Pomacanthidae dengan nilai keragaman 16,8 %, Pomacentridae 15,2 %, Caesionidae 15,9 % dan Labridae 10,1 %. Indeks keanekaragaman (H’) yang didapat adalah 18,5, dengan dominansi (C) 0,041. Hasil Pengamatan secara visual juga didapatkan juga data kelimpahan ikan (X) per stasiun. Data dapat dilihat pada Lampiran 2, dimana didapatkan nilai kelimpahan bervariasi antara individu dengan luasan lahan.

Data hasil wawancara sebelum dan sesudah tertanamnya fish apartment (Tabel 1) mengalami perbedaan yang signifikan, baik dari hasil tangkapan ikan oleh nelayan, jarak tempuh penangkapan ikan, lama waktu pencarian ikan, dan perubahan alat tangkap yang digunakan. Alat tangkap yang menggunakan bahan kimia berangsur-angsur berkurang hingga penggunaan bahan tersebut sudah tidak digunakan kembali pada tahun 2016. Ikan hasil tangkapan utama nelayan Bangsring adalah ikan hias yang dimana merupakan ikan karang. Rata-rata hasil tangkapan ikan setelah penanaman fish apartment juga cenderung meningkat hingga 110% pertrip saat melakukan penangkapan. Bertambahnya hasil tangkapan tentu mempengaruhi variasi jenis hasil tangkapan, hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6 dengan jumlah spesies 191 jenis.

Tabel 1 Data perbandingan hasil wawancara di Bangsring, Banyuwangi

Fish Alat tangkap Rata-rata Aparten Jenis (%) Hasil Tangkapan

(32)

Gambar 11 Hasil tangkapan tahun 2012-2015

Penanaman fish apartment dapat dilihat perkembangannya melalui grafik hasil tangkapan tahun 2012-2015 pada Gambar 11. Hasil tangkapan ikan hias pada tahun 2012–2013 mengalami penurunan Hal tersebut dikarenakan ikan hasil tangkapan ikan pada tahun 2012 tidak seluruhnya dari hasil tangkapan perairan Bangsring, Banyuwangi. Sedikitnya ikan hasil tangkapan pada daerah Bangsring menjadikan nelayan mencari lokasi penangkapan ikan lebih jauh. Pencarian ikan oleh nelayan Bangsring semakin jauh, dimana penangkapan ikan dapat mencapai pulau Bali. Hasil tangkapan ikan hias di Bangsring, Banyuwangi dari tahun 2013– 2015 mengalami peningkatan. Hasil tangkapan pada tahun 2013-2015 mengalami peningkatan, dengan nilai 4.130 ekor pada tahun 2013, 8.949 ekor takun 2014, dan 12.844 ekor pada tahun 2015.

(33)

Ikan hasil tangkapan nelayan Bangsring memiliki variasi yang beragam (Lampiran 3,4,5 dan 6). Tahun 2012 di dapatkan jenis ikan 36 famili dengan 164 jenis ikan yang tertangkap, mayoritas hasil tangkapan dari famili Labridae 33,9%, Pomacentridae 26,59% dan Serranidae 6,02%. Tahun 2013 didapatkan ikan hasil tangkapan 30 famili dengan 135 jenis ikan yang tertangkap, dengan mayoritas hasil tangkapan adalah Pomacentridae 50,27%, Labrideae 24,12% dan Gobiidae 4,62%. Tahun 2014 didapatkan ikan hasil tangkapan 32 famili dengan 156 jenis ikan yang tertangkap, dengan mayoritas hasil tangkapan adalah Pomacentridae 36,67%, Labrideae 29,52% dan Serranidae 7,78%. Tahun 2015 didapatkan ikan hasil tangkapan 35 famili dengan 191 jenis ikan yang tertangkap, dengan mayoritas hasil tangkapan adalah Labrideae 32,86%, Pomacentridae 31,57%, dan Pomacanthidae 7,22%. Mayoritas jenis ikan yang tertangkap pada tahun 2012-2015 adalah Labrideae, Gobiidae, Mullidae, Pomacentridae dan Chaetodontidae (Gambar 12).

Pembahasan

Komposisi jenis ikan berdasarkan famili selama pengamatan didapatkan hasil Pomacanthidae dan Pomacentridae lebih mendominasi. Komposisi Pomacanthidae 16,8 %, sedangkan komposisi ikan famili Pomacentridae mendominasi hingga 15,2 %, hal tersebut dikarenakan ikan jenis Pomacanthidae dan Pomacentridae merupakan salah satu ikan dengan kelimpahan terbanyak dan merupakan ikan penetap (resident species) yang memiliki tingkah laku teritorial dan jarang berkeliaran jauh dari sumber makanan dan tempat berlindungan. Selain itu, berdasarkan peranannya ikan famili Pomacanthidae dan Pomacentridae termasuk dalam ikan mayor utama yang jumlahnya banyak ditemukan dalam ekosistem terumbu karang (Muhammad 2009). Ikan jenis Pomacentridae merupakan ikan dengan kelimpahan terbanyak dan merupakan ikan penetap (resident species) yang memiliki tingkah laku teritorial dan jarang berkeliaran jauh dari sumber makanan dan tempat berlindungan (Ratnawati et al. 2011). Berdasarkan peranannya ikan famili Pomacentridae termasuk dalam ikan mayor utama yang jumlahnya banyak ditemukan dalam ekosistem terumbu karang (Romimohtarto dan Juwana dalam Ratnawati et al. 2011).

Famili Labridae merupakan salah satu famili yang dominan, karena famili Labridae juga masuk dalam kelompok ikan mayor yang memiliki kelimpahan tinggi di daerah terumbu karang. Famili jenis ini merupakan pemakan zooplankton dan hidup di kolom perairan pada kedalaman 2 hingga 20 m dengan ukuran mencapai 5-30 cm (Ratnawati et al. 2011). Beberapa jenis ikan dari famili ini sangat meyukai habitat yang dangkal dan daerah pasang surut. Famili terbanyak lainnya adalah jenis ikan Caesionidae dangan nilai 14,3%. Ikan ini merupakan ikan musiman dimana jumlahnya dapat bertambah banyak pada saat musim ikan ini datang, akan tetapi tidak menutup kemungkinan ikan ini tidak dapat dijumpai padasaat selain musimnya. Ikan berjenis Caesionidae berlindung pada fish apartment bertujuan untuk menghindar dari pemangsa yang lebih besar.

(34)

dan kestabilan yang tinggi dari luasan penanaman fish apartment di daerah bangsring Banyuwangi. Tingginya nilai keanekaragaman menandakan pada penanamanan fish apartment di perairan Bangsring memiliki beranekaragam jenis ikan. Nilai keanekaragaman dapat menyatakan nilai dominansi, dimana nilai dominansi yang didapat adalah 0,041. Nilai dominansi dengan nilai 0,041 meupakan nilai dominansi yang rendah, sehingga tidak ada jenis ikan yang lebih mendominan dalam perairan Bangsring.

Nilai indeks ekologi dapat dilihat bahwa nilai keanekaragaman yang tinggi pada perairan Bangsring, yang memiliki nilai dominansi yang rendah (0<C<0,5) sehingga komunitas ikan karang dapat dikatakan stabil atau merata. Nilai dominansi yang rendah menandakan sebaran jenis ikan yang merata pada suatu lokasi dan jumlah jenis ikan yang bervariasi. Nilai indeks keanekaragaman yang tinggi menandakan adanya dominansi yang rendah pada suatu spesies terhadap spesies-spesies lainnya hal tersebut dikarenakan beranekaragamnya jenis ikan dengan jumlah perspesies yang rendah (Odum 1971). Berdasarkan Odum (1971) dan Clarke & Warwick (1994) tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman jenis suatu komunitas ditentukan oleh tinggi rendahnya kelimpahan individu, komposisi jenis serta tingkat kemerataan individu setiap jenis.

Kelimpahan ikan pada suatu daerah dapat menunjukkan banyaknya individu ikan persatuan luas daerah pengamatan. Nilai kelimpahan dapat menggambarkan keadaan serta jenis ikan karang yang mendominasi di suatu tempat (Ratnawati et al. 2011). Hasil pengambilan data pada 24 stasiun di Bangsring Banyuwangi menunjukkan nilai kelimpahan tertinggi berada di stasiun 7 dengan nilai 52,78, stasiun 8 dengan nilai 43,75 dan stasiun 9 dengan nilai 47,22 (Lampiran 2). Famili yang banyak ditemukan adalah Caesionidae, Pomacentridae, Labridae dan Pomacanthidae.

Ikan jenis Pomacentridae merupakan salah satu ikan mayor yang fungsinya tidak termasuk dalam ikan terget ataupun ikan indikator yang umumya banyak dijumpai dalam jumlah yang melimpah yang cenderung bersifat teritorial (English et al. 1997). Ikan mayor bersifat herbivora, planktivora, dan omnivora (Nybakken 1993), sehingga kelimpahan tinggi pada titik ini disebabkan oleh ikan pemakan plankton lebih banyak ditemukan membentuk kelompok besar. Menurut Wibowo dan adrim (2012) famili Pomacentridae, Pomacanthidae dan Labridae merupakan ikan yang paling dominan pada ekosistem terumbu karang, khususnya di daerah tropik. Kelimpahan Caesionidae tinggi pada fish apartment dikarenakan sedang memasuki musim jenis ikan ekor kuning (Caesionidae). Hal ini berkaitan dengan sifat ekor kunung tang selalu melintasi daerah fish apartment dan terumbu karang, sehingga terumbu karang dijadikan tempat beristirahat dan berlindung. Ikan ekor kuning memiliki sifat yang bergerombol sehingga dalam stu lokasi dapat ditemukan dalam jmlah yang banyak dalam satu stasiun (Marasabessy 2010).

(35)

Mahyudin (2012), menurunnya hasil tangkapan nelayan, semakin kecilnya ukuran ikan yang tertangkap, sulit dan jauhnya mencari daerah penangkapan (fishing ground) dan langkanya beberapa spesies ikan dikarenakan rusaknya kondisi lingkungan dan indikasi overfishing. Penurunan sumberdaya ikan merupakan dampak dari interaksi antara aktivitas penangkapan yang semakin intensif, adanya alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, pelanggaran jalur penangkapan dan menurunnya daya dukung perairan.

Tahun 2013 nelayan sudah tidak terlalu jauh untuk mencari ikan. Hal tersebut dikarenakan sudah mulai kembalinya beberapa jenis ikan di perairan Bangsring. Meningkatnya hasil tangkapan di Bangsring menandakan adanya pengaruh antara hasil tangkapan dan penanaman fish apartment. Penanaman fish apartment yang bertahap dari tahun 2011 memang tidak langsung memberikan dampak pengembalian perbaikan lingkungan suatu perairan, akan tetapi dengan dukungan wilayah konservasi perkembangan perbaikan menggunakan fish apartment dari tahun 2013-2015 mengalami perbaikan yang cukup signifikan.

Menurut Sutarto (2000), terumbu karang buatan memiliki fungsi yang hampir sama seperti terumbu karang, hal tersebut karena dapat menarik dan mengumpulkan ikan dan kehidupan laut lainnya dengan cara menyediakan tempat berlindung dan sumber makanan tambahan dengan substrat yang luas. Secara umum fish apartment yang dipasang secara nyata telah memberikan fungsi sebagai pengumpul ikan dengan bertambahnya bangunan dasar atau topografi. Bertambahnya daya dukung lingkungan telah memberikan kemungkinan bertambahnya biomassa ikan-ikan setempat. Peningkatan jumlah hasil tangkapan tentu diiringi dengan bertambahnya jumlah jenis ikan.

Bertambahnya jenis ikan menandakan kembalinya beberapa spesies ikan yang dulu sempat hilang di perairan Bangsring, Banyuwangi. Ikan hasil tangkapan dapat dilihat pada Lampiran 1-4, dimana setiap jenis ikan di kelompokan berdasarkan famili. Data pada Lampiran 1-4 ikan paling banyak tertangkap adalah ikan dari famili Pomacentridae, Labridae, dan Pomacanthidae. Jenis yang paling banyak tertangkap dari famili Pomacentridae adalah ikan betok (Pomacentrus sp.), podangan (Pomacentrus coelestis), dan bintangan (Pomacentrus alleni). Pada kelompok famili Labridae jenis yang sering tertangkap adalah jenis ikan keling (Pseudocheilinus hexataenia), hog fish (Bodianus mesothorax) dan dian fish (Paracheilinus filamentosus). Famili Pomacanthidae adalah jenis angel fish (Centropyge eibli). Menurut Wibowo dan Adrim (2013) suku-suku yang dianggap penting dan sering dijumpai selama penelitian adalah suku Pomacentridae, Labridae, dan Pomacanthidae. Menurut Hutomo (1991), hasil pengamatan visual terumbu karang buatan dengan penyelaman didapatkan beberapa jenis ikan dominan seperti Pomacentridae, Labridae,Chaetodotidae, Serranidae, Siganidae, dan Pomacanthidae.

(36)

(Gobiidae), keling (Labridae), dan kerapu (Serranidae). Pemanfaatan fish apartment tentu sangat berpengaruh, terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah pemanfaatan fish apartment hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h)

Gambar 13 Jenis ikan hias hasil tangkapan nelayan Bangsring Banyuwangi : (a) angel fish (Pomacanthidae), (b) betok (Pomacentridae), (c) kepe-kepe (Chaetodotidae), (d) bunglon (Gobiidae), (e) keling (Labridae), (f) kerapu (Serranidae), (g) scorpion kembang (Scorpaenidae) dan (h) clown fish (Pomacentridae).

(37)

Gambar 14 Jaring kelambu alat tangkap ikan yang digunakan nelayan Bangsring

Kesadaran nelayan akan penangkapan yang ramah lingkungan semakin tinggi dilihat dari berkurangnya penggunaan bahan penangkapan ikan yang berbahaya seperti potas. Nelayan Bangsring sadar akan penggunaan bahan kimia yang bersifat hanya sementara dalam pemanfaatannya, kesadaran nelayan akan tangkapan yang berkelanjutan tentu membuat nelayan bangsring akan semakin mudah dalam mencari ikan. Penangkapan ikan oleh nelayan bangsring beralih menggunakan jaring kelambu berbahan monofilamen yang digunakan untuk menghadang ikan saat penggiringan ikan (Gambar 14). Cara kerja dari jaring kelambu adalah menghadang ikan target. Ikan target digiring kearah jaring, kemudian ikan akan terhadang oleh jaring kelambu. Ikan yang terhadang kemudian ditangkap menggunakan serok atau saringan yang kemudian dimasukkan kedalam plastik.

Selama penanaman fish apartment nelayan Bangsring mendapat kemudahan dalam mencari ikan, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dimana perbedaan rata-rata ikan hasil tangkapan yang naik hingga 110% setelah penanaman fish apartment. Rata-rata penangkapan ikan hias naik menjadi 62 ekor/hari yang sebelumnya hanya 30 ekor/hari, tentu dengan adanya hasil tangkapan yang terus meningkat akan mempermudah nelayan dalam penangkapan. Rumpon dasar atau fish apartment merupakan suatu alat untuk memikat ikan agar berkumpul, beristirahat, berlindung, singgah, atau terkonsentrasi di sekitar rumpon, sehingga akan mempermudah nelayan dalam menentukan daerah penangkapan ikan (fishing ground).

(38)

atraktor yang berfungsi menarik ikan untuk berkumpul di sekitar rumpon, dan membentuk jaringan makanan (foodweb). Kegiatan operasi pengumpulan ikan menjadi lebih mudah, karena ikan sudah berkumpul disekitar rumpon (Sondita 2011).

Mudahnya nelayan mencari ikan tentu berpengaruh dalam waktu mencari ikan. Sebelum adanya fish apartment nelayan ikan hias Bangsring melakukan penangkapan ikan hingga pulau Bali, dimana jarak antara perairan Banyuwangi dan Bali adalah lebih dari 3 mil. Penanaman fish apartment dapat menghemat jarak penangkapan menjadi 0-1,5 mil dari wilayah perairan Bangsring. Jarak tersebut merupakan jarak diluar wilayah konservasi, hal tersebut dikarenakan pada wilayah konservasi dilarang melakukan aktifitas penangkapan. Jarak yang jauh tentu berpengaruh pada waktu penangkapan dan biaya operasional yang tinggi. Waktu rata-rata penangkapan ikan sebelum adanya fish apartment mencapai 7 jam, dengan adanya fish apartment waktu menjadi lebih efisien menjadi 4,5 jam. Nelayan dapat menghemat 2,5 jam selama mencari ikan dengan hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan sebelum tertanamnya fish apartment. Penanaman fish apartment dapat menghemat waktu 2,5 jam dalam mencari ikan, sehingga nelayan dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya operasional.

Penggunaan alat bantu seperti rumpon atau fish apartment ini mampu merubah pradigma nelayan yang semula nelayan melaut untuk mencari ikan, kini berubah menjadi nelayan melaut untuk menangkap ikan. Berubahnya pradigma tersebut dikarenakan daerah penangkapan yang ditujunya sudah pasti, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya operasional (Budhiman 2011). Jarak penangkapan yang tidak jauh, waktu penangkapan yang singkat, hasil tangkapan yang banyak dan bervariasi menjadikan fish apartment adalah sebagai salah satu cara dalam pengembalian ekosistem yang rusak.

Penggunaan fish apartment berhasil mempengaruhi perbaikan lingkungan di daerah Bangsring. Semakin membaiknya lingkungan dengan menggunakan fish apartment tentu harus di imbangi oleh perawatan fish apartment demi tetap terjaganya habitat ikan hingga kembalinya terumbu karang yang rusak. Perawatan fish apartment di Bangsring melibatkan kelompok nelayan setempat yang sadar akan lingkungan dan didampingi oleh pemerintah daerah khususnya Dinas Perikanan Banyuwangi. Perawatan fish apartment meliputi pengambilan plastik atau sampah yang tersangkut di fish apartment dan mengembalikan posisi fish apartment yang jatuh karena terkena arus yang kencang. Konstruksi fish apartment yang tinggi membuat mudah terjatuh jika terkena arus air yang kencang. Perawatan dan perbaikan fish apartment biasanya dilakukan selama 6 bulan sekali dengan dibantu dengan alat scuba diving. Perawatan fish apartment yang baik tentu akan menjadikan wilayah peneneman fish apartment menjadikan ikan akan tetap berada pada perairan Bangsring. Perawatan pada fish apartment yang baik tentu menambah keuntungan baik para nelayan dan kelompok masyarakat sekitar.

(39)
(40)

5.

SIMPULAN

DAN

SARAN

Simpulan

1. Efektivitas fish apartment dapat memulihkan perairan Bangsring, Banyuwangi. Nilai indeks keanekaragaman yang tinggi dan indeks dominansi yang rendah menandakan keanekaragaman jenis ikan yang tinggi dengan sebaran yang merata di perairan Bangsring.

2. Penanaman fish apartment berhasil memperbaiki populasi dan lingkungan habitat ikan, dan mempengaruhi efisensi penangkapan baik dari jarak, waktu dan hasil tangkapan. Penanaman fish apartment dapat dimanfaatkan dan dikembangkan pada perairan yang rusak.

Saran

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar JAJ, Whitten SJD, Hisyam N. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Bambang N, Widodo, Suryadi A, Wassahua Z. 2011. Apartemen Ikan (Fish Apartment) Sebagai Pilar Pelestarian Sumberdaya Ikan. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan, Direktorat Jendral Perikanan Tangkap, Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Bengen DG. 1999. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir (sinopsis). Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor. ISBN 9799561744-9789799561749.

Bengen DG. 2005. Merajut Keterpaduan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Timur Indonesia Bagi Pembangunan Kelautan Berkelanjutan. Disajikan pada Seminar Makassar Maritime Meeting. Makassar.

Budhiman AA. 2011. Panduan Pelaksanaan Pengembangan Rumah Ikan Dalam Rangka Pemulihan Sumberdaya Ikan. Direktorat Sumberdaya Ikan dan Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan Semarang, Direktorat Jendral Perikanan Tangkap.

Budhiman AA, Christijanto H, Wulandari W, Jimmi, Budiarto A, Wahyudi C R, Andira A, Sutriyono, Hudaya Y, Malik R, Dwi M. 2013. Petunjuk Teknis Rumah Ikan Dalam Rangka Pemulihan Sumberdaya Ikan (Cetakan Revisi Ke-2). Direktorat Sumberdaya Ikan dan Balai Besar Pengembangan Sumberdaya Ikan Semarang, Direktorat Jendral Perikanan Tangkap.

Cappenberg HD. 2009. Monitoring Kesehatan Terumbu Karang Kabupaten Bintan (Pulau-pulau Tambelan), Coremap – LIPI, Jakarta.

Choat JH, Bellwood DR. 1991. Reef Fishes on Coral Reefs In: The Ecology of Fishes on Coral Reef. San Diego: Sale P F Academic Pr. ISBN: 978-0-08-092551-6.

Clarke KR, Warwick RM. 1994. Changes in Marine Communities: An Approach To Statistical Analysis and Interpretation. Plymouth, Plymouth Marine Laboratory, 144 pp.

Connel R. 1987. Ecological Studies in Tropical Fish Communities. Cambridge University Press. Cambridge.

Dahuri R. 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan Untuk Kesejahteraan Masyarakat. LISPI, Jakarta.

English SC, Wilkinson, Baker V. 1997. Survey Manual For Tropical Marine Resources 2nd ed. Australia Marine Science Project: Living Coastal Resources, Australian Institute of Marine Science. PMB No.3, Townsville Mail Centre, Australia. 390p.

Greenberg. 1989. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater for 4th Edition. American Publich Health Assosiation. Washington.

Hutomo M. 1991. Teknologi Terumbu Buatan: Suatu Upaya Untuk Meningkatkan Sumberdaya Hayati Laut. Oseana, volume XVI, No 1: 23-33. ISSN 0216-1877. Kountur R. 2007. Metode Penelitian untuk penulisan Skripsi dan Tesis, edisi

(42)

Ilyas M. 2008. Studi Awal Penerapan Teknologi Terumbu Karang Buatan di Sekitar Pulau Kelapa Kepulauan Seribu. Universitas Indonesia: Jakarta.

Mahyudin B. 2012. Kebutuhan teknologi untuk penangkapan ikan. Makalah seminar nasional kelautan VIII Universitas Hang Tuah. Surabaya.

Mallawa A. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Disajikan pada Lokakarya Agenda Penelitian Coremap II. Selayar.

Marasabessy MD. 2010. Keanekaragaman Jenis Ikan Karang di Perairan Pesisir Biak Timur, Papua. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Oseanografi dan Limnologi di Indonesia 36 (1) : 63-84, ISSN 0125-9830.

Martasuganda S. 2008. Rupon – Rumah Pondok Ikan (Fish Aggregation Device). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Pusat Kajian Sumberdaya pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor.

Medrizam, Pratiwi S, Wardiyono. 2004. Wilayah Kritis Keanekaragaman Hayati Indonesia: Instrumen penilaian dan pemindahan indikatif/cepat bagi pengambil kebijakan. Unitid Nation Development Program (UNDIP).

Muhammad Y. 2009. Skripsi: Struktur Komunitas Ikan Karang Pada Biorock di Kawasan Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mujiarto I. 2005. Sifat dan Karakteristik Material Plastik dan Bahan Aditif. Traksi. Vol 3. No 2.

Muzaki FK. 2007. Kecepatan Pertumbuhan Fragmen Karang “Acropora formosa”

dan “Acropora nobilis” dengan Jumlah Percabangan Berbeda. Tugas Akhir Jurusan Biologi – FMIPA ITS. Surabaya.

Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Nybakken JW. 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh: Ediman, M. dkk. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 459 hal.

Nybakken JW. 1993. Marine Biology: An ecological approach. 3rded. New York: Harper Collins Pub. pp 336-371.

Odum EP. 1971. Dasar-dasar ekologi. Diterjemahkan oleh: T.Samingan dan B. Srigandono. Fundamental of ecology. Gadjah Mada University Press. 629 h. Hal. 174-200.

[PERMEN-KP] Peraturan Mentri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Nomor 26/PERMEN-KP/2014. Tentang: Rumpon.

Ratnawati P, Priliska H, Sukmaraharj. 2011. Kondisi dan Potensi Komunitas Ikan Karang di Wilayah Kepulauan Kayoa, Kabupaten Halmahera Selatan Maluku Utara. Prosiding Seminar Nasional : Pengembangan Pulau-pulau kecil 2011-ISBN 978-602-98439-2-7.

Sondita MFA. 2011. Sebuah Perspektif: Rumpon sebagai alat Pengelolaan Sumber daya Ikan. Buku II New Paradigm in Marine Fisheries. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Supriharyono. 2000. Pelestariandan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sutarto. 2000. Pengenalan Tentang Rumpon dan Terumbu Karang Buatan. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan Semarang, Direktorat Jendral Perikanan Tangkap.

(43)

Suwarsih. 2011. Rumpon Sebagai Penangkapan Ikan. Prospektus, tahun IX Nomor 2, Oktober 2011.

Warman I. 2013. Kerusakan Terumbu Karang, Mangrove dan Padang Lamn Ancaman Terhadap Sumberdaya Ikan, Apartemen Ikan Solusinya. Penerbit: http://uripsantoso.wordpress.com/ 2013/04/indra-warman.pdf.

(44)
(45)

Lampiran 1. Data hasil pengamatan visual dengan hasil komposisi jenis, keanekaragaman, dan dominansi

Famili Nama Lokal Spesies KJ KF H' C Jenis Famili

Acanthuridae

Botana Abu Acanthurus pyroferus 2,6

8,1

Botana Kuning Acanthurus pyroferus 2,5 0,90 0,001

Botana Lorek s Acanthurus

triostegus 0,4 -0,89 0,000

Burung Laut Zebrasoma scopas 0,5 -0,67 0,000

Letter Six Paracanthurus hepatus 0,6 -0,48 0,000

Balistidae

Trigger Kaca Melichthys vidua 0,6

2,1

-0,48 0,000 Trigger

Kembang Balistoides conspicillum 0,3 -1,18 0,000

Trigger Liris Balistapus undulatus 0,7 -0,33 0,000

(46)

Famili Nama Lokal Spesies KJ KF H' C Jenis Famili

Haemulidae

Brown kelly Plectorhinchus chaetodonoides 0,3

2,1

-1,18 0,000

Kompele Layar Plectorhinchus pictus 0,2 -1,58 0,000

Kompele Liris Plectorhinchus

diagrammus 1,1 0,12 0,000

Kompele Macan

Plectorhinchus

vittatus 0,4 -0,89 0,000

Holocentridae Brajanata Myripristis sp 0,4 0,4 -0,89 0,000

Labridae

Dokter Mas Labroides

rubrolabiatus 1,5 0,43 0,000

Keling Kalong Thalassoma

lunare 0,8 -0,20 0,000

Keling Kuning Halichoeres chrysus 0,4 -0,89 0,000

Keling Liris Pseudocheilinus hexataenia 0,6 -0,48 0,000

Keling Mutiara Anampses meleagrides 0,2 -1,58 0,000

Roket Asli Nemateleotris 1,7

3,1

0,56 0,000

Roket Biasa Nemateleotris decora 0,9 -0,08 0,000

Roket Pasir Nemateleotris magnifica 0,4 -0,89 0,000

Monacanthidae

Sonang kipas Pervagor

melanocephalus 0,5 0,8 -0,67 0,000

Sonang rambut Acreichthys

radiatus 0,3 -1,18 0,000

Mullidae

Jenggot B Parupeneus

forsskali 0,8

2,4

-0,20 0,000

Jenggot kuning Parupeneus

cyclostomus 1,5 0,43 0,000

Ostraciidae

Buntal sapi Lactoria cornuta 0,3

(47)

Famili Nama Lokal Spesies KJ KF H' C Angel Doreng Pygoplites diacanthus 1,0 0,03 0,000 Angel Ekor

Panjang Genicanthus lamarck 0,3 -1,18 0,000 Angel Kennedy Centropyge bispinosus 0,4 -0,89 0,000

Angel Koran Pomacanthus

semicirculatus 0,6 -0,48 0,000

Angel Marmut Chaetodontoplus mesoleucus 0,4 -0,89 0,000

(48)

Famili Nama Lokal Spesies KJ KF H' C

Kerapu Pelet Cephalopholis

sp 0,3 -1,18 0,000

Rainbow

merah Pseudanthias pleurotaenia 0,1 -2,28 0,000

Siganidae

Semadar

Cecet Siganus canaliculatus 0,7

Gambar

Gambar 1 Kerusakan karang karena penggunaan bahan peledak.
Gambar 2  Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 3 Fish apartment sebagai pengganti terumbu karang
Gambar 8 Group fish apartment
+6

Referensi

Dokumen terkait